Magister Pendidikan Bahasa Indonesia NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016

REPRESENTASI KEARIFAN LOKAL SUKU SASAK DALAM WASIAT
RENUNGAN MASA PENGALAMAN BARU KARYA TUAN GURU KYAI
HAJI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MAJID

Hendra Gunawan
Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Kearifan lokal suku sasak menjadi potensi yang harus
diperhatikan. Guna mengetahui kearifan atau masyarakat
penduduknya, salah satunya dapat digali melalui telaah terhadap isi
Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru. Wasiat Renungan Masa
Pengalaman Baru dalam perannyas sebagai media dakwah, sosial,
politik, dan pendidikan cukup mumpuni untuk terus digali, dipahami,
dan dihayati isi, serta kandungannya. Tujuan pelaksanaan penelitian
ini menggali dan mendeskripsikan kearifan lokal suku Sasak yang
terdapat dalam Wasiat Renugan Masa Pengalaman Baru. selanjutnya
dapat dijadikan sebagai pembuktian kearfan bermasyarakat yang
menjadi nilai kebanggaan dan kualitas bermasyarakat suku Sasak.
Metode dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif studi
pustaka.
Sumber data dalam penelitian ini adalah teks Wasiat Renungan
Masa Pengalaman Baru, dan data dalam penelitian ini berupa isi

wasiat renungan masa pemgalaman baru yang membahas tentang
kearifan lokal suku Sasak. Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah studi dokumenter dengan instrumen kartu
data. Selanjutnya teknik analisis data dilakukan dengan cara
mengumpulkan data yang bersumber dari Wasiat renungan masa
pengalaman baru, menyususn secara sistematis, kemudian melakukan
eksplanasi terhadap data yang telah dikumpulkan.
Dari hasil analisis dan pembahasan ditemukan beberapa kearifan
lokal suku Sasak antaranya, kearifan bermasyarakat hubungannya
dengan norma-norma dan hubungan sosial masyarakat di dalamnya,
kearifan beragama hubungannya dengan cara dan perilaku dalam
beribadah, baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah, kearifan
berpolitik atau pemerintahan hubungannya dengan berbagai perilaku
masyarakat maupun elit politik dalam mengatur dan menentukan
aturan-aturan setempat, dan juga tentang kiprah Nahdlatul Wathan
dalam membangun sistem politik dan pemerintahan di Lombok NTB.
Selanjutnya pada kearifan pendidika setempat, Wasiat Renungan
Masa Pengalaman Baru yang ditulis oleh pendiri Nahdlatul
Wathanbanyak membahas tentang upaya-upaya peningatan mutu
pendidikan dalam memberikan kontribusi kongkrit kepada

masyarakat.
Kata-kata kunci : Representasi kearifan lokal suku sasak,
Wasiat renungan masa pengalaman baru.

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 128

PENDAHULUAN
Keberadaan berbagai karya
tulis baik yang sifatnya fiktif, non
fiktif,
dan
lainnya
biasanya
mencerminkan jati diri suatu identitas,
lokalitas, ciri, karakteristik seorang
tokoh, kebiasaan, nilai, dan budaya.
Salah satu yang sering mencirikan
suatu karya atau objek-objek lainnya
yakni kearifan lokal. Kearifan lokal
dalam bahasa asing sering dimaknai

sebagai kebijaksanaan setempat (local
wisdom), pengetahuan setempat (local
knowledge) atau kecerdasan setempat
(local genious).
Kearifan lokal juga dapat
dimaknai sebagai pemikiran tentang
hidup.Pemikiran tersebut dilandasi
nalar jernih, budi yang baik, dan
memuat hal-hal positif.Kearifan lokal
dapat diterjemahkan sebagai karya
akal budi, perasaan mendalam, tabiat,
bentuk perangai, dan anjuran untuk
kemuliaan manusia. Penguasaan atas
kearifan lokal akan mengusung jiwa
mereka semakin berbudi luhur,
(Wagiran, 2010).
Adapun
lingkup
kajian
kearifan lokal dalam penelitian ini

difokusan pada penggalian dan
penginterpretasian naskah Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru
dengan mencoba mengupas kearifan
lokal masyarakat susu Sasak yang
terdapat di dalam Wasiat Renungan
Masa Pengalaman Baru tersebut.
WasiatRenunganMasaPengal
amanBaru, selainmengandung pesanpesan
moral,
juga
banyak
memperlihatkan nilai-nilai pendidikan
dan budaya yang sesuai dengan
tuntunan atau syariat Islam. Di
samping
itu,
WasiatRenunganMasaPengalamanBa
ru juga mencerminkan persoalan-


