Pengaruh Kota Tebing Tinggi Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa Terhadap Pengembangan Wilayah

(1)

PENGARUH KOTA TEBING TINGGI SEBAGAI KOTA

PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

TESIS

Oleh

LIA SARI

097003012/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2012

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

PENGARUH KOTA TEBING TINGGI SEBAGAI KOTA

PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

LIA SARI

097003012/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2012


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOTA TEBING TINGGI SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH Nama Mahasiswa : Lia Sari

Nomor Pokok : 097003012

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) K e t u a

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Dr. Drs. Rujiman, MA) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza

Anggota : 1. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 2. Dr. Drs. Rujiman, MA

3. Ir. Supriadi, MS


(5)

PENGARUH KOTA TEBING TINGGI SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

ABSTRAK

Posisi Kota Tebing Tinggi sebagai Kota Perdagangan dan Jasa berdampak terhadap perkembangan wilayah disebabkan Kota Tebing Tinggi yang merupakan lintasan antar Propinsi Sumatera Utara sangat mendukung bagi penduduk untuk mengembangkan usaha perdagangan dan jasa.

Adapun tujuan penelitian ini untuk menganalisis posisi Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa, dan menganalisis pengaruh Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa terhadap pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi, menggunakan metode analisis LQ, analisis linier regresi berganda, dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa sesuai dengan nilai LQ yang lebih dari satu, termasuk sektor yang maju dan tumbuh pesat berdasarkan tipologi klassen dan tumbuh cepat di Kabupaten berdasarkan analisis shift share, kecuali sektor jasa-jasa yang tumbuh lambat. Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa, yang dilihat dari variable perdagangan masyarakat dan jasa-jasa masyarakat secara simultan maupun secara parsial memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi.


(6)

THE EFFECT OF TEBING TINGGI CITY AS CITIES AGAINST TRADE AND SERVICES ON REGIONAL DEVELOPMENT

ABSTRACT

The position of Tebing Tinggi City as the city of commerce and services impact on regional growth due the City of Tebing Tinggi which is a path between the Province of North Sumatra is very supportive for residents to develop trade and services.

The purpose of this study to analyze the position of Tebing Tinggi City as a city of trade and services, and analyze the influence of Tebing Tinggi City as a city of trade and services to the regional development of Tebing Tinggi City, using the LQ analysis, linear regression analysis and descriptive analysis.

The results showed that the position of Tebing Tinggi City as a city of trade and services in accordance with the LQ of more than one, including the advanced sector and growing rapidly based on the typology Klassen and rapidly growing district based on shift share analysis, except for the services sector is growing slowly . The City of Tebing Tinggi as a city of trade and services, as seen from the trade variable and the public services and partially simultaneous positive and significant influence on the regional development of Tebing Tinggi City.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan taufik dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul: Pengaruh Kota Tebing Tinggi Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa

Terhadap Pengembangan Wilayah. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Pengembangan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberi saran dan arahannya sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi

Pengembangan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana USU Medan dan sekaligus Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahannya sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Dr. Drs. Rujiman, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberi saran dan arahannya sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Ir Supriadi, MS dan Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku Dosen

Pembanding yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen-Pengajar, beserta Staf Administrasi yang telah banyak


(8)

7. Ayahnda dan Ibunda tercinta yang senantiasa berdoa dan memberikan dorongan dan perhatian yang tulus ikhlas sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini bukan tujuan akhir melainkan merupakan salah satu tujuan antara yang harus penulis lalui untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang berkesempatan membaca tulisan ini sangat diharapkan.

Medan, Januari 2012 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi pada tanggal 10 Pebruari 1985. Penulis merupakan putri tunggal dari pasangan Ayahanda Ir. Syamsuddin Marpaung dan Ibunda B. Harnisyah Hasibuan.

Penulis menempuh pendidikan TK. Raudhatul Anfhal di Kota Palembang. Kemudian Sekolah Dasar Negeri 165728 Kota Tebing Tinggi tamat tahun 1997. Melanjutkan pendidikan di SLTPN I Kota Tebing Tinggi tamat tahun 2000 dan SMUN I Kota Tebing Tinggi tamat tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis diterima di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dengan status ikatan dinas. Penulis memilih jurusan Pembangunan dan Pemberdayaan di Fakultas Politik Pemerintahan. Penulis menyelesaikan pendidikan program Diploma IV (D-IV) pada tahun 2008 dengan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan Pemerintahan (S.STP).

Tahun 2008 penulis bekerja sebagai staf di Kelurahan Pasar Baru Kota Tebing Tinggi dan di tahun 2010 menjabat sebagai Kepala Seksi Pemerintahan di Kelurahan Pasar Baru Kota Tebing Tinggi. Di Tahun 2010 ini juga penulis mendapat

kesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana USU atas biaya mandiri.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ………..

ABSTRACT ……….

KATA PENGANTAR ……….…….. RIWAYAT HIDUP ……… DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ……….. DAFTAR GAMBAR ………. DAFTAR LAMPIRAN ……….

i ii iii v vi ix xi xii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1.Latar Belakang ………

1.2.Perumusan Masalah ………

1.3.Tujuan Penelitian ………...

1.4.Manfaat Penelitian ………..

1 5 5 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 7

2.1 Pembangunan Daerah………... 2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah………..

2.3. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) ………..

2.3.1. Analisis Location Quotient (LQ) ………..

2.3.2. Analisis Tipologi Klassen ……….

2.3.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis) …………...

2.4 Produk Domestik Regional Bruto……… 2.5. Pendapatan Masyarakat ………... 2.6. Perkembangan Wilayah ………... 2.7. Penelitian Sebelumnya ……… 2.8. Kerangka Pemikiran ……… 2.9. Hipotesis ………….……….

7 11 12 13 16 18 21 25 27 30 33 34


(11)

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 35

3.1 Ruang Lingkup Penelitian………. 3.2 Jenis dan Sumber Data………... 3.3 Lokasi Penelitian ………….………. 3.4 Populasi dan Sampel ……… 3.5. Teknik Pengumpulan Data ………... 3.6. Uji Coba Instrumen ………. 3.6.1. Uji Validitas ……….. 3.6.2. Uji Realibilitas ……….. 3.7 Analisis Data ……… 3.6. Definisi Variabel Penelitian ………

35 35 35 35 37 38 38 39 39 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 43

4.1. Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi ………... 4.1.1. Sejarah Terbentuknya Kota Tebing Tinggi ………….. 4.1.2. Kondisi Fisik Kota Tebing Tinggi ……….... 4.1.3. Penduduk Kota Tebing Tinggi ……….. 4.2. Posisi Kota Tebing Tinggi sebagai Kota Perdagangan

dan Jasa ……… 4.2.1. Klasifikasi Pertumbuhan Sektor Perekonmian Kota

Tebing Tinggi ………. 4.2.2. Analisis LQ ………

4.2.3. Analisis Shift Share ………....

4.3 Pengaruh Kota Tebing Tinggi sebagai Kota Perdagangan dan Jasa terhadap Pengembangan Wilayah………... 4.3.1. Karakteristik Responden ……… 4.3.1.1. Umur ……….. 4.3.1.2. Pendidikan terakhir ……… 4.3.2. Hasil Uji Instrumen Kuisioner ……… 4.3.2.1. Pengembangan wilayah ………..

43 43 44 47 47 47 50 52 64 61 61 61 62 62


(12)

4.3.2.2. Perdagangan masyarakat ……… 4.3.2.3. Jasa-jasa masyarakat ……….. 4.3.3. Uji Hipotesis ………

63 63 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 71

5.1 Kesimpulan ………... 5.2 Saran-saran ………...

71 71


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 4.11 4.12. 4.13. 4.14. 4.15.

