TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LELANG WAKAF TUNAI DI YAYASAN PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA.

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LELANG WAKAF

TUNAI DI YAYASAN PONDOK PESANTREN MAHASISWA

AL-JIHAD SURABAYA

SKRIPSI

OLEH

Zumrotul Azizah

NIM : C32211126

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

SURABAYA


(2)

PENGESAHAN

Skripsi yang telah ditulis oleh Zumrotul Azizah NIM. C32211126 ini telah dipertahankan di depan sidang Majelis Munaqosah Skripsi Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya pada hari Rabu tanggal 28 Januari 2015, dan dapat diterima sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana strata satu dalam Ilmu Syari’ah.

Majlis Munaqasah Skripsi:

Ketua Sekretaris,

Moch. Zainul Arifin, S.Ag., M.Pd.I A.Mufti Khazin, M.HI

NIP. 197104172007101004 NIP. 197303132009011004

Penguji I, Penguji II, Pembimbing,

Dr. Makinuddin, S.H., M.Ag Nabiela Naily, S.SI., M.HI Moch. Zainul Arifin, S.Ag., M.Pd.I

NIP. 195711101996031001 NIP. 198102262005012003 NIP. 197104172007101004

Surabaya, 28 Januari 2015 Mengesahkan,

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Dekan,

Dr. H. Sahid HM., M.Ag


(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang di tulis oleh Zumrotul Azizah NIM. C32211126 ini telah di periksa dan

disetujui untuk dimunaqasahkan.

Surabaya, 15 Januari 2014

Pembimbing,

Moch. Zainul Arifin, S.Ag., M.Pd.I

NIP. 197104172007101004


(4)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama

: Zumrotul Azizah

NIM

: C32211126

Fakultas/ Jurusan

: Syariah dan Hukum/ Hukum Perdata Islam

Judul Skripsi

: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Lelang Wakaf Tunai

di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya

sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 16 Januari 2015

Saya yang menyatakan,

Zumrotul Azizah

NIM: C32211126


(5)

vii

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Lelang Wakaf Tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan ini dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode yang digunakan adalah deskriptif verifikatif dengan pola pikir deduktif. Adapun pola pikir deduktif adalah pola berfikir dengan menggunakan analisis yang berpijak dari pengertian-pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan masalah khusus. Teknik yang digunakan ini untuk menggambarkan atau menguraikan perihal wakaf (kronologi pelaksanaan wakaf, dasar hukum pelaksanaan wakaf, tata cara pelaksanaan wakaf) kemudian menilai data tersebut apakah sesuai dengan hukum Islam dan peraturan yang ada.

Wakaf yang dilaksanakan di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya sama seperti wakaf pada umumnya. Objeknya berupa tanah. Namun untuk mengikuti kegiatan wakaf tersebut calon wakif harus membelinya terlebih dahulu dengan menggunakan sistem lelang. Para calon wakif yang terdiri dari kurang lebih 262 orang mengisi formulir yang telah disediakan pengurus yayasan dalam bidang perwakafan sebagai pernyataan untuk membeli tanah sekaligus berniat untuk mewakafkannya kepada Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. Harga tanah tersebut terjual sebesar Rp. 2.500.000,- per m2. Para calon wakif dapat membeli secara sukarela sesuai dengan kemampuannya. Praktek wakaf dengan menggunakan sistem lelang maksudnya di sini adalah wakaf yang dilakukan secara bersama-sama atau bergotong royong. Selain melihat perkembangan zaman serta kemampuan setiap orang berbeda-beda, praktek yang dicetuskan oleh pengasuh yayasan bertujuan agar wakaf tidak tersalurkan dari orang yang mampu saja.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa lelang wakaf tunai yang telah dilaksanakan di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya menurut ketentuan hukum Islam adalah sah. Namun bila ditinjau dari hukum positif dapat dikatakan belum sah karena masih belum memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk menutupi kekurangan, maka sebaiknya dari sekian banyaknya wakif tersebut dapat diangkat seorang wakil untuk mensertifikatkan tanah dan mewakafkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Tujuan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP WAKAF TUNAI ... 20

A. Wakaf Tunai Menurut Hukum Islam ... 20

1. Pengertian wakaf secara umum ... 20

2. Pengertian wakaf tunai ... 25


(7)

xi

4. Rukun dan syarat wakaf tunai ... 29

5. Tata cara wakaf tunai ... 34

B. Wakaf Tunai Menurut Hukum Positif ... 35

1. Pengertian wakaf tunai ... 35

2. Dasar hukum wakaf tunai ... 36

3. Syarat dan rukun wakaf tunai ... 37

4. Tata cara wakaf tunai ... 43

BAB III PROFIL SINGKAT YAYASAN PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA ... 46

A. Gambaran Umum Sejarah Berdirinya Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ... 46

B. Kronologi Lelang Wakaf Tunai ... 53

C. Dasar Hukum Pelaksanaan Lelang Wakaf Tunai ... 57

D. Pelaksanaan Lelang Wakaf Tunai ... 60

E. Deskripsi Respon Pengurus dan Wakif Praktek Lelang Wakaf Tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ... 63

BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP LELANG WAKAF TUNAI ... 65

A. Analisis Hukum Islam Terhadap Lelang Wakaf Tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ... 65

B. Analisis Hukum Positif Terhadap Lelang Wakaf Tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ... 80

BAB V PENUTUP ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah swt telah menjadikan masing-masing manusia saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala kepentingan hidup, baik dalam kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan demikianlah hubungan kehidupan manusia menjadi teratur.1

Secara pokok hubungan manusia terbagi menjadi dua dimensi yakni, hubungan antara manusia dengan penciptanya (habl min Alla>h) dan hubungan manusia dengan sesama manusia (habl min al-na>s). Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Q.S Al-Imron ayat 112 :


(9)

2

manusia. Oleh sebab itu, dalam persoalan hubungan sesama manusia Islam mengajarkan kepada segenap pemeluknya untuk berbuat kebajikan dan berlomba-lomba sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah swt dalam Q.S al-Baqarah ayat 148 :




(10)

3

Sejalan dengan penjelasan di atas, salah satu institusi atau pranata sosial Islam yang mempunyai nilai sosial ekonomi adalah lembaga perwakafan. Sebagai kelanjutan dari ajaran tauhid, yang berarti segala sesuatu berpuncak pada kesadaran akan adanya Allah swt. Wakaf adalah salah satu bentuk perwujudan keadilan sosial dalam Islam. Prinsip pemilikan harta dalam Islam menyatakan bahwa harta tidak dibenarkan dikuasai oleh sekelomok orang. Hal demikian sebagaimana termasuk dalam Q.S At-Taubah : 103.5.


(11)

4

ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak sholeh yang mendoakan” (HR. Muslim).6

Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi, perwakafan telah ada dan berlaku dalam masyarakat Indonesia berdasarkan hukum Islam dan hukum adat, meski belum ada peraturan perundangan tertulis yang mengaturnya.7

Biasanya wakaf ini berupa properti seperti masjid, tanah, bangunan, sekolah, pondok pesantren dan lain-lain. Sementara hubungan masyarakat saat ini sangat besar sehingga mereka membutuhkan uang tunai untuk meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan prinsip wakaf tersebut maka dibuatlah inovasi produk wakaf yaitu wakaf tunai. Yakni wakaf tidak hanya berupa properti, tetapi wakaf dengan uang secara tunai.8

Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Hukum mewakafkan uang tunai merupakan permasalahan yang diperdebatkan di kalangan ulama fiqh. Hal ini disebabkan karena cara yang biasanya dipakai oleh masyarakat dalam mengembangkan harta wakaf.