persoalan yang berkaitan dengan
hukum, adat, budaya dan kehidupan
sosial kemasyarakatan serta politik.
Oleh karena itu, agar pemahaman dan
penghayatan
terhadap
Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru
lebih luas dan mendalam, perlu
diadakan penelitian yang memadai.
Selanjutnya,
untukmemaksimalkan
proses
penggalian berbagai kearifan yang
terkandung di dalam masyarakat suku
Sasak yang terdapat dalam Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru,
pada
bagian
ini

peneliti
menyelaraskan proses penelitian ini
dikaitkan dengan representasi.
Sebagai
pendekatan
proses,
pendekatan dalam representasi ada
tiga macam, yang pertama adalah
pendekatan reflektif, yang kedua
adalah pendekatan intensional. , yang
ke tiga pendekatan kontruksionis.
Menurut Hall representasi adalah
konsep yang digunakan dalam proses
sosial pemaknaan melalui sistem
penandaan yang tersedia: dialog,
tulisan, video, film, fotografi, dsb.
Secara ringkas, representasi adalah
produksi makna melalui bahasa (Hall,
1997:15).
Hall (1997), juga menjelaskan,

representasi merupakan salah satu
praktek penting yang memproduksi
kebudayaan.Kebudayaan merupakan
konsep yang sangat luas, kebudayaan
menyangkut
pengalaman
berbagi.Seseorang dikatakan berasal
dari kebudayaan yang sama jika
manusia-manusia yang ada membagi
pengalaman yang sama, membagi
kode-kode kebudayaan yang sama,
berbicara dalam 'bahasa' yang sama,
dan saling berbagi konsep-konsep
yang sama.

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 129

Pada teori representasiHall
memperlihatkan suatu proses di mana
arti (meaning) diproduksi dengan

menggunakan bahasa (language) dan
dipertukarkan oleh antar anggota
kelompok dalam sebuah kebudayaan.
Representasimenghubungkan antara
konsep (concept) dalam benak kita
dengan menggunakan bahasa yang
memungkinkan
kita
untuk
mengartikan benda, orang, kejadian
yang nyata (real), dan dunia imajinasi
dari objek, orang, benda, dan
kejadian yang tidak nyata (fictional)
(Hall,-2003).
Representasi dalam sastra
muncul sehubungan dengan adanya
pandangan atau keyakinan bahwa
karya sastra sebetulnya hanyalah
merupakan
cermin,

gambaran,
bayangan,
atau
tiruan
kenyataan.Dalam konteks ini karya
sastra
dipandang
sebagai
penggambaran yang melambangkan
kenyataan
(mimesis)
(Teeuw,
1984:220). Plato mengungkapkan
bahwa seni (sastra) melalui mimesis
melakukan penggambaran melalui ide
pendekatan sehingga apa yang
dihasilkan tidak sama persis dengan
kenyataan.
Seni
hanya

dapat
menggambarkan dan membayangkan
hal-hal dalam kenyataan, seni berdiri
di bawah kenyataan itu sendiri
(Teeuw, 1984: 220).Aristoteles juga
mengungkapkan bahwa seni melalui
mimesis
melakukan
proses
representasi fakta-fakta sosial. Proses
representasi yang terjadi dalam seni
tidak semata-mata meniru kenyataan
seperti pantulan gambar cermin, tetapi
melibatkan renungan yang kompleks
atas
kenyataan
alam.
Dalam
pandangan Aristoteles, seni bekerja
seperti sejarah, yakni menghadirkan

peristiwa atau kenyataan faktual dan

khusus.Di samping itu, seni juga
harus mampu menunjukkan ciri-ciri
general dan universalnya yang
berlaku untuk zaman kapan pun
(Teeuw, 1984: 222).
Karya sastra sebagai bagian
dari seni mengambil bahan dari
masyarakat, bahan yang dimaksud
adalah fakta-fakta sosial. Fakta-fakta
sosial yang ada dengan sendirinya
dipersiapkan dan dikondisikan oleh
masyarakat, eksistensinya selalu
dipertimbangkan
dalam
antarhubungannya dengan fakta sosial
yang
lain,
yang
juga
telah
dikondisikan secara sosial (Ratna,
2003: 36).Menurut Sumardjo (2000:
467)
representasi
adalah
(1)
penggambaran yang melambangkan
atau mengacu kepada kenyataan
eksternal, (2) pengungkapan ciri-ciri
umum yang universal dari alam
manusia,
(3)
penggambaran
karakteristik general dari alam
manusia yang dilihat secara subyektif
oleh senimannya, (4) penghadiran
bentuk-bentuk ideal yang berada di
balik kenyataan alam semesta yang
dikemukakan lewat pandangan mistisfilosofis seniman.
Dari pemaparan di atas, secara
mendasar dan terperinci, kajian
representasi terhadap kearifan lokal
membutuhkanobjek kajian. Dengan
demikian, peneliti
menfokuskan
kajian ini pada karya yang sangat
monumental, yang dihasilkan oleh
seorang ulama besar, yang berasal
dari Indonesia Bagian Timur. Ulama
besar yang dimaksud adalah TGKH
Muhammad Zainuddin Abdul Majid,
pendiri organisasi Nahdlatul Wathan,
organisasi
tersebut
merupakan
organisasi terbesar di Nusa Tenggara
Barat.Nama tokoh ini hampir sudah
tidak asing bagi sebagian besar warga

