EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni jacq) DAPAT MEREGENERASI SEL � PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

(1)

i

TESIS

EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni jacq)

DAPAT MEREGENERASI SEL ß PANKREAS DAN

MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA

PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR

WISTAR DIABETES MELITUS

HERNA NIM 1490761010

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ii

EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni jacq)

DAPAT MEREGENERASI SEL ß PANKREAS DAN

MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA

PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR

WISTAR DIABETES MELITUS

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

HERNA NIM 1490761010

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 20 Januari 2016

Pembimbing I

Prof. DR.dr. Wimpie Pangkahila Sp And FAACS NIP. 194612131971071001

Pembimbing II

Prof. Dr. dr. A. A. G.Budhiarta, Sp.PD-KEMD NIP. 194412211972061001

Mengetahui,

Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

DR.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., SpGK NIP.1958052119850312002


(4)

iv

PENETAPAN PENGUJI

Tesis ini telah diuji pada Tanggal 25 Januari 2016

Penguji tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 522/UN14.4/HK/2016, Tanggal 20 Januari 2016

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS Sekretaris : Prof. Dr. dr. A. A. G. Budhiarta, Sp.PD-KEMD Anggota : 1. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And

2. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, SpGK 3. dr. A. A. A. N. Susraini, Sp.PA(K)


(5)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : dr. Herna

NIM : 1490761010

PROGRAM STUDI : ILMU BIOMEDIK

JUDUL TESIS : EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni jacq) DAPAT MEREGENERASI SEL ß PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 29 Desember 2015


(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, karunia serta petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) dapat

Meregenerasi sel β Pankreas dan Menurunkan Kadar Gula Darah Puasa pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Diabetes Melitus” dalam rangka memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti Aging Medicine, di Program Pascasarjana Universitas Udayana, Bali-Indonesia.

Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman berharga yang memperkaya wawasan, serta sebagai proses pembelajaran hidup penulis baik dari segi ilmiah maupun aspek nilai sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang disekeliling penulis yang senantiasa mendukung dengan tulus dan ikhlas. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, selaku Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada Penulis selama penyusunan tesis ini mulai dari awal hingga selesai.

2. Prof. Dr. dr. A. A. G. Budhiarta, Sp.PD-KEMD, selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada Penulis selama penyusunan tesis ini mulai dari awal hingga selesai.


(7)

vii

3. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And, selaku Penguji, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini.

4. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, SpGK, selaku Penguji, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini. Serta selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana-Bali.

5. dr. A. A. A. N. Susraini, Sp.PA(K), selaku Penguji, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini.

6. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana, Bali.

7. Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, Sp. S (K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menjadi mahasiswi pada Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana, Bali.

8. Ferbian Siswanto, SKH, selaku staf di Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana-Bali. Yang telah banyak membantu secara teknis proses penelitian ini.


(8)

viii

9. Ayahanda tercinta (Alm.Tn. Lie Pit Tian) dan Ibunda tercinta (Ny. Tjiong Kang Nio), atas iringan doa, dukungan, perhatian dan kasih sayang yang tulus dan tidak terhingga kepada Penulis, sehingga Penulis mampu menyelesaikan tesis ini.

10.Anak-anakku tersayang (Valerie Malva T. dan Kenzie Satyadharma T.), atas doa, dukungan dan pengertian selama Penulis menempuh pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

11.Kakak-kakakku tersayang (Gisella Monica, Yunani dan Fennie) yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menuntut ilmu, sehingga Penulis mampu menyelesaikan tesis ini.

12.Seluruh Dosen Ilmu Biomedik Universitas Udayana, Bali. Yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat.

13.Para staf Ilmu Biomedik Universitas Udayana, Bali. Yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada Penulis mulai dari awal sampai akhir menuntut ilmu di Bagian Biomedik.

14.Teman-teman angkatan 9, tahun 2014 Anti Aging Medicine, terutama dr.Herti E. Silalahi, MARS. PhD, dr. Fransisca Mochtar, SpOG., dr Nadia Permatasari yang telah memberikan semangat selama penyusunan tesis ini berlangsung.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang


(9)

ix

membangun. Akhir kata Penulis ucapkan, Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Sadhu...Sadhu..Sadhu..

Denpasar, 4 Januari 2015

Penulis, Herna


(10)

x

ABSTRAK

EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni jacq) DAPAT MEREGENERASI SEL ß PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemik dan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena kelainan sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya. Berdasarkan analisis fitokimia, biji mahoni (Swietenia mahagoni jacq) mengandung flavonoid, tanin dan saponin yang mempunyai aktivitas antidiabetes. Flavonoid melindungi dan meregenerasi sel β pankreas, saponin menghambat aktivitas α-glukosidase dan menghambat penyerapan glukosa pada usus, tanin mempunyai aktivitas antioksidan dan meningkatkan glikogenesis. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) dapat Meregenerasi sel β Pankreas

dan Menurunkan Kadar Gula Darah Puasa pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Diabetes Melitus.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimental murni dengan post-test only control group design menggunakan 36 ekor tikus putih jantan. Semua sampel diinduksi dengan Streptozotocin yang menyebabkan kerusakan sel β dan Nicotinamide yang berfungsi melindungi sel β sehingga hanya terjadi kerusakan sebagian pada sel beta pankreas. Sampel yang dipilih dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan glibenklamid oral + plasebo dan kelompok perlakuan yang diberikan glibenklamid oral + ekstrak biji mahoni. Penghitungan

jumlah sel β pankreas dan pengukuran glukosa darah dilakukan setelah 21 hari

perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok yang diberi ekstrak biji mahoni dan glibenklamid memiliki jumlah sel beta pankreas yang secara statistik lebih tinggi dibandingkan kelompok yang diberikan glibenklamid saja (56,39±10,08 sel/lapang pandang vs 45,17±8,87 sel/lapang pandang) (p≤0,001). Selain itu, kelompok yang diberi ekstrak biji mahoni dan glibenklamid memiliki kadar glukosa darah puasa yang secara statistik lebih rendah dibandingkan kelompok yang diberikan glibenklamid saja (90,09±7,67 mg/dl vs 100,54±7,98 mg/dl) (p<0,001). Disimpulkan bahwa bahwa pemberian ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni jacq) dapat meregenerasi sel β Pankreas dan menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus (Rattus novergicus) jantan galur wistar Diabetes Melitus.

Kata kunci: ekstrak biji mahoni, kadar gula darah puasa, sel beta pankreas, Diabetes Melitus


(11)

xi

ABSTRACT

MAHOGANY SEED EXTRACT (Swietenia mahagoni jacq) WILL REGENERATE PANCREATIC β CELLS AND LOWERING FASTING BLOOD GLUCOSE LEVELS IN MALE RATS (Rattus norvegicus) WISTAR STRAIN DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus is a metabolic disease characterized by hyperglycemia and abnormal metabolism of carbohydrates, protein and fat caused by abnormal insulin secretion, insulin sensitivity or both of them. Based on analysis of its phytochemical content, mahogany seeds (Swietenia mahagoni jacq) contains flavonoids, tannins and saponins which have antidiabetic activity. Flavonoids can protect and regenerate β cells, saponins inhibit α-glucosidase activity and inhibit glucose absorption in the intestine, while tannins have antioxidant activity and improve glikogenesis. The purpose of this study is to prove that the administration of mahogany seed extract will regenerate pancreatic β cells and lowering fasting blood glucose levels in male rats wistar strain Diabetes Mellitus.

The design of the study was pure experimental with post-test only control group design using 36 male rats. All samples induced by Streptozotocin which caused β cell damage and Nicotinamide, which protected β cells so that only partial damage occured in beta cells of the pancreas. Selected samples were divided into 2 groups: positive control group given glibenclamide oral and treatment group were given glibenclamide oral + seed extract mahogany. Counting of pancreatic beta cells and measurement of blood glucose was taken after 21 days of treatment.

The results showed that the group given glibenclamide seed extract mahogany and glibenclamide oral has a number of pancreatic beta cells that are statistically higher than the group given glibenclamide alone (56.39 ± 10.08 vs

45.17 ± 8.87 cells cells) (p≤0,001). In addition, the group given seed extract

mahogany and glibenclamide have fasting blood glucose levels were statistically lower than a group given glibenclamide alone (90.09 ± 7.67 mg / dl vs 100.54 ± 7.98 mg / dl) (p <0.001). It was concluded that administration of mahogany seed extract will regenerate pancreatic β cells and lowering fasting blood glucose levels in male rats wistar strain Diabetes Mellitus.

