KAJIAN TENTANG HUBUNGAN PATRON KLIEN PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia
Oleh
Anggi Rizki Permana 1005546
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2 0 1 4
(2)
DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
(Studi Kasus Pada Kehidupan Masyarakat Pemetik Teh PTPN VIII Malabar Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung)
Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:
Pembimbing I
Prof. Dr. Achmad Hufad, M.Ed NIP. 195501011981011001
Pembimbing II
Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si., Ph.D NIP. 196804031991032002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si., Ph.D NIP. 196804031991032002
(3)
Ketua : Dekan FPIPS UPI
Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si. NIP: 19700814 199402 1 001
Sekretaris : Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi FPIPS UPI Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si., Ph.D.
NIP: 19680403 199103 2 002
Penguji :
Penguji I
Dr. Yadi Ruyadi, M.Si.
NIP. 19620516 198903 1 002
Penguji II
Dr. Elly Malihah, M.Si.
NIP. 19660425 199203 2 002
Penguji III
Drs. Wahyu Eridiana, M.Si.
(4)
dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku
dengan rahmat Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh"
(QS. An-Naml, 27 : 19)
Pegangan hidup saya adalah Berjagalah untuk hal terburuk,
berharaplah akan hal yang terbaik dan terimalah apapun yang datang.
(Robert E Speer)
Ketika cobaan datang menghadang, jangan memohon akan kemudahan,
mohonlah kekuatan dan kebijaksanaan tuk mampu melaluinya karena pekerjaan
hebat tidak dilakukan dengan kekuatan, tapi dengan ketekunan dan kegigihan
(Samuel Jhonson)
Skripsi ini kupersembahkan
untuk kedua orang tua tercinta sebagai rasa baktiku,
rasa sayangku dan tanggung jawabku
selama mengenyam pendidikan di UPI
(5)
DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Juni 2014 Yang membuat pernyataan,
Anggi Rizki Permana 1005546
(6)
Oleh
Anggi Rizki Permana
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
@ Anggi Rizki Permana 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang, difotocopy atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis
(7)
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7
1. Identifikasi Masalah ... 7
2. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
1. Tujuan Umum ... 7
2. Tujuan Khusus... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
2. Manfaat Praktis ... 8
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Tinjauan tentang Teori Dependensi ... 10
1. Teori Dependensi ... 10
2. Kritik Terhadap Teori Dependensi ... 16
B. Tinjauan tentang Teori Stratifikasi Sosial ... 18
1. Pengertian Stratifikasi Sosial ... 18
2. Dasar Terbentuknya Lapisan Masyarakat ... 20
3. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial ... 21
4. Sifat Stratifikasi Sosial ... 22
(9)
1. Konsep Patron Klien ... 23
2. Ciri Hubungan Patron Klien ... 26
D. Tinjauan tentang Masyarakat Pemetik Teh ... 31
1. Konsep Masyarakat ... 31
2. Karakteristik Masyarakat Pemetik Teh ... 33
E. Tinjauan tentang Kesejahteraan Masyarakat ... 36
F. Penelitian Terdahulu... 44
G. Kerangka Pemikiran ... 47
BAB III METODE PENELITAN ... 48
A. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 48
1. Subjek Penelitian ... 48
2. Lokasi Penelitian ... 48
B. Desain Penelitian ... 48
C. Metode Penelitian ... 49
D. Definisi Operasional ... 50
E. Instrumen Penelitian ... 50
F. Teknik Pengumpulan Data ... 50
G. Teknik Analisis Data ... 52
H. Validitas Data ... 53
I. Jadwal Penelitian ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57
1. Profil PTPN VIII Malabar ... 57
2. Karakteristik Penduduk Desa Banjarsari ... 60
3. Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 62
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 62
1. Gambaran Pola Hubungan Patron Klien Antara Pemetik Teh dengan Pengelola Perkebunan di PTPN VIII Malabar ... 62 2. Faktor Penyebab Bertahannya Hubungan Patron Klien
(10)
Antara Pemetik Teh dengan Pengelola Perkebunan
di PTPN VIII Malabar ... 71
C. Pembahasan Hasil Penelitan ... 79
1. Pola Hubungan Patron Klien Antara Pemetik Teh dengan Pengelola Perkebunan di PTPN VIII Malabar ... 79
2. Faktor Penyebab Bertahannya Hubungan Patron Klien Antara Pemetik Teh dengan Pengelola Perkebunan di PTPN VIII Malabar ... 88
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 94
A. Simpulan ... 94
1. Simpulan Umum... 94
2. Simpulan Khusus ... 94
B. Saran ... 95
1. Bagi Pengelola Perkebunan ... 95
2. Bagi Masyarakat Pemetik Teh ... 95
3. Bagi Pemerintah ... 95
4. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 95
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA PENELITI
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 42
Gambar 3.1 Triangulasi dengan Tiga Sumber Data ... 49
Gambar 3.2 Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data ... 49
Gambar 3.3 Triangulasi dengan Tiga Waktu Pengumpulan Data ... 50
Gambar 4.1 Peta Desa Banjarsari ... 53
Gambar 4.2 Pola Hubungan Patron Klien Antara Pemetik dan Pengelola Perkebunan ... 80
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Banjarsari Pangelengan ... 2 Tabel 2.1 Komersialisasi Pertukaran Patron Klien ... 25 Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 51 Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Tanah Desa Banjarsari Menurut
Penggunaannya ... 54 Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Desa Banjarsari Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Usia ... 55 Tabel 4.3 Karakteristik Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 70
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
1.SK Pembimbing Skripsi 2.Surat Permohonan Penelitian 3.Surat Keterangan Penelitian 4.Instrument Penelitian 5.Lampiran Wawancara
6.Bagan Struktur Organisasi Perkebunan 7.Bagan Struktur Kerja Pemetikan Teh 8.Dokumentasi Penelitian
(14)
ABSTRAK
Anggi Rizki Permana (NIM. 1005546). Kajian Tentang Hubungan Patron Klien Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Penelitian ini membahas mengenai hubungan patron klien pemetik teh di PTPN VIII Malabar Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Mengingat luasnya kajian permasalahan pada penulisan ini, maka penulis mengidentifikasi masalah dalam beberapa rumusan, antara lain: 1) Bagaimana pola hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar?; 2) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan dapat bertahan sampai saat ini?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah Pengelola Perkebunan, Aparat Pemerintahan Desa Banjarsari dan Masyarakat Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) Pola hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar menunjukan tingkat ketergantungan yang tinggi (pemenuhan kebutuhan hidup), adanya saling percaya (sifat tatap muka), serta tidak terbatas pada hubungan kerja (luwes dan meluas); 2) Bertahannya budaya patron-klien yang terjadi antara pemetik teh dan pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar disebabkan oleh beberapa faktor; Pertama, kuatnya kebiasaan yang terbangun lama dan berlangsung secara turun-temurun. Kedua, adanya ketidakmampuan klien dalam melakukan pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketiga, rendahnya kualitas sumber daya manusia. Keempat, kuatnya semangat gotong-royong masyarakat serta kecurigaan terhadap modernisasi.
Rekomendasi yang ditawarkan adalah; 1) bagi pengelola perkebunan; a) hendaknya pengelola perkebunan lebih memperhatikan kesejahteraan pegawai (pemetik teh) tanpa memperhatikan status dan jenjang pekerjaannya, b) perlu diterapkan sistem penggajian yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, terutama untuk dapat mengakses pendidikan lebih tinggi; 2) bagi masyarakat pemetik teh; a) hendaknya masyarakat lebih mandiri dan tidak hanya menggantungkan kehidupannya sebagai pemetik teh saja, melainkan dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk menjalani pekerjaan pada bidang lain, b) masyarakat perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui proses pendidikan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya; 3) bagi pemerintah; a) perlu dilakukan upaya pemberdayaan secara terpadu dan konsisten dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat, b) perlu regulasi peraturan yang berpihak pada buruh pemetik teh, c) perlu kiranya merancang suatu model pengendalian harga pucuk teh, sehingga tidak berdampak pada stagnannya upah yang diterima kaum buruh; 4) perlu ada kajian lebih lanjut mengenai upaya peningkatan kesadaran masyarakat perkebunan terhadap pendidikan yang dilakukan berdasarkan hasil temuan penelitian.
(15)
ABSTRACT
Anggi Rizki Permana (NIM.1005546 ). Studies of Tea Picker Patron-Client Relationship at PTPN VIII Malabar Banjarsari Village PangalenganRegency District of Bandung.
This research discussed the issue of the relation of a patron clients pickers tea in banjarsari PTPN VII Malabar Village Sub-district Pangalengan Bandung Regency. Considering the breadth of this study the problem in writing hence writers identify problem in some synthesis, among other: 1 ) How relationship pattern patron clients between pickers with tea plantations in management ptpn viii malabar? ; 2 ) Factors anything that causes the relation of a patron clients between a picker tea with the management of a plantation can hold out till at this time? . This research using a qualitative approach with the methods case study. A subject in this research is, management of a plantation an apparatus village administration and public Pickers Tea in Banjarsari PTPN VIII Malabar.
The results show that the 1 ) relationship pattern patron clients between pickers with tea plantations in Malabar management PTPN VIII showed the high dependence ( life ), a common the mutual trust ( adjective face-to-face ) and not restricted to working relationship ( lithe and extends ); 2 ) patron-klien culture was fought between pickers and management tea plantations in Malabar PTPN VIII caused by several factors: first, strong and lasting up old habits in an hereditary manner. Second, the incapability in performing clients other work to meet basic needs. Third, the low quality of human resources.Fourth, strong mutual suspicion against public spirit and modernization.
