PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF.

(1)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Promovendus Tata 1101157

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Oleh Tata 1101157

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Matematika pada Sekolah Pascasarjana

© Tata2015

Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN

DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi

Promotor

Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D. NIP 195909221983031003

Ko-Promotor

Prof. Jozua Sabandar, MA., Ph.D. NIP 194705241981031001

Anggota

Prof. Dr. Darhim, M.Si. NIP 195503031980021002

Mengetahui

Plt. Ketua Departemen Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Elah Nurlaelah, M.Si. NIP 1964112311991032002


(4)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Tata, (2015). “Peningkatan Kemampuan Pemodelan dan Abstraksi Matematis serta Motivasi Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif”. SPs UPI Bandung.

Kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis merupakan dua kemampuan penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan pemodelan matematis memainkan peranan dalam hal memahami matematika maupun dalam hal pemecahan masalah matematis dan kemampuan abstraksi matematis berhubungan dengan kemampuan penguasaan konsep matematika yang abstrak, sedangkan motivasi belajar siswa dalam matematika merupakan faktor yang ikut menunjang kesuksesan siswa dalam belajar matematika. Sayangnya siswa belum menguasai kemampuan-kemampuan tersebut dengan baik, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang diperkirakan dapat memicu peningkatan kemampuan-kemampuan tersebut. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengungkap pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa (KPMS), kemampuan abstraksi matematis siswa (KABMS), dan motivasi belajar siswa (MBS), melalui pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), pembelajaran kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa (PB). Desain penelitian ini adalah eksperimen kelompok kontrol pretes-postes dengan menggunakan tiga kelompok. Kelompok eksperimen-1 memperoleh PKK, kelompok eksperimen-2 memperoleh PK dan kelompok kontrol memperoleh PB. Data diperoleh menggunakan tes pengetahuan awal matematis (PAM), tes kemampuan pemodelan matematis, tes kemampuan abstraksi matematis, skala motivasi belajar siswa, dan lembar observasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Adapun sampelnya siswa kelas VII yang berasal dari peringkat sekolah tinggi dan sedang. Pada masing-masing peringkat sekolah dipilih satu sekolah secara purposive sampling dan dari setiap sekolah dipilih secara acak tiga kelas dengan jumlah sampel 203 siswa. Analisis data menggunakan uji ANAVA satu dan dua jalur serta uji Kruskal-Wallis. Berdasarkan analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa: (1) terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan KPMS, KABMS, dan MBS antara yang memperoleh PKK, PK dan PB. Level pencapaian dan peningkatan KPMS dan KABMS yang memperoleh PKK berada pada level sedang, sedangkan pencapaian MBS yang memperoleh PKK, PK, dan PB berada pada level tinggi; (2) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan level sekolah, antara pembelajaran dan PAM terhadap pencapaian dan peningkatan KPMS, dan terhadap pencapaian MBS; (3) terdapat interaksi antara pembelajaran dan level sekolah, antara pembelajaran dan PAM terhadap pencapaian dan peningkatan KABMS, dan terhadap peningkatan MBS; (4) terdapat korelasi antara KPMS dan KABMS, antara KPMS dan MBS, dan antara KABMS dan MBS.


(5)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Kata Kunci: Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif, Pemodelan Matematis,

Abstraksi Matematis, dan Motivasi Belajar.

ABSTRACT

Tata (2015). The Junior High School Students’ Enhancement in Mathematical Modeling, Abstraction and Learning Motivation Ability through Collaborative Contextual Teaching and Learning

Mathematical modeling and mathematical abstraction ability are important in mathematics education. The mathematical modeling ability is part of mathematical problem solving ability and as a bridge between contextual problems and mathematical concepts and the mathematical abstraction ability relate to the ability of an abstract mathematical concept mastery. While the

students’ motivation in mathematics are contributing factor to support student success in learning mathematics. Unfortunately students have not mastered these skill well, therefore the need for efforts to implement a model of learning that can enhance these abilities. The main purpose of this research is to investigate the achievement and enhancement of students’ mathematical modeling ability (SMMA), students’ mathematical abstraction ability (SMAA), and students’ learning motivation (SLM), as a result of collaborative contextual learning (CCL), contextual learning (CL), and conventional learning (CVL). The research design used is an experimental research that used non-equivalent control group experimental design and used three groups. One group is the first experimental group was treated under CCL, the second experimental group was treated under CL, and another group was treated under CVL. The instrument used consists of mathematical prior knowledge test (MPK), mathematical modeling ability test, mathematical abstraction ability test, learning motivation scale, and observation sheets. The population of the research is Junior High School students in Cianjur City, West Java Province. The sample is seventh grader students from two levels of school classified as high and medium level. One school was selected from each school level by purposive sampling. Three groups were randomly selected from each school with a sample size of 203 students. The data analysis used one-way ANOVA, two-way ANOVA and Kruskal Wallis test. It can be concluded that: (1) the achievement and enhancement of SMMA, SMAA, and SLM who received CCL and CL are better than those of students who received CL. The level of

achievement and enhancement of students’ mathematical modeling and

abstraction who received CCL are at the medium level, while of the level of achievement of SLM who received CCL, CL and CVL are at the high level; (2) there is no interaction between learning model and school levels, between learning model and MPK toward achievement and enhancement of SMMA, and toward achievement of SLM; (3) there is an interaction between learning model and school levels, between learning model and MPK toward achievement and enhancement of SMAA, and toward enhancement of SLM; (4) there is a


(6)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

correlation between SMMA and SMAA, between SMMA and SLM, and between SMAA and SLM.

Key words: Collaborative Contextual Learning, mathematical modeling,


(7)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PERNYATAAN ...,,,i

ABSTRAK...ii

ABSTRACT...iii

KATA PENGANTAR...iv

UCAPAN TERIMA KASIH...vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR GAMBAR...xix

DAFTAR LAMPIRAN...xxiv

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...11

C. Tujuan Penelitian...13

D. Manfaat Penelitian...14

E. Definisi Operasional...14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...17

A. Pemodelan Matematis...17

1. Pengertian Pemodelan Matematis...17

2. Mengukur Kemampuan Pemodelan Matematis...24

B. Kemampuan Abstraksi Matematis...27

1. Pengertian Abstraksi Matematis...27

2. Mengukur Kemampuan Abstraksi Matematis...30

C. Motivasi Belajar Siswa...33

1. Pengertian Motivasi...33

2. Motivasi dalam Belajar Matematika...34

3. Mengukur Motivasi dalam Belajar Matematika...37


(8)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

E. Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif...44

F. Keterkaitan antara Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif, Kemampuan Pemodelan Matematis, Kemampuan Abstraksi Matematis, dan Motivasi Belajar Siswa ...46