Keywords: seed extract mahogany, fasting blood sugar levels, the beta cells of the pancreas, Diabetes Mellitus


(12)

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

PENETAPAN PENGUJI ...iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK ...x

ABSTRACT ...xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

DAFTAR SINGKATAN ...xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1Penuaan ... 7

2.1.1 Definisi Penuaan ... 7

2.1.2 Penyebab Penuaan ... 7

2.2.Penyakit Diabetes Melitus ... 8

2.2.1 Patofisiologi Diabetes Melitus ... 9

2.2.2 Diagnosis Diabetes Melitus ... 10

2.2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus ... 12

2.2.3.1 Diabetes Melitus Tipe I ... 13


(13)

xiii

2.2.3.3 Diabetes Gestasional ... 17

2.2.3.4 Diabetes Tipe Lain ... 17

2.3. Pankreas ... 17

2.3.1. Patofisiologi Defek sel Beta Pankreas... 19

2.3.1.1 Glukotoksisitas ... 19

2.3.1.2 Lipotoksisitas ... 20

2.3..1.3 Penumpukan Amiloid ... 22

2.3.1.4 Kerusakan sel beta yang diinduksi STZ ... 23

2.3.1.5 Fungsi Pemberian Nicotinamid ... 25

2.4. Insulin ... 25

2.5. Mahoni ... 27

2.5.1 Klasifikasi ilmiah tanaman Mahoni ... 29

2.5.2 Biji Mahoni dan Diabetes Melitus ... 29

2.6. Regenerasi sel Beta Pankreas ... 34

2.7. Tikus Laboratorium ... 36

2.7.1 Kriteria Tikus Diabetes ... 37

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...38

3.1 Kerangka Berpikir ...38

3.2 Konsep ...40

3.3 Hipotesis Penelitian ...41

BAB IV METODE PENELITIAN ...42

4.1Rancangan Penelitian ...42

4.2Lokasi dan Waktu Penelitian ...44

4.2.1 Lokasi Penelitian ...44

4.2.2 Waktu Penelitian ...44

4.3Populasi dan Sampel ... 45

4.3.1 Populasi Penelitian ... 45


(14)

xiv

4.3.2.1 Kriteria Inklusi ...45

4.3.2.2 Kriteria drop out ...45

4.4Penentuan Besar dan cara Pengambilan Sampel ...46

4.4.1 Penghitungan Besar Sampel ...46

4.4.2 Teknik Penentuan Sampel ...46

4.5Variabel Penelitian ...47

4.5.1 Klasifikasi Variabel ...47

4.5.2 Definisi Operasional Variabel ...48

4.6Bahan dan Instrumen Penelitian ...52

4.7Prosedur Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Mahoni ...53

4.8Prosedur Penelitian ...54

4.8.1 Pemeliharaan Tikus Percobaan ...54

4.8.2 Pelaksanaan Peneriksaan ...55

4.8.3 Cara Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Puasa ...57

4.8.4 Cara Pembuatan Histopatologi Jaringan pankreas ...58

4.8.5 Prosedur Pewarnaan ...59

4.8.6 Penghitungan Sel Beta Pankreas... 60

4.9Alur Penelitian ...61

4.10Analisis Data ...62

BAB V HASIL PENELITIAN ...63

5.1Analisis Deskriptif ...63

5.2Uji Normalitas Data ...66

5.3Uji Homogenitas Data ...67

5.4.Uji Komparabilitas Data Jumlah Sel Beta Pankreas sesudah Perlakuan... 68

5.5.Uji Komparabilitas Data Kadar Glukosa Darah Puasa sesudah Perlakuan ...69

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ...71


(15)

xv

6.2Pengaruh pemberian ekstrak biji mahoni ...71

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...75

7.1Simpulan ...75

7.2Saran ...75

DAFTAR PUSTAKA ...76


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Fisiologi Homeostasis Kadar Glukosa Darah Perifer,

Ketidakseimbangan diatas Memicu Diabetes Melitus...10

Gambar 2.2. Penyebab, Perkembangan dan Terapi Terkini DM Tipe 2 ...16

Gambar 2.3. Organ Pankreas ... 18

Gambar 2.4. Mekanisme Defeks Sel Beta Pankreas Akibat Glukotoksisitas dan Lipotoksisitas ... 21

Gambar 2.5. Mekanisme kerusakan sel Beta akibat paparan STZ ... 24

Gambar 2.6. Pohon Mahoni ... 27

Gambar 2.7. Biji Mahoni ... 28

Gambar 2.8. Potensi Ekstrak Biji Mahoni dalam mencegah Kerusakan Sel Beta Pankreas pada Pasien Diabetes ... 33

Gambar 2.9. Kemungkinan Mekanisme Regenerasi Sel Beta Pankreas ... 34

Gambar 2.10. ROS terhadap Aktivitas Stem Cell Pankreas ... 35

Gambar 2.11. Tikus putih sebagai hewan coba... 36

Gambar 3.1 Konsep Penelitian ... 40

Gambar 4.1. Bagan Rancangan Penelitian ... 42

Gambar 4.2 Bagan Hubungan Antar Variabel ... 48

Gambar 4.3. Bagan Alur Penelitian ... 61

Gambar 5.1. Histopatologi Pankreas Tikus Kelompok P0 (Pembesaran 400x).. 64

Gambar 5.2 Histopatologi Pankreas Tikus Kelompok P1 (Pembesaran 400x)... 64

Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Jumlah Sel Beta Pankreas Sesudah Perlakuan Antar Kelompok... 69

Gambar 5.4 Grafik Perbandingan Kadar Glukosa Darah Puasa Sesudah Perlakuan Antar Kelompok... 70


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Etiologis DM ... 12

Tabel 2.2. Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Etanol Biji Mahoni ... 31

Tabel 5.1. Hasil Analisis Deskriptif Data Jumlah Sel Beta Pankreas ... 65

Tabel 5.2. Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar Glukosa Darah Puasa ... 65

Tabel 5.3. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Sel Beta Pankreas ... 66

Tabel 5.4. Hasil Uji Normalitas Data Kadar Glukosa Darah Puasa... 66

Tabel 5.5. Hasil Uji Homogenitas Jumlah Sel β Pankreas Antar Kelompok ... 67

Tabel 5.6. Hasil Uji Homogenitas Data Kadar Glukosa Darah Puasa ... 67

Tabel 5.7. Rerata Jumlah Sel Beta Pankreas antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan ... 68

Tabel 5.8. Rerata Kadar Glukosa darah Puasa antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan... 70


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 84

Lampiran 2. Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Biji Mahoni ... 85

Lampiran 3. Konversi Perhitungan Dosis Untuk Beberapa Jenis Hewan dan Manusia... 86

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Puasa ... 87

Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Sel Beta Pankreas ... 89

Hasil Pemeriksaan Jumlah Sel Beta Pankreas... 89

Lampiran 6. Analisis Deskripfif ... 91

Lampiran 7. Uji Normalitas Data ... 92

Lampiran 8. Uji Homogenitas data ... 93

Lampiran 9. Analisis Komparasi ... 94

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian ... 95

Lampiran 11. Analisi Berat Badan... 97


(19)

xix

DAFTAR SINGKATAN

1. AAM : Anti Aging Medicine 2. ATP : Adenosin Tri Phospat 3. BB : Berat Badan

4. Ca : Kalsium 5. CAT : Katalase

6. DM : Diabetes Melitus 7. GAE : Gallic Acid Equivalent 8. GLP-1 : Glucagon like Peptide-1 9. GPxs : Glutation Peroksidase 10.Gr : Gram

11.Hb : Hemoglobin 12.HbA1C : Hemoglobin Glikat

13.IAAP : Islet Amyloid Peptide Protein 14.IDDM : Insulin Dependent Diabetes Melitus 15.IDF : International Diabetes Foundation 16.IRS : Insulin Reseptor Substrat

17.K : Kalium

18.LC- CoA : Long Chain Acyl Coenzyme A 19.NBF : Netral Buffer Formalin

20.NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus 21.NOX : NADPH Oksidase


(20)

xx

23.PBS : Phosphate Buffered Saline

24.PPAR-ɤ : Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma 25.PPAR-α : Peroxisome Proliferator Activated Receptor Alpha 26.QE : Quercetin Equivalent

27.ROS : Reactive Oxygen Species 28.SOD : Superoksida Dismutase 29.STZ : Streptozotocin

30.TAE : TannicAcid Equivalence 31.TGT : Toleransi Glukosa Terganggu 32.TNM : Terapi Nutrisi Medis

33.TTGO : Tes Toleransi Glukosa Terganggu 34.TZD : Tiazolidindion

35.UCP-2 : Mitochondrial Uncoupling 2 36.WHO : World Health Organization


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging Medicine (AAM) atau disebut juga ilmu anti penuaan. Ilmu Anti Aging Medicine

(AAM) berkembang dengan luar biasa, sangat kuat menarik perhatian dan merambah seluruh dunia. Proses penuaan merupakan proses yang alami yang pasti dihadapi semua makhluk hidup. Definisi dari penuaan itu sendiri adalah menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Pangkahila, 2011).