Recommendation offered is; 1 ) for management estate; a ) should management plantation more attention to employees welfare ( pickers tea ) without regard to the status and level the job is b ) should be applied system penggajian adapted to the public needs, especially to get access of education higher; 2 ) for the pickers tea; a ) should people are more independent and not only drape of her life as pickers tea course, but can use his spare time to undergo work on other field, b ) people need to improve the human resources through the educational process, so can increase the welfare and standard his life; 3 ) for the government; a ) necessary empowerment efforts integrally and consistent to increase the and skill society, b ) have to regulation rules that stand for labor pickers tea, c ) should be devising a model of controlling the prices of the tea so no impact on stagnannya upah received labors; 4 ) need no further studies about the effort to increase public awareness estates against education research conducted based on the findings.
(16)
Anggi Rizki Permana, 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah garis khatulistiwa, hal tersebut menjadikan Indonesia beriklim tropis yang mempunyai dua musim (musim penghujan dan musim kemarau). Kondisi demikian menyebabkan banyaknya wilayah perkebunan di Indonesia, seperti perkebunan teh, kopi, tembakau, tebu dan lain sebagainya.
Potensi wilayah perkebunan yang dimiliki Indonesia amat berperan penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial di Indonesia, karena dapat menghasilkan devisa yang cukup besar untuk membangun bangsa dan negara ini. Perkebunan Indonesia setiap tahun termasuk penghasil komoditi ekspor terbesar setelah sub sektor pertambangan minyak dan gas serta kehutanan. Hal lain yang menjadi keuntungan letak strategis Indonesia adalah turut mendongkrak ketersediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta berdampak bagi upaya pelestarian alam sekitar (pengawetan tanah dan air) sehingga tercipta kondisi lingkungan yang sehat.
Salah satu industri yang telah berkembang di negara kita adalah industri yang bergerak dibidang usaha perkebunan teh dan pengolahannya. Industri ini sudah berkembang puluhan bahkan ratusan tahun di Indonesia. Sejak saat itu teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa pemerintahan Hindia Belanda perkebunan teh berkembang dan menyebar di tanah Indonesia.Setelah kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia yang salah satunya ialah perkebunan teh Malabar yang terletak di daerah Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Hasil dari pengelolaan kawasan perkebunan teh di Jawa Barat berdasarkan data yang diperoleh dari PTPN (2009), PTPN VIII memberikan sumbangan sebesar 60% dari produksi teh nasional. Akan tetapi potensi besar yang dimiliki
(17)
oleh kawasan perkebunan teh di Jawa Barat ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang menjadi pemetik teh.Kondisi demikian telah berjalan sejak jaman kolonial, sebagaimana tercatat dalam lembaran sejarah Indonesia yang menyatakan hampir sepenuhnya pemetik teh selalu menjadi obyek eksploitasi, baik oleh pemerintah kerajaan maupun pemerintah kolonial. Masuknya sistem perkebunan ke pedalaman Jawa merupakan awal mula sebuah sistem eksploitasi yang lahir dari proses penjajahan. Pengelolaan tanah dengan tanaman homogen (monokultur), ekspansi wilayah, mobilisasi tenaga kerja dan diskriminasi tidak memberi hak kesejahteraan pada para pemetik teh.
Berdasarkan hasil pra penelitian yang telah dilakukan penulis diperoleh gambaran umum tingkat kesejahteraan masyarakat di PTPN VIII Malabar dilihat dari tingkat pendidikan, sebagai berikut.
Tabel 1.1
Tingkat Pendidikan Masyarakat Wilayah PTPN VIII Malabar
Sumber : Profil Desa Banjarsari (2013)
Data di atas merupakan gambaran tingkat pendidikan secara umum, akan tetapi berdasarkan keterangan dari masyarakat pemetik teh ditemukan bahwa sebagian besar mereka hanya menyelesaikan pendidikan maksimal sampai tingkat SLTP, begitupun dengan anak-anak mereka dimana setelah menyelesaikan pendidikan di SD/MI seringkali diarahkan untuk membantu orang tuanya bekerja di perkebunan.
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tidak tamat SD/MI 15
2 Tamat SD/MI 1.966
3 Tamat SLTP/MTs 461
4 Tamat SLTA/MA 387
5 Tamat Perguruan Tinggi 58
(18)
Melihat realitas tersebut, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan masyarakat pemetik teh utamanya masih rendah. Berdasarkan keterangan dari salah seorang penduduk Desa Banjarsari kondisi demikian disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan;
2. Masyarakat sebagian besar memandang bahwa anak usia di atas 12 tahun lebih baik bekerja dibandingkan sekolah;
3. Tingkat kemampuan ekonomi penduduk yang minim, hanya sebatas mampu untuk bertahan hidup (makan).
Pemetik teh berperan penting dalam produksi teh, sebab lewat tangan para pemetik teh inilah teh dapat diolah oleh pabrik dan kemudian dipasarkan ke konsumen, pemetik teh merupakan suatu kumpulan individu yang setiap harinya mencari pucuk-pucuk daun teh, yang kemudian dibawa ke pabrik untuk diolah menjadi teh yang siap dikonsumsi. Dalam pemetikan teh, setiap individu mempunyai keahlian yang berbeda baik dalam hal memperoleh kualitas maupun kuantitas daun teh.
Berdasarkan kemampuan yang berbeda tersebut maka setiap individu mempunyai variasi pendapatan yang berbeda pula walaupun gaji pokok atau tunjangannya sama. Pendapatan dalam hal ini disebut juga upah, dinilai sebagai pendapatan utama dalam menafkahi keluarga, oleh karena itu tidak jarang anggota keluarga yang lain meskipun masih usia sekolah, mereka ikut terjun langsung untuk menambah penghasilan demi menutupi kebutuhan keluarga.
Secara umum pemetik teh berada dalam kemiskinan, hal mana dapat dilihat dari kepemilikan rumah dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, upah yang murah, pendidikan rendah, mempunyai jumlah tanggungan yang banyak. Kondisi tersebut tidak hanya terjadi akibat lemahnya produktivitas masyarakat dalam bekerja, tetapi penerimaan akan realitas yang terjadi merupakan sesuatu yang telah berlangsung secara turun temurun.
Pemetik teh merupakan kelompok masyarakat pedesaan yang tinggal di dalam satu daerah yang sama, yang bersatu dan bersama-sama, memiliki ikatan
(19)
yang kuat dan sangat mempengaruhi satu sama lain, hal ini dikarenakan pada masyarakat desa tradisi itu masih sangat kuat dan kental. Menurut Radfield dalam Budimansyah & Suryadi (2004, hlm. 205-206) dikenal model konsensus untuk menjelaskan karakteristik masyarakat desa, yaitu sebagai berikut:
1. Terbatasnya usaha individual untuk memperbaiki nasib sendiri, karena mengutamakan kepentingan kelompok kerabat dan masyarakat desa;
2. Etik yang sederhana berpusat pada keperluan hidup; 3. Ikatan yang kuat pada kampung halaman;
4. Sikap menjunjung tinggi kebiasaan leluhur;
5. Sikap curiga terhadap kehidupan kota, bercampur dengan penghargaan.
Kuatnya nilai-nilai tradisi masyarakat desa tidak selamanya menguntungkan, dikatakan demikian karena terlalu tingginya menjunjung kepercayaan terhadap nenek moyang dapat mengakibatkan sulitnya untuk melakukan pembaharuan desa termasuk dalam hal peningkatan kesejahteraan sosial.Kehidupan masyarakat pemetik teh dipertaruhkan dari dan untuk memetik teh, karena itu tingkat kesejahteraan keluarga pada masyarakat tersebut cenderung homogen dan terkesan seadanya.
Masyarakat Desa Banjarsari adalah mereka yang bekerja di perkebunan. Keluarga pemetik teh di lingkungan perkebunan, misalnya, sebagian besar melibatkan seluruh anggota keluarganya untuk bekerja secara regenerasi di kebun, terutama wanita. Kebutuhan tenaga kerja di perkebunan biasanya terpenuhi oleh pekerja yang turun temurun. Masyarakat Desa Banjarsari beranggapan bahwa pekerjaan sebagai pemetik teh lebih terjamin kesejahteraannya dibandingkan harus sekolah tinggi untuk mendapatkan pekerjaan keprofesian.
Kelompok pemetik teh di Desa Banjarsari umumnya tidak mempunyai penghasilan lain diluar menjadi pemetik teh, hal tersebut menyebabkan semakin terbatasnya pendapatan pemetik teh. Selain itu adanya ketidakseimbangan pola hubungan antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan. Pola hubungan tersebut dikenal dengan istilah “patronase” yakni hubungan dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat.Baik
(20)
dari segi status, kekuasaan, maupun penghasilan sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah (inferior), dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi (superior).Patron dapat pula diartikan sebagai orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya (Scott, 1983, hlm. 14).
Beberapa penelitian ikhwal hubungan patron klien telah banyak dilakukan, hal mana menunjukan adanya pola interaksi secara timbal balik dari pihak (patron) dengan pihak lain (klien) yang terjadi berdasarkan motif-motif tertentu. Sebagaimana hasil penelitian Sri Emy (2002) tentang hubungan patron klien dikalangan pedagang “nasi kucing” di Yogyakarta menunjukkan bahwa terjadinya hubungan patron klien di kalangan pedagang nasi kucing dipengaruhi oleh pemilikan sumber daya untuk usaha, unit kekerabatan tidak dapat diandalkan untuk membantunya dalam aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, Sri Emy menemukan bahwa hubungan patron klien yang terjadi hanya bersifat sementara, yakni sampai klien potensial untuk mandiri.
