PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GRUP INVESTIGASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda.

(1)

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

1. Hakekat Pembelajaran Alquran Hadis ... 1

2. Pembelajaran Alquran Hadis dan Tujuan Pendidikan Nasional ... 6

3. Problematika Pembelajaran Alquran Hadis di Madrasah Aliyah (MA) ... 9

B. Rumusan Masalah ... 28

C. Tujuan Penelitian ... 30

D. Definisi Operasional... 32

E. Manfaat Penelitian ... 36

BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 39

A. Teori Belajar dan Pembelajaran Alquran Hadis ... 39

1. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Alquran Hadis ... 39

2. Relevansi Teori belajar kognitif. Sosial dan Humanistik dengan Pembelajaran Alquran Hadis ... 46

B. Hakekat Pembelajaran Kooperatif ... 49

1. Pengertian dan Komponen Pembelajaran Kooperatif ... 49

2. Konsep dasar dan Prinsip Pembelajaran Kooperatif ... 53

3. Tujuan Pembelajara Kooperatif ... 55

4. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 59

5. Merencanakan Pembelajaran Kooperatif... 61

6. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif ... 69

7. Interaksi dalam Pembelajaran Kooperatif ... 73


(2)

... 82

2. Pengertian Grup Investigasi ... 87

3. Sejarah Munculnya Model Pembelajaran Grup Investigasi ... 90

4. Langkah-Langkah Grup Investigasi dalam Pembelajaran ... 92

5. Dampak Pembelajaran (instructional effect) dan Dampak Pengiring (nurturant effect) Model Pembelajaran Kooperatif tipe Grup Investigasi ... 100

D. Pengajaran Alquran dan Hadis ... 105

1. Pengertian Pengajaran Alquran Hadis ... 107

2. Tujuan Pengajaran Alquran Hadis ... 107

3. Standar Kompetensi (SK) Mata Pelajaran Alquran Hadis Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI (Sebelas) ... 109

4. Materi Pengajaran Alquran Hadis ... 114

5. Pemahaman Siswa Terhadap Mata Pelajaran Alquran Hadis ... 119

E. Karakteristik Siswa Madrasah Aliyah (MA) ... 122

1. Usia Siswa Madrasah Aliyah (MA) ... 122

2. Relevansi Usia, Tipe Grup Investigasi dan Karakteristik Materi Pembelajaran Alquran Hadis ... 124

F. Spesifikasi Pengembangan dan Kerangka Pikir Penelitian ... 126

1. Spesifikasi Pengembangan ... 126

2. Kerangka Pikir Penelitian ... 132

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 133

A. Jenis Penelitian ... 134

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 134

C. Prosedur dan Tahapan Penelitian ... 138

D. Teknik Pengumpulan Data ... 145

E. Teknik Analisa Data ... 149

F. Variabel Penelitian ... 151

G. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ... 152

H. Sumber Data Studi Pendahuluan ... 154

I. Kondisi Objektif Pembelajaran Alquran Hadis Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda. ... 157

1. Pengembangan Diri Guru Alquran Hadis ... 157

2. Desain dan Implementasi Pembelajaran Alquran Hadis ... 164

3. Kemampuan dan Kinerja guru Alquran Hadis ... 171

4. Pemahaman dan Minat Belajar Siswa Kelas XI (Sebelas) terhadap Alquran Hadis ... 174

5. Pemanfaatan Berbagai Sumber Belajar yang Mendukung Peningkatan Pemahaman dan Minat Siswa... 178


(3)

1. Draf Awal Model Pembelajaran ... 182

a. Desain Perencanaan Pembelajaran Alquran Hadis Kelas XI dengan Model yang Dikembangkan ... 200

b. Proses Pembelajaran Alquran Hadis Kelas XI Dengan Model yang Dikembangkan ... 203

2. Langkah-Langkah Pengembangan Model Pembelajaran ... 204

a. Mempelajari Silabus Alquran Hadis Kelas XI ... 204

b. Menetapkan Alokasi Waktu dengan Topik Bahasan ... 206

c. Menganalisis Materi Pembelajaran Alquran Hadis ... 207

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 220

A. Hasil Penelitian ... 221

1. Implementasi Model Pembelajaran yang Dikembangkan dalam Uji Coba Terbatas ... 221

2. Hasil Uji Coba Terbatas ... 239

a. Efektifitas Model dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas XI ... 239

b. Kemampuan Guru yang Dituntut dalam Implementasi Model yang Dikembangkan ... 247

c. Minat dan Motivasi Siswa dalam Mengikuti Model Pembelajaran yang Dikembangkan ... 256

d. Kelengkapan Sarana, Fasilitas dan Sumber yang diperlukan dalam impelemtasi model ... 258

e. Skenario Model Hasil Uji Coba Terbatas ... 260

3. Hasil Uji Coba dalam Skala Luas ... 263

a. Implementasi Model dalam Skala Luas ... 263

b. Efektifitas Model Hasil Pengembangan dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa ... 270

c. Model Akhir Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investiagsi yang Dikembangkan. ... 285

4. Hasil Uji Validasi ... 290

a. Dampak Model terhadap Peningkatan Pemahaman Siswa Kels XI ... 291

b. Interaksi Model ... 303

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 318

1. Desain Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Hasil Pengembangan ... 318


(4)

Investigasi dalam Kurikulum Mata Pelajaran

Alquran Hadis. ... 330

a. Peran dan Posisi Guru dalam Pengembangan Model ... 330

b. Posisi Siswa dalam Impelemetasi Model ... 335

c. Faktor Pendukung Implementasi Model ... 338

d. Faktor Penghambat Implementasi Model ... 342

3. Relevansi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi dengan Kurikulum Mata Pelajaran Alquran Hadis Madrasah Aliyah (MA) ... 344

4. Dampak Model Pembelajaran Kooperatif Grup Investigasi dalam Peningkatan Pemahaman dan Minat Siswa ... 346

a. Peningkatan Pemahaman (instructional effect) Siswa pada Uji Coba Model ... 346

b. Peningkatan Minat Belajar Siswa (nurturant effect) pada Uji Coba Model ... 362

c. Efektifitas Model pembelajaran dalam Memperbaiki Kualitas Proses Pembelajaran ... 363

5. Kelebihan dan Kekurangan Model Hasil Pengembangan ... 364

BAB VI : SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 368

A. Kesimpulan ... 368

B. Implikasi Penelitian ... 376

C. Rekomendasi ... 380

DAFTAR PUSTAKA ... 382


(5)

DAFTAR TABEL

TABEL

2.1 Perbedaan Kelompok Pembelajaran Kooperatif dengan

kelompok Pembelajaran Konvesnional ... 58

2.2 Perbandingan Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif ... 69

2.3 Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif ... 73

2.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi ... 99

2.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Alquran Hadis Siswa Kelas XI (Sebelas) Kota Samarinda ... 110

2.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi ... 128

2.7 Skenario Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi ... 129

3.1 Jumlah Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda ... 135

3.2 Guru Alquran Hadis Kelas XI (Sebelas) Sebagai Responden ... 155

3.3 Jumlah Siswa Madrasah Aliyah (MA) dan Sampel Penelitian ... 156

3.4 Pandangan Responden tentang Mengajar... 157

3.5 Harapan Guru Alquran Hadis terhadap Siswa dalam Belajar ... 158

3.6 Pandangan Guru tentang Tugas Mengajar ... 158

3.7 Kepuasan Guru terhadap Penguasaan Materi Alquran Hadis ... 160

3.8 Tanggapan Guru Alquran Hadis tentang Perlu Tidaknya Memperbaiki Strategi dan Metode Mengajar ... 161

3.9 Dapat Tidaknya Guru Alquran Hadis Melakukan Pengelolaan kelas ... 162

3.10 Tanggapan Responden tentang Hal yang Paling Penting dalam Pembelajaran Alquran Hadis ... 163

3.11 Desain Pembelajaran Alquran Hadis Kelas XI (Sebelas) Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Saat ini ... 164

3.12 Implementasi Pembelajaran Alquran Hadis Kelas XI (Sebelas) Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Saat ini ... 168

3.13 Kemampuan dan Kinerja Guru Alquran Hadis ... 172 3.14 Pemahaman Siswa Kelas XI (Sebelas) Madrasah Aliyah (MA)


(6)

3.15 Minat Belajar Siswa Kelas XI (Sebelas) Madrasah Aliyah (MA)

di Kota Samarinda ... 177

3.16 Contoh Analisis Materi Pembelajaran ... 188

3.17 Proses Pembelajaran dengan Model yang Dikembangkan ... 203

3.18 Recana Alokasi Waktu dan Topik Pembelajaran Alquran Hadis Kelas XI (Sebelas) ... 206

3.19 Analisis Materi Pembelajaran Alquran Hadis Kelas XI (Sebelas) Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda ... 208

4. 1 Hasil Observasi Kelas Selama UC Terbatas ... 236

4. 2 Hasil Tes Evaluasi Hasil Belajar Skala Terbatas ... 239

4. 3 Hasil Uji T Perolehan Skor Tes UC 1 dengan UC 2 ... 242

4. 4 Hasil Uji T Perolehan Skor Tes UC 2 dengan UC 3 ... 243

4. 5 Hasil Uji T Perolehan Skor Tes UC 3 dengan UC 4 ... 245

4. 6 Hasil Uji T Perolehan Skor Tes UC 4 dengan UC 5 ... 246

4. 7 Pembagian Tugas Kelompok pada UC 1 ... 247

4. 8 Pembagian Tugas Kelompok pada UC 2 ... 249

4. 9 Kemampuan Guru yang Dituntut pada Tahap Pengembangan Model ... 250

4. 10 Kemampuan Guru yang Dituntut pada Proses Pembelajaran ... 255

4. 11 Perbandingan Skenario Awal dengan Skenario Pembelajaran Hasil Pengembangan Skala Terbatas ... 262

