PENGARUH INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP PENYELESAIAN TUGAS DALAM MATA DIKLAT GAMBAR TEKNIK BAGI SISWA PROGRAM STUDI TEKNIK GAMBAR BANGUNAN SMKN 9 GARUT.

(1)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Jepang

oleh Edi Syofyan NIM 0906827

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Oleh Edi Syofyan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Jepang pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan

Sastra

© Edi Syofyan 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa izin penulis.


(3)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Drs. H. Sudjianto, M. Hum. NIP. 195906051985031004

Pembimbing II

Linna Meilia Rasiban, M. Pd. NIP 198005072008012010

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Bahasa Jepang

Dra. Neneng Sutjiati, M. Hum. NIP 196011081986012001


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………..……….. i

SINOPSIS……….………… ii

KATA PENGANTAR………...……….. xi

DAFTAR ISI………..……….. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….………. 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah …………...……….…………. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 4

D. Metode Penelitian ……… 5

E. Definisi Operasional ………... 7

F. Sistematika Penulisan ……….………. 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Makna ………..… 10

1. Hakikat Makna ………...….…… 10

2. Jenis Makna ……….…… 11

3. Perubahan Makna dalam Bahasa Jepang …………...…… 16

B. Verba Deru ………...………..………. 18

C. Polisemi ………..………. 23

1. Pengertian Polisemi ……….……… 23

2. Gaya Bahasa dengan Polisemi ……… 23

3. Cara Menganalisis Polisemi ………...…………. 24

D. Penelitian tentang Polisemi ……….………… 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ……… 40


(5)

C. Instrumen dan Sumber Data Penelitian ………..…...………. 41

D. Teknik Analisi/Pengolahan Data ……….………… 42

a. Menentukan Makna Dasar (kihon-gi no nintei) …………. 50

b. Klasifikasi Makna (imi kubun) ….……… 50

c. Mendeskripsikan Hubungan Antar Makna dalam Bentuk Struktur Polisemi (tagi-kouzou no hyouji) ……...……….. 51

d. Kesimpulan/Genersalisasi (ketsuron) ………..………….. 51

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 52

1. Identifikasi Makna/ Klasifikasi Makna (imi kubun) .... ... 52

2. Makna Dasar (kihon-gi) ... 57

3. Deskripsi Hubungan Antar Makna (tagi-kouzou no hyougi) 57 B. Pembahasan ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..……… 97

B. Saran ……… 98

1. Bagi Peneliti ……… 98

2. Bagi Pembelajar ……….. 99

DAFTAR PUSTAKA………...……… 100

LAMPIRAN


(6)

ABSTRAK

ANALISIS MAKNA VERBA DERU SEBAGAI POLISEMI DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

(Edi Syofyan, 2014, 101 halaman)

Dalam setiap bahasa termasuk bahasa Jepang, sering kita temukan adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata dengan kata yang lainnya. Salah satu hubungan kemaknaan tersebut adalah polisemi. Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Ini merupakan salah satu kendala bagi pembelajar bahasa Jepang ketika menggunakannya dalam kalimat bahasa Jepang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna apa saja yang terkandung dalam verba deru, apa makna dasar verba deru, serta untuk mengetahui hubungan antar makna verba deru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Data dari berbagai sumber dikumpulkan, disusun, kemudian diklasifikasikan, dianalisis dan dilaporkan. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa ada beberapa makna yang terkandung dalam verba deru yaitu: 1 (keluar ‘deru’); 2 (maju ‘susumu’); 3 (berangkat ‘shuppatsu’); 4 (pergi ‘iku’); 5 (meninggalkan ‘nokosu’); 6 (muncul ‘hyoujisareru’); 7 (terbit ‘noboru’); 8 (sampai/tiba ‘touchakusuru’); 9 (dihasilkan ‘sanshutsusareru’); 10 (berasal ‘yuraisuru’); 11 (ada ‘aru/iru’); 12 (tumbuh ‘haeru’); serta mempunyai makna 13 (idiomatikal ‘kanyouku’). Makna dasar verba deru yaitu keluar (bergerak dari ruang tertentu atau dari sebelah dalam ke sebelah luar). Sedangkan hubungan antar makna dari verba deru dapat dilihat dari tiga majas. Yaitu makna 6, 10, 11, dan 13 mempunyai hubungan metonimi dengan makna dasar, makna 13 mempunyai hubungan metafora dengan makna dasar, lalu makna 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, dan 12 mempunyai hubungan sinekdok dengan makna dasar.


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa yang memiliki banyak keberagaman dan keunikan. Contohnya yaitu kosakatanya yang memiliki banyak verba sehingga mendominasi jenis kata yang lain. Dengan keberagaman dan keunikan bahasa yang demikian, mahasiswa asing yang mempelajari bahasanya harus memahami dan menguasainya.

Kosakata dalam bahasa Jepang merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai untuk menunjang kelancaran berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jepang baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Kosakata dalam bahasa Jepang beragam bentuknya. Diantaranya ada pengelompokan kosakata berdasarkan karakteristik gramatikalnya, para penuturnya, pekerjaan atau bidang keahliannya, perbedaan zaman dan wilayah penuturnya, serta berdasarkan asal usulnya (Sudjianto, 2009: 98).

