Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang T1 462008024 BAB IV

(1)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Desa Polobogo

Secara topografis desa Polobogo adalah desa di kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, propinsi Jawa Tengah. kecamatan ini berada di kaki gunung Merbabu dan di bawah puncak Telomoyo. Wilayah desa berada pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 2000 mm per tahun, serta memiliki suhu rata-rata harian 33º C.

Wilayah administrasi desa Polobogo diapit oleh dua pemerintahan, yakni kabupaten Semarang dan kota Salatiga. Batas wilayah Desa Polobogo sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tuntang, di sebelah timur berbatasan dengan kota Salatiga, di sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Banyubiru dan di sebelah selatan berbatasan dengan desa Sumogawe. Wilayah desa terbagi menjadi sembilan dusun yaitu dusun Polobogo, dusun Metes/Gompyong, dusun Sodong, dusun Clowok, dusun Kebonpete, dusun Karangombo, dusun Blongoran, dusun Breyon, dan dusun Krasak. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.1 dibawah ini.


(2)

31 Gambar 4.1

PETA DESA POLOBOGO

Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Skala 1:6500

Keterangan :

Puskesmas Pembantu Desa Polobogo

: Kantor Desa :

Posyandu : Gereja :

1. Posyandu Melati 1 Jembatan :

2. Posyandu Melati 2

3. Posyandu Melati 3 Masjid :

4. Posyandu Mawar 1 Sekolahan : M

5. Posyandu Mawar 2 Kuburan :

6. Posyandu Mawar 3 Batas Desa :

7. Posyandu Bugenvil 1 Jalan Propinsi : 8. Posyandu Bugenvil 2 Jalan Desa : 9. Posyandu Bugenvil 3 Jalan Dusun :

Sumber : Kantor Kepala Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang

Kec. Banyubiru

Kec. Tuntang

Kota Salatiga

Desa Sumogawe

Desa Manggihan


(3)

32 Total penduduk desa Polobogo berjumlah 4.456 jiwa, mereka tersebar di sembilan dusun. Penduduk terbanyak berada di dusun Polobogo yang juga menjadi pusat pemerintahan (Krajan).

Tabel 4.1

Sebaran Jumlah Penduduk Menurut Dusun

No. Nama Dusun Kepala Keluarga

Jumlah %

1. Polobogo 273 21.67

2. Metes 99 7.86

3. Sodong 115 9.13

4. Clowok 153 12.14

5. Kebonpete 187 14.84

6. Karangombo 130 10.32

7. Blongaran 110 8.73

8. Breyon 121 9.60

9. Krasak 72 5.71

Total 1260 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang

Dilihat dari tingkat pendidikan, penduduk desa polobogo adalah kebanyakan tamatan SD (42,10%) disusul tamatan SLTP (18,22%). Dari perkembangnya terlihat adanya keinginan penduduk desa Polobogo untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi dilihat dari adanya lulusan S1 sebanyak 11 orang (0,25%), seperti pada Tabel 4.2.


(4)

33 Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Penduduk

Satuan (Orang) %

1. Belum Sekolah 322 7.23

2. Tidak Pernah Sekolah 218 4.89

3. Tidak Tamat SD 628 14.09

4. SD 1876 42.10

5. SLTP 812 18.22

6. SLTA 535 12.01

7. D1 31 0.69

8. D2 4 0.09

9. D3 19 0.43

10. S1 11 0.25

Total 4456 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang

4.1.2 Fasilitas Kesehatan di Desa Polobogo

Desa Polobogo memiliki satu Puskesmas Pembantu yang berada di depan kantor kepala desa, dusun Polobogo. Tenaga kesehatan di puskesmas pembantu dusun Polobogo berjumlah satu orang yakni bidan desa. Puskesmas Pembantu di dusun Polobogo merupakan cabang dari Puskesmas di kecamatan Getasan yang berjarak 15 km dari desa Polobogo yang memiliki sembilan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Pelaksanaan Posyandu dilakukan oleh kader yang merupakan anggota masyarakat yang bersedia untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu secara sukarela. Jumlah kader dari masing-masing posyandu yaitu berjumlah 5 orang. Namun ada satu dusun yang kader posyandunya hanya berjumlah 4 orang yaitu dusun Metes/Gompyong.


(5)

34 Adapun bentuk kegiatan dari masing-masing posyandu yakni cek kesehatan ibu dan anak (KIA), imunisasi, penimbangan berat badan balita, ukur tinggi badan balita dan memberikan program tambahan kepada lansia seperti cek gula darah, cek tekanan darah, dan konsultasi kesehatan.

Sarana kesehatan lainnya di desa Polobogo yaitu adanya satu BPS (bidan praktek swasta) yang merupakan bentuk usaha bidan dalam mendirikan dan menjalankan praktek pribadi di rumah. Adapun bentuk pelayanan kesehatan di BPS yakni pemeriksaan kandungan, calon ekseptor KB, melahirkan, dan imunisasi.


(6)

35

4.2 Profil Riset Partisipan Penelitian

Secara umum identitas dari kesepuluh riset partisipan ditunjukkan dalam bentuk tabel 4.3 dibawah ini.

No. Identitas Umur Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan Usia

Pernikahan

Jumlah anak

1 Ibu PH 26

Tahun

Polobogo Islam SMP Ibu Rumah

Tangga

9 tahun 2

2 Ibu KH 32

Tahun

Polobogo Islam SD Ibu Rumah

Tangga

11 tahun 2

3 Ibu CH 33

Tahun

Polobogo Islam SMA Ibu Rumah

Tangga

15 tahun 2

4 Ibu SR 23

Tahun

Polobogo Islam SMA Ibu rumah

tangga dan Bertani

6 tahun 2

5 Ibu MG 32

Tahun

Polobogo Islam SMP Ibu Rumah

Tangga

6 tahun 2

6 Ibu MT 26

Tahun

Sodong Islam SD Ibu Rumah

Tangga

10 tahun 2

7 Ibu NM 46

Tahun

Sodong Islam Tidak

Sekolah

Ibu Rumah Tangga

25 tahun 3

8 Ibu MR 23

Tahun

Sodong Islam SMP Ibu Rumah

Tangga

4 tahun 1

9 Ibu ST 30

Tahun

Sodong Islam SD Ibu Rumah

Tangga

11 tahun 1

10 Ibu EN 19

Tahun

Sodong Islam SMP Ibu Rumah

Tangga


(7)

36 Rentang umur ibu menyusui diantara 19-46 tahun. Dari hasil penelitian kepada 10 ibu menyusui pada dasarnya umur tidak mempengaruhi ibu menyusui dalam pemberian ASI. Pekerjaan 10 riset partisipan dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga, sehingga memiliki waktu yang banyak bersama bayinya. Riset partisipan pada umumnya memiliki 2 anak, namun ada satu ibu menyusui yang memiliki 3 anak, dan 3 ibu menyusui memiliki 1 anak dalam keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian kepada 10 ibu menyusui yaitu semakin banyak jumlah balita yang dimiliki, perilaku ibu menyusui dalam hal pemberian ASI semakin baik. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman menyusui sebelumnya.

Jumlah riset partisipan penelitian berpendidikan SMA ada 2 orang, SMP ada 4, SD ada 3, dan tidak menempuh pendidikan formal hanya ada satu riset partisipan. Berdasarkan hasil penelitian, pendidikan terakhir 10 ibu menyusui ternyata tidak terlalu mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku mereka dalam hal menyusui.


(8)

37

4.3 Profil Anak Riset Partisipan

Rentang umur anak riset partisipan antara 2 bulan sampai 1 tahun. Jumlah anak dengan jenis kelamin laki-laki ada 7 anak, sedangkan 3 lainnya adalah perempuan seperti tampak pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Profil Anak Riset Partisipan No Identitas

anak

Jenis Kelamin

Tempat Tanggal

lahir Umur anak Tempat dan penolong persalinan

Antropometri BB dan

TB Lahir

1 DD Laki-laki Polobogo, 9-11-2011 7 Bulan BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 9 kg TB : 67 cm

BB : 3300 gram TB : 48 cm

2 RY Perempuan Polobogo, 4-8-2012 2 Bulan BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 6,4 kg TB : 60 cm

BB : 2800 gram TB : 40 cm

3 BE Perempuan Polobogo,12-12-2011 1 Tahun BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 8,5 kg TB : 66 cm

BB : 2700 gram TB : 50 cm

4 PA Laki-laki Polobogo, 19-3-2011 1 Tahun BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 9,6 kg TB : 69 cm

BB : 3000 gram TB : 49 cm

5 LE Perempuan Polobogo, 19-8-2011 1 Tahun BPS

Isnaningisih,

BB : 10,3 kg TB : 68 cm

BB : 3300 gram


(9)

38

Bandungan, Banyubiru

TB : 48 cm

6 AG Laki-laki Sodong, 18-8-2011 1 Tahun BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 8,7 Kg TB : 62 cm

BB : 3600 gram TB : 51 cm

7 AD Laki-laki Sodong, 3-3-2011 1 Tahun BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 8,4 kg TB : 65 cm

BB : 3100 gram TB :49 cm

8 TI Laki-laki Sodong, 26-12-2011 1 Tahun BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 9,7 kg TB : 68 cm

BB : 2600 gram TB : 44 cm

9 FR Laki-laki Sodong, 15-4-2012 5 Bulan BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 6,9 kg TB : 57 cm

BB : 3000 gram TB : 48 cm

10 FY Laki-laki Sodong, 26-11-2011 1 Tahun BPS

Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru

BB : 5 kg TB : 63 cm

BB : 2400 gram TB : 48 cm


(10)

39

4.4 Hasil Penelitian

Pada bagian ini peneliti melakukan analisa data berdasarkan hasil wawancara dan observasi kepada 10 riset partisipan, yang diwakili 5 dari dusun Polobogo dan 5 dari dusun Sodong, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, dari tanggal 12 Januari sampai 22 Oktober 2012. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti menentukan tema-tema dari jawaban setiap riset partisipan. Pertama, dari segi pengetahuan yakni manfaat mengenai manfaat menyusui, dampak tidak menyusui, hambatan yang dialami selama menyusui, posisi menyusui, frekuensi menyusui, waktu menyusui. Kedua, dari segi sikap yakni motivasi menyusui, rasa percaya diri ibu dalam menyusui, keluarga, dan pekerjaan ibu. Ketiga, dari segi tindakan yakni posisi menyusui, frekuensi menyusui dan waktu menyusui.

Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisa deskriptif kualitatif. Untuk memudahkan peneliti dan pembaca, hasil analisa data dibuat secara terpisah untuk setiap riset partisipan yang akan dimulai dari riset partisipan pertama yaitu Ibu PH, kedua ibu KH, ketiga ibu CH, keempat ibu SR, kelima ibu MG, keenam ibu MT, ketujuh ibu NM, kedelapan ibu MR, kesembilan ibu ST, dan kesepuluh ibu EN.


(11)

Untuk mengetahui status gizi anak, peneliti menggunakan pengukuran antropometri yakni berat badan, tinggi badan, dan umur. Kemudian peneliti menentukan status gizi menggunakan standar WHO 2005 seperti tampak pada tabel 2.