Ada 3 pokok penting dalam ilmu Anti Aging Medicine, yaitu: bahwa penuaan dapat dianggap sama dengan suatu penyakit yang dapat dicegah, diobati, dan bahkan dikembalikan ke keadaan semula, manusia bukanlah semacam orang hukuman yang terperangkap dalam takdir genetiknya dan manusia memiliki keluhan atau gejala penuaan karena kadar hormonnya yang menurun (Pangkahila, 2011).

Dengan adanya ilmu AAM ini, setiap orang dapat tetap hidup sehat dan berada dalam kualitas hidup yang optimal meskipun usianya bertambah. Proses penuaan dapat diperlambat, ditunda atau dihambat dan usia harapan hidup akan


(22)

2

meningkat disertai kesehatan dan kebugaran tubuh serta kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011).

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang mengalami penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit dan berakhir dengan kematian. Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal seperti: gaya hidup yang tidak sehat, stres, polusi lingkungan dan kemiskinan. Sedangkan yang termasuk dalam faktor internal adalah : terbentuknya radikal bebas yang bersifat merusak sel, hormon yang berkurang, dan kelainan genetika. Jika faktor-faktor ini dibiarkan saja tanpa ada usaha untuk mencegah atau menanggulanginya, maka proses penuaan akan terjadi lebih cepat, bahkan angka morbiditas dan mortalitas akan ikut meningkat pula (Pangkahila, 2011).

Gaya hidup tak sehat seperti diet tinggi karbohidrat dan lemak, serta pola hidup dengan aktivitas fisik sehari-hari yang minimal, akan memicu terjadinya penyakit degeneratif seperti Diabetes Melitus (DM). Penyakit Diabetes Melitus sering dianggap sebagai model biologis proses penuaan dini. Mereka yang mengalami diabetes, akan lebih awal mengalami proses patologik. Karena itu, usia harapan hidup pada orang diabetes menjadi lebih pendek dari orang non diabetes (Pangkahila, 2011).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang cukup


(23)

3

besar pada tahun-tahun mendatang. WHO menyatakan bahwa terdapat kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Perkeni, 2011).

Diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik dengan gejala hiperglikemia yang bisa disebabkan karena gangguan pada sekresi insulin, aksi insulin, atau rusaknya sel beta pankreas. DM tipe 2 merupakan suatu penyakit

yang ditandai dengan penurunan progresif fungsi sel β pankreas dan resistensi

insulin kronis. Pada pulau Langerhans pankreas pasien DM tipe 2, ditemukan deposit amiloid yang berasal dari islet amyloid peptide protein (IAPP). Peptida tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis pada sel β, terutama jika dalam bentuk IAPP oligomer kecil. Peningkatan apoptosis pada penderita DM tipe 2 juga dapat disebabkan oleh hiperglikemia (Butler et al., 2012).

Saat ini, pasien dengan hiperglikemia dapat diberikan pengobatan dengan sulfonilurea, biguanid atau injeksi insulin. Tetapi obat-obat ini memiliki efek samping dan kadang tidak dapat mengatasi keluhan pada pasien DM yang sudah kronis. Hal ini menyebabkan tingginya permintaan akan hadirnya obat anti DM baru terutama yang berasal dari herbal. Yang diharapkan memiliki potensial antidiabetes yang tinggi dengan efek samping yang minimal. Pohon Mahoni


(24)

4

(Swietenia mahagoni. jacq) termasuk famili Meliceae, merupakan pohon yang memiliki tinggi sekitar 30-40 meter. Pohon ini banyak terdapat di Amerika, Meksiko, Amerika Selatan dan di asia termasuk Indonesia. Biji mahoni dilaporkan memiliki efek anti inflamasi, antimutagenik, dan anti tumor (Pari and Saravanan, 2004).

Ekstrak biji mahoni mengandung senyawa-senyawa yang terdiri dari flavonoid, alkaloid, terpenoid, antraquinon, cardiac glycosides, saponin dan

volatile oils yang terbukti memiliki aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan ini mampu menangkap radikal bebas yang menyebabkan perbaikan pada kerusakan sel beta pankreas penyebab DM. Dengan adanya perbaikan pada jaringan pankreas, maka terjadi peningkatan jumlah insulin didalam tubuh sehingga glukosa darah akan masuk ke dalam sel sehingga terjadi penurunan glukosa darah dalam tubuh (Choi et al., 2009).

Mekanisme antidiabetik suatu senyawa fitokimia belakangan ini tidak hanya diarahkan pada menurunkan glukosa darah perifer secara langsung, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, menghambat produksi glukosa di hati, meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan, dan/atau meningkatkan sekresi insulin saja, tetapi diarahkan pula pada efek meningkatkan regenerasi sel beta pankreas (Hossein et al., 2015).

Sebuah penelitian biji mahoni dalam menurunkan kadar glukosa darah pada hewan percobaan pernah dilakukan oleh Mihardja et al. (2014). Pemberian ekstrak mahoni dosis 45 mg/160 gram berat badan tikus setelah 7 hari


(25)

5

menunjukkan hasil berbeda yang signifikan dibandingkan plasebo dan tidak berbeda dengan gliclazide 7,2 mg/160 gram berat badan. Disimpulkan, mahoni dapat menurunkan glukosa darah pada hewan percobaan. Selain itu, Linghuat Lumban Raja (2008) dari Universitas Sumatera Utara juga pernah meneliti tentang ekstrak etanol biji mahoni dosis 50 mg/kg bb dan 100 mg/kgbb pada tikus yang diberi tes toleransi glukosa. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni dosis 50 mg/kg bb dan dosis 100 mg/kgbb mampu menurunkan kadar gula darah dan hasilnya tidak berbeda nyata dengan glibenklamid dosis 1 mg/kgbb (Lumban Raja, 2008).

Berdasarkan hasil tersebut diatas, maka memacu peneliti untuk meneliti efek antidiabetes ekstrak etanol biji mahoni dengan menggunakan streptozotocin sebagai senyawa penginduksi diabetes juga mengharapkan terjadinya regenerasi sel ß pankreas pada tikus yang diinduksi diabetes melitus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pemberian ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni jacq) dapat

meregenerasi sel β Pankreas pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur


(26)

6

2. Apakah pemberian ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni jacq) menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar Diabetes Melitus?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bahwa pemberian ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni jacq) dapat meregenerasi sel β Pankreas pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar Diabetes Melitus.

2. Untuk mengetahui bahwa pemberian ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni jacq) menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar Diabetes Melitus

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Ilmiah : memberikan informasi mengenai efektivitas konsumsi

ekstrak biji mahoni dapat meregenerasi sel β pankreas dan menurunkan kadar gula darah puasa pada tikus DM.

2. Manfaat Praktis : sebagai acuan bagi masyarakat untuk memahami kemungkinan manfaat konsumsi ekstrak biji mahoni bagi kesehatan, terutama bagi penderita diabetes melitus.


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penuaan

2.1.1. Definisi penuaan

Penuaan adalah proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Merupakan suatu proses yang tidak dapat dihindari dan pasti dialami setiap individu. Manusia lahir, berkembang dewasa, menjadi tua dan akhirnya meninggal merupakan suatu siklus kehidupan yang tidak terpisahkan. Namun anggapan bahwa bertambahnya usia harus disertai dengan segala kekurangan dan ketidakberdayaan semestinya dihilangkan. Usia boleh bertambah tetapi kemampuan fisik dan psikis harus tetap baik sehingga manusia dapat menjalani hidup dengan kualitas yang lebih baik (Fowler, 2003; Pangkahila, 2011).

2.1.2. Penyebab penuaan

Pada dasarnya penyebab penuaan dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal terdiri dari radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan genetik. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).

