PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE TECHNOLOGY AND SOCIETY (STS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN MEMECAHKAN MASALAH SOSIAL SISWA.

(1)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Science, Technology and Society (STS) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Memecahkan Masalah Sosial Siswa (Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Jambo Reuhat UPTD Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh)”.

Sistematika penulisan tesis ini disajikan dalam lima bab, yang terdiri dari bab I pendahuluan, berisi tentang; latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, hipotesis, definisi operasional dan paradigma penelitian. Bab II membahas kajian pustaka yang berisi tentang; model pembelajaran STS pada mata pelajaran IPS, teori pendidikan IPS di sekolah dasar, kemampuan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah sosial. Bab III metodologi penelitian, berisi tentang; metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik pengolahan data. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang; analisis data, pembahasan, dan bab V simpulan dan saran.

Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi kualitas isi, temuan maupun dari segi teknik penulisan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari segenap pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Bandung, Juli 2011 Penulis


(2)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tinggi kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Sapriya, M. Ed., sebagai pembimbing I, Pembimbing Akademik, dan dosen Sekolah Pascasarjana UPI Bandung yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan senantiasa memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menyelesaikan studi dan penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Nana Supriatna M. Ed., sebagai pembimbing II dan dosen Sekolah Pascasarjana UPI Bandung yang selalu memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan selama penulis menempuh studi dan dalam penyusunan tesis ini. 3. Bapak Dr. M. Solehuddin, M. Pd., M.A., sebagai ketua Program Studi

Pendidikan Dasar, yang telah banyak memberikan kemudahan.

4. Semua dosen dan asisten beserta staf di Program Studi Pendidikan Dasar, Sekolah Pascasarjana UPI Bandung yang telah memberikan ilmu, pengetahuan, dan wawasan kepada penulis, sehingga menjadi bekal yang sangat berharga.


(3)

iv

5. Rektor Universitas Almuslim Peusangan Bireun beserta staff, yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis selama ini.

6. Kepala sekolah, guru kelas IVa dan guru kelas IVb SDN Jambo Reuhat UPTD Darul Aman Kab. Aceh Timur, yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

7. Semua rekan-rekan dan sahabat, rekan seperjuangan Program Studi Pendidikan Dasar, khususnya; Tim 18 Aceh dosen Universitas Al-Muslim Bireuen, rekan-rekan konsentrasi IPS 09’ dan klub SAGENA Archery Aceh. 8. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Safwan, A. Ma. dan ibunda Tazminar,

A. Ma. Pd., kakanda Iwan Zuhri, Wan Arami, S. Pd., Rahmawan, dan adik-adikku tersayang, Rizqan dan Iwan Sabri, saudara-saudara penulis yang lain serta Ira Malasari, S. Pd. dan keluarga yang senantiasa selalu memberikan dukungan dan berdoa untuk keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

9. Semua pihak yang tidak sempat penulis sapa, terima kasih atas bantuannya. Semoga amal baik Bapak, Ibu, rekan-rekan, dan keluarga yang telah diberikan demi kelancaran penulisan tesis ini, menjadi amal sholeh dan mendapat balasan dari Allah SWT, amin.

Bandung, Juli 2011


(4)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Science, Technology and Society (STS) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Memecahkan Masalah Sosial Siswa (Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Jambo Reuhat UPTD Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya tulis saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juli 2011 yang membuat pernyataan,


(5)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

PERNYATAAN ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ... 14

F. Variabel dan Definisi Operasional ... 15

G. Metode Penelitian... 17

H. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran STS Pada Mata Pelajaran IPS... ... 18

1. Model Pembelajaran STS.. ... 19

2. STS dalam Pengajaran IPS Sekolah Dasar... 27

3. Langkah-langkah Penerapan Model STS dalam Pengajaran IPS... ... 33

B. Pendidikan IPS di Sekolah Dasar ... 42

1. Pengertian dan Tujuan IPS ... 42

2. Dimensi Pendidikan IPS ... 46

C. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SD.. ... 48

D. Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial ... 55

E. Teori Belajar yang Mendukung... ... 65

F. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah melalui Model Pembelajaran STS pada pelajaran IPS SD .. 72


(6)

vii BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 76

B. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 78

C. Prosedur Penelitian.. ... 79

D. Alat tes dan Instrumen Penelitian... 85

E. Pengembangan Bahan Ajar.. ... 93

F. Teknik Pengumpulan Data ... 94

G. Teknik Analisis Data ... 95

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 107

1. Deskripsi Proses Pembelajaran Model STS ... 108

2. Aktivitas Guru dan Siswa selama Proses Pembelajaran ... 122

3. Tanggapan Siswa Terhadap Proses Pembelajaran Model STS.. ... 124

4. Tanggapan Guru Terhadap Model STS ... 126

5. Deskripsi Kemunculan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Sosial Siswa pada Kelas Eksperimen ... 128

6. Kemampuan Berpikir Kritis ... 135

7. Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial Siswa ... 146

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 158

1. Deskripsi Proses Pembelajaran Model STS ... 159

2. Tanggapan Siswa terhadap Proses Pembelajaran Model STS ... 155

3. Tanggapan Guru terhadap Pembelajaran Model STS ... 166

4. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Model STS ... 167

5. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Sosial Siswa Pada Pembelajaran Model STS ... 176

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 184

B. Rekomendasi ... 186

DAFTAR PUSTAKA ... 188

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 193

Lampiran A. Alat Pengumpul Data ... 193


(7)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Paradigma Penelitian ... 15

2.1 Hubungan STS dengan social studies ... 24

2.2 Langkah-langkah Implementasi Model STS ... 41

3.1 Alur Penelitian ... 84

4.1 Uji Independent Samples Test Skor Pretest Kemampuan Berpikir Kritis ... 138

4.2 Uji Independent Samples TestSkor Posttest Kemampuan Berpikir Kritis ... 142

4.3 Uji Independent Samples TestN-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 146

4.4 Hasil Uji Independent Samples Test Skor Pretest Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial ... 150

4.5 Hasil Uji Independent Samples Test Skor Posttest Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial ... 154

4.6 Hasil Uji Independent Samples Test Skor N-Gain Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial ... 158

4.7 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis pada Kelas Eksperimen Dan Kontrol pada Pengukuran (pretest-posttest) ... 174

4.8 Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Pengukuran (pretest-posttest) ... 183


(8)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Model Pembelajaran STS dengan Model Pembelajaran

Tradisional... 25

2.2 Tabel Indikator Berpikir Kritis. ... 53

2.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 64

3.1 Desain Penelitian ... 77

3.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 86

3.3 Indikator dan Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis ... 86

3.4 Kategori Validitas Butir Soal ... 88

3.5 Rekapitulasi Validitas Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 89

3.5 Kategori Reliabilitas Tes ... 91

3.6 Indikator Pemecahan Masalah ... 92

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 94

3.8 Kategori Validitas Butir Soal ... 94

3.9 Kategori Reabilitas Tes ... 97

3.10 Kriteria Indeks Kesukaran... 98

3.11 Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 99

3.12 Kategori Daya Pembeda ... 101

3.13 Daya Pembeda Butir Soal ... 101

3.14 Katagori Tingkat Gain yang dinormalisasi ... 103

4.1 Data Observasi pada Tiap Pertemuan... 123

4.2 Tanggapan Siswa Terhadap Proses Pembelajaran STS ... 124

4.3 Uji Normalitas pretest Kemampuan Berpikir Kritis ... 136

4.4 Uji Homogenitas Skor Pretest Kemampuan Berpikir Kritis... 137

4.5 Uji Independent Samples TestPretest Kemampuan Berpikir Kritis ... 138

4.6 Uji Normalitas Skor Posttest Kemampuan Berpikir Kritis ... 140

4.7 Uji Homogenitas Skor Posttest Kemampuan Berpikir Kritis ... 140

4.8 Uji Independent Samples TestPosttest Kemampuan Berpikir Kritis . 141 4.9 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 143


(9)

x

4.10 Uji-Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 144 4.11 Uji Beda Rata-rata N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 145 4.12 Uji Normalitas Skor Pretest Kemampuan Memecahkan

Masalah Sosial Siswa ... 147 4.13 Uji Homogenitas Skor Pretest Kemampuan Memecahkan

Masalah Sosial Siswa ... 148 4.14 Uji Beda Rata-rata skor Pretest Kemampuan Memecahka

Masalah Sosial Siswa ... 149 4.15 Uji Normalitas Skor Posttest Kemampuan Memecahkan

Masalah Sosial Siswa ... 151 4.16 Uji Homogenitas Skor Posttest Kemampuan Memecahkan

Masalah Sosial Siswa ... 152 4.17 Uji Beda Rata-rata skor Posttest Kemampuan Memecahkan