Dari hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan bahwa hubungan patron klien terjadi karena adanya saling ketergantungan (antara patron dan klien) yang satu sama lain saling menyadari. Penelitian lain yang menunjukkan hubungan patron klien adalah studi yang dilakukan oleh Abdul Gofur (2009) tentang hubungan patron klien pedagang “Burjo” di lingkungan Universitas Negeri Semarang yang menghasilkan simpulan; Pertama, hubungan patron-klien merupakan salah satu bentuk hubungan pertukaran khusus antara dua pihak yang masing-masing memang merasa perlu untuk mempunyai sekutu, yakni antara mereka yang mempunyai status,kekayaan dan kekuatan lebih tinggi (superior) dengan mereka yang memiliki status dan kekayaan lebih rendah (inferior). Kedua, hubungan patron klien merupakan proses yang akan berlangsung lama hal mana disebabkan adanya kemantapan dari masing-masing pihak (patron dan klien) untuk membentuk suatu hubungan
“dyadic”(dwitunggal) yakni suatu hubungan yang bersifat pribadi yang bermula dari hubungan ekonomi.
(21)
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rustinsyah (2011) tentang hubungan patron klien di kalangan petani Desa Kebonrejo menunjukkan tingkat hubungan patron klien di kalangan petani Desa Kebonrejo terbagi menjadi dua, ada yang lemah serta ada pula yang kuat dan berlangsung lama. Hubungan patron klien di kalangan petani dapat dipandang sebagai eksploitasi dan penggerak kegiatan ekonomi pedesaan. Kewajiban klien memberi komisi hasil penjualan yang ditetapkan patron merupakan satu bentuk eksploitasi. Namun hubungan patron klien dapat menggerakkan kegiatan ekonomi petani pedesaan karena memberikan perlindungan subsistensi kepada petani miskin, menyediakan modal (sarana produksi, kebutuhan hidup sehari-hari, dan lain-lain).
Beberapa hasil penelitian sebagaimana dijelaskan di atas, memberikan gambaran mengenai hubungan patron klien. Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa pemetik teh dan pengelola perkebunan membentuk suatu hubungan timbal balik. Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan Scott (dalam Rustinsyah, 2011) bahwa dalam praktiknya hubungan patron klien seringkali menampilkan ketidakseimbangan (inequality). Dalam hal ini sebagaimana telah tersurat sebelumnya bahwa rutinitas pekerjaan yang dilakukan oleh pemetik teh di perkebunan ternyata tidak sebanding dengan apa yang mereka harapkan, utamanya mengenai pemerolehan pendapatan.
Hubungan patron klien itu sendiri telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.Tanpa disadari relasi patronklien ini telah mendarah daging dan bertransformasi dalam berbagai macam bentuk dengan berbagi variasi jenis eksploitasi dan penekanan terhadap pihak klien yang tentu selalu menjadi pihak yang tidak punya banyak pilihan. Pihak patron yang semakin merajarela, ia terus menambah kapital, dengan modal dan jaringan yang ia miliki, kerja keras para klien ia nikmati dengan peningkatan kekayaan secara eksponensial. Sedangkan, para klien ini semakin terjebak (atau bahkan nyaman) dalam keadaan relasi yang membuat ia tidak bisa meningkatkan kesejahteraannya secara signifikan.
(22)
Hal tersebut di atas merupakan permasalahan yang harus dicarikan upaya penyelesaiannya. Karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji ikhwal tersebut secara lebih komprehensif dalam suatu penelitian dengan judul “Kajian
Tentang Hubungan Patron Klien Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar
Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung”
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Mengacu pada latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.Berbagai permasalahan hubungan patron klien antara pemetik teh dan pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar antara lain; Pertama, tingkat kemampuan ekonomi penduduk yang minim, hanya sebatas mampu untuk bertahan hidup (makan). Kedua, tidak seimbangnya antara pekerjaan yang dilakukan oleh pemetik teh dengan tingkat kesejahteraan yang diperoleh dari pihak perkebunan.Ketiga, masih kuatnya sistem feodal dari perkebunan yang menganggap bahwa pemetik teh merupakan pihak bawahan yang tidak mesti diperhatikan tingkat kesejahteraannya (yang penting bekerja sesuai waktu dan target yang telah ditetapkan).
C. Rumusan Masalah Penelitian
Adapun Rumusan Masalah dalam Penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pola hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan dapat bertahan sampai saat ini?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan patron klien pemetik teh di PTPN VIII Malabar Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.
(23)
2. Tujuan Khusus
Selain tujuan umum, penelitian ini mempunyai tujuan khusus sebagai berikut:
a. Mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai pola hubungan patron klien antara pemetih teh dengan pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar. b. Mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan dapat bertahan sampai saat ini.
E. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian dapat dikatakan bermakna apabila mempunyai nilai kebermanfaatan baik secara teoritis maupun praktis.Sekaitan dengan itu, berikut penulis uraikan manfaat penelitian ini.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan kajian ilmu sosiologi, khususnya dalam memperdalam pemahaman mengenai hubungan patron klien (pemetik teh dan PTPN) serta hal ikhwal yang berkaitan dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemetik Teh
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran secara komprehensif mengenai hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola Perkebunan, sehingga diharapkan akan terjadi keseimbangan antara pekerjaan yang dilakukan dengan kesejahteraan masyarakat.
b. Bagi PTPN
Hasil penelitian dapat dijadikan rujukan terutama dalam pengambilan kebijakan terkait peningkatan kesejahteraan masyarakat pemetik teh.
c. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai realitas kesejahteraan masyarakat pemetik teh dalam kaitannya dengan hubungan
(24)
patron klien antara pemetik teh dan PTPN, sehingga dapat dijadikan masukan bagi pelaksanaan program peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat.
d. Bagi Perguruan Tinggi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian berikutnya, khususnya yang berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah perkebunan.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Skripsi ini dibagi menjadi lima bab, sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, merupakan rasional yang menjelaskan pentingnya penelitian ini dilakukan. Isi dari bab ini meliputi; a) latar belakang, b) identifikasi dan perumusan masalah, c) tujuan penelitian, d) manfaat penelitian dan e) struktur organisasi skripsi.
Bab II Kajian Pustaka, merupakan gambaran berbagai konsep, generalisasi dan teori yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Isi dari bab ini meliputi; a) tinjauan tentang hubungan patron klien, b) tinjauan tentang teori dependensi,c) tinjauan tentang karakteristik masyarakat pemetik teh, dan d) tinjauan tentang kesejahteraan masyarakat.
Bab III Metodologi Penelitian, merupakan penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian yang digunakan. Isi dari bab ini meliputi; a) lokasi dan subjek penelitian, b) desain penelitian dan justifikasi penggunaan desain penelitian, c) metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode tersebut, d) definisi operasional yang
dirumuskan untuk setiap variabel, e) instrumen penelitian, f) teknik pengumpulan data, dan g) teknik pengolahan dan analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, merupakan gambaran data yang
diperoleh dari lapangan untuk kemudian dianalisis menggunakan berbagai teori yang relevan. Isi dari bab ini meliputi; a) profil lokasi penelitian, b) hasil penelitian, dan c) analisis hasil penelitian. Bab V Simpulan dan Saran, merupakan jawaban dari aspek yang diteliti.
(25)
(26)
Anggi Rizki Permana, 2014
KAJIAN TENTANG HUBUNGAN PATRON KLIEN PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Lokasi Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Pengelola Perkebunan di PTPN VIII Malabar, Aparat Pemerintahan Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan dan Masyarakat Pemetik Teh. Penentuan subjek penelitian didasarkan pada pendapat Nasution (1996, hlm. 32) bahwa dalam penelitian kualitatif yang dijadikan sampel hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi yang dipilih secara
“purposive” bertalian dengan tujuan penelitian..
Senada dengan Moleong (2000, hlm.165) yang menyatakan bahwa “pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak tetapi sampel bertujuan (purpose sample)”. Karena itu, subjek penelitian yang akan diteliti ditentukan langsung oleh peneliti berkaitan dengan masalah serta tujuan penelitian. Penentuan sampel dianggap telah memadai jika telah sampai pada ketentuan atau batas informasi yang ingin diperoleh.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di Wilayah Perkebunan PTPN VIII Malabar yang beralamat di Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pra penelitian yang telah dilakukan bahwa adanya ketimpangan hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu usaha yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan menyusun data serta untuk memecahkan suatu permasalahan dalam suatu penilaian, sebagaimana Arikunto (2002, hlm.15) mengemukakan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.
(27)
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian kualitatif karena menghasilkan data deskriptif berdasarkan hasil analisa terhadap keterangan dan perilaku subjek penelitian. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2000, hlm. 3) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.
Berangkat dari pendapat tersebut, penelitian kualitatif bertumpu pada latar belakang alamiah secara holistik, memposisikan manusia sebagai alat penelitian, melakukan analisis data secara induktif, lebih mementingkan proses dari pada hasil penelitian yang dilakukan dan disepakati oleh peneliti dan subjek penelitian. Penelitian ini berupaya untuk menghasilkan data deskriptif tentang hubungan patron klien pemetik teh di PTPN VIII Malabar Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus,karena mengkaji karakteristik sekelompok manusia.Sebagaimana dijelaskan oleh Danial (2009, hlm. 63) bahwa metode studi kasus merupakan metode yang intensif dan teliti tentang pengungkapan latar belakang, status, dan interaksi lingkungan terhadap individu, kelompok, institusi dan komunitas masyarakat tertentu.
Metode ini akan melahirkan karakteristik tertentu yang khas dari kajiannya.Sesuai dengan metode penelitian tersebut maka penelitian ini berusaha untuk mendapatkan gambaran real mengenaihubungan patron klien masyarakat pemetik teh di PTPN VIII Malabar Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa metode studi kasus digunakan untuk meneliti secara seksama dan terperinci mengenai hal-hal yang diteliti sehingga hasil yang diperoleh lebih utuh menyeluruh.Alwasilah (2012, hlm.65) menjelaskan bahwa peneliti kualitatif lazimnya berkonsentrasi pada sejumlah orang atau situasi yang relatif sedikit dan perhatiannya terkuras “habis -habisan” pada analisis kekhasan kelompok atau situasi itu saja.