[Type a quot


(28)

2

Proses penuaan yang disertai dengan penurunan berbagai fungsi organ tubuh dapat memicu munculnya penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang timbul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh, dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Penyakit degeneratif dapat dikatakan pula sebagai penyakit yang mengiringi proses penuaan. Salah satu contoh dari penyakit degeneratif adalah Diabetes Melitus (Karyani, 2003).

2.2 Penyakit Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena defek dari sekresi insulin, sensitivitas insulin atau kerusakan sel beta pankreas (ADA, 2014).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Perkeni, 2011).


(29)

3

2.2.1. Patofisiologi Diabetes Melitus

Gula dalam darah disebut sebagai glukosa, berasal dari dua sumber, yaitu dari makanan dan hasil produksi di hati. Setiap kali kita makan, pankreas memberikan respons dengan mengeluarkan insulin ke dalam darah. Insulin berperan sebagai kunci yang membuka pintu sel agar glukosa bisa masuk, dengan demikian kadar glukosa dalam darah menjadi turun. Hati merupakan tempat penyimpanan sekaligus pusat pengolahan glikogen. Pada saat kadar insulin meningkat seiring dengan masuknya makanan ke dalam tubuh, hati akan menimbun glikogen. Pada saat gula darah rendah, glikogen di hati akan diubah menjadi glukosa dan dialirkan keluar dari hati menuju target organ (Gambar 2.1). Pada Diabetes terdapat gangguan keseimbangan antara transportasi glukosa ke dalam sel, glikogen yang disimpan dihati serta glukosa yang dikeluarkan dari hati. Ketidakseimbangan ini menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hal ini disebabkan karena pankreas tidak mampu membuat insulin atau sel tubuh tidak mampu merespons kerja insulin sehingga pintu sel tidak terbuka (Tandra, 2014).


(30)

4

Gambar 2.1. Fisiologi Homeostasis Kadar Glukosa Darah Perifer: Ketidakseimbangan Diatas Memicu Diabetes Melitus (Jørgensen, 2015)

2.2.2 Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, daya penglihatan menurun, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae


(31)

5

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM tipe 2.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL ditambah dengan adanya keluhan klasik. Puasa diartikan bahwa pasien tidak mendapat asupan kalori apapun selama 10-12 jam.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kadar glukosa plasma 2 jam pada

TTGO ≥ 200 mg/dL. TTGO dilakukan dengan standar WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa pada orang dewasa atau 1,75 gram/kgBB pada anak-anak yang dilarutkan dalam air sebanyak 250 ml (Perkeni, 2011).

Menurut ADA pada tahun 2014, Pemeriksaan HbA1C (>6.5%) sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik. Penggunaan nilai HbA1c dianggap sensitif untuk digunakan sebagai screening bagi penderita DM (ADA, 2014).

HbA1C merupakan hasil glikosilasi hemoglobin, yang berikatan dengan glukosa/karbohidrat pada gugus asam amino. Mekanisme pembentukan HbA1C pada penderita diabetes dapat terjadi karena adanya reaksi non enzimatik glukosa dan Hb di dalam sel darah merah (reaksi Maillard). Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat (gula pereduksi) dengan gugus amino primer yang hasilnya berupa produk berwarna cokelat (Buse et al., 2003; Perkeni, 2011).


(32)

6

2.2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan etiologinya. Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia (Perkeni, 2011).

Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologis DM (Perkeni, 2011) Jenis Diabetes Etiologi

DM Tipe 1 Destruksi sel β Pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

- Autoimun - Idiopatik

DM Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan, defek sekresi insulin disertai dengan resistensi insulin

DM Tipe Lain - Defek genetik Fungsi Sel β - Defek Genetik Kerja Insulin - Penyakit Eksokrin Pankreas - Endokrinopati

- Karena zat atau obat kimia - Infeksi

- Reaksi Imunologi


(33)

7

2.2.3.1. Diabetes Melitus tipe 1

Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas, hilangnya fungsi sel ß mungkin disebabkan oleh invasi virus, kerja toksin kimia, atau umumnya melalui kerja antibodi autoimun yang ditujukan untuk melawan sel ß. Biasanya bersifat idiopatik. Akibat dari destruksi sel ß maka pankreas tidak dapat memproduksi insulin (ADA, 2014; Perkeni, 2011).

Diabetes tipe 1 biasanya terdiagnosa pada anak-anak dan dewasa muda. Hanya 5% dari penderita DM mengidap DM tipe 1. Dengan pemberian terapi insulin dan edukasi mampu memberikan peningkatan angka harapan hidup pada penderitanya (ADA, 2014).

2.2.3.2.Diabetes Melitus tipe 2

Merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2014).

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan, didapatkan pernyataan bahwa sampai saat ini penyebab pasti DM tipe 2 belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa bukti dari studi epidemiologi mencurigai bahwa faktor genetik dan lingkungan dapat ikut memicu terjadinya DM tipe 2. Kedua faktor tersebut berkontribusi terhadap resistensi insulin dan menurunnya fungsi dari sel ß pankreas sehingga terjadi penurunan kerja insulin, penurunan produksi insulin,


(34)

8

maupun keduanya. Penurunan kerja insulin menyebabkan terjadinya hiperglikemia yang merupakan gambaran patologis utama dari DM tipe 2. Hiperglikemia juga merugikan sel ß pankreas serta jaringan perifer, kondisi ini disebut sebagai glukotoksisitas dimana berhubungan secara klinis sebagai penyebab dari komplikasi diabetes seperti penyakit kardiovaskular, nephropathy, kebutaan retina, neuropathy, dan gangren perifer. Maka dari itu, manajemen keseimbangan indeks glukosa darah merupakan tujuan pengobatan yang paling sering pada pasien DM. Selain itu, metabolisme lipid yang terganggu pada jaringan adiposa dan jaringan lainnya bisa menyebabkan terjadinya lipotoksisitas, sehingga dapat memperburuk komplikasi diabetes yang terjadi. Sel ß pankreas merupakan pemain utama dalam menjaga keseimbangan glukosa darah. Glukotoksisitas, lipotoksisitas, retikulum endoplasma (stres oksidatif), mediator inflamasi dan inkretin dilaporkan dapat mengatur fungsi dan ketahanan dari sel ß pankreas (Cicero et al., 2013).

Hubungan antara penyebab dan patogenesis terjadinya DM tipe 2 dari faktor genetik dan lingkungan merupakan kontribusi utama dari perkembangan resistensi insulin dan gangguan toleransi glukosa. Pada kondisi normal toleransi glukosa, sel ß pankreas mensekresikan insulin sebagai respons atas peningkatan glukosa yang terjadi setelah makan. Terdapat 5 tahapan kerusakan sel ß pankreas. Pada tahap inisial, sel ß bekerja keras untuk mengkompensasi resistensi insulin yang terus berkembang untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal. Tahap selanjutnya, sel ß tidak dapat lagi menghasilkan cukup insulin untuk


(35)

9

mengatasi kenaikan glukosa yang naik secara tiba-tiba. Tahap ketiga merupakan tahap yang tidak stabil, kadar glukosa meningkat pesat. Tahap keempat

merupakan tahap dekompensasi stabil dengan kerusakan sel β makin parah

sehingga tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup. Pada tahap kelima, terjadi

dekompensasi yang makin parah. Kerusakan sel β berujung pada terjadinya

kerusakan toleransi glukosa sehingga penyakit berkembang dari prediabetes menjadi diabetes.

Pada saat ini, DM tipe 2 diobati dengan obat golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagouge), peningkat sensitivitas terhadap insulin, analog dari GLP-1 (DPP-4 inhibitor) dan inhibitor enzim α-glukosidase serta inhibitor Sglt 2 yang sering digunakan untuk terapi DM tipe 2. Pemicu sekresi insulin seperti glibenklamide dan glimepiride dapat menstimulasi sel ß pankreas untuk mensekresikan insulin. Peningkat sensitivitas insulin seperti TZD (rosiglitazon dan pioglitazon) serta biguanide (metformin) dapat menurunkan resistensi insulin pada jaringan perifer. GLP-1 memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Alpha glukosidase inhibitor seperti acarbose dan Sglt 2 (seperti dafagliflozin dan empagliglozin) dapat menurunkan absorpsi glukosa di usus dan reabsorpsi glukosa di ginjal. Sglt 2 inhibitor tidak disetujui oleh FDA karena masalah keamanannya (Cicero et al., 2013).


