KESANTUNAN TINDAK TUTUR GURU DALAM KONTEKS PROSES PEMBELAJARAN YANG BERORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SD ISLAM BUDI MULIA PADANG.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ………... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ………. iii
UCAPAN TERIMA KASIH ………... iv
DAFTAR ISI ……… viii
DAFTAR TABEL ……… xi
DAFTAR LAMPIRAN ………... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1
1.2 Identifikasi Masalah ………... 7
1.3 Rumusan Masalah ……….. 8
1.4 Tujuan Penelitian ……… 9
1.5 Manfaat Penelitian ……….. 9
1.6 Anggapan Dasar..……… 10
1.7 Definisi Operasional ……….. 11
1.8 Paradigma Penelitian ……….. 11
BAB II TINDAK TUTUR DAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PROSES PEMBELAJARAN 2.1 Tindak Tutur……….……….. 14
2.2 Konteks Tindak Tutur………. 20
2.3 Peristiwa Tutur………..………. 26
2.4 Kesantunan Berbahasa………. ……….. 28
2.5 Strategi Bertutur ………... 33
(2)
2.6.1 Skala Kesantunan Leech ... 37
2.6.2 Skala Kesantunan Brown dan Levinson ... 39
2.6.3 Skala Kesantunan Robin Lakoff ... 40
2.7 Proses Pembelajaran………..…... 40
2.7.1 Guru ………..……… 44
2.7.2 Siswa ………..………. 46
2.8 Karakter dan Pendidikan Karakter………. 47
2.8.1 Karakter ……… 47
2.8.2 Pendidikan Karakter ……….. 49
2.8.3 Nilai-nilai Karakter dalam Kesantunan Tindak Tutur Guru ………. 54
2.8.4 45 Butir Wujud Pengamalan Pancasila ………. 57
2.9 Penelitian Relevan ……….. 62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ………..……… 64
3.2 Teknik Pengumpulan Data ………. 64
3.2.1 Observasi ………... 66
3.2.2 Rekaman ……… 67
3.2.3 Transkrip ………... 67
3.3 Kisi-kisi Instrumen ………. 68
3.4 Instrument Tindak Tutur ………... 72
3.4 Data dan Sumber Data Penelitian………. 74
3.5 Teknik Pengolahan Data………. 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Penelitian………. 76
(3)
4.2.1 Fungsi Kesantunan Tindak Tutur Guru dalam konteks PP yang berorientasi pendidikan karakter ……….
78
4.2.2 Strategi Kesantunan Tindak Tutur Guru dalam Konteks PP … 113
4.2.3 Skala kesantunan tindak tutur guru dalam PP ………. 129
4.3 Pembahasan …... 141
4.3.1 Fungsi kesantuan Tindak Tutur Guru dalam Konteks PP yang Berorientasi Pendidikan Karakter di SD Islam Budi Mulia Padang………. 142 4.3.2 Strategi Kesantunan Tindak Tutur Guru dalam PP di SD Islam Budi Mulia Padang……… 148 4.3.3 Skala kesantunan tidak tutur guru dalam PP di SD Islam Budi Mulia Padang ………. 152 4.4 Hasil Penelitian ………. 155
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………. 158
5.2 Saran ……….. 160
DAFTAR PUSTAKA ……….. 162
(4)
DAFTAR TABEL
1 Kisi-kisi fungsi tindak tutur Searle yang digunakan guru
berpendidikan karakter ………..……….. 68
2 Kisi-kisi data strategi Brown dan Levinson kesantunan tindak tutur
guru dalam PP………..……… 69
3 Kisi-kisi data skala kesantunan Robin Lakkof yang digunakan Guru
dalam bertindak tutur………...……… 72
4 Instrument klasifikasi data fungsi tindak tutur guru……... 72
5 Instrument strategi tindak tutur guru dalam PP………... 73
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Transkrip tindak tutur guru dalam PP yang berorientasi pendidikan karakter
1. Transkrip 1 ………... 165
2. Transkrip 2 ………... 170
3. Transkrip 3 ………... 176
4. Transkrip 4……… 184
5. Transkrip 5 ……….. 191
6. Transkrip 6 ……….. 202
Lampiran II. Klasifikasi data fungsi tindak tutur guru dalam PP yang berorientasi pendidikan karakter 1. Transkrip 1……… 208
2. Transkrip 2 ………. 220
3. Transkrip 3……… 238
4. Transkrip 4……… 265
5. Transkrip 5……… 284
6. Transkrip 6 ………... 314
Lampiran III. Klasifikasi data strategi tindak tutur guru dalam PP... 330
Lampiran IV. Klasifikasi Data skala kesantunan tindak tutur guru dalam PP Hasil Penelitian………. 340
(6)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang
berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya.
Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan
adaptasi. Kehidupan sosial ditandai oleh adanya komunikasi antarindividu dengan
individu maupun individu dengan kelompok melalui proses interaksi yang
menggunakan bahasa sebagai media. Selain itu, bahasa juga menjadi media bagi
manusia untuk mengungkapkan segala bentuk emosi dan pikirannya. Emosi manusia
mencangkup dua hal, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Luapan rasa bahagia,
senang dan gembira merupakan emosi bentuk positif, sedangkan rasa marah, sedih,
dan murung merupakan bentuk emosi negatif.
Penggunaan bahasa dalam pembelajaran di kelas merupakan realitas
komunikasi yang berlangsung dalam interaksi kelas. Dalam interaksi kelas, guru
selalu menggunakan bahasa untuk memperlancar proses interaksi. Guru sebagai
orang yang memiliki peranan yang penting dalam proses pembelajaran (selanjutnya,
disingkat dengan PP) selalu menggunakan tuturan sebagai media untuk
(7)
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan kunci
penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Dalam mengungkapkan pikiran dan gagasan serta mengidentifikasikan diri
dalam lingkungan, masyarakat menggunakan bahasa yang berbentuk bahasa tulis dan
bahasa lisan. Bahasa lisan cenderung lebih mudah digunakan dan lebih praktis.
Bahasa lisan sering dibantu dengan mimik, gerak-gerik anggota tubuh, dan intonasi
ucapan. Bahasa lisan lebih dipengaruhi oleh konteks, situasi, ruang, waktu, dan
mimik pembicara. Menurut Pateda (2011: 14) bahasa lisan dianggap sempurna karena
orang yang sedang berbicara (penutur) dapat menambahkan unsur-unsur
suprasegmental pada ucapannya, sehingga apa yang diucapkannya lebih jelas.
