PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELITUS.

(1)

TESIS

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN

MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA

TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.)

DIABETES MELITUS

MADE ASMARANI DIRA NIM 1490761046

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN

MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA

TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.)

DIABETES MELITUS

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Biomedik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MADE ASMARANI DIRA NIM 1490761046

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 13 JULI 2016


(3)

Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si

NIP. 196404171996011001 NIP. 195705131986011001

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Dr. dr. Gede Ngurah Indraguna Pinatih,M.Sc., Sp.GK Prof. Dr. dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195805211985031002 NIP. 195902151985102001

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 13 Juli 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: , Tanggal

Ketua : Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro. Anggota :

1. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si. 2. Prof. Dr. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK. 3. Dr. dr. I Made Jawi, M. Kes.


(4)

4. dr. I Gusti Ayu Artini, M. Sc.

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama

NIM

Program Studi Judul Tesis

: : : :

Made Asmarani Dira 1490761046

Biomedik

Pemberian Ekstrak Etanol Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Menurunkan Kadar Glukosa Darah dan Meningkatkan Sel Beta Pankreas Pada Tikus Wistar Jantan (Rattus Norvegicus L.) Diabetes Melitus

Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam tulisan ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 2016 Yang membuat penyataan,


(5)

Made Asmarani Dira

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemberian Ekstrak Etanol Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Menurunkan Kadar Glukosa Darah dan Meningkatkan Sel Beta Pankreas Pada Tikus Wistar Jantan (Rattus Norvegicus L.) Diabetes Melitus”.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro, selaku pembimbing I dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si, selaku pembimbing II yang telah membantu memberikan bimbingan, saran, dan dukungan serta semangat selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

Ucapan yang sama juga ditunjukkan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditunjukkan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih


(6)

kepada Dr. dr. Gede Ngurah Indraguna Pinatih,M.Sc.,Sp.GK, selaku Ketua Jurusan Program Studi Biomedik atas bantuan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis mengikuti Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih kepada tim penguji yaitu Prof. Dr. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK, Dr. dr. I Made Jawi, M. Kes, dan dr. I Gusti Ayu Artini, M. Sc, atas bimbingan, saran dan ide yang telah diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf di Program Studi Biomedik yang tidak dapat penulis sebutkan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada Ayah Prof. Dr. I Made Dira Swantara, M.Si dan Ibu Ni Wayan Sudiathi, M.Pd dan saudara-saudara yang senantiasa telah memberi dukungan moril dan materiil serta doa sehingga penyusunan tulisan ini dapat terselesaikan. Seluruh teman-teman Program Studi Biomedik Ilmu Kedokteran Dasar angkatan 2014 dan semua pihak semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberikan motivasi selama menempuh kuliah hingga tulisan ini selesai.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, 2016

Penulis


(7)

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN

MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELITUS

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Jamur tiram putih memiliki kandungan flavonoid yang dapat meredam radikal bebas yang terbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian ekstrak etanol jamur tiram putih dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan sel beta pankreas pada tikus putih jantan diabetes militus.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control group design. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus wistar jantan diinduksi aloksan (120 mg/kg bb) secara intraperitonial lalu dilakukan pemeriksaan glukosa darah tikus. Tikus wistar dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif diberikan aquadest, kelompok perlakuan diberikan ekstrak etanol jamur tiram putih dengan dosis sebesar 1000 mg/kg bb, sedangkan kontrol positif diberikan glibenklamid 5 mg/kg bb. Setiap perlakuan diperiksa kadar glukosa darah dan jumlah sel beta pankreas tikus pada hari ke 15 setelah diinjeksi aloksan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa darah tikus wistar pada kelompok perlakuan jamur tiram putih dosis 1000 mg/kg bb lebih rendah dari pada kadar glukosa darah kelompok negatif dan berbeda nyata secara statistik (p<0.05). Secara histopatologi, jumlah sel beta pankreas perlakuan jamur tiram putih dosis 1000 mg/kg bb lebih banyak dari pada kelompok negatif dan berbeda nyata secara statistik (p<0.05). Kontrol positif dan ekstrak jamur tiram putih 1000 mg/kg bb

hasilnya berbeda tidak signifikan (p˃0,05).

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol jamur tiram putih dosis 1000 mg/kg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan jumlah sel beta pankreas tikus wistar jantan diabetes melitus. Ekstrak etanol jamur tiram putih aktivitasnya sebanding dengan glibenklamid 5 mg/kgbb dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan.

Kata Kunci : Diabetes militus, jamur tiram putih, kadar glukosa darah, sel beta pankreas

ABSTRACT

ETHANOL EXTRACT OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) DECREASED BLOOD GLUCOSE LEVELS AND INCREASED CELLS

BETA PANCREAS IN MALE WISTAR RATS (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus is a group of metabolic disease with hyperglycemia characteristic that due to disruption of insulin secretion. Oyster mushroom contains


(8)

flavonoid which is able to reduce free radicals. This study aims to investigate the effect of oyster mushroom ethanol extract in decreasing the blood glucose levels and increasing the pancreatic beta cells in male wistar with diabetes mellitus disease.

This research was an experimental study post test only control group design, with 30 male wistar used as sampels. Diabetes mellitus was induced to all of the sample by alloxan (120 mg/kg bw) intraperitoneally and then the blood glucose was meassured. The samples divided into 3 groups: negative control group was given aquadest, treatment group was given ethanol extract of oyster mushroom 1000 mg/kg bw, and positif control was given glibenclamide 5 mg/kg bw. The blood glucose levels and number of pancreatic beta cells measured in the 15th day after alloxan was injected.

The results showed that blood glucose levels in treatment with oyster mushrooms (1000 mg/kg bw) is lower than negative control (p<0.05). The number of pancreatic beta cells in treatment with oyster mushroom (1000 mg/kg bw) is more higher than the negative control (p<0.05). Positive controls and oyster mushroom

extract 1000 mg/kg bw results are not significan different (p˃0,05).

This research can be concluded that ethanol extract of oyster mushroom 1000 mg/kg bw decreased blood glucose levels and increased the number of pancreatic beta cell in male wistar rats with diabetes mellitus disease. White oyster mushroom ethanol extract had same activity with glibenclamide 5 mg/kg bw in decreased blood glucose level of male wistar rats.