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 130

Nusa Tenggara Barat.Adapun karya
yang dimaksudkan adalah Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru.
Wasiat
Renungan
Masa
Pengalaman Baru adalah salah satu
karya monumental Maulanasysyeikh
(panggilan Tuan Guru Kyai Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid,
selanjutnya penulis menggunakan
sebutan itu) yang cukup dikenal
masyarakat Lombok, yang ditulisnya
di sela-sela kesibukannya berjuang di
bidang dakwah.Wasiat Renungan
Masa Pengalaman Baru merupakan
karya sastra yang ditulis dalam bentuk
syair.Karya
ini
ditulis
untuk
digunakan sebagai media dakwah
Islamiyah.Syair Wasiat Renungan
Masa Pengalaman Baru yang dibuat
dalam bentuk buku tersebut tetap
dipelihara dan dijaga serta diamalkan
oleh warga masyarakat pengikutnya
karena di dalamnya termuat berbagai
macam nilai yang sangat luhur dan
tinggi.
MANFAAT PENELITIAN
Secara teoretis hasil penelitian
terhadap representasi dan kearifan
lokal pada Wasiat Renungan Masa
Pengalaman Baru karya TGKH.
Zainuddin Abdul Majid dapat
dijadikan sebagai salah satu usaha
pengembangan dan ikut memperkaya
khazanah
kajian
sastra
dan
kebahasaan di Indonesia, khususnya
di lingkungan akademikm, misalnya
di perguruan tinggi (Universitas Islam
Malang).
Secara praktis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memotivasi peneilti
di bidang kajian bahasa, khususnya
bidang sastra kaitannya dengan
representasi kearifan lokal dan
kebudayaan dalam berbagai hasil
karya guna melakukan kajian yang

lebih mendalam dengan subjek dan
karakteristik
yang
berbeda.
Penelitian ini juga diharapkan dapat
mendorong dan melatih peneliti untuk
mampu
mengaplikasikan,
mengadaptasi, dan mengembangkan
teori di bidang sastra, dan bahasa.
Dengan kata lain, melalui penelitian
ini kajian tentang analisis kebahasaan
dapat dibedah dan dikembangkan
untuk menambah khazanah ilmu
pengetahuan
tentang
bahasa.
Beberapa manfaat praktis penelitian
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Bagi mahasiswa, kajian
sosiolinguistik tentang representasi
kearifan lokal suku Sasak dalam
Wasiat Renungan Masa Pengalaman
Baru dapatdijadikan sebagai bahan
perbandingan untuk melihat aspekaspek kebahasaan yang lain secara
teoretis.
2)
Bagi calon peneliti, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai
salahsatu objek penelitian pada
bidang sastra dan kebahasaan dengan
varian bahasa pada aspek budaya
yang dikaji.
3)
Bagi pembaca khususnya santri
dan jamaah Nahdlatul Wathan, hasil
kajian ini bisa dijadikan sebagai salah
satu media atau sarana untuk lebih
memahami hakikat dan makna dari
Wasiat Reungan Masa Pengalaman
Baru, khususnya yang berkaitan
tentang kearifan lokal suku Sasak.
METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif
studi pustaka. Sumber data dalam
penelitian ini adalah teks Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru,
dan data dalam penelitian ini berupa
isi
wasiat
renungan
masa
pemgalaman baru yang membahas

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 131

tentang kearifan lokal suku Sasak.
Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah studi
dokumenter dengan instrumen kartu
data. Selanjutnya teknik analisis data
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan data yang bersumber
dari
Wasiat
renungan
masa
pengalaman baru, menyususn secara
sistematis, kemudian melakukan
eksplanasi terhadap data yang telah
dikumpulkan
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian terhadap Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru
karya Tuan Guru Kyai Haji
Muhammad
Zainuddin
Abdul
Majid.Pada bagian ini, peneliti
memaparkan ke dalam tiga ranah
yang peneliti yakini cukup signifikan
dalam upaya menemukan representasi
kearifan lokal masyarakat suku Sasak
yaitu, (1)ranah agama, (2) ranah
sosial, (3) ranah politik atau
pemerintahan,
dan
(4)
ranah
pendidikan.
Penjelasanmasing-masing
ranah
tersebut dirincikan berdasarkan lahan
kajian dan garapan yang disesuaikan
dengan kebutuhan pada masingmasing kearifan lokal yang terdapat
pada masyarakat suku Sasak.Pada
kebijaksanaansetempat
(local
wishdom) diklasifikasikan ke dalam
tiga
bagian
antaranya;
(1)
kebijaksanaan pada ranah agama,(2)
kebijaksanaanpada ranah sosial, dan
(3) kebijaksanaanpada ranah politik
atau
pemerintahan.
Penjelasan
masing-masing kebijaksanaantersebut
difokuskan
pengkajiannya
pada
aturan,
cara
bermasyarakat,
beragama, dan pemerintahan atau
perpolitikan masyarakat suku Sasak.

