PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI KELAS VII SMPN.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN

BERBASIS MASALAH DI KELAS VII SMPN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

HAYATUN NUFUS

NIM: 8106171025

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN

BERBASIS MASALAH DI KELAS VII SMPN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

HAYATUN NUFUS

NIM: 8106171025

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

HAYATUN NUFUS. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Di Kelas VII SMPN. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2012. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa, (2) untuk mengetahui adanya interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematik terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa, (3) untuk mengetahui bagaimana proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN Lhokseumawe yang berakreditasi B (sebanyak 9 SMPN) dan sampelnya dipilih secara acak yaitu: SMPN 10 terdiri dari kelas VII-4 (kelas eksperimen) dan kelas VII-2 (kelas kontrol), SMPN 11 Lhokseumawe terdiri dari kelas VII-3 (kelas eksperimen) dan kelas VII-1 (kelas kontrol). Analisis data dilakukan dengan ANAVA dua jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, (2) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa, (3) proses penyelesaian masalah jawaban siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Peneliti menyarankan: (1) agar model pembelajaran berbasis masalah menjadi alternatif bagi guru dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa (2) perangkat pembelajaran dipersiapkan secara matang serta disesuaikan dengan indikator kemampuan dan alokasi waktu yang harus dicapai (3) agar selektif dalam memilih materi yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah karena tidak semua materi cocok diterapkan dengan pembelajaran berbasis masalah.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa.


(7)

ABSTRACT

HAYATUN NUFUS. Increasing the Ability of Problem Solving and Student’s Communication Mathematic by Using Learning Based Problem in Seventh Year Student Class of SMPN. Post Graduate Program of Medan University 2012.

The aims of this research are: 1) to know the increasing ability of problem solving and student’s communication mathematic by using learning based problem is better than usual learning. 2) to know there was the interaction between learning and first mathematic ability toward the increasing ability of problem solving and student’s communication mathematic. 3) to know how the answering process are made by the students in finishing the questions by using learning based problem and usual learning. This kind of research is the quosi experiment. The populations of this research are all of the students in seventh grade of SMPN Lhokseumawe with acreditation B (totally 9 SMPN) and the sample chosen is random sample Which are: SMPN 10 contain with VII-4 as experiment class and VII-2 as control class, SMPN 11 Lhokseumawe contain with VII-3 as experiment class and VII-2 as control class. Data analysis is done by using ANAVA two ways. The result of this research shown that (1) there was the increasing ability in problem solving and

student’s communication mathematic by using learning based problem is better than

using usual learning, (2) there were no interaction between learning and student’s ability level to the increasing ability of problem solving and student’s communicaton mathematic, (3) the process of problem solving in student’s answering questions by using learning based problem is better than usual learning. The researcher suggests: (1) to use the learning based problem as the alternative way for teachers to increase the ability in problem solving and student’s communication mathematic (2) learning tools is prepared well and suited with the indicator of ability and time allocation that must be reached (3) must be selective in choosing the material of teaching by using learning based problem model because not all materials of teaching is suitable to apply by using this model of learning.

Key word: Learning Based Problem Model, the Ability of Problem Solving and


(8)

i

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan proposal tesis dengan judul “Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah (PBM) di kelas VII SMPN ”. Salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat.

Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Penelitiaan ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran matematika dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah Swt memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Sahat Saragih, M.Pd dan Ibu Ida Karnasih, M,Sc, Ed. Ph,D, selaku Dosen Pembimbing I dan II yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.


(9)

ii

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd., Bapak Dr. E.Elvis Napitupulu, M.S dan Dr. Hasratuddin, M.Pd., selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga bagi penulis.

4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini. 5. Bapak Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lhokseumawe, yang

telah memberikan izin penelitian di daerahnya.

6. Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Lhokseumawe dan Kepala Sekolah SMP Negeri 11 Lhokseumawe yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.

7. Ayahanda Zulhelmi, Ibunda Nurhayati, Adek, kakak dan suamiku tercinta Abdul Halim, L.c yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan moril maupun materi sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini.

8. semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan dari Program Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.


(10)

iii

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Desember 2012


(11)

iv

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1.2. Identifikasi Masalah ... 1.3. Batasan Masalah... 1.4. Rumusan Masalah ... 1.5. Tujuan Penelitian... 1.6. Manfaat Penelitian. ... BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Masalah dalam matematika... 2.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 2.2.1. Langkah-langkah dalam pemecahan masalah... 2.3. Komunikasi Matematik... 2.4. Pengertian model pembelajaran... 2.5. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)... 2.5.1. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 2.5.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis

Masalah... 2.5.3. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah... 2.6. Pembelajaran Konvensional... 2.7. Perbedaan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional... 2.8. Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel... 2.9. Penerapan materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dengan menggunakana PBM... 2.10. Teori Belajar Pendukung Pembelajaran Berbasis

Masalah... 2.11. Hasil Penelitian yang Relevan... 2.12. Kerangka Konseptual... 2.13. Hipotesis Penelitian...

BAB III METODE DAN PENELITIAN

3.1.Jenis penelitian... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 3.4.Karakteristik siswa... 3.5.Desain Penelitian... i iv vii viii 1 21 21 22 23 24 25 28 30 37 45 47 50 54 55 56 63 65 70 74 77 80 88 89 89 91 93 95


(12)

v

3.6. Definisi Operasional ... 3.7. Teknik Pengumpulan Data... 3.8. Analisis Tes... 3.9. Prosedur Penelitian ... 3.10. Teknik Analisis Data...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 4.1.1 Hasil uji coba perangkat pembelajaran dan instrumen

tes... 4.1.2 Deskripsi Kemampuan Awal Matematik... 4.1.3 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Siswa ... 4.1.4 Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Matematika Siswa ... 4.1.5 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa... 4.1.6 Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Matematika Siswa ... 4.1.7 Deskripsi Proses Penyelesaian Masalah untuk Setiap

Kemampuan Pada Masing-masing Pembelajaran... 4.2 Pembahasan...

