T2 092012011 BAB III

BAB. 3
Kinerja Sektor I ndustri Pengolahan Perikanan (SI PP)
di Kota Bitung

Pendahuluan
Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, perananan
entrepreneur sangat penting. M elalui aktivitas entrepreneurshipnya,
mereka memanfaatkan sistem dengan mengkoordinasikan dan
menghimpun sumberdaya dalam jejaring bisnis yang mereka miliki,
serta melakukan aktivitas inovasi. Inovasi yang dihasilkan dalam
bentuk barang dan jasa dengan nilai tambah dan daya saing yang lebih
tinggi. Terutama dengan hal tersebut, para entrepreneur
mengembangkan usahanya dan memperluas produk yang dihasilkan
dari pasar lokal atau regional menuju pasar nasional atau internasional.
Baik dengan peningkatan daya saing produk ataupun penciptaan
kesempatan kerja, penerimaan pajak, iklim daya saing daerah, dll, para
entrepreneur memberi kontribusi kepada pertumbuhahan ekonomi
dan daya saing ekonomi daerah di mana mereka beroperasi (Kritikos,
2014).
Pada mereka yang digolongkan ke dalam entrepreneurship
berdampak besar (High Impact Entrepreneurship) (M orris, 2011),

mereka bahkan bukan hanya menghasilkan sebuah inovasi, tetapi juga
berkaitan dengan peranan mereka sebagai spekulator, koordinator,
pembuat keputusan, pemilik (owner) dan pencipta lapangan pekerjaan
(Aidis, 2003). Selain itu kemampuan entrepreneur dalam
mengkolaborasikan setiap hubungannya dengan costumer, suppliers,
distributor, kompetitor dan organisasi lainnya, membentuk mereka
menjadi sebuah kesatuan karakter yang penting dalam mendongkrak
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah di mana mereka
beroperasi.

47

Efektivitas dari peranan entrepreneurship dalam konteks
pembangunan daerah sangat ditentukan oleh dukungan pemerintah
(Ebner, 2005). M elalui kebijakan dan peranan pemerintah, apakah itu
bersifat mendorong, menghambat, atau bahkan menghancurkan
entrepreneurship, pengaruhnya akan terlihat pada impak aktivitas para
entrepreneur (M initi, 2008; M ishra, 2013). Dalam perpektif sistem,
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, keamanan, imigrasi,
perpajakan, kesejahteraan, dan makroekonomi, dapat memberikan

pengaruh positif dan atau negatif terhadap entrepreneur dan aktivitas
entrepreneurshipnya. Kesadaran pemerintah akan pentingnya peranan
entrepreneurship dalam meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, menjadi dasar bagi pemerintah dalam memainkan
peranannya terhadap entrepreneurship melalui kebijakan yang
mempengaruhi aktivitas para entrepreneur.
Bitung merupakan salah satu daerah di Sulawesi Utara yang
memiliki potensi sumber daya alam laut sebagai penghasil dan
pengekspor ikan. Letak daerah Bitung secara geografis, mulai dari
bagian timur pesisir pantai Aertembaga hingga ke Tanjung M erah,
bagian barat, merupakan lokasi strategis untuk dikembangkan menjadi
wilayah perkotaan, industri perdagangan dan jasa serta permukiman.
Oleh karena itu, 1 Bitung sudah ditetapkan sebagai pusat Kawasan
Industri Sulawesi Utara, dimana hal ini termasuk dalam membentuk
dan mengembangkan entrepreneurship di kota Bitung (Bitung dalam
Angka 2012).
M elihat potensi perikanan laut yang besar, produksi perikanan
laut dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Seiring dengan itu
pula, nilai produksinya perikanan laut mengalami peningkatan yang
signifikan yaitu sebesar 39,23% dari 1.214,96 milyar rupiah pada tahun
2010 menjadi 1.691,58 milyar rupiah tahun 2011. Peningkatan juga

terjadi pada nilai ekspor dan impor.Pada tahun 2011 terjadi
peningkatan nilai ekspor dan impor yang signifikan. Secara umum
terjadi kenaikan volume kumulatif lintas barang ekspor dan impor dari
391.108 ton pada tahun 2010 menjadi 756.834,22 ton pada tahun 2011.
Mengacu pada Dokumen Bitung Dalam Angka 2012.
48
1