Masalah Sosial Siswa ... 154 4.18 Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Memecahkan

Masalah Sosial Siswa ... 155 4.19 Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Memecahkan

Masalah Sosial Siswa ... 156 4.20 Uji Beda Rata-rata N-Gain Kemampuan Memecahkan


(10)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran STS ...193

Lampiran A2 Lembar Kerja Siswa ...211

Lampiran A3 Kisi-kisi Soal Kemampuan Berpikir Kritis ...230

Lampiran A5 Pedoman Penskoran Kemampuan Memecahkan Masalah ...239

Lampiran A6 Soal Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir Kritis ...240

Lampiran A7 Soal Pretest dan Posttest Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial ...245

Lampiran B1 Angket Tanggapan Siswa ...251

Lampiran B2 Pedoman Wawancara dengan Guru ...255

Lampiran B3 Pedoman Observasi Pelaksanaan Pembelajaran ...260

Lampiran C1 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Validtias dan Reliabilitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis ...263

Lampiran C2 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal ...126

Lampiran C3 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal ...265

Lampiran D1 Rekapitulasi Data Pretest Kemampuan Berpikir Kritis ...266

Lampiran D2 Rekapitulasi Data Posttest Kemampuan Berpikir Kritis ...268

Lampiran D3 Rekapitulasi Data Pretest Pemecahan Masalah ...270

Lampiran D4 Rekapitulasi Data Posttest Pemecahan Masalah ...272

Lampiran D5 Rekapitulasi Skor Pretest, Posttest, dan N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ...274


(11)

xii

Lampiran D6 Rekapitulasi Skor Pretest, Posttest, dan N-Gain

Pemecahan Masalah ...276 Lampiran E1 Uji Normalitas Skor Pretest dan Posttest

Kemampuan Berpikir Kritis ...278 Lampiran E2 Uji Normalitas Skor Pretest dan posttest Kemampuan

Memecahkan Masalah ...279 Lampiran E3 Uji Homogenitas Skor Pretest dan Posttest Kemampuan

Berpikir Kritis dan Kemampuan Memecahkan Masalah... 280 Lampiran E4 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ...282 Lampiran E5 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Memecahkan

Masalah Sosial Siswa ...283 Lampiran E6 Uji Homogenitas N-Gain Penguasaan Konsep IPS dan

Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial Siswa ...284 Lampiran E7 Uji Beda Skor Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir

Kritis. ...285 Lampiran E8 Uji Beda Skor Pretest dan Posttest Pemecahan Masalah ...288 Lampiran E9 Uji Beda N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis dengan

Mann Whitney ...289 Lampiran E10 Uji Beda N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah ...290


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya keresahan yang dirasakan oleh peneliti pada dunia pendidikan khususnya pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS di sekolah dasar selama ini cenderung lebih bersifat teoritis dan terkesan terpisah dari kehidupan nyata siswa dengan menitikberatkan pada bagaimana menghabiskan materi pelajaran dari buku teks. Pembelajaran IPS juga belum menggunakan model, pendekatan dan metode yang bervariasi dan inovatif. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dan metode hafalan, sehingga siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Siswa hanya mendengar dan menulis serta menghafal apa yang diterangkan dan diperintahkan oleh guru. Selain itu, proses pembelajaran IPS belum memberikan kesempatan yang memadai kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri dan memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan dasar tersebut memerlukan proses pembelajaran yang bisa melibatkan siswa secara aktif menemukan jawaban, berpikir dan memecahkan permasalahan sosial yang dihadapinya. Artinya, bahwa salah satu tujuan akhir dari proses pembelajaran IPS di sekolah dasar adalah siswa memiliki kemampuan dasar dalam berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah.

Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan pembelajaran IPS dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial siswa, dapat terungkap dari penelitian Erlisnawati (2008) dengan mengukur


(13)

kemampuan berpikir kritis siswa SD kelas V pada kategori rendah dengan skor rata-rata pretes 4,87 (54,11% dari skor ideal) dan rata-rata skor kelas kontrol diperoleh 4,89 (53,33% dari skor ideal) berada pada kategori rendah.

Penelitian Zulkarnain (2009) kemampuan siswa berpikir kritis pada hasil pengukuran pretes menunjukkan rata-rata 6,97 untuk kelas eksperimen dan 6,85 untuk kelas kontrol, dengan demikian menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa yang rendah.

Rendahnya kemampuan berpikir kritis juga terungkap dari hasil penelitian Mayadiana (2005) bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni hanya mencapai 36,26% untuk mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar belakang non –IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan mahasiswa. Hal serupa juga berdasarkan penelitian Maulana (2008) bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD kurang dari 50% skor maksimal.

Penelitian Sutisyana (1997) menemukan bahwa selama ini pembelajaran didominasi oleh guru melalui pendekatan ceramah dan ekspositori, guru jarang mengajak siswa untuk menganalisis secara mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa menggunakan kemampuan berpikir kritisnya.

Temuan lain dikemukakan oleh Samsiani (2009) selama ini pembelajaran IPS kurang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis kepada siswa, pembelajaran cenderung berpusat pada guru. Munawarah (2009) melihat bahwa pembelajaran di Sekolah Dasar khususnya di sekolah rendah, pembelajaran masih


(14)

berpusat pada guru dan kurang dapat memberikan rangsangan kepada siswa untuk berpikir kritis.

Penelitian Takiddin (2010) berdasarkan pada data yang diperoleh di lapangan, diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah sosial siswa sebesar 6,06 atau 30 % dari skor ideal 20 dan 6,25 atau 31% dari skor ideal 20. Data tersebut menunjukkan kemampuan yang rendah.

Penelitian Margawani (2009) menjelaskan temuan tentang kemampuan penyelesaian masalah sosial pada pembelajaran IPS siswa kelas IV dikatakan tidak berhasil, karena dari 24 siswa yang ada, yang menguasai materi pelajaran hanya 35% sedangkan yang lainnya masih belum memahami masalah sosial di dalam materi pembelajaran, bahwa pembelajaran yang dikatakan berhasil apabila minimal 70% penguasaan materi telah dikuasai oleh siswa.

Dari temuan-temuan di atas dapat dipahami bahwa kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial siswa memang tidak dibiasakan untuk diajarkan sejak sekolah dasar. Sehingga ketika siswa beranjak ke tingkat SMP, SMA hingga perguruan tinggi kemampuan berpikir menjadi masalah terhadap mahasiswa itu sendiri. Hal ini akan menjadi dilema jika kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial tidak diajarkan sejak sekolah dasar. Dengan demikian kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial siswa sekolah dasar perlu untuk segera ditingkatkan, karena akan berdampak pada jenjang berikutnya.

Berdasarkan fakta tersebut, maka kemampuan berpikir kritis siswa sangat penting untuk dikembangkan. Oleh karena itu, guru hendaknya mengkaji dan


(15)

memperbaiki kembali praktek-praktek pengajaran selama ini dilaksanakan, yang mungkin hanya sekedar rutinitas belaka.

Mempersiapkan siswa menghadapi masa depan dengan bekal keterampilan sosial sudah seyogianya menjadi tugas pembelajaran IPS. Di abad 21 sekarang ini memasuki era digital, globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat membuat peradaban manusia terus berkembang setiap saat, pembelajaran IPS saat ini belum mampu mengkaji realita sosial yang dihadapi oleh para siswa, isi pelajaran yang bersentuhan langsung terhadap anak dalam menghadapi era digital dan teknologi, kesenjangan ini terlihat dengan bermunculan permasalahan sosial yang disebabkan perkembangan sains dan teknologi tersebut.

Implikasi rendahnya pembelajaran yang merangsang kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial siswa, terlihat pada keberadaan masyarakat dalam menyikapi teknologi, siswa merupakan miniatur dari masyarakat, yang nantinya siswa akan menjadi bagian dari masyarakat. Rendahnya pengetahuan siswa menyikapi keberadaan teknologi pada masyarakat terlihat pada berbagai lini kehidupan, nampak jelas bahwa pentingnya kesadaran penggunaan teknologi tepat guna pada bidang pertanian, bangsa Indonesia kekurangan beras padahal negara Indonesia merupakan negara agraris, terjadi kerusakan lingkungan karena penggunaan pestisida dan peralatan kimia lainnya, sehingga mencemari tanah dan sungai, racun tersebut tanpa kontrol yang jelas dapat juga menjadi racun pada makanan, tanpa disadari keadaan demikian menjadi lumrah pada masyarakat tanpa memahami dampak dari prilaku yang salah dari menyikapi penggunaan teknologi.