4.2.1 Kemampuan Awal Matematika ... 4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 4.2.3 Interaksi antara faktor pembelajaran dengan

kemampuan pemecahan masalah siswa... 4.2.4 Kemampuan Komunikasi Matematis... 4.2.5 Interaksi antara faktor pembelajaran dengan

kemampuan komunikasi matematis... 4.2.6 Keterbatasan Penelitian... BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 5.2 Implikasi ... 5.3 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN... 97 98 104 109 112 116 117 120 125 129 136 141 148 158 158 159 160 161 162 163 166 167 168 170


(13)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintaksis Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 54

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Biasa ... 59

Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Berbasis Masalah dan Biasa……… …. ... 63

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 90

Tabel 3.2 Daftar Peringkat Akreditasi ... 92

Tabel 3.3 Desain Penelitian ... 96

Tabel 3.4 Weiner tentang keterkaitan antara variabel bebas dan terikat.. ... 96

Tabel 3.5 Kriteria Pengelompokan KAM ... 100

Tabel 3.6 Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 101

Tabel 3.7 Tabel Penyekoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 102

Tabel 3.8 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi ... 103

Tabel 3.9 Penyekoran Kemampuan Komunikasi ... 104

Tabel 3.10 Kriteria Skor Gain ternormalisasi ... 113

Tabel 3.11 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistik ... 114

Tabel 4.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 117

Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 118

Tabel 4.3 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 119

Tebel 4.4 Deskripsi Mean dan SD Kemampuan Awal ... 121

Tabel 4.5 Uji Normalitas ... 122

Tabel 4.6 Uji Homogenitas ... 123

Tabel 4.7 Hasil Uji-t Tes KAM ... 123

Tabel 4.8 Pengelompokkan KAM ... 124

Tabel 4.9 Rata-rata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah ... 126

Tabel 4.10 Uji Normalitas Gain Kemampuan Pemecahan Masalah ... 130

Tabel 4.11 Uji Homogenitas Kemampuan Pemecahan Masalah ... 131

Tabel 4.12 Rangkuman Uji Anava Dua Jalur Kemampuan Pemecahan Masalah ... 132

Tabel 4.13 Rangkuman Hasil Pengujian hipotesis Kemampuan Pemecahan Masalah ... 136

Tabel 4.14 Rata-rata Gain Kemampuan Komunikasi... 137

Tabel 4.15 Uji Normalitas Gain Kemampuan Komunikasi ... 142

Tabel 4.16 Uji homogenitas Gain Kemampuan Komunikasi ... 142

Tabel 4.17 Rangkuman Uji Anava Dua Jalur Kemampua Komunikasi… ... 143

Tabel 4.18 Rangkuman Hasil Pengujian hipotesis Kemampuan Komunikasi.. ... 147


(14)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Toko buku ... 7

Gambar 1.2 Gambar siswa pada kemampuan pemecahan masalah ... 7

Gambar 1.3 Pasar tradisional ... 11

Gambar 2.1 Jawaban siswa pada kemampuan komunikasi matematis.. .... 12

Gambar 2.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 49

Gambar 3.1 Prosedur Pengambilan sampel ... 93

Gambar 4.1 Diagram Mean dan SD Kemampuan Pemecahan Masalah.. .. 126

Gambar 4.2 Diagram Rata-rata gain Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Faktor Kemampuan Siswa ... 127

Gambar 4.3 Diagram Selisih Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 127

Gambar 4.4 Diagram Mean dan SD Kemampuan Komunikasi ... 138

Gambar 4.5 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Kam………. . 135

Gambar 4.6 Diagram Mean dan SD ... 138

Gambar 4.7 Diagram Rata-rata gain Kemampuan Komunikasi Berdasarkan Faktor Kemampuan Siswa ... 139

Gambar 4.8 Diagram Selisih Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 146

Gambar 4.9 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Kam ... 148

Gambar 4.10 Proses Penyelesaian Kemampuan Pemecahan Masalah Jawaban Butir No. 1 dan 2 (kelompok eksperimen) ... 148


(15)

x

Gambar 4.11 Proses Penyelesaian Kemampuan Pemecahan Masalah

Jawaban Butir No. 1 dan 2 (kelompok kontrol) ... 150 Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Kemampuan Pemecahan Masalah

Jawaban Butir No. 3 dan 4 (kelompok eksperimen) ... 151 Gambar 4.13 Proses Penyelesaian Kemampuan Pemecahan Masalah

Jawaban Butir No. 3 dan 4 (kelompok kontrol) ... 152 Gambar 4.14 Proses Penyelesaian Kemampuan Komunikasi Jawaban Butir

No. 1 (kelompok eksperimen) ... 153 Gambar 4.15 Proses Penyelesaian Kemampuan Komunikasi Jawaban Butir

No.1 (kelompok kontrol)... ... 154 Gambar 4.16 Proses Penyelesaian Kemampuan Komunikasi Jawaban Butir

No. 2 (kelompok eksperimen) ... . 155 Gambar 4.17 Proses Penyelesaian Kemampuan Komunikasi Jawaban Butir

No. 2 (kelompok kontrol) ... 156 Gambar 4.18 Proses Penyelesaian Kemampuan Komunikasi Jawaban Butir

No. 3 (kelompok eksperimen) ... 157 Gambar 4.19 Proses Penyelesaian Kemampuan Komunikasi Jawaban Butir

No.3 (kelompok kontrol)... 158


(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PBM ... 174 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Biasa ... 205

LAMPIRAN B (ISTRUMEN PENELITIAN)

1. Tes Kemampuan Awal Matematika ... 245 2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 256 3. Tes Kemampuan Komunikasi ... 274

LAMPIRAN C (HASIL VALIDASI)

1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes ... 288

LAMPIRAN D (HASIL PENELITIAN)

1. Nilai Kemampuan Awal Matematika ... 319 2. Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 323 3. Nilai Kemampuan Komunikasi………. 327

LAMPIRAN E (DOKUMENTASI)

Dokumentasi ...