(36)

10

Gambar 2.2 Penyebab, perkembangan dan terapi terkini DM tipe 2 (Cicero et al., 2013)


(37)

11

2.2.3.3. Diabetes Melitus Gestasional

Adalah DM yang terjadi selama kehamilan, ada kemungkinan akan normal kembali namun toleransi glukosa yang terganggu akan bisa menetap setelah kehamilan tersebut berakhir (Guthrie and Guthrie, 2003).

2.2.3.4. Diabetes Melitus tipe lain

Tipe lain dari DM adalah diabetes kongenital, diabetes yang berhubungan dengan kelainan cystic fibrosis, steroid DM, pankreatitis kronis dan lain-lain (Kumar et al., 2012).

2.3.Pankreas

Pankreas merupakan organ tubuh istimewa yang berfungsi ganda sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas membantu dan berperan penting dalam sistem pencernaan dengan mensekresikan enzim-enzim pankreas seperti amilase, lipase dan tripsin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas dikenal dengan produksi hormon-hormon insulin dan glukagon yang berperan dalam metabolisme glukosa. Fungsi endokrin pankreas dilakukan oleh pulau-pulau Langerhans yang tersebar di antara bagian eksokrin pankreas (Sundler and Hakanson, 1988).

Dari hasil penelitian Sundler dan Hakanson (1988) dengan menggunakan elektron mikroskop dilaporkan bahwa pulau Langerhans berisi kurang lebih lima jenis sel endokrin. Empat dari lima tipe tersebut adalah sel-sel ß, sel-sel α, sel-sel


(38)

12

delta dan PP, yang dapat diketahui melalui respon dari hormon yang dikandungnya. Tipe sel kelima, disebut sel DI belum dapat diidentifikasi. Pada pankreas manusia normal sel beta berkisar 62% dari jumlah total sel di pulau Langerhans, sel alpha 15%, PP 14%, sel delta 9% dan DI kurang dari 1% (Sundler and Hakanson. 1988).

Pankreas merupakan organ penting dalam mengukur kadar glukosa darah. Hormon yang berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah tersebut adalah insulin yang disekresikan oleh sel beta dan glukagon yang disekresikan oleh sel alfa. Adanya senyawa kimia yang masuk kedalam tubuh dengan dosis tinggi dapat menghancurkan sel-sel pulau langerhans. Kerusakan-kerusakan sel beta pulau langerhans ini akan menyebabkan produksi insulin menurun. Dengan turunnya insulin maka akan mengakibatkan hiperglikemia (Ganong, 1995).


(39)

13

2.3.1.Patofisiologi Defek Sel ß Pankreas

Kerusakan sel ß merupakan bagian penting dalam patofisiologi terjadinya DM. Ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana terjadinya kerusakan sel ß ini, diantaranya adalah teori glukotoksisitas, lipotoksisitas dan penumpukan amiloid (Stumvold et al., 2008).

Efek hiperglikemi sendiri terhadap sel ß pankreas dapat muncul dalam beberapa bentuk (Kariadi, 2010):

1. Glukotoksisitas sel beta, yang merupakan kerusakan yang menetap. 2. Sel beta yang kelelahan (beta cell exhaustion), adalah kelainan yang masih

reversibel dan terjadi lebih dini dibandingkan glukotoksisitas.

3. Penurunan sensitivitas sel ß, yaitu gangguan sementara sel ß yang dirangsang oleh hiperglikemia yang berulang. Keadaan ini akan kembali normal bila gula darah dinormalkan.

2.3.1.1.Glukotoksisitas

Terdapat fakta bahwa dengan perjalanan waktu telah terjadi penurunan fungsi sel beta pada hampir semua pasien DM, sehingga muncul pendapat bahwa glukosa sendiri toksik terhadap sel beta pankreas (Stumvold et al., 2008). Hal ini juga telah terbukti melalui percobaan invitro atau pada binatang percobaan. Pada suatu penelitian didapatkan bahwa glukotoksisitas dapat menginduksi suatu gen yang disebut TRIB 3 yaitu suatu protein yang terlibat dalam jalur sinyal yang menyebabkan apoptosis sel beta pankreas (Qian et al., 2008).


(40)

14

Secara invitro, perlakuan hiperglikemia dapat menyebabkan menurunnya m-RNA insulin dan menurunkan pula laju translasi protein proinsulin (Zhang et al., 2009). Selain menyebabkan kematian/apoptosis sel beta pankreas, glukotoksisitas juga menyebabkan gangguan pada tahap akhir dari sekresi insulin kedalam darah (Dubois, 2007). Metabolisme glukosa yang bersifat oksidatif di sel beta pankreas juga akan menyebabkan pembentukan Reactive Oxygen Species

(ROS) yang akan menyebabkan kerusakan sel beta. Sel beta pankreas hanya mempunyai sedikit enzim katalase dan superoksida dismutase, yang berfungsi untuk merubah ROS. ROS akan mengaktifkan NF-κB, yang merupakan jalur proapoptotik (Stumvold et al., 2008).

2.3.1.2. Lipotoksisitas

Meskipun asam lemak bebas (Free Fatty Acid/ FFA) merupakan suatu senyawa yang dapat merangsang sekresi insulin (Fauci et al., 2008), namun demikian kelebihan beban asam lemak bebas yang kronik juga dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas. Salah satu bukti bahwa lipotoksisitas berperan dalam patofisiologi kerusakan sel beta adalah ditemukannya penumpukan lemak dari pemeriksaan postmortem pada sel beta pankreas pasien DM dan subyek dengan faktor risiko (Tushuizen et al., 2007). Penderita DM tipe 2 sering mengalami peningkatan kadar asam lemak bebas karena adanya resistensi insulin.


(41)

15

Gambar 2.4. Mekanisme defeks sel beta pancreas akibat glukotoksisitas dan lipotoksisitas (Stumvold et al., 2008)

Tingginya kadar glukosa sudah terbukti menghambat oksidasi beta asam lemak bebas, menyebabkan penumpukan kompleks asam lemak rantai panjang-koenzim A (LC-CoA). Hal ini akan mengganggu aktivitas pompa K+ normal, atau UCP-2, yang ujung-ujungnya adalah menghambat pembentukan ATP (Amstrong and and Towle, 2002; Stumvold et al., 2008). Pengendalian pembentukan UCP-2

ini terjadi melalui jalur PPARα, PPARɤ dan leptin (Amstrong and Towle, 2002).

Mekanisme lain defeks sel beta oleh lipotoksisitas adalah melalui sintesis seramida yang di rangsang oleh asam lemak bebas atau melalui pembentukan oksida nitrit (NO). Pada jaringan lain misalnya otot, penghancuran seramida dapat mencegah total resistensi insulin akibat asam lemak bebas. Sehingga terdapat dugaan bahwa asam lemak bebas bekerja melalui pembentukan seramida pada sel beta pankreas. Seramida telah dibuktikan dapat menghambat ekspresi gen insulin


(42)

16

dan mengakibatkan apoptosis melalui berbagai jalur. Pentingnya transduksi sinyal insulin terhadap ekspresi gen insulin tidak dapat dianggap remeh, ini merupakan suatu hal penting lain dari lipotoksisitas: melalui asam lemak-KoA dapat menghambat pensinyalan reseptor insulin pada sel beta melalui pengaruh terhadap protein IRS, PI-3 kinase atau lebih ke hulu dari kaskade pensinyalan insulin (Stumvold et al., 2008).

2.3.1.3. Penumpukan Amiloid pada Sel ß Pankreas

Berdasarkan pemeriksaan postmortem pada pasien dengan diabetes tipe 2 ditemukan bahwa hampir semua jaringan pankreas pasien DM tipe 2 terdapat kandungan amiloid dalam jumlah yang bermakna. Amiloid terdiri atas amiloid polipeptida (IAPP) atau amilin. IAPP merupakan senyawa yang secara normal terdapat di dalam granul insulin sehingga ikut disekresikan bersama insulin. Agregat kecil dari IAPP bersifat sitotoksik secara invitro, dan diduga bahwa hal ini berhubungan dengan pembentukan saluran oleh molekul IAPP yang beragregasi. Pembentukan saluran ini menyebabkan masuknya kalsium ke dalam sel beta; kemungkinan lain adalah terbentuknya agregasi intraselular setelah terjadi interaksi dengan membran liposomal. Bila hiperglikemi dapat memicu agregasi IAPP, maka asam lemak bebas dapat menambah sitotoksisitas agregat (Hull et al., 2002).


