PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

(1)

i

TESIS

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL

WHARTON’S

JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL

BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR

GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS

NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES

MELITUS

NADIA PERMATASARI NIM 1390761006

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL

WHARTON’S JELLY

INTRAVENA MENINGKATKAN

JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN

MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA

PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN

GALUR WISTAR DIABETES MELITUS

Tesis ini untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NADIA PERMATASARI NIM 1390761006

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

KEKHUSUSAN ILMU ANTI AGING MEDICINE

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 21 APRIL 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS Prof. Dr. dr. A.A. G. Budhiarta, Sp.PD-KEMD NIP. 194612131971071001 NIP. 194412211972061001

Mengetahui

Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

Dr.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., SpGK NIP. 1958052119850312002


(4)

iv

PENETAPAN PUNGUJI

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 21 April 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.:.…./UN14.4/HK/β016, Tanggal………

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Sekretaris : Prof. Dr. dr. A. A. G. Budhiarta, Sp.PD-KEMD Anggota :

1. Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK

2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.SC., Sp.And 3. Dr. dr. Desak Made Wihandani, M.Kes


(5)

v UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, karunia serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly intravena meningkatkan jumlah sel beta pankreas dan menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar diabetes melitus” dalam

rangka memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti Aging Medicine, di Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar Bali.

Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman berharga yang memperkaya wawasan, serta sebagai proses pembelajaran hidup penulis baik dari segi ilmiah maupun dari segi sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang disekeliling penulis yang senantiasa mendukung dengan tulus dan ikhlas. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, selaku Pembimbing I, yang dengan penuh perhatian memberikan semangat, bimbingan, waktu dan saran yang sangat berharga selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini.

2. Prof. Dr. dr. A. A. G. Budhiarta, Sp.PD-KEMD, selaku Pembimbing II, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan bimbingan, waktu dan saran yang sangat berharga kepada penulis selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini. 3. Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK, selaku Penguji, yang telah memberikan

masukan, saran, sanggahan, dan koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini dan selama penulis mengikuti program magister. 4. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.SC., Sp.And, selaku Penguji, yang

telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini dan selama penulis mengikuti program magister.

5. Dr. dr. Desak Made Wihandani, M.Kes, selaku Penguji, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan semangat, masukan, saran, sanggahan, dan koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini dan selama penulis mengikuti program magister.

6. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, SpGK, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana, Denpasar Bali.

7. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana, Denpasar Bali.

8. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan


(6)

vi

kepada penulis untuk menjadi mahasiswi pada Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana, Bali.

9. Indra Bachtiar, PhD, selaku pembimbing dari Stem Cell and Cancer Institute (SCI) PT. Kalbe Farma Tbk., ReGeniC (Regenerative and Celular Therapy) Laboratory Jakarta, yang dengan penuh kesabaran, perhatian dalam memberikan ilmu, semangat, dorongan, saran, doa dan waktu yang sangat berharga untuk penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 10.Dr. Harry Murti, selaku staf Stem Cell and Cancer Institute (SCI) PT.

Kalbe Farma Tbk., ReGeniC (Regenerative and Celular Therapy)

Laboratory Jakarta, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu, saran dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. 11.Prof. drh. Arief Boediono, PhD, selaku Ketua Program Studi FKH IPB,

yang memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan proses penelitian tesis ini.

12.drh. Pita Tarigan, selaku staf dan dokter hewan FKH IPB yang dengan penuh kesabaran membantu secara teknis proses penelitian tesis ini.

13.drh. Subangkit, selaku staf dan dokter hewan FKH IPB yang dengan penuh kesabaran membantu secara teknis proses penelitian tesis ini.

14.Ferbian Siswanto, SKH, selaku staf di Laboratorium Reproduksi FKH Universitas Udayana, yang telah membantu, memberikan saran dan masukan penelitian ini.

15.Ketut Tunas, selaku staf dosen statistik Universitas Udayana yang dengan penuh kesabaran membantu, meluangkan waktu, memberikan ilmu serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

16.Yudhi Nugraha S. Putra, M. Biomed, PhD candidate of X-Ray Protein Crystallography, Nara Institue of Science and Technology (NAIST), Japan, yang dengan penuh kesabaran memberikan ilmu, mencarikan jurnal-jurnal terbaru, memberikan saran, semangat dan doa yang sangat berharga kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

17.dr. Wahyu Budi Santosa, PhD candidate of Cancer and Immunotherapy, University of Oxford, United Kingdom, yang telah meluangkan waktu untuk mengkoreksi penulisan dan memberikan saran dalam penyelesaian tesis ini.

18.Dr. dr. Reza Yuridian Purwoko, SpKK, dari Mesenchymal Stem Cell Biology Research Unit, ‘erpour Clinic Jakarta, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran meluangkan waktu, memberikan ilmu, semangat, saran kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

19.Iis Rosliana, S.Si, selaku staf Mesenchymal Stem Cell Biology Research Unit, ‘erpour Clinic Jakarta, yang telah meluangkan waktu memberikan ilmu, saran, semangat kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

20.dr. Frans Dany, selaku staf LITBANGKES Jakarta, yang telah meluangkan waktu memberikan ilmu, saran, bantuan, semangat kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

21.dr. David Tua Perdamean, Sp.B, yang telah meluangkan waktu memberikan ilmu, saran, semangat kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.


(7)

vii

22.dr. Alfred Trimulfa Situmorang, Sp.PD, yang telah meluangkan waktu memberikan ilmu, saran, semangat kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

23.dr. I Made Oka Negara, FIAS, yang telah meluangkan waktu memberikan ilmu, saran, bantuan, semangat, doa yang sangat berharga kepada penulis selama penyelesaian tesis ini dan selama penulis mengikuti program magister.

24.Ayahanda tercinta (Syarifudin, MM) dan Ibunda tercinta (Siti Maryati), atas iringan doa, semangat, perhatian dan kasih sayang yang tulus dan tidak terhingga kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini.

25.Suami tercinta (Alldila Putra Belia, ST) dan anak-anak tersayang (Erlangga Ario Daniswara dan Mahar Bagas Daniswara), atas doa, dukungan, pengertian, cinta kasih dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

26.Adik tercinta (Sandi Wijaya, ST, MM), atas doa, semangat, cinta kasih yang tidak terhingga kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini.

27.Seluruh Dosen Ilmu Biomedik Universitas Udayana Bali, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga dan bermanfaat.

28.Para staf Ilmu Biomedik Universitas Udayana Bali, yang telah mendukung, memberikan informasi dan bantuan kepada penulis mulai dari awal sampai akhir menuntut ilmu di bagian Biomedik.

29.Teman-teman angkatan 7, 8, 9 dan 10 Anti Aging Medicine Universitas Udayana, terutama dr. Henrita Ernestia, dr. Soraya Simatupang, dr. Veny Larasati M.Biomed AAM, dr. Lydia M.Biomed AAM, dr. Lisa Silvani M.Biomed AAM, dr. Putu Oka Sidharta, dr. Herna, dr. Fatima Zahra, dr. Orlen Plaudo Sompotan dan dr. Dewi Anggreani Indra M.Biomed AAM yang telah memberikan saran dan dukungan selama penyusunan tesis ini berlangsung.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.


(8)

viii

Penulis,


(9)

ix

ABSTRAK

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN

MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES

MELITUS

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemik dan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena kelainan sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya. Berdasarkan penelitian sebelumnya, sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly memiliki kemampuan anti-inflammatory, imunoregulasi yang dapat memperbaiki kontrol metabolik serta memiliki kemampuan berdiferensiasi menjadi pancreatic lineage cells yang berfungsi sebagai insulin-producing cells pada kultur in vitro. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikkan bahwa pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly dapat meningkatkan jumlah sel beta pankreas dan menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar diabetes melitus.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimental murni dengan

post test only control group design menggunakan 36 ekor tikus putih jantan. Semua sampel diinduksi dengan Streptozotocin dan Nicotinamide. Sampel yang dipilih dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberikan glibenklamid + NaCl 0,9% dan kelompok perlakuan yang diberikan glibenklamid + sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly. Perhitungan jumlah sel beta pankreas dan pengukuran kadar glukosa darah dilakuan setelah 14 hari perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan memiliki jumlah sel beta pankreas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (105,17±16,379 sel/ lapang pandang vs 54,00±11,366 sel/ lapang pandang) (p< 0,001). Selain itu, kelompok perlakuan memiliki kadar glukosa darah puasa yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (109,06±16,71 mg/dl vs 122,78±10,14 mg/dl) (p<0,05).