LAMPIRAN F


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor yang paling besar peranannya dalam kelangsungan hidup manusia dan perkembangan suatu bangsa. Undang-undang pendidikan No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Adapun fungsi pendidikan nasional menurut undang-undang pendidikan (2003) adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu lembaga/jenjang pendidikan formal yang bertanggung jawab untuk mewujudkan fungsi pendidikan adalah jenjang pendidikan dasar (SD/MI), jenjang pendidikan menengah (SMP/MTs), jenjang pendidikan atas (SMA/MA) dan Perguruan Tinggi.

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan baik di SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, ilmu yang


(18)

2

mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar. Hal ini ditekankan di dalam Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (PerMendiknas) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2006) bahwa matematika mendasari perkembangan kemajuan teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin, dan memajukan daya pikir manusia, matematika diberikan sejak dini di sekolah untuk membekali anak dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sitematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Semua kemampuan itu merupakan bekal dan modal penting yang diperlukan anak dalam meniti kehidupan di masa depan yang penuh dengan tantangan dan berubah dengan cepat.

Namun sangat disayangkan, dewasa ini banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Siswa tidak ada keinginan untuk berusaha serta berpikir tingkat tinggi mencari solusi pada setiap kesulitan yang ditemukan dalam mempelajari matematika tetapi malah sedapat mungkin selalu menghindar dari kesulitan yang dialaminya, akibatnya rendahnya hasil belajar siswa pada bidang matematika. Berdasarkan dari data yang diperoleh pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Lhokseumawe tahun pelajaran 2010/2011 nampak hasil belajar siswa dibidang matematika masih rendah, yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60% untuk daya serap, dan 65% untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa masih belum mencapai yang


(19)

3

diharapkan oleh kurikulum, yaitu 65 untuk rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar, (sumber nilai raport siswa tahun pelajaran 2010/2011).

Di sekolah SMP Negeri 11 Lhokseumawe juga memperlihatkan hasil belajar siswa dibidang matematika rendah, dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru matematika di sekolah tersebut terdapat nilai rata-rata kelas 60 dan untuk ketuntasan belajar 65%. Suharyanto (2006) juga mengatakan: “mata pelajaran matematika masih merupakan penyebab utama siswa tidak lulus UAN, dari semua peserta yang tidak lulus, sebanyak 24,44% akibat jatuh dalam mata pelajaran matematika, sebanyak 7,9% akibat mata pelajaran bahasa inggris dan 0,46% akibat bahasa indonesia”.

Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari dan karekteristik matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa menganggap matematika merupakan momok yang menakutkan, diperkuat oleh Sriyanto (2007) yang menyatakan bahwa matematika sering kali dianggap sebagai momok menakutkan dan cenderung dianggap pelajaran yang sulit oleh sabahagian besar siswa. Russefendi (1991) juga menambahkan matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, dianggap sebagai ilmu yang sukar dan ruwet, serta Abdurrahman (2003) mengatakan bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar.


(20)

4

Banyak faktor yang mempengaruhi siswa beranggapan matematika sulit dipelajari salah satunya karena kurangnya kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan komunikasi matematisa. Padahal dalam kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003) dinyatakan bahwa siswa harus memiliki seperangkap kompetensi yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA atau MA, yaitu :

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep secara luwes, akuarat, efisiean dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas masalah.

3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan) menafsirkan, menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Dari uraian tersebut nampak memecahakan masalah dan kemampuan komunikasi merupakan dua kemampuan yang seharusnya didapatkan oleh siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah. Sejalan dengan itu, dalam KTSP 2006 juga menekankan secara eksplisit tujuan pembelajaran matematika yaitu sebagai berikut:


(21)

5

1. Membekali peserta didik agar dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

2. Mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

3. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian.

4. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).

Berdasarkan standar komptensi yang termuat dalam kurikulum dan tujuan pembelajaran dalam KTSP (2006) tersebut, aspek kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematisa merupakan komponen yang sangat penting harus dimiliki oleh siswa. Pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal sehingga siswa lebih tertantang dan termotivasi untuk mempelajarinya. Polya (1973) mengatakan pemecahan masalah meliputi memahami masalah, merancang pemecahan masalah, menyelesaikan masalah, memeriksa hasil kembali. Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang tinggi, serta siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya


(22)

6

untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran matematika. Soejadi (1991) menyatakan bahwa dalam matematika kemampuan pemecahan masalah bagi seseorang siswa

akan membantu keberhasilan siswa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sagala (2009) juga menyatakan bahwa menerapkan pemecahan masalah dalam

proses pembelajaran penting, karena selain para siswa mencoba menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah, mereka juga termotivasi untuk bekerja keras. Diperkuat oleh Hudojo (1988) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu hal yang sangat essensial didalam pengajaran matematika, disebabkan (1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan akhirnya meneliti hasilnya, (2) kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, (3) potensi intelektual siswa meningkat. Akan tetapi fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian menurut Wardani (2002) bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematika belum mencapai taraf ketuntasan belajar. Kemamapuan pemecahan masalah masih rendah juga nampak berdasarkan observasi yang dilakukan di sekolah, yaitu berdasarkan soal yang diberikan kepada siswa yaitu:


(23)

7

Gambar 1.1 Toko Buku

Icut dan Ipah merencanakan untuk pergi ke toko buku hari ini. Mereka ingin membeli komik, bacaan kesukaan mereka. Harga komik Naruto Icut Rp.8.000,- lebih mahal dari komik doraemon Ipah. Jumlah harga komik mereka Rp.40.000,-. Icut mempunyai uang Rp.120.000,-. Berapakah harga komik Naruto dan Doraemon yang dibeli oleh Icut dan Ipah?

Soal tersebut diberikan kepada 20 siswa, 8 diantaranya tidak menjawab soal tersebut, 10 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 2 orang menjawab yang benar, dari hasilnya menunjukkan kemampuan pemecahan masalah rendah, dapat dilihat dari salah satu jawaban dibuat siswa sebagai berikut:


(24)

8

Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan banyak siswa mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui serta yang ditanyakan dari soal tersebut, merencanakan penyelesaian soal tersebut serta proses perhitungan atau strategi penyelesain dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar juga siswa tidak memeriksa kembali jawabannya. Kenyataan lain juga menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah, berdasarkan dari hasil penelitian Atun (2006) mengatakan perolehan pretes untuk kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas eksperimen mencapai rata-rata 25,84 atau 33,56% dari skor ideal, begitu juga hasil penelitian Agustina (2011) mengungkapkan bahwa perolehan pretes untuk kemampuan pemecahan belajar dari 32 siswa hanya 18 siswa saja yang tuntas belajar atau 56,25% dari jumlah siswa.