4. 12 Hasil Tes Evaluasi Hasil Belajar Madrasah Aliyah (MA) Akreditasi A ... 270

4. 13 Hasil Uji T Perolehan Skor Pretest dengan UC 1 (6) ... 273

4. 14 Hasil Uji T Perolehan Skor UC 1 (6) dengan UC 2 (7) ... 273

4. 15 Hasil Uji T Perolehan Skor UC 2 (7) dengan UC 3 (8) ... 274

4. 16 Hasil Tes Evaluasi Hasil Belajar Madrasah Aliyah (MA) Akreditasi B ... 274

4. 17 Hasil Uji T Perolehan Skor Pretest dengan UC 1 (6) ... 277

4. 18 Hasil Uji T Perolehan Skor UC 1 (6) dengan UC 2 (7) ... 277

4. 19 Hasil Uji T Perolehan Skor UC 2 (7) dengan UC 3 (8) ... 278

4. 20 Hasil Tes Evaluasi Hasil Belajar Madrasah Aliyah (MA) Akreditasi C ... 278

4. 21 Hasil Uji T Perolehan Skor UC 1 (6) dengan UC 2 (7) ... 280

4. 22 Hasil Uji T Perolehan Skor UC 2 (7) dengan UC 3 (8) ... 281

4. 23 Hasil Observasi Kelas Selama Uji Coba Luas Berlangsung ... 282

4. 24 Skenario Akhir Model Pembelajaran Hasil Pengembangan ... 288

4. 25 Hasil Tes Pemahaman dalam Uji Validasi ... 292

4. 26 Hasil Uji T Perolehan Skor Tes Uji Validasi Madrasah Eksperimen (ME) . 293 4. 27 Hasil Uji T Perolehan Skor Postest UV ME dengan UV MK ... 294

4. 28 Hasil Uji Perbedaan Posttest MA dengan MD ... 296


(7)

Berdasarkan Kategori Akreditasi ... 304

4. 32 Hasil Uji Anova Skor Posttest Kelompok Madrasah Aliyah Eksperimen (ME) ... 309

4. 33 Hasil Uji Perbedaan Posttest Kelompok Madrasah Eksperimen Berdasarkan Kategori Akreditasi ... 310

4. 34 Hasil Uji Anova Skor Posttest Kelompok Madrasah Aliyah Kontrol (MK) ... 315

4. 35 Desain Model Pembelajaran Hasil Pengembangan ... 327

4. 36 Perbandinagn Guru PAI yang Profesional dengan Amatir ... 334

4. 37 Sinergitas antara Tujuan Mata Pelajaran Alquran Hadis, Karakteristik Siswa Madrasah Aliyah (MA) dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi ... 345

DAFTAR BAGAN BAGAN 1.1 Sinergitas antara Tujuan Mata Pelajaran Alquran Hadis, Karakteristik Siswa MA dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi ... 26

2.1 Learning Theory dan Cooperative Learning ... 44

2.2 Dampak Pembelajaran (instructional effect) dan Dampak Pengiring (nurturant effect) Model Kooperatif Tipe Grup Investigasi. ... 103

2.3 Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif ... 127

2.4 Kerangka Pikir Penelitian ... 132

3.1 Alur Pengembangan Model ... 144

3.2 Variabel Penelitian ... 151

3.3 Proses Pelaksanaan Inovasi ... 184

3.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Model yang Dikembangkan ... 202

4.1 Model Presentasi Model Pembelajaran yang Dikembangkan ... 224

4.2 Grafik Kemajuan Uji Coba Model dalam Skala Terbatas ... 238

4.3 Grafik Perolehan Skor Tes Hasil Belajar Siswa Uji Coba Terbatas ... 240

4.4 Grafik Perolehan Skor Tes UC 1 dan UC 2 ... 243


(8)

4.7 Grafik Perolehan Skor Tes UC 4 dan UC 5 ... 246 4.8 Grafik Perolehan Skor Tes Hasil Belajar Siswa Madrasah Aliyah

Akreditas A (MA) ... 272 4.9 Grafik Perolehan Skor Tes Hasil Belajar Siswa Madrasah Aliyah

Akreditas B (MB) ... 276 4.10 Grafik Perolehan Skor Tes Hasil Belajar Siswa Madrasah Aliyah

Akreditas C (MC) ... 280 4.11 Hasil Observasi Perbandingan Pada Uji Coba Luas ... 284 4.12 Perencanaan Pembelajaran Sistematis ... 329

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

3.1 Model Awal (Model Teoritis) Pembelajaran Kooperatif

Tipe Grup Investigasi ... 195 3.2 Model Awal (Model Hipotesis) Pembelajaran Kooperatif

Tipe Grup Investigasi yang Dikembangkan ... 196 4.1 Model Akhir (Hasil Pengembangan) Pembelajaran Kooperatif

Tipe Grup Investigasi yang Cocok Dikembangkan dalam

Pembelajaran Alquran Hadis Kelas XI (Sebelas) Madrasah Aliyah

(MA) di Kota Samarinda ... 289 5.2 Model Akhir (Hasil Pengembangan) Pembelajaran Kooperatif

Tipe Grup Investigasi yang Cocok Dikembangkan dalam

Pembelajaran Alquran Hadis Kelas XI (Sebelas) Madrasah Aliyah


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar Lampiran... 392

2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 393

3 Instrumen Penelitian ... 400

4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 424

5 Hasil Uji Valditas dan Reliabilitas Tes ... 456

6. Dokumentasi Penelitian ... 459


(10)

9 Rekomendasi Penelitian... 465 10 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 467


(11)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari enam sub bagian. Sub bagian yang dimaksud adalah; a) latar belakang masalah; b) rumusan masalah; c) tujuan penelitian; d) definisi operasional, dan e) manfaat penelitian. Pada sub bagian pertama, dikemukakan hakekat pembelajaran Alquran hadis, pembelajaran Alquran hadis dan tujuan pendidikan nasional serta problematika pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA).

A. Latar Belakang Masalah

1. Hakikat Pembelajaran Alquran dan Hadis

Alquran dan hadis merupakan dua sumber ajaran Islam yang merupakan pedoman hidup bagi umat Islam. Keduanya mengajarkan prinsip-prinsip dan tata aturan kehidupan yang harus dijalankan oleh umatnya. Ajaran Alquran dan hadis, tidak hanya mengatur tata hubungan antara manusia dengan Allah (hablum min Allah), tetapi juga mengatur tata aturan kehidupan manusia dengan sesamanya (hablun min al-nas). Alquran merupakan wahyu, kalam atau firman Allah yang mengandung ajaran untuk dijadikan pedoman dan tuntunan dalam tata nilai kehidupan umat manusia dan seluruh alam. Ajarannya berlaku sepanjang masa, sejak diturunkan hingga akhir zaman. Al-Qaththan dalam Muzakkir (1990 : 15) . Selanjutnya, hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw. berupa ucapan qaul), perbuatan


(12)

hadis merupakan sumber penting kedua setelah Alquran yang berfungsi sebagai penjelas (al-tabyin) terhadap Alquran al-karim.

Alquran dan hadis bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, karena keduanya berisikan petunjuk bagi manusia menuju jalan yang benar. Ahmad D. Marimba (1995 ; 42) menyatakan bahwa “Alquran dan hadis merupakan dasar pendidikan dan filsafat Islam”. Oemar M. Al- Toumy Al-syaibani (1992 : 41) menyebutkan bahwa Alquran merupakan kitab pendidikan sosial, moral dan spiritual. Zakiyah Derajat (1992 : 19-21) dan Mappanganro (1995 : 4) menyebutkan hal yang sama bahwa Alquran dan hadis merupakan sumber utama pendidikan Islam.

al-Syathibi (1935 : 56) dalam bukunya al-muwafaqat fi ushul al-syari’ah menyebutkan bahwa ada empat maksud Allah menurunkan syariat atau Alquran kepada manusia (maqashid al-syari’ fi inzal al-syari’ah) yaitu; a) Alquran diturunkan untuk dipahami (li al-ifhami); b) Alquran diturunkan agar menjadi pengendali hawa nafsu bagi manusia (li al-nahyi an itba’i al-syahawat); c) Alquran diturunkan untuk dilaksanakan kandungannya sebagai pembebanan bagi manusia (li al-takalluf); dan d) Alquran diturunkan untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat (li mashalih al-darain) .

Berdasarkan pendapat al-Syathibi di atas, maka dipahami bahwa hukum mempelajari dan memahami Alquran dan hadis Rasulullah adalah fardhu ‘ain bagi


(13)

kandungan Alquran dan hadis kepada generasi muda Islam, maka Alquran dan hadis dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri di lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan madrasah. Sementara di sekolah umum, Alquran dan hadis dijadikan sebagai salah satu bagian dari beberapa bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Bagian mata Pendidikan Agama Islam lainnya adalah Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Aqidah Akhlak dan Fikih.

Pembelajaran Alquran hadis di madrasah memiliki cakupan yang sangat luas. Di antara kajian pengajaran Alquran adalah; a) mengenal huruf-huruf Alquran yang dikenal dengan huruf hijaiyah (huruf al-hijaiyah); b) melafadzkan huruf-huruf Alquran dengan benar sesuai tempat keluar (makharij al-huruf) dan sifat-sifatnya; c) membaca ayat-ayat Alquran dengan benar sesuai dengan hukum ilmu tajwid (tartil); d) membaca Alquran dengan suara dan lagu yang baik (tilawah); e) mengetahui arti (tarjamah); f) memahami kandungan (tafahhum); g) mengambil pengajaran atau perumpamaan dari pada peristiwa dalam kisah-kisah Alquran (i’tibar); h) mengamalkan kandungan Alquran; i) menghayati ajaran dan akhlak Alquran dalam setiap tindakan; j) menghafal sebagian ayat Alquran jika tidak mampu menghafal secara keseluruhan (tahfidz Alquran), meskipun harus ada usaha untuk menghafal sebagian atau sekadar perlu untuk dibaca dalam ibadah shalat dan wirid tertentu; k) mengajarkan Alquran kepada orang lain (ta’alim Alquran), Faisal Muhammad dkk. (2008 : 6-7).