(16)

Pada perkembangan teknologi komunikasi meningkatnya pola konsumtif pada siswa, gaya hidup mereka terbentuk ketika siswa sering melihat tayangan termasuk iklan yang menawarkan berbagai produk di TV sehingga siswa ingin mendapatkan apa yang siswa lihat. siswa SD telah menggunakan handphone canggih karena telah melihat orang dewasa atau teman-temannya tanpa menyadari apa manfaat dan kerugian bila menggunakannya. Siswa belum mampu memberikan pertimbangan terhadap apa yang dia inginkan dikarenakan siswa tidak mampu mengkritisi keadaan yang ada pada sekitar siswa.

Pada bidang transportasi masalah sosial yang sering timbul yakni penggunaan alat transportasi, anak di bawah umur telah mampu berkendaraan dengan sepeda motor beroda dua sehingga menjadi tren bersekolah, tanpa mengindahkan aturan-aturan berkendaraan sehingga sering sekali terjadi kecelakaan, mereka malu bersepeda karena dianggap ketinggalan zaman. Hal tersebut bukan hanya memunculkan masalah pada usia anak-anak namun orang dewasa juga tidak kalah rumitnya, sering kita lihat kemacetan dan kecelakaan di mana-mana karena ketidakmampuan membaca rambu-rambu lalu lintas dan tidak adanya rasa tanggung jawab dalam menggunakan kendaraan transportasi.

Penggunaan teknologi tersebut tanpa disadari telah mengikis kehidupan sosial anak, kemampuan sosialisasi anak dengan lingkungannya terus berkurang, etika dan tata krama yang melekat pada masyarakat sebagai bentuk norma-norma semakin memudar.

Hal ini perlu menjadi perhatian guru dalam pembelajaran IPS, menciptakan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan siswa


(17)

sehingga siswa memperoleh keterampilan, siap serta dapat bertanggung jawab (responsible) dalam menghadapi perkembangan sains dan teknologi.

Untuk menghindari kondisi tersebut maka perlu usaha untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah sosial dalam proses pembelajaran sehingga nantinya mampu mengarahkan siswa menjadi manusia yang mampu mengambil keputusan, berpikir, dan menyeleksi informasi melalui pemikirannya serta dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi dengan benar. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu siswa untuk menjadi manusia yang mampu membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Bukan hanya mengajar kemampuan yang perlu dilakukan, tetapi juga mengajar sifat, sikap, nilai, dan karakter yang menunjang berpikir kritis. Menurut beberapa ahli seperti Jacqueline dan Martin Brooks (1993:2001) dalam Santrock (2007) menjelaskan

Sedikit sekolah yang mengajarkan siswanya berpikir kritis. Sekolah justru memberikan jawaban yang benar alih-alih mendorong mereka memunculkan ide-ide baru atau memikirkan ulang kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada, biasanya guru sering meminta siswa menceritakan kembali, mendefinisikan, mendeskripsikan, menguraikan, dan mendaftar alih-alih menganalisis, menarik kesimpulan, menghubungkan, menyintesiskan, mengkritik menciptakan, mengevaluasi, memikirkan dan memikirkan ulang. Akibatnya, banyak sekolah yang meluluskan siswa yang berpikir secara dangkal, hanya berdiri di permukaan persoalan, bukannya para siswa yang mampu berpikir secara mendalam.

Sebuah cara mendorong siswa berpikir kritis adalah dengan menghadapkan mereka pada topik-topik yang kontroversial. Topik tersebut dapat diangkat melalui perdebatan dan penyampaian argumen oleh siswa, namun banyak guru yang menghindarkan perdebatan dan diskusi pada siswa karena


(18)

menurut mereka perdebatan terkesan “tidak sopan” atau “tidak baik” (Winn, 2004 dalam Santrock, 2007). Perdebatan dan diskusi juga diindikasikan sekolah yang ribut sehingga terkesan guru tidak dapat mengelola kelasnya. Dikarenakan banyak kepala sekolah mengharapkan sekolah yang tenteram dan diam, sehingga memunculkan kelas yang kaku yang mengekang kebebasan siswa dalam berpikir.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa usaha perbaikan proses pembelajaran melalui upaya pemilihan model pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting untuk dilaksanakan, melatih siswa untuk berpikir dan memecahkan masalah sosial dalam konteks perkembangan sains dan teknologi agar siswa siap dan responsible terhadap tantangan globalisasi.

Banyak tawaran dan alternatif yang dapat digunakan untuk mengajarkan pembelajaran IPS, namun tidak semua sesuai dengan karakteristik tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Di antaranya pembelajaran model pemrosesan informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku, namun di antara model tersebut yang mampu mengangkat isu dan permasalahan sosial dalam konteks perkembangan sains dan teknologi adalah model pembelajaran Science Technology and Society (STS). Oleh karena itu, salah satu model pembelajaran yang diduga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar adalah model pembelajaran Science Technology and Society (STS).


(19)

Penerapan model pembelajaran STS diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran IPS, melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan kemajuan sains dan teknologi. Pembelajaran ini mengakomodir kebutuhan siswa untuk memahami sains dan teknologi dalam kehidupannya. Langkah tersebut dengan cara mengangkat isu-isu sosial yang berkembang saat ini, isu tersebut kemudian dikaji melalui perspektif geografis, ekonomi, hukum, estetika, etika dan ilmiah. Dengan pengkajian dari berbagai perspektif tersebut maka siswa dapat memahami serta memiliki keterampilan berpikir dan memecahkan masalah sosial sehingga diharapkan dapat menghasilkan siswa-siswa yang tanggap terhadap isu yang berkembang di masyarakat. Yager (1993) memandang bahwa pembelajaran STS berfokus pada masalah-masalah sosial serta isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat, sebagaimana dikemukakannya bahwa:

It focuses upon socieal issues, i.e., issues and problems in homes, schools, and communities as well as the more global problems that should concern all humankind. STS also means focusing upon the occuptions and carrers that are known today; it means using human resources in identifying and resolving local issues.

Dari pernyataan di atas, dapat dijelaskan STS berfokus pada masalah-masalah sosial, misalnya, masalah-masalah dan isu-isu di rumah, sekolah, dan komunitas dan juga masalah-masalah yang lebih global yang harus memperhatikan seluruh manusia. STS juga berfokus terhadap pekerjaan dan karier yang diketahui saat ini; ini berarti menggunakan sumber daya manusia dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah lokal.


(20)

Model pembelajaran STS merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi masyarakat. Menurut Poedjiadi (2007) “tujuan model STS adalah untuk membentuk individu memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya”. Penerapan model pembelajaran STS diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran IPS, melatih siswa untuk berpikir kritis, memecahkan masalah sosial dan menemukan sesuatu sehingga dapat meningkatkan kapasitas kognitif, afektif serta psikomotorik yang nampak jelas meningkatkan hasil belajar siswa. Berkaitan dengan pembelajaran STS Yager dan Akcay (2007:13) menjelaskan:

Scientific literacy increases many skill that people use in everyday life, like being able to solve problems creatively, thinking critically, working cooperatively. An understanding of scientific knowledge and processes contributes in essential way to attaining these skill.

Diperkuat dengan pendapat Remy (1990) menjelaskan:

Penggunaan langkah-langkah pengambilan keputusan yang sistematis dalam mempelajari isu-isu STS dalam pembelajaran IPS dapat membantu mengembangkan intelektual siswa, kemampuan memecahkan masalah (problem solving skill) dan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan secara fleksibel namun terorganisir.

STS berusaha memperhatikan siswa, lingkungannya dan kerangka berpikirnya. Strategi pembelajarannya mulai bergerak dari dunia aplikasi atau dunia nyata menuju dunia teknologi dan kemudian dunia siswa yang menghubungkan antara dunia tersebut dengan disiplin tradisional sesuai dengan model Robert E Yager (1990). Dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia khususnya pada mata pelajaran IPS, menunjukkan bahwa dengan


(21)

penerapan model pembelajaran STS dianggap berhasil mengembangkan potensi siswa secara signifikan dan telah menjadi meaning learning (belajar bermakna).

Dari berbagai penjelasan di atas jelas bahwa pembelajaran STS sebagai bagian dari pembelajaran sosial yang membelajarkan siswa memiliki keterampilan sosial seperti kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan sosial dan bermakna bagi kehidupan siswa, dengan kemampuan tersebut maka siswa mampu mengkritiki bagaimana kedudukan teknologi di sekitar siswa, memiliki kemampuan memilih, menyeleksi tayangan televisi sesuai dengan informasi yang dibutuhkan siswa, memahami fungsi guna handphone sebagai alat komunikasi, serta mampu melihat permasalahan nyata keberadaan alat transportasi dan mencoba menganalisis untuk memecahkan permasalahan mengenai keberadaan teknologi tersebut, hal ini senada dengan pendapat Banks dalam Sapriya (2008)

Hakikat pembelajaran IPS untuk membantu para siswa mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang diperlukan dalam hidup bernegara di lingkungan masyarakatnya serta mengembangkan kompetensi dan keterampilan hidup bernegara (it’s primary goal) sehingga siswa siap menjadi warga negara yang baik (good citizenship) dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa model pembelajaran STSpenting diterapkan guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah sosial siswa sekolah dasar. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Science, Technology and Society (STS) untuk Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Memecahkan Masalah Sosial Siswa”.