Satu hal yang selalu berkaitan dan tidak pernah lepas dari bahasa lisan adalah
tindak tutur dan konteks (situasi tuturan). Cabang ilmu bahasa yang mengkaji
hubungan antara tindak tutur dengan konteks adalah pragmatik. Pragmatik adalah
studi yang mempelajari tentang makna yang berhubungan dengan situasi-situasi ujar
(speech situations) (Leech, 1993:8). Pragmatik mengkaji makna tuturan yang
dikehendaki oleh penutur dan menurut konteksnya. Konteks dalam hal ini berfungsi
sebagai dasar pertimbangan dalam mendeskripsikan makna tuturan dalam rangka
menggunakan bahasa dalam komunikasi. Salah satu kajian pragmatik yaitu tindak
tutur.
Menurut Yule (2006:81), tindak tutur adalah tindak-tindak yang ditampilkan
lewat tuturan. Chaer dan Leonie Agustina (2004:50) mengatakan bahwa tindak tutur
(8)
oleh kemampuan berbahasa si penutur dalam menghadapi situasi tutur. Tindak tutur
mencakup ekspresi situasi psikologis dan tindak sosial seperti mempengaruhi
perilaku orang lain atau membuat suatu kesepakatan. Jadi tindak tutur lebih dilihat
pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Salah satu contoh tindakan tuturan
dapat dilihat dalam PP berupa tuturan antara guru dengan siswa dan sebaliknya.
Tuturan dalam PP merupakan proses komunikasi yang mengunakan bahasa lisan.
Adanya interaksi guru dan siswa dalam PB tidak terlepas dari peranan guru
dalam usahanya mendidik dan membimbing para siswa agar mereka dapat mengikuti
PP dengan baik dan sungguh-sungguh. Guru sebagai pengajar yang baik harus dapat
memunculkan gairah belajar siswa agar melakukan aktivitas belajar. Dalam
hubungannya dengan aktivitas karena dorongan oleh adanya faktor-faktor kebutuhan
biologis, insting dan mungkin unsur kejiwaan lain, serta adanya pengaruh
kebudayaan manusia.
Tindak tutur berbahasa santun (kesantunan) merupakan alat yang paling tepat
digunakan dalam berkomunikasi. Lakoff, (1990:34) mengatakan bahwa kesantunan
adalah sistem hubungan interpersonal yang dirancang untuk mempermudah interaksi
dengan memperkecil potensi konflik dan konfrontasi yang selalu terjadi dalam
pergaulan manusia. Kesantunan merupakan prilaku yang benar yang tidak terbatas
pada bahasa, tetapi juga mencakup prilaku nonverbal atau nonlinguistik. Oleh karena
itu, pembelajaran kesantunan berbahasa siswa perlu dibina dan diarahkan oleh guru
dalam PP. Definisi kesantunan yang dapat diterima akal sehat beerkenaan dengan
(9)
tetapi juga menyangkut perilaku nonverbal dan nonlinguistik Eelen ( Syahrul,
2008:14).
Dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah berlangsung
interaksi guru dengan siswa dalam PP yang merupakan kegiatan yang paling pokok.
Mengembangkan nilai-nilai dalam pendidikan karakter melalui tindak tutur guru
dalam PP merupakan interaksi secara aktif dalam semua kegiatan keseharian di
sekolah. Dalam hal ini, guru sebagai tenaga kependidikan diharapkan mampu
menerapkan prinsip Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani dalam setiap prilaku yang ditunjukkan kepada siswa (peserta didik). Arti prinsip ini adalah dari/ di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh
tindakan yang baik, di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa
dan ide, dari belakang seorang guru harus memberikan dorongan dan arahan. Prinsip
pendidikan karakter ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam
suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Pendidikan tidak cukup hanya membuat anak pandai, tetapi juga harus
mampu menciptakan nilai-nilai kesantunan, budi pekerti, dan mendorong kepada
karakter yang baik. Pentingnya pendidikan karakter untuk landasan pemikiran, sikap,
dan perilaku peserta didik yang berangkat dari pendidikan nilai, moral, budi pekerti,
dan watak yang diberikan oleh guru yang kedudukannya sebagai pendidik. Menurut
Depdiknas (2008: 623) karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak, dan berkarakter artinya
(10)
jika ia memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan,
serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai
pendidik. Tindak tutur guru dalam pendidikan karakter memiliki nilai-nilai yang
sangat penting untuk memahami bagaimana etika atau budi pekerti seorang guru
berinteraksi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, agar guru mampu
menyelengarakan pendidikan dan pembelajaran yang memungkinkan menanamkan
karakter pada siswanya, maka diperlukan sosok guru yang berkarakter. Guru yang
berkarakter, bukan hanya mampu mengajar tapi juga maapu mendidik, menanamkan
nilai-nilai yang perlu untuk mengarungi hidupnya salah satunya kesantunan dalam
bertutur.
Selain itu, keteladanan guru di sekolah khususnya dalam PP memiliki
kontribusi yang sangat besar dalam mendidik karakter. Keteladanan guru dalam
berbagai aktivitasnya akan menjadi cerminan siswanya. Oleh karena itu, sosok guru
yang bisa diteladani siswa sangat penting. Guru yang suka dan terbiasa disiplin dan
ramah tuturanya minsalnya akan menjadi teladan yang baik bagi siswa, demikian juga
sebaliknya. Keteladanan lebih mengedepankan aspek prilaku dalam bentuk tindakan
nyata dari sekedar berbicara tanpa aksi. Guru melakukan usaha-usaha untuk dapat
menumbuhkan motivasi agar siswanya melakukan aktivitas dengan baik. Untuk dapat
belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula seperti
memberikan penghargaan (reward). Memberikan motivasi kepada seorang siswa
(11)
Pendidikan merupakan proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang
memberikan bekal pada masa anak-anak dan berbentuk pada waktu dewasa, apa
yang diajarkan dimasa kecil merupakan dasar pembentukan diri saat dewasa.
Pendidikan itu dapat dibedakan atas tiga hal; (1) pendidikan prasekolah, (2)
pendidikan sekolah, dan (3) pendidikan perguruan tinggi. Sekolah Dasar
(selanjutnya, disingkat dengan SD) merupakan bagian dari pendidikan sekolah.
Melalui pendidikan sekolah inilah anak-anak pertama kali memperoleh pengetahuan
secara formal, setelah di Taman Kanak-kanak. Pengetahuan secara formal di sini
maksudnya ialah pengetahuan secara terarah, teratur, dan disesuaikan dengan
kurikulum pendidikan Nasional Indonesia. Sumber pengetahuan tersebut lebih
banyak diperoleh anak dari guru.