Tabel 4.5. Klasifikasi IMT menurut WHO 2005

Kategorisasi BB/U

Z-Score Klasifikasi

< -3,0 Gizi Buruk

>-3,0 sampai dengan <-2,0 Gizi Kurang

>-2,0 sampai dengan <2,0 Gizi Baik

Z-score >2,0 Gizi Lebih

Kategori TB/U

< -3,0 Sangat Pendek

>-3,0 sampai dengan <-2,0 Pendek

>=-2,0 Normal

Kategorisasi BB/TB

< -3,0 Sangat Kurus

>-3,0 sampai dengan <-2,0 Kurus

>-2,0 sampai dengan <=2,0 Normal


(12)

40

4.4.1 Ibu PH

Peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap ibu PH pada tanggal 6-8 Juli 2012. Ibu PH merupakan riset partisipan pertama yang peneliti kunjungi. Adapun ciri-ciri fisik dari ibu PH adalah tinggi badan ± 150 cm, berkulit putih, berambut hitam dan lurus, bertubuh agak gemuk. Ibu PH berusia 26 tahun, pendidikan terakhir yang ibu PH tempuh adalah SMP. Dalam kesehariannya ibu PH bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang kayu dan mereka mempunyai 1 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Anak perempuan ibu PH berusia 8 tahun sedangkan anak laki-lakinya berusia 8 bulan.

Ibu PH berkomitmen untuk memberikan ASI terhadap anaknya sejak awal kehamilan anak pertamanya. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang didapatkannya dari orangtua, bidan, dan masyarakat sekitar. Akan tetapi, komitmen ibu PH tersebut terkendala karena dirinya tidak dapat memberikan ASI pasca melahirkan kepada anak pertamanya yang disebabkan oleh faktor alami yakni produksi ASI yang terhambat selama 4 hari pasca melahirkan. Untuk mengatasi kendala tersebut, hal pertama yang ibu PH lakukan sambil menunggu produksi ASInya lancar adalah memberikan anaknya susu formula. Cara ibu PH melancarkan ASI menurut pengalaman orangtuanya (ibu kandungnya) adalah dengan mengkonsumsi daun papaya.


(13)

Pertama, anak ibu PH bernama DD, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 7 bulan. Hasil pengukuran antropometri berat badan 9 kg serta tinggi badan 67 cm. peneliti menentukan status gizi menggunakan standar WHO 2005.

Tabel 4.6 Status gizi bayi DD

Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi

BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 SD 0,41 Gizi baik

TB/U >-2,0 SD -1,62 Normal

BB/TB -2,0 sampai dengan <2,0 SD 1,79 Normal

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa DD berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan Z-Score >-2,0 sampai dengan <2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing >-2,0 SD dan -2,0 sampai dengan <2,0 yang berarti DD memiliki status gizi normal. Kedua, anak ibu KH bernama RY, berjenis kelamin perempuan dan berumur 2 bulan. Hasil pengukuran antropometri berat badan 64 kg dan tinggi badan 60 cm.

Tabel 4.7 Status gizi bayi RY

Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi

BB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 SD 2,51 Gizi kurang

TB/U >-2,0 SD 2,42 Normal

BB/TB -2,0 sampai dengan <=2,0 SD 0,92 Normal

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa RY berada dalam kategori gizi kurang menurut indeks BB/U dengan

Z-Score >-3,0 sampai dengan <-2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing

>-2,0 SD dan -2,0 sampai dengan <2,0 yang berarti RY memiliki status gizi normal. Ketiga, anak ibu CH bernama BE, berjenis kelamin perempuan dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 8,5 kg dan tinggi badan 66 cm.


(14)

Tabel 4.8 Status gizi bayi BE

Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi

BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 0,20 Gizi baik

TB/U >-2,0 -1,85 Normal

BB/TB -2,0 sampai dengan <2,0 1,61 Normal

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa BE berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan Z-Score >-2,0 sampai dengan <2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing >-2,0 SD dan -2,0 sampai dengan <=2,0 yang berarti BE memiliki status gizi normal. Keempat, anak ibu SR bernama PA, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 9,6 kg dan tinggi badan 69 cm.

Tabel 4.9 Status gizi bayi PA

Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi

BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 -1,20 Gizi baik

TB/U < -3,0 -4,96 Sangat pendek

BB/TB -2,0 sampai dengan <2,0 1,87 normal

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa PA berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan Z-Score >-2,0 sampai dengan <2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing < -3,0 dan -2,0 sampai dengan <2,0 yang berarti PA memiliki status gizi sangat pendek dan normal untuk BB/TB. Kelima, anak ibu MG bernama LE, berjenis kelamin perempuan dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 10,3 kg dan tinggi badan 68 cm.


(15)

Tabel 4.10 Status gizi bayi LE

Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi

BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 0,89 Gizi baik

TB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 -2,84 Pendek

BB/TB >2,0 2,97 Gemuk

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa LE berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan Z-Score >-2,0 sampai dengan <2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing >-3,0 sampai dengan <-2,0 dan >2,0 yang berarti LE memiliki status gizi pendek dan gemuk untuk BB/TB. Keenam, anak ibu MT bernama AG, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 8,7 kg dan tinggi badan 62 cm.

Tabel 4.11 Status gizi bayi AG

Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi

BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 -0,41 Gizi baik

TB/U < -3,0 -4,82 Sangat pendek

BB/TB >2,0 3,37 Gemuk

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa AG berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan Z-Score >-2,0 sampai dengan <2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing < -3,0 dan >2,0 yang berarti AG memiliki status gizi sangat pendek dan gemuk untuk BB/TB. Ketujuh, anak ibu NM bernama AD, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 8,4 kg dan tinggi badan 65 cm.


(16)

Tabel 4.12 Status gizi bayi AD

Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi

BB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 -2,58 Gizi kurang

TB/U < -3,0 -6,70 Sangat pendek

BB/TB -2,0 sampai dengan <2,0 1,72 Normal

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa AD berada dalam kategori gizi kurang menurut indeks BB/U dengan >3,0 sampai dengan <2,0. Sementara untuk Zscore untuk indeks TB/U dan BB/TB masingmasing <>3,0 dan -2,0 sampai dengan <-2,0 yang berarti AD memiliki status gizi sangat pendek dan normal untuk BB/TB. Kedelapan, anak ibu MR bernama TI, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 9,7 kg dan tinggi badan 68 cm.

Tabel 4.13 Status gizi bayi TI

Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi

BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 0,60 Gizi baik

TB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 -2,15 Pendek

BB/TB >2,0 2,31 Gemuk

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa TI berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan >-2,0 sampai dengan <2,0. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing >-3,0 sampai dengan <-2,0 dan >2,0 yang berarti TI memiliki status gizi pendek dan gemuk untuk BB/TB. Kesembilan, anak ibu ST bernama FR, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 5 bulan. Hasil pengukuran antropometri berat badan 6,9 kg dan tinggi badan 57 cm.


(17)

Tabel 4.15 Status gizi bayi FR

Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi

BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 -1,33 Gizi baik

TB/U < -3,0 -5,06 Sangat pendek

BB/TB >2,0 3,36 gemuk

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa FR berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan >=-2,0 sampai dengan <>=-2,0. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing < -3,0 dan >2,0 yang berarti TI memiliki status gizi sangat pendek dan gemuk untuk BB/TB. Kesepuluh, anak ibu EN bernama FY, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 5 kg dan tinggi badan 63 cm.

Tabel 4.16 Status gizi bayi FY

Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi

BB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 -5,19 Gizi kurang

TB/U < -3,0 -4,90 Sangat pendek

BB/TB < -3,0 -3,81 Sangat kurus

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa FY berada dalam kategori gizi kurang menurut indeks BB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing < -3,0 dan >-3,0 yang berarti FY memiliki status gizi sangat pendek dan sangat kurus untuk BB/TB.


(18)

41 Walaupun produksi ASI ibu PH sudah lancar, ibu PH tetap mengkombinasikan antara ASI dan makanan pendamping ASI, seperti susu formula dan bubur bayi dengan merek SUN karena anak pertamanya sudah terbiasa dengan susu formula, akan tetapi anak pertama ibu PH lebih suka mengkonsumsi susu formula dibandingkan ASI.

“Aku sudah komitmen pas mengandung anak pertama untuk menyusui. Karena kata orangtuaku dan masyarakat di sini menyusui itu sudah menjadi kebiasaan di desa, bidan juga mengatakan bahwa ASI bermanfaat untuk kesehatan bayi” (A6) “Makanya dek Dila (menyebutkan nama anak pertama subjek) juga menyusui tetapi diselingi dengan susu formula dan sun karena air tetek (red:ASI) saya baru keluar hari keempat setelah lahirke Dila. Setelah ASI keluar, dek Dila malah ndak terlalu suka dan selalu menolak dengan di muntahin gitu mbak, tapi tetap aku kasih dikit-dikit ASInya. Karena dek Dila nda suka ASI, jadi tak kasih susu formula dan sun. Kalo susu formula dan sun cepat di minum sama dia mbak” (A10)

Berbeda dengan pengalaman bersama anak pertamanya, ibu PH sudah bisa memberikan ASI kepada anak keduanya 30 menit pasca melahirkan. Memasuki usia 8 bulan, anaknya mulai diperkenalkannya dengan makanan pendamping ASI seperti susu formula dan bubur bayi merek SUN, akan tetapi selama perkenalan dengan makanan pendamping ASI tersebut anak ibu PH selalu menolaknya dengan cara memuntahkan kembali apa yang dikonsumsinya selain ASI. Berikut pernyataan wawancara yang mendukung informasi tersebut.

“Setelah melahirkan, sekitar 30 menit bidannya kasih dedek ke aku untuk menyusui dedek. Sampai sekarang usia 7 bulan, Dedek masih menyusui, makanya berat badannya juga setiap ditimbang ikut Posyandu itu ndak pernah turun sekarang aja udah bisa jalan tapi satu dua langkah jatuh kayak gitu” (A8)


(19)

42

“Dedek (menyebutkan anak kedua subjek) dari lahir sampai sekarang umur 8 bulan masih ASI. Ga mau diberi susu formula sama nestle. Kalo diberi langsung dimuntahin sama Dedek” (A10)

Hasil Observasi yang mendukung pernyataan diatas yaitu saat peneliti datang berkunjung, ibu PH selalu menyediakan makanan dan minuman seperti teh dan makanan ringan lainnya. Ibu PH juga meminta anaknya untuk minum juga tapi anaknya selalu menolak dengan menggelengkan kepalanya.

4.4.1.1 Manfaat menyusui

Ibu PH mengatakan bahwa pengetahuannya akan manfaat menyusui didapatkan dari buku Kartu Menuju Sehat (KMS), penyuluhan dari bidan desa serta pengalamannya menyusui anak-anaknya. Menurutnya manfaat dari menyusui adalah anak keduanya jarang terkena sakit. Sebab baginya ASI bagus untuk bayi, merupakan makanan utama dan harus diberikan. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Saya taunya dari buku KMS, dari bidan desa yang beri penyuluhan waktu Posyandu dan pengalaman memberi ASI dari anak pertama dan kedua ini” (A1.6)

“..Manfaatnya Dedek jarang sakit mba karena air tetek kan bagus untuk bayi dan juga merupakan makanan utama untuk anak mba jadi harus diberikan..” (A10)

Selain anak keduanya jarang sakit, ibu PH juga merasakan ada manfaat lain dari menyusui tersebut yakni tidak mudah cerewet atau menangis, memiliki kemampuan belajar dalam hal berjalan dengan cepat dan lincah, duduk dengan cepat, berbicara atau berkomunikasi dengan cepat dan cukup jelas. Sehingga ibu PH


(20)

43 menyimpulkan bahwa seseorang anak tidak akan kekurangan gizi jika diberikan ASI. Dari segi lain, ibu PH mengatakan bahwa ASI dapat menghemat pengeluaran belanja rumah tangga, seperti pembelian akan susu formula.