Kosakata berdasarkan karakteristik gramatikalnya ada yang tergolong ke dalam dooshi (verba), i-keiyooshi (ajektiva-i), na-keiyoushi (ajektiva-na), meishi (nomina), rentaishi (prenomina), fukushi (adverbia), kandoushi (interjeksi), setsuzokushi (konjungsi), jodooshi (verba bantu), dan joshi (partikel). Kosakata berdasarkan para penuturnya dapat diklasifikasikan berdasarkan pada faktor usia, jenis kelamin, dan sebagainya. Di dalam klasifikasi ini terdapat kata-kata yang termasuk pada jidoogo atau yoojigo (bahasa anak-anak), wakamono kotoba (bahasa anak muda / remaja), roojingo (bahasa orang tua), joseigo atau onna kotoba (ragam bahasa wanita), danseigo atau otoko kotoba (ragam bahasa pria), gakusei yoogo atau gakuseigo (bahasa mahasiswa), dan sebagainya. Kosakata di dalam bahasa Jepang berdasarkan pekerjaan atau bidang keahliannya terdapat beberapa senmon yoogo (istilah-istilah teknis atau (istilah-istilah-(istilah-istilah keahlian) termasuk di dalamnya kata-kata


(8)

yang tergolong bidang kedokteran, pertanian, teknik, perekonomian, peternakan, dan sebagainya. Klasifikasi kosakata berdasarkan perbedaan zaman dan wilayah penuturnya ada yang tergolong pada bahasa klasik, bahasa modern, dialek Hiroshima, dialek Kansai, dialek Tokyo, dan sebagainya. Ada juga yang mengklasifikasikan kosakata pada hyogen goi atau shiyoo goi, rikai goi, kihon goi, kiso goi, doo’on igigo, ruigigo, keigo yang di dalamnya mencakup kosakata sonkeigo, kenjoogo atau kensongo, teineigo atau teichoogo, dan sebagainya.

Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang dapat dibagi menjadi tiga macam yakni wago, kango, dan gairaigo. Namun selain ketiga macam kosakata tersebut ada sebuah jenis kosakata yang disebut konshugo yaitu kata-kata yang merupakan gabungan dari beberapa kata dari sumber yang berbeda misalnya gabungan wago dengan kango, wago dengan gairaigo, atau kango dengan gairaigo. Menurut Iwabuchi Tadasu, klasifikasi kata berdasarkan asal-usulnya seperti ini disebut goshu (Sudjianto, 2009: 99).

Nomura (dalam Sudjianto, 2009: 149), menyatakan bahwa dooshi (verba) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Verba (doushi) merupakan salah satu dari kelas kata (hinshi) yang jumlahnya cukup banyak. Banyaknya verba dalam bahasa Jepang merupakan salah satu kendala bagi pembelajar bahasa Jepang ketika menggunakannya dalam kalimat. Di dalam bahasa Jepang tidak sedikit pula di antara verba tersebut ada verba yang berpolisemi dan berhomonim.

Di dalam bukunya, Sutedi (2009: 79) mengutip Kunihiro yang menyatakan bahwa polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu dan setiap makna tersebut satu sama lainnya memiliki keterkaitan (hubungan) yang dapat dideskripsikan, berbeda dengan homofon yaitu beberapa kata yang bunyinya sama sekali tidak ada keterkaitannya.


(9)

Tidak seperti homonim yang walaupun memiliki bunyi sama, maknanya dapat diketahui langsung dikarenakan terdapat perbedaan pada hurufnya. Pada polisemi bunyi dan hurufnya sama sehingga sulit untuk mengetahui apa makna yang terkandung dalam verba tersebut dalam suatu kalimat.

Salah satu verba yang berpolisemi adalah deru seperti pada kalimat berikut.

(1) 家を出る。(Matsura, 1994: 144)

Ie wo deru.

Ketika pembelajar dihadapkan dengan kalimat tersebut, pembelajar bisa langsung mengartikan kalimat tersebut dengan “Saya keluar dari rumah”.

Tapi biasanya mereka merasa kesulitan ketika dihapakan dengan kalimat-kalimat seperti berikut.

(2) 会合に出る。(Matsura, 1994: 144)

Kaigou ni deru.

(3) こ 品 よく出る。(Matsura, 1994: 144)

Kono shina ha yoku deru.

Contoh kalimat (2) bila diterjemahkan secara leksikal akan menjadi “Saya keluar di pertemuan”, padahal kalimat tersebut lebih tepat diartikan “Saya menghadiri pertemuan”. Begitu pula dengan contoh kalimat (3) yang jika diterjemahkan secara leksikal menjadi “barang ini keluar dengan baik” atau “barang ini sangat keluar”, padahal lebih tepat diterjemahkan menjadi “barang ini sangat laku”. Perubahan makna seperti inilah yang akan membuat pembelajar kebingungan yang pada akhirnya membuat pembelajar salah menggunakannya.


(10)

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang akan dijadikan sebuah skripsi dengan judul Analisis Makna Verba Deru sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa Jepang.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Suatu penelitian perlu dirumuskan agar pembahasannya lebih sistematis dan berguna sebagai pengarah penelitian. Oleh karena itu masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja makna yang terkandung di dalam verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang?

2. Apa makna dasar (kihon-gi) dan makna perluasan (ten-gi) dari verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang?

3. Bagaimana hubungan antara makna dasar dan makna perluasan dari verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang? Dari rumusan masalah di atas, agar pembahasan yang dilakukan tidak terlalu luas, penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya akan menganalisis verba deru dari segi makna dan penggunaannya sebagai polisemi.

2. Makna verba deru yang akan dibahas adalah kata deru yang termasuk di dalam berbagai sumber yang sesuai dengan pencarian makna verba deru sebagai polisemi.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja makna yang terkandung di dalam verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang.


(11)

2. Untuk mengetahui apa makna dasar (kihon-gi) dan makna perluasan (ten-gi) dari verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang.

3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara makna dasar dan makna perluasan dari verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis.

Penelitian ini dapat memberikan penjelasan secara terperinci mengenai makna verba deru dikarenakan pada hasil penelitian ini akan terdapat pendeskripsian makna verba deru secara keseluruhan serta pendeskripsian penggunaannya sebagai polisemi.

2. Manfaat Praktis.

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi para pembelajar dan para pengajar bahasa Jepang untuk mengurangi permasalahan dalam menerjemahkan suatu kalimat dalam bahasa Jepang sebagai bahasa sasaran ke dalam bahasa pembelajar yaitu yang berhubungan dengan kesulitan dalam memahami makna yang terkandung pada kata dalam suatu kalimat khususnya verba deru. Penelitian ini juga bisa dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

D. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitan deskriptif adalah penelitian non hipotesis sehingga tidak perlu merumuskan hipotesis.


(12)

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah verba deru yang dipakai di dalam kalimat bahasa Jepang.