Fakta rendahnya kemampuan pemecahan masalah juga diperkuat dari hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA). Indonesia adalah salah satu negara peserta PISA. Distribusi kemampuan matematika siswa dalam PISA 2003 adalah level 1 (sebanyak 49,7% siswa), level 2 (25,9%), level 3 (15,5%), level 4 (6,6%), dan level 5 – 6 (2,3%). Pada level 1 ini siswa hanya mampu menyelesaikan persoalan matematika yang memerlukan satu langkah. Secara proporsional, dari setiap 100 siswa SMP di Indonesia hanya sekitar 3 siswa yang mencapai level 5 – 6.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa juga dapat dilihat dari laporan Trend in Internasional Mathematic and Sciense Study (TIMMS) yang menyebutkan bahwa kemampuan siswa indonesia dalam pemecahan


(25)

9

masalah hanya 25 % dibanding dengan negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Jepang yang sudah 75 % serta berdasarkan hasil dari peniltian MIPA yang melaporkan peringkat matematika Indonesia yang pesertanya SMP kelas 2 adalah: tahun 1999 peringkat 34 dari 38 peserta; tahun 2003 peringkat 34 dari 45 peserta; tahun 2007 peringkat 36 dari 48 peserta. Ketidakmampuan siswa menyelesaikan masalah seperti di atas dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi matematis juga perlu dikuasi siswa karena dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari peran komunikasi. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan untuk menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskan secara visual dalam tipe yang berbeda, memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan atau dalam bentuk visual, mengkontruksikan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya. Menurut National Council of Teachers of Mathematics NTCM (2000) mengemukakan matematika sebagai alat komunikasi (mathematics as

communication) merupakan pengembangan bahasa dan simbol untuk

mengkomunikasikan ide matematika, sehingga siswa dapat: (1) mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan hubungannya, (2) merumuskan definisi matematik dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui


(26)

10

investigasi, (3) mengungkapkan ide matematika secara lisan dan tulisan, (4) membaca wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan dan mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematik, serta perannnya dalam mengembangkan ide/gagasan matematik.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa memegang peran penting serta perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran matematika. Baroody (1993) menjelaskan ada dua alasan mengapa komunikasi dalam matematika siswa peranan penting dan perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran matematika. pertama mathematics as languange, artinya matematika tidak hanya sebagai alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learningas social activity, artinya matematika sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Saragih (2007) menambahkan bahwa kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu untuk diperhatikan, ini disebabkan komunikasi matematisa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis siswa baik secara lisan maupun tulisan. Apabila siswa mempunyai kemampuan komunikasi tentunya akan membawa siswa kepada pemahaman matematika kepada konsep matematika yang dipelajari.


(27)

11

Namun, fakta di lapangan bahwa di dalam pembelajaran selama ini guru tidak mampu menciptakan suasana yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Hudojo (2001) bahwa di dalam kelas guru tidak mampu menciptakan situasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi timbal balik dalam pembelajran matematika bahkan sering terjadi secara tidak sadar guru menciptakan situasi yang menghambat terjadinya komunikasi itu. Hasil survei di lapangan juga menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis masih rendah, yaitu berdasarkan soal yang diberikan kepada siswa sebagai berikut:

Gambar 1.3 Pasar Tradisional

Bu Ati ingin membeli cabe di pasar. Ia membeli 4 kg cabe dan 2 kg tomat, harga 4 kg cabe Rp.80.000,-. Sedangkan harga 2 kg tomat adalah setengah dari harga satu kg cabe. Bu Ati ingin mengetahui satu kg tomat, Bagaimanakah cara Bu Ati menentukan harga satu kg tomat tersebut?. Soal tersebut diberikan kepada 30 siswa, 8 diantaranya tidak menjawab soal tersebut, 20 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 2 orang menjawab yang benar, hal ini dapat dilihat dari salah satu jawaban yang dibuat oleh siswa sebagai berikut :


(28)

12

Gambar 1.4 Jawaban Siswa Pada Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa mengalami kesulitan dalam mengemukakan ide matematikanya secara tertulis serta menjelaskan ide matematika ke dalam kata-kata sendiri, siswa mengalami kesulitan merubah soal tersebut ke dalam model matematika, ditemukannya kesalahan siswa dalam menafsirkan soal sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai yang ditanyakan, jawaban siswa tersebut nampak kemampuan komunikasi siswa masih sangat rendah sekali.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti terlebih dahulu juga menunjukkan kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah yaitu hasil penelitian dari Ansari (2009) hasil observasi dilapangan yang dilakukan terhadap siswa kelas X dibeberapa SMA Negeri NAD juga menunjukkan bahwa rata-rata siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan dan menaggapi pendapat orang lain. Mereka cenderung bersifat pasif atau pendiam ketika guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa dan siswa juga masih terlihat malu-malu atau segan untuk bertanya ketika guru menyediakan waktu untuk bertanya. Penelitian dari Saragih (2007) juga menemukan bahwa siswa kelas VII


(29)

13

mengalami kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan pengajaran bentuk umumnya. Hal ini juga diperkuat oleh hasil laporan TIMSS menyebutkan bahwa kemampuan siswa indonesia dalam komunikasi matematis sangat jauh tertinggal dengan negara-negara lain, yaitu untuk permasalahan matematika yang menyangkut komunikasi matematisa, siswa indonesia berhasil menjawab benar hanya 5% dan jauh tertinggal dari negara seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang mancapai lebih dari 50%. Kenyataan ini masih belum sesuai dengan apa yang diinginkan serta diharapkan seperti yang tercantum dalam kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003) juga dalam tujuan pembelajaran (KTSP 2006) yang menyatakan bahwa siswa harus memiliki seperangkap kompetensi yang harus tercapai dalam belajar matematik, diantaranya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

Faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa salah satunya dipengaruhi oleh pembelajaran yang digunakan oleh pengajar. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk belajar dan memacu siswa untuk belajar, belum mampu membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, siswa enggan bertanya kepada guru atau sesamanya apabila belum paham terhadap materi yang dijelaskan sehingga kurangnya interaksi antara guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran. Hal ini ditekankan oleh Saragih (2009) yang mengatakan bahwa rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika adalah wajar jika dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan, kebanyakan guru


(30)

14

mengajarkan matematika dengan menerangkan konsep matematika, memberikan contoh cara pengerjaan soal, sedikit tanya jawab (jika ada), dilanjutkan dengan meminta siswa mengerjakan soal yang sejenis dengan soal yang diberikan guru.