“Ya selain jarang sakit, Dedek juga tidak rewel, cepat berjalan, duduk dan lincah anaknya mbak sama cepat bicara. Kaya dedek Kalo manggil-manggil saya biasanya “Ibu” (sambil menirukan gaya anaknya), kalo panggil bapak “Bapak” atau kalo mbahnya (neneknya) “mbah” atau kalo mau netek biasanya “mam” gitu mbak (sambil tertawa terkekeh) (A10.2)

“Lebih pintar anaknya mbak yah seperti cepat berjalan, duduk dan bicara itu mbak” (A10.3)

“Manfaatnya bagi saya itu lebih hemat dan lebih irit mbak jadi ga perlu keluar keluar duit lagi untuk beli susu formula” (A10.4).

Manfaat menyusui juga dapat dirasakan oleh ibu PH sendiri melalui penurunan berat badannya, di mana sewaktu sedang mengandung dirinya mempunyai berat badan 60 kg dan sejak dirinya mulai memberikan ASI berat badannya turun 10 kg. Di bawah ini pernyataan ibu PH akan hal di atas.

“…dan waktu hamil dan setelah melahirkan badan saya gemuk kan mba sampe 60 kg tapi setelah saya menyusui saya kurus lagi sekarang udah 50 kg sewaktu nyusui Dila juga seperti itu dan menyusui Dedek ini juga sama dan tetek (payudara) saya juga nda sakit mba” (A10)

Berdasarkan observasi terhadap aktivitas ibu PH dan anaknya. Peneliti mendapatkan data bahwa pengetahuan ibu PH sebagian besar diperoleh dari pengalamannya selama menyusui anak pertama dan anak kedua. Hal tersebut peneliti lihat lewat tingkah laku keaktifan anak pertama yang berbeda dengan anak kedua. Anak pertama tingkah lakunya cenderung pasif dari pada


(21)

44 anak kedua yang aktif. Sebagai contoh ketika peneliti datang anak kedua lebih akrab dan aktif bermain dengan peneliti dibandingkan anak pertama yang malu-malu bila diajak bermain dengan peneliti; dalam hal mengungkapkan sesuatu tingkah laku anak pertama malu-malu untuk mengungkapkan kalau dia ingin peneliti menyisir rambutnya sedangkan anak kedua tidak ragu untuk meminta untuk digendong dan dipangku oleh peneliti.

Peneliti : “ Ade sini kaka sisir rambutnya, kan mau pergi ke ulang tahun temanya yah?”

Ibu PH : “Ooo mau mbak kata Dila disisir sama mbak tapi dia malu-malu untuk bilang ke mbak. sana duduk samping mbaknya kalau mau disisir ini ikat rambutnya dek dibawa”

4.4.1.2 Dampak tidak menyusui

Berdasarkan pengalaman ibu PH selama menyusui anak-anaknya ternyata ada perbedaan dampak dari tidak memberikan ASI sejak awal kelahiran, di mana anak pertamanya yang baru bisa diberikan ASI setelah 4 hari pasca melahirkan dan diberikan susu formula memiliki kemampuan belajar akan berjalan dan berbicara yang lama dan lambat dan mudah terkena penyakit sedangkan anak keduanya yang dapat diberikannya ASI 30 menit pasca melahirkan memiliki kemampuan belajar yang jauh berbeda dengan anak pertamanya tersebut, seperti kemampuan belajar akan berjalan sudah mulai terlihat walaupun sedikit demi sedikit, dan lincah bahkan tercipta hubungan yang lebih erat (kontak batin) terhadap dirinya. Sebab sebelum ibu PH memiliki anak kedua, di


(22)

45 mana pada saat itu anak pertamanya berusia 1 tahun 5 bulan dirinya memilih untuk bekerja di sebuah pabrik rokok di Ambarawa sehingga anak pertamanya lebih dekat dengan neneknya. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut

“Anak pertama saya bisa berjalannya lama, kalo anak kedua umur 7 bulan aja sudah bisa berjalan sedikit-sedikit, anaknya lincah, kalo lagi mau ngolek bumbu (menghaluskan bumbu) di dapur dan Dedek ada pasti dilempar sama dia mbak” (A11) “Mudah sakit mbak, kaya dek Dila kan lebih banyak minum susu formula jadi kalo di kampung lagi musim demam atau flu dek Dila pasti sakit juga kalo dedek ini ga mudah sakit mbak, tahan gitu tubuhnya itu mbak dan juga saya sama anak kedua tambah sayang bukan berarti ga sayang sama anak pertama hanya saja karena menyusui ke sayanya lebih lama jadi hubungan saya ke anak kedua lebih erat mbak, kalo anak pertama kan dia dari umur 4 hari sudah susu formula sama nasi yang dibuat bubur dan dila umur 1 tahun 5 bulan saya sering tinggalin sama ibu saya karena saya bekerja jadi karyawan pabrik rokok di Ambarawa mbak ”(A11.1)

“ASIkan makanan utama kan mbak yang udah ada ditiap perempuan, kayak aku merasakan kalo dia sakit gitu aku pasti tau kalo dia sakit, sama gimana yah mbak kayak ada kontak batin antara aku dan anak kedua” (A11.2)

“Jalannya sama bicaranya termasuk lambat mbak ga lincah kaya adeknya ini” (A11.3)

Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap aktivitas ibu PH dan anaknya. Peneliti mendapatkan data bahwa pengetahuan ibu PH mengenai dampak anak tidak diberi ASI diperoleh dari pengalaman ibu PH selama menyusui anak kedua dan anak pertama yang diberi ASI bersamaan dengan susu formula. Hal tersebut peneliti dapat lihat dari kemampuan berdiri, berjalan, berlari dan duduk serta kemampuan anak ibu PH yang kedua mengangkat asbak rokok yang terbuat dari tanah liat dengan kuat dengan usianya yang baru 7 bulan.


(23)

46 4.4.1.3 Hambatan yang dialami selama menyusui

Selama proses menyusui banyak hambatan yang dialami oleh Ibu PH. Pertama, ASInya yang tidak keluar selama 4 hari pasca melahirkan anak pertamanya. Menurut ibu PH, hal tersebut merupakan sesuatu yang biasa terjadi pada setiap wanita. Pengetahuan akan hal tersebut didapatkannya dari ibu kandungnya yang mengatakan kepadanya ketika dia bertanya mengenai hambatan tersebut.

“Ada mba, ASI saya keluarnya 4 hari setelah melahirkan jadi saya ga bisa kasih ASI hari pertama” (A12)

“Mungkin karena baru pertama kali menyusui. Ibu saya juga mengatakan hal demikian bahwa perempuan yang baru pertama kali menyusui pasti sulit untuk mengeluarkan ASI dalam beberapa hari” (A12.1)

Untuk mengatasi hambatan tersebut demi menjaga anak pertamanya dari kekurangan gizi, ibu PH memberikan susu formula sambil menunggu ASI selama 4 hari. Setelah itu, ibu PH memberikan anak pertamanya ASI sambil diselingi dengan susu formula. Kemudian anak pertamanya lebih menyukai mengkonsumsi susu formula dibandingkan ASI. Sehingga setiap kali ibu PH memberikan ASI kepada anak pertamanya pasti selalu ditolaknya. Kedua, hambatan yang lainnya selama proses pemberian ASI adalah anak pertamanya yang lebih senang menyusui di payudara sebelah kanan daripada payudara sebelah kiri karena menurut anaknya tersebut ASI ibu PH pahit. Hal tersebut terjadi karena menurut hasil pemeriksaannya di salah satu rumah


(24)

47 sakit di Ambarawa, terdapat tumor di payudara sebelah kirinya. Dampaknya kemudian ibu PH tidak bisa memberikan ASI melalui payudara bagian kiri. Alternatif dari hambatan tersebut adalah ibu PH melakukan operasi pengangkatan tumor. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Saya kasih susu formula aja, tapi setelah 4 hari baru ASI saya keluar dan tak susuin ke anak tapi susu formula juga iya diberikan karena anaknya sudah itu terbiasa sama susu formula. Oh ia mbak Sama kalo nete dilanya cuma netek di tetek saya yang sebelah kiri ga mau yang sebelah kanan, jadi dulu saya pernah dioperasi” (A12.2)

“Kata dokternya itu ada tumor, karena ga disusui ke Dila jadinya dioperasi tapi sekarang sudah sembuh” (A12.3)

“Aku juga ga tau mbak, mungkin pait kali mbak, karena ada tumor” (A12.4)

Hambatan yang ketiga dialami oleh Ibu PH adalah puting payudaranya yang lecet karena digigit oleh anaknya pada saat proses menyusui dan menyebabkan ibu PH harus menahan rasa sakit pada saat menyusui kepada anak-anaknya. Usaha Ibu PH untuk mengatasi hambatan tersebut adalah mengoleskan minyak goreng tepat di puting yang mengalami lecet tersebut. Hambatan tersebut ternyata dialaminya lebih parah ketika memberikan ASI kepada anak keduanya karena anak keduanya tersebut lebih sering membuat puting payudaranya lecet hingga membuat puting payudara Ibu PH tidak cepat sembuh. Walaupun mengalami hambatan yang demikian ibu PH tetap berusaha menyusui anak-anaknya sambil menahan rasa sakit di area puting payudaranya tersebut.


(25)

48

“Ada mbak puting saya pernah lecet digigit dedek waktu menyusui karena gregetan giginya yang baru mau tumbuh jadinya puting saya keiikut digigit gigit gitu sampe lecet jadi kalo menyusui sakit rasanya” (A12.8)

“Waktu itu saya kasih minyak goreng mbak lalu saya oleskan di putting tetek saya dan cepat sembuh terus lecet lagi saya tetap menyusui mbak sambil menahan sakit waktu menyusuinya, ya mau bagaimana lagi kalo ga disusui kasian anaknya saya ga tega karena ASI kan makanan utama mereka mbak dan kalo dikasih tetek saya jadi bengkak karena penuh kalo gitu jadinya sakit mbak ja di harus dikasih mbak” (A12.9)

4.4.1.4 Posisi menyusui

Berdasarkan pengalamannya bersama anak keduanya, pengetahuan Ibu PH akan posisi menyusui adalah berbaring dipangkuannya karena anak keduanya dapat merasa nyaman dan bahkan hingga tertidur.

“Menurut pengalaman saya menyusui anak pertama yah mba, adeknya ini merasa nyaman menyusui dengan posisi berbaring baik di pangkuan saya sampai tertidur pulas, setelah itu baru saya pindahin ke kasur” (A13)

“Ho’oh senangnya baring mbak biar langsung tidur, tapi yah kadang ndak langsung tidur juga biasa habis nenen itu langsung maen sama mbaknya” (A13.1)

Posisi pada saat pemberian ASI biasanya disesuaikan dengan kenyamanan ibu PH dengan anak keduanya. Berikut informasi yang mendukung. Pertama, anak keduanya lebih menyukai posisi berbaring dan duduk pada saat menyusui karena anak keduanya merasa nyaman. Selama proses menyusui baik dengan posisi menyusui berbaring maupun yang lainnya ibu PH dengan spontan menepuk-nepuk punggung belakang anak keduanya. Ibu PH beralasan bahwa hal tersebut dapat menambah kenyamanan anak keduanya pada saat menyusui. Apabila merasa


(26)

49 kelelahan dengan posisi menyusui berbaring, ibu PH akan merubah posisi menyusuinya menjadi berdiri sambil menggendong anak keduanya. Walaupun anak keduanya tidak menyukai posisi menyusui berdiri karena bagi anak keduanya posisi tersebut tidak membuatnya nyaman. Cara anak keduanya menyatakan ketidaknyamanannya adalah menolak puting payudara ibu PH yang dimasukkan ke dalam mulutnya.