Keywords : Diabetes mellitus, oyster mushroom, blood glucose, the pancreatic beta cells

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ………...………... i

PERSYARATAN GELAR ………...………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………..……...………... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………..……...………... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ………..……...…... v

UCAPAN TERIMAKASIH ………..……...………... vi

ABSTRAK ………..……...………... viii ABSTRACT ………..……...………... ix

DAFTAR ISI ………...………...……... x

DAFTAR TABEL ……….…... xii


(9)

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.3.1 Tujuan umum ………... 4

1.3.2 Tujuan khusus ... 5

1.4 Manfaat ... 5

1.4.1 Manfaat bagi akademisi ... 5

1.4.2 Manfaat bagi praktisi ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1 Diabetes Melitus (DM) ... 6

2.2 Jamur Tiram Putih(Pleurotus ostreatus) ... 9

2.2.1 Deskripsi jamur tiram putih ... 9

2.2.2 Kandungan jamur tiram putih... 10

2.3 Aloksan ... 12

2.4 Pankreas ... 13

2.5 Glukosa ... 16

2.6 Glibenklamid ... 20

2.7 Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus L.) ... 21

2.8 Ekstraksi ... 23

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 26

3.1 Kerangka Berpikir ... 26

3.2 Konsep ... 27

3.3 Hipotesis ... 28

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Rancangan Penelitian ... 29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 30

4.4 Sampel ... 30

4.4.1 Perhitungan besar sampel penelitian ... 30

4.4.2 Kriteria sampel ... 31

4.4.2.1 Kriteria inklusi ... 31

4.4.2.2 Kriteria drop out ... 31

4.5 Variabel Penelitian ... 31

4.5.1 Variabel bebas ... 31

4.5.2 Variabel terikat ...31

4.5.3 Variabel terkontrol ... 32

4.6 Definisi Operasional Variabel ... 32

4.7 Bahan Penelitian ... 33


(10)

4.9 Prosedur Penelitian ... 33

4.9.1 Pembuatan ekstrak etanol jamur tiram putih ... 33

4.9.2 Skrining fitokimia ... 34

4.9.3 Persiapan hewan coba ... 36

4.9.4 Pembuatan larutan dan suspensi... 37

4.9.5 Induksi kerusakan beta pankreas ... 38

4.9.6 Pengukuran glukosa darah tikus... 38

4.9.7 Pembuatan preparat histopatologi pankreas ... 39

4.9.8 Alur Penelitian... 40

4.10 Analisis Data... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1 Hasil Penelitian... 43

5.1.1 Skrining ekstrak jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ………../…… 43 5.1.2 Kadar glukosa darah ... 43

5.1.3 Hispatologi sel beta pankreas ...45

5.2 Pembahasan...47

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 52

6.1 Kesimpulan... 52

6.2 Saran... 52

DAFTAR PUSTAKA ……….………...………... 53

LAMPIRAN ………...………... 57

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Kandungan Gizi dalam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)... . 11 Tabel 5.1 Rerata Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Hari ke 0 dan Hari ke 15... 43 Tabel 5.2 Rerata Jumlah Sel Beta Pankreas Tikus Wistar Jantan Semua Kelompok Perlakuan... 45


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)... 9

Gambar 2.2 Struktur Aloksan ... 13

Gambar 2.3 Organ Pankreas ... 15

Gambar 2.4 Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus L.) ... 22

Gambar 3.1 Konsep Penelitian ... 27

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian... 29

Gambar 4.2 Alur Penelitian ... 40

Gambar 5.1 Nekrosis Sel Beta Pankreas Tikus Wistar Jantan ... 46

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Surat Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)...

57

Lampiran 2 Foto Jamur Tiram Putih yang Dikeringkan... 58

Lampiran 3 Foto Ekstraksi Jamur Tiram Putih ... 58


(12)

Lampiran 4 Foto Tikus Wistar Ditempatkan pada Masing-Masing Kandang .... 58

Lampiran 5 Foto Nekropsi Tikus Wistar ... 59

Lampiran 6 Hasil skrining fitokimia ekstrak jamur tiram putih …... 59

Lampiran 7 Foto Hasil Uji Alkaloid Ekstrak Jamur Tiram Putih ... 60

Lampiran 8 Foto Hasil Uji Triterpenoid Ekstrak Jamur Tiram Putih... 60

Lampiran 9 Foto Hasil Pemeriksaan Antioksidan Ekstrak Jamur Tiram Putih .. 60

Lampiran 10 Uji Statistik Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar ... 61

Lampiran 11 Uji Normalitas Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar ... 61

Lampiran 12 Uji Homogenitas Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar ... 61

Lampiran 13 Uji Kruskal Wallis Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Selisih Semua Kelompok Perlakuan ...

62 Lampiran 14 Uji Mann Whitney Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Selisih

Semua Kelompok Perlakuan ………...

62

Lampiran 15 Uji Deskriptif Sel Beta Pankreas Tikus Wistar ... 63

Lampiran 16 Grafik Rerata Perhitungan Jumlah Sel Beta Pankreas ... 63

Lampiran 17 Uji Normalitas Sel Beta Pankreas Tikus Wistar... 63

Lampiran 18 Uji Homogenitas Sel Beta Pankreas Tikus Wistar... 64

Lampiran 19 Uji One WayAnova Sel Beta Pankreas Tikus Wistar... 64

Lampiran 20 Uji Least Significant Difference Sel Beta Pankreas Tikus Wistar... 64

Lampiran 21 Gambaran Mikroskopik Pulau Langerhans Tikus Wistar ... 65


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis dengan obat-obatan modern dan dapat juga diatasi dengan pengobatan alami dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antidiabetes yaitu jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).

Secara garis besar diabetes terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu diabetes mellitus tipe I dan diabetes melitus tipe II. Diabetes tipe I tubuh gagal memproduksi insulin karena kerusakan pada sel beta pankreas. Diabetes melitus tipe II terjadi resistensi insulin pada tubuh dan juga defisiensi relatif insulin. Menurut data yang didapatkan dari WHO pada September (2012) menjelaskan bahwa jumlah penderita DM di dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar di dunia (Badawi, 2009). Penderita DM di Indonesia terhitung sekitar 8,6 juta orang dan jumlahnya akan terus meningkat, diperkirakan jumlahnya mencapai 21,2 juta orang pada tahun 2030 (Wild et al., 2004).