Kajian tindak tutur guru yang berorientasi pendidikan karakter seperti
komunikatif, tindak tutur guru yang cerdas, dan keteladanan yang mencakup
bertanggung jawab, cinta damai dan religius dapat dilihat dalam tuturan guru
terhadap siswanya dalam PP. Kajian tindak tutur guru dalam PP akan dilakukan di
Sekolah Dasar (SD) Islam Budi Mulia Padang yang merupakan kajian makna tuturan
dengan memperhatikan pendidikan karakter melalui konteks komunikatifnya. Oleh
sebab itu, tindak tutur guru dalam PP dapat dikaji melalui kajian pragmatik.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diteliti tindak tutur guru dalam PP sebagai
objek penelitian, karena guru SD Budi Mulia Padang mengunakan bentuk-bentuk
tuturan tertentu dalam PP. Kesantunan tindak tutur gurunya memiliki ciri tersendiri
(12)
menghendaki cara penyampaian yang harus jelas dan menarik. Pelayanan pendidikan
untuk mewujudkan insan beriman, bertaqwa, cerdas, dan terampil, mandiri, berakhlak
mulia, dan cinta tanah air adalah Visi dari SD Islam Budi Mulia Padang. Sistem
pembelajaran yang diterapkan di SD Islam Budi Mulia adalah belajar dari pagi
sampai sore (full day school), selama empat hari kerja (senin sampai kamis), hari
jumat dan sabtu siswa pulang siang.
Penulis berasumsi bahwa penelitian terhadap tindak tutur guru berorientasi
pendidikan karakter di SD merupakan hal yang sangat penting dan menarik serta
bermanfaat bila dikaji secara mendalam. Selain itu, pendidikan karakter terlihat dan
tercermin dalam tuturan guru saat berinteraksi dalam PP yang terjadi secara alami.
Adapun alasan lain penulis memilih pendidikan karakter melalui tindak tutur guru
dalam PP di SD untuk diteliti karena sepengetahuan penulis belum adanya penelitian
sebelumnya yang meneliti tindak tutur guru berorientasi pendidikan karakter di SD
Islam Budi Mulia Padang.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah penelitian ini adalah tindak tutur guru dalam PP, konteks
tindak tutur, strategi bertutur, skala kesantunan dalam bertutur, serta pendidikan
karakter. Tindak tutur adalah sebuah tindakan yang dihasilkan seorang penutur yang
ditujukan melalui sebuah tuturan yang berupa kalimat atau kata-kata dengan tujuan
ingin memperlihatkan maksudnya terhadap penutur. Searle (Leech 1993:164-165)
mengatakan bahwa tindak ujar atau tindak tutur dapat dikategorikan menjadi lima
(13)
Dalam penelitian ini penulis juga meneliti strategi tindak tutur guru dalam PP
berorientasi pendidikan karakter di SD Islam Budi Mulia Padang, yang berdasarkan
derajat keterancamannya. Strategi itu, berturut-turut menurut Brown dan Levinson
(1987) adalah: (1) bertutur terus terang tanpa basa-basi (bald on record), (2) bertutur
dengan menggunakan kesantunan positif, (3) bertutur dengan menggunakan
kesantunan negatif, (4) bertutur dengan cara samar-samar atau tidak transparan (off
record), dan (5) bertutur “di dalam hati” dalam arti penutur tidak mengujarkan maksud hatinya. Dengan skala kesantunan tindak tutur berbahasanya yaitu skala
kesantunan menurut Lakoff; (1) skala formalitas, (2) skala ketidaktegasan, dan (3)
skala kesamaan atau kesekawanan. Adapun nilai-nilai utama yang menjadi karakter
dalam tindak tutur guru adalah: (1) komunikatif, (2) cerdas, dan (3) keteladanannya
dalam bertutur.
1.3 Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah tindak tutur guru dalam PP
berorientasi pendidikan karakter. Maka rumusan masalah tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penggunaan fungsi tindak tutur guru dalam konteks proses
pembelajaran berorientasi pendidikan karakter di SD Islam Budi Mulia Padang?
2. Bagaimanakah strategi kesantunan tindak tutur guru dalam konteks proses
pembelajaran di SD Islam Budi Mulia Padang?
3. Skala kesantunan tindak tutur apakah yang dominan digunakan guru dalam proses
(14)
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan karakter melalui
kesantunan tindak tutur guru dalam proses pembelajaran, ialah:
1) mendeskripsikan penggunaan fungsi tindak tutur guru dalam konteks proses
pembelajaran berorientasi pendidikan karakter di SD Islam Budi Mulia Padang;
2) menjelaskan karakteristik kesantunan tindak tutur guru dalam konteks proses
pembelajaran yang berorientasi pendidikan karakter di SD Islam Budi Mulia
Padang, secara rinci tujuan kesantunan tindak tutur guru itu berdasarkan:
a. strategi tindak tutur guru, dan
b. skala kesantunan tindak tutur guru.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat, baik manfaat
teoretis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan teoretis untuk pembelajaran
kesantunan tindak tutur guru dalam konteks proses pembelajaran yang berorientasi
pendidikan akarakter di SD. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
sumbangsih positif terhadap perkembangan keilmuan, khususnya dalam bidang
(15)
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak yang terkait, yaitu:
a. Sebagai bahan masukan bagi guru SD sebagai pembelajaran kesantunan dalam
bertindak tutur yang berorientasi pendidikan karakter.
b. Bagi penelitian bahasa, sebagai bahan rujukan dan bandingan untuk penelitian
bahasa, khususnya pragmatik.
c. Bagi pembaca umumnya, sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan di bidang
bahasa dan karakter, khususnya mengenai kesantunan tindak tutur guru dalam
Proses pembelajaran yang berorientasi pendidikan karakter.
1.6 Anggapan Dasar
1. Pengajaran pendidikan karakter tentang kesantunan, berawal dari tindak tutur
guru dalam melatih atau memberikan pelajaran kepada siswa untuk bertindak
tutur baik dan santun dalam berkomunisai melalui karakter cerdas dan
keteladanan dari seorang guru.
2. Pemahaman kesantunan yang dituturkan oleh guru ketika, guru bertindak tutur
dan berbahasa baik dan santun, maka siswa akan bertutur baik dan santun pula
dan ketika, guru bertindak tutur dan berbahasa yang tidak baik dan tidak santun,
(16)
1.7Definisi Operasional
1. Kesantunan merupakan etika atau tata cara seorang guru bertindak tutur yang
menunjukkan pertimbangan yang baik bagi siswanya.
2. Tindak tutur adalah sesuatu yang menyatakan tindakan ujaran guru untuk
berkomunikasi dalam Proses pembelajaran.
3. Guru adalah seorang pendidik yang membimbing siswanya dalam bertindak tutur
adalam proses pembelajaran.
4. Konteks adalah faktor luar suatu ujaran yang menjadi dasar pertimbangan tuturan.
5. Proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan siswa untuk
berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk
terinternalisasi dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar
secara mandiri dan berkelanjutan.