“Kalo Dedek itu mbak kadang-kadang ga suka digendong maunya berbaring sama duduk aja, jadi kalo digendong dia nolak putting susu yang masuk ke dalam mulutnya mbak kalo dibawa duduk baru anteng anaknya mbak (tidak rewel)” (C10)

“Iya mba, kalo tiduran kan bisa langsung tidur dia mba, jadi ga capek. Tapi juga bisa sambil duduk (Sambil memperaga pada anaknya yang baru bangun tidur yaitu dengan meletakkan anak dipangkuannya lalu menyusui ke anaknya sebelah kiri sambil menepuk nepuk bagian bawah belakang anaknya)” (C10.1) “Sudah kebiasaan mba, spontan aja kalo udah menyusui gini pasti tanpa dipikirkan tangan langsung nepuk-nepuk gitu mba, ya adenya ngerasa nyaman waktu menyusui dan biasa langsung tidur” (C10.2)

Kedua, berdasarkan hasil observasi peneliti, diperoleh data yaitu saat anak ibu PH menangis karena hendak menyusui ibu PH mengambil sikap duduk dan membaringkan anaknya dipangkuannya. Tetapi anaknya menolak sambil menangis lalu ibu PH mengambil sikap berbaring di dipan dan membaringkan anaknya dengan posisi berhadapan dan anaknya pun menyusui dengan tenang. Ketiga, Setelah peneliti melakukan pengamatan terhadap keluarga ibu PH. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa ibu PH menyusui anaknya sesuai dengan kenyamanan anaknya. Hal tersebut peneliti dapat lihat lewat aktivitas menyusui anak


(27)

50 keduanya yang meminta menyusui di dalam kamar dengan posisi berbaring dan ibu PH pun menuruti keinginan anaknya dan mengajak peneliti untuk ikut ke dalam kamar sambil berbincang dan menemani ibu PH yang sedang menyusui anak keduanya dengan posisi berbaring.

4.4.1.5 Frekuensi Menyusui

Dalam hal frekuensi menyusui, ibu PH mengatakan dalam sepengetahuannya dalam sehari kurang lebih anak keduanya biasanya melakukan proses menyusui dengan frekuensi 10 kali.

“Sering mbak, bisa lebih dari 10 kali” (A14)

Dalam sehari-hari ibu PH menyatakan bahwa dia bisa melakukan proses menyusui dengan anak keduanya secara berkali-kali yang di mulai dari anak keduanya bangun tidur hingga menjelang tidur malam. Akan tetapi pada dasarnya proses menyusui tersebut berdasarkan permintaan anak keduanya. Hal tersebut dinyatakan ibu PH bahwa anak keduanya pernah ingin menyusui pada tengah malam sehingga ibu PH harus menyusui anak keduanya dengan kondisi setengah sadar.

“Iya mba tadi pagi saya menyusui, bangun tidur, habis mandi sama tadi pas mau pergi ke rumah mbahnya waktu mau jemput Dila itu” (C11)

“Wah iya mba setelah mandi sore sama pas mau tidur itu menyusui juga kalo pas malam saya menyusuinya sambil berbaring dan adeknya langsung tertidur gitu mba” (C11.2) “Selama ini ga mba, soalnya kalo ga gitu adeknya rewel mba jadi sampe kelepas sendiri karena ketiduran” (C11.3)


(28)

51 4.4.1.5 Waktu Menyusui

Menurut ibu PH dengan pengalamannya menyusui bersama dengan anak keduanya, waktu menyusui yang dihabiskan adalah 5-10 menit.

“Yang saya tau itu mbak 5-10 menit mbak ya biasanya dedek menyusui segitu mbak” (A15)

Secara rutin ibu PH selalu menyusui anak keduanya pada pukul 6 pagi sebab anak keduanya sudah terbangun dari tidurnya. Namun, sebelum anak keduanya bangun ibu PH menyempatkan diri untuk mengerjakan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, seperti memasak. Oleh karena itu, ibu PH merasa kesulitan melakukan profesinya sebagai ibu rumah tangga saat anak keduanya hendak meminta ASI. Sehingga ibu PH selalu merasa pekerjaannya yang bisa diselesaikan dalam waktu sehari bisa seperti seminggu. Selain profesinya sebagai ibu rumah tangga, ibu PH selalu menyiapkan diri untuk pergi ke rumah mbahnya Dedek untuk menjemput anak pertamanya dan ibu PH selalu menyusui anak keduanya sekitar 8 menit sebelumnya.

“Jam 6 an mba, Dedek mah cepat bangunnya, jadi saya harus cepat bangun dan masak supaya selese masak langsung netekin anak. Kalo udah bangun itu susah kerja. Kerjaan sehari jadi seminggu mbak ibaratnya itu” (C12)

“Sekitar 8 menit aja mba tergantung keadaan dedek kalo dia merasa masih kenyang neteknya bentar tok, tapi kalo lapar itu biasa lama bisa sampai 15 menitan, terus dia langsung maen dilantai lari sana lari sini dibongkarin semua yang sudah rapi kaya taplak meja ini mba ditarik tarik sama dia mba, aduh repot mba tapi yah di nikmati aja” (C12.1)


(29)

52

“Sekitar 8 menit juga mba setelah saya sarapan terus langsung kerumah mbahnya jemput dila, kalo sabtu kan mba Dila nginap di rumah mbahnya. Soalnya mbahnya ga ada temannya disana, Cuma sendiri aja dirumah, pas hari minggunya baru dijemput gitu setiap minggunya mba” (C12.2)

Pernyataan di atas juga didukung dengan hasil observasi peneliti yaitu peneliti dapat menyimpulkan bahwa waktu menyusui anaknya berbeda-beda. Hal tersebut peneliti dapat lihat dari waktu menyusui anak ibu PH saat siang hari pukul 12.00 WIB saat anak ibu PH bangun dari tidur dia menyusui selama 5 menit. Setelah itu pukul 14.10 WIB anak ibu PH menyusui kembali dengan lama menyusui 3 menit, kemudian menyusui kembali pukul 16.00 WIB dengan lamanya menyusui sekitar 11 menit dengan posisi berbaring. Selanjutnya menyusui pukul 18.00 WIB setelah anaknya bangun tidur dengan lamnya menyusui 4 menit. Setelah anaknya selesai menyusui kemudian ibu PH memandikan anak keduanya dan memakaikan baju dan menyisir rambutnya. Sebelum peneliti kembali ke Salatiga pukul 21.30 WIB anak ibu PH merenggek untuk disusui sehingga ibu PH harus membawanya ke dalam kamar dan menyusuinya karena waktunya untuk tidur buat anaknya dan peneliti kembali ke Salatiga.


(30)

53 4.4.1.6 Motivasi ibu menyusui

Ibu PH menyikapi proses menyusui dengan motivasi yang kuat untuk menyusui anak keduanya pasca melahirkan. Seiring dengan berjalannya waktu ibu PH mengalami kendala di mana menurut anak keduanya ASInya memiliki rasa yang pahit dikarenakan ibu PH sedang terkena demam. Walaupun demikian ibu PH tetap menyusui anak keduanya dengan posisi berbaring. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Tetap menyusui mba sambil berbaring, kasian mba kalo ga di kasih dan kadang-kadang adenya ga mau mungkin karena ASInya pait kali mba” (B10)

“Iya kalo lagi sakit atau masuk angin ASInya pait makanya dedek ga mau menyusui kalopun menyusui ga banyak-banyak mba”(B10.1)

4.4.1.7 Rasa Percaya Diri

Ibu PH ternyata memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi dalam hal menyusui bersama anak keduanya dalam berbagai keadaan. Menurut ibu PH, tidak perlu malu untuk menyusui walaupun harus menyusui depan keluarga, atau tetangga yang sedang berkunjung kerumahnya karena ibu PH merasa sedih jika anak keduanya tidak diberikan ASI. Namun, jika orang yang bertamu ke rumahnya adalah seorang pria secara spontan ibu PH menyikapi hal tersebut dengan menyusui anak keduanya di dalam kamar. Ibu PH juga mengatakan bahwa dirinya merasa malu karena payudaranya bertambah besar, oleh karena itu jika hendak


(31)

54 menyusui ibu PH mencari tempat yang sepi atau ke rumah teman untuk menyusui anaknya.

Berbeda hal jika yang bertamu adalah seorang perempuan, ibu PH menyikapinya dengan tetap menyusui anak keduanya di depan tamu perempuan tersebut karena faktor fisik yakni sama-sama memiliki sepasang payudara.

“Istilahnya menyusui itu mbak ga tau malu jadi tetap aja saya menyusui mbak kan keluarga sendiri sama dengan kalo ibu-ibu datang kaya tetangga gitu mbak saya biasa aja tetap aja menyusui. Kaya lagi ada mbaknya gini saya juga tetap menyusui mbak. Pokoknya sudah ga tau malu deh mbak hehehe (ucap ibunya sambil menyusui Dedek pada saat wawancara berlangsung) karena kasian kalo ga diberi” (B11.2)

“Wah kalo yang waktu itu saya menyusuinya di dalam kamar mbak. Soalnya Dedek udah nangis minta di susui. Kan laki-laki mbak, malu kalo menyusui depan laki-laki kalo sesama perempuan saya gapapa mbak tetap aja saya menyusui kan sama aja, sama-sama punya payudara (sambil tersenyum). (B11.3)

“Iya mbak dedek itu di manapun tetap minta disusui mungkin karena lapar kan dedek cuma minum ASI aja mbak. Wah malu mbak, kan kalo udah melahirkan tetenya tambah besar, jadi saya kalo netein cari tempat yang sepi baru saya tetein gitu, jadi belanjanya jadi lama karena sudah ada anak kecil atau kalo nda aku ke rumah teman dulu untuk netein Dedek” (B11.5)

Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas ibu PH dan anaknya. Peneliti mendapatkan data bahwa sikap ibu PH terhadap menyusui dapat dilihat dari percaya dirinya ibu PH menyusui anaknya ketika peneliti datang berkunjung kerumah ibu PH. Ibu PH terlihat tidak malu menyusui anaknya walaupun sambil wawancara. Namun hal serupa tidak ibu PH praktekkan saat petugas PLN datang bertugas untuk memasang listrik di rumahnya. Ketika


(32)

55 anaknya hendak menyusui ibu PH menggendong anaknya kedalam kamar untuk menyusui.

4.4.1.8 Dukungan keluarga

Ibu PH menyikapi dukungan keluarganya terhadap dirinya dalam hal menyusui secara positif. Bentuk dukungan yang pertama berasal dari ibu mertuanya yang selalu menyarankannya untuk lebih memberikan ASI daripada susu formula dan tidak lupa juga menyarankan dia untuk membeli jamu serta sayuran, seperti daun papaya yang dipercaya dapat mempelancar produksi ASI.