Lokasi Penelitian ………. Jumlah Penduduk Kota Tebing Tinggi pada Tahun 2009 ... Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kota Tebing Tinggi Tahun 2005-2009 …… Klasifikasi Sektor PDRB Kota Tebing Tinggi Tahun 2005-2009 berdasarkan Tipologi Klassen ………

Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Kota Tebing

Tinggi Tahun 2005-2009 ………... Analisis PDRB Kota Tebing Tinggi dan Sumatera Utara dengan

Metode Shift Share ………

Hasil Perhitungan NationalShare Kota Tebing Tinggi …………

Hasil Perhitungan ProportionalShare (P) Kota Tebing Tinggi …

Hasil Perhitungan Differential Shift (D) Kota Tebing Tinggi …...

Jumlah Responden Berdasarkan Umur ………... Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ……….. Uji Validitas Variabel Pengembangan Wilayah………... Uji Validitas Variabel Perdagangan Masyarakat …..…………... Uji Validitas Variabel Jasa-jasa Masyarakat………... Hasil Analisis Regresi Berganda …………... Jumlah Sarana Perdagangan (Toko) di Kota Tebing Tinggi Tahun 2005-2009 …..…………...

36 47 48 49 51 54 54 57 59 61 62 62 63 64 65 67


(14)

4.16

4.17.

4.18 4.19

Jumlah Sarana Pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) di Kota Tebing Tinggi Tahun 2005-2009 ………... Jumlah Sarana Kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Kota Tebing Tinggi Tahun 2005-2009 ……….. Infrastruktur Jalan di Kota Tebing Tinggi Tahun 2005-2009 ... Penerimaan PAD Kota Tebing Tinggi Tahun 2009-2010 (Rp. Jutaan) ………...

67

68 69


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. 4.1.

Kerangka Pemikiran Penelitian ………... Peta Administrasi Kota Tebing Tinggi ...…...

34 46


(16)

DAFTAR

LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. 2.

3.

4.

5. 6. 7.

8.

Kuisioner Penelitian ………….………... Hasil Uji Validitas dan Realibitas Variabel Pengembangan Wilayah ………....…... Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Perdagangan

Masyarakat ……… Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Jasa-Jasa

Masyarakat ……… Data Tabulasi Variabel Penelitian ………. Hasil Analisis Regresi Berganda ………... Data PDRB (Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2000 (Rp. Milyar) ……… Data PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Harga Konstan Tahun 2000 (Rp. Jutaan rupiah) ………...

75

79

80

81 82 84

85


(17)

PENGARUH KOTA TEBING TINGGI SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

ABSTRAK

Posisi Kota Tebing Tinggi sebagai Kota Perdagangan dan Jasa berdampak terhadap perkembangan wilayah disebabkan Kota Tebing Tinggi yang merupakan lintasan antar Propinsi Sumatera Utara sangat mendukung bagi penduduk untuk mengembangkan usaha perdagangan dan jasa.

Adapun tujuan penelitian ini untuk menganalisis posisi Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa, dan menganalisis pengaruh Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa terhadap pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi, menggunakan metode analisis LQ, analisis linier regresi berganda, dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa sesuai dengan nilai LQ yang lebih dari satu, termasuk sektor yang maju dan tumbuh pesat berdasarkan tipologi klassen dan tumbuh cepat di Kabupaten berdasarkan analisis shift share, kecuali sektor jasa-jasa yang tumbuh lambat. Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa, yang dilihat dari variable perdagangan masyarakat dan jasa-jasa masyarakat secara simultan maupun secara parsial memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi.


(18)

THE EFFECT OF TEBING TINGGI CITY AS CITIES AGAINST TRADE AND SERVICES ON REGIONAL DEVELOPMENT

ABSTRACT

The position of Tebing Tinggi City as the city of commerce and services impact on regional growth due the City of Tebing Tinggi which is a path between the Province of North Sumatra is very supportive for residents to develop trade and services.

The purpose of this study to analyze the position of Tebing Tinggi City as a city of trade and services, and analyze the influence of Tebing Tinggi City as a city of trade and services to the regional development of Tebing Tinggi City, using the LQ analysis, linear regression analysis and descriptive analysis.

The results showed that the position of Tebing Tinggi City as a city of trade and services in accordance with the LQ of more than one, including the advanced sector and growing rapidly based on the typology Klassen and rapidly growing district based on shift share analysis, except for the services sector is growing slowly . The City of Tebing Tinggi as a city of trade and services, as seen from the trade variable and the public services and partially simultaneous positive and significant influence on the regional development of Tebing Tinggi City.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa.

Pembangunan dan pengembangan harus berjalan sesuai dengan kebijakan publik yang telah disusun sebelumnya. Kebijakan publik yang disusun harus mencakup kepentingan dari seluruh masyarakat (Miraza, 2005). Di sisi lain pembangunan yang berkesinambungan harus dapat memberi tekanan pada mekanisme ekonomi sosial, politik dan kelembagaan, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup masyarakat secara cepat (Mahalli, 2005).

Pembangunan suatu wilayah akan cepat berkembang bila didukung infrastruktur dan sistem jaringan yang memadai di wilayah tersebut. Infrastruktur seperti pembangunan ruas jalan, penataan lingkungan, drainase dan lain sebagainya. Di era otonomi daerah setiap wilayah diberikan wewenang untuk mengembangkan daerah dan menggali potensi yang ada. Aksesibilitas wilayah merupakan kemudahan


(20)

untuk mengakses sarana dan prasarana baik fisik maupun sosial dan antara wilayah satu dengan wilayah lainnya.

Salah satu variabel yang dapat dinyatakan apakah tingkat aksesibilitas itu tinggi atau rendah dapat dilihat dari banyaknya sistem yang tersedia pada daerah tersebut. Semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1982: 91).

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara. Seperti umumnya daerah perkotaan yang mengandalkan perdagangan dan jasa, perekonomian Kota Tebing Tinggi juga ditopang oleh kedua lapangan usaha tersebut. Pada tahun 2009, kontribusi lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran mencapai 25,46%, dan kontribusi lapangan usaha jasa-jasa mencapai 22,31% dari total PDRB.

Pergeseran penduduk selalu dipengaruhi oleh kondisi social, budaya, dan ekonomi, serta pemerintah. Pergeseran penduduk juga dapat dipengaruhi oleh adanya fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja yang tersedia, termasuk jaringan utilitas yang pada dasarnya dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Pola peegeseran penduduk di Kota Tebing Tinggi secara spasial mengikuti jenjang hirarki beberapa kota kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Asahan, dimana Kota Tebing Tinggi berperan sebagai pusat pelayanan


(21)

dan pertumbuhan bagi beberapa kota kecamatan yang ada di sekitar Kota Tebing Tinggi. Oleh karena itu pola pergerakan penduduk Kota Tebing Tinggi mengikuti pala pergerakan barang dan fungsi pelayanan jasa. Pola pergerakan barang dan jasa di Kota Tebing Tinggi dibedakan atas pola pergerakan internal dan pola pergerakan eksternal.

Pola pergerakan internal merupakan pergerakan manusia yang terjadi antar bagian wilayah Kota Tebing Tinggi. Pola pergerakan yang terjadi umumnya berorientasi kepada bagian tengah wilayah Kota Tebing Tinggi yang memiliki intensitas kegiatan ekonomi yang potensial, yaitu Kelurahan Pasar Gambir (terdapat pasar tradisional berskala regional), Kelurahan Pasar Baru dan Kelurahan Badak Bejuang (terdapat pasar ikan laut, ayam dan daging) serta sebagian Kelurahan Tebing Tinggi Lama. Keempat kelurahan tersebut berfungsi sebagai kawasan kolektor dan distributor barang dan jasa. Pola pergerakan internal ini didukung oleh aksesbilitas dan fasilitas yang memadai seperti kondisi jalan raya yang cukup baik dan tersedianya sarana transportasi yang memadai, baik dan lancar serta tersedianya fasilitas sosial ekonomi lainnya.