(22)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan bahwasanya yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah belum tercapainya tujuan pembelajaran IPS SD salah satunya kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah sosial siswa, pembelajaran belum mampu mengangkat isu-isu sosial terkait dengan sains dan teknologi sehingga siswa siap menghadapi era globalisasi, pembelajaran IPS di SD cenderung lebih bersifat teoritis terkesan terpisah dari dunia anak, oleh karena itu perlu diterapkan model pembelajaran STS untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial. Melalui pembelajaran IPS dapat mempersiapkan peserta didik menjadi siap dan responsible terhadap kemajuan pesat sains dan teknologi di era globalisasi.

Permasalahan pokok yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “apakah model pembelajaran STS dalam pembelajaran IPS siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah siswa di sekolah dasar”. Berdasarkan pada uraian dan latar belakang di atas, maka peneliti dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Untuk lebih mengarahkan penelitian, masalah utama tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan, tanggapan siswa dan tanggapan guru terhadap penerapan model STSdalam pembelajaran IPS sekolah dasar?


(23)

2. Apakah terdapat perbedaan dalam kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat perbedaan dalam kemampuan memecahkan masalah sosial antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional?

4. Apakah terdapat perbedaan dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional?

5. Apakah terdapat perbedaan dalam peningkatan kemampuan memecahkan masalah sosial antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui deskripsi pelaksanaan, anggapan siswa dan tanggapan guru terhadap penerapan model STS dalam pembelajaran IPS sekolah dasar.

2. Untuk mengetahui perbedaan dalam kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.


(24)

3. Untuk mengetahui perbedaan dalam kemampuan memecahkan masalah sosial antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

4. Untuk mengetahui perbedaan dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

5. Untuk mengetahui perbedaan dalam peningkatan kemampuan memecahkan masalah sosial antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Kegunaan untuk mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan serta mengetahui penerapan model pembelajaran STSdalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah sosial siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa dengan penerapan model pembelajaran STS dapat memperoleh pengalaman belajar dan keterampilan berharga dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah sosial siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

b. Bagi guru dapat menjadi sumber rujukan dalam memilih model pembelajaran dalam mata pelajaran IPS sekolah dasar.


(25)

E. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi

Scientific literacy increases many skill that people use in everyday life, like being able to solve problems creatively, thinking critically, working cooperatively. An understanding of scientific knowledge and processes contributes in essential way to attaining these skill (Yager & Akcay, 2007:13).

There is considerable evidence that STS approaches can strengthen student knowledge of both science and social issues; additionally, student critical thinking skills and problem solving are greatly enhanced by the high interest issues of STS interdisciplinary teaching (Hurd,1985; Yager 1987 dalam David Kumar dan Penelope Fritzer, 1998:14).

2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan dalam kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional

2. Terdapat perbedaan dalam kemampuan memecahkan masalah sosial antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STSdengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional

3. Terdapat perbedaan dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional

4. Terdapat perbedaan dalam peningkatan kemampuan memecahkan masalah sosial antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran STS dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional


(26)

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional a. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

1) Variabel bebas yang merupakan variabel independen yaitu penerapan model pembelajaran STS dalam pembelajaran IPS sebagai variabel (X) 2) Variabel terikat yang merupakan variabel dependen yaitu:

a) Kemampuan berpikir kritis (Y1) yang terkait dengan topik mengenal permasalahan sosial di daerahnya.

b) Kemampuan memecahkan masalah sosial siswa (Y2)

Dalam penelitian ini akan dicari kontribusi antara variabel X (model pembelajaran STS) terhadap variabel Y (peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah sosial siswa kelas IV Sekolah Dasar). Adapun kontribusi variabel (X) penerapan model pembelajaran STS terhadap variabel (Y1) berpikir kritis dan variabel (Y2) kemampuan memecahkan masalah sosial dapat digambarkan pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Paradigma Penelitian

Berpikir kritis (Y1) Penerapan model

pembelajaran STS(X)

Memecahkan masalah sosial (Y2)


(27)

b. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan siswa dalam mengidentifikasi, menganalisis argumen, memutuskan suatu tindakan, kemampuan memberi alasan, kemampuan mendefinisikan, kemampuan mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi serta kemampuan membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. Kemampuan tersebut diukur dengan tes kemampuan berpikir kritis, di mana tes tersebut berbentuk soal pilihan ganda. 2. Kemampuan memecahkan masalah sosial adalah kemampuan siswa dalam

mengenal adanya masalah, mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan pemecahan masalah, dan mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan tersebut diukur dengan tes kemampuan pemecahan masalah sosial siswa, di mana tes berbentuk soal uraian.

3. Model pembelajaran STS yang dimaksud di sini adalah model pembelajaran yang berintegrasi mengaitkan hubungan sains teknologi dan perkembangan masyarakat di kaji melalui isu-isu sosial yang relevan dengan topik pembelajaran. Model pembelajaran STS dilihat dari keterlaksanaan model pembelajaran dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar, implementasi model STS melalui tahapan-tahapan yaitu: (1) Pendahuluan: inisiasi/invitasi/apersepsi/eksplorasi terhadap siswa melalui


(28)

isu-isu/pertanyaan-pertanyaan masalah sosial. (2) Pembentukan/ pengembangan konsep. (3) Aplikasi konsep dalam kehidupan: penyelesaian masalah. (4) Pemantapan konsep, dan (5) Penilaian.

4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru, berpusat pada guru. Guru menyampaikan materi pembelajaran di depan kelas, materi yang diangkat dari buku teks, siswa pasif, pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban yang benar. Aktivitas siswa mendengarkan, mencatat, bertanya, dan mengerjakan soal secara individu atau bekerja sama. Soal-soal yang diberikan ke banyak serupa dengan contoh yang dijelaskan.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kelas dengan metode eksperimen kuasi (quasi eksperiment) di mana subyek kelompok penelitian tidak diambil secara random, subyek penelitian diterima apa adanya oleh peneliti. Penelitian ini di bagi dalam dua kelompok siswa, yaitu kelompok eksperimen melalui penerapan model pembelajaran STS dan kelompok kontrol melalui pembelajaran biasa (konvensional). Penerapan metode pembelajaran dilakukan pada pembelajaran IPS di SD dengan materi “mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.”

H. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas IVa dan kelas IVb Sekolah Dasar Negeri Jambo Reuhat UPTD Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh. penelitian pada bulan Maret–April 2011.


(29)

76 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model Science Technology and Society (STS) untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial siswa sekolah dasar. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen semu (quasi eksperiment) yaitu dengan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Sugiyono, 2006:86-88; Schumacher & Mc.Milan, 2001:342-343). Eksperimen yang digunakan ini (quasi eksperiment) dimana subyek penelitian tidak dikelompokan secara acak, tetapi menerima keadaan subyek apa adanya (Ruseffendi, 2006:52). Desain yang digunakan dalam penelitian eksperimen semu ini adalah nonequivalent group pretes-postes design (Sugiyono, 2009:116; Schumacher & Mc.Millan, 2001:342). Dalam desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2008). Subjek penelitian tidak dipilih secara acak, tetapi diterima apanya subjek untuk diteliti. Langkah selanjutnya dilakukan uji pretes pada kedua kelompok, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol, meski diberikan perlakuan yang berbeda antara kedua kelompok tetapi untuk pengujian baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol menggunakan perangkat tes yang sama. Data penelitian ini berupa data kuantitatif, yaitu skor pretes dan postes sebelum dan setelah penerapan model pembelajaran, data kualitatif berupa tanggapan siswa dan guru diperoleh melalui angket. Kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran dengan model STS dan kelompok kontrol


(30)

menggunakan pembelajaran konvensional (pembelajaran yang biasa dilakukan guru). Secara sederhana desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O3 X2 O4

Keterangan:

X1 : Perlakuan model pembelajaran STS

X2 : Perlakuan berupa pembelajaran biasa yang dilakukan oleh guru (konvensional)

O1 : Pretes kelas eksperimen O2 : Postes kelas eksperimen O3 : Pretes kelas kontrol O4 : Postes kelas kontrol

Dalam penelitian ini pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh 2 orang guru yang berbeda untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan kebijakan yang berlaku umum maka guru SD adalah guru kelas yang merangkap sebagai wali kelas dan mengajarkan semua mata pelajaran, misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Matematika, Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Dan untuk mengkaji kompetensi kedua guru IPS kelas eksperimen dan kelas kontrol, kedua guru tersebut memiliki latar belakang pendidikan yang sama.