Di Indonesia bentuk wakaf tunai belum dikenal secara luas. Wakaf tunai baru memperoleh fatwa halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2002. Menyusul kemudian UU No. 41 tentang Wakaf dan

6 Ima>m Abu> al-Husain bin al-Hajja>j al-Qusyairi> al-Naisabu>ri>, S}ah}i>h Muslim, (Beiru>t: Da>r al-Fikr,

1989), 70.

7 Imam Suhadi, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa,

2002), 39.


(12)

5

Peraturan Pemerintah RI No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf yang di dalamnya mengatur tentang wakaf benda bergerak telah disahkan.

Wakaf dalam bentuk tunai terbagi ke dalam dua kategori yaitu wakaf tunai sebagai pengganti barang dan wakaf tunai untuk dijadikan modal dimana nilai uangnya sendiri dijamin kelestariannya.9

Wakaf tunai untuk pengganti barang biasaya dipraktikkan di Indonesia seperti dalam kegiatan pembangunan masjid, madrasah atau pesantren, biasanya hasil gotong royong masyarakat baik dalam bentuk materiil seperti dengan memberi wakaf barang bangunan atau uang yang kemudian dibelikan barang, ataupun dalam bentuk harga.

Berdasarkan pengamatan kegiatan tersebut juga dilakukan oleh Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. Kegiatan yang dilakukan adalah wakaf yang berbentuk tanah dengan menggunakan sistem lelang. Dalam pelaksanaan tersebut tanah yang menjadi objek atau harta wakaf yang terlebih dahulu dibeli oleh Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad. Tetapi hal ini terhambat pada masalah dana. Oleh sebab itu muncullah rencana untuk menjual tanah tersebut kepada para jama’ah untuk melunasi pembelian tanah tersebut.

Supaya rencana tersebut terlaksana sesuai dengan target, maka pengurus Yayasan Pondok Pesantren Al-Jihad mengumumkan adanya pelaksanaan lelang wakaf tunai melalui jejaring media, seperti Radio


(13)

6

Victore, Majalah DASA yang dicetak setiap bulannya, dan pada saat pengajian rutin setiap minggu/bulanan. Selain itu Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad juga membuat formulir yang menyatakan kehendak wakaf oleh si wakif. Dalam formulir tersebut wakif hanya perlu mengisi identitas nama, tempat tinggal, luas tanah atau sejumlah uang yang akan diwakafkan.10

Bila dilihat dari keabsahan wakaf maka harus terpenuhi syarat dan rukunnya, yang salah satunya harta yang akan diwakafkan adalah milik sah dari wakif. Sedangkan dalam pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya dalam sistem pembayarannya terdiri dari dua option yaitu, melalui sistem kredit/angsuran atau cash/tunai. Apabila si wakif menggunakan sistem kredit/angsuran, dapatkah si wakif sudah dapat dikatakan menjadi salah satu pemilik sah atas sebagian tanah sedangkan ia belum bisa melunasi angsurannya sesuai dengan nilai yang tertulis dalam formulir.

Berdasarkan alasan yang telah dipaparkan di atas, maka hal tersebutlah yang menjadi pertanyaan penyusun guna mengetahui tentang ketentuan hukum dari lelang tanah wakaf yang dilakukan di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.


(14)

7

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dari hasil penelitian sementara, maka muncul beberapa masalah yang diantaranya:

a. Pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

b. Cara promosi yang digunakan untuk mendapatkan wakaf tunainya di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. c. Kemampuan pembayaran para wakif sesuai dengan kebutuhan di

Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

d. Proses pendaftaran lelang wakaf tunai yang dilakukan di hadapan nadzir di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa.

e. Penentuan pembayaran dengan sistem kredit dalam lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

f. Perpindahan hak milik oleh wakif dari akad jual beli ke wakaf di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

g. Kesesuaian antara prinsip dan prakteknya lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad.

h. Penentuan bagian tanah wakif di Yayasan Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya.


(15)

8

i. Penentuan keabsahan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya dilihat dari kelengkapan syarat dan rukunnya.

2. Batasan Masalah

Dari beberapa masalah yang tercantum di atas masih bersifat umum, sehingga diperlukan batasan-batasan masalah dalam pembahasannya supaya lebih terarah pada ruang lingkupnya serta permasalahannya. Maka penulis memberikan batasan permbahasan meliputi sebagai berikut:

a. Cara yang digunakan dalam promosi untuk mendapatkan wakaf tunainya di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

b. Pelaksanaan praktek lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

c. Tinjauan hukum Islam tentang pelaksanaan praktek lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Surabaya.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ?


(16)

9

D. Kajian Pustaka

Tinjauan pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan diteliti ini tidak ada pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.

Permasalahan dalam mu’amalah adalah masalah komplek dalam kehidupan sehari-hari, masalah ini dari dulu banyak dibahas oleh ulama-ulama terdahulu sampai saat ini.

Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang lelang wakaf tunai menurut hukum Islam belum ada yang meneliti dalam fakultas ini. Akan tetapi penulis menemui beberapa penelitian tentang wakaf yang berjudul “Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai Pada Lembaga Amil Zakat di Kota Yogyakarta”, yang disusun oleh Nuzula Yustisia. Penelitian tersebut membahas tentang pengelolaan wakaf tunai pada LAZ yang menjadi objek nilai pokok wakafnya karena dapat mensejahterakan umat. Hasil yang didapat peneliti adalah penerimaan wakaf tunai pada LAZ di kota Yogyakarta belum sesuai dengan konsep penerimaan wakaf tunai pada LKS Penerima Wakaf Uang (PWU) karena LAZ langsung mengelola sesuai dengan peruntukan.11

Adapun penelitian tentang “Peran Wakaf Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Tabung Wakaf Indonesia“ yang ditulis oleh Maya Maimunah, di dalamnya menjelaskan tentang program

11 Nuzula Yustisia, “Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai Pada Lembaga Amil Zakat di Kota


(17)

10

pemberdayaan ekonomi usaha kecil dan menengah. Hasil yang didapat peneliti adalah bahwa lembaga Tabung Wakaf Indonesia terbukti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi dalam membantu pengembangan usaha masyarakat yang kekurangan modal.12

Penelitian dengan penulis Badru Rochmat dengan judul “Strategi Pengelolaan Wakaf Uang Secara Produktif Pada Baitul Mal Muamalat“ dengan penjelasan mengenai tentang cara waqif melepaskan kepemilikan harta yang semula dimilikinya, untuk dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa strategi yang digunakan adalah dengan menggunakan dana yang diperoleh dari wakif yang diserahkan pada nadzir, kemudian nadzir menyerahkan dana sebagai wakaf kepada pihak-pihak yang telah ditentukan wakif. Jika tidak ada pihak yang ditentukan, maka nadzir akan bekerja sama dengan pihak-pihak yang menurut nadzir layak menerima dana wakaf produktif.13

Dari beberapa kajian yang telah disebutkan, masih belum ada yang membahas tentang lelang wakaf tunai menurut hukum Islam dan alasan itulah yang melatarbelakangi penyusun untuk meneliti lebih jauh tentang lelang wakaf tunai menurut hukum Islam.

12 Maya Maimunah, “Peran Wakaf Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Tabung

Wakaf Indonesia” (Skripsi—UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011), 70.