Pola pergerakan eksternal merupakan pergerakan yang terjadi dari dalam keluar wilayah Kota Tebing Tinggi dan dari luar ke dalam wilayah Kota Tebing

Tinggi. Pola pergerakan eksternal ini sangat dipengaruhi oleh konentrasi settlement

yang terpusat pada hirarki kota-kota kecamatan dalam kabupaten yang berada di sekitar wilayah Kota Tebing Tinggi.


(22)

Sebagai sebuah kota yang termasuk kategori sedang, dalam dua dasawarsa terakhir perekonomian Tebing Tinggi tumbuh dengan cepat seiring dengan perkembangan fasilitas yang ada baik fasilitas ekonomi seperti perdagangan, perbankan, industri, fasilitas pendidikan, kesehatan, komunikasi, serta fasilitas pendukung lainnya. Perkembangan ekonomi Tebing Tinggi dipacu karena letak strategis Kota tebing Tinggi yang menjadi jalur lintas Sumatera. Di samping itu

karena Tebing Tinggi merupakan daerah hinterland yang berkembang menjadi

wilayah kota yang maju, sehingga sebagian besar masyarakat daerah tetangga memanfaatkan Kota Tebing Tinggi sebagai alternatif utama dalam pemenuhan kebutuhan mereka, karena akses ke Kota Tebing Tinggi relatif lebih dekat, terjangkau, efisien dan ekonomis. Kondisi ini mendorong perkembangan Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan, yang tercermin dari aktivitas yang menonjol di sektor perdagangan. Selain itu pola kegiatan ekonomi Kota Tebing Tinggi secara perlahan mengalami pergeseran dan peralihan dimana peran kelompok tersier dalam struktur PDRB lebih besar dari kelompok primer dan sekunder

Posisi Kota Tebing Tinggi sebagai Kota Perdagangan dan Jasa berdampak terhadap perkembangan wilayah disebabkan Kota Tebing Tinggi yang merupakan lintasan antar Provinsi Sumatera Utara sangat mendukung bagi penduduk untuk mengembangkan usaha perdagangan dan jasa.

Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi untuk mendorong pembangunan daerah adalah melalui program pemberdayaan ekonomi kerakyatan dengan kebijakan yang diarahkan untuk mengembangkan Usaha


(23)

Kecil dan Menengah (UKM). Saat ini lebih dari 4000 UKM beroperasi diberbagai sektor usaha. Sejak Tahun 2001 Pemerintah Kota Tebing Tinggi telah menyalurkan bantuan modal bergulir tanpa bunga kepada 1.000 UKM sebesar Rp 6,7 Milyar.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, penulis ingin menganalisis sejauh mana dampak posisi Kota Tebing Tinggi terhadap perkembangan wilayah, dalam hal ini

mengambil judul “Pengaruh Kota Tebing Tinggi sebagai Kota Perdagangan dan

Jasa terhadap Perkembangan Wilayah”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah di dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimana posisi Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa.

2. Bagaimana pengaruh Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa

terhadap pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis:

1. Posisi Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa.

2. Pengaruh Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa terhadap


(24)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Sebagai bahan informasi masukan bagi pemerintah Kota Tebing Tinggi untuk

mengetahui sudah sampai sejauh manakah pengaruh Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa terhadap perkembangan wilayah

2. Agar dapat digunakan oleh instansi lain, yang terkait dalam hal penyusunan

perencanaan pembangunan sarana dan prasarana pendukung perkembangan wilayah

3. Sebagai bahan perbandingan dan studi bagi peneliti-peneliti lain yang ingin


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Daerah

Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional.

Sehubungan dengan keterangan di atas maka perlu diuraikan pengertian pembangunan daerah seperti dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu:

1. Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan

dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah.

2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk

melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional.

Dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan


(26)

dapat menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan landasan pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik.

Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (faktor

returns) dalam daerah di batasi secara jelas (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaannya. Dalam sistem wilayah mobilitas barang maupun orang atau jasa relatif lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2005).

Pembangunan daerah merupakan pembangungan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh darerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah di mana tempat kegiatan tersebut berlangsung (Munir, 2002).


(27)

Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002).

Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk.

Dalam strategi pembangunan wilayah aspek-aspek pokok yang penting dipecahkan adalah: di daerah-daerah mana serangkaian pembangunan selayaknya dijalankan. Untuk beberapa proyek letak daerahnya sudah khusus dan tidak dapat lagi dipindahkan, seperti proyek bendungan untuk tenaga listrik dan irigasi, proyek pertambangan dan sebagainya.

Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruhnya masayarakat Indonesia, pembangunan daerah perlu dipacu secara bertahap. Untuk menjamin agar pembangunan daerah dapat memberikan sumbangan yang maksimal dalam keseluruhan usaha pembangunan nasional haruslah dilakukan kordinasi yang baik antara keduanya. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah harus mempertimbangkan berbagai rencana pemerintah pusat maupun di daerah lain.

Sebelum suatu daerah menyusun berbagai langkah-langkah dalam pembangunan daerahnya dengan demikian suatu daerah mempunyai kekuasaan yang


(28)

lebih terbatas dalam usaha mencapai tujuan pembangunannya sebab program pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak dapat bertentangan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Jadi pada hakekatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh sesuatu daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk menyebarkan proyek-proyek ke berbagai daerah dengan tujuan agar penyebaran tersebut akan memberikan sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah untuk membangun.

Namun dalam prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena perencanaan yang jauh dari sempurna oleh sesuatu daerah, organisasi tidak efisien, kurangnya informasi mengenai potensi daerah dan berbagai faktor lain. Sebagai akibat banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan melaksanakan penyebaran proyek-proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan bantuan badan perencana daerah yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu perumusan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Dalam mewujudkan sasaran jangka panjang pembangunan, yakni menuju masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan berbagai upaya yang mengarah pada tercapainya cita-cita tersebut. Pembangunan daerah yang merupakan rangkaian yang utuh dari pembangunan nasional pada beberapa tahun terakhir telah mulai menunjukkan kemajuan yang berarti dalam meningkatkan kinerja dari daerah tersebut.


(29)

Proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang penting dalam proses pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan daerah disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi setiap daerah akan sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Simanjuntak, 2003).

2.2. Perencanaan Pembangunan Daerah

Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai upaya menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi kaidah-kaidan ilmiah ke dalam praksis (praktik-praktik yang dilandasai oleh teori) dalam perspektif kepentingan orang banyak atau public (Nugroho dan Dahuri, 2004). Karena berlandaskan ilmiah, maka perencanaan pembangunan haruslah tetap mempertahankan dan bahkan

meningkatkan validitas keilmuan (scientific validity) dan relevansi kebijakannya.

Didorong oleh motif ini, perencanaan pembangunan mengalami perkembangan yang cukup dinamis baik secara teoritik maupun paradigmatik (Sihombing, 2005).


(30)

Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan, 2006).

Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.


(31)

2.3. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat

exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum

perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas

tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2007).

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover)

dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian

daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang

cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang

potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries


(32)

Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2007).

2.3.1. Analisis Location Quotient (LQ)

Pendekatan LQmempunyai dua kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang

antara).

b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui

kecendrungan.

Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik

apabila dilakukan dalam bentuk time series/trend, artinya dianalisis selama kurun

waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi

tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan (Tarigan, 2005).

Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kota Tebing Tinggi

digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu

pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kota Tebing Tinggi yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak


(33)

pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004) dan Tarigan (2007) sebagai berikut:

Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai: Si/S

LQ = --- Ni/N Keterangan:

LQ: Nilai Location Quotient

Si : PDRB Sektor i di Kota Tebing Tinggi S : PDRB total di Kota Tebing Tinggi

Ni : PDRB Sektor i di Provinsi Sumatera Utara N : PDRB total di Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh, yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing

Tinggi adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing

Tinggi lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.