Disimpulkan bahwa pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly intravena meningkatkan jumlah sel beta pankreas dan menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar diabetes melitus.

Kata kunci: sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly, sel beta pankreas, kadar glukosa darah puasa, diabetes melitus.


(10)

x

ABSTRACT

ADMINISTRATION OF WHARTON’S JELLY MESENCHYMAL STEM

CELL INTRAVENOUSLY INCREASE NUMBER OF PANCREATIC BETA CELL AND REDUCE FASTING BLOOD GLUCOSE LEVEL IN RAT

(RATTUS NORVEGICUS) MALE WISTAR STRAIN DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus is a metabolic disease characterized by hyperglycemic and abnormal metabolism of carbohydrates, protein and lipid due to abnormal insulin secretion, insulin sensitivity or both. Based on previous research, Wharton’s Jelly mesenchymal stem cells have anti-inflammatory, imunoregulation that can improve metabolic control and have the ability to differentiate into pancreatic lineage cells that function as insulin-producing cells in in vitro culture. The purpose of this study is to prove that the administration of Wharton’s Jelly mesenchymal stem cells can increase number of pancreatic beta cell and reduce fasting blood glucose level in rat (Rattus norvegicus) male wistar strain diabetes mellitus.

The design of the study was a true experimental with post test only control group design using 36 male rats. All samples induced by Streptozotocin and Nicotinamide. Selected samples were divided into two groups: the control group was given glibenclamide + NaCl 0.9% and the treatment group was given glibenclamide + Wharton’s Jelly mesenchymal stem cells. The calculation of the number of pancreatic β cells and measurement of fasting blood glucose level was done after 14 days of treatment.

The results showed that in the treatment group had a number of pancreatic beta cells higher than the control group (105.17 ± 16.379 cells / visual field vs 54.00 ± 11.366 cells / visual field) (p <0.001). In addition, the treatment group had a fasting blood glucose level lower compared with the control group (109.06 ± 16.71 mg / dl vs 122.78 ± 10,14 mg / dl) (p <0.001).

It was concluded that the administration of Wharton’s Jelly mesenchymal stem cells intravenously increase number of pancreatic beta cell and reduce fasting blood glucose level in rat (Rattus norvegicus) male wistar strain diabetes mellitus.

Keywords: Wharton’s Jelly mesenchymal stem cells, pancreatic beta cell, fasting blood glucose level, diabetes mellitus.


(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... iii

PENETAPAN PENGUJI………...

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………... v UCAPAN TERIMA KASIH………...

vi

ABSTRAK………...

ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI………..……….....

xi

DAFTAR GAMBAR………..………... xiv

DAFTAR TABEL………..………. xv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi

DAFTAR SINGKATAN………...

xvii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang………...

1

1.2 Rumusan Masalah………...………...

5

1.3 Tujuan Penelitian………...…………... 5

1.4 Manfaat Penelitian……….

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA………... 7

2.1 Penuaan.………...………..

7

2.2 Penyakit Degeneratif...………...…………... 8

2.3 Diabetes


(12)

xii

2.3.1 Mekanisme Kematian Sel β Pankreas pada Diabetes Melitus Tipe 1 dan 2…...……... 9

2.3.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus...………... 10

2.3.3 Intervensi Farmakologis Diabetes Melitus... 11

2.4 Sel Punca... 11

2.4.1 Karakteristik Sel Punca... 11

2.4.2 Jenis Sel Punca... 12

2.4.2.1 Sel Punca Embrionik (Embrionic Stem Cell). 12

2.4.2.2 Sel Punca Dewasa (Adult Stem Cell)..……... 13

2.4.3

Homing………..…... 15

2.4.4 Mekanisme Regenerasi Jaringan oleh Sel Punca... 16

2.5 Sel Punca Mesenkimal………... 17

2.5.1 Karakteristik Sel Punca Mesenkimal………. 18

2.5.2 Insulin Producing Cells (IPCs)………..

18

2.5.3 Tingkat Keamanan Sel Punca Mesenkimal

pada Aplikasi Klinis……….. 21

2.5.4 Diabetes melitus mengganggu potensi angiogenik pada adipose-derived stemcell... 22

2.5.5 Penurunan Karakteristik Sel

Punca Mesenkimal………... 23

2.6 Sel Punca Mesenkimal Wharton’s Jelly (Wharton’s Jelly Messenchymal Stem Cell/ WJ-MSC)…... 23

2.6.1 Isolasi Sel Punca Mesenkimal Wharton’s Jelly……. 25

2.6.2 Sel Punca Mesenkimal Wharton’s Jelly

berdiferensiasi menjadi Insulin Producing Cells

In Vitro………...


(13)

xiii

2.6.3 Efek dan Keamaan Transplantasi Sel Punca

Mesenkimal Wharton’s Jelly... 28

2.6.4 Jalur pemberian sel punca mesenkimal wharton’s

jelly... 29

2.7 Hewan Percobaan………..……….

31

2.7.1 Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan sebagai Hewan Coba………... 31

2.7.2 Kriteria Tikus

Diabetes………...……… 32

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN………... 33

3.1 Kerangka Berpikir………..

33

3.2 Konsep Penelitian………...

34

3.3 Hipotesis Penelitian………

35

BAB IV METODE

PENELITIAN……… 36

4.1 Rancangan

Penelitian……….. γ6

4.2 Tempat dan Waktu

Penelitian………. γ8

4.3 Populasi dan

Sampel……….……. γ8 4.3.1

Populasi………... γ8 4.3.2 Kriteria

sampel……… 39

4.3.2.1 Sampel inklusi………...…. 39

4.3.2.2 Sampel drop

out……….. 39

4.3.3 Besar

sampel... 39

4.3.4 Teknik penentuan sampel………... 40


(14)

xiv

4.4 Variabel Penelitian……….

40

4.4.1 Klasifikasi variabel penelitian……… 40

4.4.2 Definisi Operasional Variabel……… 42

4.5 Bahan dan Alat Penelitian……….. 43

4.5.1 Bahan penelitian………. 43

4.5.2 Alat penelitian……… 44

4.6 Prosedur Penelitian……….

45

4.6.1 Pengambilan subyek dan jumlah subyek penelitian…45

4.6.2 Perhitungan dosis sel punca mesenkimal untuk subyek

Penelitian………

46

4.6.3 Cara pemeriksaan kadar glukosa darah puasa tikus... 46

4.6.4 Cara Pembuatan Histopatologi Jaringan Pankreas…. 46 4.6.5 Prosedur pewarnaan Gomori Chrome Hematoxylin

Phloxine

B-Staining………47

4.6.6. Penghitungan sel beta

Pankreas………. 48

4.6.7 Pemantauan keselamatan tikus di

laboratorium…….49

4.6.8 Pelaksanaan

penelitian………50

4.7 Alur Penelitian………...

54

4.8 Pengolahan dan Analisis Data……… 55

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……… 56

5.1 Hasil

Penelitian..………... 56

5.2 Pembahasan………... 64


(15)

xv

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1

Simpulan………. 68

6.2 Saran………...

68

DAFTAR PUSTAKA………...

69

LAMPIRAN………...……….. 73


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Statistik dengan SPSS……… 70

Lampiran 2 Sertifikat POM……….