Kegiatan belajar semacam itu jelas tidak memberikan kompetensi matematis siswa sebagaimana dituntut dalam permendiknas ataupun dalam Kurikulum Permendiknas No. 22 (Depdiknas 2006) bahwa pembelajaran matematika yang diharapkan adalah munculnya berbagai kompetensi yang dapat dikuasai oleh siswa, diantaranya adalah kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang merupakan dua kemampuan yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Selain memberikan prioritas pada kemampuan pemecahan masalah sebagai upaya mengembangkan pola pikir siswa, juga diperlukan adanya kemampuan komunikasi matematis, dengan komunikasi matematisa seseorang akan dapat mengungkapkan gagasan, temuan atau bahkan perasaan siswa terhadap orang lain.

Namun fakta di lapangan berdasarkan hasil observasi terhadap guru dalam proses pelaksaan pembelajaran matematika, memperlihatkan bahwa guru hanya mencari kemudahan saja serta senantiasa dikejar oleh target waktu untuk menyelesaikan setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh siswa, soal-soal yang di berikan oleh guru adalah soal-soal yang ada di buku paket yang mengakibatkan siswa kurang memahami terhadap masalah-masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di sekeliling siswa, serta contoh masalah yang diberikan tersebut terlebih dahulu diselesaikan secara demonstrasi kemudian siswa diberikan soal sesuai dengan


(31)

15

contoh tersebut, guru masih beranggapan yang demikian dilakukan akan meningkatkan kemampuan siswa padahal kebalikannya siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, karena dalam menyelesaikan soal tersebut siswa hanya mengerjakan seperti apa yang dicontohkan oleh guru tanpa perlu menggunakan kemampuan sendiri dalam menyelesaikannya. Guru dalam Penilaian terhadap suatu masalah hanya melihat pada hasil akhirnya saja dan jarang memperhatikan proses penyelesaian masalah menuju ke hasil akhir. Hal ini nampak dari hasil survei dari setiap soal yang diuji cobakan kepada setiap siswa ditemukan proses penyelesaian jawaban siswa yang tidak ada perbedaannya, sehingga siswa tidak dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika untuk meningkatkan pengembangan kemampuannya.

Fenomena proses pembelajaran guru di lapangan selama ini juga diperkuat oleh Suryanto (dalam Asikin, 2002) yang mengemukakan bahwa pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah pembelajaran biasa yaitu ceramah, tanya jawab, pemberian tugas atau berdasarkan kepada behaviourist dan structuralist. Guru hanya memilih cara yang paling mudah dan praktis bagi dirinya, bukan memilih cara bagaimana membuat siswa belajar, sehingga siswa kurang menggunakan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Ruseffendi (1991) mengatakan sebagaimana pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah sekarang ini kurang ditekankan kepada penanaman konsep. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Hadi (2005) sebagai berikut:


(32)

16

“Beberapa hal yang menjadi ciri pembelajaran matematika di Indonesia selama ini adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah sementara siswa mencatatnya dibuku catatan. Guru dianggap berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan guru, pegajaran dianggap sebagai proses penyampain fakta-fakta kepada para siswa. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan mampu menyampaikan kembali fakta tersebut kepada orang lain, atau menggunakannya untuk menjawab soal-soal dalam ujian. Guru sendiri merasa belum mengajar kalau tidak menjelaskan materi pelajaran kepada siswa “.

Menyingkapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika sekolah tersebut perlu dicari model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan pemecahan matematika siswa. Menurut Arends (2008) tujuan intruksional dari pembelajaran berbasis masalah adalah membantu peserta didik mengembangkan kemampuan keterampilan investigatif dan keterampilan mengatasi masalah, memberikan pengalaman peran-peran orang dewasa dan memungkinkan peserta didik untuk mendapatkan rasa percaya diri atas kemampuannya sendiri, untuk berpikir dan menjadi pembelajar yang mandiri. Berdasarkan pendapat tersebut, nampak dari pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.

Model pembelajaran berbasis masalah selain dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Piaget (Arend, 2008) mengatakan pembelajaran berbasis masalah dimana guru memberikan berbagai situasi (masalah) sehingga anak dapat bereksperimen, mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang akan terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol,


(33)

17

melontarkan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan dan membandingkannya dengan temuan siswa yang lain.

Sinaga (2007) juga mengatakan bahwa salah satu model pembelajaran kontruktivis yang mengaktifkan siswa dalam berkolaborasi dalam memecahkan masalah adalah model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah ini menurut Arends (2008) memiliki esensi yaitu menyajikan berbagai kondisi bermasalah yang real, yang nantinya akan dipecahkan oleh siswa melalui berbagai penyelidikan dan investigasi. Sehingga peran para guru adalah untuk menyajikan berbagai masalah kontekstual dengan tujuan untuk memotivasi siswa, membangkitkan gairah siswa, meningkatkan aktivitas belajar siswa, belajar terfokus pada penyelesaian masalah sehingga siswa berminat untuk belajar, menemukan konsep, dan adanya interaksi berbagi ilmu antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru.