“Iya mbak mereka sangat mendukung dan menyarankan untuk memberikan ASI. Dari zaman dulu kan orang desa itu taunya cuman ASI aja” (B12)

“Ibu saya sama mertua memang sangat menyarankan ASI, lagian Dedek ga mau susu formula. Kalo dikasih ga diminum dibuang-buang aja, ga ditelan gitu mba, disembur mungkin karena ga enak jadinya dia ga suka mbak. Sukanya cuma air susu aja mba (sambil tersenyum). Kan saya kerja mbak. Jadinya ya kerjanya keluar dulu demi anak mbak, kasian kalo ditinggal soalnya ga mau susu formula ga ada yang jagain dedek” (B12.1) “Kalo saya mau ke pasar gitu mba beli sayur mereka selalu mengingatkan jangan lupa kalo kepasar beli jamu atau daun papaya supaya ASInya lancar gitu mba” (B12.2)

“Daun papaya itu dibersihkan lalu direbus gitu aja mba terus airnya diminum daunnya bisa buat lalapan terus dimakan. Manfaatnya itu ASI jadi lancar mba soalnya kalo saya ga makan sayur air tete saya ga ada mba jadi harus makan sayur” (B12.3)

Bentuk dukungan kedua datang dari suaminya yakni selalu memberi ibu PH uang Rp 25.000,00 dengan perincian Rp 20.000,00 untuk membeli sayuran dan Rp 5000,00 untuk membeli jamu herbal yang dapat melancarkan produksi ASInya.

“Kalo suami sebelum berangkat kerja, saya dikasih duit RP 25.000. kata suami duit 25.000 itu buat beli sayur 20.000 dan 5000nya buat beli jamu herbal pelancar ASI gitu mbak supaya saya sehat dan anak-anak juga sehat” (B12.4)


(33)

56 4.4.1.9 Pekerjaan Ibu

Dalam hal pekerjaan ibu PH mengatakan pekerjaan sehari jadi seminggu. Hal tersebut dikarenakan ibu PH selalu mengutamakan kebutuhan anaknya seperti mengutamakan menyusui anaknya walaupun sedang hendak menyelesaikan pekerjaan rumah atau aktivitas lainnya. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Ya saya mah ngikutin aja mba jadi kata orang itu pekerjaan yang seharusnya jadi sehari malah jadinya seminggu kalo sudah ada anak gitu mba, biasanya dia paling suka berbaring kalo digendong gitu adeknya nda mau biasa sampe teteknya dilepas ato pernah sampe digigit sama dia” (B13.4)

Seperti halnya dengan aktivitas yang ibu PH lakukan sebelum peneliti datang yaitu Ibu PH mengatakan pagi tadi dia pergi ke rumah mbahnya Dedek dan Dila untuk menjemput Dila dan kembali ke dusun Polobogo pukul 12.00 WIB untuk menunggu kedatangan peneliti. Ibu PH juga menceritakan tentang ibu PH keluar dari pekerjaannya sebagai pegawai pabrik karena ibu PH merasa kasian sama anaknya selain itu juga karena anaknya menolak minum susu formula. Setiap kali minum susu formula anaknya selalu memuntahkannya.

“Saya tadi pagi jemput dek dila dulu di rumah mbahnya ini jam 12-an baru balik dan ga ada kerjaan. Makanya senang pas mbak datang jadi ada temannya. Soalnya kalo siang begini suami lagi kerja, pulangnya sore. Kerjanyakan tukang kayu. Kalo pagi itu yah seperti biasa masak dulu, baru pas dedek bangun yah susuin dedek, mandiin dedek, terus pergi kerumah mbahnya dedek ini untuk jemput dedek. Kalo duduk saya bekerja dipabrik, tapi pas Dila umur 1 tahun 5 bulan aku baru keluar dari kerjaan soalnya kasian sama anak” (B13)


(34)

57

“Kepikiran terus mba sama anak, khan waktu menyusui dila saya bekerja jadi yang jaga ibu saya, kasian juga sama ibu yang jagain terus kan ibu juga ada pekerjaannya, tapi ya mau bagaimana lagi saya juga harus bantu suami, tapi waktu melahirkan Dedek dan menyusui Dedek saya berhenti bekerja karena Dedek ga mau susu formula maunya ASI aja jadi kasian kalo ditinggal dan ga ada yang jaga mba kalo Dila khan ga mau ASI maunya susu formula aja jadi harus cari duit untuk beli susu itu mba soalnya kalo di kasih ASI dia ga mau malah dimuntahin gitu mba katanya “pait..pait” (sambil menirukan anaknya mengatakan pait pait)” (B13.1)

4.4.1.10 Triangulasi

Pada riset partisipan pertama, triangulasi dilakukan dengan satu sumber saja yaitu suami ibu PH, bapak WR. Bapak WR mengatakan bahwa ibu PH sangat rajin dan rutin menyusui anak-anaknya terutama anak keduanya. Permintaan menyusui dari anak keduanya akan langsung diikuti oleh ibu PH. Posisi menyusuinya bisa duduk dan berbaring sesuai keinginan anaknya. Menurut bapak WR, ibu PH juga sangat penurut kepada orangtua dan suami, apa yang disarankan oleh orangtua dan suami untuk kebaikan anaknya maka ibu PH akan langsung menurutinya. Misalnya ibu PH harus rajin makan daun papaya supaya produksi ASI lancar. Maka ibu PH akan pergi membeli daun papaya.


(35)

58

4.4.2 Ibu KH

Peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap ibu KH pada tanggal 14-16 September 2012. Adapun ciri-ciri fisik dari ibu KH sebagai berikut: tinggi badan sekitar ± 145 cm, berkulit agak gelap, berambut gelombang sedada dan berbadan agak gemuk. Ibu KH berusia 32 tahun, pendidikan terakhirnya adalah SMP. Ibu KH berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja sebagai buruh pabrik sawit di Kalimantan Timur. Mereka mempunyai 2 orang anak perempuan, di mana usia anak pertama 9 tahun, dan anak kedua berusia 5 bulan.

Walaupun tidak bersama suaminya, Ibu KH tetap komitmen untuk menjaga dan mengasuh anaknya dengan sebaik-baiknya. Ibu KH memberikan ASI kepada anak-anaknya 30 menit pasca melahirkan sesuai dengan anjuran dari bidan yang membantu persalinan. Hal tersebut dikarenakan setelah melahirkan, bidan yang membantu proses persalinan ibu KH akan menimbang berat badan bayi, mengukur tinggi badan bayi, dan membersihkan bayi dan ibu KH. Setelah semuanya sudah bersih maka bidan akan memberikan bayinya kepada ibu KH untuk disusui. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Walaupun aku jauh dari suami, aku tetap mengutamakan menyusui anakku mba. oleh karena itu dua-duanya anakku setelah melahirkan langsung menyusui, tapi dibersihin dulu badannya di ukur tinggi badannya anak dan saya juga dibersihin setelah itu baru disusuin ya kira-kira 30 menitan mbak setelah melahirkan, soalnya bidannya kerjanya cepat, mungkin karena udah terbiasa ya mbak” (A10)


(36)

59 Selanjutnya, ibu KH tetap menyusui anak-anaknya dengan diselingi makanan pendamping ASI saat anak-anaknya berusia 2 bulan. Makanan pendamping ASI yang diberikan kepada anak-anaknya adalah susu formula, bubur, air putih, dan teh hitam manis. Alasan ibu KH memberikan makanan pendamping ASI adalah menjaga anak-anaknya dari rasa lapar. Berikut pernyataan yang mendukung infomasi berikut.

“Mila (Riset partisipan menyebutkan nama anak pertamanya) dari pertama lahir itu langsung disuruh bidane untuk menyusui mbak, terus yang anak kedua ini juga sama masih menyusui” (A10) “…Biar nda lapar aku juga sambil beri minum air putih juga mbak biar nda lapar adeknya soalnya menyusuinya berkurang (Riset partisipan lalu duduk kembali di samping peneliti tapi tetap menyusui anaknya dan sambil bercerita dengan peneliti)” (C11) “Usia 2 bulan itu dah tak kasih sun milna sama susu promina. Kata bidane kan usia 6 tahun baru dikasih. Tapi yaitu aku ga mau. Anaknya nangis terus kok jadi tak kasih sun sama susu promina aja mbak” (C11.1)

“Iya toe mbak, kalo anak cuma ASI aja makanannya kan itu kasian anake kelaperan, jadi biar kenyang dan nda sakit itu tambah makanan lain. Kaya kita orang tua ini kan mbak pasti lapar kalo nda ditambah makanan lain. Kalo cuma minum susu toe itu kan nda kenyang” (A10.8)

4.4.2.1 Manfaat menyusui

Berdasarkan pengalaman ibu KH mengatakan bahwa manfaat dari menyusui adalah ASI lebih bagus dari pada susu formula, lebih hemat untuk meminimalisir pengeluaran dalam hal pembelian susu formula, serta lebih enak dari pada susu formula.

“ASI kan lebih bagus mbak dari pada susu formula, terus lebih irit nda harus beli. Lebih enak mbak dari pada susu formula, selain itu jarang sakit lebih kuat dari pada anak lain yang ga diberi ASI mbak…” (A10.9)


(37)

60 Selain itu menurut ibu KH, ASI lebih cepat dan instan dalam pemberiannya, jadi bila malam hari anaknya terbangun dan minta susu, ibu KH tidak harus ke dapur untuk mengambil air hangat dan dingin lalu ditaruh di botol susu. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari ibu KH, yakni :

“ASI itu kan cepat mbak, instan, jadi kalo malam hari adeknya bangun minta mimi susu aku nda harus repot kedapur ambil air hangat atau air dingin dan taruh di botol. Tapi kalo menyusuikan langsung aja anaknya netek” (A10.10)

4.4.2.2 Dampak tidak menyusui

Sepengetahuan ibu KH berdasarkan pengalamannya, anak yang tidak diberi ASI akan mengalami penurunan berat badan, seperti kurang gizi. Ibu KH mencontohkan anak tetangganya yang kurus karena tidak diberi ASI oleh orangtuanya yang sibuk dengan pekerjaannya.

“Berat badannya itu mbak menurun, terus kaya kurang gizi gitu mbak. Aku melihat anak tetangga itu kurus karena ga menyusui mungkin karena orangtuanya sibuk bekerja” (A11)

Walaupun anaknya tidak pernah mengalami kurang gizi, ibu KH mengakui bahwa anaknya pernah sakit karena di daerah tempat dia tinggal sedang musim sakit, seperti flu dan demam.

“Oh nda, ndak pernah. Kalo sakit itu palingan karena lagi musim sakit aja, inikan lagi musim pilek nah kena pilek juga. Kalo yang kurus itu aku lihat anak tetangga aja kan ibunya sibuk kerja jadi anak dikasih susu formula aja atau apa aku juga ndak tahu mbak” (A11.1)


(38)

61 4.4.2.3 Hambatan yang dialami selama menyusui

Ibu KH mengakui berdasarkan pengalamannya yang memberikan pengetahuan bahwa ada hambatan-hambatan yang sering dialami selama menyusui, seperti puting payudara yang sering sakit karena anaknya gregetan sebab giginya mulai tumbuh sehingga tanpa sengaja anaknya menggigit puting susu ibu KH. Oleh sebab itu ibu KH sering meringgis dan menahan sakit. Namun, ibu KH tetap berusaha menyusui anaknya. Hal tersebut dilakukannya demi anaknya. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Apa yo mbak. Ini puting yang sering sakit karena kasar waktu neteknya (sambil meringgis menahan sakit). Apalagi sekarang giginya udah tumbuh dua karena gregetan jadine di gigit gigit putingnya sampe pernah mau putus rasanya puting aku waktu itu mbak, mulut anak kecil itukan kasar kalo netek seenakke dewe (seenaknya sendiri)” (A12)

“Ya tetap tak susui mbak, ntar sembuh sendiri putingnya yang sakit. Sambil menahan sakit yo aku tetap menyusui, ini semua demi anak” (A12.1)

Hambatan lainnya menurut ibu KH adalah makanan pedas. Sebab menurutnya jika dia mengkonsumsi makanan pedas maka anaknya akan terkena diare. Oleh karena itu dia berusaha menghindari makanan-makanan pedas.