6. Pendidikan karakter adalah proses pengubahan atau pelatihan kualitas mental atau
moral seorang pendidik yang diperlihatkanya di dalam kelas.
7. Berorientasi adalah pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau
kecenderungan.
1.8 Paradigma Penelitian
Bahasa sebagai alat komunikasi terdiri atas dua bentuk, yaitu bahasa tulis dan
bahasa lisan. Tuturan yang di tuturkan saat berkomunikasi memiliki makna dan
(17)
dianggap sebagai bahasa yang sempurna dan sering digunakan. Begitu juga dengan
kesantunan tindak tutur guru dalam PP berorientasi karakter. Bahasa dalam Tindak
tutur digunakan di keluarga, masyarakat dan di sekolah. Penelitian ini di titik
beratkan pada tindak tutur ilokusi yaitu tindak tutur asertif, direktif, ekspresif,
komisif, dan deklaratif Leech (1993:164--165).
Di dalam proses pembelajaran, guru memiliki peranan penting dalam kelas.
Fungsi tindak tutur guru, strategi tindak tutur guru dan skala kesantunan tindak tutur
guru sangat diperhatikan dalam proses pembelajaran. Tindak tutur guru yag
berkarakter akan mempengaruhi tindak tutur siswanya. Strategi tuturan berbahasa;
berterus terang tanpa basa basi; bertutur dengan basa-basi kesantunan positif, bertutur
dengan basa-basi kesantunan negatif dan bertutur samar-samar yang berorientasi
pendidikan budaya dan karakter. Di ukur dari skala kesantunan berbahasa yang
dikemukakan oleh Robin Lakoff yaitu skala formalitas, skala ketidak tegasan dan
(18)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian ini akan dijelaskan metode penelitian, teknik serta instrumen
penelitian, data dan sumber data penelitian, dan teknik analisis data.
3.1 Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan dan sesuai dengan masalah yang diteliti, penelitian in
menggunakan metode deskriptif. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Surahman (1982:139) metode deskriptif adalah metode yang dilakukan dengan jalan
menggumpulkan, menyusun, menganalisis, dan menginterpresentasikan data. Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Semi (1993:23) bahwa metode penelitian
deskripsi adalah metode yang dilakukan dengan mendeskripsikan data yang diperoleh
tanpa mengartikannya dengan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman
penghayatan terhadap interaksi antara konsep yang sedang dikaji secara empiris.
Metode ini digunakan karena data-data tidak merupakan angka-angka, tetapi data
yang diperoleh bersifat deskriptif. Jadi, data yang diperoleh nanti akan dideskripsikan
untuk menjawab pertanyaan penelitian.
3.2Teknik Pengumpulan Data
Menurut Hadi (Sugiyono, 2011: 196) observasi merupakan suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis,
(19)
proses pelaksanaan pengumpuan data, observasi dapat dibedakan menjadi observasi
berperan serta atau Participan observation dan observasi tidak berperan serta atau
non participant observation. Observasi berperan serta, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati sebagai sumber data penelitian. sedangkan
observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independen. Peneliti mencatat, merekam, menganalisis dan selanjutnya
menyimpulankan penelitian. Semua penelitian dunia social pada dasarnya
mengunakan teknik observasi (Adler dan Adler, 2009:5 dalam Ratna, 2010:217).
Oleh karena itu terpenting dalam teknik observasi adalah observer (pengamat) dan
orang yang diamati yaitu informan.
Metode deskriptif digunakan untuk mengamati peristiwa tutur guru dalam PP
di SD Islam budi Mulia Padang, dengan mengambarkan kondisi apa adanya. Sebelum
dilakukan pengumpulan data peneliti hadir beberapa kali di kelompok itu. Setelah
guru dan murid di SD Islam Budi Mulia Padang itu akrab dengan peneliti, peneliti
baru mengumpulkan data. Dalam penelitia ini, pengumpulan data dilakukan pada
natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan teknik observasi terus terang atau tersamarkan. yaitu
dengan menyimak penggunaan bahasa yang dituturkan oleh guru SD Islam Budi
Mulia selama PP.
Menurut Sudaryanto (1988:2-4) Teknik observasi ini mengunakan metode
simak yang dibagi ke dalam dua teknik yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan.
(20)
seseorang atau beberapa orang untuk mendapatkan data bahasa. Dalam hal ini,
peneliti menyadap tuturan guru di SD Islam Budi Mulia Padang . Teknik lanjut
dijabarkan menjadi beberapa teknik yaitu: (1) teknik simak bebas libat cakap (SBLC),
yakni dalam kegiatan menyadap peneliti tidak ikut terlibat dalam percakapan antara
guru dan murid, (2) teknik rekam, teknik rekam ini dilakukan seiring dengan teknik
SBLC, penyadapan dilakukan dengan menggunakan alat perekam dan kaset, (3)
teknik catat, yaitu mencatat data pada kartu data kemudian diteruskan dengan teknik
analisis data (Sudaryanto, 1988: 2-4). Oleh karena itu, peneliti hadir di kelas sebagai
pendengar, penyimak, dan pengamat selama PP berlangsung. Selanjutnya, peneliti
merekam tuturan guru-siswa ketika berinteraksi selama PP berlangsung dan mengisi
lembaran pengamatan.
Instrumen penelitian ini, menggunakan alat bantu berupa alat perekam audio
dan audiovisual. Alat perekam digunakan untuk merekam tindak tutur guru dalam
PP. Kamera (handycam) yang digunakan untuk merekam tindak tutur guru dalam PP,
angket, dan catatan observasi lapangan atau lembaran pengamatan selama observasi
dilakukan. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri.
3.2.1 Teknik Observasi
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi. Dalam
metode kualitatif deskriptif teknik observasi yang peneliti lakukan adalah observasi
pasif yaitu peneliti hanya bertindak sebagai pengumpul data, mencatat kegiatan yang
sedang berjalan. Kegiatan tersebut adalah cara guru berbicara atau berkomunikasi
(21)
observasi tidak berperan serta, peneliti hanya mengamati informan sebagai pengamat
independen yaitu mengamati tindak tutur guru dalam proses pembelajaran di kelas
satu sampai lima.
3.2.2 Teknik Rekam
Setelah dilakukam pengamatan terhadap guru dan kelas yang akan diamati,
peneliti melakukan perekaman terhadap tuturan guru dalam proses pembelajaran. Hal
ini dilakuan untuk memperoleh data yang akurat. Pemerolehan data rekaman dengan
merekam tindak tutur guru peneliti mengunakan alat camera rekam.