(28)
D. Definisi Operasional
Untuk membatasi kajian permasalahan dalam penelitian serta menghindari adanya kesalahan penafsiran, maka perlu dikemukakan definisi operasional yang menjelaskan maksud dari variabel penelitian sebagai berikut:
1. Hubungan patron klien, yang dimaksud hubungan patron klien dalam penelitian ini suatu relasi antara pengelola perkebunan dengan masyarakat pemetik teh di PTPN VIII Malabar yang dilihat dari; pertama ketidakseimbangan (inequality) dalam pertukaran. Kedua, sifat tatap muka. Ketiga adalah sifat luwes dan meluas.
2. Pemetik teh, yang dimaksud pemetik teh dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja dan tinggal di wilayah PTPN VIII Malabar Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian merupakan peneliti sendiri. Sebagaimana dijelaskan Moleong (2000, hlm.132) bahwa bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama karena ia menjadi segala bagi keseluruhan proses penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor penelitiannya.
Untuk memudahkan peneliti melaksanakan penelitian, dibutuhkan suatu pedoman yang disusun berdasarkan masalah penelitian.Pedoman sebagaimana dimaksud terdiri dari pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman studi dokumentasi.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Menurut Moleong (2000, hlm. 150) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
(29)
Melalui wawancara ini diharapkan dapat diperoleh bentuk-bentuk informasi dari semua responden dengan bentuk dan ciri yang khas pada setiap responden. Oleh sebab itu, maka metode ini memungkinkan pihak yang diwawancarai diberi kebebasan untuk menggunakan istilah-istilah (kosakata) yang lazim digunakan oleh pihak yang diwawancarai, sehingga proses wawancara tidak kaku.
2. Observasi
Menurut Arikunto (2002, hlm. 129) observasi dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan instrumen pengamatan maupun tanpa instrumen pengamatan.Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan yang dianut oleh para subjek pada keadaan waktu itu.
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap tindakan atau perilaku yang dijadikan fokus penelitian. Sebagaimana Nazir (1988, hlm. 65) mengemukakan bahwa:
“metode observasi adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah”.
Melalui observasi ini diharapkan peneliti dapat melihat secara langsung hubungan patron klien antara pengelola perkebunan dengan masyarakat pemetik teh di PTPN VIII Malabar Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung yang dapat membantu dalam pengolahan dan analisis data, sehingga dapat menghasilkan data penelitian yang memiliki validitas yang tinggi karena memberikan kesimpulan berdasarkan apa yang peneliti lihat.
3. Studi Dokumentasi
Menurut Danial (2009, hlm.79) studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data penduduk; grafik, gambar, surat-surat, foto, akte, dan sebagainya.
(30)
Arikunto (2002, hlm.236) yang mengatakan bahwa “metode dokumentasi merupakan salah satu cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya”. Data yang diperoleh dari studi dokumen dapat menjadi narasumber bagi peneliti selain wawancara dan observasi.
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan pada awal proses penelitian serta pada akhir penelitian. Hal tersebut dinyatakan oleh Nasution (1996, hlm. 129) bahwa “dalam penelitian kualitatif analisis data harus dimulai sejak awal.Data yang diperoleh dalam lapangan segera harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis”. Tahapan analisis data menurut Nasution (1996, hlm. 129) adalah sebagai berikut:
“Tidak ada suatu cara tertentu yang dapat dijadikan pendirian bagi semua penelitian, salah satu cara yang dapat dianjurkan ialah mengikuti langkah-langkah berikut yang bersifat umum yaitu reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan/verifikasi”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam pengolahan data dan menganalisis data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi data
Reduksi data adalah proses analisis data yang dilakukan untuk mereduksi dan merangkum hasil-hasil penelitian dengan menitikberatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti. Reduksi data bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul sehingga data yang direduksi memberikan gambaran lebih rinci.
2. Display data
Display data adalah data-data hasil penelitian yang sudah tersusun secara terperinci untuk memberikan gambaran penelitian secara utuh. Data yang terkumpul secara terperinci dan menyeluruh selanjutnya dicari pola hubungannya
(31)
untuk mengambil kesimpulan yang tepat.Penyajian data selanjutnya disusun dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh. 3. Kesimpulan/verifikasi
Kesimpulan merupakan tahap akhir dalam proses penelitian untuk memberikan makna terhadap data yang telah dianalisis. Proses pengolahan data dimulai dengan pencatatan data lapangan (data mentah), kemudian direduksi dalam bentuk unifikasi dan kategorisasi data.
Demikian prosedur pengolahan data yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian ini.Dengan tahap-tahap ini diharapkan penelitian yang dilakukan penulis tentang hubungan patron klien pada masyarakat pemetik teh di PTPN VIII Malabar Desa Banjarsari Kecaamatan Pangalengan Kabupaten Bandung dapat memperoleh data yang memenuhi kriteria keabsahan suatu penelitian.
H. Validitas Data
Hasil penelitian kualitatif seringkali diragukan karena dianggap tidak memenuhi syarat validitas dan reabilitas. Menurut Nasution (1996, hlm.114-118) cara yang dapat dilakukan untuk mengusahakan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, antara lain; memperpanjang masa observasi, pengamatan terus-menerus, triangulasi, menggunakan bahan referensi, dan melakukan member check.
1. Memperpanjang masa observasi
Pada saat melakukan observasi diperlukan waktu untuk betul-betul mengenal suatu lingkungan, oleh sebab itu peneliti berusaha memperpanjang waktu penelitian dengan cara mengadakan hubungan baik dengan orang-orang disana, dengan cara mengenal kebiasaan yang ada dan mengecek kebenaran informasi guna memperoleh data dan informasi yang valid yang diperlukan dalam penelitian ini.
(32)
2. Pengamatan yang terus menerus
Dengan pengamatan yang dilakukan secara terus menerus atau kontinu peneliti dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terinci dan mendalam. Melalui pengamatan yang kontinu peneliti akan dapat memberikan deskripsi yang terinci mengenai apa yang sedang diamatinya.
3. Triangulasi
Untuk memeriksa keabsahan data diperlukan triangulasi.Sugiyono (2009, hlm.372) menjelaskan bahwa dalam pengujian kredibilitas terdapat berbagai sumber, berbagai cara dan berbagai waktu. Berikut ini adalah bagan triangulasi sumber, triangulasi cara, dan triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 3.1
Triangulasi dengan Tiga Sumber Data
Sumber : Sugiyono (2009, hlm. 373)
Gambar 3.2
Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data
Studi Dokumentasi Masyarakat Pemetik Teh
Wawancara Observasi
Pengelola Perkebunan Teh Malabar PTPN VIII
Aparat Pemerintah Desa Banjarsari Kecamatan
Pangalengan
(33)
Gambar 3.3
Triangulasi dengan Tiga Waktu Pengumpulan Data
Sumber : Sugiyono (2009, hlm. 374)
4. Menggunakan bahan referensi
Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data, peneliti menggunakan bahan dokumentasi yakni hasil rekaman wawancara dengan subjek penelitian atau bahan dokumentasi yang diambil dengan cara tidak mengganggu atau menarik perhatian informan, sehingga informasi yang didapatkan memiliki validitas yang tinggi.
5. Mengadakan member check
Salah satu cara yang sangat penting ialah melakukan member check pada akhir wawancara dengan menyebutkan garis besarnya dengan maksud agar responden memperbaiki bila ada kekeliruan, atau menambahkan apa yang masih kurang.
I. Jadwal Penelitian
Suatu penelitian yang baik dapat terlaksana apabila dilakukan sesuai dengan agenda atau jadwal yang telah disusun sebelumnya, karena itu sebagai acuan dalam melakukan penelitian penulis menyusun jadwal penelitian yang dimulai dari tahap pengajuan usulan penelitian (proposal), penyusunan skripsi per bab, pelaksanaan penelitian, penyusunan laporan hasil penelitian, sampai pada evaluasi
Minggu ke-II Minggu ke-I
Minggu ke-III
(34)
hasil penelitian (ujian sidang) dan wisuda. Secara jelas jadwal penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Bulan Des
13
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus
1 Pra penelitian
2 Penyusunan proposal 3 Penyusunan Bab I 4 Penyusunan Bab II 5 Penyusunan Bab III 6 Penelitian lapangan 7 Penyusunan Bab IV 8 Penyusunan Bab V 9 Penyempurnaan Skripsi 10 Sidang
11 Revisi Pasca Sidang 12 Wisuda Sarjana
(35)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Simpulan Umum
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa hubungan patron klien yang terjadi antara pemetik teh dan pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar mempunyai sifat ketergantungan yang tinggi, dimana masing-masing pihak mempunyai kebutuhan yang saling melengkapi antar satu dan yang lainnya.
Hubungan patron klien ini sudah berlangsung lama dan dapat dikatakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, sekalipun terjadi beberapa pergeseran kebiasaan. Dimana saat ini sudah ditemui warga masyarakat Desa Banjarsari yang mempunyai pekerjaan di luar pemetik teh. Seperti menjadi TNI, Polisi, Guru, Pedagang, dan lain sebagainya.
2. Simpulan Khusus
a. Pola hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar menunjukan tingkat ketergantungan yang tinggi (pemenuhan kebutuhan hidup), adanya saling percaya (sifat tatap muka), serta tidak terbatas pada hubungan kerja (luwes dan meluas). b. Bertahannya budaya patron klien yang terjadi antara pemetik teh dan
pengelola perkebunan di PTPN VIII Malabar disebabkan oleh beberapa faktor, meliputi; Pertama kuatnya kebiasaan yang terbangun lama dan berlangsung secara turun-temurun. Kedua, adanya ketidakmampuan klien dalam melakukan pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketiga, rendahnya kualitas sumber daya manusia yang disebabkan tingkat pendidikan yang rendah. Keempat, kuatnya semangat gotong-royong masyarakat serta adanya kecurigaan terhadap modernisasi.