Dari sisi nilai investasi sektor industri di Kota Bitung pada tahun 2011
berjumlah 13.884,4 milyar rupiah meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan nilai investasi tersebut memberi efek pada
peningkatan nilai produksi sektor ini pada tahun 2010 dari 1.211,66
milyar rupiah pada tahun 2011 menjadi 39.839,5 milyar rupiah (Bitung
Dalam Angka 2012).
PDRB sektoral merupakan cerminan struktur perekonomian
daerah tersebut. M elalui struktur perekonomian daerah tersebut, akan
terlihat kontribusi dan peranan masing-masing sektor dalam
pembentukan total PDRB daerah. Semakin besar peranan suatu sektor
terhadap total PDRB, semakin besar pula pengaruh sektor tersebut
dalam perkembangan perekonomian daerah itu. Data PDRB Bitung

tahun 2010 menunjukkan bahwa Sektor Industri Bitung memberikan
sumbangan terhadap total PDRB kota Bitung, yakni sebesar 21,71%. Di
samping itu, keberadaan industri perikanan yang cukup berkembang
menyumbang perekonomian yang sangat signifikan bagi Kota
Bitung.Dari tahun 2000-2010 Kota Bitung memiliki empat sektor
kontributor utama perekonomian yakni, Sektor Pertanian (termasuk
perikanan), Sektor Angkutan dan Komunikasi, Industri, dan Kontruksi.
Perubahan dari keempat sektor ini akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Kota Bitung secara keseluruhan karena
konstribusinya terhadap PDRB kota Bitung sebesar 77,07% (pada
tahun 2009).
Tahun 2011, Sektor industri pengolahan menempati posisi
kedua setelah sektor komunikasi yang relatif tinggi laju pertumbuhan
sektoralnya. Kenaikan pada sektor ini, tentu saja bukan hanya dari
produksi sumber daya alamnya, tetapi ada campur tangan antara
pemerintah dan entrepreneurship. M elihat hasil produksi sektor
industri pengolahan sebagai salah satu kontributor bagi pembangunan
ekonomi daerah Kota Bitung dan di sisi lain juga, produksi dari industri
perikanan terjadi kenaikan signifikan. Hal ini menjadi sebuah
cerminan terciptanya sebuah kinerja yang baik antara pemerintah dan

entrepreneur yang terkait di dalamnya.

49

Perananan entrepreneurship dalam pembangunan daerah tidak
terlepas dari kebijakan dan peran pemerintah yang mendorong
pengembangan entrepreneurship di daerah.Salah satu bagian
pemerintah yang sangat berkaitan erat dengan peranan
entrepreneurship melalui aktivitas entrepreneurialnya yaitu dalam
meningkatkan produksi sektoral khususnya Sektor Industri
Pengolahan.Sektor Industri Pengolahan yang memiliki potensi
unggulan yang perlu dikembangkan di Kota Bitung adalah Industri
pengolahan ikan.Sebagai suatu kesatuan, kebijakan pemerintah dalam
mengembangkan entrepreneurship sehingga peranannya memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan daerah, dapat
tercermin melalui sebuah Kinerja Sektor Industri pengolahan ikan.

M etode

Dalam topik ini diperlukan data performansi ekonomi per

sektoral, laju pertumbuhan SIP, dampak kinerja SIP, dan manfaat
kinerja SIP. Data ini melalui data sekunder di KAPET M anado-Bitung,
Disperindag Provinsi dan Dinas Koperasi dan UKM Kota Bitung.
Untuk mengetahui data performansi ekonomi persektoral,
maka data yang didapatkan adalah data PDRB sektoral atas harga
konstan berdasarkan lapangan usaha, dan laju pertumbuhan per
sektoral dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2008-2012).Laju
pertumbuhan SIP diketahui melalui data laju pertumbuhan sektoral
selama 5 tahun terakhir. Dampak kinerja SIP diketahui melalui data
pendapatan daerah mulai 2006-2011, data tingkat pengangguran kota
Bitung 2007-2012, dan data penyerapan tenaga kerja berdasarkan skala
usaha di Kota Bitung. M anfaat SIP diketahui melalui data peningkatan
pendapatan perkapita. Output SIP diketahui melalui data jumlah
produksi perusahaan dan data ekspor kota Bitung. Selanjutnya, analisis
data yang dilakukan penulis sampai pada output SIP dan dianalisis
secara deskriptif.