G. Teori Belajar yang Mendukung...49

H. Beberapa Hasil Penelitian yang Relevan...54

I. Hipotesis Penelitian...56

BAB III METODE PENELITIAN...59

A. Desain Penelitian...59

B. Populasi dan Sampel...64

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya...67

1. Soal Tes Pengetahuan Awal Matematika (PAM)...67

2. Soal Tes Kemampuan Pemodelan Matematis...74

3. Soal Tes Kemampuan Abstraksi Matematis...85

4. Skala Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika...93

5. Panduan Wawancara Siswa...95

6. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa...96

D. Perangkat Pembelajaran dan Pengembangannya...96

1. Bahan Ajar...96

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)...97

3. Lembar Kerja Siswa (LKS)...97

E.Teknik Pengumpulan Data...97

1. Tes Kemampuan Pemodelan dan Abstraksi Matematis...97

2. Skala Motivasi Belajar Siswa...98

3. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa...98

4. Wawancara siswa...98

F.Teknik Analisis Data...98

1. Analisis Data Kuantitatif...98

2. Analisis Data Kualitatif...101

G. Prosedur Penelitian...103


(9)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

A. Analisis Data dan Hasil Penelitian...105

1. Analisis Data Pengetahuan Awal matematika...106

2. Analisis Pencapaian Kemampuan Pemodelan Matematis...113

3. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis...126

4. Analisis Pencapaian Kemampuan Abstraksi Matematis...142

5. Analisis Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis...159

6. Analisis Pencapaian Motivasi Belajar...172

7. Analisis Peningkatan Motivasi Belajar...190

8. Analisis Korelasi antara Kemampuan Pemodelan Matematis, Kemampuan Abstraksi Matematis, dan Motivasi Belajar...201

9. Analisis Hasil Pekerjaan Siswa...206

B. Pembahasan...222

1. Pengetahuan Awal Matematika (PAM)...225

2. Faktor Pembelajaran...226

3. Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis Siswa Berdasarkan Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika...230

4. Pencapaian dan peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa Berdasarkan Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika...234

5. Pencapaian dan peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika Berdasarkan Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika...239

6. Kesalahan atau Kekeliruan Siswa pada Pemodelan dan Abstraksi Matematis...243

7. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif...247

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI...251

A. Kesimpulan...251

B. Implikasi...260


(10)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA ...262 LAMPIRAN-LAMPIRAN...268 RIWAYAT HIDUP...458


(11)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis merupakan hal yang penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan pemodelan matematis merupakan kecakapan siswa dalam membuat model matematis dari situasi masalah, dengan tujuan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan tepat. Dalam pendidikan matematika kemampuan memecahkan masalah adalah bagian dari tujuan pembelajaran matematika, kemampuan tersebut perlu diajarkan pada siswa mulai jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Siswa perlu dibekali keterampilan seperti itu supaya siswa mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi. Pentingnya menguasai kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis oleh siswa sejalan dengan kompetensi matematika yang harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran matematika. Departemen Pendidikan Nasional

(2006) merinci kompetensi matematika yang harus dikuasai oleh siswa adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kemampuan matematis siswa suatu negara sangat mudah dibandingkan dengan negara lain. Matematika digunakan sebagai alat ukur untuk menentukan


(12)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

kemajuan pendidikan di suatu negara. Sebagai contoh: Program for International

Student Assessment (PISA) dan The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) secara berkala mengukur dan membandingkan antara lain

kemajuan pendidikan matematika di beberapa negara termasuk Indonesia. Hasil penilaian dua lembaga tersebut sering dijadikan tolak ukur dalam merumuskan pembelajaran matematika (materi maupun kompetensi), termasuk adanya perbedaaan antara yang diajarkan di sekolah dengan yang dinilai secara internasional. Materi dan kompetensi yang disesuaikan dengan standar internasional harus menjaga keseimbangan antara matematika angka, matematika pola dan bangun. Kompetensi pengetahuan bukan hanya sampai memahami secara konseptual tetapi sampai ke penerapan dalam pemecahan masalah matematis. Selain itu, perlunya mengasah kemampuan berfikir untuk dapat memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi seperti menalar pemecahan masalah melalui pemodelan matematis, pembuktian dan perkiraan/pendekatan (Kemendikbud, 2014).

Tujuan pembelajaran matematika di sekolah diantaranya adalah penguasaan dan pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika itu sendiri dan ilmu pengetahuan lainnya, yang kedua pembelajaran matematika bertujuan untuk memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah (Depdiknas, 2006). Perubahan tersebut ditandai dengan telah terjadi pergeseran paradigma pembelajaran pada abad ke-21, dengan ciri-ciri (Kemdikbud, 2013): (1) informasi (tersedia dimana saja dan kapan saja), sehingga model pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberitahu; (2) komputasi (lebih cepat memakai mesin), sehingga model pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan masalah (menanya) bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab); (3) otomasi (menjangkau segala pekerjaan rutin), sehingga model pembelajaran diarahkan untuk melatih berpikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berpikir


(13)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

mekanistis (rutin); (4) komunikasi (dari mana saja dan kemana saja), sehingga model pembelajaran lebih menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Paradigma pembelajaran pada abad ke-21, menekankan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari tujuan pendidikan matematika di Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis diantaranya adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat model matematis, baik permasalahan dalam kehidupan nyata atau permasalahan dalam matematika itu sendiri. Selain itu siswa diharapkan mampu membuat generalisasi model tersebut sehingga dapat diterapkan pada permasalahan yang lain yang setara.

Peran pemodelan matematis, selain yang disebutkan di atas, juga berperan sebagai jembatan antara pengetahuan konkret yang dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari dengan dunia matematika yang abstrak. Untuk meningkatkan peran-peran tersebut, dibutuhkan sebuah model pembelajaran yang dapat mengangkat kemampuan siswa dalam membuat model matematis diantaranya dengan pembelajaran kontekstual. Alasan, mengapa menggunakan pembelajaran kontekstual, diantaranya adalah pembahasan materi pada model pembelajaran tersebut selalu diawali dengan permasalahan konkret yang dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari .

Pemodelan matematis didahului dengan pengetahuan konkret yang dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan konkret tersebut dipergunakan sebagai jembatan menuju dunia matematika yang abstrak melalui pemanfaatan simbol-simbol matematika yang sesuai (pembentukan model matematis). Sesampainya pada ranah abstrak, metode-metode matematika diperkenalkan untuk menyelesaikan model permasalahan yang diperoleh dan mengembalikan hasilnya pada ranah konkret (Cheng, 2001 & 2010; Abrams, 2001; Kemendikbud, 2014).

Pemodelan matematis memainkan peran besar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (Byl, 2003). Banyak penemuan besar dalam ilmu pengetahuan dan


(14)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

teknologi khususnya bidang fisika yang menggunakan model matematika sebagai bentuk representasi dari intuisi manusia untuk menggambarkan permasalahan dunia nyata. Sebagai contoh, orbit planet dapat digambarkan dalam bentuk model matematis yang berbentuk elips, abstraksi matematis yang berbentuk kurva yang telah dipelajari sebelumnya.