(36)
B. Saran
1. Bagi Pengelola Perkebunan
a. Hendaknya pengelola perkebunan lebih memperhatikan kesejahteraan pegawai (pemetik teh) tanpa memperhatikan status dan jenjang pekerjaannya.
b. Perlu diterapkan sistem penggajian yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, terutama untuk dapat mengakses pendidikan yang lebih tinggi.
2. Bagi Masyarakat Pemetik Teh
a. Hendaknya masyarakat lebih mandiri dan tidak hanya menggantungkan kehidupannya sebagai pemetik teh saja, melainkan dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk menjalani pekerjaan pada bidang lain.
b. Masyarakat perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui proses pendidikan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya.
3. Bagi Pemerintah
a. Perlu dilakukan upaya pemberdayaan secara terpadu dan konsisten dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat, sehingga masyarakat tidak hanya terpaku pada satu bidang pekerjaan. Misalnya dengan melaksanakan pelatihan bisnis bagi masyarakat yang ditindaklanjuti dengan adanya bantuan modal awal usaha.
b. Perlu regulasi peraturan yang berpihak pada buruh pemetik teh, sehingga tidak terjadi ketimpangan sosial antara pemetik teh dan pengelola perkebunan. Misalnya dengan menerapkan peraturan perlunya kesesuaian antara upah yang diberikan dengan kebutuhan masyarakat.
c. Perlu kiranya merancang suatu model pengendalian harga pucuk teh, sehingga tidak berdampak pada stagnannya upah yang diterima buruh. 4. Bagi peneliti selanjutnya
Perlu ada kajian lebih lanjut mengenai upaya peningkatan kesadaran masyarakat perkebunan terhadap pendidikan yang dilakukan berdasarkan hasil temuan penelitian.
(37)
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Ahimsa, H. (1996). Hubungan Patron-Klien di Sulawesi Selatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Alisyahbana, ST. (1988). Kebudayaan Sebagai Perjuangan. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Alwasilah, A.C. (2012). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.
Arief, S dan Sasono, A. (1993). Ketergantungan dan Keterbelakangan. Jakarta : LP3ES.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Balai Pustaka. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Basrowi, M.S. (2005). Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indah
BKKBN.(1996). Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera dalam Rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: BKKBN.
Budiman, A. (1996). Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta : PT. Gramedia Budimansyah, D & Suryadi, A. (2004). Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat
Indonesia Baru. Bandung: PT. Genesindo.
Danial, E. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.
Darsono.(2004). Belajar dan Faktor-Faktor Belajar. Jakarta: Rhineka Cipta. Fakih, Mansour. (2009).Teori Pembangunan dan Globalisasi. Jakarta: INSIST
Press.
Garna, YK. (1999). Teori Sosial dan Pembangunan Indonesia :Suatu Kajian Melalui Diskusi. Bandung: Primaco Academika.
Gunawan, A. (2000). Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ibrahim, T. (2003). Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian. Malang: Bayumedia Publishing dan UMM Press.
Ismail, Z (1999) Masalah Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh di Perkotaan: Kasus Yogyakarta dan Surabaya. Jakarta: LIPI
(38)
Jackson, K.D. (1981). Urbanisasi dan Pertumbuhan Hubungan Patron-Klien; Perubahan Kualitas Komunikasi Interpersonal di Sekitar Bandung dan Desa-Desa di Jawa Barat. Jakarta: Fakultas Ilmu-Ilmu SosialUniversitas Indonesia Jakarta.
Johnson, DP.(1988). Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II. Alih Bahasa: Robert M.Z. Lawang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kahmad, D. (2009). Sosiologi Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya Koentjaraningrat.(2000) Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Malihah, E, dkk. (2007). Ilmu Sosial dan Budaya Pasar Edisi Kedua, PT Kencana
Prenada Media Group
Moleong, J.X. (2000).Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. (1996).Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution, Z. (2007). Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan
Penerapannya Edisi Revisi.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Rahardjo.(1999). Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Edisi Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ritzer, G. (1992). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers.
Sanderson, S. K. (1993). Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sardiman, S, A, dkk. (2002). Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatan. Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada.
Scott, JC. (1993). Perlawanan Kaum Tani.Jakarta: LP3ES
_______. (1983). Moral Ekonomi Petani (CetakanKedua). Jakarta: LP3S.
_______. (1977). Patron Client, Politics and Political Change in South East Asia. Berkeley: University of California Press
Setiadi, E.M &Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana
Sitorus, M. (2000). Sosiologi. Bandung: Cahaya Budi
Soekanto, S. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
(39)
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Pendekatan Kualitatif dan R&D). Bandung: ALFABETA.
Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Bandung: Refika Aditama
Sumardi, M. (2004) .Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali. Supriasa. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Suwarsono, AY. (1991). Perubahan Sosial Dan Pembangunan Di Indonesia: Teori-Teori Modernisasi, Dependensi, dan Sistem Dunia. Jakarta: LP3ES.
Taneko, SB. (1984). Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: CC Rajawali
Usman, S. 2004. Sosiologi; Sejarah, Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Center for Indonesian Research and Development [CIReD]. Cetakan Pertama. Walter A. F. (1961). Concept and model of Social Work. Prentice Hall Inc. New
Jersey.
Wiradi, G. (1989) Masalah Tanah Di Indonesia. Jakarta: Bharata
Zatrow, C. (2000). Introduction to Social Work and Social Welfare. United States : Brooks Cole.
Sumber Jurnal dan Penelitian
Dalimunthe, R.F. (1995). Analisa Kehidupan Sosial Masyarakat Bekas Pemilik Lahan di Kawasan Industri Medan. Medan: Tesis Pasca Sarjana USU. Emy, SYP. (2002). Hubungan Patron Klien Pedagang "Nasi Kucing" di Kota
Yogyakarta.Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 7, No. I, April 2002: 147-16.J.
Ghofur, A. (2009). Hubungan Patron Klien Pedagang ”Burjo” di Ingkungan Universitas Negeri Semarang. Skripsi Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Hakim, A. (2001). Krisis Ekonomi dan Hubungan Patron-Klien dalam Masyarakat Perdesaan. Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Surabaya: Tidak diterbitkan
Hefni, M. (2009).Patron-Client Relationship Pada Masyarakat Madura, Jurnal KARSA Vol. XV No. 1 April 2009
Rustinsyah. (2011). Hubungan Patron-Klien di Kalangan Petani Desa Kebonrejo Jurnal Antropologi Tahun 2011Vol 24 Nomor 2 Hal 176-182
(40)
Wijaksana, A. (1992). Minat Remaja dalam Pemilihan Bidang Karir pada Status Sosial Ekonomi Keluarga Tingkat Atas, Menengah dan Bawah. Jakarta: Skripsi pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Dokumen dan Internet
Anonym.(2014). Teori Dependensi. Tersedia di http://qniek-happy.blogspot.com/2012/05/teori-dependensi.html. [Tanggal 2 Maret 2014].
BPS. (2010). Profil Kemiskinan Di Indonesia September 2013. Jakarta: Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVII, 2 Januari 2014
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
Pemerintah Desa Banjarsari. (2013). Profil Desa Banjarsari. Bandung: Tidak diterbitkan
(41)
Lampiran : Struktur Organisasi Perkebunan PTPN VII Malabar Pangalengan BAG. KAS SINDER TEKNIK SINDER KEBUN ADMINISTRATUR SINDER KEBUN
SINDER KEPALA
PEMETIK TEH MANDOR BESAR TANAMAN MANDOR BESAR PENGOLAHAN MANDOR BESAR TEKNIK MANDOR TANAMAN MANDOR PENGOLAH AN MANDOR TEKNIK SINDER TATA USAHA KEBUN TU. PENGADAAN BAG. TABIN BAG. GUDANG BAG. UMUM BAG. TU TANAMAN BAG. GUDANG PEDALAMAN OPERATOR KOMPU TER PEMERIKSA INTERN KEBUN(42)
HASIL WAWANCARA DENGAN
PEMETIK TEH PTPN VIII MALABAR PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
Nama : Bapak Irih (IR) Pekerjaan : Pemetik Teh
Alamat : Kp.Babakan
Waktu pelaksanaan : 28 Maret 2014
Pertanyaan
(ketidakseimbangan) Jawaban
1. Bagaimana peran Pemetik Teh dan pengelola perkebunan dilihat dari perbedaan status, posisi dan kekayaan? 2. Apakah terdapat kesenjangan ekonomi
diantara karyawan PTPN VIII yaitu antara pemetik teh dengan pihak pengelola perkebunan?
3. Bagaimana kesesuaian antara pekerjaan yang dilakukan dengan gaji/upah yang diterima oleh pemetik teh?
1. Pemetik teh tergolong dalam klasifikasi karyawan paling bawah, dibandingkan dengan mandor, lalu sinder, kepala afdeling dan pihak administrasi kantor. 2. Kesenjangan ada, terlihat dari adanya
perbedaan fasilitas yang diberikan oleh pihak perkebunan seperti rumah, kesehatan, tunjangan hidup layak dan kepemilikan kendaraan.
3. Tidak sebanding karena apabila hasil petikan pucuk teh yang didapat lebih banyak biasanya kebijakan mandor selalu menurunkan harga pucuk teh perkilonya sehingga terkesan berapaun hasil petikan yang diperoleh terliat sama saja.
Tatap Muka Jawaban
1. Bagaimana Pola Hubungan Kerja antara Pemetik Teh dengan Mandor? 2. Bagaimana Pola Hubungan kerja antara
pemetik Teh dengan pihak pengelola
1. Pola kerja antara bawahan (pemetik) dengan mandor mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi, hal ini disebabkan mandor mempunyai
(43)
perkebunan?