(31)

Untuk guru kelas eksperimen berlatar belakang pendidikan Sarjana (S1) di Universitas Terbuka, sedangkan untuk kelas kontrol guru memiliki latar belakang pendidikan sebagai Sarjana (S1) di Universitas STAIN Cot Kala Langsa. Persamaan lainnya adalah kedua guru tersebut adalah satu grup dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) dan sama-sama aktif dalam aktivitas KKG. Hal ini memungkinkan adanya kerja sama yang baik dalam memecahkan berbagai permasalahan dalam pembelajaran. Perbedaannya terletak pada pengalaman mengajar, guru yang mengajar di kelas eksperimen, pengalaman mengajarnya 8 tahun, sedangkan guru yang mengajar di kelas kontrol pengalaman mengajarnya 2 tahun dan belum PNS. Berdasarkan uraian kualifikasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kedua guru tersebut mempunyai kualifikasi yang sama atau mendekati sama.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian berlokasi di Sekolah Dasar Negeri Jambo Reuhat UPTD Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IVa dan Kelas IVb Sekolah Dasar Negeri Jambo Reuhat UPTD Darul Aman Kab. Aceh Timur Provinsi Aceh. Dalam penelitian ini siswa kelas IVa sebagai kelas eksperimen, terdiri dari 25 siswa. Sedangkan kelas kontrol adalah siswa kelas IVb untuk kelas kontrol, berjumlah 26 siswa. Penelitian dilakukan pada mata pelajaran IPS dengan Kompetensi Dasar “mengenal perkembangan


(32)

teknologi, produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya”.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan studi lapangan dan studi literatur. Studi lapangan dimaksudkan untuk mengamati berbagai permasalahan yang terjadi di sekolah, secara khusus pembelajaran IPS yang dianggap sebagai pembelajaran transfer of knowledge saja tanpa diimbangi dengan aspek nilai dan keterampilan, selain itu penggunaan metode pembelajaran yang cenderung konvensional oleh guru menjadikan pembelajaran kurang bermakna. Pembelajaran yang terjadi di lapangan kemudian dikaji dengan teori yang relevan, maka diadakanlah studi literatur. Studi literatur dimaksudkan untuk memperoleh teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan. Teori yang relevan dengan permasalahan dapat berupa teori-teori pembelajaran, psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan, strategi pembelajaran, kurikulum dan teori-teori yang berkaitan dengan perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran serta teori pembelajaran dalam IPS.

Perencanaan pembelajaran menyangkut materi tentang pembelajaran IPS dalam Standar Kompetensi dan Standar Isi, Standar Kelulusan yang dikembangkan dalam silabus pembelajaran IPS di SD. Untuk dapat menyusun perangkat pembelajaran itu maka diperlukan pengetahuan tentang karakteristik kehidupan sosial pada sekolah penelitian sehingga materi ajar dapat mengangkat isu-isu sosial sesuai dengan konteks keadaan sosial setempat yang dapat dijadikan


(33)

sumber belajar dan sebagai acuan pedoman dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, soal tes, angket, lembar observasi dan wawancara dengan guru.

Proses pembelajaran menyangkut prosedur pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan metode pembelajaran STS. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah memberi uji pretes, diikuti dengan pelaksanaan dan penerapan pembelajaran dan diakhiri dengan uji postes atau tahap evaluasi. Uji pretes ditujukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran materi yang di eksperimenkan. Sedangkan untuk uji postes ditujukan untuk menggambarkan kemampuan akhir siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan penerapan metode yang dieksperimenkan. Dalam pelaksanaan pembelajaran, untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan perlakuan (treatment) yang berbeda. Perbedaan perlakuan (treatment) hanya menyangkut metode yang diberikan dalam pembelajaran. Pada kelas eksperimen diterapkan metode pembelajaran STS, sedangkan kelas kontrol diterapkan metode pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan guru.

Untuk lebih jelasnya tentang pelaksanaan pembelajaran dapat di lihat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran A1. Hasil dari penerapan kedua metode pembelajaran tersebut, diuji dan dianalisis untuk memperoleh data perbandingan tentang kelayakan metode pembelajaran yang diujicobakan. Jika diuraikan lebih lanjut, maka prosedur penelitian adalah sebagai berikut:


(34)

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan dua kegiatan, yaitu menyusun perangkat pembelajaran dan pengembangan alat tes penelitian. Untuk perangkat pembelajaran yang harus dilakukan antara lain:

1) Studi lapangan dan literatur 2) Menentukan permasalahan 3) Menyusun proposal penelitian 4) Menyusun pendekatan pembelajaran

Sedangkan pengembangan instrumen penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

1) Menentukan topik dan subjek penelitian

2) Menyusun kisi-kisi soal kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah sosial siswa

3) Menyusun instrumen soal kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah sosial siswa

4) Validasi alat tes 5) Uji coba alat tes 6) Revisi alat tes

7) Persiapan administrasi izin penelitian 2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pembelajaran terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan pra proses pembelajaran dan proses pembelajaran. Persiapan pra pembelajaran menyangkut:


(35)

1) Sosialisasi model pembelajaran STS pada guru mitra

Sebelum dilaksanakan perlakuan model pembelajaran STS pada kelas eksperimen, terlebih dahulu peneliti melakukan sosialisasi dan kesepakatan model pembelajaran STS pada guru mitra, peneliti menanyakan apakah ibu sudah mengenal model pembelajaran STS dan sudah pernah menerapkannya, jawaban dari guru, guru belum pernah mengenal dan menerapkan model tersebut, dan guru merasa asing dengan model pembelajaran STS, peneliti menjelaskan maksud dan langkah-langkah dari penerapan model pembelajaran STS, peneliti juga menjelaskan pemilihan isu-isu dan permasalahan sosial yang sesuai dengan konteks pengalaman nyata siswa dan masyarakat setempat, ada beberapa perbaikan dari penyajian masalah LKS berdasarkan saran-saran dari guru mitra, selanjutnya peneliti juga menjelaskan bagaimana peranan guru pada model pembelajaran STS untuk dapat merangsang kemampuan berpikir kritis siswa dan kemampuan pemecahan masalah sosial siswa. Setelah guru memahami maksud dan penjelasan model STS, peneliti memberikan paper tentang model pembelajaran dan perangkat pembelajaran (RPP) agar dapat dipelajari lebih lanjut. Selanjutnya pada hari berikutnya peneliti meminta guru untuk menyimulasikan penerapan model pembelajaran STS, beberapa pengulangan, perbaikan dan saran perbaikan dari peneliti disikapi positif oleh guru. Sosialisasi ini berlangsung di sela-sela waktu senggang guru tanpa mengganggu tugas dan kewajiban jadwal guru dalam mengajar. Peneliti mengapresiasi


(36)

keinginan kuat dari guru mitra yang ingin memperbaiki cara mengajarnya. Sosialisasi ini dilaksanakan pada tanggal 1 April sampai dengan 12 April 2011.

2) Penyiapan alat-alat atau media yang dibutuhkan dalam pembelajaran 3) Memilih partisipan dan menyiapkan pengamat

4) Diskusi dan evaluasi

Sedangkan untuk tahap proses pembelajaran menyangkut:

1) Pemberian pretes untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial siswa sebelum mengikuti pembelajaran

2) Implementasi metode pembelajaran STS sesuai dengan prosedur pelaksanaan metode pembelajaran STS, sedangkan pada kelas kontrol sebagai kelas pembanding dilakukan metode konvensional.

3) Pemberian postes untuk melihat penguasaan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah sosial siswa setelah mengikuti pembelajaran

3. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian menyangkut:

1) Mengolah dan menganalisis data

2) Membuat kesimpulan dari hasil penelitian


(37)

1. Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Alur Penelitian Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah

Studi Literatur: Model Pembelajaran Science, Technology and Society (STS), Kemampuan Berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah sosisial siswa

Penyusunan Instrumen

1. Soal tes Kemampuan Memecahkan

berpikir kritis

2. Soal uraian kemampuan

memecahkan masalah sosial siswa 3. Pedoman observasi

Penyusunan Rencana Pembelajaran Model STS

Validasi, Uji Coba, Revisi

Tes Awal

(Pretest) Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

Tes Akhir (Posttest) Pembelajaran

Konvensional Pembelajaran STS

Observasi keterlaksanaan model

STS Pengolahan dan

analisis data

Pembahasan


(38)

D. Alat tes dan Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu tes kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar IPS sebagai instrumen utama, dan lembar observasi sebagai instrumen pelengkap. Dalam penelitian ini digunakan tiga instrumen yaitu; (1) tes kemampuan berpikir kritis, (2) tes kemampuan memecahkan masalah sosial siswa, (3) lembar observasi aktivitas keterlaksanaan model pembelajaran STS. Berikut ini uraian secara rinci masing-masing instrumen:

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami konsep pengetahuan sosial dari materi yang sedang dipelajari. Tes digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa pada topik “mengenal perkembangan teknologi, produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya”.