(34)

3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing Tinggi lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Apabila nilai LQ > 1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Tebing Tinggi. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Tebing Tinggi.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB

Kota Tebing Tinggidan Provinsi Sumatera Utara tahun 2005-2009 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.

2.3.2. Analisis Tipologi Klassen

Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian wilayah Kota Tebing Tinggi. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor perekonomian Kota Tebing Tinggi dengan memperhatikan sektor perekonomian Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah referensi.

Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan

karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008):

1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I).

Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam


(35)

PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor

terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut

terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski

2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sektor) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan

kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s > sk.

i) yang lebih kecil

dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang

menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski)

yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah

yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski

3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III).

Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan s

> sk.

i > s dan ski

4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini

merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s < sk.

i) yang

lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memilki nilai kontribusi sektor terhadap


(36)

PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap

PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si

< s dan ski

Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 2.1.

< sk.

Tabel 2.1. Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Klassen

Kuadran I Kuadran II

Sektor yang maju dan tumbuh dengan Sektor maju tapi tertekan

pesat (developed sector) (Stagnant sector)

si > s dan ski > sk si < s dan ski > sk

Kuadran III Kuadran IV

Sektor potensial atau masih dapat Sektor relatif tertinggal

berkembang (developing sector) (underdeveloped sector)

si > s dan ski < sk si < s dan ski

Sumber: Sjafrizal, 2008

< sk

2.3.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)

Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh dibawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya.

Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam Analisis


(37)

nasional. Analisis ini bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar.

Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu dengan yang lainnya (Arsyad, 1999; Tarigan, 2007), yaitu:

Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis:

a. perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan

pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

b. Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif,

pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat daripada perekonomian yang dijadikan acuan.

c. Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam menentukan

seberapa jauh daya saing sektor-sektor daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadika acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu sektor adalah positif, maka sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya daripada sektor yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Rumus dari analisis Shift Share adalah sebagai berikut (Glasson, 1990):

Gj : Yjt – Yjo

(Nj + Pj + Dj)

Nj : Yjo (Yt / Yo) – Yjo


(38)

Pj : ∑i [(Yjt / Yio) – (Yt / Yo)] Yijo

Dj : ∑t [ Yijt – (Yit / Yio) Yijo]

: (P + D) j – Pj Di mana:

Gj : Pertumbuhan PDRB Total Kota Tebing Tinggi

Nj : Komponen Share

(P + D)j : Komponen Net Shift

Pj : Proportional Shift Kota Tebing Tinggi

Dj : Differential Shift Kota Tebing Tinggi

Yj : PDRB Total Kota Tebing Tinggi

Y : PDRB Total Provinsi Sumatera Utara

o,t : Periode awal dan Periode akhir

i : Subskripsi sektor pada PDRB

Catatan: Simbol E (tenaga kerja) dalam buku asli, diganti dengan simbol Y (PDRB) karena data yang diteliti adalah PDRB.

Jika Pj > 0, maka Kota Tebing Tinggiakan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka Kota Tebing Tinggi akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat propinsi tumbuh lebih lambat.

Bila Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i di Kota Tebing Tinggi lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi Sumatera Utara dan bila Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i di Kota Tebing Tinggi relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi Sumatera Utara.


(39)

2.4. Produk Domestik Regional Bruto

Dalam ruang lingkup suatu negara dikenal istilah yang disebut: Gross National Product (GNP) yang berarti Produk Nasional Kotor, sedangkan dalam suatu kesatuan wilayah yang lebih rendah hal ini disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Berdasarkan uraian di atas dapat kita nyatakan sebagai Produk Nasional Kotor yang dapat mencakup suatu negara kesatuan wilayah tertentu. Apabila ditarik pengertian tersebut dalam suatu wilayah (region) tertentu maka diperoleh Produk Regional Kotor yang sebenarnya merupakan perkiraan pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu wilayah yakni jumlah seluruh pendapatan sebagai balas jasa penggunaan faktor-faktor produksi oleh wilayah. Dengan kata lain Produk Domestik Regional Bruto dapat diartikan sebagai: Estimasi total produk barang dan jasa yang diterima oleh masyarakat suatu daerah sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Dalam hal ini maka pendapatan yang dihasilkan atas penggunaan faktor-faktor tetapi berada di luar wilayah tersebut tidaklah diperhitungkan.

Menurut Kusmadi, dkk., (1996 dalam Prihatin, 1999) produk domestik

regional bruto (PDRB) merupakan satu indikator ekonomi untuk mengukur kemajuan pembangunan di suatu wilayah. Sebagai nilai dari semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, PDRB bermanfaat untuk mengetahui tingkat produk netto atau nilai tambah yang dihasilkan seluruh faktor produksi, besarnya laju


(40)

pertumbuhan ekonomi, dan pola/struktur perekonomian pada satu tahun atau periode di suatu negara atau wilayah tertentu.

Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi dalam sembilan sektor, sedangkan secara makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yang disebut sebagai sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer apabila outputnya masih merupakan proses tingkat dasar dan sangat bergantung kepada alam, yang termasuk dalam sektor ini adalah sektor Pertanian dan sektor Pertambangan dan Penggalian.

Untuk sektor ekonomi yang outputnya berasal dari sektor primer dikelompokkan ke

dalam sektor sekunder, yang meliputi sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air Minum serta sektor Bangunan. Sedangkan sektor-sektor lainnya, yakni sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Bank dan Lembaga Keuangan lainnya serta sektor Jasa-Jasa dikelompokkan ke dalam

sektor tersier (Sitorus, dkk., 1997 dalam Prihatin, 1999).

Dalam perhitungan pendapatan nasional, terdapat 2 (dua) metode antara lain:

1. Metode langsung, yaitu perhitungan nilai tambah dari sutu lapangan usaha/sektor

atau sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional.

2. Metode tidak langsung, yaitu metode alokasi pendapatan nasional dengan

memperhitungkan nilai tambah sektor/sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional dan sebagai dasar alokasi adalah jumlah produksi fisik, nilai produksi fisik, nilai produksi bruto/netto dan tenaga kerja, serta alokator tidak langsung.


(41)

Metode umum yang digunakan dalam kedua metode di atas adalah dengan metode langsung, seperti di Indonesia bahkan juga di Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

Metode dimasud dilaksanakan dengan beberapa pendekatan antara lain:

1. Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu menghitung nilai tambah dari

barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya tiap-tiap sektor/sub sektor.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu menghitung nilai tambah setiap

sektor kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor-faktor produksi yaitu upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung nilai tambah

suatu kegiatan ekonomi yang bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang

dan jasa yang diproduksi (Kusmadi, dkk., 1996 dalam Prihatin, 1999).

Di Indonesia, pendekatan yang umum digunakan adalah dari segi Pendekatan Produksi. Perlu diperhatikan bahwa dalam menjumlahkan hasil produksi barang dan

jasa, haruslah dicegah perhitungan ganda (Double Counting/Multiple Counting). Hal

tersebut penting sebab sering terjadi bahan mentah suatu sektor dihasilkan oleh sektor lain, sehingga nilai bahan mentah tersebut telah dihitung pada sektor yang menghasilkannya.

Produk Domestik Regional Bruto secara keseluruhan maupun sektoral umumnya disajikan dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku dan


(42)

atas dasar harga konstan dengan suatu tahun dasar. Penyajian atas dasar harga berlaku menunjukkan besaran nilai tambah bruto masing-masing sektor, sesuai dengan keadaan pada tahun sedang berjalan. Dalam hal ini penilaian terhadap produksi, biaya antara ataupun nilai tambahnya dilakukan dengan menggunakan harga berlaku pada masing-masing tahun.

Penyajian atas dasar harga konstan merupakan penyajian harga yang berlaku secara berkala, perkembangan pendapatan regional dapat diartikan sebagai perkembangan karena mengingkatnya produksi juga diikuti oleh meningkatnya harga-harga. Oleh karena itu penyajian seperti ini masih dipengaruhi oleh adanya faktor perubahan harga (inflasi/deflasi).