Selanjutnya
pada
kebijaksanaan pendidikan setempat
(local knowledge), fokus mengkaji
tentang kearifan dan sinergi antara
eksistensi Nahdlaatul Wathan beserta
kiprah
dan
haluan
dalam
intervensinya
terhadap
tumbuh,
berkembang,
dan
kemajuan
pendidikan di pulau Lombok atau
suku Sasak.
Secara keseluruhan peneliti
menemukan
16
syair
Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru
yang merepresentasikan kearifan
setempat (local wishdom) lokal suku
Sasak yang peneliti klasifikasikan ke
dalam tiga ranah, diantaranya; ranah
agama, sosial, dan politik atau
pemerinthan. Pada masing-masing
ranah yang tercakup dalam kearifan
setempat (local wishdom) suku Sasak,
terdapat 4 syair Wasiat Renunagan
Masa Pengalaman Baru yang
merepresentasikan kearifan beragama,
3 syair yang merepresentasian
kearifan ber masyarakat (sosial), 3
syair
yanag
merepresentasikan
kearifan berpolitik atau pemerintahan.
Kemudian pada kearifan pendidikan
setempat (local knowledge) suku
Sasak terdapat 7 Wasiat Renunagan
Masa Pengalaman Baru yang
merepresentasikan kearifan lokal
masyarakat suku Sasak.
Sebagai
langkah selanjutnya, guna memenuhi
kebutuhan pada penelitian ini yang
disesuaikan dengan rancangan dan
rumusan masalah, maka peneliti
menganalisis Wasiat Renunagan
Masa
Pengalaman
Baru
hubungannya dengan kearifan lokal
suku Sasak dengan menitik beratkan
pengkajian pada bentuk bahasa yang
merepresentasikan kearifan lokal
terhadap kebijaksanaan setempat
(local wisdom), dan kearifan lokal

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 132

terhadap pengetahuan setempat (local
knowledge).
PEMBAHASAN
Paparan dan pembahasan hasil
penelitian dalam wasiat renugnan
masa pengalaman baru karya Tuan
Guru Kyai Muhammad Zainuddin
Abdul Majid dapat diuraikan s ebagai
berikut.
Representasi Kearifan Lokal suku
Sasak dalam Wasiat Renungan
Masa Pengalaman Baru terhadap
Kearifan Setempat (local wisdom)
Representasi
kebijaksanaan
setempat (local wisdom) suku Sasak
disajikan sesuai dengan kondisi
lapangan dengan cara memaparkan
beberapa kearifan setempat dalam
Wasiat
Renunagan
Masa
Pengalaman Baru dengan pembagian
pada (1) kebijakan agama, (2)
kebijaksanaan
sosial,
dan
(3)
kebijaksanaan
politi
atau
pmerintahan. Lebih jelasnya berikut
disajikan satu persatu dari beberapa
kearifan tersebut.
Kebijaksanaan Setempat pada
Ranah Agama dalam Wasiat
Renunagan Masa Pengalaman Baru
(1) Maha benar Allah pada
firmannya
pada
garisnya
kepada
hambanya
harus dijunjung oleh semua
agar selamat selama-lamanya
(syair ke72 bagian ke-1)
Dalam syair tersebut, penulis
syair WRMPB memperingatkkan
kepada para pembaca, murid, warga
NW,
dan
masyarakat
Sasak.
bahwasanya, ibadah yang dilakukan
harus selalu disandarkan pada sang

pencipta. Selain itu juga terdapat
dalam syair lain,
(2)Ingatlah kita akan kembali
menghadap tuhan Robbul Izati
Menyampaikan laporan amal
sendiri
Seluruh makhluk menjadi saksi
(syair ke 73 bagian 1)
Dalam syair tersebut, dijabarkan
perihal agama dan peribadatan,
pertanggung jawaban dan kesediaan
manusia sebagai makhluk tuhan yang
akan mendapatkan hisab dari apa
yang telah dilakukannya di dunia.
Dalam syair tersebut juga disinggung
tentang kehidupan pana (dunia) yang
akan berakhir (tidak kekal).
Dalam syair lain juga disebutkan,
(3)Wajib kompak membela agama
Agama Allah yang maha esa
Yang paling muka yang paling
takwa
Yang
paling tegak membela
agama
(syait ke 59 bagian ke 1)
Kesadaran harus dibangun yang
dimulai
dari
kekompakan,
kebersamaan, dan ketakwaan demi
menjalankan syariat agama. Ada juga
bentuk
bahasa
yang
merepresentasikan kearifan lokal suku
Sasak dalam ranah agama yang bisa
ditemukan dalam syair Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru.
Namun pada sajian syair berikut ini,
keadaan yang dipaparkan oleh
penulis, adalah tindakan-tindakan
yang menyimpang dari kearifan lokal
suku Sasak khususnya dalam
beragama.
(4)Terkadang ingin merebut dunia
Jadi kepala jadi pemuka
Jadi kemudi jadi utama