3. Instrumen dan Sumber Data Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu format data dalam bentuk kartu data dengan menggunakan teknik catat secara transkripsi, dan dalam penelitian ini penulis menggunakan studi literatur. Sumber data untuk penelitian diperoleh dari literatur yang relevan berupa contoh-contoh kalimat yang diperoleh dari situs internet www.aozora.gr.jp, www.dictionary.goo.ne.jp, dan www.ejje.weblio.jp.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah studi literatur atau studi kepustakaan.

5. Teknik Pengolahan Data a. Pengumpulan Data

Mencari dan mengumpulkan referensi dan literatur yang relevan dan mengumpulkan contoh kalimat dari situs internet www.aozora.gr.jp, www.dictionary.goo.ne.jp, dan www.ejje.weblio.jp.

b. Analisa Data

Setelah data terkumpul, hal yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Penulis mengklasifikasikan makna verba deru dalam bahasa Indonesia. Cara yang digunakan adalah:

a) menerjemahkan setiap kalimat yang mengandung verba deru dalam bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia,


(13)

b) mencari padanan makna verba deru dengan verba dalam bahasa Indonesia, serta

c) membuat klasifikasi makna verba deru.

2) Mendeskripsikan hubungan antar makna dalam polisemi yaitu dengan menggunakan majas / gaya bahasa (hiyu) sebagai sudut pandangnya, diantaranya menggunakan majas metafora, metonimi, dan sinekdoke.

c. Generalisasi

Pada akhirnya akan ditemukan kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian berdasarkan analisis di atas.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan makna kata-kata atau istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini, penulis mendefinisikan istilah-istilah tersebut sebagai berikut:

1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya); penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan; penyelidikan kimia dengan menguraikan sesuatu untuk mengetahui zat bagiannya dan sebagainya; penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya; pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya. Analisis bahasa adalah penelaahan yang dilakukan oleh peneliti atau pakar bahasa dalam menggarap data kebahasaan yang diperoleh dari penelitian lapangan atau dari pengumpulan teks (penelitian kepustakaan) (Tim Penyusun KBBI, 2008: 58).


(14)

2. Makna adalah arti: ia memperhatikan -- setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu; maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Tim Penyusun KBBI, 2008: 864).

3. Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan; kata kerja (Tim Penyusun KBBI, 2008: 1546). Nomura (dalam Sudjianto, 2009: 149) menyatakan bahwa dooshi (verba) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan ajektiva-i dan ajektiva-na menjadi salah satu jenis yoogen. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Dooshi dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Verba yang digunakan dalam penelitian ini adalah verba deru.

4. Deru berarti keluar. Berdasarkan yang diajarkan kepada pembelajar bahasa Jepang di tingkat pertama deru berarti keluar.

5. Polisemi adalah ihwal bentuk bahasa (kata, frasa, dan sebagainya) yang bermakna lebih dari satu (Tim Penyusun KBBI, 2008: 1090). Dalam bukunya Sutedi (2009: 79), Kunihiro menyatakan bahwa Polisemi adalah kata memiliki makna lebih dari satu dan setiap makna tersebut satu sama lain memiliki keterkaitan (hubungan) yang dapat dideskripsikan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian (skripsi) ini terdiri dari lima bab yaitu bab I sebagai pendahuluan, bab II sebagai landasan teoritis, bab III sebagai metode penelitian, bab IV sebagai analisis data dan pembahasan, serta bab V adalah sebagai kesimpulan dan saran. Pada bab I berupa pendahuluan, yaitu di dalamnya terdapat latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, definisi operasional, serta sistematika penulisan. Pada bab II berupa landasan teoritis,


(15)

menguraikan tentang teori-teori yang melandasi kegiatan penelitian, teori-teori yang relevan dengan tema penelitian, dan berupa landasan teoritis yang menjelaskan verba, makna (hakikat makna, jenis makna, perubahan makna dalam bahasa Jepang, polisemi(pengertian polisemi, gaya bahasa dengan polisemi, cara menganalisis polisemi), hasil penelitian terdahulu tentang polisemi. Pada bab III berupa metode penelitian, membahas mengenai metode penelitian, objek penelitian, instrumen dan sumber data penelitian, teknik analisi/pengolahan data, serta kesimpulan/genersalisasi. Pada bab IV berupa analisis data dan pembahasan, terdiri dari analisis data terhadap data yang dikaji yaitu polisemi deru serta pembahasannya. Pada bab terakhir yaitu bab V berupa kesimpulan dan saran, menguraikan kesimpulan hasil penelitian dan memberi saran yang bisa dijadikan tema untuk penelitian selanjutnya.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan untuk memberikan arah pada proses penelitian dalam mencapai tujuan yang diinginkan oleh penulis dalam sebuah penelitian. Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan hubungan antara makna dasar dan makna perluasan dalam verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual (Sutedi, 2008: 58). Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan hanya semata-mata hanya dilakukan berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatya seperti potret yaitu paparan seperti apa adanya. Bahwa perian yang deskriptif itu tidak mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1992: 62).

Dalam penelitian deskriptif ini tidak ada perlakuan yang diberikan serta tidak ada uji hipotesis seperti yang terdapat pada penelitian eksperimen. Penelitian ini sering disebut juga dengan penelitian non eksperimen atau non hipotesis, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan manipulasi pada variabel penelitian.

Menurut Sudaryanto (1992: 57), cara linguistik menangani bahasa dibedakan menjadi tiga macam menurut tahapan strategisnya, yaitu sebagai berikut:


(17)

1. cara atau metode pengumpulan data, 2. cara atau metode analisis data, serta

3. cara atau metode pemaparan hasil analisis data atau penyajian hasil penguraian data.

Dalam mengumpulkan data itu dilakukan dengan pencatatan, maka metode ini dijabarkan atau diwujudkan dalam teknik catat, kemudian dilakukan pemisahan atau pemilahan (teknik pilah), kemudian dilakukan juga teknik balik, teknik ganti dan sebagainya.

B. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang. Alasan penulis memilih objek tersebut adalah tidak banyaknya pembelajar bahasa Jepang yang mengetahui makna-makna yang tekandung dalam verba deru tesebut, di dalam kamus bahasa Jepang yang digunakan makna yang disajikan tidak lengkap. Padahal banyak sekali perbedaan makna yang terkandung serta penggunaanya yang berbeda pada verba deru dalam kalimat bahasa Jepang yang berbeda. Perubahan dan perbedaan makna inilah yang membuat pembelajar kebingungan yang pembelajar nantinya terjadi kesalahan dalam menggunakan verba tersebut.

C. Instrumen dan Sumber Data Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu format data dalam bentuk kartu data dengan menggunakan teknik catat secara transkripsi. Selain itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan studi literatur, yaitu dengan mencari contoh kalimat yang mengandung verba deru sebanyak-banyaknya dari sumber yang akurat.

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu berupa kalimat yang terdapat dalam berbagai karya tulis. Sumber utama yang digunakan adalah sumber yang berupa jitsurei yaitu contoh-contoh kalimat yang diambil dari buku-buku dan kamus-kamus bahasa Jepang yang umum


(18)

dijadikan sumber data penelitian kebahasaan. Selai itu, data juga diperoleh dari novel, majalah, koran, dan media internet.

Data-data yang penulis gunakan sebagai bahan acuan untuk menganalisis verba deru diambil dari beberapa sumber berikut:

1. Novel-novel karya Akutagawa Ryounosuke yang tersedia dalam situs www.aozora.gr.jp.

2. Verba deru yang tersedia dalam situs www.dictionary.goo.ne.jp dan www.ejje.weblio.jp.

D. Teknik Analisi/Pengolahan Data

Machida & Momiyama mengemukakan beberapa langkah yang perlu ditempuh dalam menganalisis suatu polisemi (Sutedi, 2008: 146-154), yaitu:

a. pemilihan makna (imi-kubun);

b. penentuan makna dasar (prototipe) (kihon no nintei); dan

c. deskripsi hubungan antar makna dalam bentuk struktur polisemi (tagi-kouzou no hyouji)

Pemilihan makna dapat dilakukan dengan cara (1) mencari sinonimnya, (2) mencari lawan katanya, (3) melihat hubungan super ordinat dari setiap makna yang ada, atau (4) dengan melihat variasi padanan kata dalam bahasa yang lain. Tentunya dilakukan berdasarkan pada contoh penggunaannya dalam kalimat. Contoh dari masing-masing cara tersebut antara lain sebagai berikut.

(01) 階段 あ = makna

Kaidan o agaru. noboru

料理 = makna

Ryouri ga agaru. dekiru

= makna


(19)

犯人 = みつ makna dst.

Hannin ga agaru. mitsukaru

(02) 背 高い ↔ 背 低い makna

Se ga takai. Se ga hikui.

値段 高い 値段 安い makna

Nedan ga takai. Nedang ga yasui.

(03) 物 置く も makna

Mono o oku. mono

. makna

Watashi no youna mono mono

makna

Shiru mono desu kara. mono

(04) 網 ひく → menarik makna

辞書 ひく membuka makna

ギター ひく memainkan makna

風邪 ひく masuk angin makna

豆 ひく → menggiling makna dst.

Contoh (01) merupakan cara memilah makna berdasarkan pada ruigigo (sinonim) dari setiap kata yang terdapat dalam kalimat tersebut. Contoh (02) pemilahan makna berdasarkan pada lawan kata (hangigo), untuk kata takai minimal ada dua makna, yaitu <tinggi> dan <mahal>. Adapun contoh (03), pemilahan maknanya berdasarkan pada hubungan superordinatnya (jouge-kankei), yakni kata mono membawahi tiga kata, yaitu <benda>, <manusia>, dan <hal/perkara>. Pada contoh (04) pemilahan berdasarkan pada banyaknya padanan kata dalam bahasa asing (bahasa Indonesia). Cara ketiga ini pernah dicoba oleh Kunihiro dengan mengangkat contoh kata corner dalam bahasa Inggris yang dipadankan ke dalam bahasa Jepang dengan kata sumi dan kado.


(20)

Langkah yang ke-2, yaitu menentukan makna dasar (kihongi). Memang makna banyak sekali ragamnya, tetapi dalam polisemi makna hanya ada dua macam, yaitu makna dasar (kihon-go) dan makna perluasan (ten-gi). Tanaka menyebut kedua istilah tersebut dengan makna prototype dan makna bukan prototype, dijelaskan bahwa jika dalam suatu kata terdapat makna sebanyak n, maka di dalamnya ada makna prototype dan makna bukan prototype, makna prototype merupakan makna perluasan dari makna prototype secara metafora, dan kita akan dapat menentukan mana yang merupakan makna prototype dan mana yang bukan prototype.

Bagi penutur asli mungkin ada yang bisa menentukan yang mana makna dasar dan yang mana makna perluasan dengan mudah. Tetapi, bagi orang asing yang mempelajari bahasa Jepang sebagai bahasa ke-2 mungkin masih sulit, karena tidak memiliki intuitif bahasa tersebut (chokkan).

Machida dan Momiyama mengemukakan dua cara untuk menentukan makna dasar (kihon-gi) suatu kata. Pertama, dengan menyebarkan angket kepada responden untuk memilih salah satu yang dianggap makna dasar dari berbagai contoh kalimat yang disajikan; atau dengan cara meminta responden untuk membuat contoh kalimat yang dianggap mengandung makna dasar dari suatu kata.

Cara yang kedua, yaitu dengan menelaah unsur kebahasaannya. Makna kata yang bisa digunakan secara bebas dalam kalimat, dianggap sebagai makna dasar, sedangkan yang memerlukan unsur lainnya dianggap bukan makna dasar. Machida dan Momiyama memberikan contoh makna <orang> dan <benda> yang dimiliki kata mono, untuk menentukan yang mana makna dasarnya dengan mengacu pada dua contoh kalimat berikut.

(05) ここ も い く さい

Koko ni mono o okanai de kudasai.

(06) わ し う も し う


(21)

Dari dua contoh di atas, kata mono yang berdiri sendiri bebas, yaitu yang berarti (06) yang berarti <orang> tidak bias berdiri sendiri, melainkan unsur modifikasi seperti wtashi no youna tidak bisa dihilangkan. Dengan demikian makna mono yang dianggap makna dasar, yaitu yang berarti <benda/barang>.