Menurut American Diabetes Association (ADA), DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Kerusakan sel-sel beta pankreas dapat disebabkan oleh banyak faktor.


(14)

2 Faktor tersebut di antaranya faktor genetik, infeksi oleh kuman, faktor nutrisi, zat diabetogenik, dan radikal bebas (stres oksidatif).

Uji farmakologi atau bioaktivitas pada hewan percobaan, keadaan diabetes mellitus dapat diinduksi dengan pemberian zat kimia. Zat kimia sebagai induktor (diabetagon) digunakan aloksan, streptozotozin, diaksosida, adrenalin, glucagon, dan EDTA yang diberikan secara parenteral. Diabetagon yang lazim digunakan adalah aloksan. Aloksan secara selektif merusak sel pulau Langerhans dalam pankreas yang mensekresi hormon insulin (Suharmiati, 2003). Kerusakan sel beta pankreas menyebabkan tubuh tidak bisa menghasilkan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (terjadi keadaan hiperglikemia) (Suarsana, 2010). Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara in vitro

menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria ini mengakibatkan gangguan homeostatis yang merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati, 2003).

Diabetes dapat dikontrol dengan manajemen diet yang tepat dan pengobatan antidiabetes seperti glibenklamid. Glibenklamid merupakan obat anti-diabetika oral golongan sulfonilurea. Glibenklamid menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans pankreas, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Disamping itu kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa (Tjay dan Rahardja, 2002).

Obat tradisional merupakan obat warisan nenek moyang yang sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah, yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral atau sediaan campurannya dari bahan-bahan tersebut


(15)

3 yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman (Santoso, 2001). Obat tradisional seperti jamur sangat bermanfaat untuk penatalaksanaan sejumlah masalah kesehatan.

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) sangat berpotensi sebagai antikolesterol, antidiabetes, antioksidan, antikarsinogen (Retnaningsih, 2011). Jamur tiram mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin yang lebih tinggi dibandingkan jenis jamur lain. Jamur tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung kolesterol. Macam asam amino yang terkandung dalam jamur tiram adalah alanin, arginin, asam aspartat, sistein, asam glutamat, glutamina, glisin, histidin, isoleusin, lisin, methionin, fenilalanin, prolin, serin, treonin, triptofan, tirosin, dan valin (Sunarmi, 2006). Berdasarkan penelitian Lusiana (2013), ekstrak jamur tiram memiliki kandungan asam askorbat, saponin, alkaloid, dan beta glucan.

Berdasarkan penelitian Jhonny et al.(2013), ekstrak jamur tiram dengan dosis 1000 mg/kg pada tikus wistar jantan dapat menurunkan kadar glukosa darah. Rushita et al. (2013), melaporkan bahwa ekstrak jamur tiram selain dapat menurunkan kadar glukosa darah, ekstrak jamur tiram dapat meningkatkan kadar serum insulin. Insulin merupakan suatu hormon yang dihasilkan oleh sel beta di dalam pulau Langerhans dan berperan atas kontrol glukosa darah. Jamur tiram putih mengandung flavonoid (Johnny, 2013). Flavonoid yang terkandung dalam jamur tiram putih tersebut bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil sehingga dapat mencegah aksi diabetagonik dari aloksan (Herra and Mulja, 2005). Jamur tiram putih juga mengandung antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi atau suatu zat yang dapat menetralkan atau


(16)

4 menangkap radikal bebas (Murray et al., 2000). Antioksidan berperan dalam pengobatan diabetes melitus. Antioksidan dapat membantu memperbaiki sel β pankreas yang rusak sehingga dapat meningkatkan sekresi insulin.

Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan pemberian ekstrak etanol jamur tiram putih yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan sel beta pankreas tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.) diabetes melitus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu:

1. Apakah ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.)diabetes melitus?

2. Apakah ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat meningkatkan sel beta pankreas tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.) diabetes melitus?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol jamur tiram putih sebagai antidiabetik (hypoglycemic agent).


(17)

5 1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk membuktikan ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.) diabetes melitus.

2. Untuk membuktikan ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat meningkatkan sel beta pankreas tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.) diabetes melitus.

1.4Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Akademisi

Dapat dijadikan sebagai dasar teori untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan modern berbasis regeneratif untuk diabetes melitus berbasis bahan alam Indonesia.

2. Manfaat Bagi Praktisi

a. Memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan tanaman obat tradisional khususnya jamur tiram sebagai obat alternatif dalam bentuk esktrak yang efektif, alamiah, aman dan lebih terjangkau dalam terapi diabetes melitus.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan industri farmasi Indonesia untuk meningkatkan ragam produksi obat berbasis bahan alam, khususnya ekstrak jamur tiram.


(18)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Diabetes Melitus (DM)

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kadar glukosa darah karena terjadi penurunan kadar hormon insulin. Penyebab terjadinya diabetes, yang pertama yaitu jumlah sekresi hormon insulin berkurang, sehingga tidak mampu mengambil glukosa dari sirkulasi darah dan tidak mampu mengontrol kadar glukosa sehingga kadar glukosa tetap tinggi dan terbuang melalui urin. Penyebab kedua adalah resistensi insulin, jumlah insulin cukup tetapi insulin tersebut tidak sensitif lagi sehingga tidak mampu bekerja secara optimal dan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel yang mengakibatkan penggunaan glukosa sebagai energi terhambat sehingga menyebabkan kekurangan energi pada sel, kemudian akan menimbulkan respon tubuh untuk mencari energi dari sumber lain seperti glikogenolisis dan glukoneogenesis. Diabetes mellitus juga dapat terjadi akibat kombinasi dari kedua penyebab tersebut (McClung et al, 2004).