13 Badru Rochmat, “Strategi Pengelolaan Wakaf Uang Secara Produktif Pada Baitul Mal


(18)

11

E. Tujuan Penelitian

Adapun penulis meneliti dan membahas masalah ini dengan tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

2. Untuk menganalisa tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

F. Tujuan Hasil Penelitian

Tujuan hasil penelitian yang diharapkan penulis yakni agar bermanfaat dan berguna untuk hal-hal sebagai berikut :

1. Secara teoritis, sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya, sehingga dapat dijadikan informasi bagi para pembaca yang ingin memperdalam pengetahuan mengenai hukum Islam khususnya perihal perwakafan.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu berguna bagi masyarakat luas yang ingin melaksanakan wakaf. Serta sebagai konstribusi bagi para akademisi tentang bagaimana prosedur mewakafkan harta dengan benar. Bagi Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya, skripsi ini dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan prektek wakaf di kemudian hari.


(19)

12

G. Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Lelang Wakaf Tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya”. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian dalam judul proposal ini, maka penulis tegaskan beberapa istilah-istilah sebagai berikut :

1. Hukum Islam : Aturan-aturan dalam alquran, al-hadis dan pendapat ulama hukum yang mengikat dalam hal wakaf berdasarkan prinsip syariat.

2. Lelang : Penjualan secara terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat, penjualan yang dilakukan dengan bersama-sama atau bergotong royong.14

3. Wakaf Tunai : Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.15

Ali Masyhudi, Wawancara, Surabaya, 7 Oktober 2014.


(20)

13

H. Metode Penelitian

1. Data yang dikumpulkan

Studi ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni data yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui proses pengamatan (observasi), wawancara dan penyebaran kuesioner.16 Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas :

a. Sejarah wakaf di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

b. Dasar hukum wakaf di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

c. Data tentang pelaksanaan wakaf di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

d. Data tentang cara promosi untuk mendapatkan wakaf tunainya di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

e. Data tentang ketentuan hukum Islam dan hukum positif tentang wakaf yang menjelaskan pelaksanaan wakaf di Yayasan Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya

2. Sumber data

Secara garis besar sumber data yang digunakan dibagi menjadi dua jenis, yaitu:


(21)

14

a. Sumber primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian17, data tersebut meliputi :

1) Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. 2) Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad

Surabaya dalam bidang perwakafan. 3) Orang yang mewakafkan (wakif)

b. Sumber sekunder adalah data atau yang dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan atau laporan peneliti terdahulu18, data tersebut meliputi:

1) Muhammad Azzam, Abdul Aziz, Fiqh Muamalat, Jakarta, Amzah

2) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana

3) Siah Khosyi’ah, Wakaf dan Hibah, Bandung, CV. Pustaka Setia

4) M. Athoillah, Hukum Wakaf, Bandung, Yrama Widya

5) Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf

6) Sudirman Hasan, Wakaf Uang, Malang, UIN Malik Press

17 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2002), 82-83.


(22)

15

7) Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Fiqih Wakaf, Jakarta, Direktorat Pemberdayaan Wakaf

8) Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, Bandung, Simbiosa Rekatama Media

9) Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika

10)Suhrawardi K. Lubis, Wakaf & Pemberdayaan Umat, Jakarta, Sinar Grafika

3. Teknik pengumpulan data

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data, antara lain sebagai berikut :

a. Wawancara

Adalah percakapan antara pihak yang mengajukan pertanyaan dengan pihak yang menjawab pertanyaan guna mendapatkan data sebagai sumber penelitian.19 Dengan ini penulis menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur yakni dengan cara pertanyaan yang diajukan bersifat fleksibel tetapi tidak menyimpang dari tujuan wawancara yang telah ditetapkan.

b. Observasi

Adalah kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar

19 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014),


(23)

16

aspek dalam fenomena tersebut.20 Kegiatan yang dilakukan penulis melalui penglihatan dan pendengaran secara langsung dan dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar dan rekaman suara.

c. Dokumentasi

Merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan analisis yang ada.21 4. Teknik pengelolaan data

Adapun teknik yang digunakan dalam pengelolaan data yakni: a. Editing, yaitu: proses penelitian kembali terhadap catatan,

berkas-berkas dan informasi yang dikumpulkan oleh para pencari data.22

b. Coding, yaitu: isyarat yang dibentuk dalam bentuk angka atau huruf yang memberi petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.23

c. Analizing, yaitu: mengadakan penggalian terhadap data-data yang telah disusun dengan cara menyelami dan merefleksikan data tersebut agar dapat ditarik kesimpulan.

5. Teknik analisis data

Setelah semua data yang berhubungan dengan penelitian diperoleh, maka langkah yang ditempuh setelahnya adalah

20 Ibid., 212.

21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986), 22.

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 168. Masruhan, Metoodologi Penelitian ..., 255


(24)

17

menganalisa data tersebut. Adapun teknik yang digunakan adalah deskriptif verifikatif dengan pola pikir deduktif.

Deskriptif verifikatif adalah menggambarkan atau menguraikan sesuatu hal apa adanya. Teknik ini digunakan untuk menggambarkan atau menguraikan perihal wakaf (kronologi pelaksanaan wakaf, dasar hukum pelaksanaan wakaf, tata cara pelaksanaan wakaf) kemudian menilai data tersebut apakah sesuai dengan hukum Islam dan peraturan yang ada.

Adapun pola pikir deduktif adalah pola berfikir dengan menggunakan analisa yang berpijak dari pengertian-pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan masalah khusus.24 Maksudnya adalah kesimpulan akhir dalam penelitian Tinjauan hukum Islam tentang lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya yang disimpulkan oleh penulis apakah pelaksanaan telah sesuai dengan syariat Islam dan peraturan perundang-undangan atau apakah ada kesesuaian antara teori dan praktek lapangan.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penulis, maka penelitian ini nanti akan dibagi dalam beberapa bab, tiap-tiap bab dibagi beberapa sub bab. Susunan sistematikanya sebagai berikut:


(25)

18

Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian yang meliputi: jenis penelitian, data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengelolaan data, teknik analisis data lalu dirangkai dengan sistematika pembahasan.

Bab kedua mengemukakan bahasan yang berisi ketentuan hukum Islam dan hukum positif tentang wakaf tunai. Bab ini terbagi dalam sub bab. Pertama, ketentuan hukum Islam mengenai wakaf tunai. Kedua, ketentuan hukum positif mengenai wakaf tunai. Kemudian dari dua sub bab ini masing-masing dikembangkan menjadi anak sub bab yaitu, pengertian wakaf tunai, dasar hukum wakaf tunai, pandangan ulama tentang wakaf tunai, rukun dan syarat wakaf tunai, dan tata cara wakaf tunai.

Bab ketiga mengemukakan dengan jelas hasil penelitian lapangan tentang lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantern Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. Yang terbagi dalam empat sub bab. Pertama sekilas mengenai profil Yayasan Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya. Kedua latar belakang adanya pembentukan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. Ketiga mengenai dasar hukum pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. Keempat mengenai Deskripsi respon pengurus dan wakif praktek lelang wakaf tunai.


(26)

19

Bab keempat mengemukakan hasil analisis penelitian yaitu : Tinjauan Hukum Islam tentang lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

Bab kelima skripsi ini akan diakhiri dengan penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah dan untuk mengetahui sejauh mana penelitian telah dilakukan serta saran apa yang bisa diberikan untuk penelitian selanjutnya.


(27)

20

BAB II

TINJAUAN HUKUM TERHADAP WAKAF

A. Wakaf Tunai menurut Hukum Islam 1. Pengertian wakaf secara umum

Dalam kamus Arab-Melayu yang disusun oleh Muhammad Fadlullah dan B. Th. Brondgeest dinyatakan bahwa, wakaf menurut bahasa Arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu yang memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang menjadi habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah. Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja waqafa-yaqifu-waqfan yang berarti berhenti atau berdiri (Adijani Al-Alabij, 1989: 23).