Kedua cara yang dikemukakan Machida dan Momiyama tersebut ada kelemahannya. Misalnya untuk cara yang pertama, selain harus menentukan responden yang cukup banyak, juga perlu mempertimbangkan lapisan responden tersebut, baik dari segi usia, jenis kelamin, lapisan sosial, dialek (hougen) atau bidang keahliannya.

Pendapat lainnya tentang cara untuk menentukan makna dasar, yaitu dengan melihat dari kamus. Dikatakan bahwa makna kata dalam kamus yang disajikan paling awal adalah makna dasar. Tetapi, kita perlu hati-hati, sebab Kunihiro menjelaskan, bahwa: “Untuk suatu polisemi yang sama, dalam beberapa buah kamus (kokugo jiten), jika dibandingkan cara penyajiannya bisa dikatakan sama sekali tidak beraturan”. Artinya dalam beberapa buah kamus, sama sekali tidak ada keseragaman bahwa makna kata yang disajikan paling awal sebagai makna dasarnya. Contoh lain, dalam Kamus Bahasa Jepang-Indonesia yang banyak digunakan para pembelajar di Jepang-Indonesia, yaitu Goro Taniguchi dan Daigaku Shorin, untuk makna kata saruru tertulis sebagai berikut.

(07) Kamus Goro Taniguchi: (1) teruntai-untai; tergantung, (2) turun; jatuh; cenderung ke bawah, (3) diberi, (4) meninggalkan (dari ruang tamu).

(08) Kamus Daigaku Shorin: bergantung, turun, jatuh, mundur, trnggelam.

Memang makna yang pertama kali muncul dalam kedua kamus tersebut yaitu <bergantung/teruntai-untai>, tetapi makna ini bukan makna


(22)

dasar. Makna dasar dari sagaru adalah <turun secara fisik>. Jadi, dalam bahasa Jepang tidak ada jaminan, bahwa makna kata yang disajikan paling awal dalam kamus adalah makna dasar.

Salah satu yang mudah dilakukan bagi pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia dalam menentukan makna dasar, yaitu menggunakan hasil penelitian terdahulu atau dengan mengguakan kamus tertentu. Buku-buku hasil penelitia terdahulu yang menyajikan makna dasar (kihon-gi) suatu kata di antaranya yaitu:

a. Doushi no Imi, Youhou no Kijutsuteki Kenkyu, oleh Miyajima (1972);

b. Kiso Nihongo Jiten, oleh Morita (1998);

c. Kotoba no Imi 1, 2, dan 3, oleh Shibata, dkk. (1973, 1976, 1978); dan yang lainnya.

Adapun kamus yang bisa dianggap memenuhi kriteria untuk menentukan makna dasar antara lain ada dua, yaitu kamus Sanseido Kokugo Jiten dan Kamus Dasar Jepang-Indonesia meskipun jumlah kosakatanya masih terbatas. Untuk kamus yang pertama, Kunihiro mengomentarinya sebagai berikut: “Jika melihat acuan dalam penyajian makna kata, Sanseidou Kokugo Jiten lebih jelas lagi, yaitu dimuat dari makna dasar untuk masa sekarang ini, kemuadian diikuti oleh makna perluasanya secara teliti sampai kepada yang lebih khusus lagi.” Sedangkan untuk kamus yang ke-2, dapat dilihat pada bagian penutup kamus tersebut.

Langkah yang ketiga dalam menganalisis suatu polisemi, yaitu mendeskripsikan hubungan antarmakna. Minimal bentuk hubungan antara makna dasar (kihon-gi) dengan makna perluasan (ten-gi). Di atas telah disinggung, bahwa bentuk hubungan antarmakna dalam suatu polisemi, Kunihiro menggolongkannya ke dalam 11 macam, sedangkan dalam Kunihiro diklasifikasikan 10 macam. Penganut linguisti kognitif diawali oleh George Lakkof & Mark Johnson, Ronald W. Langacker, disusul oleh penganut di


(23)

Jepang seperti Yamanashi, Kawakami, Yamada, Momiyama dan yang lainnya, telah mencoba mendeskripsikan hubungan antara polisemi dengan menggunakan majas/gaya bahasa (hiyu) sebagai sudut pandangnya.

Banyak sekali batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang ketiga gaya bahasa tersebut, menurut Momiyama (dalam Sutedi, 2009: 85-86), batasannya adalah seperti berikut.

a. Metafora (in-yu), yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal atau perkara, dengan cara mengumpamakan dengan perkara atau hal yang lain, berdasarkan pada sifat kemiripan/kesamaannya.

b. Metonimi (kan-yu), yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan suatu hal atau perkara, denga cara mengumpamakannya dengan perkara atau hal lain, berdasarkan pada sifat kedekatannya atau keterkaitan antara kedua hal tersebut. c. Sinekdoke (teiyu), yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk

mengungkapakan suatu hal atau perkara yang umum dengan hal atau perkara yang khusus, atau sebaliknya.

Lebih jauh lagi Momiyama memaparkan bahwa dalam metonimi terkandung sifat kedekatan secara ruang dan waktu, serta dalam hubunga keterkaintan, di dalamnya terkandung hubungan bagian-keseluruhan dalam suatu kesatuan.

Misalnya dalam kalimat: Kimi wa boku no taiyoo da’ (君 僕 太陽 ) <Kau adalah mata hari ku> merupakan salah satu contoh dari metafora, karena antara kata <mata hari> dan kata <kau> terdapat sifat kesamaannya, misalnya kedua-duanya merupakan hal yang paling diperlukan. Kalimat Nabe ga nieru (鍋 煮 え ) <Panci mendidih> adalah contoh dari metonimi, karena yang mendidih adalah airnya bukan pancinya, air dan panci merupakan dua hal yang berdekatan secara ruang. Kata otearai ( 手 洗 い) <WC>


(24)

merupakan contoh dari metonimi, karena terkandung makna youben suru (用 便 す ) <buang air> dan te o arau (手 洗 う) <mencucu tangan>. Kebiasaan orang Jepang, setelah buang air besar dibersihkannya dengan tisu, lalu mencuci tangan. Hubungan antara <buang air> dan <cuci tangan> pada peristiwa tersebut berdekata secara waktu. Kata hana (花) <bunga> pada kata hanami (花見) <melihat bunga Sakura> merupakan contoh dari sinekdoke. Dalam hal ini kata hana yang berarti <bunga secara Sakura>. Kata tamago (卵) <telur> juga merupakan contoh dari sinekdoke, sebab makna telur secara umum mencakup telur ayam, burung, ular, penyu dan sebagainya, digunakan hanya untuk menunjuk salah satu jenis saja, yaitu telur ayam.