(43)

17

2.3.1.4. Kerusakan sel ß pankreas yang diinduksi Streptozotocin

Streptozotocin dengan nama IUPAC 2-deoxy-2[(methylnitrosoamino)-carbony-L-amino)-D-glukopyranose] memiliki rumus molekul C8H15N3O7. Streptozotocin adalah senyawa yang dihasilkan dari Streptomyces acromogenes yang merupakan suatu senyawa nitrosurea analog glukosa. Streptozotocin mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan keton. Dalam penelitian digunakan sebagai penginduksi diabetes pada hewan coba. Obat ini mempunyai spesifisitas yang tinggi terhadap sel-β pankreas. Penyuntikan secara intraperitonial dosis 65 mg/kg BB tikus, dosis tunggal akan menyebabkan hiperglikemia secara cepat. Streptozotocin mempunyai aktivitas anti-neoplasma dan antibiotik spektrum luas. Streptozotocin dapat secara langsung merusak masa kritis sel β-Langerhans atau menimbulkan proses autoimun terhadap sel-β. Streptozotocin menginduksi diabetes pada berbagai spesies hewan sehingga menyerupai adanya hiperglikemik pada manusia. Efek ini secara ekstensif terlihat dengan adanya penurunan sel beta

nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) dan menghasilkan perubahan histopatologi sel beta pankreas. Streptozotocin secara efektif dapat menginduksi diabetes pada kelinci yang ditandai dengan polidipsia, poliuria, polifagia dan hiperglikemia (Szkudelski, 2001; Eleazu et al., 2013).

Streptozotocin (STZ) menembus sel-β-Langerhans melalui tansporter glukosa GLUT 2. Aksi STZ intraseluler menghasilkan perubahan DNA sel-β pankreas. Alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitrosourea mengakibatkan kerusakan pada sel-β pankreas. STZ merupakan donor NO (nitric oxide) yang


(44)

18

mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan pembentukan cGMP. NO dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam sel. Selain itu, STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai peran tinggi dalam kerusakan sel-β-pankreas. Pembentukan anion superoksida karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin oksidase. Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis nukleotida sel-β pankreas. Stz adalah senyawa penghasil radikal Nitric Oxide dan radikal Hydroxil dalam jumlah besar (Szkudelski, 2001; Eleazu et al., 2013).

Gambar 2.5. Mekanisme kerusakan sel Beta akibat paparan STZ (Szkudelski, 2001)


(45)

19

Streptozotocin menghasilkan efek sitotoksiknya melalui pemutusan spontan menjadi gugus pengalkilasi dan pengkarbonilasi. Obat ini khususnya bermanfaat pada pengobatan tumor sel beta pankreas fungsional yang ganas. Obat ini mempengaruhi sel-sel pada semua tahap dalam siklus sel mamalia. Absorpsi dan sekresi streptozotocin diberikan secara parenteral setelah pemberian infus intravena 200-1600 mg/m2, konsentrasi puncak dalam plasma adalah 30-40

μg/ml. waktu paruh obat tersebut mendekati 15 menit. Hanya 10-20% dosis yang

ditemukan kembali dalam urin (Szkudelski, 2001; Eleazu et al., 2013).

2.3.1.5. Fungsi pemberian Nicotinamide

Nicotinamide merupakan amida dari vitamin B3 (Niacin). Banyak penelitian in vitro menyimpulkan bahwa nicotinamide efektif melindungi sel ß pankreas terhadap efek toksik streptozotocin. Sehingga tujuan dari pemberian nicotinamide adalah melindungi sebagian sel ß pankreas. Nicotinamide diberikan secara suntikan intraperitoneal 15 menit sebelum penyuntikkan streptozotocin dengan dosis 230 mg/kgBB tikus (Szkudelski, 2012).

2.4. Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel ß kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel ß, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara


(46)

20

fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormon glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas (Manaf, 2006).

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel (Manaf, 2006).

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa.

a. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membran sel.

Untuk dapat melewati membran sel ß dibutuhkan bantuan senyawa lain.

Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai

“kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh.

Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk


(47)

21

tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel (Manaf, 2006).

b. Proses penutupan K channel pada membran sel.

Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan (Manaf, 2006).

2.5 Mahoni


(48)

22

Swietenia mahagoni atau mahoni berdaun kecil merupakan tanaman tropis yang termasuk famili Meliaceae. Mahoni merupakan tanaman yang berasal dari Hindia Barat dan Afrika dapat tumbuh subur di pasir dekat pantai. Di Indonesia mula-mula tumbuh secara liar di hutan-hutan, di kebun maupun dimana saja. Namun sejak 20 tahun terakhir, tanaman ini sudah dibudi-dayakan karena kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk keperluan mebel dan kerajinan tangan. Di Indonesia terdapat tiga spesies pohon mahoni, yaitu S. macrophylla (mahoni berdaun lebar), S.mahagoni (mahoni berdaun kecil), dan Swietenia sp (DepKes RI, 2000).

Mahoni merupakan pohon tahunan dengan tinggi 2-25 meter, batang bulat bercabang, daun majemuk, menyirip genap berbentuk bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 3-15 cm, pertulangan menyirip. Buah mahoni berbentuk bulat telur berlekuk lima dan berwarna coklat. Biji mahoni berbentuk pipih, berwarna hitam atau coklat. Akarnya tunggang dengan warna coklat (DepKes RI, 2000).


(49)

23

2.5.1 Klasifikasi ilmiah tanaman Mahoni

Berdasarkan sistematika tumbuhan mahoni berdaun kecil termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dikotiledonae Sub-Class : Dialypetalae Ordo : Rutales Famili : Meliaceae Subfamili : Swietenidae Genus : Swietenia

Spesies : Swietenia mahagoni (Tjitrosoepomo, 2000).

2.5.2. Biji Mahoni dan Diabetes Melitus

Masyarakat awam di Indonesia memanfaatkan biji mahoni untuk mengobati berbagai penyakit, di antaranya demam, susah tidur, tekanan darah tinggi, eksim, kencing manis, dan disentri, serta dapat menambah nafsu makan. Di Malaysia, biji tumbuhan ini dimanfaatkan untuk mengobati diabetes dan menurunkan tekanan darah (Chang et al., 2013). Pada pengobatan tradisional China, tanaman ini digunakan sebagai antipiretik, antifungal, dan antihipertensi (Maiti et al., 2007). Dan di India, biji mahoni digunakan untuk pengobatan alternatif diabetes dan hipertensi (Solomon et al., 2003). Selain itu biji mahoni


(50)

24

juga berkhasiat sebagai obat malaria, anemia, dan diare. Kandungan senyawa kimia biji mahoni di antaranya flavonoid, saponin, alkaloid, steroid/triterpenoid, dan tanin (Sianturi, 2001; Haryanti, 2002; Putri, 2004). Di antara senyawa-senyawa tersebut, alkaloid dan flavonoid merupakan senyawa-senyawa aktif bahan alam yang telah diteliti memiliki aktivitas anti diabetes (Salim, 2006).

Hasil analisis fitokimia terhadap ekstrak etanol biji mahoni yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan bahwa biji mahoni mengandung tannin sebanyak 552,06 mg didalam 100 gr ekstrak biji mahoni yang dilarutkan dalam pelarut TAE, flavonoid sebanyak 0,6896 mg didalam 100 gr ekstrak biji mahoni yang dilarutkan dalam pelarut QE, kadar total fenol sebesar 90,29 mg didalam 100 mg ekstrak biji mahoni yang dilarutkan dalam pelarut GAE, dan beta karoten sebanyak 24,01 mg didalam 100 gr ekstrak biji mahoni yang diteliti. Uji aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak biji mahoni memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi, yakni 348,94 mg/L bila dibandingkan dengan vitamin E sebanyak 1 mg dengan Inhibition Concentration 50% (IC50%) sebesar 89,18 mg/ml (Tabel 2.2).


(51)

25

Tabel 2.2 Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Etanol Biji Mahoni

No Analisis Hasil Satuan

1 Tanin 552,06 mg/100g TAE

2 Flavonoid 0,6896 mg/100g QE

3 Total Fenol 90,29 mg/100g GAE

4 Beta Karoten 24,01 mg/100g

5 Kapasitas Antioksidan 348,94 mg/L

6 IC 50% 89,18 mg/ml

Keterangan : TAE = Tannic Acid Equivalence

QE = Quercetin Equivalent

GAE = Gallic Acid Equivalent

Hingga saat ini, mekanisme kerja biji mahoni sebagai agen hipoglikemi masih belum jelas. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kandungan flavonoid yang tinggi pada biji mahoni menghambat aktivitas enzim alfa-glikosidase sehingga menunda penyerapan glukosa (Havsteen, 2002; Febriyany, 2014). Selain itu kandungan Saponin pada biji mahoni berfungsi sebagai antihiperglikemik. Mekanisme kerja dari saponin yaitu mencegah pengosongan lambung dan mencegah peningkatan uptake glukosa pada membran brush border di intestinal (Yoshikawa et al., 2006). Saponin juga memiliki aktivitas hipoglikemik melalui pengaturan stimulasi, sekresi dan pelepasan insulin, meregenerasi sel ß pulau


(52)

26

langerhans dan mengaktivasi enzim yang bertanggung jawab untuk penggunaan glukosa (Smith et al., 2012).