73

Lampiran 3 Animal Model………

74

Lampiran 4 Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia Sel Beta Pankreas………….. 76

Lampiran 5 Ethical Clearance dengan Judul Penelitian “Pemberian Sel Punca

Mesenkimal Wharton’s Jelly Intravena Menurunkan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Memacu Regenerasi Sel Beta Pankreas pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar Diabetes Melitus……….. 80


(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

AdMSCs : Adipose Tissue-derived Mesenchymal Stem Cells

ASC : Angiogenik Adipose-Serived Stem Cell

BM : Bone Marrow

BM-MSCs : Bone Marrow Derived Mesenchymal Stem Cells

BMSC : Bone Marrow Stem Cell

CD : Cell Differentiation

DM : Diabetes Melitus

EPC : Endothelial Progenitor Cell

ESRD : End-Stage Renal Disease

GDP : Glukosa Darah Puasa

h AdMSCs : human Adipose Tissue-derived Mesenchymal Stem Cells

hESCs : human Embryonic Stem Cells

HIF-1α : Hypoxia-Inducible Factor 1-Alpha

hMSC : human Mesenchymal Stem Cell

HUCPVCs : Human Umbilical Cord Perivascular Cells

huMSC : human Mesenchymal Stem Cell

IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus

IFN- : Interferon- IL-1β : Interleukin-1β

IPC : Insulin Producing Cell

M-CSF : Macrophag-Colony Stimulating Factor

MSC : Mesenchymal Stem Cell

NIDDM : Non-dependent Diabetes Mellitus

NeuroD1 : Neurogenic Differentiation 1

NF-κB : Nuclear Factor-κ B NK : Natural Killer

NO : Nitric Oxide

PDX-1 : Pancreatic and Duodenal Homebox 1

RT-PCR : Real Time-Polymerase Chain Reaction

SH2 : Src Homology 2

SH3 : Src Homology 3

STAT1 : Signal Transducer and Activator of Transcription 1 TNF-α : Tumor Necrosis Factor

UC : Umbilical Cord

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor


(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1 Diferensiasi dari beberapa Populasi Sel Punca Mesenkimal Menjadi Islet-like

Cells……….…β0

5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Jumlah Sel Beta Pankreas………...55

5.2 Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar Glukosa Darah Puasa………...55

5.3 Hasil Uji Normalitas Data sel beta

pankreas………..……….56 5.4 Hasil Uji Normalitas Data Glukosa Darah

Puasa……...……….57

5.5 Hasil Uji Homogenitas Data Jumlah Sel Beta Pankreas antar Kelompok...57

5.6 Hasil Uji Homogenitas Data Kadar Glukosa Darah Puasa antar

Kelompok………..………. .58

5.7 Rerata Jumlah Sel Beta Pankreas antar Kelompok Sesudah Perlakuan……. 58

5.7 Rerata Kadar Glukosa Darah Puasa masing-masing Kelompok….……...….60


(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Perbedaan persentase jumlah sel yang berdiferensiasi menjadiadipogenik dan osteogenik ADSC pada pasien

DM dan non DM………..……… 22

Gambar 2.2 Sel punca mesenkimal wharton’s jelly……….. 25

Gambar 2.3 Isolasi dari sel punca mesenkimal wharton’s

jelly………..β5

Gambar 2.4 Kultur sel punca mesenkimal wharton’s jelly hari 1,3 dan 5 setelah passase hari ke

β1………β6

Gambar 2.5 Isolasi dan karakteristik dari WJ-MSC……….. 26

Gambar 2.6 Hasil Diferensiasi………... 27

Gambar 2.7 Kadar glycated hemoglobin, glukosa puasa dan glukosa 2 jam post prandial selama 1β bulan periode penelitian……….. 28

Gambar 2.8 Adhesi MSC pada pulau pankreas……… 30

Gambar 2.9 Evaluasi persentase survival MSC pada pulau pankreas……...…… 48

Gambar 3.1 Konsep Penelitian………..

34

Gambar 4.1 Bagan Alur

Penelitian………..51

Gambar 5.1 Imunohistokimia Pankreas Tikus Kelompok P0……… 54

Gambar 5.2 Imunohistokimia Pankreas Tikus Kelompok P1……… 54

Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Jumlah Sel Beta Pankreas Sesudah Perlakuan

antar Kelompok………..

59

Gambar 5.4 Grafik Perbandingan Kadar Glukosa Darah Puasa Sesudah Perlakuan

antar Kelompok……….. 61


(20)

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan adalah proses alami yang terjadi pada mahluk hidup termasuk manu-sia. Siklus ini ditandai dengan mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh. Penurunan secara progresif ini akan membuat manusia kehilangan daya tahan ter-hadap infeksi dan akan terjadi penumpukan distorsi metabolisme struktural yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif (seperti hipertensi, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Proses penuaan sesungguhnya dapat dicegah, diperlambat atau dihambat bahkan dikembalikan ke kondisi awal yang optimal. Kesadaran ten-tang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan di negara-negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang sehingga usia harapan hidup di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang (Pangkahila, 2011).

Salah satu bentuk penurunan fungsi organ akibat proses penuaan adalah tim-bulnya penyakit-penyakit metabolik seperti diabetes melitus, obesitas dan hipertensi. Diabetes melitus (DM) sering dianggap sebagai model biologi proses penuaan dini. Penderita DM lebih awal mengalami proses patologik, yang pada nondiabetes terjadi pada usia jauh lebih lanjut. Oleh karena itu, usia harapan hidup pada pasien DM akan lebih pendek (Pangkahila, 2011).

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja


(22)

in-2

sulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2011). DM mempengaruhi banyak organ uta-ma, termasuk jantung, pembuluh darah, saraf, mata dan ginjal. Tujuan dari tatalaksana DM adalah untuk mengontrol kadar glukosa darah dalam batas normal dan membantu mencegah komplikasi dini. Komplikasi DM jangka panjang pada akhirnya dapat mengancam jiwa (Nirmala, 2014).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan pen-ingkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Perkeni, 2011).

Berbagai jenis pengobatan antidiabetik telah digunakan selama berabad-abad untuk mengobati penyakit diabetes. Namun, pada beberapa penderita DM sangat sulit untuk mendapat kontrol glukosa dalam batas normal dan kebanyakan dari penderita ini akan membutuhkan terapi insulin (Liu dkk., 2014). Tetapi penggunaan terapi insulin dalam kehidupan sehari-hari sering menyebabkan epi-sode hipoglikemik (Perkeni, 2011). Transplantasi pankreas adalah salah satu tera-pi yang menjanjikan untuk mencegah diabetes retinopati dan berbagai komplikasi lainnya. Namun, tranplantasi pankreas ini memiliki resiko penolakan oleh sistem imun tubuh (Wang dkk., 2011).

Upaya mencari jalan keluar dari masalah ini mulai menemui titik terang saat James Thomson (seorang profesor di bidang biologi molekuler dan seluler,


(23)

Uni-3

versitas California) dkk berhasil membuat galur murni sel punca embrionik manu-sia yang terbukti mampu berdiferenmanu-siasi menjadi sel-sel yang berasal dari ketiga lapisan embrional. Sel punca embrionik ini telah banyak diteliti dan terbukti ber-potensi untuk membentuk populasi sel yang dapat menghasilkan insulin. Namun, penggunaan sel punca embrionik selalu terbentur dengan masalah etika dan poten-si tumorigenik yang dimilikinya. Oleh sebab itu, para peneliti dan praktipoten-si medis berupaya menggunakan sel punca jenis lain, yaitu sel punca yang tergolong se-bagai sel punca dewasa (Halim dkk., 2010).

Beberapa tahun terakhir penelitian mengenai sel punca mesenkimal ( Mesen-chymal Stem Cell/ MSC) sangat berkembang. Dalam hal ini MSC muncul sebagai kandidat yang menarik untuk berbagai aplikasi terapi. Beberapa studi binatang dan uji klinik menunjukkan bahwa transplantasi sel punca mesenkimal dapat memperbaiki kontrol glikemik dan fungsi sel beta pankreas melalui perbaikan in-flamasi dan imunoregulasi (Liu dkk., 2014).

Mesenchymal stem cell awalnya diisolasi dari sumsum tulang (Bone Marrow/ BM) dan populasi sel ini masih dianggap sebagai standar emas untuk aplikasi MSC. Namun demikian BM memiliki beberapa keterbatasan sebagai sumber MSC, termasuk jumlah MSC yang rendah, prosedur isolasi yang sangat invasif dan terdapat penurunan karakteristik MSC sesuai dengan usia donor. Sejumlah sel punca diperkirakan mengalami degenerasi seiring dengan semakin lanjut usia, se-hingga menyebabkan jumlah dalam populasinya pun berkurang. Oleh karena itu para peneliti mencari dan mengidentifikasi sumber-sumber alternatif lainnya un-tuk MSC (Hass dkk.,2011).