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 133

Hingga
menendang
prinsip
agama
(syair ke 60 bagian ke 1)
Dalam
syair
tersebut,
penulismenggambarkan
kebiasaan
masyarakat
suku
Sasak
yang
cenderung
melakukan
berbagai
macam
cara
demi
mencapai
kedudukan dunia lantas mengabaikan
aturan-aturan dalam agama, secara
tiidak langasung sudah tentu perilaku
tersebut
melanggar
kearifan
masyrakat dalam beragama.
Kebijaksanaan Setempat pada
Ranah
Sosialdalam
Wasiat
Renunagan Masa Pengalaman Baru
(5)Dasar selamat bersatu kalimat
Bersatu derap bersatu langkah
Dasar bahaya berpecah belah
Kadang membawa suuo khotimah
(syair ke 31 bagian ke 2)
Dalam
syair
tersebut,
penulismenjelaskan
tentang
keutamaan kebersamaan dan bersatu
padu. Karena bersatu dan saling bahumembahu
merupakan
pangkal
keselamatan. Begitu juga dengan
berpisah dan terpecah belah akan
berakhir hancur, rusak, dan tidak
baik.
Selain itu juga terdapat dalam syair
berikut,
(6)Aduh sayang
Tata tertib perlukan ada
Tutur bahasa perlu dijaga
Akhlak luhur tanda mulia
Bahasa menunjukkan bangsa
(syair ke 29 bagian ke 2)
Berdasarkan konteks pada syair
tersebut, sebagai masyarakat yang
mayoritas beragama Islam, hal utama
yang harus dijaga oleh suku Sasak
adalah akhlak luhur, taat dan selalu
tertib dalam setiap hal. Mengenai jiwa
sosial sebagai suatu kearifan bagi

masyarakat suku Sasak juga harus
dijaga dari berbagai niat dan ketidak
lurusan hati. Keadaan semacam ini
diibaratkan seperti kelestarian yang
bersumber dari ekosisitem alam,
dengan perumpamaan makhluk tuhan
yang berupa tunjung (bunga) dan
empak (ikan). Bahwasanya jika hati
dan niat selalu disandarkan pada
perbuatan baik sesuai dengan tuntutan
bermasyarakat yang sejalan dengan
landasan agama, maka hasilnya akan
berfaidah
dan
tidak
akan
mengecewakan
makhluk-makhluk
lainnya atau manusia-manusia pada
khususnya. Berikut syair dijelaskan.
(7)Aduh sayang
Kalau ingin dapat faidah
Tuluskan hati tuluskan lidah
Pandai bergaul secara hikmah
Empa’ bau tunjung tilah
(syair ke 41 bagian ke 2)
Berdasarkan
konteks
yang
ditemukan pada syair tersebut, bahwa
faidah dan manfaat akan tercapai dan
dapat diperoleh tanpa harus merusak
sistem, ekosistem dan tatanan lainnya
hanya dengan melakukan segala
sesuatu dengan hati yang tulus dan
jujur dan yang terpenting adalah
selalu menjalin kebersamaan dalam
setiap keberadaan (bergaul hikmah).
Kebijaksanaan Setempat pada
Ranah
Politik
Atau
Pemerintahandalam
Wasiat
Renunagan Masa Pengalaman Baru
(8) Di sana-sini berangsur-angsur
Di Lombok Tengah dan Lombok
Timur
Rasyid di barat sampai terkubur
Pada akhirnya NW mengatur.
(syair ke 26 bagian ke 1)
Syair Wasiat Renunagan Masa
Pengalaman
Baru
tersebut