Tes ini dirancang berdasarkan standar isi mata pelajaran IPS di SD. Tes kemampuan berpikir kritis di konstruksi dalam bentuk tes objektif pendekatan pilihan ganda (multiple choice) dengan jumlah pilihan (opinion) sebanyak empat pilihan. Dari empat pilihan jawaban hanya ada satu jawaban yang benar atau paling benar. Penskoran untuk soal pilihan berganda adalah nilai 1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban yang salah.

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Pemberian pretest untuk melihat kemampuan siswa sebelum mereka


(39)

mendapat perlakuan pembelajaran STS dan pembelajaran konvensional sedangkan posttest untuk melihat hasil yang dicapai siswa setelah mendapatkan perlakuan. Tes kemampuan berpikir kritis berbentuk pilihan ganda. Adapun indikator kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.2

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Variabel Indikator

Kemampuan Berpikir Kritis (Y1)

1. Kemampuan mengidentifikasi 2. Menganalisis argumen

3. Memutuskan suatu tindakan 4. Kemampuan memberi alasan 5. Kemampuan mendefinisikan

6. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

7. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.

Untuk mendapatkan pemahaman tentang pengukuran, berikut ini disajikan variabel penelitian, indikator, beserta item soal pengukurannya.

Tabel 3.3

Indikator dan Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis

Variabel Indikator No. Soal

Kemampuan berpikir kritis

Kemampuan mengidentifikasi 1,2,10,11,20,23

Kemampuan analisis argumen 5,9,15,18,22,26,28,29,30,32 Mengobservasi dan

mempertimbangkan hasil observasi

6

Memutuskan suatu tindakan 4,7,12,13,14,17,19,21,31

Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan

8,24 Kemampuan memberi alasan 3


(40)

Untuk keperluan pengumpulan data dibutuhkan suatu tes yang baik. Tes yang baik biasanya memenuhi kriteria tingkat kesukaran yang layak, daya pembeda yang baik, validitas yang tinggi dan reliabilitas tinggi. Untuk mengetahui karakteristik kualitas tes yang digunakan tersebut, maka sebelum dipergunakan seyogianya tes tersebut diujicobakan untuk mendapatkan gambaran validitas, reliabilitasnya, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Untuk mengetahui karakteristik kualitas tes yang digunakan tersebut diuji coba untuk mendapatkan gambaran validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya dengan menggunakan Anates Versi 4.0.5 dengan klasifikasi soal tes kemampuan berpikir kritis. Langkah-langkah pengujian alat tes adalah sebagai berikut:

1) Validitas Tes

Menurut Sugiyono (2004) sebuah instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk mendapat data itu valid sehingga valid berarti instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Valid itu mengukur itu mengukur apa yang hendak diukur (ketepatan). Validitas setiap butir soal yang digunakan dalam penelitian, diuji dengan menggunakan korelasi pearson product moment dengan langkah-langkah sebagai berikut

Menghitung harga korelasi

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson (Arikunto, 2002).

∑ ∑ ∑


(41)

Keterangan:

= Koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = Skor item Y = Skor total N = Jumlah siswa

Interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut: Tabel 3.4

Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik)

0,60 0,80 Tinggi (baik)

0,40 0,60 Cukup (sedang)

0,20 0,40 Rendah (kurang)

0,00 0,20 Sangat Rendah (sangat kurang)

Menghitung harga thitung

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2002):

√ !" #

Keterangan: t : Uji t

: Koefisien korelasi N : Jumlah subyek


(42)

Kriteria pengujian berdasarkan harga t hitung dibandingkan dengan t tabel. Jika pada taraf signifikan 95%, thitung < ttabel maka H0 diterima. Sebaliknya, jika thitung>ttabel maka H0 ditolak.

Kaidah Pengujian

Kaidah pengujian dengan membandingkan nilai t tabel dan t hitung. Nilai t tabel diperoleh dengan dk = n-1 dan tingkat signifikan α = 0,05 di mana n = jumlah peserta tes. Untuk mengetahui tingkat validitas dapat dilakukan dengan membandingkan antara t hitung dan t tabel dengan berpedoman pada kaidah penafsiran, jika t hitung > t tabel, berarti data valid, dan jika t hitung < t tabel berarti data tidak valid.

Dari hasil uji coba soal sebanyak 32 butir soal yang diujikan kepada 32 orang siswa. Hasil uji validitas terdapat 21 butir soal yang diujikan valid atau 65,6% dari jumlah soal yang diujicobakan adalah valid, sedangkan 11 butir soal atau 34,4% dari jumlah soal yang diujicobakan tidak valid.

Berdasarkan tingkat validitasnya, dari hasil uji validitas seperti tabel 3.4, hanya 21 soal atau 65,6% yang memenuhi standar validitas untuk dipakai sebagai alat tes dalam penelitian. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3.5

Tabel 3.5

Rekapitulasi Validitas Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis

No

Butir r hitung r table Signifikansi Keterangan

1 0,464 0,361 Valid Digunakan

2 0,402 0,361 Valid Digunakan

3 0,617 0,361 Valid Digunakan

4 0,375 0,361 Valid Digunakan

5 0,082 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

6 0,552 0,361 Valid Digunakan


(43)

No

Butir r hitung r table Signifikansi Keterangan

8 0,535 0,361 Valid Digunakan

9 0,539 0,361 Valid Digunakan

10 0,432 0,361 Valid Digunakan

11 0,450 0,361 Valid Digunakan

12 0,610 0,361 Valid Digunakan

13 0,464 0,361 Valid Digunakan

14 0,605 0,361 Valid Digunakan

15 0,101 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

16 0,231 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

17 0,454 0,361 Valid Digunakan

18 -0,110 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

19 0,558 0,361 Valid Digunakan

20 0,541 0,361 Valid Digunakan

21 0,322 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

22 0,228 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

23 0,310 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

24 0,464 0,361 Valid Digunakan

25 0,232 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

26 -0,180 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

27 0,569 0,361 Valid Digunakan

28 0,442 0,361 Valid Digunakan

29 0,548 0,361 Valid Digunakan

30 0,287 0,361 Tidak Valid Tidak Digunakan

31 0,670 0,361 Valid Digunakan

32 0,436 0,361 Valid Digunakan

Valid : 21 butir soal Tidak Valid : 11 butir soal

Hasil perhitungan validitas tes objektif kemampuan berpikir kritis yang berjumlah 32 butir soal diperoleh 11 butir soal yang tidak valid yaitu nomor: 5, 7, 15, 16, 18, 21, 22, 23, 25, 26, dan 30. Sedangkan 21 butir soal lainnya valid yaitu nomor: 1, 2, 3, 4, 6, 8, 9,10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 20, 24, 27, 28, 29, 31, dan 32. Hasil uji coba validitas soal kemampuan berpikir kritis secara lengkap dapat dilihat pada Tabel dan pada lampiran C.


(44)

2) Reliabilitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Menghitung reliabilitas tes dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2002):

""

2 "$ "$ %1 & "$ "$ '

Di mana :

"" = Koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan

= Koefisien korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Harga dari dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi product momentpearson (Arikunto, 2002):

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

XY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y X = Skor item ganjil

Y = Skor item genap

Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes adalah sebagai berikut (Arikunto, 2002): Tabel 3.6

Kategori Reliabilitas Tes

Batasan Kategori

0,80 "" 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik) 0,60 "" 0,80 Tinggi (baik)


(45)

0,40 "" 0,60 Cukup (sedang)

0,20 "" 0,40 Rendah (kurang)

0,20 Sangat Rendah (sangat kurang)

Hasil perhitungan dengan menggunakan Anates versi 4.02 diperoleh reliabilitas sebesar 0,86. Berdasarkan kategori reliabilitas dalam Tabel maka koefisiensi korelasi tes kemampuan berpikir kritis tersebut tergolong ke dalam klasifikasi sangat tinggi. Ini berarti keajekan (konsistensi) subyek dalam menjawab soal tes dapat diandalkan.