Wilkerson dan Gijselaers (dalam Napitupulu 2008) menjelaskan PBM bercirikan berpusat pada siswa, guru lebih sebagai fasilitator, masalah iil- structured sebagai pemicu awal dan kerangka kerja bagi strategi, penyelidikan, menuntun eksplorasi, dan membantu siswa mengklarifikasi dan menulusuri jawaban atas pertanyaan penyilidikannya. Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang sesuai dengan paradigma baru yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Trianto (2009) menjelaskan bahwa manfaat pembelajaran berbasis masalah adalah

“...membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi,


(34)

18

mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri”.

Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) menutut siswa aktif untuk mengkontruksi konsep-konsep matematika serta memecahkan masalah yang diberikan, siswa dapat mengkomunikasikan dalam bahasa matematik dengan baik sehingga menumbuhkan rasa percaya diri siswa terhadap potensi yang diberikan dan meningkatkan kemampuan siswa baik kemampuan pemecahan masalah juga kemampuan komunikasi siswa. Selain itu, beberapa penelitian yang telah dilakukan, pada umumnya menyimpulkan bahwa PBM dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi yaitu (oleh Sinaga (1999), Hasanah (2004), Suhendra (2005), Fakruddin (2010), Agustina (2011), Ahmad (2011) ).

Melengkapi penelitan-penelitian yang terdahulu, beberapa hal yang masih perlu diungkap lebih jauh yaitu berkaitan dengan pembelajaran matematika yang berdasarkan kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi siswa. Dugaan bahwa kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang dan rendah adanya interaksi dengan kemampuan pemecahan masalah siswa dan kemampuan komunikasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika. Disebabkan oleh pemahaman materi atau konsep baru harus mengerti dulu konsep sebelumnya hal ini harus diperhatikan dalam urutan proses pembelajaran. Hal ini senada dengan Russefendi (1991) yang


(35)

19

mengatakan objek langsung dalam matematika adalah fakta, ketrampilan, konsep dan aturan (prinsipal). Berdasarkan pernyataan tersebut maka objek dari matematika terdiri dari fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip yang menunjukkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempunyai aturan, yaitu pemahaman materi yang baru mempunyai persyaratan penguasaan materi sebelumnya.

Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Menurut Ruseffendi (1991) setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.

Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila model pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan, sesuai dengan tingkat kognitif siswa sangat dimungkinkan pemahaman siswa akan lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak begitu besar pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan dalam matematika. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat memahami matematika.


(36)

20

Dari uraian penjelasan tersebut, peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengungkapkan apakah pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematisa yang pada akhirnya akan memperbaiki hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi matematis Siswa melalui Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah di Sekolah Menengah Pertama Negeri”.

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Rendahnya hasil belajar siswa pada bidang matematika.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. 3. Kemampuan komunikasi matematisa siswa masih rendah.

4. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk belajar dan memacu siswa untuk belajar serta belum mampu membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah.

5. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika belum bervariasi.

6. Kemampuan awal siswa berbeda (tinggi, sedang dan rendah) tidak hanya semata-mata dari faktor keturunan saja tetapi juga dari faktor pembelajaran yang diterapkan di kelas.


(37)

21

1.3.Batasan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, penelitian ini dibatasi agar lebih fokus dan mencapai tujuan yang diharapkan maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut :

1. Penerapan pembelajaran berbasis masalah (PBM) untuk peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa dibatasi hanya komunikasi tulisan saja.

2. Interaksi dibatasi hanya antara pembelajaran dan kemampuan awal matematik terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

3. Proses jawaban siswa dibatasi dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran berbasis masalah (PBM) dengan pembelajaran biasa saja.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa?


(38)

22

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematik terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa? 4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal

matematik terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

5. Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah terkait dengan kemampuan pemecahan masalah matematika dan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan pembelajaran biasa?

1.5.Tujuan Penelitian :

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. 2. Untuk mengetahui kemampuan peningkatan komunikasi matematis siswa

yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

3. Untuk mengetahui bahwa terdapat tidaknya interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematik terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa.


(39)

23

4. Untuk mengetahui bahwa terdapat tidaknya interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematik terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

5. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah mengenai kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan pembelajaran biasa.

1.6. Manfaat Penelitian :

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah :

1. Bagi siswa

Diharapkan dengan adanya pembelajaran berbasis masalah (PBM) bisa mengembangkan kemampuan siswa terhadap pembelajaran matematika, hal ini karena dalam pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih menekankan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga siswa menggunakan pola pikir tingkat tinggi.

2. Bagi Guru matematika di sekolah

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan komunikasi matematisa siswa juga sebagai bahan masukan atau pertimbangan dalam melaksanakan proses belajar mengajar.


(40)

24

3. Bagi Kepala Sekolah

Memberikan izin dan kewenangan kepada setiap guru untuk mengembangkan model-model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematisa siswa pada khususnya dan hasil belajar siswa pada umumnya.

4. Bagi peneliti

Mendapat pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian dan melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan tentang meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematisa siswa.


(41)

166

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1Simpulan

Pembelajaran matematika baik dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) maupun dengan cara pembelajaran biasa (PMB) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut:

1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa.

2) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa.

3) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah. 4) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis. 5) Proses penyelesaian jawaban siswa pada kelas eksperimen lebih lengkap

dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis dibandingkan dengan siswa pada kelas kontrol yang kewalahan dan kesulitan dalam menyelesaikannya.


(42)

167

5.2Implikasi

Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah. Karakteristik pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan mengacu pada pemberian masalah dunia nyata kepada siswa demi mencapai penemuan terhadap konsep-konsep.

Pembelajaran berbasis masalah sesuai untuk digunakan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa. Oleh karena itu kepada guru matematika di sekolah menengah pertama diharapkan memiliki pengetahuan teoritis maupun ketrampilan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah ini belum banyak dipahami oleh sebagian besar guru matematika terutama para guru senior serta kepada para pengambil kebijakan dapat mengadakan pelatihan maupun pendidikan kepada para guru matematika yang belum memahami pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran berbasis masalah yang terjadi di kelas berlangsung antar lain melalui sajian LAS berupa masalah dalam dunia nyata yang menarik dan menantang, memaksimalkan kontribusi siswa, interaksi antar komunitas kelas yang multi arah melalui diskusi kelas dan keterkaitan dengan bidang atau pengetahuan lain. Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran berbasis masalah antara lain :

1. Guru harus mampu membangun pola pikir siswa agar mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.


(43)

168

2. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa konsekuensi keterdekatan hubungan guru dan siswa. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individu siswa.