Gejala umum yang sering dialami oleh penderita adalah cepat merasa lapar (polifagi), kehausan yang terus menerus (polidipsi), banyak kencing (puliuri), penurunan berat badan yang cepat, cepat lelah, dan kaburnya penglihatan. Keadaan kadar glukosa normal pada saat puasa adalah < 100 mg/dL dan 2 jam setelah beban < 140 mg/dL. Prediabetes pada saat puasa 100 – 125 mg/dL dan 2 jam setelah beban 140 – 199 mg/dL. Sedangkan untuk diabetes, kadar glukosa


(19)

7

puasa adalah ≥ 126 mg/dL dan 2 jam setelah beban ≥ 200 mg/dL (McWright,

2008). Diabetes Melitus pada umumnya dibagi menjadi 3 tipe, yaitu sebagai berikut:

1. Diabetes tipe I

Diabetes tipe I (sebelumnya disebut insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM) merupakan diabetes yang bergantung pada insulin. Diabetes ini dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Hal ini dapat diderita oleh anak-anak maupun remaja karena faktor keturunan (McWright, 2008; Suryo, 2010).

Kebanyakan penderita diabetes tipe ini memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respon tubuh terhadap insulin umumnya normal, terutama pada tahap awal. Saat ini, diabetes tipe I hanya dapat diobati menggunakan insulin dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor penguji darah. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga) (Suryo, 2010).

2. Diabetes tipe II

Diabetes tipe II (sebelumnya disebut non insulin dependent diabetes mellitus

atau NIDDM) merupakan diabetes yang tidak tergantung kepada insulin. Dari seluruh pengidap diabetes, lebih dari 90% menderita diabetes tipe II (Nathan, 2009).


(20)

8

Ada dua penyebab utama diabetes tipe II, pertama adalah timbulnya resistensi terhadap insulin yang menyebabkan jaringan tubuh menjadi kurang peka terhadap efek insulin. Akibatnya, gula yang beredar dalam darah mengalami kesulitan untuk meninggalkan darah dan memasuki sel-sel tubuh. Untuk menurunkan kadar gula secara efektif dan memenuhi tugas insulin lainnya, dibutuhkan lebih banyak insulin. Penyebab kedua dari diabetes tipe II adalah tidak adanya kemampuan meningkatkan kadar insulin guna memenuhi kebutuhan yang meningkat (Nathan, 2009).

Diabetes tipe II pada awalnya diobati dengan cara peningkatan aktivitas fisik, diet (pengurangan asupan karbohidrat), dan pengurangan berat badan. Hal ini dapat mengembalikan kepekaan terhadap hormon insulin. Langkah berikutnya, jika perlu, perawatan oral dengan obat antidiabetes di bawah pengawasan dokter (Suryo, 2010).

3. Diabetes gestasional

Diabetes gentasional adalah diabetes terjadi pada saat kehamilan, ada kemungkinan akan normal kembali namun toleransi glukosa yang terganggu juga bisa berlanjut setelah kehamilan tersebut jika tidak mendapatkan penanganan dengan baik. Perlu dilakukan pemeriksaan sebelum 24 minggu kehamilan. Data statistik menunjukkan bahwa pengontrolan gula darah saat kehamilan bagi penderita diabetes gestasional akan menghindari ibu dan bayi yang dilahirkan dari kematian atau cacat (Gutrhrie dan Guthrie, 2003)


(21)

9

2.2Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Gambar 2.1

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Lindequiest et al., 2005)

Klasifikasi tanaman jamur tiram putih adalah sebagai berikut (Lindequiest et al., 2005) :

Kingdom : Mycetea

Divisi : Amastigomycotae

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Agaricales

Famili : Pleurotaceae

Genus : Pleurotus

Spesies : Pleurotus ostreatus

2.2.1 Deskripsi Jamur Tiram Putih

Jamur tiram putih memiliki bagian tubuh yang terdiri dari akar semu

(rhizoid), tangkai (stipe), dan tudung (pileus/cap). Jamur tiram memiliki tudung membulat, lonjong, dan agak melengkung seperti cangkang tiram (Muchrodi,


(22)

10

2001). Jamur tiram memiliki ciri-ciri fisik seperti permukaannya yang licin dan agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih (pleurotus sp.).

Jamur tiram memiliki diameter tudung yang menyerupai cangkang tiram berkisar antara 5-15 cm, jamur ini dapat tumbuh pada kayu-kayu lunak dan pada ketinggian 600 meter dari permukaan laut, spesies ini tidak memerlukan intensitas cahaya tinggi karena dapat merusak miselia jamur dan tumbuhnya buah jamur. Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dengan suhu 15o-30oC pada pH 5,5-7 dan kelembaban 80%-90%. Spesies ini tidak memerlukan intensitas cahaya tinggi karena akan merusak miselia jamur dan tubuh buah jamur (Achmad, 2011).

2.2.2 Kandungan Jamur Tiram Putih

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, jamur tiram putih mengandung protein rata-rata 3,5%-4% dari berat basah. Hal ini berarti kandungan protein dalam jamur dua kali lipat lebih tinggi dari asparagus dan kubis. Jika dihitung dari berat kering, jamur tiram mengandung protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 19% sampai dengan 35%, apabila dibandingkan dengan produk makanan pokok lainnya, seperti beras yang hanya 7,3% gandum 13,2%, kedelai 39,1%, dan susu sapi 25,2%. Jamur tiram juga mengandung sembilan asam amino yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin danfenil alanin. Tujuh puluh dua persen lemak dalam jamur tiram adalah asam lemak tidak jenuh, sehingga aman dikonsumsi baik yang menderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) maupun gangguan metabolisme lipid lainnya. Sebanyak 28% asam lemak jenuh serta adanya semacam


(23)

11

polisakarida kitin di dalam jamur tiram. Asam amino esensial jamur tiram sangat direkomendasikan untuk makanan diet sehari-hari (Sunarmi, 2006).

Tabel 2.1

Kandungan gizi dalam jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Johnny, 2013) Zat gizi Kandungan (gram)

Protein 13,8 Serat 3,5 Lemak 1,41

Abu 3,6

Karbohidrat 61,7 Kalori 0,41 Kalsium 32,9 Zat besi 4,1 Fosfor 0,31 Vitamin B1 0,12 Vitamin B2 0,64 Vitamin C 5 Niacin 7,8

Hasil penelitian dari Beta Glucan Health Center menyebutkan bahwa jamur tiram putih mengandung senyawa pleuran (β-1,6 dan β-1,3-glukan). Adanya polisakarida khususnya Beta-D-glucans pada jamur tiram mempunyai efek positif mereduksi gula darah, sehingga gula darah yang tidak tereduksi dapat direduksi kemudian dapat diserap tubuh dan dapat meningkatkan sistem imun (Sumarsih, 2009). Menurut hasil penelitian dari Johnny (2013) bahwa jamur tiram putih mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid.