“…Sama kalo saya makan pedes gitu anaknya bisa kena diare atau juga mudah kena flu padahalkan saya kasih ASI sama makanan tambahan lainnya kaya nasi sama air putih” (A3.2)


(39)

62 4.4.2.4 Posisi Menyusui

Menurut sepengetahuan ibu KH ada beberapa posisi menyusui berdasarkan pengalamannya, yaitu menyusui dengan posisi berdiri atau duduk karena menurut ibu KH, anak kecil banyak maunya dan harus dituruti.

“Iya, kalo dipaksa untuk netek sambil tiduran ga mau juga jadi mau ga mau diajak jalan-jalan atau duduk supaya mau menyusui. Namanya anak kecil kan mbak banyak maunya dan harus dituruti” (A13)

Ibu KH mengatakan saat melahirkan dia menyusui dengan posisi berbaring karena tidak kuat untuk duduk dan oleh bidannya meletakkan anaknya di samping ibu KH untuk di susui. Menurut pengalaman ibu KH, posisi menyusui adalah dengan duduk dan bila anaknya sudah merasa tidak nyaman karena gelisah maka posisi menyusui adalah berdiri sambil mengendong anaknya untuk diajak jalan-jalan.

“Posisi menyusuinya waktu itu aku berbaring aja mbak kan ga kuat untuk duduk tapi anaknya kuat menyusui. Bu bidannya taruh di samping saya terus ta kasih ASI terus anaknya menyusui”(A13.1)

“Menurut pengalaman aku yah mba, duduk aja biasa menyusui, kalo adeknya ngerasa nda nyaman yah aku ajak jalan-jalan” (A13.2)

“Gelisah gitu kalo disusui”(A13.3)

Mengenai posisi menyusui, ibu KH melakukan beberapa tindakan, seperti jika dia merasa lelah saat menyusui ibu KH akan berbaring sambil menyusui anaknya dan anaknya secara spontan akan mengikuti posisi ibunya walaupun sambil main-main sampai


(40)

63 merasa capek dan tertidur pulas. Main-main yang dimaksud adalah anaknya memasukkan puting ibunya ke dalam mulutnya tapi tidak diisap sama anaknya hanya dimasukkan saja.

“Adeknya ikut berbaring juga mbak. Tapi sambil maen-maen gitu sampe capek dan puas menyusui baru tidur nyenyak enak”(C10.3)

“Ini teteknya ini dimasukin ke mulut tapi nda diisap hanya diemut aja gini mbak” (C10.4)

Ibu KH juga melakukan posisi duduk saat menyusui akan tetapi anaknya sering meminta dirinya untuk menyusui dengan posisi berdiri sambil digendong. Menurut ibu KH, dia merasa nyaman menyusui dengan posisi tersebut karena sudah ada pengalaman menyusui anak yang pertama. Ibu KH sendiri lebih suka menyusui anaknya dengan posisi berbaring karena baginya posisi tersebut tidak membuatnya lelah. Akan tetapi dia akan melakukan berbagai posisi menyusui, seperti posisi menyusui duduk, berbaring dan digendong karena semua posisi menyusui tersebut harus sesuai dengan kenyaman anaknya. Jika anaknya tidak merasa nyaman maka anakanya akan mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan tersebut dengan cara cerewet dan menangis.

“Posisinya yah gini ini mbak (riset partisipan sambil menyusui anaknya yang ada dipangkuannya) sambil duduk tapi ya kadang anaknya minta sambil digendong. Paling sering itu digendong mbak” (C10)

“Nyaman aja mbak udah biasa kaya gini kan udah pengalaman sama mbaknya ini jadi pas punya anak kedua ga repot-repot amat” (C10.1)


(41)

64

“Tiduran bisa, duduk bisa, digendong sambil ajak jalan juga suka tergantung suasananya aja mbak misalnya kalo adeknya nangis, cerewet gitu ya ta ajak duduk atau ga ajak jalan-jalan sambil digendong gitu” (C10.5)

Pernyataan diatas didukung dengan hasil observasi selama berada di rumah ibu KH. Di mana pada saat itu, ibu KH yang sedang menyusui anaknya dengan posisi menyusui duduk tiba-tiba anaknya rewel dan akhirnya ibu KH memutuskan untuk menyusui anaknya dengan posisi menyusui berdiri sambil digendong.

4.4.2.5 Frekuensi menyusui

Ibu KH tidak mengetahui berapa kali dalam sehari harus menyusui karena menurutnya lebih baik menunggu anak meminta ASI.

“Berapa kali yah mbak, aku ndak tau. Tunggu anaknya minta baru dikasih gitu aja”(A14)

Selama ibu KH sakit, frekuensi menyusui terhadap anaknya berkurang di mana biasa delapan kali menjadi empat kali. Selain itu, menurut ibu KH rasa ASInya tidak enak di mulut anaknya sehingga frekuensi menyusui anaknya berkurang. Oleh karena itu ibu KH mengambil tindakan dengan memberikan air putih kepada anaknya agar tidak merasa lapar.


(42)

65

“Menyusuinya berkurang mbak. Biasa sehari delapan kali sekarang cuma bisa empat kali sehari. Ya cuma dikit-dikit aja minumnya mbak. Lagi pula selera menyusuinya itu berkurang. Setiap diberi ASI itu dikeluarkan sama adeknya ini, kalo pun nda dikeluarin itu cuma diisap sedikit aja terus nangis lagi (Ucap riset partisipan dengan wajah sedih sambil menatap wajah anaknya). Nafsu makannya juga berkurang. Tak kasih sun nestle itu dikeluarin terus. Biar nda lapar aku juga sambil beri minum air putih juga mbak biar nda lapar adeknya soalnya menyusuinya berkurang (Riset partisipan lalu duduk kembali di samping peneliti tapi tetap menyusui anaknya dan sambil bercerita dengan peneliti)” (C11)

“Kata orang-orang mbak air susu ne nda enak di mulut adeknya kalo lagi sakit. Makanya adeknya ini nda mau menyusui kalo lagi sakit. Kayak dulu mbak waktu adeknya umur 1 bulan adeknya ini mau sempat tak tinggal karena aku harus rawat inap di rumah sakit. Jadi ASI ne tak peras ngono. Tapi untungnya ga jadi rawat inap” (C11.1)

Pernyataan diatas didukung dengan hasil observasi selama berada di rumah ibu KH yang dimulai pukul 14.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Selama berada di rumah ibu KH, dia sudah menyusui anaknya sebanyak 5 kali.

4.4.2.6 Waktu menyusui

Berdasarkan pengalaman Ibu KH mengatakan waktu menyusui tidak dijadwalkannya secara khusus. Ibu KH akan menyusui apabila anaknya menangis dan dengan cara tersebut anaknya berkomunikasi kepada ibu KH untuk memberitahu dia sedang lapar dan haus.

“Kalo menyusui adeknya ini sewaktu nangis ya dikasih. Nda ada jadwal khusus, soalnya kalo anak kecil kan mbak, mudah laper. Badannya aja kecil tapi makannya itu walaupun sedikit-sedikit tapi banyak.” (A15)

Dalam pelaksanaannya mengenai waktu menyusui ibu KH biasanya melakukan tindakan menyusui dengan waktu sekitar 9


(43)

66 menit dan bila malam hari proses menyusui dilakukan hingga dia bersama anaknya tertidur.

“Wah ga terhitung lamanya mbak, mungkin ya sampe 9 menitan, ya kaya seperti ini lama menyusuinya, ini mau tidur lagi, matanya pejam tapi mulutnya masih bergerak nyedot susunya, kalo malam itu ya sampe tidur” (C12)

“Iya mbak, saya menyusuinya sampe ketiduran, sampai-sampai nda ingat kalo lagi menyusui. Tahu-tahu sudah pagi saja”(C12.1)

Dalam setiap kegiatannya, seperti dirinya hendak pergi ke Balai Pengobatan, ibu KH selalu menyempatkan diri untuk menyusui anaknya selama 5 menit walaupun anaknya sedang tidak ada selera untuk menyusui karena sedang sakit.

“Yah itu nda terlalu lama, cuman 5 menitan aja mbak” (C12.4) “Soale kan mbak masih sakit, jadi selera menyusuinya itu berkurang dan juga buru-buru mau ke Balai pengobatan itu”(C12.5)

Berkaitan dengan hasil observasi frekuensi menyusui anak ibu KH. Peneliti menghitung waktu yang digunakan anak ibu KH menyusui yaitu setiap kali menyusui anak ibu KH memerlukan waktu 4-5 menit.

4.4.2.7 Motivasi ibu menyusui

Ibu KH menyikapi kelahiran anaknya dengan motivasi yang kuat untuk menyusui. Motivasi ibu KH tersebut menurutnya dimulai pada saat usia anaknya 1 bulan dia pernah mengalami sakit akan tetapi dia tetap menyusui anaknya.

“Ya aku tetap menyusui mbak. Sambil makan sayur-sayur. Soale kalo kita makan sayur yang banyak itu ASI makin banyak. Kalo nda makan sayur itu air ASI pasti ga ada mbak. Saya dulu pernah jarang makan sayur trus dikit sekali air ASI yang keluar nah pas banyak makan sayur baru air ASInya banyak yang keluar” (B10)


(44)

67 Kemudian ibu KH termotivasi untuk menyusui karena menurutnya ASI lebih bagus daripada susu formula dan lebih hemat sebab ASI tidak seperti susu formula yang memerlukan biaya untuk membelinya. Hal tersebut dilakukannya karena faktor ekonomi keluarga, di mana kiriman uang dari suaminya yang bekerja di Kalimantan Timur tidak pernah menentu.

“ASI kan lebih bagus dari pada susu formula jadi diberi ASI selain itu irit biar ga keluar duit beli ASI soalnya suami saya di Kalimantan itu ga nentu kiriman duitnya jadi saya juga bantu sambil kerja karena lagi menyusui ini makanya berenti kerja mbak ” (B10.1)

4.4.2.8 Rasa percaya diri

Ibu KH memiliki rasa percaya diri yang cukup baik untuk menyusui anaknya. Sebab ibu KH selalu melihat-lihat terlebih dahulu siapa yang bertamu ke rumah, jika yang datang tamu pria maka ibu KH menyusui menunggu sampai tamu pria tersebut pulang atau membawa anaknya ke kamar atau ke dapur untuk menyusui.