3. Pembelajaran berbasis masalah tidak terdapat peningkatan secara bersama-sama yang disumbangkan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi siswa tetapi hanya kemampuan kelompok tinggi saja yang mendapat keuntungan lebih besar.

5.3Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, maka berikut beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dalam proses pembelajaran matematika. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1) Bagi para guru matematika

a) Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Namun perlu dipertimbangkan untuk materi yang lain karena pembelajaran berbasis masalah tidak cocok diterapkan untuk semua materi.


(44)

169

b) Agar pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat lebih berhasil dengan baik di kelas, sebaiknya mempersiapkan dengan matang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan waktu yang diperlukan serta pada lembar aktivitas siswa (LAS) ditulis tahapan yang harus dikerjakan oleh siswa agar siswa tidak kebingungan.

c) Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) di kelas guru harus mampu membuat siswa saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Guru matematika juga diharapkan bisa menciptakan kondisi yang harmonis sehingga siswa mampu mengungkapkan argumen dengan bahasa mereka sendiri serta lebih berani tampil percaya diri dalam mempresentasikan gagasan mereka. 2) Bagi peneliti selanjutnya.

a) Dapat melakukan penelitian kedepannya mengenai bagaimana pengaruh pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan matematis lainnya, seperti kemampuan pemahaman, penalaran, disposisi, berpikir kritis, dan kreatif.

b) Rancanglah perangkat pembelajaran dengan efektif, sesuaikan dengan indikator kemampuan dan alokasi waktu yang harus dicapai.

3) Bagi lembaga terkait

a) Agar mensosialisasikan pembelajaran berbasis masalah diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga meningkatnya kemampuan matematika yang dimiliki oleh siswa, khususnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.


(45)

170

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Agustina, L (2011 ) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa SMP dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Ansari, B. I. 2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : yayasan Pena.

Arends, R. I (2008). Learning to Teach. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta. Aryan, B. (2007). Kemampuan Membaca dalam Pembelajaran Matematika.

(online), tersedia http://rbyans.wordpress.com/2007/04/25/kemampuan-membaca-dalam-pembelajaran-matematika/ Posted by rbaryans in pendidikan. Tracback (diakses 28 Agustus 2011)

Asikin, M. (2002) Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika I. (Online)(http:www.ocw.unnes.ac.id/ocw/matematika/pendidikan

matematika, (diakses 19 Desember 2010)

Atun, I (2006 ) Pembelajaran Matematika dengan Kooperatif Tipe Student

Teams Achievment Division untuk Meningkatkan Kemampuan

pemecahan masalah dan Komunikasi Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP) Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta BSNP.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Kominicating, k-8. Healping Children Thing Mathematically. New York : Merril, an Inprint of Macmillan Publishing, Company.

Dahar, R.W (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Depdiknas.2003.Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata pelajaran Matematika.Jakarta

Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta. Pusat kurikulum. Balitbang Depdiknas


(46)

171

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tenntang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas

Fakhruddin. (2011). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvensional. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Hadi, S. (2005) Pendidikan matematika Realistik dan Implementasinya . Banjarmasin : Tulip.

Hasanah, A (2004) Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menegah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : PPs UPI Bandung. Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang: Universitas Negeri Malang.

Ibrahim, M, dkk. (2000) Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa.

Marzuki. (2012) Perbedaan Kemampn Komampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pembelajaran Langsung. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Napitupulu, E. (1995) Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma. Vol 1 No. 1 Edisi Juni 2008.

………, (2011) Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah atas

Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematis serta Sikap Terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi. Bandung: PPs UPI Bandung. (Tidak dipublikasi)

Nasution, S. (1982). Didaktik asas-asas mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Nurhadi (2004 ). Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : UNM.

NTCM. (200) Principles and Standarts for mathematics, Reaston, VA : NTCM Khayroiyah, S. (2012) Analisis Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah

dan Penalaran Matematika Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa Pada Siswa SMP. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)


(47)

172

Panjaitan, A. (2008) Evaluasi Pembelajaran. Medan : PPs UNIMED

Polya. 1973 . How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University Press.

Priyatno, D. 2008. Lima Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Ruseffendi. (1991). Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya

dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung:Tarsito.

Rusman,(2009) Moodel-model Pembelajaran. Surabaya : PT. Raja Grafindo Persada.

Safari. (2005). Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non tes dengan manual, kalkulator, dan komputer. Jakarta: APSI Pusat.

Sagala, S. (2009) Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung ; Alfabeta.

Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

..., (2009). Analisis Strategi Kognitif Siswa SLTP Negeri 35 Medan dalam Menyelesaikan Soal-soal matematika. Jurnal Penelitian Kependidikan Universitas Negeri Malang. 10, (2).

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) pada Kelas I SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan. 10 (2). Maret 2004. Soedjadi, R (1991). Kiat Belajar Matematika di Indonesia. Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Sriyanto, (2007). Strategi Sukses Menguasai Matematika. Jakarta: Indonesia cerdas.

Sujono. (1988) Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta : Depdikbud, Dikti P2LPTK

Suharyanto, (2006). Tingkat Ketidaklulusan UAN NAD.

Suherman. E. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung :Wijaya Kesuma.

Suprijono, A.(2009) Teori dan Aplikasi. Surabaya. Tersedia online http://www.SMP-net.com/main.php?act=int&xkd=158 (diakses 28 juli 2011)


(48)

173

Suparno, P. (2000) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U.2005.Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung:UPI Bandung.

TIMSS (Trens in Mathematics Sciens Study). (2009) Tersedia online http://nces.cd.gov/timms/result07.asp (diakses 28 Juli 2011)

Trianto. (2009) Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wardani, S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Kooperatif Tipe JIGSAW. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.


(1)

2. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa konsekuensi keterdekatan hubungan guru dan siswa. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individu siswa.