Selain itu, sifat anti hiperglikemik biji mahoni dapat berhubungan dengan lebih dari satu mekanisme, termasuk modulasi sekresi insulin, regulasi aksi insulin, baik pada ekstra pankreatik maupun intra pankreatik (Stanely, et al., 2000), aktivitas antioksidan (Maroo et al., 2003), peningkatan metabolisme

glukosa pada sel β dan aktivasi sistem enzim yang menghasilkan cAMP atau

fosfolipidmessenger (Hawley et al., 2002).

Studi in vivo menunjukkan bahwa ekstrak Swietenia mahagoni dapat berperan dalam stimulasi transkripsi peroxisome proliferator-activated receptor-ɤ

(PPAR-ɤ) dan memperbaiki kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi DM tipe 2 (Li, et al., 2005). Aktivasi dari PPAR-ɤ akan meningkatkan metabolisme lemak, kolesterol, merangsang diferensiasi adiposit, dan meningkatkan sensitifitas sel perifer terhadap insulin (Escher and Wahli, 2000; Willson et al., 2000).

Mekanisme antidiabetik suatu senyawa fitokimia belakangan ini tidak hanya diarahkan pada menurunkan glukosa darah perifer secara langsung, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, menghambat produksi glukosa di hati, meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan, dan/atau meningkatkan sekresi insulin, tetapi diarahkan pula pada efek meningkatkan regenerasi sel beta pankreas. Terdapat setidaknya 40 tanaman yang telah dibuktikan dapat meregenerasi sel beta pankreas dengan mekanisme yang belum diketahui dengan jelas (Hossein et al., 2015).


(53)

27

Dengan mengarahkan hipotesis bahwa pemberian ekstrak biji mahoni dapat meregenerasi sel beta pankreas, maka hal ini dapat mengembalikan fungsi pankreas dalam homeostasis kadar gula. Telah banyak diketahui bahwa seiring dengan berjalannya waktu, jumlah sel β pankreas pada penderita diabetes melitus akan menurun (Kaiser et al., 2003; Marchetti et al., 2012). Glukotoksisitas, lipotoksisitas, retikulum endoplasma (stres oksidatif), inflamasi dan kerusakan inkretin yang terjadi pada penderita DM merupakan faktor resiko terhadap menurunnya jumlah sel ß pankreas (Cicero et al., 2013). Pemberian ekstrak biji mahoni pada penderita DM diharapkan dapat meregenerasi sel ß pankreas sehingga jumlah sel tersebut berada dalam keadaan stabil (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Kemungkinan Potensi Ekstrak Biji Mahoni dalam Mencegah Kerusakan Sel ß Pankreas pada Pasien Diabetes Melitus


(54)

28

2.6. Regenerasi sel ß pankreas

Regenerasi sel beta pankreas adalah salah satu topik yang paling menarik dari penelitian pengobatan DM tipe 1, yang sekarang juga banyak diminati pada DM tipe 2. Peneliti meyakini bahwa sel beta dapat beregenerasi melalui proliferasi sel beta yang sudah ada atau neogenesis dari sel progenitor di dalam atau di luar pulau Langerhans (Bouwens and Rooman, 2005). Meier et al., (2006) menunjukkan bukti terjadinya regenerasi sel beta melalui proliferasi langsung sel beta pankreas pada pasien DM tipe 1. Neogenesis dapat berasal dari berbagai jenis sel dalam pankreas, seperti : sel alfa, sel delta, epitel saluran pankreas, sel asinar, dan sel sentroasinar. Namun proses ini tergantung pada aktivator ekstra-pankreas termasuk hormon, faktor pertumbuhan seperti GLP-1, gastrin, faktor pertumbuhan epidermal, dan lain-lain.

(Bouwens and Rooman, 2005).

Gambar 2.9. Kemungkinan Mekanisme Regenerasi Sel beta Pankreas (Banerjee et al., 2005)


(55)

29

Sel beta pankreas yang baru mungkin muncul setelah cedera, apoptosis akibat peradangan, oksidasi, atau dengan rangsangan eksogen berupa bahan kimia seperti STZ. Neogenesis mungkin berasal dari sel-sel progenitor yang berada dalam pankreas. Regenerasi sel beta pankreas juga kemungkinan merupakan hasil dari diferensiasi berbagai macam stem cell . Selain itu sel-sel dewasa lain yang bukan merupakan sel beta dapat mengalami transdiferensiasi, atau bahkan sel beta pankreas dewasa itu sendiri mengalami replikasi (Banerjee et al., 2005).

STZ merupakan salah satu senyawa yang menginduksi pembentukan radikal bebas ROS didalam pankreas sehingga menyebabkan kerusakan sel-sel pankreas. Pemberian ekstrak biji mahoni (Switenia mahagoni) dipercaya dapat meredam efek ROS pada sel-sel pankreas, baik pada sel beta maupun sel progenitor. Tingginya ROS akan menghambat proses diferensiasi sel progenitor yang akan meregenerasi sel beta. Dan juga akan menghambat replikasi sel beta yang masih normal (Ito et al., 2006).


(56)

30

ROS akan mengaktivasi jalur p38 MAPK-p16Ink4a-retinoblastoma di dalam sel multipoten (progenitor) pankreas, yang berujung pada kerusakan fungsi

stem cell dan sel akan memasuki fase tidak membelah (quiescence cell). Selain itu, ROS menginduksi sel progenitor untuk keluar dari lingkungannya melalui penurunan kadar N-cadherin (Ito et al., 2006).

2.7. Tikus laboratorium

Gambar 2.11. Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan coba.

Tikus yang digunakan untuk percobaan adalah tikus putih galur wistar. Tikus ini merupakan keturunan yang outbread dari tikus-tikus albino yang termasuk dalam spesies Rattus novergicus. Galur ini dikembangkan di Wistar institute pada tahun 1906 untuk digunakan dalam penelitian biologi dan kesehatan. Dan secara khusus dikembangkan untuk menjadi organisme model disaat mereka masih menggunakan mencit (Mus musculus), atau tikus rumah kebanyakan (Wirya, 2012).


(57)

31

Tikus galur wistar adalah salah satu dari sekian banyak tikus yang paling dikenal saat ini untuk digunakan sebagai objek penelitian dilaboratorium. Tikus galur ini memiliki karakter kepala yang lebar, teling-telinga yang panjang, dan memiliki panjang ekor yang tidak melebihi dari panjang badannya (Wirya, 2012).

2.7.1. Kriteria Tikus Diabetes

Kadar glukosa darah normal pada tikus yang sehat adalah antara 50 – 135 mg/dL (Carvalho et al, 2003). Seperti mamalia lainnya, kadar glukosa ini tergantung pada tipe makanan yang dikonsumsi dan waktu makan terakhir (Swatriani, 2012).

Kadar glukosa darah puasa pada tikus dapat dikatakan DM jika ≥ 122 mg/dL. Dikatakan puasa apabila tikus tidak mendapatkan asupan apapun selama 6 jam berturut-turut (Nowland, et al., 2011). Tikus dengan kadar gula darah

sewaktu ≥ 200 mg/dL disebut mengalami kondisi diabetes berat (Carvalho et al.,

2003).

Tikus dibuat menjadi hiperglikemia dengan pemberian dosis tunggal Streptozotocin 13 mg/ 200 grBB tikus, disuntikkan secara intraperitoneal, dengan sebelumnya diberikan suntikan Nicotinamid 46 mg/ 200 gr BB tikus secara intra peritoneal juga, sehingga kadar glukosa darah puasa menjadi ≥ 122 mg/dL. Diabetes yang terbentuk menyerupai Diabetes melitus tipe 2 (Szkudelski, 2012). Pada percobaan ini, semua tikus diberikan glibenklamid oral dengan pertimbangan kode etik.