Adapun menurut istilah, wakaf berarti berhenti atau menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridlaan Allah.1

Pengertian menahan (sesuatu) dengan harta kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam pengertian ini. Wakaf adalah menahan suatu benda yang diambil manfaatnya dengan ajaran Islam. Dalam pengertian lain adalah menghentikan (menahan) perpindahan

1 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 51.


(28)

21

milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama sehingga harta itu dapat digunakan untuk mencari keridhaan Allah swt. Sayid Sabiq mengartikan wakaf sebagai menahan harta dengan memberikan manfaatnya di jalan Allah.2

Sedangkan menurut syara’, wakaf berarti menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga zatnya, memutus pemanfaatan terhadap zat dengan bentuk pemanfaatan lain yang mubah.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang wakaf, di bawah ini akan dikemukakan oleh ulama fiqh, antara lain:3

Pertama, definisi wakaf dikemukakan Mazab Hanafi, yaitu menahan benda wakif dan menyedekahkan manfaatnya untuk kebaikan. Hal ini dikemukakan Wahbah Al-Zuhaili seperti yang dikutip Departemen Agama RI. Diketahui pula bahwa menurut Mazab Hanafi mewakafkan harta bukan berarti meninggalkan hak milik secara mutlak. Dengan demikian, wakif boleh saja menarik wakafnya kembali kapan saja dikehendakinya dan boleh diperjualbelikan.

Kedua, definisi wakaf yang dikemukakan Mazab Maliki, yaitu menjadikan manfaat harta wakif, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diberikan kepada yang berhak secara berjangka waktu sesuai kehendak wakif.

2 Siah Khosyi’ah, Wakaf dan Hibah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 17.


(29)

22

Ketiga, definisi wakaf yang dikemukakan Mazab Syafi’i, yaitu menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang dan barang tersebut hilang kepemilikannya dari wakif, serta dimanfaatkan pada sesuatu yang dibolehkan.

Keempat, definisi wakaf yang dikemukakan Mazab Hambali, yaitu menahan secara mutlak kebebasan pemilik harta dalam menjalankan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta dan memutuskan seluruh hak penguasaan terhadap harta, sedangkan manfaat harta adalah untuk kebaikan dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Dari keseluruhan definisi wakaf yang dikemukakan di atas, tampak jelas bahwa wakaf berarti menahan harta yang dimiliki untuk diambil manfaatnya bagi kemaslahatan umat dan agama.

Adapun beberapa ketentuan mengenai wakaf yang dikemukakan Azhar Basyir, yakni sebagai berikut:

1) Harta wakaf harus tetap (tidak dapat dipindahkan kepada orang lain) baik dengan dijual-belikan, dihibahkan ataupun diwariskan 2) Harta wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya 3) Tujuan wakaf harus jelas (terang)

4) Harta wakaf harus dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam harta wakaf


(30)

23

5) Harta wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya yang tahan lama dan tidak musnah sekali digunakan.4

Kedudukan wakaf dalam Islam sangat mulia. Wakaf dijadikan amalan utama yang sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Orang-orang jahiliyah tidak mengenal wakaf. Wakaf disyariatkan oleh Nabi dan menyerukannya karena kecintaan beliau kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.5

Tujuan wakaf sendiri memiliki berbagai macam, yakni diantaranya :

a. Wakaf sebagai al-khayr

Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam alquran dan sunnah. Para ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah dalam QS. Al-Hajj (22): 77 sebagai berikut:









Artinya: “...dan berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”.6

Taqiy Din Abi Bakr Ibn Muhammad Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah untuk melakukan kebaikan

4 Ahmad Azhar Basyir, Utang Piutang dan Gadai, (Bandung: Al-Ma’arif, 1983), 6-7.

5 Abdul Rahman Ghazaly dan Ghufron Ihsan, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), 176. 6 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya...,341.


(31)

24

berarti perintah untuk melakukan wakaf.7 Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut relevan dengan firman Allah tentang wasiat yang tercantum dalam surah QS. Al-Baqarah (2): 180, yakni sebagai berikut:                          

Artinya: “Kamu diwajibkan dengan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibu bapak dan karib kerabat dengan cara yang ma’ruf; (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang taqwa.8

Dalam ayat tentang wasiat, al-khayr diartikan dengan harta benda. Oleh karena itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan ibadah bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan pada al-khayr. Wakaf untuk kepentingan umum secara empiris dapat dibedakan menjadi dua: Pertama, wakaf yang berguna bagi semua orang (termasuk non-muslim), seperti wakaf tanah untuk jalan. Kedua, wakaf yang digunakan hanya oleh umat Islam, seperti wakaf untuk masjid dan pemakaman muslim.

b. Wakaf sebagai shadaqah jariyah

Dalam hadis dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariyah. Dalam perspektif ini, wakaf dianggap sebagai

7 Taqiy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi, Kifarat al-Akhyar fi Hall Gayat al-Ikhtishar, (Semarang: Toha Putra. t.th), Juz 1, 319.


(32)

25

bagian dari sedekah. Secara umum, sedekah dapat dibedakan menjadi dua: sedekah yang wajib dan sedekah yang sunnah. Sedekah yang sunnah pun dapat dibedakan menjadi dua: sedekah yang pahalanya tidak senantiasa mengalir dan sedekah yang pahalanya senantiasa mengalir meskipun pihak yang menyedekahkan hartanya telah meninggal dunia. Sedekah yang terakhir disebut wakaf.

2. Pengertian wakaf tunai

Wakaf uang merupakan terjemah langsung dari istilah cash waqf yang populer di Bangladesh, tempat A. Mannan menggagas idenya. Dalam beberapa literatur lain, cash waqf juga dimaknai wakaf tunai.9 Hanya saja, makna tunai ini sering disalahartikan sebagai lawan kata dari kredit, sehingga pemaknaan cash waqf sebagai wakaf tunai menjadi kurang pas. Untuk itu, dalam tulisan ini, cash waqf akan diterjemahkan wakaf uang.

Selanjutnya, wakaf uang dalam definisi Departemen Agama adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Dengan demikian, wakaf uang merupakan salah satu bentuk wakaf yang diserahkan oleh seorang wakif kepada nadzir dalam bentuk uang kontan. Hal ini selaras dengan definisi wakaf yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama

9 Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia (2007) dan Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai


(33)

26

Indonesia tanggal 11 Mei 2002 saat merilis fatwa tentang wakaf uang.10


(34)

27

menggunakan kata wakaf, seringkali menggunakan istilah “menafkahkan harta”.

Berikut ini dipaparkan sumber pijakan dibolehannya wakaf uang. Sumber-sumber tersebut terdiri dari ayat alquran dan hadis. a. Alquran

1) Surah Ali Imran: 92

                     

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.

2) Surah Al-Baqarah: 261

                                        

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allahadalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Kedua ayat di atas termasuk ayat-ayat global yang mendorong umat Islam untuk menyisihkan sebagian rezekinya untuk kepentingan umum guna mendorong kaum muslimin berinfaq dan bersedekah. Wakaf termasuk bagian sedekah yang sifatnya kekal.


(35)

28

b. Hadis


(36)

29

4. Rukun dan syarat wakaf tunai

Pada dasarnya rukun dan syarat wakaf uang adalah sama dengan rukun dan syarat wakaf tanah. Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun wakaf uang, yaitu:14

1) Ada orang yang berwakaf (wakif) 2) Ada yang diwakafkan (mauquf)

3) Ada tujuan wakaf atau peruntukan wakaf (mauquf ‘alaih) 4) Ada akad atau pernyataan wakaf (sighat)

Rukun yang dikemukakan, masing-masing harus memenuhi syarat. Syarat-syarat wakaf juga memiliki peran penting dalam sah tidaknya suatu akad. Sehingga antara syarat dan rukun wakaf tersebut menjadi satu rangkaian yang saling terkait dan melengkapi. Adapun syarat sah wakaf memiliki empat unsur bagi wakif, mauquf, mauquf ‘alaih dan sighat.

a. Syarat wakif

Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak di sini meliputi (4) empat kriteria, yaitu :

1) Merdeka

Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah, karena wakaf adalah pengguguran hak milik


(37)

30

dengan cara memberikan hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai hak milik, dirinya dan apa yang dimiliki adalah kepunyaan tuannya.