Flavonoid adalah kelompok polifenol yang terdistribusi secara luas pada tumbuh-tumbuhan. Flavonoid seperti pada penelitian sebelumnya diperkirakan dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat penyerapan glukosa dari lumen saluran cerna, meningkatkan utilisasi glukosa di jaringan perifer,


(24)

12

hingga bekerja secara langsung terhadap sel β pankreas, dengan memicu pengaktifan kaskade sinyal cAMP (cyclic Adenosine Monophosphate) dalam memperkuat sekresi insulin yang disensitisasi oleh glukosa (Brahmachari, 2011). Flavonoid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kemampuannya sebagai zat antioksidan. Antioksidan dapat menekan apoptosis sel beta tanpa mengubah proliferasi dari sel beta pankreas. Antioksidan dapat mengikat radikal bebas yang telah dibuktikan dalam penelitian Ruhe et al. (2001), sehingga dapat mengurangi resistensi insulin. Antioksidan dapat menurunkan Reactive Oxygen Spesies (ROS). Dalam pembentukan ROS, oksigen akan berikatan dengan elektron bebas yang keluar karena bocornya rantai elektron. Reaksi antara oksigen dan elektron bebas inilah yang menghasilkan ROS dalam mitokondria. Antioksidan pada flavonoid dapat menyumbangkan atom hidrogennya. Flavonoid akan teroksidasi dan berikatan dengan radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi senyawa yang lebih stabil (Ruhe et al., 2001).

2.3 Aloksan

Pada penelitian ini digunakan aloksan untuk membuat hewan percobaan menjadi hiperglikemia. Aloksan dengan rumus struktur seperti pada Gambar 2.2 memiliki sifat fisiko kimia sebagai berikut: serbuk berwarna putih, mudah larut dalam air, dan stabil pada suhu mendekati 00C. Aloksan adalah substrat yang secara struktural adalah derivat pirimidin sederhana. Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat (Yuriska, 2009). Berikut merupakan beberapa informasi mengenai aloksan :


(25)

13

Rumus molekul : C4H2N2O4 Rumus Struktur :

Gambar 2.2

Struktur aloksan (Yuriska, 2009)

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada hewan percobaan. Yuriska (2009) melaporkan dosis aloksan yang digunakan untuk menghasilkan diabetes bervariasi dari 60-125 mg/kg bb. Penggunaan dosis aloksan 125 mg/kg bb menghasilkan tikus diabetes sedang dengan kadar glukosa antara 200-400 mg/dl, sedangkan dosis 175 mg/kg bb menghasilkan tikus diabetes parah dengan kadar glukosa diatas 400 mg/dl yang diukur dalam 48 jam setelah induksi. Injeksi aloksan monohydrate dengan dosis 150 mg/kg bb bisa menyebabkan tikus diabetes. Kadar glukosa darah tikus normal adalah 78-150 mg/dl (Ganda et al., 1976; Farr et al., 1999 dalam Mahaswari, 2011).

2.4 Pankreas

Pankreas terletak pada rongga abdomen, memiliki permukaan yang membentuk lobulasi, berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin yang


(26)

14

menghasilkan enzim-enzim pankreas (amylase, peptidase, dan lipase), dan jaringan endokrin yang menghasilkan hormon–hormon (insulin, glukagon, dan somatostatin).

Pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau Langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau Langerhans yang terkecil adalah 50μ, sedangkan yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ. Jumlah semua pulau Langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta. Pada pewarnaan Hematoxylen-Eosin (HE), akan terlihat pulau Langerhans lebih pucat dibandingkan dengan sel-sel kelenjar acinar disekelilingnya sehingga pulau Langerhans mudah dibedakan. Penderita DM akan mengalami perubahan morfologi pada pulau Langerhans, baik dalam jumlah maupun ukurannya (Sandberg dan Philip, 2008).

Perubahan sitologi sel β pankreas karena toksisitas aloksan terjadi sangat

cepat dan mempunyai bentuk yang seragam pada berbagai species. Penyusutan sitoplasma dan inti sel teramati setelah pemberian aloksan selama 5 menit. Sitoplasma menjadi homogen dan diikuti dengan penyusutan ukuran sel. Sel β pankreas benar-benar hancur dan hanya tersisa debris sel setelah pemberian aloksan dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 3-5 hari tidak ada sel β yang teramati

walaupun sel α tetap normal. Sistem endokrin dimana sistem saraf bekerja dengan

perantara impuls elektrik dan neurotransmitor yang berfungsi menghantar impuls antar saraf. Sistem Endokrin bekerja dengan perantara suatu senyawa kimia yang dikenal dengan hormon. Senyawa ini akan membawa pesan dengan fungsi


(27)

15

tertentu melalui aliran darah menuju ke suatu jaringan atau organ. Sistem endokrin bekerja lebih lambat dibanding dengan sistem saraf, dimana proses produksi, sekresi, transport dan eliminasi hormone dalam darah akan membutuhkan waktu lebih panjang. Hal ini berbeda dengan sistem saraf, yang perambatan dan pengiriman sinyal terjadi sangat cepat (Sandberg dan Philip, 2008).

Gambar 2.3

Organ pankreas (Sandberg dan Philip, 2008)

Kelenjar pankreas memproduksi hormon insulin dan glukagon, juga memproduksi enzim-enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan makanan dalam usus. Kelenjar Pankreas adalah kelenjar yang bersifat eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin, kelenjar pankreas memproduksi getah pankreas (pancreatic juice) yang mengandung enzim-enzim dan berguna untuk pencernaan makanan. Getah pankreas ini disalurkan melalui saluran pancreas, masuk ke dalam usus dua belas jari dan mengambil bagian dalam proses pencernaan. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas memproduksi dan mensekresi tiga jenis


(28)

16

hormon peptida secara langsung dalam pembuluh darah : Hormon Insulin, Glukagon, Somatostatin.