(1)

langerhans dan mengaktivasi enzim yang bertanggung jawab untuk penggunaan glukosa (Smith et al., 2012).

Selain itu, sifat anti hiperglikemik biji mahoni dapat berhubungan dengan lebih dari satu mekanisme, termasuk modulasi sekresi insulin, regulasi aksi insulin, baik pada ekstra pankreatik maupun intra pankreatik (Stanely, et al., 2000), aktivitas antioksidan (Maroo et al., 2003), peningkatan metabolisme glukosa pada sel β dan aktivasi sistem enzim yang menghasilkan cAMP atau fosfolipid messenger (Hawley et al., 2002).

Studi in vivo menunjukkan bahwa ekstrak Swietenia mahagoni dapat berperan dalam stimulasi transkripsi peroxisome proliferator-activated receptor-ɤ (PPAR-ɤ) dan memperbaiki kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi DM tipe 2 (Li, et al., 2005). Aktivasi dari PPAR-ɤ akan meningkatkan metabolisme lemak, kolesterol, merangsang diferensiasi adiposit, dan meningkatkan sensitifitas sel perifer terhadap insulin (Escher and Wahli, 2000; Willson et al., 2000).

Mekanisme antidiabetik suatu senyawa fitokimia belakangan ini tidak hanya diarahkan pada menurunkan glukosa darah perifer secara langsung, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, menghambat produksi glukosa di hati, meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan, dan/atau meningkatkan sekresi insulin, tetapi diarahkan pula pada efek meningkatkan regenerasi sel beta pankreas. Terdapat setidaknya 40 tanaman yang telah dibuktikan dapat meregenerasi sel beta pankreas dengan mekanisme yang belum diketahui dengan jelas (Hossein et al., 2015).


(2)

Dengan mengarahkan hipotesis bahwa pemberian ekstrak biji mahoni dapat meregenerasi sel beta pankreas, maka hal ini dapat mengembalikan fungsi pankreas dalam homeostasis kadar gula. Telah banyak diketahui bahwa seiring dengan berjalannya waktu, jumlah sel β pankreas pada penderita diabetes melitus akan menurun (Kaiser et al., 2003; Marchetti et al., 2012). Glukotoksisitas, lipotoksisitas, retikulum endoplasma (stres oksidatif), inflamasi dan kerusakan inkretin yang terjadi pada penderita DM merupakan faktor resiko terhadap menurunnya jumlah sel ß pankreas (Cicero et al., 2013). Pemberian ekstrak biji mahoni pada penderita DM diharapkan dapat meregenerasi sel ß pankreas sehingga jumlah sel tersebut berada dalam keadaan stabil (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Kemungkinan Potensi Ekstrak Biji Mahoni dalam Mencegah Kerusakan Sel ß Pankreas pada Pasien Diabetes Melitus


(3)

2.6. Regenerasi sel ß pankreas

Regenerasi sel beta pankreas adalah salah satu topik yang paling menarik dari penelitian pengobatan DM tipe 1, yang sekarang juga banyak diminati pada DM tipe 2. Peneliti meyakini bahwa sel beta dapat beregenerasi melalui proliferasi sel beta yang sudah ada atau neogenesis dari sel progenitor di dalam atau di luar pulau Langerhans (Bouwens and Rooman, 2005). Meier et al., (2006) menunjukkan bukti terjadinya regenerasi sel beta melalui proliferasi langsung sel beta pankreas pada pasien DM tipe 1. Neogenesis dapat berasal dari berbagai jenis sel dalam pankreas, seperti : sel alfa, sel delta, epitel saluran pankreas, sel asinar, dan sel sentroasinar. Namun proses ini tergantung pada aktivator ekstra-pankreas termasuk hormon, faktor pertumbuhan seperti GLP-1, gastrin, faktor pertumbuhan epidermal, dan lain-lain.

(Bouwens and Rooman, 2005).

Gambar 2.9. Kemungkinan Mekanisme Regenerasi Sel beta Pankreas (Banerjee et al., 2005)


(4)

Sel beta pankreas yang baru mungkin muncul setelah cedera, apoptosis akibat peradangan, oksidasi, atau dengan rangsangan eksogen berupa bahan kimia seperti STZ. Neogenesis mungkin berasal dari sel-sel progenitor yang berada dalam pankreas. Regenerasi sel beta pankreas juga kemungkinan merupakan hasil dari diferensiasi berbagai macam stem cell . Selain itu sel-sel dewasa lain yang bukan merupakan sel beta dapat mengalami transdiferensiasi, atau bahkan sel beta pankreas dewasa itu sendiri mengalami replikasi (Banerjee et al., 2005).

STZ merupakan salah satu senyawa yang menginduksi pembentukan radikal bebas ROS didalam pankreas sehingga menyebabkan kerusakan sel-sel pankreas. Pemberian ekstrak biji mahoni (Switenia mahagoni) dipercaya dapat meredam efek ROS pada sel-sel pankreas, baik pada sel beta maupun sel progenitor. Tingginya ROS akan menghambat proses diferensiasi sel progenitor yang akan meregenerasi sel beta. Dan juga akan menghambat replikasi sel beta yang masih normal (Ito et al., 2006).


(5)

ROS akan mengaktivasi jalur p38 MAPK-p16Ink4a-retinoblastoma di dalam sel multipoten (progenitor) pankreas, yang berujung pada kerusakan fungsi stem cell dan sel akan memasuki fase tidak membelah (quiescence cell). Selain itu, ROS menginduksi sel progenitor untuk keluar dari lingkungannya melalui penurunan kadar N-cadherin (Ito et al., 2006).

2.7. Tikus laboratorium

Gambar 2.11. Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan coba.

Tikus yang digunakan untuk percobaan adalah tikus putih galur wistar. Tikus ini merupakan keturunan yang outbread dari tikus-tikus albino yang termasuk dalam spesies Rattus novergicus. Galur ini dikembangkan di Wistar institute pada tahun 1906 untuk digunakan dalam penelitian biologi dan kesehatan. Dan secara khusus dikembangkan untuk menjadi organisme model disaat mereka masih menggunakan mencit (Mus musculus), atau tikus rumah kebanyakan (Wirya, 2012).


(6)

Tikus galur wistar adalah salah satu dari sekian banyak tikus yang paling dikenal saat ini untuk digunakan sebagai objek penelitian dilaboratorium. Tikus galur ini memiliki karakter kepala yang lebar, teling-telinga yang panjang, dan memiliki panjang ekor yang tidak melebihi dari panjang badannya (Wirya, 2012).

2.7.1. Kriteria Tikus Diabetes

Kadar glukosa darah normal pada tikus yang sehat adalah antara 50 – 135 mg/dL (Carvalho et al, 2003). Seperti mamalia lainnya, kadar glukosa ini tergantung pada tipe makanan yang dikonsumsi dan waktu makan terakhir (Swatriani, 2012).

Kadar glukosa darah puasa pada tikus dapat dikatakan DM jika ≥ 122 mg/dL. Dikatakan puasa apabila tikus tidak mendapatkan asupan apapun selama 6 jam berturut-turut (Nowland, et al., 2011). Tikus dengan kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL disebut mengalami kondisi diabetes berat (Carvalho et al., 2003).

Tikus dibuat menjadi hiperglikemia dengan pemberian dosis tunggal Streptozotocin 13 mg/ 200 grBB tikus, disuntikkan secara intraperitoneal, dengan sebelumnya diberikan suntikan Nicotinamid 46 mg/ 200 gr BB tikus secara intra peritoneal juga, sehingga kadar glukosa darah puasa menjadi ≥ 122 mg/dL. Diabetes yang terbentuk menyerupai Diabetes melitus tipe 2 (Szkudelski, 2012). Pada percobaan ini, semua tikus diberikan glibenklamid oral dengan pertimbangan kode etik.


Dokumen yang terkait

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih

0 39 69

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus (L.) Merr.) Terhadap Glukosa Darah Dan Kadar Superoksida Dismutase (Sod) Pada Mencit Hiperglikemia Secara In Vivo

17 95 129

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) Terhadap Profil Sel β Pankreas pada Tikus Diabetes Mellitus.

0 4 29

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) TERHADAP KADAR ALT Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yan

0 1 13

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) TERHADAP KADAR ALT Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yang

0 0 15

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI KAKAO (THEOBROMA CACAO) SECARA ORAL DAPAT MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS.

0 1 19

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

1 4 53

Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni Jacq.) Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit Yang Diinduksi Aloksan.

0 2 27

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELITUS.

0 2 37

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

0 1 53