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 134

menyiratkan kearifan berpolitik suku
Sasak yang mencerminkan ciri khas
dan warna tersendiri. Hal tersebut
terbukti dengan beberapa dekade
pemerintahan, hampir di seluruh
Kabupaten dan lembaga pemerintahan
di Nusa Tenggara Barat. Dalam syair
lain juga disebutkan
(9) Aduh sayang !
Ada pula yang sangat ganjil
Selalu memakai politik kancil
Lidahnya manis buktinya nihil
HANTAM KROMO pokoknya hasil
(syair ke 21 bagian ke 2)
Dalam syair tersebut, TGKH.
Zainuddin
Abdul
Majid
mengumpamakan masyarakat suku
Sasak yang memiliki ambisi demi
mencapai tujuannya rela mengumbarumbar janji tanpa ada realisasi yang
tepat. Masalahbaik dan benar yang
dilakukan bukan persoalan, yang
paling penting adalah hasil. Perilaku
dan pola masyarakat yang seperti ini,
penulis mengumpamakannya dengan
binatang yang sangat licik dan lincah,
yaitu
kancil.
Yang
perlu
digarisbawahi,
itu
bukanlah
karakteristik suku Sasak. Begitu juga
dengan syair berikut,
(10) Ucapan raksasa zaman dahulu
Mambunwong anak manusia
bejulu
Raksasa modern teriak selalu
Mambu uang dan kursi perlu
(syair ke 62 bagian ke 1)
Berdasakan
konteks
yang
terdapat dalam syair tersebut, terdapat
ungkapan yang menyiratkan tingkat
kesadaran yang tidak tertanam dengan
baik, sehingga uang dan kedudukan
hampir menjadi obsesi utama dalam
melakukan setiap perbuatan.

Representasi Kearifan Lokal
suku
Sasak
dalam
Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru
terhadap Kearifan Pendidikan
Setempat (local Knowledge)
Berdasarkan hasil analisis data
dalam
penelitian
ini,
peneliti
mengutip beberapa syair Wasiat
Renunagan
Masa
Pengalaman
Baruterdapat bentuk bahasa yang
merepresentasikan
kearifan
pendidikan
setempat
(local
knowledge) suku Sasak. Berikut
kutipan-kutipan syairnya:
(11)
NW
membuka
lembaran
sejarah
mengangkat
derajat
PUTRA
DAERAH
Terbukti dalam diri anaknda menjadi
USTADZ dan GURU SEKOLAH
(syair ke 43 bagian ke 2)
Berdasarkan konteks yang
terdapat dalam syair tersebut, bahwa
perjuangan Nahdlatul Wathan tidak
boleh dipandang sebelah mata karena
Nahdlatul
Wathan
sudah
menunjukkan kontribusinya kepada
bangsa dan negara dengan ikut
membantu pemerintah dalam rangka
mencerdaskan
ummat
melalui
pendidikan. Hal ini terbukti dari
banyaknya alumni santri yang
menjadi ustadz (guru agama) dan
guru umum (guru yang mengajarkan
pengetahuan
umum).
Kiprah Nahdlatul Wathan juga secara
sadar dapat ditemukan dengan
banyaknya alumni madrasah yang
didirikan oleh TGKH.Muhammad
Zainuddin Abdul Majid yang menjadi
pejabat di nusantara, khususnya di
daratan pulau Sasak.
(12)
Dan
banyak
pula
Petugas Negaramenjadi PENGHULU
menjadi
KEPALA
URUSAN

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 135

AGAMA,
PENDIDIKANNYA
PENERANGAN
AGAMA
PERADILANNYA
(syair ke 44 bagian ke 2)
Pada
syair
tersebut,
digambarkan tentang keberhasilan
kader-kader
Nahdlatul
Wathan
dibuktikan dengan berhasilnya para
alumni santri yang mendapatkan
jabatan atau kedudukan di berabagi
instansi pemerintah, seperti KUA,
pengadilan dan sebaginya. Selain itu
juga dalam syair lain disebutkan,
kehadiran NW dengan kiprahnya
ingin
membangun
dan
terus
menumbuhkembangkan
peradaban
yang lebih baik melalui jalur
pendidikan. Hal tersebut harus terus
diingat
dan
tetap
dijaga
keberadaannya. Berikut syair yang
merepresentasikan bentuk bahasa
pada
kebijaksanaan
pendidikan
setempat (local knowledge) suku
Sasak,
(13)
Aduh
sayang
!
Nahdlatul Wathan ciptaan ayahnda
ku AMANATKAN kepada anaknda
DIPELIHARA dan terus DIBINA dan
dikembangkan
di
Nusantara
(syair ke 39 bagian ke 2)
Dalam syair tersebut, penulis
mengamanatkan
pada
pembaca,
khususnya jamaah/alumni santri
Nahdlatul Wathan agar meneruskan
perjuangan Tuang Guru dengan
mendiirikan madrasah atau sekolah di
seluruh Nusantara. Dalam syair lain
juga dijelaskan tentang berbagai
dampak yang dirasakan akibat
keluarnya seseorang dari khittohnya
sebagai santri yang selalu cenderung
tangguh dan kuat menghadapi
berbagai
macam
ujian
dalam
menjalani kehidupan dunia yang
mengakibatkan dirinya lupa akan hak