Insulin dan glukagon adalah hormone pankreas yang paling penting. Hormon-hormon tersebut bekerja berlawanan pada hati dalam mengatur kadar gula darah. Secara topografinya, pankreas terletak dalam rongga abdomen, berada di belakang organ lambung dengan ukuran panjang kurang lebih 15 cm. Histologi kelenjar eksokrin terdiri dari sel-sel asiner pankreas dan memproduksi cairan getah pankreas sedangkan kelenjar endokrin terdiri dari kelompok sel-sel endokrin yang tersebar di seluruh pancreas. Kelompok sel ini dikenal sebagai Panceratic Islets atau Pulau Langerhans. Secara histologis, sel Langerhans terdiri dari tiga jenis tipe sel : sel alfa memproduksi glukagon, sel beta memproduksi insulin, dan sel delta memproduksi somatostatin, dimana sel beta merupakan sel dominan dalam kelompok sel Langerhans (Butler et al., 2001).

2.5 Glukosa

Glukosa merupakan zat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan energi dalam tubuh. Semua karbohidrat yang dikonsumsi baik itu monosakarida, disakarida maupun polisakarida akan dikonversi menjadi glukosa dalam hati. Di dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot dan hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah. Glukosa selain akan berperan sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme, juga sebagai sumber energi utama bagi kerja otak (Irawan, 2006).


(29)

17

Glukosa diabsorbsi dalam tubuh, kadar glukosa dalam darah akan meningkat untuk sementara waktu, dan akhirnya akan kembali ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagaian besar tergantung dari ekstraksi glukosa, sintesis glikogen, dan glikogenolisis dalam hati. Selain itu jaringan perifer otot dan adipose juga mempergunakan glukosa sebagai sumber energi. Jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah, meskipun secara kuantitatif tidak sebesar hati (Price dan Wilson, 1998).

Glikogen dalam hati dan otot dimetabolisme menjadi glukosa kembali melalui proses glikolisis dan trigliserida dimetabolisme menjadi asam lemak dan gliserol (lipolisis) untuk diubah menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis. Hal ini terjadi ketika tingkat glukosa darah menurun, atau ketika jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel tidak mencukupi dan cadangan glikogen terpakai habis (Ciappesoni, 2002).

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis hormon. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai Hormon-hormon yang menurunkan kadar glukosa darah dan hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Hormon insulin merupakan hormon yang berfungsi dalam menurunkan kadar glukosa darah. Penyerapan glukosa dalam sel diperantarai oleh insulin yang merupakan hormon yang dilepaskan oleh sel-sel β pankreas. Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar glukosa darah yang


(30)

18

lebih lanjut dan menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan (Muraay et al., 2003).

Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi glikogen (Glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa dari glikogen hepar (Glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu insulin juga menghambat pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa (Glukoneogenesis) di hepar dan ginjal (Muraay et al., 2003).

Hormon yang diklasifikasikan sebagai hormon yang mampu meningkatkan glukosa darah adalah glukagon, epinefrin, glikokortikoid, dan growth hormone. Keempat hormon ini membentuk suatu mekanisme counter-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin. Glukagon adalah hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel α pankreas. Glukagon penting karena ikut melibatkan diri dalam mobilisasi glukosa dari hati dan asam lemak dari jaringan adipose. Glukagon disekresikan jika tubuh hewan dalam keadaan hipoglikemia dan strees. Ephineprin disekresikan oleh medula adrenal dan jaringan kromatin (Muraay et al., 2003).

Hormon yang juga mempengaruhi kadar glukosa darah dalam tubuh adalah hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar anak ginjal yaitu glukokortikoid dan adrenalin. Hormon glukokortikoid yang dihasilkan pada bagian kortek berperan dalam perubahan protein menjadi glikogen di hati, selanjutnya merubah


(31)

19

glikogen menjadi glukosa. Hormon adreanalin yang dihasilkan pada bagian medula mempengaruhi pemecahan glikogen (glikogenolisis) dalam hati sehingga kadar glukosa darah meningkat. Sekresi kelenjar anak ginjal tersebut dipengaruhi oleh hormon adenokortikotropik (ACTH) yang dihasilkan oleh kelenjar hifofise anterior (Muraay et al., 2003).

Penurunan kadar glukosa darah terjadi pada keadaan hipoglikemia disebabkan oleh out put glukosa (glukoneogenesis dan glikogenolisis) dari hati normal sedangkan pemasukan glukosa di perifer normal atau kombinasi keduanya. Peningkatan kadar glukosa darah dapat terjadi pada keadaan hiperglikemia, lipemia, dan ketonemia (Coles, 1980). Hiperglikemia dapat terjadi apabila kadar glikogen tinggi, karena fungsi hormon glukagon pancreas meningkat dan fungsi hormon insulin pankreas menurun (Muraay et al., 2003).

Jika kadar glukosa darah rendah (hipoglikemia), organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan, dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala, apabila tidak diatasi dengan segera bisa menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap (Peretta, 2005).

Sedangkan jika terjadi peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia), glukosa, filtrat glomerulus mengandung glukosa di atas batas ambang untuk direabsobsi, sehingga kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan melalui urin. Gejala ini disebut glikosuria. Akibatnya penderita akan banyak kencing, timbul rasa


(32)

20

haus, polidipsia, dan kehilangan berat badan. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya. Sel lemak yang dipecah akan menghasilkan keton yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Komplikasi lebih lanjut yaitu terjadi kerusakan saraf pada retina, kehilangan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dan melawan infeksi, juga menyebabkan kerusakan pada saraf dan infeksi pada gusi (Peretta, 2005).

2.6 Glibenklamid

Glibenklamid merupakan obat anti-diabetika oral golongan sulfonilurea, berbentuk tablet dimana tiap tablet mengandung glibenklamide 5 mg. Obat-obat anti diabetika oral tidak mengandung insulin tetapi merangsang pankreas untuk menghasilkan lebih banyak insulin, atau membantu sel untuk menggunakan insulin yang tersedia dengan lebih maksimal. Glibenklamid menstimulasi sel-sel beta dari pulau langerhans pankreas, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Disamping itu kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa. Ada indikasi bahwa obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati (Tjay dan Rahardja, 2002).