Dalam beberapa dekade terakhir, pemodelan matematis menjadi bahan pembicaraan dalam pendidikan matematika. Beberapa penelitian menganjurkan agar kemampuan siswa dalam membuat model matematis dan pembelajarannya dimasukkan dalam kurikulum pendidikan matematika, bahkan di Singapura (Cheng, 2001), pembelajaran mengenai pemodelan matematis sudah diperkenalkan dan dimasukkan dalam kurikulum sekolah menengah. Meskipun dalam prakteknya di kelas masih ditemukan beberapa kesulitan pembelajaran baik bagi guru ataupun siswa. Pemodelan matematis menawarkan kesempatan yang sangat baik untuk menghubungkan antara masalah dalam kehidupan nyata dengan konsep matematika. Gravemeijer (1994) menjelaskan bahwa model berperan sebagai jembatan yang menghubungkan masalah real dan matematika formal.

Pembelajaran yang menyertakan kemampuan pemodelan matematis pada hakekatnya adalah pembelajaran tentang kemampuan pemecahan masalah matematis. Matematika disajikan dalam bentuk aktivitas tindakan, tidak disajikan sebagai kumpulan bilangan, kumpulan variabel atau rumus yang membingungkan yang ditulis di papan tulis. Matematika sebaiknya disajikan dalam beberapa konteks permasalahan kehidupan sehari-hari atau dalam kehidupan nyata. Matematika diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas sejalan dengan pengalaman siswa, serta relevan dengan masyarakat (Suryanto, 2010).

Pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk menumbuhkan kemampuan pemodelan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga para siswa berpeluang menemukan kembali konsep matematika atau dalam rangka meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini berarti bahwa dalam pembelajaran harus berpusat pada kegiatan proses matematisasi bukan sebagai suatu produk yang siap pakai. Gagasan ini kemudian dirumuskan secara


(15)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

eksplisit dalam dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dalam matematisasi horizontal, masalah dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa diusahakan untuk dirumuskan atau diterjemahkan ke dalam bahasa atau simbol matematika, sedangkan matematisasi vertikal berarti bekerja dalam sistem matematika itu sendiri, yaitu memecahkan masalah yang sudah dirumuskan dalam bahasa atau simbol-simbol matematika itu secara matematika.

Selain pemodelan matematik yang telah diuraikan di atas, ada satu kemampuan yang tidak kalah penting dalam pendidikan matematika yaitu kemampuan abstraki matematis. Menurut Ozmantar & Monaghan (2007) abstraksi merupakan konstruk penting bagi pendidikan matematika. Abstraksi sering dikaitkan dengan filsafat empiris. Abstraksi dianggap sebagai pengetahuan tingkat tinggi yang terdiri dari klasifikasi dan generalisasi yang timbul dari kesamaan kasus-kasus tertentu. Abstraksi merupakan pengembangan dari masalah kontekstual terhadap matematika yang abstrak. Sedangkan menurut Peaget (Suparno, 1997) pengetahuan matematis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi ataupun penggunaan objek.

Abstraksi mempunyai beberapa pengertian salah satunya dikemukakan oleh Bermejo & Diaz (2007). Menurut mereka dari kerangka kontruktivis, abstraksi adalah pemahaman matematis dari konkret menuju abstrak melalui tingkatan perkembangan. Abstraksi diartikan juga sebagai proses untuk memperoleh intisari konsep matematika, menghilangkan kebergantungannya pada objek-objek dunia nyata yang pada mulanya mungkin saling terkait, dan memperumumnya sehingga ia memiliki terapan-terapan yang lebih luas atau bersesuaian dengan penjelasan abstrak lain untuk gejala yang setara. Menurut Mitchelmore & White (2004), abstraksi adalah suatu proses yang yang mendasar, baik dalam matematika maupun dalam pendidikan matematika. Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, abstraksi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan matematika, terutama dalam


(16)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pembentukkan konsep-konsep matematika. Apalagi kalau dikaitkan dengan karakteristik anak usia SMP yang belum mampu berpikir formal, maka proses abstraksi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematik pada usia siswa yang belum mampu berpikir formal, merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik antara hakikat matematika dan hakikat anak. Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam tentang bagaimana menghubungkan perbedaan tersebut.

Anak usia SMP sedang mengalami perkembangan tingkat berpikir, dari berpikir konkrit menuju berpikir formal. Di lain pihak, matematika adalah abstrak, aksiomatik dan formal, sehingga diperlukan pembelajaran matematika yang mengembangkan kemampuan untuk menghubungkan dunia real dengan matematika formal. Mengingat adanya perbedaan karakteristik itu, maka diperlukan adanya jembatan yang menghubungkan antara dunia anak yang belum berpikir secara deduktif untuk dapat mengerti dunia matematika yang bersifat abstrak.

Mengingat pentingnya penguasaan matematika yang abstrak, maka diperlukan suatu upaya untuk menjembatani antara matematika yang abstrak dengan kemampuan berpikir siswa yang belum formal. Untuk menghubungkan kedua karakteristik tersebut, salah satunya adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam pemodelan dan abstraksi matematis. Mengingat peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis siswa sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan konsep-konsep matematika yang abstrak (Gravemeijer, 1994) dan juga untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa (Cheng, 2001), maka diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kedua kemampuan tersebut dalam proses pembelajarannya.

Selain kedua kemampuan tersebut, yaitu kemampuan pemodelan dan kemampuan abstraksi matematis, ada faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar matematika, yaitu motivasi siswa


(17)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

dalam belajar matematika. Motivasi siswa dalam belajar diibaratkan bahan bakar dalam sebuah kendaraan, daya tahan siswa dalam belajar sangat dipengaruhi oleh motivasinya. Kemampuan siswa dalam menghadapi masalah matematika, dipengaruhi oleh motivasi yang ada dalam diri siswa, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan siswa dalam memahami matematika (NCTM, 2011). Motivasi berhubungan dengan emosi atau perasaan yang menimbulkan keingintahuan dalam belajar matematika, serta keinginan siswa untuk terlibat dan bertahan dalam pemecahan masalah. Motivasi tidak hanya menimbulkan ketangguhan dalam menghadapi tantangan tetapi juga berkontribusi pada pengembangan kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka untuk memahami matematika dan untuk memecahkan masalah matematika.