3.2.3 Teknik Transkrip
Setealah pengamatan dan perekaman dilakukan dan didapatkan, teknik
selanjutnya adalah menstrankripkan data atau menyalin kembali hasil pengamatan
dan perekaman dalam bentuk tulisan. Setelah ditranskripsikan baru dilakuakn analisis
data berdasarkan fungsi, strategi kesantuan dan skala kesantunan tindak tutur guru
(22)
3.3 Kisi-kisi Instrumen
Format 1. Kisi-kisi Fungsi Tindak Tutur Searle yang digunakan Guru berpendidkan karakter dalam PP
No Fungsi Tindak
Tutur Searle
Jenis Tindak Tutur Pendidikan karakter
Karakter Guru Indikator Nilai Karakter
1 2 3 4 Asertif (mengatakan sesuatu) Direktif (Tuturan mengakibatkan tindakan/ tujuan tuturan memiliki efek tindakan) Ekspresif (Ungkapan Psikologis Penutur) Komisif (Tuturan yang terkait tindakan di masa depan)
a. Menyatakan b.Melaporkan
c. Mengusulkan
d.Mengemukakan Pendapat
e. Mengeluhkan
a. Memohon
b.Memerintah
c. Memberi Nasihat
d.Menuntut e. Memesan
f. menyalahkan
a. Mengucapkan
terimakasih b.Mengucapkan
selamat
c. Mengucapkan maaf
d.Memuji e. Mengkritik
a. Berjanji/ menjanjikan b.Menawarkan
c. Mengancam
Komunikatif
Cerdas
Keteladanan
Komunikatif
a. Berkomunikasi secara
efektif
b. Berkomunikasi/
berinteraksi dengan jelas
c. Berkomunikasi dengan
bahasa yang santun
Tanggung Jawab a. Tindak tuturnya
mencerminkan penguasaan mata pelajaran (materi) yang diajarkan.
b. Tindak tuturnya
menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis dan inovatif.
c. Tindak tuturnya
menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap peserta didik.
Cinta Damai
a. Menghargai pendapat dari
siswa/ menghargai adanya perbedaan pendapat dari siswa
b. Tindak tuturnya
menunjukkan sikap percaya diri dan penuh kasih
(23)
No Fungsi Tindak Tutur Searle
Jenis Tindak Tutur Pendidikan karakter
Karakter Guru Indikator Nilai Karakter
5 Deklaratif
(Tindak tutur yang
menciptakan sesuatu yang baru)
a. Memberikan
hukuman b.Menyalahkan c. menyetujui
sayang. c. Tuturan yang
memperlihatkan kerjasama dengan siswanya.
Format 2. Kisi-kisi Data Strategi Brown dan Levinson Kesantunan Tindak Tutur Guru dalam PP
No Strategi Kode Indikator
1 Bertutur Terus Terang
Tanpa Basa-Basi
BTTB
1. tindak tutur langsung diterima petutur dari
penutur,
2. tindak tutur dan maksud tindak tuturnya
sama dengan tuturan yang diucapkan
2 Bertutur Terus Terang
dengan Basa-Basi Kesantu Positif
BTBP 1. memperhatikan minat, keinginan, atau
kebutuhan petutur,
2. melebih-lebihkan rasa simpati kepada petutur,
3. mengintensifkan perhatian kepada petutur, 4. menggunakan penanda identitas kelompok
yang sama,
(24)
No Strategi Kode Indikator
6. menghindari ketidak setujuan, 7. menegaskan kesamaan latar, 8. bergurau,
9. menyatakan bahwa pengetahuan dan perhatian penutur adalah sama dengan pengetahuan dan perhatian petutur,
10. menawarkan atau berjanji, 11. menjadi optimis,
12. melibatkan petutur dalam kegiatan yang dilakukan oleh penutur,
13. memberikan alasan, 14. saling membantu, dan
15. memberikan hadiah kepada petutur
3 Bertutur dengan
Basa-Basi Menggunakan Kesantunan Negatif
BBKN 1. menyatakan tuturan tidak langsung secara
konvensional, 2. mengunakan pagar, 3. menyatakan kepesimisan,
4. meminimalkan beban atau paksaan kepada orang lain,
5. memberikan penghormatan, 6. meminta maaf,
7. menggunakan bentuk interpersonal
(dihindari menggunakan kata ganti saya dan kamu),
(25)
No Strategi Kode Indikator
umum,
9. menjadikan rumusan tuturan dalam bentuk nominal, dan
10. menyatakan penutur berhutang budi kepada petutur.
4 Bertutur dengan
Samar-Samar
BSS 1. mengunakan isyarat,
2. memberikan petunjuk-petunjuk asoiasi, 3. mempraanggapankan,
4. menyatakan diri sendiri kurang dari kenyataan yang sebenarnya (merendah), 5. meninggikan petutur lebih dari kenyataan
yang sebenarnya (menyanjung), 6. menggunakan tautologi,
7. menggunakan kontradiksi, 8. menggunakan ironi, 9. menggunakan metaphor,
10. menggunakan pertanyaan retoris, 11. menjadikan pesan ambigu, 12. menjadikan pesan kabur,
13. menggeneralisasikan secara berlebih-lebihan,
14. mengalihkan petutur, dan
15. menjadikan tuturan tidak lengkap atau elipsis.
(26)
Format 3: Kisi-kisi Data Skala Kesantunan Robin Lakoff yang digunakan Guru dalam bertindak tutur.
No Skala Kesantunan Robin
Lakoff
Deskripsi
1 FORMALITAS Masing-masing peserta tutur menjaga
keformalitasan dan menjaga jarak sewajarnya dan senatural-naturalnya antara yang satu dengan yang lainnya.
2 KETIDAKTEGASAN Menunjukkan bahwa agar Penutur dan
Petutur dapat saling merasa nyaman dan kerasan dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur haruslah diberikan oleh kedua belah pihak.
3 KESEKAWANAN Menunjukkan bahwa agar dapat bersikap
santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya.
