Perilaku Buruk Penyimpaangan Dana Sosial.

PERILAKU BURUK PENYIMPAANGAN DANA SOSIAL
Oleh GPB Suka Arjawa
Pada bangunan politik yang terstruktur di dalam negara, masyarakat adalah pokok utama.
Yang dimaksudkan disini, segala aktivitas politik memandang masyarakat sebagai
tujuan. Struktur politik negara terdiri dari lembaga-lembaga seperti partai politik, DPR,
Presiden, lambang negara, lagu kebangsaan dan seterusnya. Pada posisi itu, masyarakat
merupakan bentangan tujuan dari keseluruhan lembaga yang dibentuk itu. Tidak lain
tujuan akhir, seperti yang sering digarisbawahii oleh Immanuel Kant adalah
kesejahteraan. Politik dalam bentuk apapun tidak lain bertujuan untuk mensejahterakan
rakyat. Pelaku-pelaku politik boleh dikatakan sebagai bagian dari strutur politik
ketatanegaraan, namun mereka hanyalah sekrup yang setiap saat bisa diganti karena
prosesnya memang demikian, atau dibuang saja karena skrup tersebut ternyata telah
lumpur.
Hanya saja kelemahan dari berbagai lembaga yang membentuk struktur itu,
kekuatannya terletak pada sekrup-sekrup yang membentuknya. Lembaga akan menjadi
kuat kalau penggerak mereka kuat. DPR, Presiden, kabinet serta berbagai komponen itu
akan kuat menopang negara apabila anggota dan aktor-aktornya kuat dalam menjalankan
pemerintahan. Kuat dalam hal menjalankan pemerintahan, tidak tergoda emosi untuk
melakukan apapaun di luar kewenangannya. Tujuan untuk memberikan kesejahteraan
kepada masyarakat akan terjamin. Nilai idelis tersebut akan bisa terwujud dalam batasan
mayoritas, dan rakyat tidak selalu menjadi obyek sapi perahan. Dalam posisi seperti yang

diungkapkan oleh Immanuel Kant, demokrasi sebenarnya merupakan salah satu cara
yang ada di tengah-tengah untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut. Kant mungkin
sadar bahwa mewujudkan kesejahteraan secara absolut itu utopis, mustahil. Tetapi
sumbangan pikiran yang diberikan oleh demokrasi adalah bahwa secara idealis
kesejahteraan itu bisa diwujudkan. Pikiran demokrasi dari Aristoteles itu memberikan
sumbangan signfikan untuk mewujudkan pikiran Kant. Di dalam sistem demokratis
itulah masyarakat bisa memberikan sumbangan suaranya.
Pemikir sosial modern, Jurgen Habermas kemudian memberikan sumbangan penting
untuk perjalanan pikiran Kant dan Aristoteles. Bahwa demi memaksimalkan negara
kesejahteraan itu, di dalam negara demokrasi rakyat harus diberikan kesempatan
berbicara. Modernisasi teknologi dan kesadaran akan perlunya kontak sosial, membuat
sosiolog asal Jerman ini memberikan sumbangan pikiran bahwa ruang publik sangat
penting. Disinilah anggota masyarakat akan bisa saling berinteraksi sosial untuk
mensejahterakan dirinya. Jadi, sangatlah penting kebebasan berbicara itu demi
mewujudkan kesejahteraan. Wadah yang diperlukan untuk ruang publik itu mulai dari
taman kota dimana orang bisa duduk-duduk sore hari sambil berdiskusi atau olahraga
pagi di hari minggu, jalan raya yang bebas kendaraan di hari minggu dimana anggota
masyarakat bisa saling sapa, kantin kampus, surat pembaca di surat kabar, siaran
interaktif radio dan televisi, ponsel yang memungkinkan orang untuk berinteraksi
melakui kelompok, sms, face book, twitter dan seterusnya. Ini adalah ruang publik

dimana masyarakat mampu menyuarakan aspirasi demi kesejahteraan itu.