(24)

4

Beberapa tahun terakhir ini sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly ( Whar-ton’s Jelly Mesenchymal Stem Cell/ WJ-MSC) dari tali pusat mendapat perhatian yang sangat besar karena sel dapat dengan mudah diisolasi (non-invasive proce-dure), tidak terbentur masalah etika dan berasal dari jaringan yang didapat setelah lahir sehingga tidak terdapat penurunan karakteristik MSC (Wang dkk., 2004). WJ-MSC memungkinkan untuk digunakan sebagai alternatif klinis dari sel punca mesenkimal sumsum tulang (bone marrow derived mesenchymal stem cell/ BMMSCs) karena memiliki aksesibilitas yang lebih baik, potensi ekspansi yang lebih tinggi dan imunogenisitas rendah (Quintiliano, 2010).

Sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly dapat berdiferensiasi menjadi

Insulin-Producing Cell. Insulin-Insulin-Producing Cells dapat melepaskan insulin dan C-peptide. Implantasi dari MSC yang telah berdiferensiasi ke dalam tikus model diabetes dapat menurunkan kadar glukosa ke tingkat normal. Oleh karena itu IPCs yang berasal dari induksi MSC terlihat sebagai sumber yang sel β yang ideal untuk ter-api cell replacement pada diabetes (Wu dkk., 2014).

Walaupun isolasi sel punca mesenkimal dari tali pusar tidak terbentur masalah etika namun tidak untuk beberapa daerah dengan praktek budaya yang berbeda. Suku Maori di New Zealand memilih untuk mengubur plasenta dan pada beberapa suku di Asia Tenggara memiliki kepercayaan bahwa plasenta harus dikuburkan pada saat kematian untuk menyatukan integritas fisik pada kehidupan selanjutnya (Rachana, 2000).


(25)

5

Penelitian tentang manfaat dan keamanan transplantasi WJ-MSC pada pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa WJ-MSC dapat menurunkan kadar glukosa, memperbaiki kadar C-peptide dan fungsi sel beta, serta menurunkan penanda in-flamasi sistemik dan jumlah T limfosit. Dengan semakin banyaknya penelitian ilmiah diharapkan WJ-MSC akan menjadi agen terapeutik baru untuk pe-natalaksanaan DM (Liu dkk.,2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1.Apakah pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly intravena dapat meningkatkan jumlah sel beta pankreas tikus (Rattus norvegicus) jantan ga-lur wistar diabetes melitus?

2.Apakah pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly intravena dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar diabetes melitus?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui efek pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly


(26)

6

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk membuktikan:

1. Pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly intravena dapat meningkatkan jumlah sel beta pankreas tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar diabetes melitus.

2. Pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly intravena dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar diabetes melitus.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat ilmiah

Memberikan wawasan pengetahuan tentang pengaruh pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly intravena dalam dunia kedokteran khususnya dalam mengobati pasien DM.

1.4.2 Manfaat aplikatif

Memberikan informasi untuk uji klinik pada pasien DM bahwa pemberian sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly intravena dapat meningkatkan jumlah sel beta pankreas dan menurunkan kadar glukosa darah puasa.


(27)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga semua masalah yang mun-cul dianggap memang seharusnya dialami. Padahal terdapat banyak faktor yang ber-pengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi faktor in-ternal dan faktor eksin-ternal. Beberapa faktor inin-ternal adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor ini dapat dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Lebih jauh lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011).

Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penuaan, dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga proses penuaan dapat dicegah atau dihambat. Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011).


(28)

8

2.2 Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh, dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Dari berbagai hasil penelitian modern diketahui bahwa munculnya pen-yakit degeneratif memiliki hubungan yang cukup kuat dengan bertambahnya usia seseorang. Penyakit degeneratif dapat dikaitkan pula sebagai penyakit yang mengiringi proses penuaan (Karyani, 2003).

Hal yang menyebabkan terjadinya penyakit degeneratif adalah kerusakan sel-sel dalam jaringan/ organ, sehingga jaringan/ organ tersebut tidak lagi berfungsi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kerusakan ini bersifat irreversible, sehingga obat-obatan yang pada saat ini tersedia, hanya dapat memperlambat atau mencegah terjadinya ke-rusakan jaringan/ organ yang lebih luas (Halim dkk., 2010).

Penyakit degeneratif dapat terjadi karena adanya proses penuaan, tidak termasuk penyakit menular dan berlangsung kronis seperti penyakit jantung coroner, hipertensi, diabetes melitus, obesitas dan lainnya (Powers, 2008).

2.3 Diabetes melitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karak-teristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2011).

Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association (ADA) 2015, dibagi dalam 4 jenis yaitu:


(29)

9

a. Diabetes melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/ IDDM. DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun.

b. Diabetes melitus tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/ NIDDM. Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan un-tuk menghambat produksi glukosa oleh hati.

c. Diabetes melitus tipe lain. DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insu-lin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iat-rogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.

d. Diabetes melitus gestasional. DM tipe ini terjadi selama masa kehami-lan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa ke-hamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga.

2.3.1 Mekanisme kematian sel βpankreas pada diabetes melitus tipe 1 dan 2

Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dikarakteristikan dengan adanya kegagalan fungsi sel β secara progresif. Apoptosis merupakan bentuk utama kematian sel β. Lesi insu-linitis pada DM tipe 1 menyebabkan sel imun memproduksi sitokin, seperti IL-1 β,


(30)

10

tumor necrosis factor (TNF)-α, dan interferon (IFN)- . Apoptosis IL-1β dan/ atau TNF-α plus IFN- induce β-cell terjadi melalui aktivasi dari β-cell gene dibawah kontrol faktor trasnkripsi NF-κB dan STAT-1. Aktivasi NF-κB menyebabkan produksi dari nitric oxide (NO) dan chemokines serta deplesi dari kalsium retikulum endoplasma. Kematian sel β ini terjadi karena aktivasi dari mitogen-activated protein kinase, yang dipacu oleh stress pada retikulum endoplasma serta pelepasan mitochon-drial death signals. Paparan kronik yang menyebabkan kenaikan kadar glukosa dan asam lemak bebas menyebabkan disfungsi dari sel β serta dapat menginduksi apopto-sis sel β pada DM tipe 2. Paparan kadar glukosa yang tinggi memiliki dua efek, yaitu memacu hipersensitisasi glukosa pada tahap awal dan kemudian apoptosis melalui mekanisme yang berbeda. Asam lemak bebas menyebabkan apoptosis sel β melalui stress pada retikulum endoplasma (Cnop dkk., 2005).

2.3.2 Kriteria diagnosis diabetes melitus

Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria, poli-dipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan Glukosa Darah Pua-sa (GDP) ≥126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman diagnosis DM (Perkeni, 2011).


(31)

11

2.3.3 Intervensi farmakologis diabetes melitus

Dalam konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, pe-natalaksanaan dan pengelolaan DM dititikberatkan pada 4 pilar pepe-natalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Perkeni, 2011).

2.4 Sel Punca

Perkembangan sel punca di dunia medis dimulai sejak tahun 1950-an, yaitu ketika ditemukannya sel-sel penyusun sumsum tulang yang mampu membentuk seluruh jenis sel darah dalam tubuh manusia. Secara etimologi, sel punca dapat diartikan se-bagai sel yang menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun kese-luruhan tubuh organisme, termasuk manusia. Selain itu, sel punca juga merupakan awal dari pertumbuhan berbagai jenis sel penyusun tubuh. Dalam bahasa Indonesia, kata punca berarti awal mula. Makna yang terkandung dalam kata sel punca, semakin diteguhkan dengan penemuan keberadaan sel punca pada awal kehidupan manusia, yaitu saat masih embrio. Hal ini tentu semakin menegaskan bahwa sel punca adalah sel yang menjadi awal mula terbentuknya 200 jenis sel yang menyusun tubuh (Halim dkk., 2010).

2.4.1 Karakteristik sel punca

Supaya dapat dikategorikan sebagai sel punca, suatu sel harus memiliki beberapa karakteristik, yaitu:


(32)

12

1. Belum berdiferensiasi (undifferentiated), yaitu belum memiliki bentuk dan fungsi spesifik layaknya sel-sel lain pada organ tubuh (Halim dkk.,2010). 2. Mampu memperbanyak diri sendiri (self renewal), yang berarti bahwa sel

pun-ca dapat melakukan replikasi dan menghasilkan sel-sel yang mempunyai karakteristik sama dengan sel induknya. Populasi sel punca dalam tubuh terja-ga denterja-gan kemampuannya memperbanyak diri sendiri. Kemampuan ini dapat dilakukan berulang kali, bahkan diduga tidak terbatas. Selain itu, kemampuan ini juga dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang (Halim dkk., 2010). 3. Berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel (multipoten atau pluripoten);

bersifat pluripoten apabila stem cell mampu berdiferensiasi menjadi sel tubuh apa pun yang berasal dari ketiga lapisan embrional (ektoderm, mesoderm, dan endoderm); dan sel punca bersifat multipoten apabila mampu berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel yang biasanya berada dalam satu golongan serupa, misalnya sel-sel sistem hematopoietik atau sistem saraf (Halim dkk.,2010).