50

H asil

Kinerja sektor industri pengolahan perikanan di Kota Bitung dapat
diukur dari beberapa indikator di bawah ini yakni, PDRB dan Laju
Pertumbuhan, Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan, Tingkat
Pengangguran, Penyerapan Tenaga Kerja oleh UM KM dan Industri
Besar dan Pendapatan per kapita.

Economic Performance setiap sektor dilihat dari PDRB dan Laju
Pertumbuhan

Tabel 3.1. PDRB Sektoral Atas Harga Konstan Berdasarkan Lapangan
Usaha Kota Bitung(Juta Rupiah)
Lapangan Usaha

2008

2009

2010

2011


2012

1. Pertanian
2. Pertambangan
& Penggalian
3. Industri
Pengolahan
4. Listrik, Gas &
Air Bersih

392,079.09

398,880.26

430,507.32

457,075.33

486,071.72


12,245.23

13,173.98

14,173.18

15,320.68

15,973.00

419,060.61

441,645.97

478,809.22

517,983.55

555,998.35


36,417.10

37,051.75

38,291.95

40,590.41

44,175.58

283,061.48

299,225.79

313,720.88

335,213.99

362,398.39


139,871.38

159,916.99

172,604.25

190,693.72

208,142.57

440,833.18

478,140.93

508,382.46

551,999.45

599,535.57

98,358.92

103,006.21

108,782.27

116,342.91

129,467.84

9. Jasa-Jasa

121,271.79

131,313.67

138,970.48

150,140.55

163,241.04

Pdrb

1,943,198.79

2,062,355.55

2,204,242.01

2,375,360.59

2,565,004.06

Pdrb Tanpa Migas 1,943,198.79 2,062,355.55
Sumber: Kapet Manado Bitung 2014

2,204,242.01

2,375,360.59

2,565,004.06

5. Konstruksi
6. Perdag., Hotel
& Restoran
7. Pengangkutan
& Komunikasi
8. Keu. Real Estat,
& Jasa Perusahaan

Lapangan usaha di Kota Bitung dikalsifikasikan menjadi 9
sektoral. Pendapatan per sektoral ditunjukkan oleh Tabel 3.1.Dari tabel
tersebut, ditunjukkan bahwa setiap tahunnya PDRB sektoral
51

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Total PDRB atas harga
konstan tahun 2008 sebesar Rp 1.943.198.790,- kemudian mengalami
peningkatan menjadi Rp 2.062.355.550,- pada tahun 2009. Setelah
mengalami peningkatan pada tahun 2009, PDRB pada tahun 2010 juga
meningkat menjadi Rp 2.204.242.010,-. Tahun 2011 total PDRB
meningkat menjadi Rp 2.375.360.590,- dari tahun sebelumnya.
Selanjutnya, hingga tahun 2012, total PDRB mencapai Rp
2.565.004.060,-.
Dari 9 sektor lapangan usaha tersebut, yang paling besar
kontribusi terhadap PDRB hingga tahun 2012 adalah Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi yakni Rp 599.535.570,- kemudian
disusul oleh Sektor Industri Pengolahan dengan total PDRB sebesar Rp
555.998.350,-. Berkaitan dengan penelitian ini, kedua sektor ini
memang memiliki share terhadap PDRB yang relatif besar karena
dalam aktivitas sektoral, kedua sektor ini memiliki aktivitas yang saling
terkait dan mendukung satu dengan yang lain.

Tabel 3.2. Laju Pertumbuhan Sektoral Kota Bitung (Persentase)
Lapangan Usaha

1. Pertanian
2. Pertambangan & Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas & Air Bersih
5. Konstruksi
6. Perdag., Hotel & Restoran
7. Pengangkutan & Komunikasi
8. Keu. Real Estat, & Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa
Laju Pertumbuhan
Sumber: Kapet Manado Bitung 2014

2009

2010

2011

2012

1.73
7.58
5.39
1.74
5.71
14.33
8.46
4.72
8.28
6.13

7.93
7.58
8.41
3.35
4.84
7.93
6.32
5.61
5.83
6.88

6.17
8.10
8.18
6.00
6.85

6.34
4.26
7.34
8.83
8.11
9.15
8.61
11.28
8.73
7.98

8.58
6.95
8.04
7.76

Tabel 3.2. menggambarkan tentang data laju pertumbuhan
sektoral menurut lapangan usaha di Kota Bitung. Laju pertumbuhan
ekonomi mengalami peningkatan secara terus menerus mulai tahun
2009 sampai tahun 2012. Tahun 2009, laju pertumbuhan ekonomi Kota
52

Bitung 6,13% dan tahun 2010 meningkat menjadi 6,88%. Pada tahun
2011 meningkat menjadi 7,76% dari tahun sebelumnya, hingga tahun
2012 laju pertumbuhan ekonomi Kota Bitung mencapai 7,98%.
Pertumbuhan ini relatif lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi
Provinsi Sulawesi Utara sebesar 7,86%2.