Upaya untuk meningkatkan kemampuan pemodelan, abstraksi matematik dan motivasi belajar siswa, salah satunya adalah menggunakan pembelajaran yang menekankan kemampuan-kemampuan tersebut. Karakteristik pembelajaran yang melibatkan masalah dunia nyata, pemodelan, proses abstraksi dan adanya interaksi antar siswa dalam proses pembelajarannya, salah satunya adalah pembelajaran kontekstual kolaboratif. Dalam pembelajaran tersebut diharapkan motivasi belajar siswa dalam belajar matematika dapat meningkat dan pada akhirnya kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi dapat meningkat juga. Motivasi siswa tidak hanya untuk mengejar nilai semata, tetapi menimbulkan motivasi dari dalam diri siswa (motivasi intrinsik) untuk menguasai konsep-konsep matematika baik dalam matematika itu sendiri atau dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran untuk membantu meningkatkan kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa terhadap matematika berbasis pada teori belajar konstruksivisme. Berbagai model pembelajaran yang mempunyai karakteristik seperti itu, salah satunya adalah pembelajaran kontekstual yang dipadukan dengan strategi kolaboratif atau disebut dengan pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK). Keunggulan pembelajaran


(18)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

kontekstual kolaboratif dalam pembelajaran matematika adalah dapat meningkatkan kebiasaan siswa dalam hal memahami masalah dunia nyata, membuat model pemecahan masalah dan menentukan solusi dari suatu masalah dengan cara dan bahasa sendiri. Siswa dibiasakan untuk berinteraksi dengan siswa lain dalam mencari solusi suatu permasalahan kontekstual, dengan mengajukan pertanyaan: informasi apa yang diketahui dari permasalahan tersebut? Apa yang diketahui dan apa yang akan dicari serta apa hubungan di antara keduanya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu merupakan pertanyaan yang mengarahkan siswa terhadap kemampuan pemodelan matematis. Maka pembelajaran

kontekstual diharapkan dapat mengembangkan kemampuan membuat model matematis, kemampuan abstraksi matematis dan dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa.

Alasan lain digunakannya pembelajaran kontekstual kolaboratif adalah penyajian masalah kontekstual pada awal pembelajaran sebagai stimulus dan pemicu siswa untuk berpikir. Di sini masalah berperan sebagai kendaraan proses belajar untuk mencapai tujuan, seperti yang dikemukakan oleh Sabandar (2005) bahwa situasi pemecahan masalah merupakan suatu tahapan di mana ketika individu dihadapkan kepada suatu masalah ia tidak serta merta mampu menemukan solusinya, bahkan dalam proses penyelesaiannya ia masih mengalami kebuntuan. Pada saat itulah terjadi konflik kognitif yang tidak menutup kemungkinan memaksa siswa untuk berpikir. Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) menyarankan bahwa pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), dengan mengajukan masalah-masalah kontekstual secara bertahap.

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran yang serupa dengan pembelajaran kontekstual, salah satunya hasil penelitian Herman (2005), yang melaporkan bahwa proses pemecahan masalah yang dilakukan secara terpadu melalui interaksi kooperatif antar siswa dan intervensi guru yang proporsional dapat secara efektif meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SMP. Demikian juga hasil penelitian Suryadi (2005) pada


(19)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

siswa SMP, melaporkan bahwa penerapan pembelajaran tidak langsung dapat memberikan peluang berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Pembelajaran kontekstual kolaboratif merupakan konsep pembelajaran tidak langsung yang dimulai dengan memberikan masalah kontekstual atau masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai tantangan bagi siswa. Pembelajaran kontekstual kolaboratif memberikan peluang bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan menghadapkan siswa pada situasi saling membantu dalam memecahkan masalah, namun tidak mengabaikan kemampuan masing-masing individu. Dalam proses pembelajarannya, siswa membangun pengetahuannya sendiri secara bertahap, sehingga pembelajaran merupakan

proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan cara terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Namun

apabila siswa mengalami kesulitan dalam kelompoknya, guru memberi bantuan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk mengarahkan jawaban siswa.

Kegiatan mengamati dan menanya dalam pembelajaran kontekstual kolaboratif harus dimunculkan oleh guru dan siswa, siswa harus dilibatkan secara aktif dalam proses pembentukan pengetahuan. Pertanyaan yang diajukan atau yang dimunculkan tentunya harus menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Sabandar (2005), mengajukan pertanyaan tantangan ataupun pertanyaan yang bersifat divergen atau yang dapat menimbulkan konflik kognitif perlu dimunculkan untuk merangsang daya matematis siswa.

Peran guru dalam pembelajaran kontekstual kolaboratif harus menciptakan situasi pembelajaran yang melibatkan masalah dunia nyata (real world problem) sehingga siswa tertarik untuk menyelesaikannya. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak selalu memperoleh penyelesaian, kemungkinan mengalami kebuntuan, guru berperan membantu mengarahkan siswa secara tidak langsung dengan menggunakan beberapa pertanyaan terbuka dan mempersiapkan berbagai alternatif tindakan sebagai antisipasi dalam membantu dan mengarahkan siswa dalam proses pemecahan masalah.


(20)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Beberapa saran dalam menerapkan pembelajaran kontekstual atau yang setara dengan itu, misalnya model pembelajaran berbasis masalah, seperti yang dikemukakan oleh Herman (2005) adalah: (1) sajian bahan ajar berupa masalah harus memicu terjadinya konflik kognitif di dalam diri siswa; (2) tidak perlu cepat-cepat memberikan bantuan kepada siswa, agar perkembangan aktual siswa maksimal. Intervensi yang diberikan guru harus minimal dan diberikan ketika benar-benar dibutuhkan siswa; (3) agar intervensi yang dilakukan efektif, perlu mengetahui pengetahuan awal siswa (prior-knowledge) dan mempertimbangkan berbagai alternatif solusi masalah yang berada dalam koridor pengetahuan siswa.

Analisis pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa, juga penerapan pembelajaran kontekstual kolaboratif, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu: level sekolah, pengetahuan awal matematika siswa, dan masalah yang dihadapkan pada siswa. Pada umumnya, siswa yang memiliki kemampuan tinggi biasanya masuk di sekolah yang levelnya lebih tinggi dibandingkan siswa yang mempunyai kemampuan lebih rendah, meskipun kemungkinan keberadaan di lapangan sangat relatif, tidak menutup kemungkinan terjadi sebaliknya untuk siswa dari kalangan tertentu. Tidak ada patokan yang baku, tetapi biasanya berdasarkan prestasi yang diraih siswanya dalam berbagai hal. Untuk keperluan penelitian ini level sekolah ditentukan berdasarkan peringkat nilai Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh dinas pendidikan setempat.

Selain melihat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa, juga dianalisis interaksi antara model pembelajaran dan level sekolah, antara model pembelajaran dan pengetahuan awal matematika siswa, analisis tersebut dilakukan untuk melihat apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh level sekolah atau oleh level pengetahuan awal matematika. Biasanya kelompok siswa pandai diperkirakan lebih cepat beradaptasi dengan model pembelajaran yang berbasis masalah dibandingkan dengan siswa kelompok sedang dan rendah,


(21)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

sehingga dapat diprediksi pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis siswa pada siswa pandai lebih baik dibandingkan kelompok siswa sedang dan rendah. Penerapan pembelajaran kontekstual kolaboratif diprediksi berpeluang besar berhasil pada siswa kelompok atas dibandingkan dengan siswa kelompok tengah dan bawah. Demikian pula untuk siswa yang berada pada level sekolah tinggi berpeluang lebih berhasil dibandingkan dengan siswa pada sekolah sedang.

Motivasi belajar siswa merupakan hal yang turut menentukan berhasil tidaknya pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis siswa, hal ini cukup beralasan karena pembelajaran yang menyertakan masalah-masalah nyata (real world problem) menciptakan situasi pemecahan masalah diperlukan motivasi dan kolaborasi anatar siswa. Siswa yang berada pada level sekolah tinggi diasumsikan memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berada pada level sekolah sedang. Siswa yang berada pada level sekolah tinggi lebih mampu mengatur dorongan yang ada dalam diri siswa. Begitu juga motivasi belajar siswa pandai diprediksi lebih baik dibandingkan dengan siswa kelompok sedang dan rendah.