2.4.2 Jenis sel punca

Berdasarkan tingkat maturasi tubuh yang menjadi sumber keberadaannya, secara praktis sel punca dibagi menjadi dua jenis, yaitu sel punca embrionik (embryonic stem cell) dan sel punca dewasa (adult stem cell) (Halim dkk., 2010).

2.4.2.1 Sel punca embrionik (embryonic stem cell)

Sel punca embrionik adalah sel punca yang didapatkan saat perkembangan indi-vidu masih berada dalam tahap embrio. Lebih tepatnya, sel punca ini adalah massa sel


(33)

13

dalam (inner cell mass) yang terdapat dalam blastosis. Inner cell mass terbentuk saat embrio berusia 3-5 hari, yaitu saat blastosis terbentuk dan akan mengimplantasikan dirinya ke dalam dinding rahim. Dalam tahap perkembangan selanjutnya, sel-sel ini akan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang lebih dewasa, yang memiliki kemampuan proliferasi dan diferensiasi yang lebih rendah dibandingkan sel punca embrionik. Sel punca embrionik merupakan awal dari seluruh jenis sel dalam tubuh manusia. Sel punca embrionik tergolong sebagai sel punca yang bersifat pluripoten. Selain sifatnya yang pluripoten, sel punca embrionik juga memiliki daya proliferasi yang tinggi, te-lomer yang panjang, dan aktivitas enzim tete-lomerase yang tinggi (Halim dkk., 2010). 2.4.2.2 Sel punca dewasa (adult stem cell)

Sel punca dewasa adalah sel punca yang ditemukan di antara sel-sel lain yang telah berdiferensiasi, dalam suatu jaringan yang telah mengalami maturasi. Dengan kata lain, sel punca dewasa adalah sekelompok sel yang belum berdiferensiasi, bahkan terkadang ditemukan dalam keadaan inaktif, pada suatu jaringan yang telah memiliki fungsi spesifik dalam tubuh individu. Saat ini hampir seluruh jaringan dan organ tubuh yang telah matur, terbukti mengandung sel punca dewasa. Oleh karena itu, penggolongan sel punca dewasa dilakukan berdasarkan organ atau golongan sel yang akan menjadi alur diferensiasinya, seperti sel punca hematopoietik, sel punca jantung, sel punca jaringan saraf (neural stem cell), sel punca mesenkimal, sel punca kulit, dan sebagainya (Halim dkk., 2010).


(34)

14

Beberapa contoh alur diferensiasi dari sel punca dewasa: 1. Sel Punca Hematopoietik

Adalah sel yang mampu membentuk seluruh progenitor sel darah, demi terselenggaranya hematopoiesis dan fungsi imun tubuh. Dengan demikian, sel ini bisa dikatakan sebagai induk dari segala jenis sel darah yang beredar dalam tubuh manusia. Sel punca hematopoietik merupakan hasil dari diferensiasi hemangioblast, yang juga dapat ber-diferensiasi menjadi progenitor sel endotel. Oleh karena itu, sel punca hematopoietik memiliki beberapa kesamaan sifat, terutama dalam hal ekspresi protein permukaan, dengan progenitor sel endotel. Sel punca hematopoietik mampu berdiferensiasi menjadi seluruh jenis sel darah, seperti eritrosit, trombosit, monosit, neutrofil, basofil, eosinofil, lim-fosit B, limlim-fosit T, dan natural killer (NK) cell (Halim dkk., 2010) 2. Sel Punca Jaringan Saraf (Neural):

Mampu berdiferensiasi menjadi tiga golongan utama sel saraf, yaitu astrost, oligodendrosit, dan neuron. Selain itu, sel punca jaringan saraf juga mampu berdiferensiasi menjadi kelompok sel saraf yang memiliki aktivitas dopaminergik (Halim dkk., 2010).

3. Sel Punca Jaringan Kulit:

Sel punca yang banyak ditemukan di stratum basalis epidermis kulit dan dasar folikel rambut ini, mampu berdiferensiasi menjadi


(35)

15

keratinosit, dan sel penyusun lapisan epidermis kulit (Halim dkk., 2010).

4. Sel Punca Mesenkimal:

Mampu berdiferensiasi menjadi osteosit, kondrosit, adiposit, dan berbagai jenis sel penyusun jaringan ikat (Halim dkk., 2010).

5. Sel Punca Jantung:

Mampu berdiferensiasi menjadi tiga jenis sel utama penyusun or-gan jantung, yaitu endotel, kardiomiosit, dan sel otot polos (Halim dkk., 2010).

Khusus untuk sel punca dewasa, walaupun telah disebutkan sebelumnya bahwa potensi diferensiasi yang telah dimilikinya hanya tergolong multipotent, namun jurnal-jurnal ilmiah beberapa tahun terakhir ini: menyatakan bukti dapat terjadinya transdiferensiasi (Halim dkk., 2010).

2.4.3 Homing

Definisi homing sebagai aktivitas sel punca untuk kembali ke rumahnya, yaitu jaringan tubuh yang rusak dan hendak diperbaiki. Sejumlah faktor memegang peran penting untuk membantu keberlangsungan proses homing ini. Istilah homing pertama kali digunakan untuk mendeskripsikan proses yang terjadi dalam transplantasi sel dari sumsum tulang. Sel punca hematopoietik yang disuntikkan ke pembuluh darah akan segera menuju ke bagian sumsum tulang yang mengalami kerusakan. Dalam uji la-boratorium pada hewan, sel punca diberi suatu penanda untuk melacak keberadaann-ya setelah masuk ke dalam pembuluh darah. Melalui percobaan tersebut, sel punca


(36)

16

yang terbukti segera menuju jaringan tubuh hewan yang rusak. Pada penyelidikan selanjutnya, aktivitas sel punca seperti ini diduga dipengaruhi oleh adanya protein spesifik yang dilepaskan oleh sel-sel tubuh yang rusak sebagai bentuk komunikasi seluler. Protein ini bersifat kemoatraktif, sehingga mampu menarik sel punca yang berada di peredaran pembuluh darah, untuk menuju ke arah keberadaan proteinnya (Halim dkk., 2010).

2.4.4 Mekanisme regenerasi jaringan oleh sel punca

Setelah sel punca yang diadministrasikan secara sistemik atau secara langsung sampai pada jaringan yang dituju, maka mekanisme regenerasi jaringan yang rusak pun segera dimulai. Mekanisme perbaikan jaringan yang rusak dengan menggunakan sel punca terdiri dari dua jenis, yaitu diferensiasi sel punca dan produksi faktor per-tumbuhan. Diferensiasi sel punca, dengan kemampuan ini maka sel punca yang telah sampai pada lokasi kerusakan sel dalam jaringan tubuh akan mampu berdiferensiasi menjadi sel somatik jaringan tubuh tersebut, sehingga mampu menggantikan sel-sel yang telah rusak. Produksi faktor pertumbuhan, sel punca yang ditransplantasikan ke dalam tubuh secara sistemik dapat menginduksi sel punca lain yang berada di berbagai organ tubuh pasien sendiri untuk berproliferasi dan bergerak menuju ke jaringan/ organ yang mengalami kerusakan. Salah satu hal yang diduga menyebabkan hal ini adalah sejumlah faktor yang diproduksi oleh sel punca yang dicangkokkan ke dalam tubuh, mampu merangsang pengeluaran sel punca dari berbagai organ tubuh pasien. Faktor-faktor ini adalah sitokin dan faktor pertumbuhan (Halim dkk., 2010).