dan kewajibannya, bahkan cendrung
melanggar syariat-syariat agamnya,
(14)
Tetapi
banyak
melupakan diri Tidak lagi berjiwa
santeri Karena tertawan "sambal
terasi”
Sampai
lupakan
"rumah
sendiri"
(syair ke 134 bagian ke 1)
Pada sisi lain juga, sebagai
penerus bangsa dan agama, para
generasi
harus
senantiasa
menanamkan semangat menuntut
ilmu setinggi-tingginya,
(15)
Tuntutlah
ilmu
sebanyak
mungkin
Sampai mendapat gelar muflihin
Gelar
dunia
perlu
dijalin
Dengan ajaran Rabbul 'Alamin
(syair ke 185 bagian ke 1).
Selain itu terdapat juga Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru
yang menegaskan tentang ganjara
yang didaptkan oleh seorang murid
jika durhaka pada gurunya,
(16)
Dahlan ihsan telah
berkata
Di
kitab''Sirajuthtbalibiina'':
"Murid durhaka pada gurunya
Tidak terhapus dosa lengahnya"
(syair ke 180 bagian ke 1)
Menegaskan
hal
tersebut,
TGKH. Zainuddin Abdul Majid juga
memaparkan
(17)
Murid yang putus dari
gurunya
Berarti
rusak
pipa
ilmunya
Hilang
terbakar
sari
ilmunya
Dibakar syaitan dan hawa nafsunya
(syair ke 180 bagian ke 1)
Dari syair tersebut, TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Majid
menjelaskan, deangan terputusnya
hubungan seorang murid terhadap
gurunya, dalam artian, seorang merid
sudah tidak lagi menghormati,

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 136

menghargai gurunya, baik secara
sadar atau tidak maka ilmu-ilmu
yang didapakan dari gurunya tersebut
hanya akan sia-sia tanpa ada
keberkatan.
Impilkasi Hasil Penelitian
terhadap Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia
Pada bagian ini dipaparkan
tentang implikasi hasil penelitian
terhadap Wasiat Renungan Masa
Pengalaman
Baru
terhadap
pembelajaran bahasa dan Sastra
Indonesia. Berikut pemaparannya.
1)
Mempasilitasi siswa
dalam memahami dan menganalisis
karya sastra dengan menggunakan
pendekatan representasi
2)
Mengembangkan sikap
kritis siswa
3)
Mengembangak sikap
saling mengharagai.
KESIMPULAN
Berdasarkn hasil penelitian
dan pembahasan dapat diberikan
simpulan sebagai berikut.
Representasi Kearifan Lokal
suku
Sasak
terhadap
Kebijaksanaan Setempat (local
wisdom) Suku Sasak
Pada masing-masing ranah
yang tercakup dalam kearifan
setempat (local wishdom) suku Sasak,
terdapat 4 syair Wasiat Renunagan
Masa Pengalaman Baru yang
merepresentasikan kearifan beragama,
3 syair yang merepresentasian
kearifan bermasyarakat (sosial), 3
syair
yanag
merepresentasikan
kearifan berpolitik atau pemerintahan.
Pada
masing-masing
kearifan
tersebut,
keberadaannya
mencirikhaskan masyarakat suku
Sasak.

(1) Pada kearifan beragma
ditemukan hubungan antara cara dan
perilaku dalam
beribadah, baik
ibadah wajib maupun ibadah sunnah,
baik ibadah antara manusia dengan
sang pencipta (Allah) maupun dengan
sesama manusia, (2) kearifan Sosial
bermasyarakat,
di
dalamnya
ditemukan berbagai ciri, corak, dan
etika yang mesti dijaga, dijunjung,
dan dipertahankan demi selalu
menjaga hubungan antara sesama
manusia, makhluk lainnya dan segala
ekosisitem yang ada di bumi, dan (3)
kearrifan berpolitik atau pemerintahan
hubungannya
dengan
berbagai
perilaku masyarakat maupun elit
politik
dalam
mengatur
dan
menentukan
kebijaksanaan
dan
aturan-aturan setempat, dan juga
tentang kiprah
keikut
sertaan
Nahdlatul Wathan dalam membangun
sistem politik dan pemerintahan di
Lombok Nusa Tenggara Barat.
Representasi Kearifan Lokal
Suku Sasak terhadap Pendidikan
Setempat (Local Knowledge) Suku
Sasak
Pada kearifan pendidikan
setempat (local knowledge) suku
Sasak terdapat 7 Wasiat Renunagan
Masa Pengalaman Baru yang
merepresentasikan kearifan lokal
masyarakat suku Sasak. Dari ke 7
syair
tersebut,
masing-masing
memberikan
penjelasan
tentang
kearifan lokal yang terdapat pada
masyarakat suku Sasak pendidika
setempat.
Dalam kearifan ini, wasiat
renungan masa yang ditulis oleh
pendiri Nahdlatul Wathan (TGKH.
Muhammad
Zainuddin
Aabdul
Majid) banyak berbicara tentang
upaya-upaya yang telah dilakukan