3. Bagaimana pola interaksi antara pemetik teh dengan mandor ataupun dengan atasannya?
kewenangan yang cukup besar terutama dalam menentukan kualitas pucuk daun teh yang berakibat terhadap harga setiap pucuk daun teh yang dipetik setiap harinya.
2. Pola hubungannya bersifat ketergantungan tinggi karena setiap pemetik teh ingin sekali diperhatikan langsung baik secara kinerja ataupun secara materi karena bagaimanapun pemetik teh ingin dihargai hasil kinerjanya dengan yang setimpal/simbang. Disisi lain bagi para pemetik teh yang statusnya masih karyawan harian lepas mereka ingin dinaikkan menjadi karyawan tetap sehingga berlomba-lomba untuk meningkatkan kinerjanya agar pihak pengelola perkebunan bisa mempertimbangkan untuk merekrutnya menjadi karyawan tetap.
3. Pola Interaksi antara pemetik teh dengan mandor biasanya bertatap muka secara langsung karena setiap hari para pemetik teh selalu diawasi oleh mandor sedangkan dengan pengelola perkebunan kadang kadang, biasanya bertatap muka langsung pada saat tertentu seperti adanya
(44)
pengarahan mengenai proses produksi teh, sosialiasi kebijeakan perkebunan kepada para pemtik teh ataupun secara tidak sengaja bertatap muka apabila bertemu di jalan.
Sifat luwes dan Meluas Jawaban
1. Bagaimana ikatan yang terjalin antara pemetik teh dengan pihak perkebunan? 2. Bagaimana tingkat gotong royong yang
dilakukan oleh para karyawan perkebunan di PTPN VIII Malabar? 3. Apakah pihak perkebunan memberikan
pekerjaan yang lain kepada para pemetik teh selain memetik teh?
4. Apakah pemetik teh mempunyai mata pencaharian sampingan?
1. Ikatan yang terjalin antara pemetik teh dengan pihak perkebunan terbilang sangat erat/tergantung hal ini disebabkan para pemetik teh menaruh hidupnya dari bekerja dari memetik teh di perkebunan. 2. Tingkat gotong royong pada masyarakat
pemetik teh sangat erat
3. Ada, yaitu membersihkan rumput yang tidak bisa disemprot memakai obat kimia. 4. Ada, selain memetik atau berkebun ada sebagian masyarakat yang berternak, berdagang, ataupun ngojeg.
Hubungan timbal balik Jawaban
1. Hubungan timbal balik seperti apa yang terjadi antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan?
1.Timbal balik yang dilakukan sesuai dengan posisi, status dan peran masing-masing dimana semuanya saling melakukan hubungan timbal balik meskipun timbal balik yang mereka terima tidak seluruhnya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Norma Jawaban
(45)
merupakan warisan dari zaman kolonial belanda?
2. Peraturan-peraturan seperti apa yang diterapkan oleh pengelola perkebunan bagi masyarakat pemetik teh?
3. Adakah norma yang mengharuskan masyarakat bekerja sebagai pemetik teh? Jika ada, seperti apakah norma tersebut?
diterapkan sejak zaman kolonial Belanda namun telah terjadi penyesuaian dengan kondisi sekarang dan adapun sistem baru yang menganut pada peraturan pemerintah atau BUMN.
2. Sebetulnya secara formal perusahaan memberikan peraturan yang normatif terjadi diperusahaan lainnya terutama pada perusahan milik negara yang bergerak bidang perkebunan teh, seperti tata tertib keselamatan kerja, jam kerja, sistem upah dsb.
3. Norma yang mengharuskan untuk menjadi penerus atau bekerja sebagai pemetik itu sebetulnya tidak ada, tapi kebanyakan masyarakat di desa banjarsari menjadikan perkebunan teh ini sebagai lahan untuk menghidupinya karena faktor kebutuhan sehingga banyak angapan bahwa hal seperti ini merupakan norma yang diwariskan secara turun temurun.
Reward Jawaban
1. Adakah penghargaan yang diberikan oleh pihak perkebunan bagi karyawan yang dinilai mempunyai prestasi kerja yang baik?
2. Bentuk penghargaan seperti apa yang diberikan oleh pihak perkebunan bagi
1. Ada
2. Seperti bonus kinerja yang melebihi target, tunjangan-tunjangan khususnya bagi karyawan dinas, bonus sembako, ataupun kenaikan jabatan. Hal ini ini dinilai dari kinerja atau prestasi yang
(46)
karyawan yang mempunyai prestasi kerja yang baik?
diraih oleh para karyawan perkebunan.
Jaminan Sosial Jawab
1. Jaminan sosial seperti apa yang diberikan oleh pengelola perkebunan kepada masyarakat pemetik teh?
2. Apakah jaminan sosial yang diberikan dinilai layak bagi kehidupan masyarakat pemetik teh?
1. Jaminan sosial yang diberikan oleh perkebunan seperti bantuan ekonomi bentuknya berupa pinjaman bank dari Bank Agro, pinjaman sembako perbulan ari koperasi perkebunan. Selain itu berupa kesehatan apabila terdapat karyawan yang sakit.
2. Penilaian layak atau tidak tergantung kebutuhan para karyawan pemetik teh.
Pemberian hak-hak khusus Jawaban
1. Adakah pemberikan hak-hak khusus kepada karyawan perkebunan yang dinilai sebagai orang kepercayaan atau yang memiliki jabatan khusus?
2. Hak-hak khusus seperti apa kepada karyawan yang dinilai sebagai orang kepercayaan atau yang memiliki jabatan khusus?
1. Ada, karena terkadang terdapat penilaian subjektif dari para atasan ataupun para pemegang kebijakan perusahaan.
2. Iya, seperti percepatan kenaikan jabatan, ataupun beban pekerjaan yang diberikan lebih ringan kepada beberapa orang kepercayaan.
Ketergantungan Jawaban
1. Bagaimana tingkat ketergantungan antara pemetik teh dengan pihak perkebunan?
2. Ketergantungan seperti apa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat pemetik teh?
1. Sangat tergantung, karena perkebunan sebagai sumber kehidupan mereka.
2. Utamanya dalam hal pekerjaan yang merupakan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pemetik teh.
(47)
3. Apakah ketergantungan ini dijadikan suatu keuntungan atau kerugian bagi pemetik teh?
3. Tergantung, untung ataupun rugi karena kedua belah pihak pun saling membutuhkan.
Komitmen Jawaban
1. Bagaimana komitmen yang terjalin antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan?
2. Apakah komitmen yang terjalin dibuat secara tertulis atau hanya kesepakatan lisan?
3. Bagaimana bila ada karyawan perkebunan yang menyalahi komitmen yang telah disepakati?
1. Komitmen yang terjalin secara formal tertuang dalam kebijakan perusahaan yang harus ditaati oleh seluruh karyawan perkebunan dan seluruhnya sudah sama-sama tahu bagaimana komitmen yang terjalin terutama berkaitan dengan pekerjaan.
2. Terdapat yang tertulis dan lisan, biasanya tertulis dikeluarkan secara resmi oleh perusahaan. untuk secara komitmen lisan biasaya lebih ke hal teknis dilapangan. 3. Terdapat sanksi tertulis/administrasi
biasanya dilayangkan surat peringatan bagi para pelanggar komitmen. untuk sanksi bagi komitmen lisan biasanya tergantung yang disepakati.
Hubungan Kekerabatan Jawaban
1. Apakah terdapat hubungan kekerabatan diantara karyawan PTPN VIII Malabar?
2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar sesama pemetik teh?
3.Apakah anak-anak turut dilibatkan dalam aktivitas sebagai pemetik teh di
1. Terdapat, sangat terlihat dari mulai ayah, ibu, anak mayoritas bekerja sebagai karyawan perkebuan baik tetap ataupun harian lepas.
2. Cukup erat, apalagi mempunyai koneksi kepada pihak intern perkebunan.
(48)
Sumber : Disusun oleh penulis (2014
perkebunan? Jelaskan! sekolah.
Ketidakberdayaan keluarga sebagai
wahana pengembangan diri Jawaban
1. Hal apa saja yang menjadikan pekerjaan sebagai pemetik teh tetap bertahan? Jelaskan!
2. Apakah ada usaha untuk mengembangkan diri agar tidak selamanya bekerja sebagai pemetik teh?
1.Pertama sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup karena hanya keahliannya memetik teh, kedua kondisi lingkungan yang mengharuskan bekerja di perkebunan apabila tidak, mereka harus pindah rumah yang diberikan oleh PTPN VIII.
2. Tentu saja ada, seperti menyekolahkan anaknya agar tidak senasib dengan orang tuanya, kedua bekerja lebih giat lagi agar jabatannya naik tidak hanya sebagai pemetik teh terus menerus, ketiga mencoba berwirausaha agar tidak selalu tergantung dari pekerjaannnya sebagai pemetik teh.
(49)
HASIL WAWANCARA DENGAN
PEMETIK TEH PTPN VIII MALABAR PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
Nama : Ibu Imas (IM)
Pekerjaan : Pemetik Teh Alamat : Kp.Sukaratu Waktu pelaksanaan : 10 April 2014
Pertanyaan
(ketidakseimbangan) Jawaban
1. Bagaimana peran Pemetik Teh dan pengelola perkebunan dilihat dari perbedaan status, posisi dan kekayaan? 2. Apakah terdapat kesenjangan ekonomi
diantara karyawan PTPN VIII yaitu antara pemetik teh dengan pihak pengelola perkebunan?
3. Bagaimana kesesuaian antara pekerjaan yang dilakukan dengan gaji/upah yang diterima oleh pemetik teh?
1. Status pemetik teh sebagai karyawan tetap (dines), karyawan harian lepas (KHL) dan karyawan musiman, lalu mandor, lalu sinder (mandor besar), kepala afdeling dan pihak administrasi kantor, manajer perkebunan.