Penyajian atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap suatu tahun dasar. Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang digunakan ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan harga-harga pada tahun dasar. Penyajian seperti ini akan memperlihatkan perkembangan produktivitas secara riil karena pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah dikeluarkan.

Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat produksi suatu wilayah. Angka PDRB yang dinilai dengan harga konstan memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut yang diwakili oleh peningkatan produksi berbagai sektor.

Dari uraian-uraian tersebut akan diperlihatkan adanya kenaikan PDRB maupun pendapatan regional perkapita, perubahan dan pergeseran strukur ekonomi


(43)

menurut sektor-sektor primer, sekunder maupun tertier. Pergeseran struktur pada masing-masing sektor yang bersangkutan seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, pemerintahan dan sektor-sektor lainnya.

2.5. Pendapatan Masyarakat

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan nonbasis. Dalam menggunakan ukuran pendapatan, nilai pengganda basis adalah besarnya kenaikan pendapatan seluruh masyarakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan si sektor basis (Tarigan, 2005).

Ciri yang umum di negara yang sedang berkembang ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, walaupun diantara negara berkembang itu ada yang mempunyai pendapatan perkapita sama dengan negara-negara maju. Masalah pokok yang dihadapi negara-negara berkembang adalah kemiskinan yang menimpa sebagian besar penduduknya. Usaha untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat atau sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2000).

Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita diperlukan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hingga dapat melampaui pertumbuhan penduduk yang terjadi dalam periode yang sama. Akan tetapi pembangunan ekonomi yang


(44)

berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi melahirkan masalah merawankan dalam pemerataan ekonomi dan sosial yang bermula dari penemuan Kuznets, dkk (Hasibuan,1993). Hasil penemuan mereka, membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat selalu dibarengi kenaikan dalam ketimpangan pembagian pendapatan (ketimpangan relatif). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sumitro (Mahlil, 2001) bahwa terdapat kecenderungan seakan-akan pola dan sifat pertumbuhan justru menambah kepincangan pembagian pendapatan.

Alasan yang dikemukakan: pertama, karena untuk mencapai laju

pertumbuhan yang tinggi maka sektor modern pasti mendapat tempat karena dapat meningkatkan pertumbuhan yang cepat. Hal ini menyebabkan tidak meratanya

pembagian kesempatan kerja. Kedua, mengejar pertumbuhan sama artinya

mengutamakan daerah yang sebelumnya sudah maju, sehingga daerah yang sudah maju akan bertambah maju dan daerah terbelakang akan semakin tertinggal.

Di dalam banyak literatur mengenai teori distribusi pendapatan dapat

ditemukan beberapa pendekatan untuk pengukurannya antara lain: pertama, distribusi

pendapatan fungsional atau distribusi faktor yang lazim digunakan oleh ahli ekonomi yang mencoba menerangkan pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing

faktor. Kedua, distribusi pendapatan personal (personal income distribution) yang

merupakan distribusi pendapatan perorangan yang menyangkut segi manusia sehingga perorangan atau rumah tangga dan total pendapatan yang diterima (Todaro, 2000).


(45)

Pada dasarnya kedua pendekatan inilah yang digunakan untuk menganalisis dan menilai distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan fungsional yang berasal dari teori produktivitas maginal, atau yang dikenal dengan distribusi balas jasa dalam teori ekonomi mikro. Perangkat analisis dari distribusi fungsional adalah fungsi produksi serta alokasi faktor-faktor produksi yang diikutsertakan dalam fungsi produksi. Pendekatan ini jarang dipakai karena teori yang mendasarinya memiliki hubungan

antara balas jasa input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan di dalam

suatu proses produksi spesifik.

Pendekatan yang lazim dipergunakan adalah pendekatan distribusi personal atau rumah tangga. Pendekatan ini dilakukan dengan mengelompokkan perorangan

ke dalam kelompok (deciles atau quintiles) yang akan menggambarkan pola

pembagian pendapatan di dalam suatu kelompok masyarakat. Kemudian menetapkan proporsi yang diterimanya oleh masing-masing kelompok dari pendapatan total.

2.6. Perkembangan Wilayah

Perkembangan konsep wilayah mempunyai sejarah yang panjang, secara umum wilayah dapat diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya. Sehubungan dengan hal tersebut sebagian wilayah dapat disebut wilayah administratif (Bintarto, 1989).

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses interatif yang menggabungkan dasar-dasar


(46)

pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Miraza (2005), di dalam sebuah wilayah terdapat berbagai unsur pembangunan yang dapat digerakkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Unsur dimaksud seperti natural resources, human resources, infrastructure,

technology dan culture.

Sirojuzilam (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu dan mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkatan kesejahteraan masyarakat yang rata-rata banyak sarana dan prasarana, barang dan jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Pengembangan wilayah adalah merupakan suatu rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa. Sandy (1992), pengembangan wilayah pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta tetap menaati peraturan perundangan yang berlaku.

Hadisaroso (1993), mengemukakan pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah/kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut pengembangan wilayah menurut Soegijoko (1997) merupakan upaya pemerataan pembangunan


(47)

dengan mengembangkan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Mulyanto (2008), pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilaksanakan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada umumnya pengembangan wilayah dapat dikelompokkan menjadi usaha-usaha mencapai tujuan bagi kepentingan-kepentingan di dalam kerangka azas:

a. Sosial

Usaha-usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, dan seluruh masyarakat didalam wilayah itu diantaranya dengan mengurangi pengangguran dan menyediakan lapangan kerja serta menyediakan prasarana-prasarana kehidupan yang baik seperti fasilitas transportasi, dan lain sebagainya.

b. Ekonomi

Usaha-usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan yang lebih baik.


(48)

c. Wawasan lingkungan

Pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap kesetimbangan lingkungan. Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil lingkungan dari, atau memanfaatkan potensi alam, sedikit banyak akan mempengaruhi kesetimbangannya, yang apabila tidak diwaspadai dan dilakukan penyesuaian terhadap dampak-dampak yang terjadi akan menimbulkan kerugian bagi manusia, khususnya akibat dampak yang dapat bersifat tak berubah lagi

(irreversible change). Untuk mencegah hal-hal ini maka dalam melakukan

pengembangan wilayah, program-programnya harus berwawasan lingkungan

dengan tujuan: mencegah kerusakan, menjaga kesetimbangan dan

mempertahankan kelestarian alam.

2.7. Penelitian Sebelumnya

Adapun penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis sektor unggulan daerah sebelumnya antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat tahun 2002, dengan judul penelitian

“Analisis Penentuan Sektor Prioritas dalam Peningkatan Pembangunan Daerah Kota Asahan”, dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi peningkatan pembangunan di daerah Kota Asahan, terutama sub sektor perkebunan, perikanan dan industri besar, serta sedang.


(49)

2. Marhayanie (2003), dalam tesisnya “Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan”. Variabel yang diteliti kontribusi per

sektor dengan metode analisis linkage, menyimpulkan bahwa analisis angka

pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada total PDRB Kota Medan pada tahun 2000 adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, yaitu sebesar 29,76%, sedangkan sedangkan yang terkecil adalah sektor pertambangan dan galian sebesar 0,01%. Hasil analisis linkage dengan Tabel I-O tahun 2000, sektor bangunan memiliki backward linkage terbesar yaitu 2,22 dan yang terkecil sektor keuangan, persewaan dan jasa-jasa perusahaan sebesar 1,37, sedangkan sktor yang memiliki forward linkage terbesar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 3,80 dan yang terkecil sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 1,07.