Analisis korelasi antara kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi matematis, antara kemampuan pemodelan matematis dan motivasi belajar siswa, antara kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa dilakukan untuk melihat apakah data kemampuan-kemampuan tersebut saling berkolerasi atau tidak. Selain itu dianalisis juga hasil pekerjaan siswa untuk melihat kekeliruan yang dilakukan oleh siswa dalam mengerjakan soal-soal kemampuan pemodelan matematis dan soal-soal kemampuan abstraksi matematis .

Penelitian difokuskan pada penerapan pembelajaran kontekstual kolaboratif dalam upaya meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditinjau dari level sekolah dan pengetahuan awal matematika siswa.


(22)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi perhatian penulis untuk dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu: pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), pembelajaran kontekstual (PK), pembelajaran biasa (PB), kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dalam matematika. Selain itu, diperhatikan pula faktor level sekolah (tinggi, sedang) dan kelompok pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) sebagai variabel kontrol. Rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan pembelajaran kontekstual kolaboratif berpengaruh terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dalam matematika?

Selanjutnya, dari rumusan masalah utama tersebut diuraikan dalam sub-sub rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), pembelajaran kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa (PB)?

2. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK, PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa?

3. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK, PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa?

4. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), pendekatan kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa (PB)?


(23)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

5. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK, PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa?

6. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK, PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa?

7. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa dalam matematika antara yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), pendekatan kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa (PB)?

8. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK, PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa?

9. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK, PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa?

10. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi matematis, antara kemampuan pemodelan matematis dan motivasi belajar siswa, antara kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa?

11. Kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan apa yang dialami siswa ditinjau dari proses penyelesaian soal-soal tes kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis pada masing-masing aspek?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual kolaboratif terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa dalam matematika. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:


(24)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, dan c) pengetahuan awal matematika.

2. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, c) pengetahuan awal matematika.

3. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, c) pengetahuan awal matematika.

4. Menganalisis korelasi antara kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa.

5. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan secara komprehensif kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan siswa dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi matematis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat:

1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran kontekstual kolaboratif dan pembelajaran kontekstual pada pelajaran matematika sebagai sarana untuk melibatkan aktivitas siswa secara optimal melakukan: pengamatan, penalaran, koneksi, komunikasi, representasi; memecahkan masalah, mengkonstruksi pengetahuan serta sebagai wahana dalam meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis, serta motivasi belajar siswa. Melalui aktivitas-aktivitas


(25)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

seperti itu, diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajarnya secara optimal, sehingga dapat memahami konsep matematika dan memecahkan masalah yang dihadapi baik di sekolah maupun di luar sekolah.

2. Bagi guru, diharapkan pembelajaran kontekstual kolaboratif dan pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan sehari-hari untuk meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa. 3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan

untuk mengembangkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa pada berbagai jenjang pendidikan.

E. Definisi Operasional

Variabel-variabel dalam penelitian, didefinisikan sebagai berikut:

1. Pemodelan matematis adalah langkah-langkah dalam proses memodelkan suatu situasi nyata. Langkah-langkah tersebut adalah: mengidentifikasi masalah, membuat model matematis, menyelesaikan model matematis, menginterpretasikan solusi matematis dan memvalidasi model matematis. 2. Model matematis adalah hasil dari pemodelan matematis, umumnya dalam

bentuk representasi simbolik, ekspresi matematis dalam bentuk aljabar, persamaan maupun grafik.

3. Kemampuan pemodelan matematis adalah kecakapan siswa dalam mengidentifikasi masalah, membuat model matematis, menyelesaikan model matematis, menginterpretasikan solusi matematis dan memvalidasi model matematis.

a. Mengidentifikasi masalah adalah merinci informasi-informasi atau variabel-variabel yang diketahui maupun yang ditanyakan.

b. Membuat model matematis adalah memodelkan suatu situasi dalam bentuk representasi simbolik, ekspresi matematis, bentuk aljabar, persamaan maupun grafik.


(26)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

c. Menyelesaikan model matematis adalah kemampuan menggunakan pengetahuan matematika untuk menyelesaikan bentuk representasi simbolik, ekspresi matematis, bentuk aljabar, persamaan maupun grafik. d. Menginterpretasikan solusi matematis adalah kemampuan menafsirkan

hasil-hasil matematika dan mengkomunikasikannya.

e. Memvalidasi model matematis adalah kemampuan memeriksa dan merefleksikan solusi yang diperoleh, mengkaji ulang sebuah model yang dihasilkan, merefleksikan cara-cara menyelesaikan masalah.

4. Abstraksi matematis adalah proses membangun pengetahuan matematis yang berkesinambungan dari konkret ke abstrak.

5. Kemampuan abstraksi matematis adalah kecakapan siswa membangun konsep matematis yang berkesinambungan dari konkret ke abstrak yang meliputi: mentransformasi masalah ke dalam bentuk simbol, memanipulasi simbol, membuat generalisasi, membentuk konsep matematika terkait konsep yang lain, dan membentuk objek matematika lebih lanjut.

5. Motivasi belajar siswa meliputi: motivasi intrinsik dalam belajar dan motivasi ekstrinsik dalam belajar.

a. Motivasi intrinsik dalam belajar adalah motivasi yang berhubungan dengan dorongan yang ada pada diri siswa untuk mencapai sesuatu dengan cara belajar.

b. Motivasi ekstrinsik dalam belajar adalah motivasi yang berhubungan dengan keinginan siswa terhadap tujuan eksternal seperti nilai yang baik atau pujian dari guru.

6. Pembelajaran kontekstual adalah suatu model pembelajaran yang mempunyai delapan karakteristik utama yaitu: berbasis masalah kontekstual, berpandangan konstruktivisme (construtivism), mengajukan pertanyaan (questioning), menemukan (inquiry), komunitas belajar (learning

community), menggunakan pemodelan (modeling), melaksanakan refleksi


(27)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

7. Pembelajaran kontekstual kolaboratif adalah pembelajaran yang memiliki delapan karakteristik utama pembelajaran kontekstual, namun pembelajarannya disajikan dengan langkah-langkah pembelajaran kolaboratif. 8. Pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dilaksanakan/dikemas sedemikian sehingga siswa belajar dalam kelompok agar dapat berinteraksi secara optimal.

9. Pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan matematika yang dimiliki oleh siswa sebelum pembelajaran berlangsung.