3.4 Instrumen Tindak Tutur
Format 1: Instrumen Klasifikasi Data Fungsi Tindak Tutur Guru
No
Tindak Tutur
Guru
Fungsi Tindak Tutur searle
Jenis Tindak
Tutur
Indikator Nilai Karakter
(27)
Keterangan;
Ase : Asertif
Dir : Direktif
Eks :Ekspresif
Kom : Komisif
Dekl : Deklaratif
K : Komunikatif
J :Tanggung jawab
C : Cinta damai
Format 2: Instrumen Strategi Tindak Tutur Guru dalam Proses pembelajaran
No Tuturan Guru
Strategi Brown dan Levinson
Langsung Tidak Langsung
BTTB BTBP BBKN BSS
Keterangan:
BTTB : Bertutur terus terang tanpa basa basi
BTBP : Bertutur Terus Terang dengan Basa-Basi Kesantunan Positif BBKN : Bertutur dengan Basa-Basi Menggunakan Kesantunan Negatif
(28)
Format 3: Instrumen Skala Kesantuan Tindak Tutur Guru dalam Proses Pembelajaran
No Tuturan Guru
Skala Kesantunan Robin Lakoff Pendidikan
Karakter Formalitas Ketidak-
tegasan
Kesekawanan
3.5 Data dan Sumber Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Islam Budi Mulia Padang yang berada di jalan
Dr. Sutomo nomor 23 Simpang Aru Padang Timur. Peneliti meneliti tindak tutur guru
wali kelas I sampai V, dan satu guru Agama Islam di SD Islam Budi Mulia Padang.
Tahap awal penelitian ini adalah mengamati tindak tutur guru dalam PP dikelasnya
masing-masing. Selanjutnya, menentukan guru yang akan di jadikan responden
untuk diamati tindak tuturnya pada hari penelitian dilaksanakan. Pengambilan data
akan dilakukan ketika PP berlangsung.
Data penelitian adalah tindak tutur guru dalam PP di SD Islam Budi Mulia
padang. Sumber data adalah guru yang mengajar di SD Islam Budi Mulia Padang.
(29)
kelas tiga, guru walikelas empat, guru wali kelas lima dan satu guru agama Islam, di
SD Islam Budi Mulia Padang. Jadi jumlah subjek penelitian ada enam orang.
Observasi Kelas: Jadwal Pelaksanaan Observasi
Pelaksanaan
KELAS
1 2 3 4 Keterangan
I √ √ √ √ 4 hari
II √ √ √ 3 hari
III √ √ √ 3 hari
IV √ √ 2 hari
V B √ √ √ √ 4 hari
V C √ √ √ 3 hari
3.6 Teknik Pengolahan Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah (1) mentranskripsikan
tindak tutur guru dalam PP yang telah direkam berupa data lisan ke dalam bahasa
tulis, (2) mengiventariskan kesantunan tindak tutur yang digunakan guru pada saat PP
berlangsung di kelas I sampai V SD Islam Budi Mulia Padang, (3)
mengklasifikasikan kesantunan tindak tutur guru yang digunakan berorientasi
pendidikan karakter, (4) menganalisis strategi kesantun berbahasa tindak tutur yang
digunakan oleh guru dalam PP di SD Islam Budi Mulia Padang, dan (5) melakukan
(30)
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di bab sebelumnya, diperoleh
kesimpulan. Pertama, fungsi kesantunan tindak tutur guru dalam konteks PP
berorientasi pendidikan karakter di SD Islam Budi Mulia Padang ditemukan beberapa
fungsi tindak tutur Searle yaitu (1) fungsi asertif sebanyak 85 tuturan, (2) fungsi
direktif sebanyak 62 tuturan, (3) fungsi ekspresif sebanyak 54 tuturan, (4) fungsi
komisif sebanyak 3 tuturan dan (5) fungsi deklaratif sebanyak 16 tuturan. Dari hasil
penelitian tersebut ditemukan bahwa guru mengunakan tindak tutur asertif dengan
fungsi menyatakan yang dominan digunakan guru dalam konteks PP sebanyak 47
tuturan. Tindak tutur komisif, yaitu tuturan yang terkait dengan tindakan di masa
depan seperti tindak tutur berjanji, menawarkan dan mengancam jarang digunakan
guru SD Islam Budi Mulia Padang. Dan fungsi tindak tutur deklaratif yaitu tindak
tutur yang menciptakan sesuatu yang baru seperti memberikan hukuman juga jarang
dugunakan oleh guru.
Pendidikan karakter yang ditemukan di dalam tindak tutur guru menunjukkan
karakter komunikatif yang merupakan proses transformasi nilai-nilai komunikatif
(31)
sehingga menjadi satu dalam prilaku kehidupan siswanya di sekolah khususnya di
kelas, seperti tindak tutur memohon, memberikan nasihat, mengucapkan terima
kasih, mengucapkan maaf dan memuji. Karakter kecerdasan guru, di perlihatkan atau
diajarkan dalam bentuk tindak tutur guru yang bertangung jawab dalam tuturanya dan
mempertimbangkan pendidikan karakter cinta damai dalam tuturan pada konteks PP,
seperti tindak tutur menyatakan, melaporkan, memerintah dan mengemukakan
pendapat, sedangkan karakter keteladanan guru tampak dalam fungsi tuturan guru
mengucapkan salam.
Kedua, strategi kesantunan tindak tutur guru dalam konteks PP di SD Islam
Budi Mulia Padang mengunakan strategi tindak tutur langsung yaitu bertutur terus
terang tanpa basa basi untuk mengutarakan suatu maksud tuturannya. Tindak tutur
langsung menempatkan tuturan guru pada tuturan yang sebenarnya, yaitu tindak tutur
memerintah dengan kalimat perintah, tindak tutur memberiyahu dengan kalimat
berita, dan tindak tutur menanyakan dengan kalimat tanya. Strategi kesantunan
tindak tutur tidak langsung guru mengunakan substrategi BTBP dalam berkomunikasi
atau berinteraksi di dalam kelas. substrategi BTBP ditemukan 6 bentuk strategi yaitu
1. memperhatikan minat, keinginan, atau kebutuhan petutur, 2. melebih-lebihkan rasa
simpati kepada petutur, 3. menggunakan penanda identitas kelompok yang sama, 4.
(32)
Strategi tidak langsung dengan substrategi bertutur dengan basa-basi
mengunakan kesantunan negatif (BBN) ditemukan empat bentuk strategi yaitu (1)
menyatakan tuturan tidak langsung secara konvensional, (2) mengunakan pagar, (3)
meminta maaf, dan (4) menyatakan tindak ttuur sebagai ketentuan umum. Dan
strategi tindak tutuur tidak langsung bertutur dengan samar-samar (BSS) tidak banyak
digunakan oleh guru SD Islam Budi Mulia Padang, hanya tiga bentuk tuturan yang
ditemukan yaitu (1) mempraanggapankan, (2) mengunakan ironi, dan (3)
menggunakan metahhora.
Ketiga, Skala Kesantunan Tindak Tutur Guru dalam Konteks PP di SD Islam
Budi Mulia Padang, guru cenderung mengunakan skala formalitas yaitu sebanyak 15
tuturan, skala ketidak tegasan sebanyak 4, dan skala kesekawanan sebanyak 8 tuturan.
Skala kesantunan formalitas tindak tutur guru SD Islam Budi Mulia Padang di
pengaruhi oleh strategi tindak tutur gurunya yaitu strategi tindak tutur langsung.