(37)

17

2.5 Sel Punca Mesenkimal (Mesenchymal Stem Cell/ MSC)

Sel punca mesenkimal terdapat pada seluruh organ tubuh manusia, lebih tepatnya sebagai bagian dari populasi sel yang terdapat di daerah perivaskular. Dengan per-timbangan sel, aksesibilitas, dan hasil penelitian yang dilakukan, maka terdapat tiga sumber yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan sel punca mesenkimal, yaitu sumsum tulang, darah tali pusat, dan jaringan adiposa (Halim dkk., 2010). Perkembangan minat penelitian MCS dimulai pada tahun 1960 pada saat Friedenstein melaporkan bahwa sel stroma sumsum tulang dapat menghasilkan tu-lang. Ia kemudian menunjukkan bahwa sel-sel stroma sumsum tulang memiliki sifat khondrogenik dan adipogenik serta kemampuan yang tinggi untuk pembaruan diri. Sejak saat itu MSC terbukti terdapat di sel punca dewasa seperti di jaringan adiposa, otot, darah perifer, paru-paru, jantung, stroma kornea, pulpa gigi, plasenta, endome-trium, membran amnion, Wharton’s jelly (tali pusat) dan sel punca embrionik. MSC memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai sel-sel khusus dari mesoderm asal: sel-sel tulang, tulang rawan, lemak, kardiomiosit, serat otot, sel-sel tubulus ginjal, dan berdiferensiasi menjadi sel-sel asal ektodermal, misalnya, neuron, dan asal endodermal, seperti hepatosit dan sel pulau pankreas. Karena sifat di atas, MSC dianggap sebagai pilihan pengobatan baru yang muncul dan agen terapi dalam pengobatan regeneratif. Potensi terapi MSC dapat secara langsung dengan meregen-erasi sel-sel jaringan yang luka atau dengan efek parakrin pada lingkungan sekitar,


(38)

18

dan secara tidak langsung dengan mendukung revaskularisasi, melindungi jaringan dari stres yang disebabkan apoptosis, dan modulasi reaksi inflamasi. Uji klinis hasil terapi berbasis sel MSC di berbagai bidang klinis berdasarkan in vitro dan in vivo te-lah lebih dari 400 yang terdaftar (Kalaszczynska dkk., 2015).

Mesenchymal stem cell awalnya diisolasi dari sumsum tulang (Bone Marrow/ BM) dan populasi sel ini masih dianggap sebagai standar emas untuk aplikasi MSC. Namun demikian BM memiliki beberapa keterbatasan sebagai sumber MSC, terma-suk jumlah MSC yang rendah, prosedur isolasi yang sangat invasif dan terdapat penurunan karakteristik MSC sesuai dengan usia donor. Sejumlah sel punca di-perkirakan mengalami degenerasi seiring dengan semakin lanjut usia, sehingga me-nyebabkan jumlah dalam populasinya pun berkurang. Oleh karena itu para peneliti mencari dan mengidentifikasi sumber-sumber alternatif lainnya untuk MSC (Hass dkk., 2011).

2.5.1 Karakteristik sel punca mesenkimal

Agar dapat dikarakteristikan sebagai MSC, sel harus memiliki karakteristik mampu untuk menempel pada cawan kultur plastik, mengekspresikan antigen membran CD105, CD73, CD90, dan sedikitnya ekspresi CD45 dan CD34, serta mampu berdiferensiasi menjadi garis keturunan kondrogenik dan adipogenik (Halim dkk., 2010).


(39)

19

Schuldiner dkk menunjukkan bahwa human embryonic stem cells (hESCs) dapat berdiferensiasi secara spontan menjadi menjadi IPCs pada saat dikultur. Assady dkk juga melaporkan bahwa adherent hESCs dapat mengeskpresikan insulin pada saat dikultur. Namun, efisiensi pola diferensiasi spontan ini masih sangat rendah. Bebera-pa peneliti menggunakan manipulasi gen untuk memperbaiki efisiensi islet-cell transduction dengan overexpression dari Pdx1 (pancreatic β-cell development gene) atau Ngn3. Namun, metode ini memiliki kekurangan untuk digunakan sebagai terapi sel karena terdapat kontaminasi eksogenus pada DNA. Terdapat 3 tahap perkem-bangan penting dalam regenerasi sel β pankreas: tahap pertama dengan menginduksi sel punca menjadi lapisan endoderm definitif, tahap kedua dengan menjadi pancreatic progenitors atau endocrine progenitors dan tahap ketiga menjadi sel β pankreas. Masing-masing tahapan terdapat faktor-faktor yang menginduksi diferensiasi. Se-bagai contoh, Activin A, yang telah digunakan untuk diferensiasi hES menjadi garis keturunan endoderm, adalah faktor penting untuk diferensiasi endoderm definit pada sel punca embrionik tikus dan manusia (Wu dkk, 2014).

Sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly dapat berdiferensiasi menjadi IPC. Chao dkk mendiferensiasikan WJ-MSC menjadi IPC melalui beberapa tahap kultur menggunakan neuroconditioned medium. Wu dkk melakukan studi banding dengan membandingkan kemampuan WJ-MSC dan BM-MSC berdiferensiasi menjadi IPC

phenotype. Kedua tipe seluler tersebut memiliki kemampuan untuk membentuk islet-like cluster pada kultur hari pertama dengan medium kultur yang mengandung


(40)

nico-20

tinamide, activin, HGF, exendin-4 dan pentagastrin. Para peneliti tersebut menemukan ekspresi Pdx-1 pada differentiated WJ-MSC yang lebih tinggi dibanding dengan differentiated BM-MSC (Anzalone dkk., 2011).

Human umbilical cord MSC dapat berdiferensiasi menjadi IPCs dibawah medi-um diferensiasi. Wu dkk menggunakan one-step method untuk membentuk islet-like cell cluster yang dapat mengeskpresikan faktor transkripsi pancreatic-specific PDX-1 dan pancreatic-specific marker C-peptide. Medium diferensiasi mengandung suatu jenis hormon pentagastrin selain faktor yang biasanya digunakan seperti activin-A, exendin-4, HGF. Dibawah medium diferensiasi yang sama, bone marrow mesenchy-mal stem cells (BMMSCs) membentuk islet-like cluster yang lebih kecil dan ekspresi pdx-1 sertaC-peptide yang lebih rendah. Tiga langkah induksi spesifik WJ-MSC dapat membentuk insulin-producing cells tanpa pembentukan islet-like cells cluster

(Wu dkk., 2014).

Tabel 1.1

Diferensiasi dari beberapa populasi sel punca mesenkimal menjadi islet-like cells (Anzalone dkk., 2011)


(41)

21

Induced Insulin-Producing Cells dapat melepaskan insulin dan C-peptide. Im-plantasi dari MSC yang telah berdiferensiasi ke dalam tikus model diabetes dapat menurunkan kadar glukosa ke tingkat normal. Oleh karena itu IPCs yang berasal dari induksi MSC terlihat sebagai sumber yang sel β yang ideal untuk terapi cell replace-ment pada diabetes (Wu dkk, 2014).

2.5.3 Tingkat keamanan sel punca mesenkimal pada aplikasi kilnis

Transplantasi MSC menjadi terapi yang efektif untuk penyakit hematologi, res-piratory distress syndrome, spinal cord injury, liver injury, dan critical limb ische-mia. Sampai saat ini, ratusan uji klinik menggunakan MSC telah terdaftar dalam da-tabase (http://www.clinicaltrials.gov/) dari lembaga kesehatan nasional AS (Wang dkk., 2012).


(42)

22

Untuk mengetahui toksisitas dan tumorigenicity dari human adipose tissue-derived mesenchymal stem cells (hAdMCSs), berbagai dosis sel dengan takaran ber-beda diinjeksikan secara intravena pada tikus dengan imunodefisiensi dan diobservasi selama 13 dan 26 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya efek samping pada pemberian dengan dosis sel tertinggi (2,5 x 108 sel/kgBB) dan tidak ditemukan adanya perkembangan tumor. Uji klinik selama lebih dari 12 bulan pada 8 pasien laki-laki yang menderita spinal cord injury dengan dosis sel 4 x 108 sel/kgBB juga tidak ditemukan reaksi efek samping. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa transplantasi sistemik hAdMSC aman dan tidak menginduksi perkembangan tumor (Ra dkk., 2011).