(14)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa cakupan atau ruang lingkup pembelajaran Alquran dan hadis itu sangat luas. Hal tersebut meliputi; a) tilawah yaitu membaca Alquran dan hadis; b) kitabah yaitu menulis ayat dan hadis; c) tarjamah yaitu menterjemah ayat dan hadis; d) tafsir yaitu menafsirkan ayat-ayat Alquran; e) tafahhum yaitu memahami kandungan Alquran; f) tahfidz yaitu menghafal ayat-ayat Alquran dan hadis nabawi; g) tathbiq yaitu menghayati atau merealisasikan ajaran Alquran dan hadis dalam kehidupan dengan sepenuh hati; h) tarannum yaitu membaca Alquran dengan suara yang baik dan merdu serta dengan lagu yang sesuai; i) ta'lim yaitu mengajarkan ayat dan hadis kepada orang lain. Hal ini dilakukan dengan berusaha belajar sehingga mampu mengajar orang lain.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Zakiyah Darajat (2008 : 89-99) bahwa ruang lingkup pengajaran Alquran yaitu; a) pengajaran qiraat. Pengajaran ini meliputi pengenalan dan cara membunyikan huruf hijaiyah, bentuk dan tanda baca, fungsi tanda berhenti baca, cara membaca, cara melagukan dan adab bacaan. Hal yang terpenting dalam pengajaran qiraat Alquran ini adalah keterampilan membaca Alquran dengan baik sesuai dengan kaidah yang disusun dalam ilmu tajwid; b) pengajaran tafsir. Pengajaran ini berisi pemahaman dan penafsiran dari keseluruhan ayat-ayat Alquran yang dimulai dari surah al-fatihah sampai surah al-nas. Pada tingkat awal, isi pengajaran tafsir biasanya hanya sekedar alih bahasa yang ditambah sedikit dengan kandungan ayat. Pada tingkat lanjutan, terjemahan diperluas dengan syarah kata-kata


(15)

Arab yang terdapat di dalam teks ayat yang memiliki pengertian yang luas dan banyak. Selain itu, ayat tersebut dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Sementara untuk tingkatan yang lebih tinggi, terjemahan dilengkapi dengan syarah mufradat menurut berbagai pendapat, sebab turunnnya ayat (asbabun nuzul) dan lain-lain; c) pengajaran ilmu tafsir. Pada umumnya, pengajaran ilmu tafsir membahas sejumlah teori atau ilmu yang berkaitan dengan berbagai petunjuk dan ketentuan untuk menafsirkan Alquran.

Selanjutnya, pengajaran hadis pada umumnya meliputi; a) pengajaran ilmu hadis. Pengajaran ini meliputi pengertian, ruang lingkup ilmu hadis, kedudukan hadis, tingkatan-tingkatan hadis, pengertian rawi dan syarat-syarat perawi, sanad, pembagian dan macam-macam hadis, hadis maqbul dan mardud, dan macam-macam hadis dhaif; b) pengajaran hadis berupa sisi materi pengajaran hadis. Pengajaran hadis ini tergantung pada tujuan pengajarannya pada satu tingkatan tertentu. Pada prinsipnya, materi pengajarannya meliputi teks dan pengertiannya, baik teks itu berasal dari nabi Muhammad saw. atau ucapan para sahabat tentang nabi. Isinya tentu ucapan nabi atau cerita tentang perilaku kehidupan nabi. Materi teks atau isi tentang ucapan nabi atau cerita tentang perilaku nabi tersebut dapat diambil dari berbagai kitab hadis yang sudah tersusun oleh para muhadditsin. Zakiyah Derajat (2008 : 111-108).

Seseorang yang ingin memahami Alquran dan hadis dengan baik, maka salah satu llmu yang harus dipelajari adalah ilmu bahasa Arab dan perangkat-perangkatnya, seperti memahami grammer (ilmu nahwu), al-isytiqoq (pecahan atau perubahan dari


(16)

suatu kata ke kata yang lainnya), ilmu al-ma’ani, ilmu al-bayan, ilmu al-badi’, ilmu qiroat (macam-macam bacaan dalam Alquran), asbab al-nuzul, kisah-kisah dalam Islam, mengetahui nasikh wal mansukh, fikih, dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam menafsirkan. Abu Shalma (2009 : 7-8).

Dalam implementasinya, tentu Standar Kompetensi Lulusan (SKL) setiap jenjang harus berbeda. Kompetensi lulusan pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI) lebih menekankan pada cara melafalkan huruf-huruf hijaiyah dan tanda bacanya, menyusun kata-kata dengan huruf-huruf hijaiyah baik secara terpisah maupun bersambung, cara melafalkan dan menghafal surat-surat tertentu dalam juz ’amma, arti surat tertentu dalam juz ’amma, menerapkan kaidah-kaidah ilmu tajwid dalam bacaan Alquran, serta memahami dan menghafal hadis tertentu. Sementara kompetensi lulusan yang diharapkan pada jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTS) adalah bagaimana siswa menerapkan kaidah ilmu tajwid dalam bacaan Alquran, memahami ayat-ayat tertentu dari Alquran, memahami hadis tertentu yang relevan dengan kehidupan siswa, memahami sejarah turunnya Alquran serta memahami arti hadis dan macam-macamnya.

Berbeda dengan kompetensi lulusan siswa Madrasah Ibitidaiyah (MI) dan siswa Madrasah Tsanawiyah (MTS) di atas, kompetensi lulusan yang diharapkan pada siswa Madrasah Aliyah (MA) lebih mendalam. Siswa Madrasah Aliyah (MA) tidak hanya sekedar bisa membaca (reading), menulis (writing) dan menterjemahkan (translating) ayat-ayat dan hadis tertentu, tetapi mereka harus bisa memaknai ayat dan hadis tersebut


(17)

secara integral dengan memilah kosa kata dan klausa ayat dan hadis, menjelaskan asbabul nuzul dan asbabul wurud hadis, menjelaskan kandungan, mengaitkan ayat dengan realitas kehidupan, mengaitkan ayat antara ayat dan hadis yang relevan.

2. Pembelajaran Alquran Hadis dan Tujuan Pendidikan Nasional

Mata Pelajaran Alquran hadis adalah salah satu mata pelajaran rumpun agama Islam yang diberikan sejak jenjang pendidikan dasar yaitu jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), sampai jenjang pendidikan menengah yaitu jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MA). Di perguruan tinggi, mata pelajaran Alquran hadis terbagi ke dalam beberapa mata kuliah seperti ulum Alquran, tafsir, ulum al-hadis dan hadis. Tentu saja karakteristik dan tujuan pembelajaran Alquran hadis pada setiap jenjang pendidikan tersebut sangat berbeda.

Secara khusus, pembelajaran Alquran dan hadis di Madrasah Aliyah (MA) bertujuan agar peserta didik memiliki perilaku gemar untuk membaca dan mempelajari Alquran dan hadis dengan benar, memahami kandungan, meyakini kebenarannya, dan mengamalkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh aspek kehidupannya.

Berdasarkan tujuan pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya ada tiga tujun utama pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) yaitu; a) agar siswa Madrasah


(18)

Aliyah (MA) memiliki perilaku gemar dan senang membaca dan mempelajari Alquran dan hadis (afektif); b) agar siswa Madrasah Aliyah (MA) mampu memahami dan memaknai kandungan ayat-ayat Alquran dan hadis (kognitif); c) agar siswa Madrasah Aliyah (MA) meyakini kebenaran isi Alquran dan hadis yang diikuti dengan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari (psikomotorik). Tujuan pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) tersebut, searah dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 (Bab II pasal 3) bahwa “tujuan pendidikan nasional adalah “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan demikian, jika seorang peserta didik memiliki perilaku gemar dan senang mempelajari Alquran dan hadis, mampu memaknai kandungan Alquran dan hadis serta mampu mengamalkan apa yang telah ia pahami, maka pada saat yang sama, siswa yang bersangkutan telah menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, berilmu dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai tujuan pendidikan nasional tersebut.

Dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan nasional di atas, maka pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) menggunakan beberapa pendekatan yaitu pendekatan keimanan, pendekatan pengamalan, pendekatan pembiasaan, pendekatan rasional, pendekatan emosional, pendekatan fungsional,


(19)

dan pendekatan keteladanan. Menurut analisa peneliti, pada dasarnya pendekatan-pendekatan di atas merupakan pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada keaktifan siswa sebagai peserta didik. Richard I. Arends (2008 : 2) dalam bukunya leaning to teach menyebutkan dengan istilah pendekatan yang terpusat pada siswa (student centered approach).

Pendekatan pembelajaran Alquran hadis tersebut juga searah dengan makna dan hakekat pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan yaitu “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Bab I pasal 1 ayat 1). Ahmad Tafsir ( 199 : 29) dan Al-Nahlawi ( 1996 : 20-21) dalam Abdu Rahman al-Bani menyebutkan bahwa pendidikan (tarbiyah) bermakna menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa atau baligh, mengembangkan seluruh potensi dan bakat anak sesuai kekhasan masing-masing, mengarahkan seluruh potensi dan bakat anak agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Proses tersebut di atas, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan konsep sedikit demi sedikitnya al-Baidawi dan perilaku demi perilakunya al-Raghib.

Secara konsep, tujuan dan berbagai pendekatan pembelajaran Alquran dan hadis di Madrasah Aliyah (MA) tersebut, tentu sangat ideal, akan tetapi secara realitas,


(20)

pembelajaran Alquran hadis siswa madrasah justru memperlihatkan berbagai problem yang harus ditemukan solusi pemecahannya. Problematika yang dimaksud tergambar pada paparan di bawah ini.

3. Problematika Pembelajaran Alquran Hadis di Madrasah Aliyah (MA)

Secara umum, pendidikan keagamaan di Indonesia terutama madrasah dan pesantren, pada prinsipnya tidak luput dari berbagai problem. Arif Rahman (2003 : 199-200) menyebutkan kreteria problematika pendidikan termamsuk madrasah di Indonesia adalah siswa hanya sebagai pelaku pasif pendidikan, proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran dan materi pendidikan dan buku-buku pelajaran ditulis dengan cara dan metode yang miskin akan upaya-upaya untuk menyeimbangkan faktor praktek dan teori, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, serta iman dan taqwa.

Senada dengan Arif Rahman, H. R Tilaar (1999 : 30-51) juga menyebutkan beberapa kreteria problematika pendidikan termasuk madrasah di Indonesia yaitu kualitas guru masih rendah dan masih terdapat salah kamar atau salah pegang mata pelajaran, inputnya rendah, sarana dan prasarana kurang mamadai, kurikulum yang digunakan tidak relevan dengan kebutuhan dan bebannya terlalu berat, dan dalam proses belajar mengajar, siswa untuk kurikulum, bukan kurikulum untuk siswa, sehingga beban terlalu berat, pencapaian target dan terkesan adanya pemaksaan.


(21)

Lebih jauh Muhaimin (2007 : 27) mengemukakan beberapa problem yang dihadapi lembaga pendidikan agama Islam termasuk madrasah adalah masih rendahnya kualitas alumni lembaga-lembaga pendidikan Islam, kualitas dan kuantitas guru madrasah yang belum memadai, sarana prasarana fisik dan fasilitas pendidikan yang minim, manajemen kependidikan yang belum profesional, jumlah murid yang sedikit dan umumnya dari kalangan menengah ke bawah serta kurikulum madrasah yang cenderung stegnan atau jalan di tempat tanpa adanya upaya pengembangan secara signifikan. Di samping itu, lembaga pendidikan Islam juga tampak masih dianggap “anak tiri” oleh pemerintah sendiri dan diperlakukan sebagai sekolah kelas dua. Sebagai akibatnya, apresiasi masyarakat terhadap madrasah umumnya juga kurang menggembirakan.