Laju Pertumbuhan Sektor industri Pengolahan
Grafik 3.1. Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Kota Bitung
9
8.41

Laju Pertumbuhan

8
7
6
5

8.18
7.76

6.88

7.98
7.34

6.13
5.39

4

SIP

3

Bit ung

2
1
0
2009

2010

2011

2012

Tahun

Sumber: Kapet Manado Bitung, 2014

Grafik 3.1.menjelaskan tentang perkembangan atas pertumbuhan
Industri Pengolahan Kota Bitung yang mengalami pertumbuhan tinggi
pada tahun 2010 dan kemudian pertumbuhannya cenderung menurun
pada tahun 2011 dan 2012 dimana pertumbuhan ekonomi Kota Bitung
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Industri Pengolahan.
Hal ini kemungkinan disebabkan dengan pengaruh ekonomi dunia
yang mengalami penurunan sehingga berpengaruh terhadap kinerja
produk industri yang sebagian besar diekspor ke luar Indonesia.
2 Mengacu pada Profil Pembangunan SULUT 2013
(http://simreg.bappenas.go.id/document/Profil/Profil%20Pembangunan%20Provinsi%
207100SulUt%202013.pdf )
53

Dampak Kinerja SIP

Dampak Kinerja SIP digambarkan melalui Pendapatan Asli
Daerah, Tingkat pengangguran dan Penyerapan Tenaga Kerja.
Diagram 3.1. Rencana dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Bitung
2006-2011
23.23

PAD (M ilyar Rupiah)

25.00
19.90
18.76

20.00

17.46
16.34
16.82

15.00
10.00

10.37
10.24

11.78

13.10

12.79

Rencana

10.18

Realisasi

5.00
0.00
2006

2007

2008
2009
Tahun

2010

2011

Sumber: Kapet Manado Bitung, 2014

Rencana dan realisasi pendapatan asli daerah kota Bitung 20062011 ditunjukkan pada Diagram 3.1. Pada umumnya, rencana
penerimaan akan lebih besar daripada realisasi. Pada tahun 2006 dan
2007, rencana penerimaan lebih besar daripada realisasinya.Sebaliknya,
pada tahun 2008, realisasinya lebih besar daripada rencana
pendapatannya. Rencana pendapatannya mencapai 12,79 milyar rupiah
dan realisasinya mencapai 16,34 milyar rupiah. Hingga pada tahun
2009-2011 rencana pendapatannya kembali menjadi lebih besar
daripada realisasinya. Pada tahun 2011, rencana pendapatan PAD yaitu
23,23 milyar rupiah, namun realisasi PAD 13,10 milyar. Hal ini
dikarenakan beberapa sumber penerima pendapatan lainnya belum
diakumulasikan dalam jumlah keseluruhan pendapatan daerah.

54

Salah satu dampak dari kinerja sektor industri pengolahan
dapat digambarkan melalui Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli
Daerah Kota Bitung, paling besar bersumber dari pajak daerah dan
retribusi daerah. Jenis pajak yang harus dibayar industri dan masuk
dalam PAD Kota Bitung adalah Pajak Air Tanah dan Pajak Reklame,
sedangkan untuk Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
M inyak/Fluel, dan Pajak lainnya, masuk ke pusat. Semakin banyak
jumlah industri di Kota Bitung, semakin banyak jumlah pajak yang
dibayarkan dan masuk ke PAD Kota Bitung. Sehingga, secara tidak
langsung PAD Kota Bitung meningkat dari hasil pembayaran Pajak Air
Tanah dan Pajak Reklame yang dibayarkan oleh sejumlah industri,
terutama industri pengolahan di Kota Bitung.
Grafik 3.2. Tingkat Pengangguran Kota Bitung tahun 2007-2012