“Dilihat-lihat dulu kalo tamunya perempuan ya tetap menyusui tapi kalo laki-laki ya tunggu sampe pulang dulu baru menyusui kalo ga yah bawa ke kamar dulu atau kedapur terus baru kasih mimi di sana kalo udah baru ke depan lagi, jadi minta tolong bapak dan ibu mertua dulu yang nemenin sementara saya masih mimiin adeknya” (B11.1)

Berdasarkan observasi dari perkunjungan ke rumah ibu KH, kebetulan ada seorang tamu pria sedang bertamu dan ternyata ibu KH tetap percaya diri untuk menyusui. Ibu KH juga tetap menyusui di depan keluarganya baik itu perempuan maupun laki-laki.


(45)

68 4.4.2.9 Dukungan Keluarga

Dalam hal dukungan keluarga menurut ibu KH keluarganya sangat mendukung selama anaknya dalam keadaan sehat dan baik. Begitu dengan suaminya yang bekerja di Kalimantan Timur, di mana selalu menanyakan kabar anaknya dan suaminya juga sangat mendukung ibu KH selama anaknya sehat. Ibu KH mendapatkan informasi dari bidan yang membantunya melahirkan bahwa untuk lebih baik memberikan ASI karena asli dan alami dari pada susu formula dan dapat membuat anaknya sehat.

“Yo kalo keluarga dukung-dukung aja mbak. Selama sehat dan baik-baik aja itu dukung terus mbak” (B12)

“Yah sama aja mbak, dukung juga. Sering ditanyain “kabar adeknya gimana, Sehat-sehat aja kan” gitu kalo ditelpon. Ini kemarin pas lebaran kan mau pulang Kalimantan mbak. Tapi sama suami dilarang. Katane suami nanti aja pas desember sewaktu dia balik dari Kalimantan baru kami ke malang. Sudah kangen juga sama keluarga disana. “Suami saya di kalimantan timur mbak jadi karyawan kebun sawit di sana, jadi pas melahirkan dia ga ada disini, dan sampe sekarang belum liat anaknya yang kecil ini, katanya rencana desember pulang tapi belum tau jadi apa ga, kumpulin uang dulu. kalo untuk dukungan ga ada yang penting anaknya sehat. Bapaknya cuma bisa dengar suaranya saja ga pernah ketemu langsung” (B12.1)

4.4.2.10 Pekerjaan Ibu

Ibu KH menceritakan bahwa pekerjaan dahulu selama masa kehamilan adalah pedagang yang menjual nasi kuning dan buah durian di depan rumahnya. Namun, pasca melahirkan ibu KH sudah menekuni pekerjaan tersebut karena menurut mertuanya dia lebih baik fokus mengurus anak dan ibu KH membenarkan permintaan mertuanya tersebut dengan kondisi dirinya sendiri yang sudah


(46)

69 mulai tidak kuat apabila bekerja sambil mengurus anak. Menurut ibu KH, tidak ada masalah apabila tidak berjualan karena menurutnya lebih enak dan lebih memberikan perhatian kepada anaknya yang apabila dia bekerja maka anaknya pasti akan ditinggal-tinggal. Akibatnya adalah anak ibu KH akan lebih sering menangis dan cerewet bila tidak diberi ASI. Oleh karena itu, hingga saat ini ibu KH akan menyusui anaknya sampai kenyang. Aktivitas ibu KH yang berhubungan dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga, seperti memasak dibantu oleh mertua dan anak pertamanya karena anak pertamanya yang sudah bisa memasak nasi. Selain itu agar kegiatan ibu KH tidak terganggu, sebagai contoh ibu KH mengatakan bahwa hari ini dia bangun pagi jadi sebelum anaknya bangun ibu KH menyempatkan diri untuk mandi dan pergi ke balai pengobatan untuk melakukan rontgen. Beruntung setelah semua pekerjaan selesai, anaknya baru bangun dari tidurnya dan akhirnya ibu KH dapat fokus menyusui anaknya.

“Iya mbak kerja. Saya itu dulu waktu masih hamil adeknya ini jualan nasi kuning, buah durian itu didepan rumah. Pas lahirke adeknya ini, udah nda jualan lagi fokus urus anak dulu oleh mertua gitu mbak dan juga saya ga kuat. Repot kalo ada anak mbak” (B13)

“Ya tidak apa-apa mbak kan lebih enak juga bisa mengurus anak soalnya kalo ga disusui itu anaknya nangis, rewel gitu mbak kasian kalo ditinggal-tinggal” (B13.1)

“Ya saya menyusui hingga adeke kenyang. Jika masih rewel ya saya tetap memberikan ASI. Soale saya dibantu ibu mertua dan mbak Mila dalam memasak. Itu mbak Mila udah bisa masak nasi” (B13.2)


(47)

70

“Tadi pagi itu saya tetap masak nyayur gitu mbak. Bangun pagi-pagi sewaktu adeknya belum bangun terus buru-buru mandi setelah itu sarapan. Adenya bangun baru nyusui dia, terus mandiin. Soale kan mau ke Balai Pengobatan itu untuk rontgen adenya”(B13.4)

4.4.2.11 Triangulasi

Pada riset partisipan kedua, triangulasi dilakukan dengan 1 sumber saja yaitu ibu dari ibu KH namanya ibu AM. Sebab suami ibu KH sedang bekerja dikalimantan Timur dan ibu KH tingga bersama orangtua dari suaminya. Jadi peneliti hanya bisa mewawancarai satu orang saja. Ibu AM mengatakan bahwa perilaku ibu KH selama menyusui anaknya yaitu ibu KH rajin menyusui anaknya, hal tersebut dilakukan untuk menjaga kesehatan anaknya, selain disusui ibu AM juga mengatakan sejak usia anaknya 2 bulan ibu KH sudah memberikan anaknya air putih dan susu botol (susu formula) supaya gizinya bertambah.

4.4.3 Ibu CH

Peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap ibu CH pada tanggal 17-19 September 2012. Ciri-ciri fisik dari ibu CH adalah tinggi badannya sekitar ± 145 cm, berkulit putih, berambut ikal sebahu dan agak gemuk, pendidikan terakhir yang ibu CH tempuh adalah SMA. Pekerjaan suaminya adalah pegawai di sebuah pabrik rokok di daerah Ambarawa sedangkan ibu CH berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan sebagai kader posyandu. Oleh karena profesi keduanya sebagai kader Posyandu, ibu CH


(48)

71 mengetahui manfaat menyusui bagi anaknya. Mereka mempunyai 1 orang anak laki-laki berusia 12 tahun dan 1 orang anak perempuan berusia 1 tahun.

Ibu CH menyusui anaknya 30 menit setelah melahirkan dengan dibantu oleh bidan yang membantu persalinannya. Hal tersebut dikarenakan setelah melahirkan, bidan yang membantu proses persalinan ibu CH akan menimbang berat badan bayi, mengukur tinggi badan bayi, dan membersihkan bayi dan ibu CH. Setelah semuanya sudah bersih maka bidan akan memberikan bayinya kepada ibu CH untuk disusui. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Anak pertama dan kedua ini semua ASI tapi diselingi juga dengan susu formula, soalnya sama bidannya waktu melahirkan itu langsung disusui ke aku mbak, karena air susu pertama itu kan bagus untuk ASI, kira-kira selang 30 menit aq baru disuruh menyusui soalnya kan aku sama anakku dibersihin dulu baru setelah itu menyusui” (A10)

Wawancara pada tanggal 17 September 2012, pukul 14.00 WIB

Ibu CH berkomitmen untuk memberikan ASI terhadap anaknya sejak awal kehamilan anak keduanya. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang didapatkannya dari orangtua dan pekerjaannya sebagai kader posyandu. Akan tetapi, komitmen ibu CH tersebut terkendala karena dirinya tidak dapat memberikan ASI pada hari keenam pasca melahirkan kepada anak pertamanya yang disebabkan oleh faktor fisik ibu CH yang sedang sakit menyebabkan produksi ASI tidak lancar, sehingga anak pertama ibu CH tidak di susui. Adapun usaha yang ibu CH lakukan adalah


(49)

72 memberikan anaknya susu formula sebagai pengganti ASI. Ibu CH sendiri mengakui dia tidak pergi ke tenaga kesehatan, dengan alasan sakit yang dideritanya tidak serius dan tidak butuh pertolongan dari ketenaga kesehatan.

Berbeda dengan pengalaman bersama anak pertamanya, ibu CH sudah bisa memberikan ASI kepada anak keduanya 30 menit pasca melahirkan. Selanjutnya, ibu CH tetap menyusui anak keduanya dengan diselingi makanan pendamping ASI saat anaknya berusia 3 bulan. Makanan pendamping ASI yang diberikan kepada anak keduanya adalah susu formula, bubur, air putih, dan teh hitam manis. Ibu CH beralasan bahwa makanan pendamping ASI dapat membantu anak keduanya menahan rasa lapar. Seperti ungkapannya di bawah ini.

“Yang masnya ini si Yunda menyusuinya cuma 6 hari tok mba karena aku sakit. Jadi, ASInya itu nda keluar pas hari keenam menyusui. Padahal selama 5 hari menjelang hari keenam itu masih lancar aja ASIku dan Yunda pun masih netek. Tapi itu udah detik-detik aku mau sakit, dan keluarnya juga dikit-dikit ga terlalu lancar. Nah setelah hari keenam itu ASInya udah nda keluar. Jadi, akune langsung berentiin aja adeknya menyusui. Langsung tak kasih susu formula aja terus sama makanan kaya nasi yang dibuat halus kaya bubur sama pisang yang dilumatin sampe halus aja. Ya itu tak liatin pertumbuhannya, soalne kan aku takut dia kenapa-kenapa. Tapi syukurlah anaknya tumbuh sama kaya anak lain pada umumnya. Cuman bedanya itu kalo aku liat dengan Berlin ini, yang Yunda lebih sering sakit, dan dirumah yang sering sakit Yunda. Kalo Yunda udah sakit itu pasti nular ke Berlin. Ini kan berlin lagi ga enak badan juga mba, pilek ini Berlin. Karena ada masalah itu makanya anak kedua aku komitmen untuk menyusui dan sampai sekarang itu masih menyusui. Tapi dari usia 3 bulan sudah tak kasih asupan tambahan makanan selain ASI. Soalnya kalo cuman ASI aja itu gimana yah seperti kelihatannya itu kurang kenyang” (A10.1)


(50)

73 4.4.3.1 Manfaat menyusui

Berdasarkan pengalamannya ibu CH mengatakan bahwa ada beberapa manfaat dari menyusui yang dirasakannya selama ini baik untuk anaknya maupun dirinya. Bagi anaknya manfaat ASI adalah berat badan anaknya bertambah, daya tahan tubuhnya kuat sehingga tidak mudah terkena sakit seperti flu. Hal ini dipertegas dengan pernyataan dari ibu CH sebagai berikut.

“... dan juga berat badannya tambah, daya tahan tubuhnya kebal, ga mudah sakit, flu gitu ga mudah” (A1.3)

Manfaat menyusui juga dapat dirasakan oleh ibu CH sendiri tidak repot harus membuat susu seperti susu formula, apabila anaknya haus atau lapar ibu CH bisa langsung memberi ASI,

“Pokoknya kita ga susah-susah harus bikin nah yang jelas itu, kalo haus atau laper langsung kasih aja ga repot-repot…”(A10.3)

Selanjutnya ibu CH merasakan ada penurunan berat badannya, di mana berat badan yang naik sewaktu sedang mengandung perlahan-lahan turun hingga kembali normal setelah menyusui. Sehingga ibu CH menyimpulkan bahwa menyusui lebih baik daripada minum obat penurun berat badan jika ingin diet pasca melahirkan. Sebagaimana yang dinyatakan ibu CH berikut ini.