A. Malik Fadjar (1998 : 37) menyebutkan bahwa sebenarnya problem aktual yang dihadapi madrasah dewasa ini adalah adanya perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap layanan pendidikan serta perkembangan dunia pendidikan lainnya dan adanya tuntutan agar madrasah mampu mengembangkan kemampuan anak didiknya agar dapat memiliki dua kompetensi sekaligus, yaitu kompetensi Ilmu Pengetahuan Teknologi (IPTEK) dan kompetensi keagamaan berupa kualitas iman dan takwa kepada Allah (IMTAQ). Dengan dua kompetensi tersebut, diharapkan madrasah dapat mempersiapkan peserta didik untuk dapat mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi sekaligus dapat bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya. Kenyataan di


(22)

lapangan menunjukkan bahwa output madrasah masih dianggap kurang berkualitas dan belum mampu bersaing dengan sekolah-sekolah umum lainnya.

Nur Ahid (2009 : 26) dalam penelitiannya yang berjudul “problematika Madrasah Aliyah (MA) di Indonesia” menyebutkan bahwa ada tiga latar belakang problem siswa Madrasah Aliyah di Indonesia yaitu; a) latar belakang pendidikan siswa banyak dari sekolah umum; b) inputnya rendah; dan c) tidak memiliki latar belakang pesantren. Ketiga problem ini, berakibat pada siswa merasa berat mengikuti pelajaran agama yang menyebabkan rendahnya penguasaan materi pendidikan keagamaan.

Jika madrasah sebagai sistem memiliki berbagai problem yang harus ditemukan solusi pemecahannya, maka pembelajaran Alquran hadis sebagai bagian dari sistem madrasah juga menghadapi sejumlah persoalan. Salah satu persoalan yang dikemukakan oleh Rasdiyanah dalam Muhaimin (2007:25) adalah pembelajaran agama Islam termasuk pembelajaran Alquran hadis lebih berorientasi pada kemampuan membaca teks, bukan pada kemampuan melakukan investigasi mendalam dan integral terhadap sesuatu berupa ayat-ayat Alquran dan hadis. Beberapa problematika pembelajaran Alquran hadis yang cukup memprihatinkan adalah:

a. Lemahnya Pemahaman Sebagian Siswa Madrasah Aliyah (MA) terhadap Alquran Hadis

Secara ideal, siswa Madrasah Aliyah (MA) yang telah mempelajari Alquran dan hadis bertahun-tahun mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga Madrasah


(23)

Aliyah (MA) harus memiliki kemampuan baca tulis Alquran yang bagus sesuai dengan ilmu tajwid. Namun kenyataan dilapangan memperlihatkan kondisi yang kontradiktif. Dalam kasus wilayah kota Samarinda, masih banyak alumni Madrasah Aliyah (MA) yang kemampuan baca tulis Alqurannya berada di bawah rata-rata. Salah satu bukti yang cukup memprihatinkan adalah hasil pretes baca tulis Alquran yang dilakukan oleh penitia penerimaan mahasiswa baru Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN) Samarinda di setiap tahunnya. Hasil tes tahun 2008 misalnya memperlihatkan antara 40 %-50% dari 200 calon mahaiswa memiliki kemampuan baca tulis Alquran dengan nilai 69-ke bawah (C) atau di bawa standar. STAIN Samarinda (2008 : 1-5). Meskipun dari 200 calon mahasiswa tersebut tidak semuanya alumni Madrasah Aliyah (MA), namun hal tersebut telah memperlihatkan adanya masalah dalam hal baca tulis Alquran bagi alumni Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda Kalimantan Timur.

Bukan hanya kemampuan baca tulis Alquran yang harus dimiliki siswa Madrasah Aliyah (MA), tetapi pemahaman mereka terhadap Alquran dan hadis yang telah dipelajari juga harus menjadi bagian dari ciri khas mereka. Memahami Alquran hadis dalam hal ini ditandai dengan kemampuan siswa madrasah dalam memahami ayat Alquran dan hadis secara utuh, sistematis dan menyeluruh atau holistik yang di mulai dari ; a) memilah kosa kata dan klausa ayat dan hadis dengan baik dan benar; b) memahami struktur kata dalam ayat dan hadis kaitannya dengan ilmu bahasa Arab; c)


(24)

menterjemahkan setiap kosa kata dan klausa ayat dan hadis serta menterjemahkan ayat dan hadis secara utuh; d) menafsirlan berupa mengungkap sebab turunnya ayat (asbab al nuzul) dan sebab lahirnya sebuah hadis (asabub al wurud hadis) serta mengungkap hubungan ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya; e) memahami kandungan ayat dan hadis sampai pada kemampuan mengaitkan ayat-ayat dan hadis dengan realitas kehidupan. Kondisi dilapangan juga menunjukkan hal yang jauh dari harapan. Mereka sangat lemah dalam hal pemahaman terhadap ayat-ayat Alquran dan hadis sebagaimana telah disebutkan, meskipun ayat dan hadis tersebut telah diajarkan oleh guru mata pelajaran Alquran hadis.

Dalam beberapa kasus, berdasarkan hasil observasi peneliti di beberapa Madrasah Aliyah di kota Samarinda, ketika seorang siswa Madrasah Aliyah (MA) diminta untuk menghafal satu ayat pendek dalam Alquran atau satu hadis Nabi, mereka pasti bisa menghafalnya dengan lancar. Namun, jika mereka diminta untuk memilah kosa kata ayat dan hadis, menterjemahkan dan mengemukakan sekilas kandungan ayat dan hadis tersebut, dapat dipastikan mayoritas dari mereka tidak bisa melakukannya. Meskipun hanya sebatas hasil observasi singkat peneliti, namun hal tersebut memberikan gambaran akan adanya problem dalam hal pemahaman siswa terhadap ayat-ayat Alquran dan hadis nabi yang semestinya mereka telah pahami.

Dengan kata lain, kompetensi lulusan yang seharusnya telah dimiliki para alumni Madrasah Aliyah (MA) setelah mendapatkan pengajaran Alquran dan hadis selama di


(25)

Madrasah, justru jauh dari apa yang diharapkan. Kemampuan yang dimaksud di sini berkaitan dengan kemampuan mereka dalam memaknai ayat-ayat Alquran dan hadis secara integral sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

b. Rendahnya Minat Belajar Sebagian Siswa pada Mata Pelajaran Alquran Hadis

Persolan lain yang terkait dengan realitas pembelajaran Alquran hadis adalah rendahnya minat dan motivasi siswa sekolah dan madrasah untuk mempelajari Alquran dan hadis. Ada kecenderungan di kalangan para pelajar bahwa mempelajari Alquran dan hadis hanya merupakan tujuan kedua dari berbagai mata pelajaran lain yang diajarkan di sekolah termasuk sekolah agama atau madrasah. Akibat dari rendahnya minat dan motivasi belajar Alquran dan hadis ini, tentu akan memberikan dampak pada rendahnya kemampuan siswa dalam memahami dan memaknai ayat-ayat Alquran dan hadis Rasululllah yang seharusnya mereka kuasai.

Kurang gemarnya siswa madrasah mempelajari Alquran dan hadis tidak hanya terjadi di negara Indonesia. Beberapa negara muslim juga memiliki persoalan yang sama. Di Malaysia misalnya, para siswa sekolah ternyata kurang berminat dan kurang memberi perhatian untuk mempelajari Alquran sebagai mata pelajaran Pendidikan Islam serta dalam aktivitis membaca Alquran baik secara individu ataupun kelompok. Muhammad Faisal dkk (2008 : 7).


(26)

Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab rendahnya minat siswa madrasah untuk mempelajari Alquran dan hadis. Menurut dugaan kuat peneliti, di antara faktor penyebabnya adalah profesionalitas guru Alquran hadis dalam menggunakan berbagai model pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi Alquran hadis, lingkungan pembelajaran yang kurang mendukung, lemahnya pengetahuan bahasa Arab sebagai salah satu ilmu alat penting untuk memahami Alquran dan hadis, dan faktor siswa itu sendiri. Menurut peneliti, profesionalitas guru merupakan kunci utama untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang dapat membentuk perilaku gemar para siswa untuk mempelajari Alquran hadis sekaligus memperkuat pemahaman akademik mereka terhadap ayat-ayat Alquran dan hadis.

c. Lemahnya Kompetensi Sebagian Guru Mata Pelajaran Alquran Hadis

Banyak kalangan menilai bahwa penguasaan materi Alquran hadis bagi lulusan Fakultas Tarbiyah atau Jurusan Tarbiyah (kependidikan) lebih lemah di banding lulusan Fakultas non-Tarbiyah (non-kependidikan) terutama Jurusan Syariah, Ushuluddin dan Adab. Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No 74 Tahun 2008 tentang guru dan Permendiknas No 08 Tahun 2009 tentang Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan adalah salah satu buah dari keraguan pemerintah dan masyarakat atas lemahnya penguasaan materi lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) termasuk Jurusan


(27)

atau Fakultas Tarbiyah di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) yang melahirkan guru mata pelajaran Alquran hadis.

Berangkali penyebab utama terjadinya hal tersebut adalah terkait dengan keberadaan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) khususnya Fakultas atau Jurusan Tarbiyah sebagai lembaga yang mempersiapkan guru madrasah. Dari sisi kurikulum, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) tampaknya hanya mempersiapkan alumninya untuk menjadi guru Pendidikan Agama Islam (PAI) secara umum, bukan menyiapkan alumninya menjadi guru mata pelajaran tertentu secara khusus seperti guru mata pelajaran Alquran dan hadis, guru mata pelajaran fikih, guru mata pelajaran aqaidah akhlak dan guru mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam. Padahal, di Madrasah Aliyah (MA), keempat bidang kajian rumpun agama tersebut dijadikan sebagai mata pelajaran secara terpisah. Akibatnya para calon guru yang dicetak oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Islam sangat lemah dalam metodologis maupun keilmuan untuk mengajarkan Alquran dan hadis. Kelemahan guru mata pelajaran Alquran hadis dewasa ini, minimal terlihat pada dua hal mendasar yaitu:

Pertama, kelemahan metodologis. Muhaimin (2007 : 27). Menurut dugaan kuat penulis bahwa proses pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) selama ini berlangsung cenderung tradisional. Para Guru mata pelajaran Alquran dan hadis lebih terbiasa menggunakan pembelajaran yang terpusat pada guru. (teacher centered).