5.2 Saran
Penelitian kesantuan tindak tutur guru dalam PP ini merupakan penelitian
lanjutan untuk pendidikan karakter. Oleh Karena itu, melalui penelitian ini penulis
memberikan saran sebagai berikut.
Pertama, tindak tutur guru di dalam PP harus diperhatikan. Fungsi tuturan
(33)
bahawa pengajaran pendidikan karakter pertama kali timbul atau dapat diperlihatkan
melalui tindak tuturnya di dalam PP. Pengajaran pendidikan karakter melalui bahasa
khususnya dalam bidang pragmatik yaitu tindak tutur harus diperhatikan untuk
menciptakan kesantunan tindak tutur siswa dalam berkomunikasi. Oleh karena itu,
sebelum mengajarkan pendidikan karakter di sekolah gurunya harus memiliki
karakter yang baik atau yang di kehendaki dapat di gugu dan ditiru oleh siswanya.
Kedua, penelitian ini masih belum sempurna. Oleh Karena itu, penelitian ini
masih dapat dikembangkan melalui pengkajian teori sosiolinguistik dan
psikolinguistik yang berkaitan dengan pendidikan karakter berbahasa.
Ketiga, dari segi pembelajaran, bagi guru bahasa Indonesia di SD khususnya
dan SMP atau SMA umumnya dalam mengunakan tindak tutur dalam PP mereka
harus memperhatikan pengunaan bahasa untuk berkomunikasi dengan siswanya di
kelas. Karena pembelajaran bahasa buka hanya mengajarkan tentang bahasa, tapi
mengajarkan bagaimana bahasa yang sesungguhnya dalam arti penggunaan bahasa
(34)
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi. (2005). Tesis: Fenomena Kesantunan Berbahasa dalam Pelayanan Publik: Studi Khasus di Kantor Walikota Pekanbaru Provinsi Riau. Bandung: UPI Brown, G. & Yule, G. (1996). Analisis Wacana. (Alih Bahasa Sutikno). Jakarta:
Gramedia.
Brown, P. & Levinson, S.C. (1987). Politeness: Some Universals in Language Usage. Cambridge:CUP
Chaer, A. & Agustina L. (2004). Sosiolinguistik, Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Depertemen Pendidikan Nasional.(2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke 4
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Dianawati. (2009). Tesis: Prinsip Kesantunan dalam Tuturan Siswa MTS (Kajian Pragmatik Tuturan Siswa adalah MTS Santri Putri Pondok Pesantren Salafiah Kecamatan Bangil Kabupaten Pasundan Jatim). Bandung: UPI
Djamarah, S.B. (2000). Guru dan Anak dalam Interaksi Edukatif. Jakarta Rineka Cipta.
Gunarwan, A. (1994). Pragmatik: Pandangan Mata Burung. Di dalam Soenjono Dardjowidjojo (penyunting). Mengiring Rekan Sejati: Festchrift Buat Pak Ton. Jakarta: Unika Atma Jaya.
Gunarwan, A. (2000). “tindak Tutur Melarang di Kalangan Dua Kelompok Etnis Indonesia: ke Arah Kajian Etnopragmatik”. Di dalam Bambang Kaswanti Purwo (Penyunting). PELLBA 13. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya.
Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik, O. (2009). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung; Sinar Baru
Algensindo.
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradapan Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.
(35)
Juita, N. (1999). Wacana Bahasa Indonesia. Padang: Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia. FBSS. UNP
Kesuma, darma ,dkk. (2011). Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktek di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Khan, Y. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi publishing.
Leech, G. (1983). Principles of Pragmatics. London: Longman.
Leech, G. (1993). Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universuty Press.
Lubis, A. H. H. (1993). Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Makmun, A.S. 2009. Psikologi Kependidikan; Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation
Moleong, L. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pateda, M.(1990). Lingguistik (Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa.
Prayitno & Khaidir A. (2011). Wujud Penghayatan dan Pengamalan Nilai-nilai Karakter-Cerdas: Format Pembelajaran Klasik dan Nonklasikal.
Puskur. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional, Bandan Penelitian dan Pengembangan
Rahardi, R.K. (2005). Pragmatik; Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlanggga.
Raka, G.; Mulyana Y., dkk. (2011). Pendidikan Karakter di Sekolah; dari Gagasan ke Tindakan. Jakarta: Gramedia.
Sadirman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sadulloh, U. (2010). Pedagogik (Ilmu Pendidikan). Bandung: ALFABETA.
Soedarsono, S. (2008). Membangun Kembali Jati Diri Bangsa (Yayasan Jati Diri Bangsa). Jakarta: PT Elex Media Komputindo
(36)
Sudaryanto. (1988). Metode Linguistik. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Sugiyono. (2011). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suwito. (1982). Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problem. Surakarta: Hendry Offset.
Suyono. (1991). Panduan Pengajaran Pragmatik. Malang: FPBS IKIP Malang.
Syahrul R. (2008). Pragmatik Kesantunan Berbahasa. Padang: UNP Press.
Tarigan, H.G. (1986). Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Wijana, I.D.P. (1996). Dasar-Dasar Pragmatik. Yogjakarta: Andi Offset.
Yule, G. (2006). Pragmatik. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
(http:// proses pembelajaran). Diakses 10 Maret 2012
(1)
sehingga menjadi satu dalam prilaku kehidupan siswanya di sekolah khususnya di kelas, seperti tindak tutur memohon, memberikan nasihat, mengucapkan terima kasih, mengucapkan maaf dan memuji. Karakter kecerdasan guru, di perlihatkan atau diajarkan dalam bentuk tindak tutur guru yang bertangung jawab dalam tuturanya dan mempertimbangkan pendidikan karakter cinta damai dalam tuturan pada konteks PP, seperti tindak tutur menyatakan, melaporkan, memerintah dan mengemukakan pendapat, sedangkan karakter keteladanan guru tampak dalam fungsi tuturan guru mengucapkan salam.
Kedua, strategi kesantunan tindak tutur guru dalam konteks PP di SD Islam Budi Mulia Padang mengunakan strategi tindak tutur langsung yaitu bertutur terus terang tanpa basa basi untuk mengutarakan suatu maksud tuturannya. Tindak tutur langsung menempatkan tuturan guru pada tuturan yang sebenarnya, yaitu tindak tutur memerintah dengan kalimat perintah, tindak tutur memberiyahu dengan kalimat berita, dan tindak tutur menanyakan dengan kalimat tanya. Strategi kesantunan tindak tutur tidak langsung guru mengunakan substrategi BTBP dalam berkomunikasi atau berinteraksi di dalam kelas. substrategi BTBP ditemukan 6 bentuk strategi yaitu 1. memperhatikan minat, keinginan, atau kebutuhan petutur, 2. melebih-lebihkan rasa simpati kepada petutur, 3. menggunakan penanda identitas kelompok yang sama, 4. mencari kesempatan, 5. menghindari ketidak setujuan, 6. memberikan alasan.