Kashino, dkk. menjelaskan hubungan antarmakna pada kata kata (肩) <bahu>, cha (茶) <teh>, sake (酒) <sake (minuman)> sebagi polisemi pada metafora, metonimi dan sinekdoke, sebagian di antaranya dapat dilihat pada contoh berikut.

(09) 後 肩

Ushiro kara kata o tatakareta. <Bahu saya ditepuk dari belakang.>

(10) 洋服 肩 つ

Youfuku no kata ga hotsureru. <Bahu baju ini longgar.>

(11) そ 山 肩 有名 い山小屋 あ

Sono yama no kata ni yuumeina yamagoya ga aru. <Di bahu gunung itu ada pondokan terkenal.>

(12) 文字 肩 印 つけ

Moji no kata ni shirushi o tsukeru. <Meberi tanda pada bahu huruf.>


(25)

Kata kata (肩) makna dasarnya <bahu (manusia)> seperti pada contoh (09), lalu berkembang menjadi <bahu baju> <bahu gunung> <bahu huruf> pada contoh (10), (11), dan (12), karena adanya kesamaan bentuk (fisik). Perluasan makna seperti ini merupakan metafora, sebab bahu manusia dengan bahu baju jika digantung ada kesamaan bentuk; sama halnya dengan bahu gunung yang bentuknya seperti gunung Fuji, atau bahu huruf seperti huruf Kanji akan terlihat persamaannya atau kemiripannya.

(13) こ くさ 種類 茶 あ

Kono hatake niwa takusan no shurui no cha ga aru. <Di kebun ini banyak terdapat berbagai jenis teh.>

(14) 静岡 実家 茶 生産し い

Shizuoka no jikka de cha no seisan shite iru. <Di rumah di shizuoka diproduksi teh.>

(15) 食事 後 茶 いしい

Shokuji no ato no cha ga oishii.

<Teh (yang dihidangkan) setelah makan enak sekali.>

(16) さ 一息つい 茶 し う

Sate hitoiki tsuita, ocha ni shiyou. <Baik, kita ambil teh sejenak!>

Makna dasar kata cha (茶) seperti pada contoh (13), yaitu <teh sebagai tumbuhan mulai dari akar sampai daunnya>, pada contoh (14) berkembang menjadi <dau teh yang telah dikeringkan sebagai bahan minuman>, pada contoh (15) menjadi <air teh yang siap untuk diminum>, dan pada contoh (16) menjadi <istirahat>. Bentuk hubungan antara makna pada contoh (13) dengan (14), kemudia (15) dan (16), merupakan [bahan-produk], yaitu <teh dikeringkan> merupakan <produknya>, kemudian <daun teh yang kering> tersbut menjadi bahan untuk mebuat <air teh>. Bentuk hubungan antara bahan


(26)

dan produk merupakan bentuk hubungan yang berdekatan secara waktu. Makna pada contoh (15) dan (16), merupakan bentuk hubungan [cara dan tujuan], yaitu untuk tujuan <beristirahat> dilakukan dengan cara <minum teh>, ini juga bisa dikatakan berdekatan secara waktu.

Contoh sinekdoke yang dikemukakan Kashino dkk., yaitu kata sake (酒) yang berarti <minuman khas Jepang yang beralkohol>. Makna khusus ini digunakan untuk menunjukkan hal yang lebih umum, yaitu <semua jenis minuman yang beralkohol>, baik produk Jepang (selain sake) maupun produk luar negeri Jepang.

Itulah sumbangan pemikiran dari aliran linguistik kognitif (ninchi gengogaku) dalam mendeskripsikan hubungan antarmakna dalam polisemi. Ketiga jenis gaya bahasa (metafora, metonimi, sinekdoke) telah mewarnai kehidupan berbahasa kita semua.

Jadi sesuai dengan paparan pada bagian terdahulu, kegiatan kongkrit yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menentukan makna dasar (kihon-gi no nintei)

Langkah pertama dalam penelitian ini adalah dengan menentukan makna dasar (kihon-gi) atau makna prototype dari makna verba deru.

2. Klasifikasi makna (imi kubun)

Setelah menentukan makna dasar, kemudian mengklasifikasikan apa saja makna perluasan yang terkandung pada verba deru. Klasifikasi ini dilakukan dengan cara mencari sinonim, mencari lawan kata, melihat hubungan superordinat setiap makna yang ada, serta melihat padanan katanya dalam kalimat lain.


(27)

3. Mendeskripsikan hubungan antar makna dalam bentuk struktur polisemi (tagi-kouzou no hyouji)

Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan hubungan antara makna dasar (kihon-gi) dan makna perluasan (ten-gi) yaitu dengan menggunakan majas (hiyu) metafora, metonimi, dan sinekdoke sebagai sudut pandangnya.

4. Kesimpulan/Genersalisasi (ketsuron)

Membuat kesimpulan secara induktif mengenai makna yang terdapat dalam verba deru dan hubungan antar makna tesebut, sehingga akan ditemukan kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian.