2) Berakal sehat

Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia tidak berakal, tidak mumayyiz dan tidak cakap melakukan akad serta tindakan lainnya. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot) karena faktor usia, sakit atau kecelakaan.

3) Dewasa

Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baligh) hukumnya tidak sah, karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya. Baligh dalam perspektif fiqh adalah adanya tanda-tanda pada dirinya seperti mimpi bersenggama atau berumur 15-17 tahun. Baligh menurut undang-undang adalah di atas umur 17 tahun.

4) Tidak berada di bawah pengampuan

Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan (tabarru’), maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah. Karena tujuan dari pengampuan ialah untuk menjaga harta wakaf supaya tidak


(38)

31

habis dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak benar dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang lain.

Berkenaan dengan syarat-syarat wakif, Azhari Basyir (1987: 9-10) mengatakan bahwa wakif harus memenuhi syarat yaitu mempunyai kecakapan tabarru’ dan yakin melepaskan hak milik tanpa imbalan materiil. Orang dikatakan mempunyai kecakapan bertabarru’ apabila telah baligh (15 tahun), berakal sehat dan tidak terpaksa. Titik tolak dalam menentukan apakah seorang dipandang cakap bertabarru’ atau tidak adalah adanya pertimbangan akal yang sempurna pada orang yang mempunyai umur baligh.

b. Syarat mauquf

Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1) Harta yang diwakafkan harus mutaqawwam 2) Diketahui dengan jelas ketika diwakafkan 3) Milik wakif

4) Terpisah, bukan milik bersama c. Syarat mauquf ‘alaih

Yang dimaksud dengan mauquf ‘alaih adalah tujuan wakaf (peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan menurut syariat Islam. Karena pada dasarnya, wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri kepada


(39)

32

manusia kepada Tuhan. Karena itu mauquf ‘alaih haruslah pihak kebajikan. Para faqih sepakat bahwa infaq kepada pihak kebajikan itulah yang membuat wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.

Namun terdapat perbedaan pendapat antara para faqih mengenai jenis ibadah, apakah ibadah menurut pandangan Islam ataukah menurut keyakinan wakif atau keduanya, yaitu menurut pandangan Islam dan keyakinan wakif.

1) Mazab Hanafi mensyaratkan agar mauquf ‘alaih ditujukan untuk ibadah menurut pandangan Islam dan menurut keyakinan wakif.

2) Mazab Maliki mensyaratkan agar mauquf ‘alaih untuk ibadah menurut pandangan wakif. Sah wakaf muslim kepada syi’ar Islam dan badan-badan sosial umum. Dan tidak sah wakaf non muslim kepada masjid dan syiar-syiar Islam.

3) Mazab Syafi’i dan Hambali mensyaratkan agar mauquf ‘alaih adalah ibadah menurut pandangan Islam saja, tanpa memandang keyakinan wakif. Karena itu sah wakaf muslim dan non muslim kepada badan-badan sosial seperti penampungan, tempat peristirahatan, badan kebajikan dalam Islam seperti masjid. Dan tidak sah wakaf muslim dan non


(40)

33

muslim kepada badan-badan sosial yang tidak sejalan dengan Islam seperti gereja.15

d. Syarat sighat

Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan dan isyarat dari orang yang berakad untuk menyaakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Wakaf tidak sah tanpa sighat. shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif tanpa memerlukan qabul dari mauquf ‘alaih.

Ijab wakif tersebut mengungkapkan dengan jelas keinginan wakif memberi wakaf. Ijab dapat berupa kata-kata. Bagi wakif yang tidak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata, maka ijab dapat berupa tulisan dan isyarat.16

Adapun lafadz sighat wakaf ada dua macam, yaitu : 1) Lafadz yang jelas (sharih), seperti:17


(41)

34

Kalau lafadz ini dipakai, harus dibarengi dengan niat wakaf. Semua lafadz kiasan yang dipakai untuk mewakafkan sesuatu harus disertai dengan niat wakaf secara tegas. Dan secara garis umum, syarat sahnya sighat ijab baik berupa ucapan maupun tulisan ialah :

a) Sighat harus munjazah (terjadi seketika/selesai) b) Sighat tidak diikuti syarat batil (palsu)

c) Sighat tidak diikuti pembatasan waktu tertentu dengan kata lain bahwa wakaf tersebut tidak untuk selamanya d) Tidak mengandung suatu pengertian untuk mencabut

kembali wakaf yang sudah dilakukan.

5. Tata cara wakaf tunai

Tata cara perwakafan menurut ketentuan yang terdapat dalam hukum Islam tidak dapat ditemukan. Tetapi tata cara perwakafan tersebut secara impisit dapat diketahui dengan memahami uraian-uraian yang telah dipaparkan oleh para ulama terdahulu yang ada dalam kitab-kitab fiqh dalam hal wakaf. Dalam ketentuan tersebut hanya menyebutkan perihal rukun dan syarat yang meliputi: wakif, mauquf, mauquf ‘alaih, dan sighat.


(42)

35

B. Wakaf Tunai menurut Hukum Positif 1. Pengertian wakaf tunai

Perbincangan tentang wakaf tunai mulai mengemuka dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini seiring berkembangnya sistem perekonomian dan pembangunan yang memunculkan inovasi-inovasi baru. Wakaf tunai sebagai instrumen finansial, keuangan sosial dan perbankan sosial yang dipelopori oleh Prof. M. A. Mannan (2002), pakar ekonomi asal Bangladesh.18

Munculnya gagasan wakaf tunai memang mengejutkan banyak kalangan, khususnya para ahli dan praktisi ekonomi Islam. Karena wakaf tunai berlawanan dengan persepsi umat Islam yang terbentuk bertahun-tahun lamanya, bahwa wakaf itu berbentuk benda-benda tak bergerak. Wakaf uang bagi umat Islam tergolong baru. Hal ini bisa dicermati dengan lahirnya fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang wakaf uang yang ditetapkan pada tanggal 11 Mei 2002.19

Dalam buku Hukum Wakaf yang ditulis Oleh Dr. H. M. Athoillah, M.Ag menyebutkan di dalam PMA Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang pada Pasal 1 ayat (1) sampai dengan ayat (6) bahwa,

“(1) Wakaf uang adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian uang miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau

18“Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Proses lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), 2.


(43)

36

kesejahteraan umum menurut syari’ah. (2) Sebagaimana wakaf benda lainnya, wakaf uang mengharuskan adanya wakif, yaitu pihak yang mewakafkan uang miliknya. (3) Adanya ikrar wakaf, yaitu pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/ atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan uang miliknya. (4) Nadzir, yakni pihak yang menerima uang wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. (5) Dan Akta Ikrar Wakaf yang disingkat AIW, adalah bukti pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan uang miliknya guna dikelola nadzir sesuai dengan peruntukan wakaf yang dituangkan dalam bentuk formulir akta. (6) Yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sebagai pejabat yang berwenang membuat Akta Ikrar Wakaf (6)”.20

2. Dasar hukum wakaf tunai

Sebagaimana dikemukakan di atas, wakaf di Indonesia tidak saja merupakan bagian dari kegiatan keagamaan muslim saja. Wakaf merupakan bagian resmi yang mendapat perlindungan hukum dari pemerintah. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf sendiri disahkan oleh Presiden pada tanggal 27 Oktober 2004. Undang-undang ini merupakan tonggak sejarah baru bagi pengelolaan wakaf setelah wakaf diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam. Sebagai hukum positif, aturan yang sudah ditetapkan bersifat memaksa dan harus dilaksanakan.21

Secara terperinci, objek wakaf yang menjadi induk dari wakaf uang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai secara sah (Pasal 15).