2. Tes Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial Siswa

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sosial. Tes kemampuan memecahkan masalah berbentuk uraian. Adapun indikator pemecahan masalah dapat dilihat pada tabel 3.7 di bawah ini.

Tabel 3.7

Indikator Pemecahan Masalah

Variabel Indikator

Kemampuan

memecahkan masalah sosial siswa (Y2)

1. Mengenal adanya masalah

2. Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk memecahkan masalah

3. Memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan pemecahan masalah

4. Mencapai solusi yang dapat dipertanggung jawabkan

3. Lembar Observasi

Lembar observasi ini bertujuan untuk mengamati keterlaksanaan model pembelajaran STS. Data aktivitas guru dan siswa dalam menerapkan model


(46)

pembelajaran diperoleh melalui observasi dengan mengacu pada panduan observasi. Penilaian menggunakan skala 0-4, yaitu: sangat baik (3,01-4,00), baik (2,01-3,00), cukup (1,01-2,00) dan kurang (0,00-1,00). Aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dinyatakan secara kualitatif sesuai skala penilaian tersebut setelah dihitung rata-rata secara keseluruhan. Sedangkan tanggapan siswa diperoleh melalui angket dengan penilaian menggunakan skala Linkert dengan alternatif jawaban: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk pertanyaan positif dikaitkan dengan nilai, SS = 4, S = 3, S = 2, dan STS = 1, dan sebaliknya untuk pertanyaan negatif maka dikaitkan dengan nilai SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4 (Russefendi, 1998). Tanggapan siswa dianalisis secara kualitatif sesuai skala penilaian pada aktivitas guru yang dihitung rata-rata keseluruhan.

4. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara ini bertujuan untuk mengetahui pandangan guru dan siswa pada pembelajaran IPS sekolah dasar materi mengenal permasalahan sosial di daerah dengan model pembelajaran STS. Tanggapan guru terhadap penerapan model pembelajaran STS diperoleh melalui analisis kualitatif sesuai dengan pedoman wawancara yang dibuat.

E. Pengembangan Bahan Ajar

Pembelajaran ditunjang dengan menggunakan bahan ajar dalam bentuk Lembaran Kegiatan Siswa (LKS), yang berisikan tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa. Tugas berbentuk uraian dan berupa pertanyaan-pertanyaan


(47)

yang menuntun siswa untuk berpikir kritis dan menyelesaikan permasalahan berdasarkan langkah-langkah penyelesaian yang telah ditentukan. Selain itu, tugas disusun agar siswa dapat mengerjakan secara bersama-sama dalam kelompok.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga macam cara pengumpulan data yaitu melalui tes, angket, dan observasi. Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8

Teknik Pengumpulan Data No Sumber

Data

Jenis Data Teknik

Pengumpulan

Instumen 1. Siswa Kemampuan berpikir

kritis sebelum mendapatkan

perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.

Pretest dan posttest

Butir soal pilihan ganda

2. Siswa Kemampuan

memecahkan masalah sosial siswa sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan

Pretest dan posttest

Butir soal uraian yang memuat permasalahan-permasalahan sosial

3. Siswa dan Guru

Keterlaksanaan model pembelajaran science, technology, and society (STS)

Observasi Pedoman observasi

aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran.


(48)

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini diperoleh dua macam data yaitu data hasil tes dan data hasil observasi. Pengolahan data diawali dengan mengukur validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen penelitian.

Ketentuan-ketentuan yang akan digunakan bagi keperluan analisis data di atas adalah:

1. Uji Instrumen Penelitian a. Validitas Butir soal

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson (Arikunto, 2002).

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= Koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan.


(49)

Y = Skor total N = Jumlah siswa

Interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut: Tabel 3.9

Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik)

0,60 0,80 Tinggi (baik)

0,40 0,60 Cukup (sedang)

0,20 0,40 Rendah (kurang)

0,00 0,20 Sangat Rendah (sangat kurang)

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2002):

√ !" #

Keterangan: t : Uji t

: Koefisien korelasi N : Jumlah subyek

Kriteria pengujian berdasarkan harga t hitung dibandingkan dengan t tabel. Jika pada taraf signifikan 95%, thitung < ttabel maka H0 diterima. Sebaliknya, jika thitung>ttabel maka H0 ditolak.

b. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke


(50)

pengukuran lainnya. Menghitung reliabilitas tes dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2002):

""

2 "$ "$ %1 & "$ "$ '

Di mana :

"" = Koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan

= Koefisien korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Harga dari dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi product momentpearson (Arikunto, 2002):

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

XY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y X = Skor item ganjil

Y = Skor item genap

Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes adalah sebagai berikut (Arikunto, 2002):

Tabel 3.9

Kategori Reliabilitas Tes

Batasan Kategori

0,80 "" 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik)

0,60 "" 0,80 Tinggi (baik)


(51)

0,20 "" 0,40 Rendah (kurang)

0,20 Sangat Rendah (sangat kurang)

c. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00, menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi) yang dihitung dengan rumus (Arikunto, 2002):

( *+)

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes.

Kriteria indeks kesukaran suatu tes adalah sebagai berikut: Tabel 3.10

Kriteria Indeks Kesukaran

Batasan Kategori

0,00 , 0,30 Soal Sukar

0,30 , 0,70 Soal Sedang


(52)

Berdasarkan pada uji coba 32 butir soal yang diujikan kepada 32 siswa diperoleh soal dengan kategori tingkat kesukaran ‘sangat mudah’ sebanyak 1 butir soal, yaitu soal nomor 13. Jumlah soal dengan kategori kesukaran ‘mudah’ sebanyak 4 butir soal, yaitu butir soal nomor 1, 4, 20, dan butir soal nomor 24. Jumlah soal dengan katagori kesukaran ‘sedang’ sebanyak 21 butir soal, yaitu 2, 3, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 19, 23, 25, 26, 27, 28, 29, dan butir soal nomor 31. Jumlah soal dengan katagori tingkat kesukaran ‘sukar’ sebanyak 6 butir soal, yaitu butir soal nomor 5,15,21,22,30, dan butir soal nomor 32.

Tabel 3.11

Tingkat Kesukaran Butir Soal

No

Butir Jml Betul Tkt. Kesukaran(%) Tafsiran

1 24 75,00 Mudah

2 16 50.00 Sedang

3 11 31,25 Sedang

4 27 84,38 Mudah

5 6 18,75 Sukar

6 13 40,63 Sedang

7 17 53,13 Sedang

8 15 46,88 Sedang

9 22 68,75 Sedang

10 12 37,50 Sedang

11 13 40,63 Sedang

12 18 56,25 Sedang

13 28 87,50 Sangat Mudah

14 20 62,50 Sedang

15 9 28,13 Sukar

16 21 65,63 Sedang

17 22 68,75 Sedang

18 12 37,50 Sedang

19 16 50,00 Sedang

20 24 75,00 Mudah

21 8 25,00 Sukar

22 7 21,88 Sukar

23 22 68,75 Sedang

24 24 75,00 Mudah

25 19 59,38 Sedang


(53)

No

Butir Jml Betul Tkt. Kesukaran(%) Tafsiran

27 16 50,00 Sedang

28 21 65,63 Sedang

29 21 65,63 Sedang

30 9 28,13 Sukar

31 24 75,00 Sedang

32 9 28,13 Sukar

Berdasarkan hasil uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda soal, dapat disimpulkan bahwa soal yang memenuhi standar untuk diajukan sebagai alat tes penelitian adalah sbanyak 20 butir soal dengan tetap memperhatikan keterwakilan indikator dari standar kompetensi materi yang diajarkan pada saat penelitian.

d. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah (Arikunto, 2002):

/ )*0 0

)1

*1 (0 (1

Keterangan:

J = Jumlah peserta tes

JA = Banyak peserta kelompok atas JB = Banyak peserta kelompok bawah

BA = Banyak kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyak kelompok bawah yang menjawab benar PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar


(54)

PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar. Kategori daya pembeda adalah sebagai berikut:

Tabel 3.12

Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 / 0,20 Jelek (poor)

020 / 0,40 Cukup (satisfactory)

0,40 / 0,70 Baik (good)

0,70 / 1,00 Baik sekali (excellent)

Dari hasil perhitungan daya pembeda tes yang berjumlah 32 buah diperoleh 6 butir soal termasuk ke dalam kategori ‘jelek’ yaitu nomor 5, 7, 15, 16, 18, dan 26. Jumlah butir soal yang termasuk ke dalam kategori ‘cukup’ sebanyak 4 butir soal, yaitu soal nomor 4, 21, 22, dan 30. Jumlah butir soal yang termasuk ke dalam kategori ‘baik’ sebanyak 19 butir soal, yaitu butir soal nomor 1, 3, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 20, 23, 24, 25, 28, 29, dan 32. Jumlah butir soal yang termasuk ke dalam kategori ‘baik sekali’ sebanyak 3 butir soal, yaitu soal nomor 2, 27, dan 31. Hasil analisis daya pembeda soal secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.13 di bawah ini dan lampiran C3.