(28)

Proses belajar berlangsung dengan tanpa mempertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik. Padahal peserta didik dengan segala macam potensinya, harus diarahkan untuk mencapai tujuan mata pelajaran. Pengajar Alquran dan hadis hanya aktif membacakan, menterjemahkan dan menerangkan materi pelajaran yang diakhiri dengan tugas menghafal ayat-ayat dan hadis. Sementara peserta didik hanya menghafal ayat-ayat dan hadis tanpa berusaha memahami dan memaknai ayat dan hadis secara intergral, meskipun kegiatan menghafal memang menjadi salah satu karakteristik pengajaran Alquran dan hadis.

Dengan kata lain, guru mata pelajaran Alquran hadis lebih dominan menggunakan strategi pembelajaran menghafal (rote learning) dan jarang sekali menggunakan strategi pembelajaran bermakna (meaningfull learning). Mereka juga lebih dominan menggunakan strategi pembelajaran penyampaian (exposition learning) dan jarang menggunakan strategi pembelajaran menemukan (discovery learning) dan masih cenderung menggunakan strategi pembelajaran induvidual (induvidual learning) dibandingkan strategi pembelajaran kelompok (group learning). Jika mengutip istilah Roy Killen, tampaknya para guru Alquran hadis masih cenderung menggunakan strategi pembalajaran langsung (direct instruction) yaitu materi pelajaran disajikan secara langsung bagitu saja kepada siswa. Siswa tidak dituntut untuk mengelolahnya. Wina Sanjaya (2008 : 128).


(29)

Dugaan di atas diperkuat oleh pandangan Muhaimin yang menganggap bahwa titik lemah pendidikan agama Islam termasuk pengajaran Alquran dan hadis di madrasah terletak pada aspek metodologisnya. Kelemahan tersebut beliau identifikasi di antaranya adalah “pembelajaran di sekolah, seolah-olah lepas sama sekali dengan kehidupan sosial masyarakat”. Dengan kata lain, ayat-ayat Alquran dan hadis yang dipelajari di sekolah hanya sekedar untuk dihafal dan belum sampai pada analisis dan investigasi mendalam dengan melihat kaitannnya langsung dengan kehidupan masyarakat masa kini. Muhaimin (2007 : 27).

Kedua, kelemahan dalam ilmu alat. Idealnya, para guru Alquran hadis harus memiliki kemampuan dasar bahasa Arab yang mamadai sebagai alat untuk mengajarkan ayat-ayat Alquran dan hadis nabawi. Kenyataannya, masih banyak guru Alquran hadis di kota Samarinda yang belum memiliki kemampuan bahasa yang mamadai. Berdasarkan hasil uji kompetensi guru mata pelajaran rumpun agama Islam yang diadakan oleh kantor kementerian agama (KEMENAG) wilayah Kalimantan Timur di kota Samarinda pada tahun 2008, ditemukan beberapa fakta yang menunjukkan masih rendahnya penguasaan para guru Alquran hadis terhadap ilmu-ilmu alat yang mendukung pemahaman Alquran hadis secara mendalam. Ilmu-ilmu-ilmu alat yang dimaksud adalah ilmu nahwu, ilmu balaghah, ilmu sharaf. Sebagaimana telah diketahui bahwa salah ilmu yang harus dipahami seseorang untuk memahami Alquran dan hadis adalah bahasa Arab. Oleh karena itu, kelemahan dalam ilmu tersebut sangat


(30)

berpengaruh terhadap tingkat pemahaman seseorang terhadap kandungan Alquran dan hadis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa kelemahan utama pendidikan agama Islam dengan berbagai rumpun mata pelajarannya saat ini adalah model pembelajaran yang digunakan oleh para guru pendidikan agama Islam (PAI) dengan berbagai rumpun mata pelajarannya termasuk guru Alquran hadis masih sangat monoton. Hal ini terindikasi pada beberapa hal yaitu;

 Metode ceramah merupakan metode yang secara konsisten digunakan oleh guru dengan urutan menjelaskan, memberi contoh, latihan, dan kerja rumah. Tidak ada variasi metode pembelajaran yang dilakukan guru dengan memperhatikan berbagai karakteristik materi Pelajaran Agama Islam (PAI) termasuk mata pelajaran Alquran dan hadis;

 Tampaknya guru, jarang sekali memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan teman sejawat atau dengan guru dalam upaya mengembangkan pemahaman konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting baik untuk meningkatkan hasil belajar maupun untuk menciptakaan sistem interaksi sosial sebagai cerminan masyarakat demokratis;

 Pengajaran yang dilakukan oleh guru lebih menekankan pada pencapaian standar isi tentang pernyataan apa yang akan diketahui siswa berupa fakta, konsep, prinsip dan ide serta belum memaksimalkan upaya pengembangan dan pencapaian standar


(31)

performance dalam bentuk pernyataan yang menunjukkan bagaimana atau seberapa mahir seorang siswa melakukan sesuatu. Indikasi dari tingkat penguasaanya adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu berdasarkan tingkatan atau level penguasaan yang dimiliki setiap peserta didik.

Berbagai kelemahan dalam pembelajaran Alquran hadis tersebut memerlukan upaya pemecahan dari berbagai pihak untuk mengatasinya. Menurut peneliti, posisi dan peran guru dalam memperbaiki kelemahan tersebut sangat sentral dan besar. Oleh karena itu, pengayaan metodologi pembelajaran para guru Alquran hadis merupakan sebuah kemestian. Menurut asumsi peneliti, profesionalisme para guru Alquran hadis dalam mengimplementasi berbagai model pembelajaran yang relevan dengan karakteristik siswa Madrasah Aliyah (MA) dan karakteristik materi pembelajaran Alquran hadis akan dapat meningkatkan pemahaman dan minat belajar siswa Madrasah. Aliyah (MA) terhadap mata pelajaran Alquran hadis.

Atas asumsi tesebut, maka peneliti ingin mengembangkan model-model pembelajaran yang berbasis kontruktivistik dengan lebih mengedepankan aktivitas peserta didik dalam setiap interaksi edukatif untuk melakukan konstruksi dan menemukan pengetahuannya sendiri. Dalam hal ini, belajar Alquran dan hadis berarti membentuk makna bukan menghafal, meskipun kegiatan menghafal tidak bisa ditiadakan sama sekali dalam pengajaran Alquran dan hadis. Pemaknaan dalam hal ini diciptakan oleh siswa dari apa yang ia lihat, dengar, rasakan, dan alami sendiri.


(32)

Konstruksi pengetahuan adalah sebuah proses belajar yang terus-menerus dilakukan. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. Suparno, (1997; 61). Oleh karena mempelajari agama, termasuk mempelajari ayat-ayat Alquran dan hadis Rasulullah, bukanlah kegiatan menghafal mufradat ayat dan hadis, bukan menghafal konsep, prinsip, dan lain-lain, melainkan lebih kepada suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar berupa konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajarinya.

Dengan memperhatikan karakteristik tujuan mata pelajaran Alquran hadis dan karakteristik siswa Madrasah Aliyah (MA), maka model pembelajaran yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan tipe investigasi kelompok (group investigation). Karakteristik tujuan mata pelajaran Alquran hadis dan karakteristik siswa Madrasah Aliyah (MA) adalah sebagai berikut;

Pertama, karakteristik tujuan mata pelajaran Alquran dan hadis pada Madrasah Aliyah (MA). Di antara karakteristik tujuan mata pelajaran ini adalah tujuannya tidak hanya sekedar menekankan pada kegiatan membaca (reading), menulis (writing) dan menterjemahkan (translating) ayat-ayat dan hadis tertentu, tetapi juga menekankan pada pemahaman ayat Alquran dan hadis secara integral dan sistematis yang diawali


(33)

dengan kegiatan memilah kosa kata dan klausa ayat dan hadis, menjelaskan asbabul nuzul dan asbabul wurud hadis, mengaitkan ayat dan hadis yang dipelajari dengan ayat dan hadis lain yang relevan, menjelaskan kandungan dan mengaitkan ayat dengan realitas kehidupan.

Kedua, karakteristik siswa Madrasah Aliyah (MA) terutama di kota Samarinda Kalimantan Timur. Di antara karakteristiknya adalah para siswa memiliki latar belakang pengetahuan yang relatif berbeda, suku dan budaya yang berbeda. Selain itu, usia siswa Madrasah Aliyah (MA) berada antara usia empat belas hingga tujuh belas tahun. Pada Usia ini, anak telah memiliki kemampuan berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan. Mereka memiliki kemampuan berpikir ilmiah berupa merumuskan masalah, membatasi masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan, mengolah data hingga mengambil kesimpulan, mampu memadukan ide-ide secara logis. Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih (2007 : 46-47).

Secara umum, model pembelajaran ini menghendaki para siswa belajar dalam sebuah kelompok kecil untuk melakukan kajian dan analisis secara mendalam, sistematis dan integral terhadap topik atau materi pelajaran yang dipilih secara bersama antara siswa dan guru untuk kemudian secara berkelompok dan bergantian memaparkan hasil analisa dan kajiannya di depan teman kelas mereka sendiri. Wina Sanjaya (2008 : 128).


(34)

Dengan model pembelajaran kooperatif tipe invstigasi kelompok (group investigation based cooperative learning)) ini, diharapkan pengajaran Alquran dan hadis tidak lagi hanya mengandalkan sistem pembelajaran tradisional, dimana siswa dipaksa untuk menghafal dan bekerja secara individu dan kompetitif tanpa ada banyak kesempatan untuk mengkaji dan memaknai ayat Alquran dan hadis secara integral sambil berinteraksi dan bekerjasama dengan sesama teman kelas. Dengan kata lain, siswa diberikan kesempatan untuk belajar secara interaktif dan kerjasama dengan teman dalam mengembangkan pemahaman terhadap konsep-konsep, prinsip-prinsip penting, teori, nilai dan lain-lain sehingga minat belajar mereka mempelajari Alquran dan hadis lebih tinggi yang pada akhirnya meningkatkan pemahaman mereka berupa kompetensi dalam memahami dan memaknai ayat-ayat Alquran dan hadis secara integral.