3. Amir dan Riphat tahun 2005, dalam penelitian “Analisis Sektor Unggulan untuk

Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel Input-Output

1994 dan 2000”. Variabel penelitian yang diteliti adalah berbagai sektor unggulan (key sector) dalam perekonomian Jawa Timur pada tahun 1995 – 2000, dengan menggunakan analisis input-output yang telah banyak digunakan untuk menganalisis sektor unggulan, yang biasanya dilihat menggunakan angka

pengganda (multiplier) sektor ekonomi dan tingkat keterkaitan antar sektor

perekonomian. Tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian akan diukur


(50)

dengan sektor lainnya sebagai penjumlahan atas angka Daya Penyebaran (Backward Linkage) dan Daya Kepekaan (Forward Linkage). Hasil penelitian menunjukkan selama periode penelitian telah terjadi pergeseran dalam sektor-sektor unggulan dan proses industrialisasi. Kebijakan strategi pembangunan harus diarahkan kepada kebijakan yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Berdasarkan analisis sektor unggulan menggunakan angka

pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan keterkaitan sektoral (pure

total linkage) direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat

industri (industri lainnya dan indutri makanan, minuman dan tembakau), pusat perdagangan, dan pusat pertanian.

4. Sukatendel (2007) dalam tesisnya “Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan

Sektor Unggulan Dalam Mengoptimalkan Kinerja Pembangunan Daerah di Kota Bogor”, dengan varibel penelitian yang diteliti adalah: sektor unggulan, potensi dan pengembangan sektor unggulan, dan alokasi anggaran untuk sektor unggulan di Kota Bogor. Metode yang digunakan adalah analisis input-output, analisis kewilayahan, analisis kelembagaan alokasi anggaran dan pembuatan peta tematik. Hasil penelitian menunjukkan sektor unggulan di Kota Bogor adalah industri pengolahan, perdagangan, bangunan dan pertanian tanaman pangan. Sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan lokasinya memusat di wilayah utara Bogor Bagian Tengah dan Bogor Bagian Timur. Sedangkan sektor unggulan tanaman bahan makanan (pertanian) sebagian besar berlokasi di Bogor


(51)

Bagian Barat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan anggaran pembangunan Kota Bogor untuk sektor unggulan masih sangat kurang (tidak ada keterkaitan) kecuali untuk sektor Bangunan. Namun untuk sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan sebenarnya tidak perlu didukung oleh anggaran pembangunan yang besar karena akan mengakibatkan semakin besarnya ketimpangan wilayah pembangunan di Kota Bogor. Sedangkan sektor unggulan tanaman bahan makanan masih perlu didukung oleh anggaran pembangunan yang besar agar sektor tersebut bisa semakin berkembang sehingga diharapkan dapat mengatasi ketimpangan wilayah pembangunan di Kota Bogor.

2.8. Kerangka Pemikiran

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Utara yang merupakan lintasan antar Provinsi Sumatera Utara sangat mendukung bagi penduduk untuk mengembangkan usaha perdagangan dan jasa. Perkembangan usaha perdagangan dan jasa di Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu sumber pendapatan bagi Kota Tebing Tinggi dan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tebing Tinggi, sehingga diperlukan menganalisis posisi Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa dalam perekonomian Kota Tebing Tinggi dengan melihat sektor perdagangan dan jasa dalam PDRB Kota Tebing Tinggi sebagai sektor basis menggunakan analisis LQ dan menganalisis kota perdagangan dan jasa terhadap pengembangan wilayah dengan


(52)

melihat kesejahteraan masyarakat menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian 2.9. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan, maka rumusan hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Posisi Kota Tebing Tinggi merupakan basis kota perdagangan dan jasa.

2. Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa berpengaruh terhadap

pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi. Kota Tebing Tinggi

Posisi Kota Tebing Tinggi Pengembangan Wilayah

Kota Perdagangan dan Jasa

Analisis LQ Deskriptif dan Regresi


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini meliputi posisi Kota Tebing Tinggi sebagai basis kota perdagangan dan jasa, pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi.

3.2.Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden masyarakat yang dijadikan sampel penelitian dengan menyebarkan kuisioner pertanyaan mengenai Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa-jasa terhadap pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi. Data sekunder diperoleh dari objek penelitian, yang menggambarkan situasi dan kondisi Kota Tebing Tinggi, dalam hal ini sarana dan prasarana Kota Tebing Tinggi yang bersumber dari Kota Tebing Tinggi Dalam Angka.

3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Tebing Tinggi. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian karena Kota Tebing Tinggi merupakan satu-satunya kota penghubung antara Sumatera Utara bagian Utara dengan Sumatera Utara bagian Selatan.


(54)

3.4. Populasi dan Sampel

Mengingat luasnya lokasi kecamatan yang akan diteliti, hal ini disebabkan Kota Tebing Tinggi terdiri dari 5 Kecamatan dan 35 Kelurahan, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap lokasi penelitian. Untuk keperluan studi ini, peneliti mengambil masing-masing 1 (satu) Kelurahan dari 5 (lima) kecamatan yang ada di Kota Tebing

Tinggi dengan cara purposive, dengan alasan Kelurahan tersebut merupakan wilayah

ibukota kecamatan. Sehingga populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga (KK) yang ada di wilayah ibu kota Kecamatan Kota Tebing Tinggi yang pada tahun 2009 berjumlah 3.683 KK (kepala keluarga).

Sampel responden masyarakat ditetapkan mengikuti pendapat Roscoe (Sugiono, 2003), yang menyatakan berapapun jumlah populasinya dalam penelitian sosial ukuran sampel yang layak digunakan adalah antara 30 hingga 500 orang. Berdasarkan pendapat di atas, maka ditetapkan anggota sampel responden penelitian sebanyak 60 kepala keluarga (KK), dengan pertimbangan telah melebihi ambang batas kriteria Roscoe, yakni batasan minimal 30 orang, Pengambilan sampel

responden dilakukan secara purposive.

Tabel 3.1. Lokasi Penelitian

No. Kecamatan Jumlah

Kelurahan

Kelurahan Penelitian

Populasi KK

Sampel KK

1 Padang Hulu 7 Pabatu 605 10

2 Tebing Tinggi Kota 7 Mandailing 704 11

3 Rambutan 7 Tanjung Marulak 950 15

4 Bajenis 7 Teluk Karang 599 10

5 Padang Hilir 7 Tebing Tinggi 825 13

Total 35 3.683 60


(55)

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Studi Kepustakaan, yaitu membaca dan mengumpulkan bahan-bahan, dokumen

serta buku-buku yang memberikan informasi berkaitan dengan penelitian ini.

b. Observasi, yaitu mengumpulkan informasi dengan cara melakukan pengamatan

langsung di lapangan terhadap aktivitas objek penelitian.

c. Wawancara, yaitu pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan

melakukan wawancara langsung kepada responden yang terkait dengan objek penelitian.

Alat pengumpulan data yang dipakai pada peneltian ini adalah:

a. Pedoman Wawancara, dilakukan untuk menggali informasi secara mendalam

melalui pokok-pokok pertanyaan yang dijadikan pegangan peneliti.

b. Kuesioner, yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner yang bersifat tertutup,

yaitu kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan yang sudah disediakan alternatif jawabannya.

Selanjutnya jawaban yang diberikan responden terhadap kuesioner yang diberikan untuk keperluan analisis diberi bobot nilai tertentu yaitu:

a) Untuk alternatif jawaban (a) diberi nilai atau skor 5, yang berarti sangat

setuju/sangat baik.

b) Untuk alternatif jawaban (b) diberi nilai atau skor 4, yang berarti setuju/ baik.


(56)

d) Untuk alternatif jawaban (d) diberi nilai atau skor 2, yang berarti tidak setuju/baik.

e) Untuk alternatif jawaban (e) diberi nilai atau skor 1, yang berarti sangat tidak

setuju/sangat tidak baik.

Hasil tanggapan responden dianalisis dengan cara:

3.6. Uji Coba Instrumen

Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data.