Tingkat Pengangguran

16
14

13.85

12.91

12

12.23

11.86

11.3

10
8

7.72

6
4
2
0
2007

2008

2009

2010

2011

2012

Tahun

Sumber: Kapet Manado Bitung, 2014

Tingkat pengangguran Kota Bitung dari tahun 2007-2012
ditunjukkan pada Grafik 3.2.Data tersebut menjelaskan bahwa dari
tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Sekitar 13.85% pada
tahun 2007 menurun menjadi 12, 91% pada tahun 2008 dan turun lagi
menjadi 11,86% pada tahun 2009. Namun pada tahun 2010 mengalami
sedikit peningkatan menjadi 12,23% dan penurunan kembali sebanyak
0,93% menjadi 11,3% pada tahun 2011. Munculnya perusahaan
55

industri pengolahan dalam 1-2 tahun terakhir (2011-2013) mampu
menyerap banyak tenaga kerja, sehingga hal ini secara langsung
mengurangi jumlah pengangguran di Kota Bitung dan meningkatkan
jumlah angkatan kerja.Seperti yang ditunjukkan pada Grafik
4.2.dimana tahun 2011 ke tahun 2012, tingkat penganggurannya
menurun sebanyak 3,58% menjadi 7,72%.
Dampak dari kinerja SIP di Kota Bitung selain terlihat dari
PAD Kota Bitung, juga dapat digambarkan oleh Penurunan Tingkat
Pengangguran dan Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja yang besar dari
Usaha Industri Skala M enengah ke Atas.
Tabel 3.3. Penyerapan tenaga kerja berdasarkan skala usaha di Kota
Bitung, 2013
No

Skala Usaha

Jlh. Usaha

Jlh. Tenaga Kerja

1

Mikro

1628

2386

2

Kecil

431

1607

3

Menengah dan Besar

74

Total
2133
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Kota Bitung, 2013

11856
15849

Penyerapan tenaga kerja dari usaha mikro kecil menengah
hingga skala besar mencapai 15849 orang dari 2133 usaha yang ada di
Kota Bitung. Usaha mikro sekitar 1628 usaha menyerap 2386 tenaga
kerja. Usaha Kecil sekitar 431 usaha dengan 1607 tenaga kerja.Yang
paling banyak menyerap tenaga kerja yakni usaha skala menengah
hingga skala besar yaitu 11856 orang dari 74 usaha yang ada.Hal
tersebut terjadi karena ada 2 efek yaitu efek skala dan efek penggunaan
teknologi.Efek skala karena usaha skala menengah dan besar memiliki
nilai investasi yang besar dan diferensiasi organisasi yang besar juga
sehingga membutuhkan tenaga kerja yang jauh lebih besar, daripada
usaha skala mikro dan skala kecil.Selanjutnya, efek penggunaan
teknologi karena usaha skala menengah dan besar menggunakan
teknologi padat karya yakni yang teknologi yang masih berbasis
manusia, bukan teknologi yang mereduksi jumlah tenaga kerja.Dengan
56

demikian, penggunaan teknologi tersebut masih memerlukan tenaga
manusia sehingga menyerap banyak tenaga kerja.

M anfaat Kinerja SIP

Jumlah Pendapatan (Rp.000,-)

Diagram 3.2. Pendapatan Perkapita Kota Bitung, 2007-2012
643.34

645

639.65

640

634.89
632.04

635
628.47

630
623.6
625
620
615
610
2007

2008

2009

2010

2011

2012

Tahun

Sumber: Kapet Manado Bitung 2014

M anfaat dari SIP dapat dilihat salah satunya dapat dilihat dari
pendapatan perkapita Kota Bitung.Dari tahun 2007 hingga tahun 2012,
pendapatan perkapita mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun
2007, pendapatan perkapita mencapai Rp 62.360.000,- per tahun
hingga pada tahun 2008 pendapatan perkapitanya Rp 62.847.000,- per
tahun. Pada tahun 2009 pendapatan terus meningkat menjadi Rp
63.204.000,- per tahun. Tahun 2010, peningkatan pendapatan sebesar
Rp 2.850.00,- sehingga total pendapatan mencapai Rp 63.489.000,- per
tahun. Pendapatan pada tahun 2011 mencapai Rp 63.965.000,- per
tahun setelah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Hingga
pada tahun 2012, pendapatan terus meningkat menjadi Rp 64.334.000,per tahun.
57