“Manfaatnya ada, dulukan aku gemuk sekarang kan agak ga gemuk kan lumayan toe, ibaratnya kan aku menyusui beratnya ya agak berkurang. Menurut aku juga membantu dari pada aku diet kan kalo aku ngasih ASI bisa turun sendiri ga harus pake obat-obat jadi ga perlu diet (sambil tersenyum-senyum)” (A10.4)


(51)

74 4.4.3.2 Dampak tidak menyusui

Menurut ibu CH, dari contoh anak pertamanya dia mengatakan bahwa akibat anak yang tidak menyusui memiliki daya tahan tubuh yang lemah dan memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang berbeda dengan anak yang diberikan ASI, di mana anak keduanya lebih pintar dan lebih cepat merespon bila diminta melakukan sesuatu oleh ibunya.

“Keadaannya baik-baik aja itu mba anaknya, palingan daya tahan tubuh ga seperti yang dikasih ASI. Kalo dikasih ASI daya tahan tubuhnya juga kebal agak kebal gitu kalo ga kan Yanda ini mudah sakit juga kaya kena flu” (A11)

“Pandai ga gito lo cerdasnya kurang-kurang ga ga begitu pintar” (A11.2)

“Daya tahan tubuh Yanda itu kurang, mudah sakit kena flu, IQ nya pengaruh juga, kaya ga pinter gitu loh, beda dengan yang menyusui kaya Berlin ini lebih pinter, lebih lincah, kalo diminta ambil kain gitu langsung pergi ambil kain, berat badannya juga ga turun, stabil kecuali kalo sakit aja mbak” (A11.3)

Pernyataan di atas didukung dengan hasil observasi peneliti. Peneliti lihat lewat tingkah laku keaktifan anak pertama yang berbeda dengan anak kedua. Di mana anak pertama tingkah lakunya cenderung pasif dari pada anak kedua yang aktif. Sebagai contoh ketika peneliti datang untuk ketiga kalinya dan peneliti sudah berkenalan dan bermain bersama anak pertama dan kedua. Contoh anak pertama masih malu-malu jika ditanya bagaimana kabarnya dan jika bersalaman tidak menatap peneliti berbeda dengan anak kedua yang langsung menjawab dengan tegas dan tanpa malu-malu bersalaman dengan peneliti.


(1)

157 pergi ke Posyandu.

10. Pekerjaan ibu

Ibu PH Dalam hal pekerjaan ibu PH mengatakan pekerjaan sehari jadi seminggu. Hal tersebut dikarenakan ibu PH selalu mengutamakan kebutuhan anaknya seperti mengutamakan menyusui anaknya walaupun sedang hendak menyelesaikan pekerjaan rumah atau aktivitas lainnya

Ibu KH Ibu KH mengatakan dia berhenti bekerja dan fokus mengurus anak dengan alasan kasian jika ibu KH meninggalkan anaknya.

Ibu CH Dalam hal pekerjaan ibu CH selalu menyempatkan waktu luang untuk menyelesaikan pekerjaan rumah. Jadi sewaktu anak belum bangun tidur maka ibu CH dengan cepat menyelesaikan pekerjaan rumah.

Ibu SR Ibu SR menyikapi profesinya sebagai ibu rumah tangga dengan tetap mengutamakan ASI. Walaupun sebenarnya ibu SR menginginkan anaknya mengkonsumsi susu formula dengan alasan ibu SR hendak mencari pekerjaan dan susu formula dapat membantu jika ibu SR tidak ada di rumah.

Ibu MG Ibu MG menyikapi profesinya sebagai ibu rumah tangga dengan tetap mengutamakan menyusui anaknya. Contohnya sambil bekerja seperti masak, menyapu dia sambil menyusui anaknya.

Ibu MT Menurut ibu MT, pekerjaan sehari-harinya menemani anaknya (Menyusui dengan posisi berbaring sambil menyusui anaknya). Setelah anaknya menyusui ibu MT baru mengerjakan pekerjaan sehari-hari.

Ibu NM Ibu NM menyikapi kehidupannya dengan profesi ganda yakni sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah keluarga. Walaupun demikian ibu NM tetap mengutamakan menyusui anaknya. Sehingga terkadang pekerjaannya jadi terhambat.

Ibu MR Menurut ibu MR, dia lebih mementingkan menyusui anaknya ketimbang pekerjaannya. Sebab ibu MR di rumah dibantu oleh keluarganya.


(2)

158 pekerjaan rumah seperti memasak buat suami sebelum berangkat kerja atau memandikan anaknya, ibu ST selalu menyusui anaknya terlebih dahulu baru melanjutkan pekerjaan. Oleh sebab itu pekerjaannya jadi terlambat.

Ibu EN Menurut ibu EN, pekerjaannya di rumah hanya mengurus anak saja, apabila sedang tidak sibuk ibu EN membantu ibunya memasak.

Ibu-ibu menyusui di desa Polobogo lebih mengutamakan menyusui anaknya terlebih dahulu daripada pekerjaan. Oleh karena itu ibu-ibu menyusui di desa Polobogo banyak mengeluhkan pekerjaan jadi terhambat karena harus menyusui anak.


(3)

159

4.5 PEMBAHASAN

Untuk menjawab tujuan penelitian perilaku ibu menyusui dalam pemberian ASI di desa Polobogo dengan dua dusun sebagai tempat fokus penelitian yang mewakili desa Polobogo, peneliti menggunakan beberapa teori dalam hal pembahasan. Riset partisipan penelitian terdiri dari 10 orang ibu menyusui. Dari hasil penelitian terhadap sepuluh ibu menyusui yang tersebar di dusun Polobogo dan Sodong didapatkan hasil mengenai perilaku dalam hal menyusui yang berbeda-beda.

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2012) perilaku dibedakan dalam tiga bagian yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. Teori tersebut juga dialami oleh kesepuluh riset partisipan di dusun Polobogo dan dusun Sodong. Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh manusia merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Menurut tingkatan pengetahuan teori Bloom, dapat dijabarkan sebagai berikut mengetahui, memahami, mengaplikasikannya, menganalisis dan mengevalusi. Tingkatan tersebut berguna untuk mengukur seberapa besar pengetahuan riset partisipan tentang ASI baik itu manfaat menyusui, dampak bila tidak menyusui, hambatan yang dialami selama menyusui, posisi yang efektif selama menyusui, frekuensi menyusui dan waktu menyusui. Hal tersebut


(4)

160 akan mempengaruhi perilaku mereka karena pengetahuan merupakan salah satu faktor yang utama yang membentuk perilaku. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 10 ibu menyusui berikut ini dijabarkan sesuai dengan tingkat pengetahuan ibu menyusui. Kesepuluh ibu-ibu menyusui berada ditingkatan pengetahuan seperti dalam teori Bloom (2012), oleh karena ibu-ibu menyusui di desa Polobogo memperoleh pengetahuannya dari pengalaman-pengalaman mereka dalam hal menyusui, seperti membaca buku KMS, bidan desa, pengalaman menyusui anak pertama, dan mengamati ibu-ibu menyusui lainnya, sehingga mereka tahu tentang manfaat menyusui, dampak bila tidak menyusui, hambatan yang dialami selama menyusui, posisi yang efektif selama menyusui, frekuensi menyusui dan waktu menyusui, dan mampu menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan menyusui secara benar sesuai dengan pengalaman yang didapatkan, lalu mampu menggunakan pengalaman mereka pada saat mereka menyusui, dan mampu menjabarkan apa yang berhubungan dengan ASI dan menyusui melalui pengalaman, dan kemudian mampu menghubungkan segala sesuatu tentang ASI dan menyusui, serta mampu menilai segala sesuatu yang dia dapatkan yang berhubungan dengan ASI dan menyusui apakah itu baik, tepat dilakukan pada kondisi tertentu dan segala kondisi.


(5)

161 Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Berdasarkan tingkatan menurut Allport ada 4 yaitu menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab. Untuk mengukur sikap dari kesepuluh ibu menyusui, penulis akan menggunakan teori tingkat sikap menurut Allport tersebut. Kesepuluh ibu-ibu menyusui di desa Polobogo berada pada tingkatan sikap menurut Allport, oleh karena mereka berada pada tingkatan sikap “Menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab” hal tersebut dapat dilihat dari kesepuluh ibu menyusui, yakni ibu PH, ibu KH, ibu CJH, ibu SR, ibu MG, ibu MT, ibu NM, ibu MR, ibu ST, dan ibu EN yang mampu menerima segala stimulus yang diberikan anaknya pada saat hendak menyusui. Kemudian ibu-ibu menyusui tersebut dapat merespon stimulus anak tersebut dengan menyusuinya pada saat kondisi apapun. Misalnya pada kondisi sedang sakit, bekerja, atau sedang ada tamu yang berkunjung kerumah. Hal tersebut karena mereka mau anaknya tumbuh kembangnya baik sehingga dia berusaha mencari tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan cara mengatasi hambatan yang dia alami selama menyusui kepada keluarganya (suami dan orangtua) sebagai bentuk penghargaannya kepada


(6)

162 anaknya dan rasa tanggung jawabnya sebagai ibu, walaupun pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga cukup membuatnya repot dan capek. Namun dari kesepuluh ibu menyusui tersebut 3 ibu menyusui lainnya memiliki bentuk responnya berbeda karena 3 ibu menyusui tersebut memiliki motivasi yang rendah. Adapun yang dimaksud dengan motivasi yang rendah ditunjukkan dengan sikap ibu menyusui yang kurang memprioritaskan kegiatan menyusui pada kondisi dan situasi tertentu, seperti memberikan susu formula pada usia anak mereka 2 bulan dengan alasan menahan lapar dan menambah gizi dari anak mereka dan dengan alasan menyusui hanya untuk menghemat pengeluaran keluarga mereka.

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2012), untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata (tindakan) diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Tindakan memiliki beberapa tingkatan yaitu respon terpimpin, mekanisme dan adopsi. Kesepuluh ibu-ibu menyusui di desa Polobogo berada pada tingkatan tindakan seperti Bloom. Walaupun dari segi tindakan mereka tidak mempunyai teknik menyusui baik itu posisi, frekuensi, dan waktu menyusui sesuai dengan anjuran dari medis tetapi mereka dapat menyusui anak mereka berdasarkan pengalaman yang mereka dapati dan mengaplikasikannya sesuai dengan kenyamanan ibu dan anak serta mereka hanya melakukan tindakan menyusui berdasarkan kebiasaan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui tentang ASI Eksklusif dengan Pemberian ASI Eksklusif di Dusun Plalar Kulon Desa Kopeng T1 462012087 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui tentang ASI Eksklusif dengan Pemberian ASI Eksklusif di Dusun Plalar Kulon Desa Kopeng T1 462012087 BAB II

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui tentang ASI Eksklusif dengan Pemberian ASI Eksklusif di Dusun Plalar Kulon Desa Kopeng T1 462012087 BAB IV

0 1 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui tentang ASI Eksklusif dengan Pemberian ASI Eksklusif di Dusun Plalar Kulon Desa Kopeng T1 462012087 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang T1 462008024 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang T1 462008024 BAB II

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang T1 462008024 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang

1 4 121

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono Dusun Weru Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang T1 152010018 BAB IV

0 4 67