Pembelajaran kooperatif dengan beberapa tipe atau pendekatannya, bukanlah sebuah konsep baru dalam dunia pendidikan. Penelitian psikologi social terhadap kooperatif dan kerjasama pada dasarnya telah dimulai pada tahun 1920, akan tetapi penelitian tentang aplikasi pembelajaran kooperatif di dalam kelas belum dimulai hingga tahun 1970-an. Beberapa alasan pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan di antaranya adalah; a) mendukung pencapaian prestasi siswa; b) mengembangkan hubungan antar kelompok, c) penerimaan terhadap teman kelas yang lemah dalam bidang akademik, d) meningkatkan rasa harga diri; e) tumbuhnya


(35)

kesadaran bahwa siswa perlu belajar berpikir, menyelesaikan masalah dan mengintegrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan mereka. Slavin (1990 ; 2-4).

Beberapa ahli membagi model pembelajaran ini menjadi beberapa tipe atau pendekatan. Slavin (1995:76), misalnya membagi pembelajaran kooperatif menjadi beberapa pendekatan di antaranya; a) student teams achievement division (STAD); b) teams games tournamen (TGT); c) jigsaw learning; d) team assisted individualization (TAI); dan e) cooperative integrated reading and composition (CIRC). Sementara Richards I. Arends dalam bukunya ”laerning to teach” menyebutkan ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif dengan berbagai prosedurnya yaitu; a) pendekatan student teams achievement divisions (STAD), b) pendekatan struktural, c) pendekatan jigsaw, dan d) pendekatan group investigation. Arends kemudian membandingkan keempat pendekatan ini dengan melihat beberapa aspek seperti aspek tujuan kognitif, tujuan sosial, struktur tim, pemilihan topik pelajaran, tugas utama, penilaian dan penghargaan.

Salah satu pendekatan atau tipe yang cukup berbeda dengan pendekatan pembelajaran kooperatif lainnya adalah pendekatan atau tipe investigasi kelompok (group investigation). Pendekatan Grup Investigasi (GI) ini secara original dikembangkan oleh Thelen sebagai sebuah upaya untuk mengkombinasikan dengan salah satu strategi pengajaran dalam bentuk dan dinamika proses demokrasi dan proses inquiry akademik. Joice & Weil, (1986 : 227)


(36)

Investigasi kelompok (group investigation) dengan model pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terbagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama dikembangkan oleh Sharan dan Sharan dan kategri kedua dikembangkan Johnson dan Johnson. Kedua kategori ini sangat berbeda secara signifikan dengan model pembelajaran tutorial pertemanan (peer tutoring models). Di dalam model pembejaran kooperatif dengan pendekatan investigasi kelompok (group investigation) ini, tidak menggunakan kompetisi dan permainan sebagaimana yang digunakan dalam model pembelajaran tutorial pertemanan (peer tutoring models). Keunikan lain dari tipe investigasi kelompk (group investigation) ini adalah siswa dilatih dalam strategi kelompok untuk menggunakan keterampilan berkomunikasi dan memecahkan masalah. Karen (1990 : 14-24).

Beberapa peneliti berusaha untuk menfokuskan diri pada pembelajaran kooperatif dengan pendekatan investigasi kelompok (group investigation based cooperative learning). Learning misalnya telah melakukan sebuah studi bahwa terdapat dampak pembelajaran kooperatif (cooperative learning) terhadap kesadaran multi budaya (multicultural awareness), pertemanan lintas etnis (cross-ethnic friendships), hubungan antar pribadi (interpersonal relationships), dan perilaku sosial yang baik (pro-social behaviors). Hasil ini juga memperlihatkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan tipe investigasi kelompok (GI) menghasilkan


(37)

pengaruh positif terhadap pencapaian akademik siswa (students’ academic achievement) dan perilaku sosial siswa (social behaviors).

Jongeling and Lock juga melakukan penelitian dengan tipe investigasi kelompok sebagai sebuah metode pengajaran alternatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor yang menentukan keberhasilan grup investigasi kelompok (success of the group investigation process) dalam pencapaian akademik dan perilaku sosial siswa adalah:

a) careful and extensive pre-course planning; b) selection of appropriate 'research' topics; c) a clear statement of objectives, d) availability and location of resources; e) development of group investigation skills and group dynamics; f) a clear understanding of course assessment and the fairness of the procedures for assessment”.

Secara teoritis model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi ini tidak hanya menekankan aspek kognitif atau kompetensi akademik siswa semata, tetapi juga menekankan pada aspek keterampilan sosial siswa. Atas dasar teoritis inilah, maka model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (group investigation based cooperative learning) yang tentu dengan berbagai pengembangannya, penulis menganggap ada kemungkinan untuk dikembangkan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi persoalan yang dikemukakan sebelumnya. Dengan menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik termasuk pembiasaan sikap kerja sama, saling menghormati dan menghargai di antara para siswa dalam menyelesaikan masalah, maka tentu minat dan kegemaran mereka mempelajari dan mengkaji Alquran dan hadis menjadi lebih baik.


(38)

Hal tersebut perlu ditanamkan pada siswa mengingat kecenderungan kehidupan di masa depan semakin canggih, kompetitif, kompleks dan induvidualistik. Kondisi ini menuntut setiap orang memiliki nilai-nilai sosial yang berguna untuk beradaptasi dengan masyarakatnya. Urgensi nilai-nilai sosial senantiasa diperlukan untuk tetap menjaga keharmonisan, gotong-royong, dan kerja sama di antara induvidul-induvidual untuk kepentingan bangsa, agama dan negara. Hal ini disebabkan karena manusia sepanjang hidupnya memerlukan nilai-nilai sosial sebagai sarana beradaptasi dengan lingkungan serta dalam rangka membentuk masyarakat yang demokratis dan harmonis dalam kehidupannya. Raven, (1977: 29).

Dari berbagai masalah pembelajaran Alquran hadis, karakteristik tujuan mata pelajaran Alquran hadis, karakteristik siswa Madrasah Aliyah (MA) serta karakteristik model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi, maka peneliti dapat menggambarkan adanya korelasi dan hubungan sinergitas yang saling mendukung antara komponen-kompoen di atas. Sinergitas antara semua komponen di atas, terlihat pada gambar di bawah ini :


(39)

Bagan 1.1

Sinergitas antara Tujuan Mata Pelajaran Alquran Hadis, Karakteristik Siswa MA dan Model Kooperatif Tipe Grup Investigasi

Bagan di atas memperlihatkan bahwa untuk mencapai tujuan mata pelajaran Alquran hadis pada Madrasah Aliyah (MA) yang tidak hanya menekankan pada kegiatan membaca dan menghafal ayat dan hadis, tetapi lebih menekankan pada bagaimana mamahami ayat-ayat Alquran dan hadis secara utuh, integral dan sistematis, sekaligus meningkatkan minat belajar Alquran hadis bagi siswa, maka dapat dicapai melalui pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi. Dalam sintaksnya, model kooperatif tipe grup investigasi menghendaki adanya kegiatan berkelompok melakukan inquiry, diskusi, discovery, presentasi, tanya jawab dan lain-lain. Kegiatan melakukan inquiry, discovery, mempresentasikan dan tanya jawab yang terkait dengan ayat-ayat dan hadis tentu dapat dilakukan oleh siswa Madrasah Aliyah (MA) yang secara usia telah memiliki kemampuan berpikir ilmiah berupa merumuskan masalah, membatasi masalah, menyusun hipotesis,

Karakteristik Tujuan Mata Pelajaran Alquran Hadis MA

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Grup

Investigasi Karakteristik


(40)

mengumpulkan, mengolah data hingga mengambil kesimpulan, mampu memadukan ide-ide secara logis. Selain itu, siswa Madrasah Aliyah (MA) telah mendapatkan mata pelajaran bahasa Arab sebagai salah satu alat utama untuk memahami Alquran dan hadis.

Atas dasar berbagai hal yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis bermaksud untuk mengembangkan sebuah model pembelajaran yang penulis anggap sebagai salah satu upaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Model pembelajaran yang penulis maksud adalah model pembelajaran kooperatif dengan tipe atau pendekatan grup investigasi (group investigation based cooperatif learning).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan diskripsi pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah ”bagaimana model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (group investigation) pada mata pelajaran Alquran hadis yang cocok untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda Kalimantan Timur ?”. Rumusan masalah pokok di atas, akan dikembangkan ke dalam bentuk pertanyaan penelitian atau sub pokok masalah sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian yaitu :


(41)

1. Bagaimana kondisi objektif pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda dewasa ini.? Kondisi objektif dalam hal ini adalah ;

a. Pengembangan diri guru mata pelajaran Alquran hadis.? b. Disain dan penerapan pembelajaran Alquran hadis saat ini.?

c. Pemahaman dan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Alquran hadis? d. Kemampuan dan kinerja guru Alquran hadis ?

e. Pemanfaatan berbagai sumber belajar yang mendukung peningkatan pemahaman dan minat belajar siswa dalam mata pelajaran Alquran hadis ? 2. Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (group investigation)

bagaimana yang cocok dikembangkan untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas XI (sebelas) pada mata pelajaran Alquran hadis. ? Hal ini melipui :

a. Tahapan-tahapan pengembangan model yang dilakukan. ?

b. Bentuk akhir model pengembangan pembelajaran kooperatif tipe group investigasi (group investigation) ?

3. Bagaimana implementasi dan evaluasi model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi (group investigation). ?

a. Kemampuan guru yang dituntut dalam implementasi model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi. ?


(42)

b. Peran siswa yang diperlukan dalam implementasi model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi.?

c. Kelengkapan sarana, fasilitas dan sumber belajar bagaiman yang dituntut dalam implementasi model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi.? 4. Bagaimana dampak model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok

(group investigation) hasil pengembangan secara internal dan eksternal. Hal ini meliputi:

a. Efektifitas model terhadap peningkatan pemahaman siswa kelas XI (sebelas) terhadap Alquran dan hadis (instructional effect). ?

b. Dampak pengiring (nurturant effect) model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi hasil pengembangan.?

c. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penerapan model hasil pengembangan untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas XI (sebelas) pada mata pelajaran Alquran hadis. ?

5. Apa kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan atau tipe investigasi kelompok (group investigation) hasil pengembangan.? C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan sebuah produk baru berupa sebuah


(43)

cooperative learning) yang cocok untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas XI (sebelas) Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda”.

2. Tujuan Khusus

Secara rinci tujuan khusus yang ingin diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menggambarkan kondisi objektif pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda dewasa ini berupa 1) Pengembangan diri guru mata pelajaran Alquran hadis

2) Disain dan penerapan pembelajaran Alquran hadis.