20 M. Athoillah, Hukum Wakaf, (Bandung: Yrama Widya, 2014), 162.


(44)

37

Wakaf benda bergerak berupa uang di atur secara khusus dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dan Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.22

3. Syarat dan rukun wakaf tunai

Menurut Hukum Islam dalam pengaturan wakaf di Indonesia tampaknya belum dianggap cukup memadai. Oleh karena itu perlu adanya penyesuaian dengan keadaan atau kondisi khusus di tanah air, yang melahirkan aturan pemerintah mengenai wakaf tersebut yang dikenal dengan PP No. 28/1977 dan Inpres No. 1/1991 Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.23

Mengenai hal tersebut, akan dibahas secara singkat mengenai masing-masing unsur atau rukun dalam wakaf yang diatur dalam PP No. 28/1977, KHI dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004.

a. Wakif atau orang yang mewakafkan

Dalam PP No. 28 /1977, wakif adalah orang atau badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya. Menurut KHI Pasal 215 ayat (2), wakif adalah orang atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya, dan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (2) disebutkan, wakif adalah pihak yang mewakafan

22 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia..., 115. 23 Siah Khosyi’ah, Wakaf dan Hibah..., 47.


(45)

38

benda miliknya. Karena mewakafkan tanah itu merupakan perbuatan hukum maka wakif haruslah orang, organisasi, atau badan hukum yang memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum. Syarat-syarat wakif yaitu:

1) Dewasa 2) Berakal sehat

3) Tidak terhalang melakukan tindakan hukum 4) Atas kehendak sendiri

5) Milik sendiri24

Badan hukum di Indonesia yang dapat menjadi wakif adalah organisasi-organisasi yang telah memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan dan badan hukum yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 38/ 1963 dan Undang-Undang Wakaf. Badan-badan hukum yang dimaksud adalah:

a) Bank negara

b) Perkumpulan koperasi pertanian

c) Badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri d) Badan sosial yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.


(46)

39

b. Ikrar

Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanahnya. Dalam Peraturan Pemerintah pernyataan kehendak diatur dalam Pasal 1 yang masih dirumuskan secara umum, namun dalam peraturan pelaksanaannya dirinci lebih lanjut.

Menurut PP dan peraturan pelaksanaannya, ikrar wakaf harus dinyatakan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadzir yang telah disahkan di hadapan para pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW) dan dua orang saksi. Ikrar lisan itu kemudian harus dituangkan dalam bentuk tertulis.

Dalam Pasal 9 ayat 4 PP No. 28/1977, disebutkan dengan tegas bahwa pelaksanaan ikrar wakaf dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan sekurang-kurangnya dua orang saksi.

Dalam KHI Pasal 223 ditegaskan bahwa ikrar wakaf harus di hadapan PPAIW dalam isi dan bentuk yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama dan dalam pelaksanaanya boleh secara lisan dan tertulis dengan disaksikannya oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf yang memuat:

1) Nama dan identitas wakif 2) Nama dan identitas nadzir


(47)

40

4) Peruntukan harta benda wakaf 5) Jangka waktu wakaf

c. Saksi dalam perwakafan

Ketentuan yang mewajibkan ikrar wakaf dituangkan dalam bentuk tulisan dan keharusan adanya dua orang saksi yang menghadiri dan menyaksikan ikrar wakaf dimaksudkan sebagai jaminan dan perlindungan hukum terhadap perwakafan. Menurut penjelasan Pasal 9 PP No. 28 Tahun 1977, tujuannya untuk memperoleh bukti otentik.

d. Benda yang diwakafkan

Menurut Peraturan Pemerintah, yang dapat dijadikan benda wakaf adalah tanah hak milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan perkara. Jika dalam Peraturan Pemerintah di atas hanya terbatas pada hak milik, berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004, benda yang diwakafkan mencakup semua harta benda yang dikuasai oleh wakif secara sah, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

e. Tujuan wakaf

Tujuan wakaf tidak disebutkan secara rinci dalam Peraturah Pemerintah. Tujuan wakaf hanya dinyatakan sepintas dalam perumusan pengertian wakaf, yakni dalam Pasal 1 yang kemudian disebut dalam Pasal 2 ketika menegaskan fungsi wakaf. Menurut


(48)

41

Peraturan Pemerintah, tujuan perwakafan tanah milik adalah untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Mungkin karena tujuan wakaf dipandang sudah jelas sehingga tidak perlu lagi dirinci dalam Peraturan Pemerintah.

f. Nadzir

Dalam kompilasi hukum Islam, nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf (KHI Pasal 215 ayat 5). Nadzir dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Pasal 9 meliputi perseorangan, organisasi atau badan hukum. Nadzir perseorangan dianggap sah apabila memenuhi persyaratan:

1) Warga negara Indonesia 2) Beragama Islam

3) Dewasa 4) Amanah

5) Mampu secara jasmani dan rohani

6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

Nadzir badan hukum yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyararakatan atau keagamaan Islam yang dibentuk berdasarkan peraturan perundangan yang memenuhi persyaratan sebagai nadzir (Pasal 10 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004).


(49)

42

Tugas nadzir adalah:

a) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf

b) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya

c) Melindungi dan mengawasi harta benda wakaf

d) Melakukan pelaporan tugas kepada badan wakaf di Indonesia (Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Pasal 11)

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 terdapat tambahan rukun wakaf, yaitu :

(1) Ada orang yang menerima harta yang diwakafkan dari wakif sebagai pengelola wakaf

(2) Ada jangka waktu tertentu

Rukun wakaf tersebut harus memenuhi syaratnya masing-masing sebagaimana pada wakaf tanah. Adapun yang menjadi syarat umum sahnya wakaf uang adalah:25

(a) Wakaf harus kekal (abadi) dan terus-menerus

(b) Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan akan terjadinya suatu peristiwa di masa akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah wakif menyatakan berwakaf

25 Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: PT. Pilar


(50)

43

(c) Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan

(d) Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat boleh khiyar, artinya tidak boleh membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.

4. Tata cara wakaf tunai

Dikemukakan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang (wakaf uang), yang dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syariah yang ditunjuk oleh menteri untuk bertanggung jawab di bidang agama sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). LKS yang ditunjuk tersebut atas dasar saran dan pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) setelah mempertimbangkan saran instansi terkait.26

Wakaf uang yang dapat diwakafkan tersebut dipersyaratkan harus mata uang rupiah, namun bila masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.

Wakif yang akan mewakafkan uangnya tersebut diwajibkan untuk:


(51)

44

a. Hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya. Apabila wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat menunjuk wakil dan kuasanya b. Menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan c. Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU

d. Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW)

Wakaf uang ini dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak (ikrar wakaf) wakif yang dilakukan secara tertulis kepada nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang selanjutnya nadzir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU. Apabila ikrar wakaf sudah dilaksanakan oleh wakif, kepadanya diberikan Sertifikat Wakaf Uang (SWU) yang diterbitkan dan disampaikan oleh LKS-PWU bersangkutan kepada wakif dan nadzir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.