2.5.4 Diabetes melitus mengganggu potensi angiogenik adipose-derived stemcell

(ADSC)

Diabetes melitus merusak potensi angiogenik dari ADSC dengan cara deplesi subpopulasi seluler selektif. Secara khusus, pada DM terjadi gangguan pada fungsi diabetes endotelial progenitor sel (EPC) dan populasi kultur jaringan fibroblast in vitro. Selain itu, terdapat pengurangan ekspresi vaskulogenik dan sitokin regeneratif

vaskular endothelial growth factor (VEGF) serta hipoxia induced factor 1-alpha

(HIF-1α). ADSC pada pasien DM gagal memperbaiki penyembuhan luka iskemik (Rennert dkk., 2014).


(43)

23

Gambar 2.1Perbedaan persentase jumlah sel yang berdiferensiasi menjadi adi-pogenik dan osteogenik ADSC pada pasien DM dan non DM (Rennert dkk.,

2014)

2.5.5 Penurunan karakteristik sel punca mesenkimal

Keberadaan sumber MSC pada adult stem cell dalam tubuh membuat mereka sangat rentan terhadap penumpukan kerusakan sel yang kemudian dapat menyebabkan kematian sel, penuaan, atau hilangnya fungsi regeneratif dan transformasi neoplastik. Sebaliknya, MSC neonatal seperti WJ-MSC, terhindar dari faktor pro aging. Penurunan kapasitas perbaikan dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit degeneratif disebabkan karena fungsi sel induk menurun seiring dengan usia. Banyak penelitian ilmiah menunjukkan bahwa usia jaringan donor mempengaruhi beberapa sifat MSC. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan ADSC


(44)

24

untuk pembentukan jaringan pembuluh darah (neovaskularisasi) berkurang seiring dengan berjalannya usia. Demikian juga dengan bone marrow stem cell (BMSC) yang mengalami penurunan kemampuan imunomodulator seiring berjalannya usia (Kalaszczynska dkk., 2015).

2.6 Sel Punca Mesenkimal Wharton’s Jelly (Whartons Jelly Mesenchymal Stem Cell/ WJ-MSC)

Pada saat ini dikembangkan sumber MSC Wharton’s Jelly yang diperoleh dari tali pusat (Umbilical Cord/ UC). Sel punca mesenkimal Wharton’s Jelly (Wharton’s Jelly Mesenchymal Stem Cell/ WJ-MSC) mendapat perhatian yang sangat besar kare-na sel dapat dengan mudah diisolasi (non-invasive procedure), tidak terbentur masa-lah etika dan berasal dari jaringan yang didapat setemasa-lah masa-lahir sehingga tidak terdapat penurunan karakteristik MSC (Wang dkk., 2004). WJ-MSC memungkinkan untuk digunakan sebagai alternatif klinis dari BMMSC karena memiliki aksesibilitas yang lebih baik, potensi ekspansi yang lebih tinggi serta imunogenisitas rendah (Quintiliano, 2010).

Penelitian tentang manfaat dan keamanan transplantasi WJ-MSC pada pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa WJ-MSC dapat menurunkan kadar glukosa, memperbaiki kadar C-peptide dan fungsi sel beta, serta menurunkan penanda inflamasi sistemik dan jumlah T limfosit (Liu dkk., 2014).

Terdapat dua populasi sel mesenkimal dalam tali pusat manusia, yaitu: Whar-ton’s Jelly Messenchymal Stem Cell (WJ-MSC) dan Human Umbilical Cord


(45)

25

perivascular Cell (HUCPVCs). WJ-MSC dari tali pusat mengandung jaringan ikat mucoid dan fibroblast-like cell. Dengan menggunakan analisis flowcitrometri, sel-sel tersebut mengeksresikan reseptor matriks (CD44, CD105) dan integrin marker

(CD29, CD51) tetapi tidak untuk penanda garis keturunan hematopoietik (CD34, CD45). Sel-sel ini juga mengekspresikan sejumlah besar penanda sel batang mesen-kimal (SH2, SH3) serta memiliki potensi multilineage dan dapat berdiferensiasi men-jadi sel-sel dari garis keturunan adipogenik dan osteogenik (Wang dkk., 2004).

Gambar 2.2 Sel punca mesenkimal Whartons Jelly (Baergen, 2011)

2.6.1 Isolasi Sel Punca Mesenkimal Whartons Jelly

Dengan metode explan, jaringan dipotong menjadi ukuran kecil (sekitar 1 mm2) dan ditempatkan dalam medium. Explan menempel pada substrat dan sel keluar dari jaringan. Sel-sel ini kemudian dipanen dan dipassase (Puranik dkk., 2012).


(46)

26

Gambar 2.3 Isolasi dari sel punca mesenkimal Whartons Jelly

( Puranik dkk., 2012)

Gambar 2.4 Kultur sel punca mesenkimal Whartons Jelly hari 1, 3 dan 5 setelah passase hari ke 21. Tampak adanya pertumbuhan sel punca dan pengelompokan sel punca (tanda panah) tersebut


(47)

27

Gambar 2.5 Isolasi dan karakteristik dari WJ-MSC. (A)Pasase 5 WJ-MSC; (B) WJ-MSCs masson’s trichrome

staining; (C) Diferensiasi adiposit WJ-MSCs; (D) Oil Red O Staining; Diferensiasi osteosit, Von kossa Staining (E) and Alkaline Phosphatase staining (F); (G) Diferensiasi kondrosit, Safranin O Staining; (H) Analisis flocitometri WJ-MSC; (I) Diferensiasi neural,

Neuroglia2 immunostaining (J); (K) Smooth muscle actin staining; (L) Diferenasiasi sel photoreseptor, Rhodopsin staining (M); (N) Diferensiasi progenitor pankreatik,

(O) Insulin, (P) PDX1 (Sabapathy dkk., 2014).

2.6.2 Sel punca mesenkimal Whartons Jelly berdiferensiasi menjadi insulin-producing cells in vitro

Sel punca Wharton’s Jelly yang diinduksi dengan nikotinamid dan β -mercaptoethanol atau neurogenic differentiation 1 gene (NeuroD1) secara gradual terjadi perubahan morfologi dari sel yang berbentuk fibroblas menjadi sel yang ber-bentuk bulat. Pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan adanya ekspresi positif dari insulin dan glukagon dari sel-sel ini. Pemeriksaan RT-PCR menunjukkan bahwa


(48)

28

huMSC mengekspresikan insulin dan gen PDX-1 setelah diinduksi (Wang dkk., 2011).

Gambar 2.6 Hasil dari diferensiasi. A1: huMSC, A2: Sel tersebut memiliki mor-fologi fibroblas-like. B1 & B2: Perubahan mormor-fologi pada huMSC setelah

di-induksi nicotinamid & β-mercaptoethanol (perbesaran 200x). C1: ekspresi seluler dari protein glukagon manusia setelah terapi dengan nicotinamid & β -mercaptoethanol. C2 & D2: kelompok kontrol tanpa adanya eskpresi dari

insu-lin atau glukagon (perbesaran 200x). E1: Dithizone staining pada D-HuMSCs menunjukan cytoplasmic staining dengan warna merah kecoklatan dan E2 ada-lah kontrol negatif (perbesaran 200x). F: Analisis RT-PCR human insulin dan

PDX-1 genes setelah induksi. Setelah induksi selama 6 hari, huMSCs mengeskpresikan human PDX-1 gene dan huMSCs mengekspresikan human insulin gene setelah induksi selama 12 hari. G: Insulin leve (Wang dkk., 2011)

2.6.3 Efek dan keamaan transplantasi sel punca mesenkimal whartons jelly Penelitian tentang efek dan keamaan transplantasi WJ-MSC dilakukan pada 20 pasien DM tipe 2. Kelompok pertama WJ-MSC diberikan secara intravena dan ke-lompok kedua transplantasi WJ-MSC diberikan secara endovaskular intrapankreatik. Setelah 12 bulan pasca transplantasi, terdapat penurunan pada kadar glukosa dan gly-cated hemoglobin, perbaikan kadar C-peptide dan fungsi sel beta pankreas, serta


(49)

29

penurunan marker inflamasi sistemik dan hitung T limfosit. Tidak ditemukan efek samping (Liu dkk., 2014).

Gambar 2.7 Kadar glycated hemoglobin, glukosa puasa dan glukosa 2 jam post prandial selama 12 bulan periode penelitian (Liu dkk., 2014).