(28)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menerapkan pembelajaran kontekstual kolaboratif pada kelas eksperimen-1, pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen-2 dan pembelajaran biasa pada kelas kontrol. Unit-unit penelitian ditentukan berdasarkan kategori level sekolah, kelompok pembelajaran, dan pengetahuan awal matematika siswa. Level sekolah ditetapkan berdasarkan ranking ujian nasional (UN) dari dinas pendidikan setempat, dari beberapa sekolah yang termasuk kategori sekolah tinggi dan sedang dipilih dua sekolah yaitu satu sekolah berkategori tinggi dan satu sekolah lagi berkategori sedang. Dari masing-masing sekolah dipilih tiga kelas, satu kelas untuk eksperimen-1, satu kelas untuk eksperimen-2, dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Pengetahuan awal matematika siswa dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok atas, tengah, dan bawah. Dari perbedaan perlakuan yang diterapkan akan dianalisis pengaruhnya terhadap kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa.

Sampel penelitian dipilih secara acak kelas (A) selanjutnya pada masing-masing kelompok diberikan perlakuan pembelajaran kontekstual kolaboratif (X1), pembelajaran kontekstual (X2), dan pembelajaran konvensional sebagai kelompok kontrol. Sebelum diberikan perlakuan pembelajaran, ketiga kelompok diberi tes pengetahuan awal matematika, pretes kemampuan pemodelan matematis, pretes kemampuan abstraksi matematis, dan angket motivasi belajar, kemudian setelah diberikan perlakuan pembelajaran kontekstual kolaboratif pada kelas eksperimen-1, pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen-2 dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, ketiga kelas diberi postes kemampuan pemodelan matematis, postes kemampuan abstraksi matematis, dan angket motivasi belajar siswa, sedangkan analisis dilakukan berdasarkan kelompok pembelajaran, level sekolah, dan pengetahuan awal matematika siswa.


(29)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

tinggi dan tiga kelompok pada sekolah peringkat sedang, sehingga desain penelitian yang digunakan sebagai berikut:

A O X1 O A O X2 O A O O Keterangan:

A : Pengambilan sampel secara acak kelas X1 : Pembelajaran kontekstual kolaboratif X2 : Pembelajaran kontekstual

O : Pretes/Postes

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran konvensional, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa. Selain variabel-variabel di atas, penelitian ini melibatkan level sekolah (tinggi dan sedang) serta pengetahuan awal matematika siswa (atas, tengah, dan bawah) sebagai variabel kontrol.

Untuk memudahkan melihat keterkaitan antara pencapaian kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dan keterkaitan antara peningkatan kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dalam matematika pada ketiga kelompok pembelajaran yaitu pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), Pembelajaran kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa (PB) dengan level sekolah (tinggi dan sedang) dan pengetahuan awal matematika (atas, tengah, dan bawah) pada permasalahan di atas, disajikan dengan menggunakan Model Weiner pada Tabel 3.1., Tabel 3.2., Tabel 3.3., Tabel 3.4., Tabel 3.5., dan 3.6.


(30)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu Tabel 3.1

Keterkaitan antara Pencapaian Kemampuan Pemodelan Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Pencapaian Kemampuan Pemodelan Matematis (Pc)

Kelompok

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) PcIA-PKK PcSA- PKK PcA-PKK PcIA- PK PcSA- PK PcA -PK PcIA- PB PcSA- PB PcA -PB Tengah (T) PcIT-PKK PcST- PKK PcT-PKK PcIT- PK PcST- PK PcT-PK PcIT- PB PcST- PB PcT-PB Bawah (B) PcIB-PKK PcSB- PKK PcB-PKK PcIB- PK PcSB- PK PcB -PK PcIB- PB PcSB- PB PcB -PB PcI-PKK

PcS-PKK PcI-PK PcS-PK PcI-PB PcS-PB

Pc-PKK Pc-PK Pc-PB

Keterangan:

Pc-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PcI-PK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

PcA-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa pada kelompok PAM atas yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PcIA-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PcSA-PB : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis (P)

Kelompok

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) PIA-PKK PSA- PKK PA-PKK PIA- PK PSA- PK PA-PK PIA- PB PSA- PB PA-PB Tengah (T) PIT-PKK PST- PKK PT-PKK PIT- PK PST- PK PT-PK PIT- PB PST- PB PT-PB


(31)

PB-Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

P-PKK P-PK P-PB

Keterangan:

P-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PI-PK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

PA-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa pada kelompok PAM atas yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PIA-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

PSA-PB : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.3

Keterkaitan antara Pencapaian Kemampuan Abstraksi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Pencapaian Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa (Ac)

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) AcIA-PKK AcSA- PKK AcA-PKK AcIA- PK AcSA- PK AcA -PK AcIA- PB AcSA- PB AcA - PB Tengah (T) AcIT-PKK AcST- PKK AcT- PKK AcIT- PK AcST- PK AcT -PK AcIT- PB AcST- PB AcT - PB Bawah (B) AcIB-PKK AcSB- PKK AcB-PKK AcIB- PK AcSB- PK AcB -PK AcIB- PB AcSB- PB AcB - PB AcI-PKK AcS-PKK

AcI-PK AcS-PK

AcI-PB AcS-PB

Ac-PKK Ac-PK Ac-PB

Keterangan:

Ac-PKK : Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

AcT-PKK

: Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa pada kelompok PAM tengah yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

AcS-PKK

: Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.


(32)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

AcSA-PB : Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.4

Keterkaitan antara Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa (A)

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) AIA-PKK ASA- PKK AA-PKK AIA- PK ASA- PK AA-PK AIA- PB ASA- PB AA- PB Tengah (T) AIT-PKK AST- PKK AT- PKK AIT- PK AST- PK AT-PK AIT- PB AST- PB AT- PB Bawah (B) AIB-PKK ASB- PKK AB-PKK AIB- PK ASB- PK AB-PK AIB- PB ASB- PB AB- PB AI-PKK

AS-PKK AI-PK AS-PK AI-PB AS-PB

A-PKK A-PK A-PB

Keterangan:

A-PKK : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

AT-PKK : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa pada kelompok PAM tengah yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

AS-PKK : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

ASA-PB : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.5

Keterkaitan antara Pencapaian Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Pencapaian Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika (Mc)

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) McIA-PKK McSA-PKK McA-PKK McIA- PK McSA- PK Mc A-PK McIA-PB McSA- PB Mc A-PB

Tengah

McIT-PKK McST-PKK McT-PKK McIT- PK McST- PK McT -PK McIT- PB McST- PB McT -PB


(33)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

(B) PKK PKK PKK PK PK

B-PK PB PB B-PB McI-PKK McS-PKK

McI-PK McS-PK

McI-PB McS-PB

Mc-PKK Mc-PK Mc-PB

Keterangan:

Mc-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

McS-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

McB-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa kelompok PAM bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

McSA-PB

: Pencapaian motivasi belajar siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.

Tabel 3.6

Keterkaitan antara Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika

Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika (M)

Pembelajaran PKK PK PB

Level Sekolah Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S) Tinggi (I) Sedang (S)

P AM Atas (A) MIA-PKK MSA-PKK MA-PK K MIA- PK MSA- PK MA-PK MIA-PB MSA- PB MA-PB Tengah (T) MIT-PKK MST-PKK MT-PK K MIT- PK MST- PK MT-PK MIT- PB MST- PB MT-PB Bawah (B) MIB-PKK MSB-PKK MB-PK K MIB- PK MSB- PK MB-PK MIB- PB MSB- PB MB-PB MI-PKK MS-PKK

MI-PK MS-PK

MI-PB MS-PB

M-PKK M-PK M-PB

Keterangan:

M-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.