3. Pembelajaran berbasis masalah tidak terdapat peningkatan secara bersama-sama yang disumbangkan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi siswa tetapi hanya kemampuan kelompok tinggi saja yang mendapat keuntungan lebih besar.

5.3Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, maka berikut beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dalam proses pembelajaran matematika. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1) Bagi para guru matematika

a) Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Namun perlu dipertimbangkan untuk materi yang lain karena pembelajaran berbasis masalah tidak cocok diterapkan untuk semua materi.


(2)

(PBM) dapat lebih berhasil dengan baik di kelas, sebaiknya mempersiapkan dengan matang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan waktu yang diperlukan serta pada lembar aktivitas siswa (LAS) ditulis tahapan yang harus dikerjakan oleh siswa agar siswa tidak kebingungan.

c) Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) di kelas guru harus mampu membuat siswa saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Guru matematika juga diharapkan bisa menciptakan kondisi yang harmonis sehingga siswa mampu mengungkapkan argumen dengan bahasa mereka sendiri serta lebih berani tampil percaya diri dalam mempresentasikan gagasan mereka. 2) Bagi peneliti selanjutnya.

a) Dapat melakukan penelitian kedepannya mengenai bagaimana pengaruh pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan matematis lainnya, seperti kemampuan pemahaman, penalaran, disposisi, berpikir kritis, dan kreatif.

b) Rancanglah perangkat pembelajaran dengan efektif, sesuaikan dengan indikator kemampuan dan alokasi waktu yang harus dicapai.

3) Bagi lembaga terkait

a) Agar mensosialisasikan pembelajaran berbasis masalah diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga meningkatnya kemampuan matematika yang dimiliki oleh siswa, khususnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.


(3)

170

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Agustina, L (2011 ) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa SMP dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Ansari, B. I. 2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : yayasan Pena.

Arends, R. I (2008). Learning to Teach. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta. Aryan, B. (2007). Kemampuan Membaca dalam Pembelajaran Matematika.

(online), tersedia http://rbyans.wordpress.com/2007/04/25/kemampuan-membaca-dalam-pembelajaran-matematika/ Posted by rbaryans in pendidikan. Tracback (diakses 28 Agustus 2011)

Asikin, M. (2002) Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika I. (Online)(http:www.ocw.unnes.ac.id/ocw/matematika/pendidikan

matematika, (diakses 19 Desember 2010)

Atun, I (2006 ) Pembelajaran Matematika dengan Kooperatif Tipe Student

Teams Achievment Division untuk Meningkatkan Kemampuan

pemecahan masalah dan Komunikasi Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP) Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta BSNP.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Kominicating, k-8. Healping Children Thing Mathematically. New York : Merril, an Inprint of Macmillan Publishing, Company.

Dahar, R.W (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Depdiknas.2003.Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata pelajaran Matematika.Jakarta

Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta. Pusat kurikulum. Balitbang Depdiknas


(4)

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tenntang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas

Fakhruddin. (2011). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvensional. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Hadi, S. (2005) Pendidikan matematika Realistik dan Implementasinya . Banjarmasin : Tulip.

Hasanah, A (2004) Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menegah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : PPs UPI Bandung. Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang: Universitas Negeri Malang.

Ibrahim, M, dkk. (2000) Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa.

Marzuki. (2012) Perbedaan Kemampn Komampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pembelajaran Langsung. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Napitupulu, E. (1995) Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma. Vol 1 No. 1 Edisi Juni 2008.

………, (2011) Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah atas

Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematis serta Sikap Terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi. Bandung: PPs UPI Bandung. (Tidak dipublikasi)

Nasution, S. (1982). Didaktik asas-asas mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Nurhadi (2004 ). Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : UNM.

NTCM. (200) Principles and Standarts for mathematics, Reaston, VA : NTCM Khayroiyah, S. (2012) Analisis Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah

dan Penalaran Matematika Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa Pada Siswa SMP. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)


(5)

Panjaitan, A. (2008) Evaluasi Pembelajaran. Medan : PPs UNIMED

Polya. 1973 . How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University Press.

Priyatno, D. 2008. Lima Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Ruseffendi. (1991). Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya

dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung:Tarsito.

Rusman,(2009) Moodel-model Pembelajaran. Surabaya : PT. Raja Grafindo Persada.

Safari. (2005). Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non tes dengan manual, kalkulator, dan komputer. Jakarta: APSI Pusat.

Sagala, S. (2009) Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung ; Alfabeta.

Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

..., (2009). Analisis Strategi Kognitif Siswa SLTP Negeri 35 Medan dalam Menyelesaikan Soal-soal matematika. Jurnal Penelitian Kependidikan Universitas Negeri Malang. 10, (2).

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) pada Kelas I SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan. 10 (2). Maret 2004. Soedjadi, R (1991). Kiat Belajar Matematika di Indonesia. Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Sriyanto, (2007). Strategi Sukses Menguasai Matematika. Jakarta: Indonesia cerdas.

Sujono. (1988) Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta : Depdikbud, Dikti P2LPTK

Suharyanto, (2006). Tingkat Ketidaklulusan UAN NAD.

Suherman. E. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung :Wijaya Kesuma.

Suprijono, A.(2009) Teori dan Aplikasi. Surabaya. Tersedia online http://www.SMP-net.com/main.php?act=int&xkd=158 (diakses 28 juli 2011)


(6)

Suparno, P. (2000) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U.2005.Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung:UPI Bandung.

TIMSS (Trens in Mathematics Sciens Study). (2009) Tersedia online http://nces.cd.gov/timms/result07.asp (diakses 28 Juli 2011)

Trianto. (2009) Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wardani, S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Kooperatif Tipe JIGSAW. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAYURMATINGGI MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK.

0 3 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI SMPN 13 MEDAN.

0 1 40

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI KELAS V SD NEGERI 064036 MEDANKOTA.

0 2 41

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 55

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL.

0 7 38

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VIII melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.

0 1 8

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP.

0 1 41

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII melalui penerapan model pembelajaran creative problem solving (CPS) berbasis kontekstual

1 0 6