Berdasarkan hasil uji toksisitas dan uji tumorigenicity, Ra JC dkk menyimpulkan bahwa transplantasi hingga 2 x 108 sel/ kgBB Human Adipose Tissue-Derived

Mesen-chymal Stem Cells (hAdMSCs) autologus aman bila diberikan infus intravena secara perlahan (Ra dkk., 2011).

2.6.4 Jalur pemberian sel punca mesenkimal whartons jelly

Terdapat dua metode transplantasi sel punca. Metode pertama adalah secara langsung mengimplantasikan sel punca tersebut ke dalam jaringan/ organ tubuh


(50)

30

pasien yang telah rusak. Metode kedua adalah mengimplantasikan sel punca melalui pembuluh darah, baik yang berada dekat dengan lokasi jaringan/ organ yang telah ru-sak atau pembuluh darah manapun yang terdapat dalam tubuh pasien. Karena kemu-dahan aplikasinya di kemudian hari, maka metode kedua inilah yang paling banyak digunakan dan diuji efektivitasnya. Cara pemberian secara langsung memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pelaksanaannya. Sebalikya, administrasi sel punca melalui pembuluh darah jauh lebih mudah dilakukan daripada injeksi sel punca in-tralesi (Halim dkk., 2010).


(51)

31

Gambar 2.9 Evaluasi persentase survival MSC pada pulau pankreas (Scuteri dkk., 2014)

2.7 Hewan Percobaan

2.7.1 Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan sebagai hewan coba

Percobaan ini menggunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan kare-na tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karekare-na tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Ngatijan, 2006).

Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus


(52)

32

putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit. Usia tikus 2,5 bulan memiliki persamaan dengan manusia usia dewasa muda dan belum mengalami proses penuaan intrinsik (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Klasifikasi tikus putih dalam sistematika hewan percobaan adalah sebagai berikut (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Classis : Mammalia

Subclassis : Placentalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae


(53)

33

Species : Rattus norvegicus

2.7.2 Kriteria tikus diabetes

Kadar glukosa normal pada tikus yang sehat adalah antara 50 mg/dL sampai 135 mg/dL. Seperti mamalia lainnya, kadar glukosa ini tergantung pada tipe makanan yang dikonsumsi dan waktu makan terakhir. Kadar glukosa pada tikus dapat dikatakan diabetes jika kadar glukosa puasa di atas 126 mg/dL (Animalarticle, 2011).


(1)

huMSC mengekspresikan insulin dan gen PDX-1 setelah diinduksi (Wang dkk., 2011).

Gambar 2.6 Hasil dari diferensiasi. A1: huMSC, A2: Sel tersebut memiliki mor-fologi fibroblas-like. B1 & B2: Perubahan mormor-fologi pada huMSC setelah

di-induksi nicotinamid & β-mercaptoethanol (perbesaran 200x). C1: ekspresi seluler dari protein glukagon manusia setelah terapi dengan nicotinamid & β -mercaptoethanol. C2 & D2: kelompok kontrol tanpa adanya eskpresi dari

insu-lin atau glukagon (perbesaran 200x). E1: Dithizone staining pada D-HuMSCs menunjukan cytoplasmic staining dengan warna merah kecoklatan dan E2 ada-lah kontrol negatif (perbesaran 200x). F: Analisis RT-PCR human insulin dan

PDX-1 genes setelah induksi. Setelah induksi selama 6 hari, huMSCs mengeskpresikan human PDX-1 gene dan huMSCs mengekspresikan human insulin gene setelah induksi selama 12 hari. G: Insulin leve (Wang dkk., 2011)

2.6.3 Efek dan keamaan transplantasi sel punca mesenkimal whartons jelly Penelitian tentang efek dan keamaan transplantasi WJ-MSC dilakukan pada 20 pasien DM tipe 2. Kelompok pertama WJ-MSC diberikan secara intravena dan ke-lompok kedua transplantasi WJ-MSC diberikan secara endovaskular intrapankreatik. Setelah 12 bulan pasca transplantasi, terdapat penurunan pada kadar glukosa dan gly-cated hemoglobin, perbaikan kadar C-peptide dan fungsi sel beta pankreas, serta


(2)

penurunan marker inflamasi sistemik dan hitung T limfosit. Tidak ditemukan efek samping (Liu dkk., 2014).

Gambar 2.7 Kadar glycated hemoglobin, glukosa puasa dan glukosa 2 jam post prandial selama 12 bulan periode penelitian (Liu dkk., 2014).

Berdasarkan hasil uji toksisitas dan uji tumorigenicity, Ra JC dkk menyimpulkan bahwa transplantasi hingga 2 x 108 sel/ kgBB Human Adipose Tissue-Derived Mesen-chymal Stem Cells (hAdMSCs) autologus aman bila diberikan infus intravena secara perlahan (Ra dkk., 2011).

2.6.4 Jalur pemberian sel punca mesenkimal whartons jelly

Terdapat dua metode transplantasi sel punca. Metode pertama adalah secara langsung mengimplantasikan sel punca tersebut ke dalam jaringan/ organ tubuh


(3)

pasien yang telah rusak. Metode kedua adalah mengimplantasikan sel punca melalui pembuluh darah, baik yang berada dekat dengan lokasi jaringan/ organ yang telah ru-sak atau pembuluh darah manapun yang terdapat dalam tubuh pasien. Karena kemu-dahan aplikasinya di kemudian hari, maka metode kedua inilah yang paling banyak digunakan dan diuji efektivitasnya. Cara pemberian secara langsung memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pelaksanaannya. Sebalikya, administrasi sel punca melalui pembuluh darah jauh lebih mudah dilakukan daripada injeksi sel punca in-tralesi (Halim dkk., 2010).


(4)

Gambar 2.9 Evaluasi persentase survival MSC pada pulau pankreas (Scuteri dkk., 2014)

2.7 Hewan Percobaan

2.7.1 Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan sebagai hewan coba

Percobaan ini menggunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan kare-na tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karekare-na tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Ngatijan, 2006).

Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus


(5)

putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit. Usia tikus 2,5 bulan memiliki persamaan dengan manusia usia dewasa muda dan belum mengalami proses penuaan intrinsik (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Klasifikasi tikus putih dalam sistematika hewan percobaan adalah sebagai berikut (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Classis : Mammalia

Subclassis : Placentalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae


(6)

Species : Rattus norvegicus

2.7.2 Kriteria tikus diabetes

Kadar glukosa normal pada tikus yang sehat adalah antara 50 mg/dL sampai 135 mg/dL. Seperti mamalia lainnya, kadar glukosa ini tergantung pada tipe makanan yang dikonsumsi dan waktu makan terakhir. Kadar glukosa pada tikus dapat dikatakan diabetes jika kadar glukosa puasa di atas 126 mg/dL (Animalarticle, 2011).


Dokumen yang terkait

PEMBERIAN INJEKSI TESTOSTERON MENGHAMBAT KERUSAKAN SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GULA DARAH TIKUS WISTAR JANTAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELITUS.

1 10 70

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI KAKAO (THEOBROMA CACAO) SECARA ORAL DAPAT MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS.

0 1 19

PEMBERIAN EKSTRAK KULIT POHON PINUS MARITIM PERANCIS (Pinus pinaster) MENCEGAH PENURUNAN SEL BETA PANKREAS DAN MENCEGAH PENINGKATAN GLUKOSA DARAH PUASA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN.

1 2 59

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

1 4 53

PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENINGKATKAN NEOVASKULARISASI, JUMLAH SEL FIBROBLAS DAN EPITELISASI PADA PROSES PENYEMBUHAN LUKA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN TUA.

3 8 17

EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni jacq) DAPAT MEREGENERASI SEL � PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

0 0 57

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELITUS.

0 2 37

PEMBERIAN EKSTRAK KULIT POHON PINUS MARITIM PERANCIS (Pinus pinaster) MENCEGAH PENURUNAN SEL BETA PANKREAS DAN MENCEGAH PENINGKATAN GLUKOSA DARAH PUASA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN.

0 0 59

Pengaruh pemberian ekstrak daun sukun (artocarpus altilis f.) terhadap jumlah sel ß pankreas pada tikus (rattus norvegicus) model diabetes melitus.

0 0 12

EFEK DIET TINGGI KARBOHIDRAT DAN DIET TINGGI LEMAK TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH DAN KEPADATAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR

0 0 8