M eningkatnya pendapatan perkapita Kota Bitung karena
kehadiran industri pengolahan di Kota Bitung yang menyerap banyak
tenaga kerja, terutama pada 1-2 tahun terakhir.Secara langsung hal
tersebut mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan jumlah
angkatan kerja, karena sudah memiliki penghasilan atas upah dari
perusahaan. Sehingga, semakin banyak tenaga kerja yang diserap akan
meningkatkan jumlah angkatan kerja. Semakin banyak penghasilan
yang dihasilkan oleh angkatan kerja di Kota Bitung dibagi jumlah
penduduk di Kota Bitung,akan menghasilkan pendapatan perkapita
yang besar juga. Namun jika angkatan kerja kecil dan
penganggurantinggi, maka pendapatan daerahnya kecil sehingga jika
dibagikan dengan jumlah penduduknya maka hasil pendapatan
perkapitanya kecil.Jadi, dengan demikian, pengaruh hadirnya
perusahaan di sektor industri pengolahan cukup signifikan dalam
meningkatkan pendapatan perkapita di Kota Bitung.

Output Kinerja SIP

Nilai Ekspor (000.000 US $)

Grafik 3.3. Nilai Ekspor Ke Luar Negeri Kota Bitung, 2007-2012
1,000,000.00
921,849.36
800,000.00
676,760.82

600,000.00
400,000.00

398,950.97

737,906.38

464,190.52
435,121.84
Ekspor

200,000.00
0.00
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tahun

Sumber: Bitung Dalam Angka 2013

Salah satu output kinerja SIP dapat digambarkan melalui
produksi ekspor di Kota Bitung.Grafik 3.3.menunjukan penurunan dan
58

peningkatan nilai produksi ekspor 5 tahun terakhir yaitu dari tahun
2007-2012. Pada tahun 2008 mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya kemudian mengalami penurunan pada tahun 2009 dan
2010.Hal ini dipengaruhi oleh melemahnya kurs rupiah akibat dampak
krisis global yang terjadi pada saat itu (Ismawati & Hermawan,
2013).Selanjutnya, pada tahun 2010 sampai 2012 nilai ekspor
meningkat setiap tahunnya. Nilai produksi yang diekspor tersebut,
tidak terlepas dari kontribusi sektor industri pengolahan terutama dari
berbahan baku hasil perikanan, dimana sektor industri pengolahan
merupakan salah satu kontribusi terbesar untuk PDRB Kota Bitung dan
sub sektor perikanan merupakan sub sektor paling besar yang
menyumbang pada sektor pertanian dibandingkan sub sektor lainnya
dalam sektor pertanian. Sehingga, dengan demikian dapat dikatakan
bahwa sektor industri pengolahan terutama perikanan memiliki
kontribusi yang besar dalam aktivitas dan nilai ekspor di Kota Bitung.

Pembahasan
Dalam penelitian ini, kinerja sektor industri pengolahan
terutama di bidang perikanan merupakan sebuah cerminan dari
implementasi kebijakan dan peran pemerintah yang mendukung
perkembangan entrepreneurship dalam peranannya di sektor industri
pengolahan perikanan. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan
gambaran mengenai kinerja sektor industri pengolahan perikanan di
Kota Bitung yang dilihat dari PDRB Sektoral, Laju Pertumbuhan
Sektoral, Pendapatan Daerah, Tingkat Pengangguran, Penyerapan
Tenaga Kerja, Pendapatan Perkapita, dan Nilai Ekspor.
Temuan pertama dalam topik ini adalah adanya peningkatan
PDRB Kota Bitung dan Laju Pertumbuhan setiap tahunnya sejak tahun
2008 sampai tahun 2012.Ini artinya bahwa kinerja dari masing-masing
sektoral cukup mengesankan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi
Kota Bitung.Kinerja sektoral yang mengesankan ini dipengaruhi oleh
berbagai usaha dari Pemerintah, baik melalui arahan kebijakannya

59

maupun rencana strategik
peningkatan produksi.