Glibenklamid dengan dosis 5 mg sehari dapat menurunkan kadar glukosa darah. Golongan sulfonylurea lain yang mempunyai efek hipoglikemik antara lain klorpropamid, tolazamida (tolirase), gliklazid, glipizid, glikuidun dan tolbutamid. Meskipun secara kualitatif golongan sulfonylurea mempunyai efek farmakologi yang sama, tetapi secara kualitatif ada perbedaanya. Berdasarkan beratnya


(33)

21

glibenclamid lebih poten dibandingkan dengan sulfonylurea yang lain, misalnya efek hipoglikemik glibenklamide 5 mg sama dengan tolbutamide 1000 mg, klorpropamide 250 mg atau tolazamide 250 mg. Meskipun demikian, kemampuan efek hipoglikemik maksimum dan efektivitas terapinya sebanding dengan sulfonylurea yang lain (Hardjasaputra et al.,2002).

Glibenklamid secara relatif mempunyai efek samping yang rendah. Hal ini umum terjadi dengan golongan sulfonylurea dan biasanya bersifat ringan dan hilang sendiri setelah obat dihentikan. Hipoglikemia merupakan efek samping utama glibenklimide yang biasanya bersifat ringan, tetapi kadang-kadang dapat menjadi berat dan berkepanjangan. Glibenclamid dapat menimbulkan efek samping saluran cerna seperti mual, rasa tidak enak di perut atau anoreksia (Hardjasaputra et al.,2002).

2.7 Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus L.)

Hewan coba merupakan hewan yang dikembang biakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang hampir mirip dengan manusia, mudah berkembang biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal) (Moore, 2000).

Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat. Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Moore, 2000). Tikus Wistar saat ini menjadi salah satu yang strain


(34)

22

tikus paling populer yang digunakan untuk penelitian laboratorium. Hal ini ditandai oleh kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki panjang ekor yang selalu kurang dari panjang tubuhnya. Galur tikus Sprague dawley dan Long-Evans dikembangkan dari tikus galur Wistar. Tikus Wistar lebih aktif (agresif) daripada jenis lain seperti tikus Sprague dawley. Tikus putih merupakan strain albino dari

Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau persilangan (Moore, 2000).

Gambar 2.4

Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus L.) (Moore, 2000)

Tikus jantan banyak digunakan dibandingkan dengan tikus betina disebabkan karena tikus jantan menunjukkan periode pertumbuhan yang lebih lama. Taksonomi dari tikus putih adalah sebagai berikut (Moore, 2000):

Kingdom : Animalia

Divisi : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia


(35)

23

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus L.

2.8 Ekstraksi

Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa komponen menjadi komponen yang terpisah. Tahapan yang harus diperhatikan dalam mengekstraksi jaringan tumbuhan adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi, proses pengambilan pelarut, pengawasan mutu dan pengujian yang dikenal pula sebagai tahapan penyelesaian. Penggunaan pelarut bertitik didih tinggi menyebabkan kerusakan komponen-komponen senyawa penyusun. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah didapat dan harganya murah (Sabel dan Waren, 1973 dalam Wibudi, 2006).

Pemilihan pelarut harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah terbakar dan selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat yang dikehendaki. Polaritas pelarut sangat berpengaruh terhadap daya larut. Indikator kelarutan pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektrik dan nilai polaritas pelarut (Wibudi, 2006).

Air dipertimbangkan sebagai pelarut karena murah, mudah didapat, stabil, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak beracun, alamiah, dan mampu mengekstraksi banyak bahan kandungan simplisia. Adapun kerugian air sebagai pelarut adalah tidak selektif, diperlukan waktu yang lama untuk memekatkan


(36)

24

ekstrak, ekstrak dapat ditumbuhi kapang atau kuman serta cepat rusak (Voight, 1994 dalam Wibudi 2006).

Etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, dapat mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Selain itu, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Guna meningkatkan ekstraksi, biasanya digunakan campuran antara etanol dan air dalam berbagai perbandingan tergantung pada bahan yang akan diekstrak (Voight, 1994 dalam Wibudi 2006).

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, sokletasi (Ansel, 1989 dalam Wibudi, 2006).

Metode maserasi digunakan dengan cara merendam sampel dengan pelarut sesuai, baik murni maupun campuran. Setiap waktu tertentu filtratnya diambil dan residunya ditambahi pelarut baru. Demikian seterusnya sampai semua metabolit yang diperkirakan ada dalam sampel tersebut terekstrak. Metode perkolasi biasanya digunakan dengan cara melewatkan pelarut tetes demi tetes pada sampel yang diekstrak. Pelarut yang digunakan sebaiknya tidak mudah menguap. Pada metode ini dibutuhkan pelarut yang lebih banyak (Ansel, 1989 dalam Wibudi, 2006).


(37)

25

Hasil ekstraksi dari maserasi berupa filtrat (zat terlarut dalam pelarut). Setelah pelarutnya diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum (rotary cacum evaporator) akan menghasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan atau cairan (Ansel, 1989 dalam Wibudi, 2006).


(1)

haus, polidipsia, dan kehilangan berat badan. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya. Sel lemak yang dipecah akan menghasilkan keton yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Komplikasi lebih lanjut yaitu terjadi kerusakan saraf pada retina, kehilangan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dan melawan infeksi, juga menyebabkan kerusakan pada saraf dan infeksi pada gusi (Peretta, 2005).

2.6 Glibenklamid

Glibenklamid merupakan obat anti-diabetika oral golongan sulfonilurea, berbentuk tablet dimana tiap tablet mengandung glibenklamide 5 mg. Obat-obat anti diabetika oral tidak mengandung insulin tetapi merangsang pankreas untuk menghasilkan lebih banyak insulin, atau membantu sel untuk menggunakan insulin yang tersedia dengan lebih maksimal. Glibenklamid menstimulasi sel-sel beta dari pulau langerhans pankreas, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Disamping itu kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa. Ada indikasi bahwa obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati (Tjay dan Rahardja, 2002).