2. Kesenjangan ada, terlihat dari adanya perbedaan penghasilan/gaji karena semua pemetik teh menggunakan sistem upah borong, selain itu yang diberikan oleh pihak perkebunan seperti rumah, kesehatan, tunjangan hidup layak dan kepemilikan kendaraan.
3. Kadang sebanding, kadang tidak.
Tatap Muka Jawaban
1. Bagaimana Pola Hubungan Kerja antara Pemetik Teh dengan Mandor?
2. Bagaimana Pola Hubungan kerja antara pemetik Teh dengan pihak pengelola
1. Pola kerja pemetik biasanya berkumpul di Afdeling, lalu disebar sesuai dengan arahan mandor setelah itu melakukan perhitungan hasil
(50)
perkebunan?
3. Bagaimana pola interaksi antara pemetik teh dengan mandor ataupun dengan atasannya?
petikan teh dan biasanya penghitungan hasil petikan teh dilakukan dua kali yaitu skitaran jam 10 pagi dan jam 2 siang.
2. Pola kerja antara bawahan (pemetik) dengan mandor mempunyai ikatan yang cukup erat. Pola Interaksi antara pemetik teh dengan mandor biasanya bertatap muka secara langsung karena setiap hari para pemetik teh selalu diawasi oleh mandor sedangkan dengan pengelola perkebunan kadang kadang, biasanya bertatap muka langsung pada saat tertentu seperti adanya pengarahan mengenai proses produksi teh, sosialiasi kebijeakan perkebunan kepada para pemtik teh ataupun secara tidak sengaja bertatap muka apabila bertemu di jalan
(51)
Sifat luwes dan Meluas Jawaban
1. Bagaimana ikatan yang terjalin antara pemetik teh dengan pihak perkebunan? 2. Bagaimana tingkat gotong royong yang
dilakukan oleh para karyawan perkebunan di PTPN VIII Malabar? 3. Apakah pihak perkebunan memberikan
pekerjaan yang lain kepada para pemetik teh selain memetik teh?
4. Apakah pemetik teh mempunyai mata pencaharian sampingan?
1. Ikatan yang terjalin antara pemetik teh dengan pihak perkebunan terbilang sangat erat/tergantung hal ini disebabkan para pemetik teh menaruh hidupnya dari bekerja dari memetik teh di perkebunan.
2. Tingkat gotong royong pada masyarakat pemetik teh terbilang bagus
3. Ada, seperti ngored, bantu bantu dirumah sinder atau manajer perkebunan.
4. Ada, selain memetik atau berkebun ada sebagian masyarakat yang berternak, berdagang, ataupun ngojeg.
Hubungan timbal balik Jawaban
1. Hubungan timbal balik seperti apa yang terjadi antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan?
1. Timbal balik yang dilakukan sesuai dengan posisi, status dan peran masing-masing dimana semuanya saling melakukan hubungan timbal balik meskipun timbal balik yang mereka terima tidak seluruhnya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Norma Jawaban
(52)
merupakan warisan dari zaman kolonial belanda?
2. Peraturan-peraturan seperti apa yang diterapkan oleh pengelola perkebunan bagi masyarakat pemetik teh?
3. Adakah norma yang mengharuskan masyarakat bekerja sebagai pemetik teh? Jika ada, seperti apakah norma tersebut?
namun sampa saat ini segal sistem yang diterapkan merupakan kewenangan penuh perusahaan dalam hal ini Pihak PTPN VIII.
2. Sebetulnya secara formal perusahaan memberikan peraturan yang jelas terutama pada perusahan milik negara yang bergerak bidang perkebunan teh, seperti tata tertib keselamatan kerja, jam kerja, sistem upah dsb.
3. Norma yang mengharuskan untuk menjadi penerus atau bekerja sebagai pemetik itu sebetulnya tidak ada, tapi kebanyakan masyarakat di desa banjarsari menjadikan perkebunan teh ini sebagai lahan untuk menghidupinya karena faktor kebutuhan sehingga banyak angapan bahwa hal seperti ini merupakan norma yang diwariskan secara turun temurun.
Reward Jawaban
1. Adakah penghargaan yang diberikan oleh pihak perkebunan bagi karyawan yang dinilai mempunyai prestasi kerja yang baik?
2. Bentuk penghargaan seperti apa yang diberikan oleh pihak perkebunan bagi
1. Ada
2. Seperti bonus kinerja yang melebihi target, tunjangan-tunjangan khususnya bagi karyawan dinas, bonus sembako, ataupun kenaikan jabatan. Hal ini ini dinilai dari kinerja atau prestasi yang
(53)
karyawan yang mempunyai prestasi kerja yang baik?
diraih oleh para karyawan perkebunan.
Jaminan Sosial Jawab
1. Jaminan sosial seperti apa yang diberikan oleh pengelola perkebunan kepada masyarakat pemetik teh?
2. Apakah jaminan sosial yang diberikan dinilai layak bagi kehidupan masyarakat pemetik teh?
1. Jaminan sosial yang diberikan oleh perkebunan seperti bantuan ekonomi bentuknya berupa pinjaman bank dari Bank Agro, pinjaman sembako perbulan ari koperasi perkebunan. Selain itu berupa kesehatan apabila terdapat karyawan yang sakit.
2. Penilaian layak atau tidak tergantung kebutuhan para karyawan pemetik teh.
Pemberian hak-hak khusus Jawaban
1. Adakah pemberikan hak-hak khusus kepada karyawan perkebunan yang dinilai sebagai orang kepercayaan atau yang memiliki jabatan khusus?
2. Hak-hak khusus seperti apa kepada karyawan yang dinilai sebagai orang kepercayaan atau yang memiliki jabatan khusus?
1. Ada, karena terkadang terdapat penilaian subjektif dari para atasan ataupun para pemegang kebijakan perusahaan.
2. Iya, seperti percepatan kenaikan jabatan, ataupun beban pekerjaan yang diberikan lebih ringan kepada beberapa orang kepercayaan.
Ketergantungan Jawaban
1. Bagaimana tingkat ketergantungan antara pemetik teh dengan pihak perkebunan? 2. Ketergantungan seperti apa yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat pemetik teh?
1. Sangat tergantung, karena perkebunan sebagai sumber kehidupan mereka. 2. Utamanya dalam hal pekerjaan yang
merupakan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
(54)
3. Apakah ketergantungan ini dijadikan suatu keuntungan atau kerugian bagi pemetik teh?
pemetik teh.
3. Tergantung, untung ataupun rugi karena kedua belah pihak pun saling membutuhkan.
Komitmen Jawaban
1. Bagaimana komitmen yang terjalin antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan?
2. Apakah komitmen yang terjalin dibuat secara tertulis atau hanya kesepakatan lisan?
3. Bagaimana bila ada karyawan perkebunan yang menyalahi komitmen yang telah disepakati?
1. Komitmen yang terjalin secara formal tertuang dalam kebijakan perusahaan yang harus ditaati oleh seluruh karyawan perkebunan dan seluruhnya sudah sama-sama tahu bagaimana komitmen yang terjalin terutama berkaitan dengan pekerjaan.
2. Terdapat yang tertulis dan lisan, biasanya tertulis dikeluarkan secara resmi oleh perusahaan. untuk secara komitmen lisan biasaya lebih ke hal teknis dilapangan.
3. Terdapat sanksi tertulis/administrasi biasanya dilayangkan surat peringatan bagi para pelanggar komitmen. untuk sanksi bagi komitmen lisan biasanya tergantung yang disepakati.
Hubungan Kekerabatan Jawaban
1. Apakah terdapat hubungan kekerabatan diantara karyawan PTPN VIII Malabar? 2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar
sesama pemetik teh?
3.Apakah anak-anak turut dilibatkan dalam
1. Terdapat, sangat terlihat dari mulai ayah, ibu, anak mayoritas bekerja sebagai karyawan perkebuan baik teteap ataupun harian lepas.
(55)
aktivitas sebagai pemetik teh di perkebunan? Jelaskan!
koneksi kepada pihak intern perkebunan.
3. Dilibatkan, terutama yang sudah tamat sekolah.
Ketidakberdayaan keluarga sebagai
wahana pengembangan diri Jawaban
1. Hal apa saja yang menjadikan pekerjaan sebagai pemetik teh tetap bertahan? Jelaskan!
2. Apakah ada usaha untuk mengembangkan diri agar tidak selamanya bekerja sebagai pemetik teh?
1.Pertama sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup karena hanya keahliannya memetik teh, kedua kondisi lingkungan yang mengharuskan bekerja di perkebunan apabila tidak, mereka harus pindah rumah yang diberikan oleh PTPN VIII.
2. Tentu saja ada, seperti menyekolahkan anaknya agar tidak senasib dengan orang tuanya, kedua bekerja lebih giat lagi agar jabatannya naik tidak hanya sebagai pemetik teh terus menerus, ketiga mencoba berwirausaha agar tidak selalu tergantung dari pekerjaannnya sebagai pemetik teh.
(56)
HASIL WAWANCARA DENGAN
PEMETIK TEH PTPN VIII MALABAR PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
Nama : Bapak Usman (US)
Pekerjaan : Mandor
Alamat : Kp.Tanara
Waktu pelaksanaan : 28 Maret 2014
Pertanyaan
Tatap Muka Jawaban
1. Bagaimana Pola Hubungan Kerja antara Pemetik Teh dengan Mandor?
2. Bagaimana Pola Hubungan kerja antara pemetik Teh dengan pihak pengelola perkebunan?
3. Bagaimana pola interaksi antara pemetik teh dengan mandor ataupun dengan atasannya?
1. Pola hubungan kerja dengan pemetik berjalan hampir setiap hari kecuali hari libur, biasanya berkempul di afdeling dari pukul 7 pagi dan berakhir pukul 2 siang.