(2)
Strategi tidak langsung dengan substrategi bertutur dengan basa-basi mengunakan kesantunan negatif (BBN) ditemukan empat bentuk strategi yaitu (1) menyatakan tuturan tidak langsung secara konvensional, (2) mengunakan pagar, (3) meminta maaf, dan (4) menyatakan tindak ttuur sebagai ketentuan umum. Dan strategi tindak tutuur tidak langsung bertutur dengan samar-samar (BSS) tidak banyak digunakan oleh guru SD Islam Budi Mulia Padang, hanya tiga bentuk tuturan yang ditemukan yaitu (1) mempraanggapankan, (2) mengunakan ironi, dan (3) menggunakan metahhora.
Ketiga, Skala Kesantunan Tindak Tutur Guru dalam Konteks PP di SD Islam Budi Mulia Padang, guru cenderung mengunakan skala formalitas yaitu sebanyak 15 tuturan, skala ketidak tegasan sebanyak 4, dan skala kesekawanan sebanyak 8 tuturan. Skala kesantunan formalitas tindak tutur guru SD Islam Budi Mulia Padang di pengaruhi oleh strategi tindak tutur gurunya yaitu strategi tindak tutur langsung.
5.2 Saran
Penelitian kesantuan tindak tutur guru dalam PP ini merupakan penelitian lanjutan untuk pendidikan karakter. Oleh Karena itu, melalui penelitian ini penulis memberikan saran sebagai berikut.
Pertama, tindak tutur guru di dalam PP harus diperhatikan. Fungsi tuturan yang digunakan harus disesuaikan dengan konteks tuturan. Guru harus menyadari
(3)
bahawa pengajaran pendidikan karakter pertama kali timbul atau dapat diperlihatkan melalui tindak tuturnya di dalam PP. Pengajaran pendidikan karakter melalui bahasa khususnya dalam bidang pragmatik yaitu tindak tutur harus diperhatikan untuk menciptakan kesantunan tindak tutur siswa dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, sebelum mengajarkan pendidikan karakter di sekolah gurunya harus memiliki karakter yang baik atau yang di kehendaki dapat di gugu dan ditiru oleh siswanya.
Kedua, penelitian ini masih belum sempurna. Oleh Karena itu, penelitian ini masih dapat dikembangkan melalui pengkajian teori sosiolinguistik dan psikolinguistik yang berkaitan dengan pendidikan karakter berbahasa.
Ketiga, dari segi pembelajaran, bagi guru bahasa Indonesia di SD khususnya dan SMP atau SMA umumnya dalam mengunakan tindak tutur dalam PP mereka harus memperhatikan pengunaan bahasa untuk berkomunikasi dengan siswanya di kelas. Karena pembelajaran bahasa buka hanya mengajarkan tentang bahasa, tapi mengajarkan bagaimana bahasa yang sesungguhnya dalam arti penggunaan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi. (2005). Tesis: Fenomena Kesantunan Berbahasa dalam Pelayanan Publik:
Studi Khasus di Kantor Walikota Pekanbaru Provinsi Riau. Bandung: UPI
Brown, G. & Yule, G. (1996). Analisis Wacana. (Alih Bahasa Sutikno). Jakarta: Gramedia.
Brown, P. & Levinson, S.C. (1987). Politeness: Some Universals in Language Usage. Cambridge:CUP
Chaer, A. & Agustina L. (2004). Sosiolinguistik, Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Depertemen Pendidikan Nasional.(2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke 4 Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Dianawati. (2009). Tesis: Prinsip Kesantunan dalam Tuturan Siswa MTS (Kajian
Pragmatik Tuturan Siswa adalah MTS Santri Putri Pondok Pesantren Salafiah Kecamatan Bangil Kabupaten Pasundan Jatim). Bandung: UPI
Djamarah, S.B. (2000). Guru dan Anak dalam Interaksi Edukatif. Jakarta Rineka Cipta.
Gunarwan, A. (1994). Pragmatik: Pandangan Mata Burung. Di dalam Soenjono Dardjowidjojo (penyunting). Mengiring Rekan Sejati: Festchrift Buat Pak Ton. Jakarta: Unika Atma Jaya.
Gunarwan, A. (2000). “tindak Tutur Melarang di Kalangan Dua Kelompok Etnis Indonesia: ke Arah Kajian Etnopragmatik”. Di dalam Bambang Kaswanti Purwo (Penyunting). PELLBA 13. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya.
Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik, O. (2009). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung; Sinar Baru
Algensindo.
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradapan Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.
(5)
Juita, N. (1999). Wacana Bahasa Indonesia. Padang: Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia. FBSS. UNP
Kesuma, darma ,dkk. (2011). Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktek di
Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Khan, Y. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi publishing.
Leech, G. (1983). Principles of Pragmatics. London: Longman.
Leech, G. (1993). Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universuty Press. Lubis, A. H. H. (1993). Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Makmun, A.S. 2009. Psikologi Kependidikan; Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation Moleong, L. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pateda, M.(1990). Lingguistik (Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa.
Prayitno & Khaidir A. (2011). Wujud Penghayatan dan Pengamalan Nilai-nilai Karakter-Cerdas: Format Pembelajaran Klasik dan Nonklasikal.
Puskur. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional, Bandan Penelitian dan Pengembangan
Rahardi, R.K. (2005). Pragmatik; Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlanggga.
Raka, G.; Mulyana Y., dkk. (2011). Pendidikan Karakter di Sekolah; dari Gagasan
ke Tindakan. Jakarta: Gramedia.
Sadirman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sadulloh, U. (2010). Pedagogik (Ilmu Pendidikan). Bandung: ALFABETA.
Soedarsono, S. (2008). Membangun Kembali Jati Diri Bangsa (Yayasan Jati Diri Bangsa). Jakarta: PT Elex Media Komputindo
(6)
Sudaryanto. (1988). Metode Linguistik. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiyono. (2011). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suwito. (1982). Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problem. Surakarta: Hendry Offset.
Suyono. (1991). Panduan Pengajaran Pragmatik. Malang: FPBS IKIP Malang. Syahrul R. (2008). Pragmatik Kesantunan Berbahasa. Padang: UNP Press. Tarigan, H.G. (1986). Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Wijana, I.D.P. (1996). Dasar-Dasar Pragmatik. Yogjakarta: Andi Offset. Yule, G. (2006). Pragmatik. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
(http:// proses pembelajaran). Diakses 10 Maret 2012