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 137

oleh pendiri Nahdlatul Wathan dan
para jamaah serta santri-santrinya
dalam
memberikan
kontribusi
kongkrit kepada masyarakat khsusnya
dalam dunia peandidikan. Serta
keberadaan
Nahdlatul
Wathan
sebagai salah satu pelopor sistem
pendidikan di bumi Sasak, dan yang
tidak dapat dielakkan lagi, sepak
terjang dan usaha-usaha kongkrit
yang telah dilakukannya adalah,
mulai dari pembangunan lembagalembaga pendidikan yang pertama
kali di Pancor Lombok timur atau
pusat Nahdlatul Wathan pertama kali
didirikan, dan ikut serta dalam
memberikan sumbangsih pemikiran,
konsep, dan upaya-upaya penting
dalam mengatur dan mengelola
pendidikan baik di kalngan sendiri
maupun level lokal dan nasional.
Selain itu juga.
Impilkasi Hasil Penelitian
terhadap Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia
Pada bagian ini disimpulakan
bahwa ada em[pat impilkasi hasil
penelitian terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia antara sebagai
berikut,
4)
Mempasilitasi siswa
dalam
upaya
meningkatkan
kemampuan berbahasa
5)
Mempasilitasi siswa
dalam memahami dan menganalisis
karya sastra dengan menggunakan
pendekatan representasi
6)
Mengembangkan sikap
kritis siswa
7)
Mengembangak sikap
saling mengharagai.
DAFTAR RUJUKAN
Antariksa. (2009) Kearifan
Lokal Dalam Arsitektur Perkotaan

dan lingkungan binaan. (online)
http//www.antariksaarticle.blogspot.c
om/2009/kearifan
lokal
dalam
arsitektur html. (diakses 3 Maret
2016).
Arikunto, Suharsimi. 2006.
Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bartholomewn, Jhon Bryan.
2001 Alif Lam Mim Kearifan Lokal
Masyarakat Sasak. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Cedorroth, Sven. 1981. The
Spell of Ancestors and the Power of
Mekkah: Sasak Comunity on Lombok.
Goeteborg,
Sweeden:
ACTA
Universitas Gothoburgensis.
Faruk.
2010.
Pengantar
Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme
Genetik sampai Post-modernise.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Giles, Judy and Tim Midletun.
1999. Studying Culture: A Practcal
Introduction. Oxford: Blackwell
Publisher.
Hall, Stuart. 2003 The Work of
Representation.”
Representation,”
Representation:
Cultural
Representation
and
Signifying
Practices. Ed Stuart Hall. London:
Sage Publication.
http://www.kompasiana.com/a
nggraini.m.e-representation sebagai
perangkat
konsep
yang
menghubungkan bahasa denagan
makna” (diakses 5 Mei 2016).
http://www.Lombokkini
/informasi peta wilayah dan jumlah
penduduk” (diakses 12 Mei 2016).
Ibrahim, Abd. Syukur. 1994.
Panduan
Penelitian
Etnografi
Komunikasi.
Usaha
Nasional;
Surabaya.
Judd, Mary Poo-Mooi. 1987.
Javanese Shadow Plays, Javanese

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 138

Selves.
Princeton:
Princeton
University Press.
Keraf,
Gorys.
2004.
Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Lexy. J. Moleong. 2004.
Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Leeman,
Albert.
1989.
Internal and External Factor of Sosio
Cultural and Sosio Economic.
Dynamics in Lombok. Zurich:
Uiversitas Zurich.
Madjid,
Muhammad
Zainuddin Abdul. 1984. Wasiat
Renungan Masa Pengalaman Baru.
Surabaya: Bina Ilmu Ofset.
Madjid,
Muhammad
Zainuddin Abdul.1973. Perguruan
Nahdlatul Wathan. Pancor: Nahdlatul
Wathan.
Mulyana, Dedy dkk. 2009.
Komunikasi Antarbudaya: Panduan
berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Poerwadarminta, W.J.S. 1994.
Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: BalaiPustaka.
Rahyono, F.X. 2009. Kearifan
Budaya dalam Kata. Jakarta:
Wedatama Widyasastra.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003.
Paradigma
Sosiologi
Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
___________________.2005.
Sastra
dan
Culture
Studies:
Representasi Fiksi dan Fakta.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu
Sastra, Pengantar Teori Sastra.
Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
T Wellek, Rene & Austin
Warren. 1990. Teori Kesusastraan
(Terj. Melani Budianta). Jakarta: PT
Gramedia.

Wagiran,
dkk
(2010)
Pengembangan Model Pendidikan
Kearifan Lokal di Wilayah Provinsi
DIY dalam Mendukung Perwujudan
Visi Pembangunan DIY menuju
Tahun
2025
(Tahun
Kedua).
Penelitian.
Yogyakarta:
Biro
Administrasi Pembangunan.

NOSI Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016__________________________________Halaman | 139