Glibenklamid dengan dosis 5 mg sehari dapat menurunkan kadar glukosa darah. Golongan sulfonylurea lain yang mempunyai efek hipoglikemik antara lain klorpropamid, tolazamida (tolirase), gliklazid, glipizid, glikuidun dan tolbutamid. Meskipun secara kualitatif golongan sulfonylurea mempunyai efek farmakologi yang sama, tetapi secara kualitatif ada perbedaanya. Berdasarkan beratnya


(2)

glibenclamid lebih poten dibandingkan dengan sulfonylurea yang lain, misalnya efek hipoglikemik glibenklamide 5 mg sama dengan tolbutamide 1000 mg, klorpropamide 250 mg atau tolazamide 250 mg. Meskipun demikian, kemampuan efek hipoglikemik maksimum dan efektivitas terapinya sebanding dengan sulfonylurea yang lain (Hardjasaputra et al.,2002).

Glibenklamid secara relatif mempunyai efek samping yang rendah. Hal ini umum terjadi dengan golongan sulfonylurea dan biasanya bersifat ringan dan hilang sendiri setelah obat dihentikan. Hipoglikemia merupakan efek samping utama glibenklimide yang biasanya bersifat ringan, tetapi kadang-kadang dapat menjadi berat dan berkepanjangan. Glibenclamid dapat menimbulkan efek samping saluran cerna seperti mual, rasa tidak enak di perut atau anoreksia (Hardjasaputra et al.,2002).

2.7 Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus L.)

Hewan coba merupakan hewan yang dikembang biakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang hampir mirip dengan manusia, mudah berkembang biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal) (Moore, 2000).

Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat. Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Moore, 2000). Tikus Wistar saat ini menjadi salah satu yang strain


(3)

tikus paling populer yang digunakan untuk penelitian laboratorium. Hal ini ditandai oleh kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki panjang ekor yang selalu kurang dari panjang tubuhnya. Galur tikus Sprague dawley dan Long-Evans dikembangkan dari tikus galur Wistar. Tikus Wistar lebih aktif (agresif) daripada jenis lain seperti tikus Sprague dawley. Tikus putih merupakan strain albino dari Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau persilangan (Moore, 2000).

Gambar 2.4

Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus L.) (Moore, 2000)

Tikus jantan banyak digunakan dibandingkan dengan tikus betina disebabkan karena tikus jantan menunjukkan periode pertumbuhan yang lebih lama. Taksonomi dari tikus putih adalah sebagai berikut (Moore, 2000):

Kingdom : Animalia Divisi : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae


(4)

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus L.

2.8 Ekstraksi

Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa komponen menjadi komponen yang terpisah. Tahapan yang harus diperhatikan dalam mengekstraksi jaringan tumbuhan adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi, proses pengambilan pelarut, pengawasan mutu dan pengujian yang dikenal pula sebagai tahapan penyelesaian. Penggunaan pelarut bertitik didih tinggi menyebabkan kerusakan komponen-komponen senyawa penyusun. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah didapat dan harganya murah (Sabel dan Waren, 1973 dalam Wibudi, 2006).

Pemilihan pelarut harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah terbakar dan selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat yang dikehendaki. Polaritas pelarut sangat berpengaruh terhadap daya larut. Indikator kelarutan pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektrik dan nilai polaritas pelarut (Wibudi, 2006).

Air dipertimbangkan sebagai pelarut karena murah, mudah didapat, stabil, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak beracun, alamiah, dan mampu mengekstraksi banyak bahan kandungan simplisia. Adapun kerugian air sebagai pelarut adalah tidak selektif, diperlukan waktu yang lama untuk memekatkan


(5)

ekstrak, ekstrak dapat ditumbuhi kapang atau kuman serta cepat rusak (Voight, 1994 dalam Wibudi 2006).

Etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, dapat mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Selain itu, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Guna meningkatkan ekstraksi, biasanya digunakan campuran antara etanol dan air dalam berbagai perbandingan tergantung pada bahan yang akan diekstrak (Voight, 1994 dalam Wibudi 2006).

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, sokletasi (Ansel, 1989 dalam Wibudi, 2006).

Metode maserasi digunakan dengan cara merendam sampel dengan pelarut sesuai, baik murni maupun campuran. Setiap waktu tertentu filtratnya diambil dan residunya ditambahi pelarut baru. Demikian seterusnya sampai semua metabolit yang diperkirakan ada dalam sampel tersebut terekstrak. Metode perkolasi biasanya digunakan dengan cara melewatkan pelarut tetes demi tetes pada sampel yang diekstrak. Pelarut yang digunakan sebaiknya tidak mudah menguap. Pada metode ini dibutuhkan pelarut yang lebih banyak (Ansel, 1989 dalam Wibudi, 2006).


(6)

Hasil ekstraksi dari maserasi berupa filtrat (zat terlarut dalam pelarut). Setelah pelarutnya diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum (rotary cacum evaporator) akan menghasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan atau cairan (Ansel, 1989 dalam Wibudi, 2006).


Dokumen yang terkait

Efek Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Sel Beta Pankreas Tikus Wistar Jantan Model Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Diberi Pakan Tinggi Lemak Dan Streptozotocin Dosis Rendah

1 49 125

PEMBERIAN INJEKSI TESTOSTERON MENGHAMBAT KERUSAKAN SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GULA DARAH TIKUS WISTAR JANTAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELITUS.

1 10 70

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI KAKAO (THEOBROMA CACAO) SECARA ORAL DAPAT MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS.

0 1 19

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

1 4 53

EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni jacq) DAPAT MEREGENERASI SEL � PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

0 0 57

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

0 1 53

Cover Efek Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Sel Beta Pankreas Tikus Wistar Jantan Model Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Diberi Pakan Tinggi Lemak Dan Dosis Rendah

0 0 19

Abstract Efek Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Sel Beta Pankreas Tikus Wistar Jantan Model Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Diberi Pakan Tinggi Lemak Dan Dosis Rendah

0 0 2

Chapter I Efek Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Sel Beta Pankreas Tikus Wistar Jantan Model Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Diberi Pakan Tinggi Lemak Dan Dosis Rendah

0 0 6

Reference Efek Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Sel Beta Pankreas Tikus Wistar Jantan Model Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Diberi Pakan Tinggi Lemak Dan Dosis Rendah

0 1 9