Sebelum instrumen diedarkan untuk menjaring data, maka instrumen diujicobakan terlebih dahulu terhadap 25 orang masyarakat yang menjadi sampel penelitian. Kemudian data di analisis untuk mengetahui validitas dan reliabilitas.

3.6.1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2006). Uji validitas instrumen dilakukan untuk mengetahui instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai hal dan sifat yang diukur,


(57)

artinya, setiap butir instrumen telah benar-benar menggambarkan keseluruhan isi atau sifat bangun konsep yang menjadi dasar penyusunan instrumen. Untuk pengujian ini

digunakan korelasi product moment (Arikunto, 2006). Kriteria uji validitas secara

singkat (rule of tumb) adalah berdasarkan tabel r Product Moment dengan responden

25 orang adalah 0,396. Jika korelasi sudah lebih besar dari 0,396, pertanyaan yang dibuat dikatagorikan valid/shahih.

3.6.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan dengan menghitung nilai alfa atau dengan

Cronbach’s Alpha. Penghitungan Cronbach’s Alpha dilakukan dengan menghitung

rata-rata interkorelasi di antara butir-butir pernyataan dalam kuesioner. Secara umum,

Sekaran (2000) menyatakan bahwa reliabilitas yang ditentukan oleh nilai Cronbach’s

Alpha – kurang dari 0,60 dinyatakan kurang baik. Cronbach’s Alpha dengan nilai range 0,70 dinyatakan dapat diterima dan nilai lebih dari 0,80 adalah baik.

3.7. Analisis Data

Untuk menganalisis hipotesis dan perumusan masalah pertama menggunakan

analisis Location Quotient (LQ), yaitu untuk menganalisis sektor perdagangan dan

jasa merupakan sektor basis dan non basis di Kota Tebing Tinggi. Analisis LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kota Tebing Tinggi yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan


(58)

perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004) dan Tarigan (2007) sebagai berikut:

Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai:

Si/S

LQ = --- Ni/N Keterangan:

LQ : Nilai Location Quotient

Si : PDRB Sektor i di Kota Tebing Tinggi S : PDRB total di Kota Tebing Tinggi

Ni : PDRB Sektor i di Provinsi Sumatera Utara N : PDRB total di Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh, yaitu:

a. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing

Tinggi adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.


(59)

b. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing Tinggi lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

c. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing

Tinggi lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Tebing Tinggi. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Tebing Tinggi.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB

Kota Tebing Tinggi dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2005-2009 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.

Untuk menjawab hipotesis dan perumusan masalah kedua dilakukan dengan uji regresi berganda, yaitu:

Y = a + bX1 + bX2

di mana :

+ µ

Y = Pengembangan Wilayah

X1

X

= Perdagangan masyarakat

2

a = konstanta


(60)

b = koefisien variabel

µ = Error

Selanjutnya dilakukan pengujian keberartian persamaan regresi berganda untuk melihat apakah persamaan tersebut berarti atau tidak dalam menjelaskan populasi. Langkah selanjutnya adalah mencari besarnya kontribusi masing-masing variabel baik secara parsial maupun simultan. Penghitungan di atas dilakukan

sepenuhnya dengan bantuan software komputer.

3.8. Definisi Variabel Penelitian

1. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah seluruh nilai tambah yang

ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah, tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Secara agregatif PDRB merupakan kemampuan suatu daerah dlaam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut (milyar rupiah).

2. Perdagangan masyarakat dalam penelitian ini adalah pendapatan dan kesempatan

kerja masyarakat dari sektor perdagangan dengan adanya Kota Tebing Tinggi

sebagai kota perdagangan (skala likert).

3. Jasa-jasa masyarakat dalam penelitian ini adalah pendapatan dan kesempatan

kerja masyarakat dari sektor jasa-jasa dengan adanya Kota Tebing Tinggi sebagai


(61)

4. Pengembangan wilayah dalam penelitian ini adalah peningkatan nilai manfaat

wilayah dilihat dari aspek ekonomi, sosial, dan budaya dengan adanya Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa-jasa sehingga dapat


(1)

Lampiaran 3. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Perdagangan Masyarakat

Uji Validitas

Correlations

P1 P2 P3 P4 P5 PM

P1 Pearson Correlation 1 .738(**) .766(**) .544(**) .736(**) .883(**)

Sig. (2-tailed) . .000 .000 .005 .000 .000

N 25 25 25 25 25 25

P2 Pearson Correlation .738(**) 1 .574(**) .632(**) .742(**) .876(**)

Sig. (2-tailed) .000 . .003 .001 .000 .000

N 25 25 25 25 25 25

P3 Pearson Correlation .766(**) .574(**) 1 .656(**) .514(**) .832(**)

Sig. (2-tailed) .000 .003 . .000 .009 .000

N 25 25 25 25 25 25

P4 Pearson Correlation .544(**) .632(**) .656(**) 1 .630(**) .817(**)

Sig. (2-tailed) .005 .001 .000 . .001 .000

N 25 25 25 25 25 25

P5 Pearson Correlation .736(**) .742(**) .514(**) .630(**) 1 .841(**)

Sig. (2-tailed) .000 .000 .009 .001 . .000

N 25 25 25 25 25 25

PM Pearson Correlation .883(**) .876(**) .832(**) .817(**) .841(**) 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .

N 25 25 25 25 25 25

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Uji Realibilitas

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.815 6


(2)

Lampiaran 4. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Jasa-Jasa Masyarakat

Uji Validitas

Correlations

J1 J2 J3 J4 J5 Jasa

J1 Pearson

Correlation 1 .787(**) .791(**) .785(**) .603(**) .887(**)

Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000 .001 .000

N 25 25 25 25 25 25

J2 Pearson

Correlation .787(**) 1 .765(**) .970(**) .598(**) .930(**)

Sig. (2-tailed) .000 . .000 .000 .002 .000

N 25 25 25 25 25 25

J3 Pearson

Correlation .791(**) .765(**) 1 .786(**) .690(**) .908(**)

Sig. (2-tailed) .000 .000 . .000 .000 .000

N 25 25 25 25 25 25

J4 Pearson

Correlation .785(**) .970(**) .786(**) 1 .557(**) .925(**)

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 . .004 .000

N 25 25 25 25 25 25

J5 Pearson

Correlation .603(**) .598(**) .690(**) .557(**) 1 .783(**)

Sig. (2-tailed) .001 .002 .000 .004 . .000

N 25 25 25 25 25 25

Jasa Pearson

Correlation .887(**) .930(**) .908(**) .925(**) .783(**) 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .

N 25 25 25 25 25 25

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Uji Realibilitas

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.823 6


(3)

Lampiran 5. Data Tabulasi Variabel Penelitian

Pertanyaan dan Skor Bobot Nilai

Perdagangan Masyarakat Jasa-jasa Masyarakat Pengembangan Wilayah

No.