MS-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

MB-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa kelompok PAM bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual.

MSA-PB : Peningkatan motivasi belajar siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.


(34)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN di Kabupaten Cianjur. Pemilihan siswa SMP berkaitan dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan yaitu pembelajaran kontekstual kolaboratif dalam meningkatkan kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa. Materi aljabar yang baru dipelajari oleh siswa SMP dan mereka sedang mengalami kondisi perkembangan fisik dan psikologis pada masa transisi serta perkembangan kognitif dari konkrit ke formal sudah selayaknya mengikuti pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan teknik purporsive sampling. Peneliti mengambil masing-masing satu sekolah dari setiap level SMP yang diteliti, yaitu sekolah level tinggi dan sekolah level sedang. Penentuan level sekolah didasarkan pada prestasi yang diperoleh dalam ujian nasional pada tahun pelajaran 2012/2013. Pengambilan level tinggi dan sedang didasarkan pertimbangan bahwa kemampuan pemodelan dan abstraksi berpeluang akan lebih berhasil pada kedua level tersebut ketimbang diterapkan pada level sekolah rendah. Dari masing-masing sekolah dipilih tiga kelas secara acak kelas yang memilki jadwal tidak beririsan karena peneliti bertindak sebagai pengajar.

Berdasarkan pertimbangan pengambilan sampel di atas, maka langkah-langkah penentuan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Meminta daftar nama SMP/MTS Negeri se Kabupaten Cianjur ke Dinas Pendidkkan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur yang telah direngking berdasarkan total nilai ujian nasional (UN) empat mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA) tahun pelajaran 2012/2013. 2. Menentukan pengkategorian level sekolah dengan menggunakan kriteria yang

mengacu pada kriteria yang digunakan Kadir (2010). sebagai berikut. a. Sekolah level tinggi: total nilai UN ൒ X + 0,5 SB.

b. Sekolah level sedang: X -0,5 SB ൑ total nilai UN < X + 0,5 SB.


(35)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pelajaran 2012/2013 dengan memperhatikan kategori level di atas. 4. Mengambil satu SMP level tinggi dan satu SMP level sedang.

5. Mengambil tiga kelas VII pada masing-masing SMP terpilih yang jadwalnya tidak beririsan.

6. Menentukan secara acak kelas yang mendapat pembelajaran kontekstual kolaboratif (kelas 1), pembelajaran kontekstual (kelas eksperimen-2) dan kelas yang mendapat pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

Berdasarkan data Ujian Nasional (UN) SMP tahun pelajaran 2012/2013 (daftar SMP terdapat pada lampiran) diperoleh bahwa rata-rata total nilai (X )

empat mata pelajaran yang diujikan sebesar 32,68 dan Simpangan Baku (SB) sebesar 2,20. Dengan menggunakan aturan di atas, maka kategori level sekolah yang digunakan adalah:

Tabel 3.7

Kategori Level Sekolah

Level Sekolah Kriteria

Tinggi UN ≥ 33,78

Sedang 31,58 ≤ UN < 33,78

Rendah UN < 31,58

Sekolah yang dijadikan tempat pelaksanaan penelitian adalah SMP Negeri 1 Sukaluyu Kecamatan Sukaluyu kabupaten Cianjur (mewakili sekolah level tinggi) dan SMP Negeri 3 Cilaku Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur (mewakili sekolah level sedang). Ukuran sampel masing-masing kelompok disajikan pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.8

Sampel Penelitian Berdasarkan Level Sekolah

Level Sekolah Sekolah Kelompok Subyek Ukuran

Sampel

Level Sekolah Tinggi (51 SMPN)

SMP Negeri 1 Sukaluyu

Kelas 7D

(Kontekstual Kolaboratif)

36


(36)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

(Kontekstual) 7B (Konvensional)

33

Level sekolah Sedang (57 SMPN dan

15 SMPN Terbuka)

SMP Negeri 3 Cilaku

7C

(Kontekstual Kolaboratif)

36 7A

(Kontekstual)

35 7D

(Konvensional)

31

Jumlah Total 203

Berdasarkan informasi dari kedua sekolah tersebut menunjukkan bahwa penempatan siswa pada setiap kelas adalah sama, sehingga peneliti mengambil tiga kelas secara acak kelas pada setiap sekolah. Tiga kelas yang terpilih dari tujuh kelas yang ada di sekolah level tinggi yaitu SMPN 1 Sukaluyu adalah kelas 7D (36 siswa), 7C (32 siswa), dan 7B (33 siswa). Sedangkan tiga kelas yang terpilih dari lima kelas yang ada di sekolah level tengah yaitu SMPN 3 Cilaku adalah kelas 7A (35 siswa), 7C (36 siswa) dan 7D (31 siswa). Jadi banyaknya siswa yang terlibat dalam penelitian ini adalah 203 siswa.

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan dua jenis instrumen yaitu tes dan non-tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari seperangkat soal tes untuk mengukur pengetahuan awal matematika siswa, kemampuan pemodelan matematis siswa, dan kemampuan abstraksi matematis siswa. Sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes terdiri dari motivasi belajar siswa, pedoman wawancara, dan lembar observasi. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan.

1. Tes Pengetahuan Awal Matematika (PAM)

Pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Untuk mengukur pengetahuan awal matematika, peneliti menyusun seperangkat soal tes yang dibuat berdasarkan materi yang telah dipelajari oleh siswa yaitu penjumlahan bilangan bulat dan pecahan, pengurangan bilangan bulat dan pecahan, perkalian bilangan bulat dan


(1)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Cheng, A.K. (2001). Teaching Mathematical Modelling in Singapore Schools. Singapure: National Institute of Education

Cheng, A.K. (2010). Teaching and Learning Mathematical Modelling with Technology. Singapore: National Institute of Education. Nanyang Technological University.

Dreyfus, T.(2001). The Construction of Abstract Knowledge in Interaction. Proceeding of the 25th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. (Vol.2, pp.377-384). Utrecht, The Netherland: PME.

Departemen Pendidikan Nasional (2006). Contoh/Model Silabus Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas, ( 2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMA & MA. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang. ISBN 979-725-165-9

Depdiknas (2005). Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual. dalam Perangkat Peningkatan Mutu Pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: PT. Binatama Raya.

Depdiknas, (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Drachova, S.V., Hollingsworth, Jacobs, D., Krone, J., and Sitaraman, M. (2011). A Systematic Approach to Teaching Abstraction and Mathematical Modeling. Clemson University. School of Computing 100 McAdams. De Lange, J. (1989). Trends and Barriers to Applications and Modelling in

Mathematics Curricula. In W. Blum, M. Niss, I. Huntley, (Eds.). Modelling, Applications and Applied Problem Solving (pp.196-204). hichester: Ellis Horwood.