2. Pola kerja antara bawahan (pemetik) dengan mandor berjalan secara profesional atau sebatas hubungan kerja hal ini dikarenakan mandor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap hasil pemetikan teh setiap harinya kepada pihak perkebunan.
3. Pola interkasi biasanya sebelum memetik dilakukan brifieng atau pengarahan baik dari mandor langsung sebelum bekerja atau memetik dan pada sosialiasi mengenai harga pucuk teh per kilonya.
(57)
Sifat luwes dan Meluas Jawaban
1. Bagaimana ikatan yang terjalin antara pemetik teh dengan pihak perkebunan?
2. Bagaimana tingkat gotong royong yang dilakukan oleh para karyawan perkebunan di PTPN VIII Malabar?
1. Ikatan yang terjalin antara pemetik teh dengan pihak perkebunan berjalan baik
2. Gotong royong disini sangatlah erat dinadingkan dengan daerah di luar Desa Banjarsari. Biasanya dalam melakukan aktivitas gotong royong pembangunan mesjid, bersih bersih dsb.
Hubungan timbal balik Jawaban
1. Hubungan timbal balik seperti apa yang terjadi antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan?
1. Timbal balik yang dilakukan sesuai dengan status dan peran masing-masing dalam bekerja selain itu biasanya mandor ataupun sinder terkadang memebrikan bonus berupa kenaikan harga pucuk agar lebih memotivasi pemetik teh untuk melakukan pemetikan.
Norma Jawaban
1. Apakah sistem yang diterapkan merupakan warisan dari zaman kolonial belanda?
2. Peraturan-peraturan seperti apa yang diterapkan oleh pengelola perkebunan bagi masyarakat pemetik teh?
3. Adakah norma yang mengharuskan masyarakat bekerja sebagai pemetik teh? Jika ada, seperti
1. Mungkin iya karena perusahaan ini beridir sejak zaman kolonial.
2. Banyak, seperti pengaturan sistem pngupahan, mekanisme bekerja, dan yang lainnya yang sesuai dengan SOP.
(58)
apakah norma tersebut? kebiasaan yang secara turun temurun dilakukan.
Reward Jawaban
1. Adakah penghargaan yang diberikan oleh pihak perkebunan bagi karyawan yang dinilai mempunyai prestasi kerja yang baik?
2. Bentuk penghargaan seperti apa yang diberikan oleh pihak perkebunan bagi karyawan yang mempunyai prestasi kerja yang baik?
1. Ada
2. Seperti kenaikan jabatan yang awalnya pemetik dapat diangkat menjadi mandor, hal ini dilihat dari lamanya bekerja, kedisiplinan, keuletan dan loyalitas kepada perusahaan.
Jaminan Sosial Jawab
1. Jaminan sosial seperti apa yang diberikan oleh pengelola perkebunan kepada masyarakat karyawan perkebunan termasuk pemetik teh? 2. Apakah jaminan sosial yang diberikan dinilai
layak bagi kehidupan masyarakat pemetik teh?
1. Ada, seperti jaminan kesehatan, tunjangan pensiunan, pinjaman dari koperasi atau Bank Agro serta rumah yang ditempati.
2. Penilaian layak atau tidak tergantung kebutuhan para karyawan perkebunan sehingga tidak bisa dikatakan layak atau tidak.
Pemberian hak-hak khusus Jawaban
1. Adakah pemberikan hak-hak khusus kepada karyawan perkebunan yang dinilai sebagai orang kepercayaan atau yang memiliki jabatan khusus?
2. Hak-hak khusus seperti apa kepada karyawan yang dinilai sebagai orang kepercayaan atau yang memiliki jabatan khusus?
1. Ada saja, karena terdapat penilaian subjektif dari para atasan ataupun para pemegang kebijakan perusahaan.
2. Iya, seperti percepatan kenaikan jabatan, ataupun beban pekerjaan yang diberikan lebih ringan kepada beberapa orang kepercayaan atau
(59)
yang mempunyai hubungan kekerabatan.
Ketergantungan Jawaban
1. Bagaimana tingkat ketergantungan antara pemetik teh dengan pihak perkebunan?
2. Ketergantungan seperti apa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat pemetik teh?
3. Apakah ketergantungan ini dijadikan suatu keuntungan atau kerugian bagi pemetik teh?
1. Dipastikan memiliki ketergantungan, karena perkebunan sebagai sumber kehidupan mereka.
2. Utamanya dalam hal pekerjaan yang merupakan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pemetik teh.
3. Tergantung, untung ataupun rugi karena kedua belah pihak pun saling membutuhkan.
Komitmen Jawaban
1. Bagaimana komitmen yang terjalin antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan? 2. Apakah komitmen yang terjalin dibuat secara
tertulis atau hanya kesepakatan lisan?
3. Bagaimana bila ada karyawan perkebunan yang menyalahi komitmen yang telah disepakati?
1. Komitmen yang terjalin secara formal tertuang dalam kebijakan perusahaan yang harus ditaati oleh seluruh karyawan perkebunan dan seluruhnya sudah sama-sama tahu bagaimana komitmen yang terjalin terutama berkaitan dengan pekerjaan yang telah disepakati pada saat awal mereka bekerja.
2. Terdapat yang tertulis dan lisan, biasanya tertulis dikeluarkan secara resmi oleh perusahaan. untuk secara komitmen lisan biasaya lebih ke hal
(1)
yang diterapkan oleh pengelola perkebunan bagi masyarakat pemetik teh?
3. Adakah norma yang
mengharuskan masyarakat bekerja sebagai pemetik teh? Jika ada, seperti apakah norma tersebut?
Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar
6. Reward 1. Adakah penghargaan yang
diberikan oleh pihak perkebunan bagi karyawan yang dinilai mempunyai prestasi kerja yang baik?
2. Bentuk penghargaan seperti apa
yang diberikan oleh pihak perkebunan bagi karyawan yang mempunyai prestasi kerja yang baik? Pengelola Perkebunan dan Masyarakat Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar
7. Jaminan
Sosial
1. Jaminan sosial seperti apa yang
diberikan oleh pengelola perkebunan kepada masyarakat pemetik teh?
2. Apakah jaminan sosial yang
diberikan dinilai layak bagi kehidupan masyarakat pemetik teh? Pengelola Perkebunan dan Masyarakat Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar
8. Pemberian
hak-hak
1. Adakah pemberikan hak-hak
khusus kepada karyawan
Pengelola Perkebunan
(2)
khusus perkebunan yang dinilai sebagai orang kepercayaan atau yang memiliki jabatan khusus?
2. Hak-hak khusus seperti apa
kepada karyawan yang dinilai sebagai orang kepercayaan atau yang memiliki jabatan khusus?
dan
Masyarakat Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar
2.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabka n hubungan patron klien antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan dapat bertahan sampai saat ini?. 1. Ketergantun gan
1. Bagaimana tingkat
ketergantungan antara pemetik teh dengan pihak perkebunan?
2. Ketergantungan seperti apa
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat pemetik teh?
3. Apakah ketergantungan ini
dijadikan suatu keuntungan atau kerugian bagi pemetik teh?
Pengelola Perkebunan dan
Masyarakat Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar
2. Komitmen 1. Bagaimana komitmen yang
terjalin antara pemetik teh dengan pengelola perkebunan?
2. Apakah komitmen yang terjalin
dibuat secara tertulis atau hanya kesepakatan lisan?
3. Bagaimana bila ada karyawan
perkebunan yang menyalahi
Pengelola PTPN VIII Malabar, Aparat Pemerintahan Desa banjarsari, Masyarakat
(3)
2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar sesama pemetik teh?
3.Apakah anak-anak turut
dilibatkan dalam aktivitas sebagai pemetik teh di perkebunan? Jelaskan!
Masyarakat Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar
4.Ketidakberd
ayaan keluarga sebagai wahana pengembang an diri
1. Hal apa saja yang menjadikan
pekerjaan sebagai pemetik teh tetap bertahan? Jelaskan!
2. Apakah ada usaha untuk
mengembangkan diri agar tidak selamanya bekerja sebagai pemetik teh?
Masyarakat Pemetik Teh di PTPN VIII Malabar
(4)
PEDOMAN OBSERVASI
Sumber : Diolah oleh Peneliti (2014)
No Aspek Umum Aspek Khusus
1 Pola hubungan patron klien 1. Interaksi masyarakat pemetik
teh dengan pengelola perkebunan
2. Lama aktivitas di kebun
3. Kondisi perumahan
masyarakat pemetik teh
4. Aktivitas keseharian di
lingkungan perkebunan
2 Faktor dominan penyebab bertahannya
hubungan patron klien
1. Hubungan kekerabatan
2. Interaksi masyarakat dengan
masyarakat
3. Aktivitas keseharian di
lingkungan masyarakat
4. Sarana dan prasarana
masyarakat (sekolah, puskesmas, pemandian, dll)
5. Keterlibatan anggota keluarga
(5)
PEDOMAN STUDI DOKUMENTASI
No Aspek Sumber data
1 Profil Desa Banjarsari Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung
Dokumen, data Profil dan monografi Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
2 Jumlah masyarakat pemetik teh Data pegawai PTPN VIII Malabar
3 Aktivitas keseharian masyarakat
pemetik teh
Hasil foto
4 Pembagian golongan pekerja Dokumen pekerja PTPN VIII
Malabar Sumber : Diolah oleh Peneliti (2014)
(6)
Lampiran : Struktur Kerja Pemetikan Teh
Keterangan : 1. Wilayah pemetikan teh dibagi empat afdeling (Sukaratu,
Tanara, Malabar Utara, dan Malabar Selatan). 2. Mandor Besar Pemetikan membawahi 12 mandor. 3. Satu Mandor membawahi 20-30 orang pemetik teh
MANDOR BESAR PEMETIKAN
MANDOR