Resp P1 P2 P3 P4 P5 JLH J1 J2 J3 J4 J5 JLH PW1 PW2 PW3 PW4 PW5 JLH

1 3 2 3 3 4 15 3 3 3 3 2 14 4 4 4 3 4 19

2 3 3 3 4 3 16 4 3 3 3 3 16 4 4 4 3 5 20

3 3 4 3 4 3 17 3 3 3 2 2 13 4 4 3 4 5 20

4 4 4 4 4 4 20 4 5 4 3 3 19 3 5 4 3 4 19

5 3 4 4 2 4 17 3 2 2 2 4 13 4 4 4 4 4 20

6 3 4 3 4 3 17 3 3 3 3 2 14 4 4 4 4 3 19

7 2 3 3 2 3 13 3 3 3 3 2 14 4 2 2 4 3 15

8 3 3 4 4 3 17 3 2 2 2 2 11 2 2 2 2 3 11

9 3 4 3 3 3 16 3 3 3 3 2 14 4 2 2 4 3 15

10 2 3 2 3 2 12 3 2 2 2 2 11 2 2 2 2 2 10

11 3 3 3 2 2 13 3 3 3 2 2 13 2 2 2 2 3 11

12 5 4 4 4 4 21 4 5 4 4 5 22 4 5 5 4 3 21

13 3 4 4 4 3 18 4 3 4 3 4 18 4 5 2 4 3 18

14 4 4 3 4 4 19 4 4 3 4 5 20 5 4 2 5 4 20

15 2 3 3 4 2 14 2 4 3 2 4 15 4 5 2 4 2 17

16 3 3 2 2 2 12 3 2 2 2 2 11 3 3 2 3 4 15

17 3 3 3 3 2 14 3 3 3 2 2 13 2 1 2 2 5 12

18 5 4 4 4 4 21 3 5 4 3 5 20 4 5 5 3 3 20

19 5 4 4 5 5 23 5 5 4 5 5 24 5 5 5 4 5 24

20 2 4 3 3 3 15 5 4 3 2 5 19 4 5 4 4 2 19

21 2 4 3 2 3 14 3 5 3 3 3 17 3 4 3 3 3 16

22 3 3 4 1 3 14 3 4 4 3 3 17 3 4 3 3 3 16

23 4 4 3 4 3 18 3 5 3 3 3 17 3 4 3 3 3 16

24 4 4 4 4 4 20 4 3 4 4 4 19 4 4 3 4 4 19

25 5 4 4 4 4 21 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20

26 3 2 3 3 2 13 2 4 3 2 2 13 2 4 2 2 2 12

27 3 3 3 2 2 13 3 2 3 2 2 12 2 4 2 2 3 13

28 3 3 3 2 2 13 3 3 3 3 2 14 2 2 5 2 3 14

29 4 2 2 2 2 12 3 3 2 2 2 12 2 2 2 2 3 11

30 3 3 3 3 4 16 4 3 3 3 2 15 2 4 2 2 5 15

31 3 3 3 2 2 13 2 4 3 2 2 13 2 4 2 2 2 12

32 3 3 3 3 5 17 3 3 3 3 2 14 3 3 2 3 5 16


(4)

33 4 5 5 4 4 22 4 5 5 4 4 22 4 4 4 4 4 20

34 3 4 3 4 3 17 3 5 3 3 3 17 4 4 3 4 3 18

35 3 3 3 3 2 14 2 5 3 2 4 16 4 4 3 4 2 17

36 4 4 3 5 5 21 5 5 3 5 4 22 5 4 3 5 5 22

37 5 4 5 4 4 22 4 5 5 4 4 22 5 3 4 5 4 21

38 4 4 4 3 5 20 5 5 4 5 3 22 5 3 2 5 5 20

39 3 3 3 3 2 14 4 3 3 2 2 14 3 3 2 3 5 16

40 3 2 3 2 3 13 4 3 3 3 2 15 2 2 2 2 5 13

41 3 3 2 2 2 12 2 4 2 2 2 12 2 2 2 2 2 10

42 3 2 2 2 3 12 3 3 2 2 2 12 2 2 2 1 3 10

43 2 3 3 3 3 14 3 3 3 3 2 14 2 2 2 2 5 13

44 3 3 3 3 3 15 3 3 3 3 2 14 2 2 2 2 5 13

45 3 2 2 4 2 13 2 3 2 2 2 11 2 2 2 2 2 10

46 3 3 3 3 2 14 4 3 3 3 3 16 3 2 3 3 5 16

47 4 3 4 2 2 15 2 5 4 2 3 16 3 4 4 3 2 16

48 5 4 5 4 5 23 5 5 5 5 4 24 4 4 5 4 5 22

49 5 4 5 4 5 23 5 5 5 5 4 24 4 5 5 4 5 23

50 5 5 3 4 4 21 5 5 3 5 4 22 4 5 5 4 5 23

51 5 5 5 4 4 23 5 5 5 5 4 24 4 5 5 4 5 23

52 4 4 4 4 4 20 5 5 4 5 4 23 3 5 5 3 5 21

53 4 4 5 4 5 22 5 5 5 4 4 23 3 5 5 3 5 21

54 5 5 4 3 4 21 4 5 4 4 5 22 3 5 5 3 4 20

55 4 4 2 3 2 15 4 5 4 4 5 22 3 4 4 3 4 18

56 3 4 3 3 4 17 4 4 3 3 3 17 4 4 4 4 4 20

57 4 4 3 4 5 20 3 4 3 2 2 14 2 4 4 4 5 19

58 4 4 3 4 4 19 5 5 3 3 3 19 4 4 5 2 5 20

59 4 3 3 4 4 18 3 3 3 3 2 14 4 4 5 4 4 21

60 4 4 4 4 3 19 3 3 4 3 3 16 4 4 5 4 3 20


(5)

Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Berganda

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables

Removed Method 1

Jasa-jasa Masyarakat, Perdagangan Masyarakat(a)

. Enter

a All requested variables entered.

b Dependent Variable: Pengembangan Wilayah

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .870(a) .757 .749 1.95164

a Predictors: (Constant), Jasa-jasa Masyarakat, Perdagangan Masyarakat

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 677.876 2 338.938 88.986 .000(a)

Residual 217.107 57 3.809

Total 894.983 59

a Predictors: (Constant), Jasa-jasa Masyarakat, Perdagangan Masyarakat b Dependent Variable: Pengembangan Wilayah

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.015 1.253 .810 .421

Perdagangan Masyarakat .661 .133 .593 4.966 .000

Jasa-jasa Masyarakat .299 .115 .310 2.598 .012


(6)

Lampiran 7. Data PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Rp. Milyar)

Sektor 2005 2006. 2007 2008 2009

Pertanian 22,191.30 22,724.49 23,856.15 25,300.64 26,526.92 Pertambangan dan Penggalian

1,074.75 1,119.58 1,229.05 1,304.35 1,322.98 Industri Pengolahan 21,305.37 22,470.57 23,615.20 24,305.23 24,977.11 Listri, Gas dan Air Minum

716.25 738.31 739.92 777.94 816.06 Bangunan 5,515.98 6,085.61 6,559.30 7,090.65 7,554.36 Perdagangan, Hotel dan Restoran

15,984.93 17,095.26 18,366.28 19,515.52 20,574.43 Pengangkutan dan Komunikasi

7,379.92 8,259.20 9,076.56 9,883.24 10,630.44 Keuangan dan Jasa

5,440.50 5,977.57 6,720.62 7,479.84 7,939.21 Jasa-jasa 8,288.79 8,876.81 9,609.20 10,519.06 11,216.75 87,897.79 93,347.40 99,772.28 106,176.47 111,558.26

Lampiran 8. Data PDRB Kota Tebing Tinggi Atas Harga Konstan Tahun 2000 (Rp. Jutaan rupiah)

Sektor 2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian

17,978.27 17,640.36 17,393.31

17,493.65

17,905.98 Pertambangan dan Penggalian

794.56 830.01 863.66 901.99

948.20 Industri Pengolahan

134,364.27 136,796.75 144,815.95

151,810.47

158,650.29 Listri, Gas dan Air Minum

4,074.59 4,227.61 4,244.59 4,391.62

4,549.69 Bangunan

70,345.20 75,647.89 81,061.95

87,008.20

93,447.61 Perdagangan, Hotel dan Restoran

213,927.40 226,907.31 243,491.67

263,663.63

279,859.53 Pengangkutan dan Komunikasi

149,523.15 159,717.18 94,327.02

179,751.75

191,812.23 Keuangan dan Jasa

77,995.55 84,316.25 223,456.85 100,855.61 106,856.89 Jasa-jasa

207,464.52 215,231.94 223,456.85 231,588.18 245,218.42 876,467.51 921,315.30 1,033,111.85 1,037,465.10 1,099,248.84