Dewanto, S.P. (2007). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis Mahasiswa melalui Belajar Berbasis-Masalah. Disertasi pada SPs-UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Ferrari, P. L. (2003). Abstraction in Mathematics. Dipartimento di Scienze e Tecnologie Avanzate, Universita` del Piemonte Orientale, corso T. Borsalino 54, 15100 Alessandria AL. Italy. [email protected].

Ferreira, D.H.L. & Jacobini, O.R. (2009). Mathematical modelling: From Classroom to the real world 35. Proceedings from Topic Study Group 21at the 11th International Congress on Mathematical Education in Monterrey, Mexico, July 6-13.


(2)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute. ISBN 90-73346-22-3.

Gallardo, P.C. (2008). Mathematical Applications and Modelling in the Teaching and Learning of Mathematics: Mathematical Models in the Context of Sciences. Proceedings from Topic Study Group 21 at the 11th International Congress on Mathematical Education in Monterrey, Mexico, July 6-13. Papers presented orally during the TSG21 sessions at ICME-11. p. 121-131.

Galbraith, P. (1995). Modelling, Teaching, Reflecting – What I have learned. In C. Sloyer, W. Blum, & I. Huntley (Eds.), Advances and Perspectives in the Teaching of Mathematical Modelling and Applications (pp.21-45). Yorklyn: Water Street Mathematics.

Gallegos, (2009). Differential equations as a tool for mathematical modelling in physics and 19 mathematics courses – A study of high school textbooks and the modelling processes of senior high students. Proceedings from Topic Study Group 21at the 11th International Congress on Mathematical Education in Monterrey, Mexico, July 6-13.

Heuvel-Panhuizen, M. (2003). The Didactical Use of Models in Realistic Mathematics Education: an Example from a Longitudinal Trajectory on Percentage. Educational Studies in Mathematics. 54: 9–35, the Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi PPS-UPI Bnadung. Tidak Diterbitkan.

Hadi, S. (2000). Teori Matematika Realistik-The Second Try Out of RME based INSET 2000. the Nederlands: University of Twente.

Johnson, E. B. (2007). Contextual Teacing & Learning: Menjadikan belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Mizan Media Utama. Kaur, B. & Dindyal, J. (2010). Mathematical Applications and Modelling.

Yearbook 2010, Association of mathematics educations @World

Scientific Publishing Co. Pte.Ltd.


(3)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Kato, et al. (2002). Young Childrens Representations of Groups of Objects: The Relationship Between Abstraction and Representations. Journal for Reseach in Mathematics Educations. Vol.33. No.1. 30-45.

Kemdikbud, (2013). Pedoman Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemdikbud, (2014). Matematika. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kurniawan, R. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi pada SPs UPI Bandung.

Kunandar, (2013). Penilaian Autentik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual Konep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama

Kadir, (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematik, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP. Disertasi pada SPs UPI Bandung.

Ludwig, M. & Xu B, (2005).A comparative study on mathematical modelling competences 197with German and Chinese students. Proceedings from Topic Study Group 21at the 11th International Congress on Mathematical Education in Monterrey, Mexico, July 6-13.2008

Maher, et.al. (2011). Sense Making as Motivation in Doing Mathematics: Results from Two Studies. The Mathematics Educator. Vol 20. No. 2. 33 – 43. Mueller, M., Yankelewitz, D., Maher, C. (2011). Sense Making as Motivation in

Doing Mathematics: Results from Two Studies. The Mathematics Educator 2011, Vol. 20, No. 2, pp.33–43.

Marshall, D.J. (2007). What is Mathematical Modelling? Exploring Prospective

Teachers’ Use of Experiments to Connect Mathematics to the Study of

Motion. Texas: El Paso University of Texas

Minium, E.W., King, B.M.,& Bear, G. (1992). Statistical Reasoning in Psychology and Education. (third ed.) New York: John Wiley & Sons, Inc.


(4)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Mitchelmore, M. & White, P. (2004). Abstraction in Mathematics and Mathematics Learning. Australia: Macquarie University Australian Catholic University.

Mitchelmore, M. & White, P. (2007). Abstraction in Mathematics Learning. Mathematics Education Research Journal 2007. Vol. 19, No. 2, 1–9. Maab, K. (2006). What are Modelling Competencies? University of Education,

Freiburg. ZDM Vol. 38 (2). Kunzenweg 21. D-79117 Freiburg. Germany, Email: [email protected]

NCTM, (2000). Principles and Standards for School Mathematics. www.ams.org/notices/200008/comm-ferrini.pdf. Download 2 April 2012.

NCTM, (2011). The Seventy-third Yearbook Editorial Panel invites the submission of articles for the NCTM Yearbook, Motivation and Disposition: Pathways to Learning Mathematics.

Nurhasanah, F. (2010). Abstraksi Siswa SMP dalam Belajar Geometri Melalui Penerapan Model van Hiele dan Geometers’ Sketchpad. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Noer, S.H.(2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Rflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Bandung: Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan

Ozmantar, M. F. & Monaghan, J. (2007). A Dialectical Approach to the Formation of Mathematical Abstractions. Mathematics Education Research Journal. University of Gaziantep University of Leeds. Vol. 19, No. 2, 89–112.

Ozmantar, M.F. (2005). Mathematical Abstraction: A Dialectical View. Proceedings of the British Society for Research into Learning Mathematics. University of Leeds: School of Education.

Ronda, E. (2012). What ia Mathematical Modeling. Mathematics for Teaching. http://math4teaching.com/ (diakses tanggal 9 oktober 2012).

Rojano, T. (2002). Mathematical Learning in the Junior Secondary School:

Students’ Access to Significant Mathematical Ideas. Handbook of International Research in Mathematics Education. ISBN0-8058-4205-5. h. 143-163.


(5)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Rohayati, A. (2005). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Matematika melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: IKIP Bandung

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi. Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi. Sabandar, J. (2005). Pertanyaan Tantangan dalam Memunculkan Berpikir Kritis

dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Disajikan pada Seminar MIPA di JICA: tidak diterbitkan.

Sardiman, A. M. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suherman dan Kusumah (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sudjana (1992). Metoda Statistika. Bandung: Sinar Baru.

Suryanto, dkk. (2010). Sejarah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Yogyakarta: Ditjen Dikti Kemendiknas.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Supriadi (2010). Mengembangkan Kemampuan dan Disposisi Pemodelan serta Berpikir Kreatif Matematik Mahasiswa PGSD melalui Pembelajaran Kontekstual Berbasis Etnomatematika. Disertasi pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Tata, 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Suryadi,D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

To, K. (1996). Mengenal Analisis Tes. Bandung: FIP IKIP Bandung.

Uno, H. B. (2011). Teori Motivasi & Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara. Widjajanti, D.B. (2010). Analisis Implementasi Strategi Perkuliahan Kolaboratif

Berbasis Masalah dalam Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, dan Keyakinan Terhadap Pembelajaran Matematika. Disertasi pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

White, P. & Mitchelmore, M. (2007). Teaching for Abstraction: Then and Now. ACU National. ([email protected]). Macquarie University. ([email protected]).