3) Pemahaman dan minat belajar siswa dalam mata pelajaran Alquran hadis 4) Kemampuan dan kinerja guru Alquran hadis

5) Pemanfaatan berbagai sumber belajar yang mendukung peningkatan pemahaman siswa dalam mata pelajaran Alquran hadis

b. Menghasilkan disain model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (group investigation) yang cocok dikembangkan untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas XI (sebelas) pada mata pelajaran Alquran hadis . Disain dan rancangan model dalam hal ini meliputi;

1) Tahapan-tahapan pengembangan model tersebut.

2) Bentuk akhir model pengembangan pembelajaran kooperatif tipe group investigasi (group investigation)


(44)

c. Menggambarkan implementasi dan evaluasi model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi (group investigation). Dalam hal ini meliputi;

1) Kemampuan guru yang dituntut dalam implementasi model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi (group invevstigation).

2) Peran siswa yang diperlukan dalam implementasi model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi.

3) Kelengkapan sarana, fasilitas dan sumber belajar yang dituntut dalam implementasi model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi.

d. Menggambarkan dampak model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (group investigation) hasil pengembangan secara internal dan eksternal.

1) Efektifitas model pembelajaran hasil pengembangan terhadap peningkatan pemahaman siswa (instructional effect).

2) Dampak pengiring (nurturant effect) model pembelajaran hasil pengembangan 3) Faktor-faktor pendukung dan penghambat penerapan model hasil

pengembangan dalam meningkatkan pemahaman siswa kelas XI Madrasah Aliyah (MA) pada mata pelajaran Alquran hadis.

e. Menemukan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan atau tipe investigasi kelompok (group investigation) hasil pengembangan.


(45)

Selanjutnya untuk mengukur variabel tersebut di atas, maka diperlukan pendefinisian secara operasioal terhadap variabel-variabel tersebut. Hal ini dilakukan dengan menjelaskan konsep atau istilah yang dapat diukur, diuji dan diobservasi. Hal ini sesuai dengan pandangan Tuckman (1978 : 13) yang menyatakan bahwa: ”operationalizing variables means stating them in an observable and measurable, making them available for manipultion, control and axamination”.

Secara operasional yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan atau tipe investigasi kelompok (group investigation based cooperative learning) adalah salah satu model pembelajaran kontruktivistik yang pelaksanaannya melibatkan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan belum selesai, jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Pendekatan atau tipe investigasi kelompok dalam hal ini, digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang berbeda dengan pendekatan lainya seperti student teams-achievement divisions (STAD), teams-games tournament (TGT) atau Pembelajaran Permainan Tim, Jigsaw atau Permainan Keahlian Tim (PKT), pendekatan struktural dan pendekatan lainnnya. Ciri khas dari pendekatan ini adalah melibatakan siswa dalam pemilihan topik bahasan yang akan diinvestigasi


(46)

oleh siswa dalam waktu tertentu, proses pelaksanaan pembelajaran tidak menggunakan game atau permainan, akan tetapi menggunakan penyelidikan tingkat tinggi untuk mencapai tujuan kognitif tingkat tinggi. Tujuan dari pendekatan ini adalah selain tujuan kognitif juga memiliki tujuan sosial, mengingat pendekatan ini bagian dari pembelajaran kooperatif. Sebelum evaluasi dilakukan, setiap kelompok mempresentasikan hasil penyelidikannya di depan teman kelas mereka sendiri secara bergantian.

Pemahaman dalam tulisan ini dimaknai sebagai kemampuan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas kepala (head) atau kecerdasan pada otak. Golemen menyatakan bahwa intelegent quotient (IQ) biasanya ditandai dengan rasio yang bersumber dari kepala (head). Muhaimin menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan kecerdasan intelektual (intelegent quotient) adalah menyangkut peningkatan kualitas kepala (head) agar peserta didik menjadi pintar, cerdas, berpikir kritis, analitis, sistematis, integral dan lain-lain. Di antara indikator kecerdasan ini adalah adanya kemampuan peserta didik untuk memahami konsep, prinsip, teori, prosedur, yang ditandai dengan hasil belajar atau prestasi belajar yang tinggi.

Pemahaman yang dimaksud penulis dalam kaitannya dengan mata pelajaran Alquran hadis ini adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami ayat-ayat Alquran dan hadis secara integral, sistematis dan menyeluruh. Indikator dari pemahaman integral siswa dalam hal ini adalah; a) kemampuan menulis


(47)

ayat dan hadis; b) memilah kosa kata ayat dan hadis, c) memilah klausa ayat dan hadis; d) kemampuan menganalisis beberapa struktur kata dalam ayat dan hadis kaitannya dengan ilmu Nahwu, Sharaf dan Balaghah; e) kemampuan menterjemahkan setiap kosa kata dan klausa ayat dan hadis, f) kemampuan menterjemahkan ayat dan hadis secara utuh, g) kemampuan mengungkap sebab turun (asbabul nuzul) ayat dan sebab muncul (asbabul wurud) hadis ; h) kemampuan mengungkap hubungan ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya, termamsuk ayat dan hadis yang relevan, i) memahami kandungan ayat dan hadis; dan j) kemampuan mengaitkan ayat-ayat dan hadis dengan realitas kehidupan.

Hal tersebut searah dengan apa yang dikemukakan dalam Marno dalam sebuah model yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam Dirjen Pendis Kementerian agama yang menyebutkan bahwa penekanan kemampuan peserta didik pada mata pelajaran Alquran hadis adalah; penekanan pada kemampuan membaca dan menulis Alquran dan hadis, penekanan pada pemahaman secara tekstual dan kontekstual ayat-ayat Alquran dan hadis, penekanan pada pengamalan kandungan ayat dan hadis dalam kehidupan sehari-hari. Marno (2011 : 132).

Mata pelajaran Alquran hadis adalah salah mata pelajaran yang wajib diikuti oleh seluruh siswa Madrasah Aliyah (MA) sejak kelas sepuluh (X) hingga kelas duabelas (XII). Mata pelajaran ini merupakan salah satu dari empat mata pelajaran rumpun agama Islam di Madrasah Aliyah (MA). Mata pelajaran rumpun agama Islam lainnya


(48)

adalah mata pelajaran fikih, mata pelajaran akidah akhlak dan mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam. Kota Samarinda adalah salah satu ibu kota provinsi di Indonesia yaitu propinsi Kalimantan Timur.

Pemilihan siswa Madrasah Aliyah (MA) dalam penelitian ini sangat terkait dengan berbagai pertimbangan yang penulis anggap tepat dan relevan antara konsep pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi dengan karakteristik siswa Madrasah Aliyah (MA). Pertimbangan-pertimbangan yang dimaksud adalah; a) ditinjau dari usia siswa Madrasah Aliyah (MA), pada umumnya mereka telah memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan investigasi atau penyelidikan secara mendalam terhadap sebuah masalah. Di antara kemampuan dimaksud adalah kemampuan mencari sumber bacaan atau materi pelajaran, kemampuan menganalisis, kemampuan mempersiapkan dan melaksanakan presentasi tugas, kemampuan berdiskusi secara mendalam dan kemampuan lainnya; b) beberapa kemampuan awal yang harus dimiliki oleh siswa untuk melakukan kajian secara integral, sistematis dan menyeluruh terhadap ayat Alquran dan hadis telah dimiliki oleh siswa Madrasah Aliyah (MA). Kemampuan awal yang dimaksud adalah membaca dan menulis ayat Alquran dan mengenal ilmu tajwid, ilmu nahwu, ilmu sharaf dan ilmu balaghah. Kemampuan-kemampuan dasar tersebut sesungguhnya telah dimiliki oleh siswa Madrasah Aliyah (MA), apabila dibandingkan dengan siswa Madrasah Tsanawiyah (MTS).


(49)

Dengan demikian, secara operasional penelitian ini bermaksud untuk mengembangkan sebuah model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (group investigation based cooperative learning) dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti karakteristik mata pelajaran Alquran hadis, karakteristik lokasi penelitian dan karakteristik siswa Madrasah Aliyah (MA). Hasil pengembangan model tersebut diharapkan dapat memberi dampak atau pengaruh positif terhadap perilaku siswa Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda Kalimantan Timur terutama dari sisi pemahaman berupa kemampuan dalam memahami dan memaknai ayat-ayat Alquran dan hadis nabi secara integral, sistematis dan menyeluruh.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua segi yaitu; manfaat dari segi teoritis dan manfaat dari segi praktis. Secara teoritis, hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut bagi para peneliti, pendidik, pengamat pendidikan, pemegang kebijakan dan pengembang kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia dalam mengembangkan dan memperkuat teori dan konsep yang sudah ada, khususnya model pembelajaran konstruktivistik seperti pembelajaran kooperatif dengan berbagai pendekatannya dan model-model pembelajaran lainnya yang relevan.


(50)

Secara praktis, diharapkan hasil pengembangan model ini, dapat memberikan manfaat bagi ;

1. Guru mata pelajaran Alquran hadis, khususnya guru pada tingkat Madrasah Aliyah (MA) di Indonesia dalam mengembangkan dan mengimplementasikan berbagai model pembelajaran yang berorientasi konstruktivistik dan terpusat pada siswa. Dengan kemampuan metodologis guru yang dibarengi dengan penguasaan materi serta keahlian lainnya, diharapkan para siswa mereka setelah lulus dalam mata pelajaran Alquran hadis dapat memahami ayat dan hadis secara utuh yang secara langsung atau tidak akan berdampak pada pola pikir dan perilaku siswa tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kepala Madrasah Aliyah (MA) khususnya, dan Kepala Madrasah secara umum, kiranya selalu memberikan kesempatan kepada seluruh guru rumpun agama Islam untuk selalu mengembangkan kompetensinya dalam hal metodologi pengajaran. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti mengikuti workshop atau menelaah berbagai karya tulis ilmiah yang terkait dengan metodologi pengajaran agama Islam atau model-model pembelajaran yang tepat diimplementasikan. Hasil penelitian disertasi ini merupakan salah satu karya tulis yang dapat dipertimbangkan untuk diimplementasikan.

3. Kementerian agama Islam, khususnya bidang pengembangan madrasah kiranya dapat menjadikan model pembelajaran hasil pengembangan ini sebagai salah satu


(51)

informasi awal atau berangkali menjadi rujukan awal dalam upaya mengembangkan kemampuan mtodologis guru mata pelajaran rumpun agama Islam tertutama di Madrasah Aliyah (MA) dalam bentuk pelatihan atau workshop peningkatan kualitas guru rumpun agama Islam.

4. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) seperti Fakultas atau Jurusan Tarbiyah agar mengembangkan struktur kurikulum yang dapat melahirkan calon guru rumpun agama Islam termasuk mata pelajaran Alquran hadis yang profesional dalam mengimplementasikan berbagai model pembelajaran. Berangkali model pembelajaran hasil pengembangan ini dapat menjadi salah satu model yang dapat diterapkan.

5. Peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan, tentu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu informasi awal untuk mengembangkan model pembelajaran rumpun agama Islam khususnya mata pelajaran Alquran hadis dengan fokus dan penekanan yang berbeda.


(52)

Muhammad Nasir, 2012

Bab ini terdiri dari sepuluh sub bagian. Sub bagian yang dimaksud adalah; a) jenis penelitian; b) lokasi dan subjek penelitian; c) prosedur penelitian; d) teknik pengumpulan data; e) teknik analisa data; f) variable penelitian; g) asumsi dan hipotesis penelitian; h) sumber data; i) hasil studi pendahuluan atau kondisi objektif pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda; j) pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi;

Secara khusus pada sub bagian kesembilan dikemukakan tentang; a) pengembangan diri guru Alquran hadis Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda; b) desain dan implementasi pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) kota Samarinda yang meliputi pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran dan implementasi pembelajaran; c) kemampuan dan kinerja guru Alquran hadis; d) tingkat pemahaman dan minat siswa Madrasah Aliyah (MA) terhadap mata pelajaran Alquran hadis; f) kelayakan sarana dan prasarana serta lingkungan pembelajaran.

Pada sub bagian kesepuluh dikemukakan tentang pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Grup Investigasi (GI) yang meliputi; draft awal model


(1)

Muhammad Nasir, 2012

Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa

: Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Muhaimin. (2007). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

---, at all.(2008), Pengembangan Model kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada sekolah dan Madrasah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

---, (2009). Rekonstruksi Pendidikan Islam; dari Paradigma Pengembangan, Managemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, E (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung ; PT Remaja Rosdakarya.

---, (2006). Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : PT Rosdakarya.

---, (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi; konsep, karakteristik dan Implementasi. Bandung : PT Rosdakarya.

Ming, D.X. (2007). Promotion of Interaction In Cooperative Learning Task Tersedia [on-line). http://www.linguist.org.cn/doc/su200707/su20070702.pdf. (24 Nopember 2009).

Nattiv, A. et. ell. (1991). Using Cooperative Learning with Preservice Elementary and Secondary Education Students. Tersedia, [on-line) http://jte.sagepub.com/cgi/content/abstract/42/3/216 ( 29 Maret 2009).

Noffka, SE dan Stevenson, RB. (1995). Educational Action Research Becoming Practically Critical. New York and London : Teacher College Press.

Patton, M. Q. (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods. Newbury Park, CA : Sage Publication.

Parker, R. E. (1986). Small-Group Cooperative Learning—Improving Academic, Social Gains in The Classroom. Tersedia [on-line] http://bul.sagepub.com. (29 Maret 2009).

Paul, R. (1990) Implementation Cooperative Learning Method, [on-line] http://eric.ed.gov/ERICDocs/data/ericdocs2sql/content_storage_01/0000019b/ 80/23/1a/93.pdf, ( 01 Desember 2009).


(2)

Muhammad Nasir, 2012

Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa

: Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pamela, G. G. (1994). The Effectiveness of Cooperative Learning Strategies in Multicultural University Classrooms Tersedia [on-line] http://www.eas.gatech.edu/files/Effectiveness_Cooperative_Learning_Strategi esMulticultural_Univ_Classrooms.pdf. (21 Agustus 2009).

PP. Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah (PP) No 74 Tahun 2008 tentang Guru.

Permendiknas No 08 Tahun 2009 tentang Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 tahun 2006.

Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1982 M. Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. Second Edition, New

South Wales Australia : Allen & Unwim.

Qaththan, M.K. (1973) Mabahitz fi Ulum Alquran. Cet.III. Jakarta : Pustaka Litera antar Nusa.

Rahman, A. (2003). Mengkaji Ulang Ukuran Keberhasilan Pendidikan di Indonesia dalam Buku “Mengurai Benang Kusut”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ramayulis. (2008). Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Kalam Mulia. Rasdiyanah. (1995). Butir-Butir Pengarahan Dirjen Bimbaga Islam pada Pelatihan

Peningkatan Wawasan Ilmu Pengetahuan dan Kependidikan bagi Dosen PAI di Perguruan Tinggi Umum. Bandung. 11 Desember 1995.

Raven, J. (1977). Education, Values, and Society: The Objectives of Education and the Nature and Development of Competence. London: HK Lewis & Co. Ltd.


(3)

Muhammad Nasir, 2012

Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa

: Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Riduwan. (2007). Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Bandung : Alfabeta.

Reiser, R.A & Dick. W (1996). Instructional Planning (A Guide for Teacher) : Allyn and Bacon : Florida State University.

Ruisi, M. (2005). Cooperative learning. Tersedia, [On-line] http://www.Linguist . org.cn /doc/uc200509/uc20050921.pdf. (21 Agustus 2009.

Sudjana, N. dan Ibrahim. (2009). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Saylor, J.G. et.ell. (1974). Curriculum Planning For Better Teaching and Learning. (Japan, Sydny, Toronto, Monstreal, New York, Chicago and San Fransisco : Holt Rinehart and Winston.

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Samarinda, (2008) Laporan kegiatan Pengayaan Akademik Mahasiswa Baru. (Samarinda ; UPMA STAIN).

Stahl.R.J. (1994). Cooperative Learning in Social Studies: Hand Book for Teachers. USA: Kane Publishing Service, Inc.

--- (t.th), The Essential Elements of Cooperative Learning in the Classroom.http://www.learner.org/workshops/socialstudies/pdf/session6/6.Co operativeLearning.pdf. (25 Agustus 2009).

Syaodih, N. (2005). Landasan Psikologis Proses Pendidikan, Bandung : Rosdakarya. --- (2008). Pengembagan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

--- (2008), Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. Syaodih, E. (2007), Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk

Meningkatkan Keterampilan Sosial; Studi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Bandung : tidak diterbitkan.

Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.


(4)

Muhammad Nasir, 2012

Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa

: Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

---. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Silberman, M (2000). Active Learning, 101 Strategies To Teach Any Subject, Boston, London, Toronto, Sydny, Japan and Singapore : Allyn and Bacon.

Shaleh, A. (2004). Madasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta : PT Grafindo Persada.

Slavin, R.E. (1990). Cooperative Learning; Theory, Research and Practice, Second Edition. Boston : Allyn and Bacon.

---. (1990). Cooperative Learning; Theory, Research and Practice, Second Edition. Boston : Allyn and Bacon. Diterjemahkan oleh Zubaidi (2009) menjadi Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media.

---, (1997). Educational Psychology Theory and Practice. Five Edition. Boston: Allyn and Bacon.

---, et.al. (1995). The Cooperative Elementary School: Effects on Students’Achievement, Attitudes, and Social Relations. Tersedia [On-line] http://aer.sagepub.com/cgi/content/abstract/32/2/321. (29 Maret 2009)

Slavin, R. E. et.ell (1988). Accommodating Student Diversity in Reading and Writing Instruction: a Cooperative Learning Approach. [On-line] http://rse.sagepub.com/cgi/content/abstract/9/1/60. (29 Maret 2009).

Solihatin, E. dan Raharjo. (2007). Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Sugiono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuatintatif, kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

--- (2009). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.


(5)

Muhammad Nasir, 2012

Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa

: Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sumantri, M. dan Syaodih, N. (2007). Perkembangan Peserta didik, Jakarta : Universitas Terbuka.

Suryabrata, S. (2007). Psikologi Perkembangan, Jakarta : Raja Grafindo Persad Tafsir, A. (1997). Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet.III, Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya.

---, (1992). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. I. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Tilaar, H.A.R. (1999). Beberapa Agenda Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21. Magelang : Indonesia Tera.

Tim, M. (1999). Social Research Issue, Methods and Process, second Edition. Open University Press Buckingham.Philadelphia.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Uno, H.B. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Perkembangan, Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Winget P.L. (1988). Integrating The Core Curriculum Through Cooperative Learning. Program Curriculum and Traing Unit, California State Departement of Eduacation, Spesial Education Devision Sacramento.

Webb, N. M. (1982). Student Interaction and Learning in Small Groups. [On-line] http://rer.sagepub.com/cgi/content/abstract/52/3/421. (29 Maret 2009).


(6)

Muhammad Nasir, 2012

Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa

: Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Woolever, R.M. (1987). Active Learning Social Studies Promoting Cognitive and Social Growth. Illinois, Boston London ; Scott, Foresman and Company. Yamin, M. Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Panduan Menciptakan

Managemen Mutu Pendidikan Berbasis Kurikulum yang Progresif dan Inspiratif. Jogjakarta : Diva Press.

Zaini, H. et. al. (2001). Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi,terjemahan dari judul aslinya “Active Learning,101 strategis to teach any Subjects” oleh Mel Selberman, The Art of teaching Adult oleh Peter Reener, dan lain-lain Cet.I ( Jokyakarta : CTSD (Center For Teaching Staff Depelopment. Yacobs, G.M. (1990). Foundantion of Cooperative Learning, tersedia [on-line]

http://eric.ed.gov/ERICDocs/data/ericdocs2sql/content_storage_01/0000019b/ 80/12/f6/6f.pdf. (01 Desember 2009).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teams Games Tournament Terhadap Prestasi Belajar Alquran Hadis Siswa (Quasi Eksperimen Di Mts Nur-Attaqwa Jakarta Utara)

1 51 179

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN IPS.

3 10 76

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS GENRE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN : Studi pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Kelas XI Madrasah Aliyah Negeri Cisewu Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 3 58

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS GENRE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN : Studi pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Kelas XI Madrasah Aliyah Negeri Cisewu Kabupaten Garut Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 2 58

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN (Penelitian dan Pengembangan pada SMP di Kota Serang).

0 1 65

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI SASTRA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI MADRASAH ALIYAH KABUPATEN LEBAK.

0 1 44

Desain model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas XI.

0 2 83

MODEL KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP KOPERASI PADA MATA PELAJARAN IPS.

0 1 7

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Mata Pelajaran TIK

0 0 2

PELAKSANAAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA MATA PELAJARAN FIQIH KELAS XI DI MADRASAH ALIYAH (MA) MUSLIMAT NU PALANGKA RAYA

0 1 83