Sejahtera jelas mempunyai makna luas. Ia tidak saja berdimensi ekonomi, tetapi juga
sosial dan budaya. Jadi, tidak saja memenuhi keperluan sandang, pangan dan papan tetapi
juga memberikan ruang bagi jalinan interaksi sosial serta ruang kreatif untuk
membentuk sebuah wujud karya yang baru. Inilah kesejahteran yang dimaksudkan.
Masing-masing negara mempunyai prioritas tersendiri untuk mewujudkan kesejahteraan
itu sesuai dengan tingkat perkembangan rakyatnya. Negara-negara sedang berkembang
atau negara yang masih terpuruk perekonomiannya, akan memprioritaskan keperluan
sandang pangan dan papan sebagai sebuah bentuk kesejahteraan.
Dari konteks pemikiran itulah kemudian, banyak masyarakat Indonesia yang kecewa
ketika bantuan-bantuan sosial banyak diselewengkan atau disalahgunakan oleh oknumoknum pejabat publik yang berkecimpung di bidang politik. Di beberapa tempat di
Indonesia yang sedang melaksanakan pemilihan kepala daerah, dana bantuan sosial
tersebut justru banyak digulirkan berdekatan menjelang ketika perhelatan pemilihan itu
berlangsung. Oleh lembaga yang bergelut di bidang transparansi, menyebutkan bahwa
baliho serta perlengkapan kampanye dibiayai oleh dana-dana bantuan sosial ini.
Kelemahan masyarakat yang tidak mampu membuat proposal secara benar itu,
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh oknum yang bersangkutan untuk mencari celah
menggunakan dana bantuan sosial tersebut sesuai kepentingan kelompoknya.
Dana bantuan sosial bisa dikatakan sebagai biaya yang digunakan untuk kesejahteraan

masyarakat. Sebab, dalam katagori ini dana itu bisa dipakai untuk kelompok atau
perseorangan yang terkena krisis sosial, ekonomi dan politik. Kata kuncinya adalah kata
krisis sehingga sesorang dan kelompok itu memerlukan bantuan. Akan tetapi dalam
perkembangannya di Indonesia, dana itu justru jatuh ke tangan pejabat eksekutif dan
legislatif dan kemudian digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan
diri atau kelompoknya taanpa jelas bagaimana wajud krisis yang mereka alami.
Dari kejadian ini bisa dilihat bahwa demokrasi di Indonesia ini masih berjalan timpang
dan masih belum menemui jalan masuk untuk mewujudkan apa yang diinginkan oleh
Immanuel Kant. Sistem demokrasi seperti yang dikonsepkan oleh Aristoteles dan
Habermas sudah boleh dikatakan berjalan. Tetapi cita-cita demokrasi untuk menopang
kesejahteraan rakyat masih sangat sulit diwujudkan. Di dalam sistem pemerintahan
republik Indonesia sekarang, dalam berbagai level jabatan eksekutif, rakyat sudah
melakukan pilihan secara langsung. Ini adalah demokrasi model aristoleles. Ruang
publik juga telah dibuka lebar-lebar. Terhadap para calon pejabat eksekutif maupun
legislatif, telah diadakan uji publik secara terbuka sebelum mereka diajukan menjadi
pejabat. Media massa dan berbagai ruang publik lain juga telah membuka diri untuk
mengkritisi segala tingkah laku pejabat. Hal ini merupakan penopang demokrasii modern
seperti yang dikonsepkan Habermas. Tetapi mengapa tetap ada kebocoran,
penyimpangan dan sebagainya itu?
Disinilah sekrup politik negara tersebut masih memerlukan tinjauan lebih lanjut lagi.

Para pejabat-pejabat politik dan pejabat struktural yang mempunyai hubungan dengan
politik, masih bermental buruk, tidak memandang rakyat sebagai tujuan melainkan

sebagai sebuah alat untuk menguntungkan pihaknya. Karena itulah, merupakan
kesempatan yang cukup ada waktu untuk berfikir untuk menjatuhkan pilihan kepada para
calon pejabat politik yang hendak bertarung menduduki jabatan politik. Harus dilihat
secara hati-hati dan jernih, calon pejabat yang mana sesungguhnya benar-benar
menglokaskan kesejahteraan kepada masyarakat. Dengan cara seperti itu negara
kesejahteraan akan bisa terwujud.****
Penulis adalah staf pengajar sosiologi politik, di Fisip dan FE Universitas Udayana