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari analisis data dan pembahasan mengenai makna verba deru yang telah penulis uraikan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Makna Verba Deru sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa Jepang

Makna yang terkandung dalam verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang ada 13 makna, yaitu keluar (bergerak dari ruang tertentu atau dari sebelah dalam ke sebelah luar), maju (進 む susumu), berangkat (出発す shuppatsu), pergi (行 iku), meninggalkan (残す nokosu), muncul (表示さ hyoujisareru), terbit (noboru), sampai/tiba (到着 す touchaku), dihasilkan (産 出 さ sanshutsu), berasal (由来 す yurai), ada (あ ・い iru/aru), tumbuh (生え haeru), dan beberapa makna idiomatikal (慣用句kanyouku). Sedangkan Makna idiomatikalnya itu sendiri ada 13 makna, yaitu 足 出 (ashi ga deru) yang berarti defisit atau enghabiskan uang melebihi anggaran, 手 出 (uwate ni deru) yang berarti mengambil sikap mengintimidasi/ menekan/ mengecilkan, 手 出 (shitate ni deru) yang berarti bersikap merendahkan diri/ sederhana, 顔 火

出 (kao kara hi ga deru) yang berarti malu, うの音も出 い (guu no ne mo nai) yang berarti tidak bisa membela diri, 精 出 (sei ga deru) yang berarti bekerja keras, 手 出 い (te ga denai) yang berarti tidak mampu (dengan kemampuan sendiri), 手も足も出 い (te mo ashi mo denai) yang berarti tidak bisa berbuat sesuatu, の 手 出 (nodo kara te ga deru) yang berarti tidak tahan lagi untuk memilikinya, 出 (yodare ga


(29)

deru) yang berarti tidak tahan lagi untuk memilikinya, 目 出 (me ga deru) yang berarti beruntung, 芽 出 (me ga deru) yang berarti sukses, dan 目

火 出 (me kara hi ga deru) yang berarti pusing.

2. Makna Dasar dan Makna Perluasan Verba Deru sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa Jepang

Makna dasar dari verba deru adalah keluar yaitu bergerak dari ruang tertentu atau dari sebelah dalam ke sebelah luar. Sedangkan makna perluasan dari verba deru yaitu maju, berangkat, pergi, meninggalkan, muncul, terbit, sampai/tiba, dihasilkan, berasal, ada, tumbuh, dan makna idiomatikal.

3. Hubungan Antara Makna Dasar dan Makna Perluasan Verba

Deru sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa Jepang

Hubungan antara makna dasar dan makna perluasan dari verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang menggunakan tiga macam gaya bahasa (majas), yaitu metafora, metonimi, dan sinekdoke. Perluasan makna secara metafora ada satu yaitu makna idiomatikal. Perluasan makna secara metonimi ada empat yaitu muncul, berasal, ada, serta beberapa makna idiomatikal. Perluasan makna secara sinekdoke ada delapan yaitu maju, berangkat, pergi, meninggalkan, terbit, sampai/tiba, dihasilkan, dan tumbuh.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini mendeskripsikan makna verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang. Penulis beranggapan bahwa penelitian ini masih harus ditinjaklanjuti. Oleh karena itu penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut apakah terdapat persamaan dan perbedaan antara verba deru dalam bahasa Jepang dengan keluar dalam bahasa Indonesia. Selain itu apakah terdapat kesalahan pada pembelajar ketika menerjemahkan verba deru dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian tersebut sangat bermanfaat bagi pembelajar bahasa Jepang.


(30)

Selain itu masih banyak lagi kata-kata dalam bahasa Jepang yang memiliki makna ganda atau berpolisemi misalnya; 力 、 出す 、 引 、

掛 、 掛 、 落 , dan lain-lain. Untuk itu,

diperlukan adanya penelitian untuk meneliti makna-makna yang terkandung dalam kata-kata tersebut, agar tidak terjadi kesalahan dalam penerimaan informasi.

2. Bagi Pembelajar

Bagi pembelajar bahasa Jepang alangkah baiknya jika hasil penelitian makna polisemi dalam bahasa Jepang ini dijadikan bahan referensi dalam mempelajari bahasa Jepang, terutama dalam membuat karangan dalam bahasa Jepang maupun menterjemahkan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, untuk menambah pengetahuan mengenai cara penggunaan kata berpolisemi, para pembelajar hendaknya membaca novel maupun artikel dalam majalah atau koran berbahasa Jepang agar menambah pengetahuan mengenai bahasa Jepang seperti kosakata maupun kata berpolisemi yang jarang ditemui di dalam buku pelajaran.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. (2008). Semantik (pengantar studi tentang makna). Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Asih, Kurnia. (2010). Analisis makna verba ‘tatsu’ sebagai polisemi dalam bahasa Jepang. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Chaer, A. (2007). Linguistik umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Matsura, K. (1994). Kamus bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto: Kyoto Sangyo University Press.

Ohashi, N. (1980). Kokugogaku daijiten. Tokyo: Toukyoudou shuppan.

Ota, R. (2012). Taira no masakado - kisah tentang cinta, darah & air mata (Terjemahan karya Eiji Yoshikawa). --: Tim Kansha Books.

Sudaryanto. (1992). Metode linguistik, ke arah memahami metode linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sudjianto, dkk. (2009). Pengantar linguistik bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.

Sutedi, D. (2008). Dasar-dasar linguistik bahasa Jepang. Bandung: Humaniora. Sutedi, D. (2009). Penelitian pendidikan bahasa Jepang. Bandung: Humaniora &

Upi Press.

Tarigan, H. G. (1985). Pengajaran gaya bahasa. Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun KBBI. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Staf PSBJ Unpad. (1996). Kumpulan terjemahan karya Miyazawa Kenji.

Bandung: Shanghai.


(32)

Situs Internet www.aozora.gr.jp www.dictionary.goo.ne.jp www.ejje.weblio.jp

www.pusatbahasa.kembdiknas.go.id/kbbi/ (dalam format aplikasi KBBI Offline versi 1.5)


(1)

51

3. Mendeskripsikan hubungan antar makna dalam bentuk struktur polisemi (tagi-kouzou no hyouji)

Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan hubungan antara makna dasar (kihon-gi) dan makna perluasan (ten-gi) yaitu dengan menggunakan majas (hiyu) metafora, metonimi, dan sinekdoke sebagai sudut pandangnya.