sektoral

yang berusaha melakukan

Namun, seiring laju pertumbuhan Kota Bitung setiap tahunnya
mengalami peningkatan, secara spesifik laju pertumbuhan sektor
industri pengolahan menunjukkan hasil yang cenderung menurun
mulai tahun 2010 ke tahun 2011 hingga tahun 2012 walaupun dari
PDRBnya mengalami peningkatan. Relatif melambatnya laju
pertumbuhan di sektor industri pengolahan ini kemungkinan besar
disebabkan karena ketersediaan sumber daya alam sebagai bahan
bakunya cenderung menurun, karena laju pertumbuhan dari sektor
pertanian juga mengalami penurunan, keterbatasan modal,
menurunnya nilai ekspor dan pengaruh dari ketidakoptimalan peranan
pemerintah dalam meningkatkan produktivitas.
Adapun temuan selanjutnya yang dapat menggambarkan
kinerja sektor industri pengolahan perikanan dilihat dari dampak
kinerjanya yaitu baik dari sisi pendapatan dan sisi penyerapan tenaga
kerja. Dari sisi pendapatan daerah, dimana PAD daerah Kota Bitung
yang berasal dari Pajak Air Tanah dan Pajak Reklame mengalami
peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan
usaha-usaha baru sejak 5 tahun terakhir.Hadirnya usaha-usaha baru
tersebut merupakan implikasi dari kinerja pemerintah terutama BPPTPM Kota Bitung.Dari sisi angkatan kerja, setiap tahunnya Kota Bitung
mengalami penurunan angka pengangguran.Hal ini terjadi karena
banyak usaha industri yang menyerap tenaga kerja, terutama usaha
industri pengolahan perikanan.Dari data yang sudah dianalisis,
hadirnya usaha-usaha di bidang pengolahan perikanan di Kota Bitung
mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak menyerap
tenaga kerja, sehingga hal tersebut secara langsung menekan angka
pengangguran dan meningkatkan jumlah angkatan kerja. Hal tersebut
berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan perkapita.
Salah satu manfaat dari kinerja sektor industri pengolahan
perikanan yang ditemukan adalah peningkatan pendapatan perkapita.
Pendapatan perkapita yang meningkat tiap tahunnya juga tidak hanya
dari kinerja sektor industri pengolahan perikanan, tetapi juga ditunjang
60

oleh kontribusi dari sektor lain. Dari outputnya, ditemukan adanya
peningkatan nilai ekspor sejak tahun 2011 hingga 2012, dimana pada
tahun-tahun sebelumnya cenderung menurun.Kenaikan nilai ekspor
ini juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global yang mulai stabil,
dimana sebelumnya penurunan terjadi karena ekonomi global
mengalami krisis sehingga berdampak pada turunnya nilai tukar rupiah
(Ismawati & Hermawan, 2013).

Daftar Pustaka
Aidis, R. 2003. Entrepreneurship and Economic Transition.Tinbergen
Institute Discussion Paper. (http://www.tinbergen.nl)
Dokumen Bitung Dalam Angka Tahun 2012. BPS dan Bappeda Kota Bitung.
Ebner, A. 2005. Entrepreneurship and Economic Development: From classical
political economy to economy sociology. Journal of Economic Studies
32(3):256-274. (http://www.emeraldinsight.com)
Ismawati L, & Hermawan, B. 2013.Pengaruh Kurs Mata Uang Rupiah Atas
Dollar As, Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Dan Tingkat
Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Bursa
Efek Indonesia (BEI). Jurnal Ekono Insentif Kopwil4, Volume 7 No. 2,
Oktober 2013. ISSN: 1907 - 0640, hal.1- 13
Kemp, R.G.M., Folkeringa, M., de Joung, J.P.J., W obben, E.F.M., Zoetermeer.
2003. Innovation & Firm Performance. Research Report.Netherlands
Ministry
of
Economic
Affairs.
ISBN:
90-371-0875-X.
http://www.ondernemerschap.nl/pdf-ez/H200207.pdf
Kritikos, A. 2014.Entrepreneurs and their impact on jobs and economic
growth.IZA W orld of Labor. Germany.
Minniti, M. 2008. The Role Of Government on Entrepreneurial Activity:
Productive, Unproductive, or Destructive?. “Entrepreneurship
Theory and Practice”, 32(5):79-90.
Mishra, A. 2013.Role of Government in developing Entrepreneurs.AISECT
University Journal.Vol.II.hal 1-4. ISSN: 2278-4187
Morris, R. 2011. 2011 High Impact Entrepreneurship Global report.Center for
high
impact
entrepreneurship
at
endeavor.
(http://www.gemconsortium.org/docs/download/295)
61