Tabel 3.13

Daya Pembeda Butir Soal

No Butir D Keterangan Interpretasi

1 55,56 Baik Digunakan

2 77,78 Baik Sekali Digunakan

3 66,67 Baik Digunakan

4 33,33 Cukup Digunakan

5 11,11 Jelek Tidak Digunakan


(1)

187

3. Bagi Kepala Sekolah, sebagai pengelola dan juga pemimpin di sekolah bertanggung jawab atas inovasi dan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan guru. Untuk itu kepala sekolah harus mampu mengarahkan, mendorong, membantu dan memfasilitasi guru. Untuk dapat membantu memfasilitasi inovasi yang dilakukan guru, terlebih dahulu kepala sekolah harus menguasai model-model pembelajaran yang dapat diterapkan. Dukungan perlu diberikan agar guru leluasa mengembangkan berbagai inovasi dan kreativitas mengajar. Dukungan lain perlu diberikan dengan ketersediaan berbagai sarana, prasarana serta sumber belajar karena efektivitas pembelajaran STS didukung oleh komponen tersebut. Model pembelajaran STS dapat dijadikan salah satu contoh model dan acuan kepala sekolah dalam mendorong, membina dan memfasilitasi inovasi dan peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran di sekolahnya.

4. Bagi LPTK, model pembelajaran STS yang di kembangkan dalam penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perguruan tinggi yang melaksanakan pendidikan guru. Model pembelajaran STS ini dapat menjadi salah satu model dan acuan dalam pembekalan kepada calon guru.

5. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian mengenai penerapan model pembelajaran STS masih perlu ditindak lanjuti dengan penelitian yang lebih komprehensif, baik dari segi unsur-unsur pembelajaran yang ditelaah maupun pilihan setting sekolahnya. Adapun generalisasi dari temuan dan hasil analisis penelitian ini belum dapat diberlakukan pada situasi sekolah yang lain, mengingat adanya keterbatasan pada penelitian ini.


(2)

188

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, D. (2008). Pendekatan STM dalam Meningkatkan Pembelajaran IPS (PTK pada Pembelajaran IPS di Kelas IV SDN Keramat 3 Kota Cirebon). Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Arniyana, I. (2004). Pengembangan Peta Pikiran untuk Peningkatan Kecakapan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA no.3 Juli 2007.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Costa, L. A. (1985). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria, Virgina: ASCD.

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Ennis, R. H. (1985). Logical Basic for Measuring Critical Thinking Skills. Education Leadership. Association for Supervision and Curriculum Development.

Erlisnawati (2008). Implementasi Model Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa di Sekolah Dasar (Studi Eksperimen dalam Pembelajaran IPS di Kelas V Sekolah Dasar). Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fajar, A. (2003). Pengembangan Sikap Nasionalisme dalam Pembelajaran PPKn melalui Pendekatan STM pada Pokok Pembahasan Kesetiaan (Studi Eksperimental di SMU Negeri 8 Bandung). Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Ficher, A. (2008). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar (terjemahan). Jakarta: PT.Erlangga.

Foshay, R. dan Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching problem Solving. . Tersedia: (www.Plato.com) [20 Desember 2010].

Hadojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press.

Holiah, I. (2003). Pendekatan STM dalam pembelajaran Sejarah di Kelas III SMU Darul Falah, Cililin, Kabupaten Bandung. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.


(3)

189

Heath, Phillip; Marker, Gerald et al. (1990). Teaching about Science, Technology and Society in Social Studies: Education for Citizenship in the 21st Century. Social Education April/May:189-193.

Idris, I. (2009). Kostribusi Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Pemahanman Konsep dan Sikap Kepedulian Siswa pada Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Jhonson, E. B. (2002). Contextual Teaching and Learning. Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).

Kalsum, U. (2002). Pendekatan STM dalam Rangka Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi dengan Topik Harga Produksi Barang. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Killen, R. (1998). Effective Teaching Strategies Lesson from Research and Practice. Katoomba: Sociel Science Press.

Kumar D dan Fritzer. P (1998). A Study of Science – Technology – Society Education Implementation in the State of Florida. Journal of Social Studies Spring: 22 (1).

Lester, B. (2006). Social Activism in Elementary Science Education: A Science, Technology and Society Approach to Teach Global Warming. International Journal of Science Education, 28(4),315-339.

Makki, N. (2008). A Naturalistik Inquiry into Preservice Teachers’ Experiences with Science, Technilogy, and Society (STS) Curricular Approach. Dissertation The Kent State University.

Margawani. (2009). Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Memahami Masalah Sosial dengan Menggunakan Media Gambar pada Pembelajaran IPS Kelas IV SD Negeri 06 Putussibau, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu. Laporan penelitian PGSD Universitas Terbuka: Tidak Diterbitkan.

Mariana, A. (1999). Hakikat Pendekatan STS dalam Pembelajaran Sains. Bandung : Depdikbud Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah PPPG IPA. Mayadiana, D. (2005). Pembelajaran dengan Pendekatan Diskursif untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon uru Sekolah Dasar. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

McMillan, J. H dan Schumacher, S. (2001). Research in Education. New York: Longman.


(4)

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics [Online]. Tersedia:

http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Dec-2002-Vo.70-1259-1268.pdf. [September 2010].

Mikdar, S. (2004). Model Pembelajaran STM dalam Pendidikan Demokrasi dengan Menggunakan Modul (Studi Eksperimen tentang Upaya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru PKN di SLTP Program S1 PKN FKIP Univ. Terbuka). Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Munawarah, I. (2009). Pengembangan Model Pembelajaran Tematik untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Munandir. (1991). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali.

Murray, T. (1979). Comparing Theories of Child Development. Belmont: California.

NCSS. (1994). Curriculum Standars for Social Studies. Washington DC.

Poedjiadi, A. (2007). Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Konstektual yang Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Ricard. F. (2004). Semua Ada Solusinya: Keterampilan Berpikir yang Anda Butuhkan untuk Memecahkan Aneka Masalah secara Kreatif. Bandung: PT.Mizan Pustaka.

Richard, P. dan Elder Linda, E. (2005). A Guide for Educator to Critical Thinking Competence Standards: Fondation for Critical Thinking.

Riyanto. Y. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Remy, R. C. (1990). The Need for Science/Technology/Society in the Social Studies. Social Education. April/May: 203-206.

Robela, B. A. (2008). Investigating the Impact of Adding an Environmental Focus to A Developmental Chemistry Class. Dissertation University of Minnesota. Rubba, P.A. (1993). “Examination of Preservice and Inservice Secondary Science

Teachers Beliefs about Science –Technology-Society Interactions”, Science Education, 407-431.

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.


(5)

191

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

(1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: Unnes Press.

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Santrock. W, J. (2007). Perkembangan Anak.Edisi ke Sebelas. Jakarta: Erlangga.

(2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.

Samsiani. (2009). Implementasi Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan: Jakarta Kencana Prenada Media Group.

______________(2009). Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Sapriya. (2008). Pendidikan IPS. Laboratorium PKn: Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

(2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Savage. T.V. dan Amstrong, D.G. (1996). Effective Teaching in Elementary Social Studies. Third Edition. New Jersey: Prenctice Hall.

Somantri, N. M. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Kerjasama PPs UPI dengan PT. Rosda Karya.

Sudjana, N. ( 2002). Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Sugiyono. (2010). Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sutisyana. (2007). Upaya Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pelajaran IPS. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Takiddin. (2010). Dampak Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep IPS dan Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial Siswa. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.


(6)

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (konsep, Landasan Teoritis – Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.

(2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Van, C. dan David. W. (1991). Action in Elementary Social Studies. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Yager, R. E. dan Akcay, H. (2007). What Result Indicate Concerning the Successes with STS Instruction. Science Educator. Spring: Vol.16.No.1. Yager, R. E. (1990). The Science/Technology/Society Movement in the United

States: Its Origin, Evolution, and Rationale. Social Education; April/May 198-200.

(1992). STS Approach Parallels Constructivist Practice. Education International. Vol.3 No.2.

(1993). Constructivism and Science Education Reform. Science Education International. Vol.4 No.1.

Yager, R. E. and Rustam R. (2000). STS: Most Pervasive and Most Radical of Reform Appoarches to “Science” Education, The University of Lowa and Pennsylvania State University, 2000. h. 9.

Zulkarnain, A.I. (2009). Penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa dalam Pembelajaran IPS SD. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.