4. Kesimpulan/Genersalisasi (ketsuron)

Membuat kesimpulan secara induktif mengenai makna yang terdapat dalam verba deru dan hubungan antar makna tesebut, sehingga akan ditemukan kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari analisis data dan pembahasan mengenai makna verba deru yang telah penulis uraikan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Makna Verba Deru sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa Jepang

Makna yang terkandung dalam verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang ada 13 makna, yaitu keluar (bergerak dari ruang tertentu atau dari sebelah dalam ke sebelah luar), maju (進 む susumu), berangkat (出発す shuppatsu), pergi (行 iku), meninggalkan (残す nokosu), muncul (表示さ hyoujisareru), terbit (昇 noboru), sampai/tiba (到着touchaku), dihasilkan (産 出 さ sanshutsu), berasal (由来 す yurai), ada (あ ・い iru/aru), tumbuh (生え haeru), dan beberapa makna idiomatikal (慣用句kanyouku). Sedangkan Makna idiomatikalnya itu sendiri ada 13 makna, yaitu 足 出 (ashi ga deru) yang berarti defisit atau enghabiskan uang melebihi anggaran, 手 出 (uwate ni deru) yang berarti mengambil sikap mengintimidasi/ menekan/ mengecilkan, 手 出 (shitate ni deru) yang berarti bersikap merendahkan diri/ sederhana, 顔 火

出 (kao kara hi ga deru) yang berarti malu, うの音も出 い (guu no ne mo nai) yang berarti tidak bisa membela diri, 精 出 (sei ga deru) yang berarti bekerja keras, 手 出 い (te ga denai) yang berarti tidak mampu (dengan kemampuan sendiri), 手も足も出 い (te mo ashi mo denai) yang berarti tidak bisa berbuat sesuatu, の 手 出 (nodo kara te ga deru) yang berarti tidak tahan lagi untuk memilikinya, 出 (yodare ga


(3)

98

deru) yang berarti tidak tahan lagi untuk memilikinya, 目 出 (me ga deru) yang berarti beruntung, 芽 出 (me ga deru) yang berarti sukses, dan 目

火 出 (me kara hi ga deru) yang berarti pusing.

2. Makna Dasar dan Makna Perluasan Verba Deru sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa Jepang

Makna dasar dari verba deru adalah keluar yaitu bergerak dari ruang tertentu atau dari sebelah dalam ke sebelah luar. Sedangkan makna perluasan dari verba deru yaitu maju, berangkat, pergi, meninggalkan, muncul, terbit, sampai/tiba, dihasilkan, berasal, ada, tumbuh, dan makna idiomatikal.

3. Hubungan Antara Makna Dasar dan Makna Perluasan Verba

Deru sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa Jepang

Hubungan antara makna dasar dan makna perluasan dari verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang menggunakan tiga macam gaya bahasa (majas), yaitu metafora, metonimi, dan sinekdoke. Perluasan makna secara metafora ada satu yaitu makna idiomatikal. Perluasan makna secara metonimi ada empat yaitu muncul, berasal, ada, serta beberapa makna idiomatikal. Perluasan makna secara sinekdoke ada delapan yaitu maju, berangkat, pergi, meninggalkan, terbit, sampai/tiba, dihasilkan, dan tumbuh.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini mendeskripsikan makna verba deru sebagai polisemi dalam kalimat bahasa Jepang. Penulis beranggapan bahwa penelitian ini masih harus ditinjaklanjuti. Oleh karena itu penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut apakah terdapat persamaan dan perbedaan antara verba deru dalam bahasa Jepang dengan keluar dalam bahasa Indonesia. Selain itu apakah terdapat kesalahan pada pembelajar ketika menerjemahkan verba deru dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian tersebut sangat bermanfaat bagi pembelajar bahasa Jepang.


(4)

Selain itu masih banyak lagi kata-kata dalam bahasa Jepang yang memiliki makna ganda atau berpolisemi misalnya; 力 、 出す 、 引 、

掛 、 掛 、 落 , dan lain-lain. Untuk itu,

diperlukan adanya penelitian untuk meneliti makna-makna yang terkandung dalam kata-kata tersebut, agar tidak terjadi kesalahan dalam penerimaan informasi.

2. Bagi Pembelajar

Bagi pembelajar bahasa Jepang alangkah baiknya jika hasil penelitian makna polisemi dalam bahasa Jepang ini dijadikan bahan referensi dalam mempelajari bahasa Jepang, terutama dalam membuat karangan dalam bahasa Jepang maupun menterjemahkan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, untuk menambah pengetahuan mengenai cara penggunaan kata berpolisemi, para pembelajar hendaknya membaca novel maupun artikel dalam majalah atau koran berbahasa Jepang agar menambah pengetahuan mengenai bahasa Jepang seperti kosakata maupun kata berpolisemi yang jarang ditemui di dalam buku pelajaran.


(5)

100

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. (2008). Semantik (pengantar studi tentang makna). Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Asih, Kurnia. (2010). Analisis makna verba ‘tatsu’ sebagai polisemi dalam bahasa Jepang. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Chaer, A. (2007). Linguistik umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Matsura, K. (1994). Kamus bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto: Kyoto Sangyo University Press.

Ohashi, N. (1980). Kokugogaku daijiten. Tokyo: Toukyoudou shuppan.

Ota, R. (2012). Taira no masakado - kisah tentang cinta, darah & air mata (Terjemahan karya Eiji Yoshikawa). --: Tim Kansha Books.

Sudaryanto. (1992). Metode linguistik, ke arah memahami metode linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sudjianto, dkk. (2009). Pengantar linguistik bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.

Sutedi, D. (2008). Dasar-dasar linguistik bahasa Jepang. Bandung: Humaniora. Sutedi, D. (2009). Penelitian pendidikan bahasa Jepang. Bandung: Humaniora &

Upi Press.

Tarigan, H. G. (1985). Pengajaran gaya bahasa. Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun KBBI. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Staf PSBJ Unpad. (1996). Kumpulan terjemahan karya Miyazawa Kenji.

Bandung: Shanghai.


(6)

Situs Internet www.aozora.gr.jp www.dictionary.goo.ne.jp www.ejje.weblio.jp

www.pusatbahasa.kembdiknas.go.id/kbbi/ (dalam format aplikasi KBBI Offline versi 1.5)