Adapun keterangan yang wajib dimuat dalam sertifikat wakaf uang, sekurang-kurangnya memuat:

1) Nama LKS Penerimaan Wakaf Uang 2) Nama wakif

3) Alamat wakif 4) Jumlah wakaf uang 5) Peruntukan wakaf


(52)

45

6) Jangka waktu wakaf 7) Nama nadzir yang dipilih

8) Tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang

Selanjutnya LKS-PWU bersangkutan atas nama nadzir mendaftarkan wakaf uang tersebut kepada menteri yang bertanggungjawab di bidang agama selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang. Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU dimaksud ditembuskan kepada BWI untuk diadminstrasikan.


(53)

46

BAB III

KRONOLOGI LELANG WAKAF TUNAI DI YAYASAN PONPES

MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA

A. Gambaran Umum Sejarah Berdirinya Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya merupakan pondok pesantren yang santrinya sebagian besar adalah mahasiswa. Para santri dididik menjadi seorang insan yang taat kepada Allah yaitu dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Harapan lulusan dari Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad ini menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat di dalam masyarakat nantinya.

Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya adalah sebuah pondok pesantren yang terletak di Jalan Jemursari Utara III/09, Wonocolo, Surabaya. Sebelum menjadi yayasan pondok pesantren mahasiswa yang seperti sekarang ini, Yayasan tersebut dulu memiliki cerita perjuangan yang amat panjang.1

Berawal dari tahun 1982, terbentuk sebuah pendidikan alquran yang bernama “Roudlotut Ta’limil Qur’an” yang diasuh oleh Bapak Drs. H. Soerawi dan Bapak H. Achmad Saifuddin. Kegiatan tersebut dilaksanakan tepatnya pada tanggal 30 Maret 1982 di kediaman mereka berdua yang beralamat di Jalan Jemurwonosari Gg. Lebar No. 88A dan Jalan Jemurwonosari Gg. Lebar No. 99 Surabaya. Setelah melalui masa

Wawancara dengan Ninik Indrawati (Ustadzah anak yatim), 22 November 2014.


(54)

47

perjuangan, TPQ tersebut berkembang menjadi kegiatan dakwah yang beragam.2

Pada tahun selanjutnya yakni 1983, jumlah santri semakin bertambah. Diperkirakan hampir setiap bulan terdaftar sebagai santri baru sehingga perlu adanya tenaga pengajar. Dan dipilihlah 5 asatidz yang mana mereka adalah mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berasal dari lulusan Alumni Pondok Pesantren Tambak Beras, juga bergerak dalam salah satu oganisasi IMABAYA (Ikatan Mahasiswa Bahrul Ulum Surabaya).

Kemudian pada tahun berikutnya, perkembangan kelompok belajar membaca al-Qur’an yang sekarang dikenal dengan TPA semakin berkembang pesat. Yang semula santri terdiri dari 75 anak, di tahun 1984 bertambah menjadi kurang lebih 200 santri. Sehingga perlu adanya guru dan tempat khusus untuk belajar membaca alquran. Maka direkrutlah 10 mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berasal dari kota Bojonegoro fakultas tarbiyah yang masih aktif mengikuti perkuliahan. Tempat untuk mengaji ditambahkan di musholla “Al-Ikhlas” milik bapak Muhammad Anwar.

Melihat perkembangan semakin menjadi, selain TPA Roudlotut Ta’milil Qur’an maka dibentuknya kumpulan Majelis Ta’lim yang mana seluruh kegiatan tersebut dipimpin oleh KH. Imam Chambali yang sampai sekarang menjadi pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. Salah satu kegiatan tersebut antara lain:


(55)

48

1. Pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan seminggu sekali pada hari sabtu ba’da shubuh dengan diisi pengajian tafsir alquran

2. Majlis dzikir (istighotsah) yang dilaksanakan pada malam selasa.

Dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun, perkembangan tersebut semakin meningkat, dengan dibuktikan dengan bertambahnya santri yang menjadi 300 orang dan semakin meningkatnya majelis ta’lim yang diasuh oleh Drs. KH. Much. Imam Chambali. Dari situlah muncul sebuah gagasan dari pengasuh untuk mendirikan sebuah Yayasan untuk mewadahi seluruh kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut.

Dari gagasan tersebut, maka dibentuklah kepengurusan dalam mendirikan Yayasan tersebut, yakni diantaranya:

1. H. Achmad Saifoeddin 2. H. Abdullah Suwaji 3. H. Habib

4. Drs. H. Soerawi, BA

Ketua : Drs. KH. Much. Imam Chambali Sekretaris : Drs. H. Soerawi, BA\

Pembantu Umum : Drs. H. M. Syukron Djazilan Badri, M. Ag

Maka didirikanlah yayasan yang diberi nama “AL-JIHAD”. Yayasan Al-Jihad resmi berdiri pada tanggal 23 Juli 1996 dengan akta notaris Zuraidah Zain, S.H. Dalam akta notaris tersebut menjelaskan bahwa Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya didirikan oleh seorang pendiri yang bernama H. Abdulah Suwaji (alm). Alm H. Suwaji


(56)

49

mewakafkan sebidang tanah seluas 60m2 untuk didirikan pondok pesantren. Berawal dari sebidang tanah tersebut, Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad mampu membeli tanah yang berada disekitarnya dengan cara gotong-royong dengan para pengurus, jama’ah pengajian dan donatur, sekaligus dapat memperluas tanah disekitarnya seluas 387m2.

Pada tahun 1997, telah dibangunlah Pondok Pesantren berlantai 3 di atas tanah yang seluas 387 m2 yang didanai oleh para dermawan, sumbangan masyarakat, para jama’ah pengajian dan yang paling banyak diberikan oleh Bapak Brigen Polisi H. Goenawan (WAKAPOLDA) Jakarta Pusat. Beliau menyumbangkan sejumlah uang ratusan juta rupiah dan diresmikan menjadi Pondo Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya pada tanggal 22 Maret 1998.

Kira-kira pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2004, perkembangan Pondok Pesantren Mahasiswa semakin meningkat dengan dimilikinya lahan tanah seluas 1.321 m2. Serta terbangunlah sebuah gedung santri putra 2 tingkat, gedung santri putri dan asrama panti asuhan dan yatim piatu. Perkiraan gedung baru yang direncankan akan ditempati anak yatim putri dan santri putri akan berakhir pada tahun 2006.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada tanggal 15 April 2000, H. Saimi Saleh membuka secara resmi Pondok Pesantren Mahasiswa dengan program baru seperti penerimaan santri mahasiswa Pondok Pesantren Al-Jihad dan undian haji Pondok Pesantren Al-Al-Jihad. Pada tahun itu pula dibentuk suatu kepengurusan PPM. Al-Jihad Surabaya yang terdiri dari para santri putra dan satu tahun kemudian dibentuk pula kepengurusan PPM.


(57)

50

Putri Al-Jihad. Penghuni pondok pesantren saat itu santri putra sebanyak 100 Mahasiswa, santri putri sebanyak 35 Mahasiswi dan yatim (putra-putri) sebanyak 50 orang.

Pada tahun 2008-2009 diresmikan pula Perpustakaan PPM Al-Jihad Surabaya dan Koperasi PPM Al-Jihad Surabaya guna memfasilitasi kebutuhan para santri, serta memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Dan pada tahun berikutnya dilaksanakan pembangunan gedung tingkat tiga untuk asrama putri dan yatim putri yang berada di belakang masjid Al-Jihad. Tepatnya pada tanggal 25 Juli 2011 resmilah Aula TPQ Al-Jihad yang terletak di lantai satu dan asrama tiga pondok putri dan yatim putri yang didirikan oleh pengurus Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad yaitu bapak H. Soerawi dan diketuai oleh bapak H. Nasir, S.E.

Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya mempunyai motto “sabar itu indah, ikhlas itu mujarab dan istiqamah itu karomah”. Kesabaran untuk merintis dakwah islamiyah, keikhlasan untuk melaksanakan kewajiban berdakwah serta keyakinan akan kebenaran merupakan tujuan Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya yang menjadikan pengurus yayasan semangat menggebu dalam segala hal. Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya pada mulanya hanya bergerak dalam bidang keagamaan saja, lambat laut yayasan tersebut berkembang pada dunia sosial, ekonomi dan pendidikan.

Dalam bidang sosial, Yayasan Pondok Pesantren memiliki unit Panti Asuhan Yatim Piatu. Unit Panti Asuhan Yatim Piatu berdiri sejak tahun


(58)

51

2001. Unit ini didirikan agar pengurus dapat mengasuh dan mensejahterakan anak yatim piatu.

Panti Asuhan Yatim Piatu Al-Jihad berusaha mencukupi kebutuhan yang berupa sandang, pangan dan papan sepenuhnya ditanggung oleh Yayasan Al-Jihad. Dana yang mereka kelola berasal daro donatur Al-Jihad. Para anak yatim dibina oleh salah satu ustadzah yang mana ustadzah tersebut direkrut oleh Drs. KH. Imam Chambali selaku pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad. Dan yayasan mencarikan orang tua asuh yang siap membiayai pendidikan anak yatim hingga ke jenjang perguruan tinggi. orang tua asuh kebanyakan berasal dari jama’ah pengajian dan jama’ah haji Al-Jihad.

Dalam bidang ekonomi, Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad menggunakan bidang ini untuk mencukupi kebutuhan umat sekaligus melatih para santri untuk berbisinis. Unit yang dimiliki yaitu KBIH Bryan Makkah, Koperasi Simpan Pinjam dan CV. Karya Al-Jihad. Bryan Makkah merupakan kelompok jama’ah haji dan umroh yang langsung dibimbing oleh pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad yang dikenal dengan sebutan Abah Imam. Koperasi Al-Jihad dan CV. Karya dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi santri dalam bidang kewirausahaan bagi snatri yang berminat pada usaha yang ditekuni.

Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad juga bergerak di bidang pendidikan. Adapun program pendidikan yang diselenggarakan meliputi, pendidikan belajar mambaca al-Qur’an Al-Jihad, Pondok Pesantren


(59)

52

Mahasiswa Al-Jihad dan pengajian tiap malam minggu pahing tiap akhir bulan. Santri TPQ Al-Jihad berasal dari penduduk warga sekitar Jemursari, dan asatidznya berasal dari santri yang tinggal di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya yang sebagian besar masih menempuh studinya di IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Unit Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad merupakan pendidikan formal yang di dalamnya terdapat santri putra dan santri putri. Kurikulum yang digunakan berbeda dengan pondok-pondok salaf, melainkan programnya dibuat sendiri yang kiranya sesuai dengan kebutuhan santri yang sebagian besar masih menempuh studi perguruan tingginya di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Sedangkan pengajian tiap malam minggu pahing akhir bulan merupakan pendidikan non formal. Pengajian tersebut diisi dengan istighotsah bersama sekaligus ceramah agama. Jama’ah pengajian bukan hanya ratusan, tapi ribuan, yang mana jama’ah pengajian tersebut berasal dari wilayah Surabaya maupun luar Surabaya.

Sumber pendanaan terus menerus mengalir ke Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. selain dari para donatur dan para santri dana tersebut juga berasal dari jama’ah-jama’ah. Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya, Drs. KH. Imam Chambali sangat aktif dalam beberapa event, yakni diantaranya:

1. Pembimbing Haji & Umroh Bryan Makkah Surabaya 2. Pengasuh Majelis Dzikir Rahmatan Lil Alamin


(60)

53

4. Dewan Penasehat Bank Syariah BPRS Karya Mugi Sentosa 5. Pengasuh Panti Asuhan Al-Jihadul Karim

6. Penasehat Yayasan Nurul Falah Surabaya 7. Penasehat Qasidah Modern Al-Qiblatain 8. Penasehat Pengajian Dluhah POLDA Jatim 9. Pengasuh Kajian Mata Air SCTV Jatim 10. Pengasuh Kajian Padange Ati di JTV 11. Pengasuh Kajian El-Victore 93.3 FM 12. Pengasuh Kajian Kiswah TV 9 13. Pengasuh Kajian Lentera Hati JTV

B. Kronologi Lelang Wakaf Tunai

Di bawah naungan notaris Zuraidah Zein, S.H dengan dibuktikan dengan akta notaris, tepatnya tanggal 23 Juli 1996 Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa resmi dan berkembang semakin pesat. Yang diawali dengan adanya kelompok kecil bimbingan membaca alquran hingga menjadi sebuah Yayasan yang bergerak diberbagai bidang antara lain bidang sosial, pendidikan, dan ekonomi.

Kali pertama berdirinya Yayasan tersebut dengan membuka pendaftaran hanya untuk santri putra saja. Perkembangan yang pelan namun pasti, akhirnya ditambah dengan membuka pendaftaran untuk santri putri dan anak yatim (putra-putri).


(61)

54

Melihat perkembangan kian lama makin meningkat, pada kisaran tahun 1998 sampai dengan tahun 2004, Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya membangun beberapa gedung untuk santri putra, santri putri dan anak yatim. Dan terwujudlah rencana tersebut. Jumlah keseluruhan santri putra, santri putri dan anak yatim kurang lebih sekitar 500 anak.3

Salah satu pengurus Yayasan Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya, yakni H. Abdullah Suwaji memiliki sebidang tanah seluas 300m2. Suatu ketika sebelum H. Abdullah Suwaji meninggal, beliau berpesan kepada istrinya bahwasanya tanah yang berada di kawasan belakang masjid Al-Jihad akan diwakafkan sebesar 100m2. Karena begitu banyaknya santri yang tinggal di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya, sedangkan gedung masjid yang dimiliki Al-Jihad hanya bisa menampung kurang lebih 200 santri. Maka Drs. KH. Imam Chambali sebagai pengasuh yang memiliki inisiatif mengadakan pelebaran masjid. Sisa tanah dari yang awalnya seluas 300 m2 dijual sebesar 200 m2, karena yang 100 m2 sudah diwakafkan kepada Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad.4

Tujuan pembelian tanah dengan sistem lelang wakaf tunai tersebut guna pelebaran gedung masjid Al-Jihad, agar pelaksanaan sholat berjama’ah, kegiatan santri maupun pengajian rutinan dapat memuat jama’ah lebih banyak lagi. Dalam sholat jama’ah pun bisa dilakukan semakin tenang dan khusyu’.

3Wawancara dengan Novia Dzaki QP, 15 November 2014.


(62)

55

Oleh sebab itu, Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad menggali segala kemampuan guna memenuhi kebutuhan dengan mengumumkan ke berbagai media bahwasanya Al-Jihad membuka ladang amal bagi para jama’ah. Setelah diperkirakan, dana yang masuk dari sumbangan para donatur terbilang masih kurang untuk membayar lunas harga beli tanah seluas 200 m2 tersebut.

Dalam tahap untuk pelunasan tanah tersebut, muncullah ide kreatif Drs. KH. Imam Chambali mengadakan lelang wakaf tunai. Pengumuman adanya diadakan lelang wakaf tunai disambut dengan respon positif para jama’ah. Tanah yang akan dibeli tersebut dijual kepada para jama’ah dalam bentuk pecah-pecah, dan harga per meternya Rp. 2.500.000,-. Para jama’ah yang berminat membelinya dapat menghubungi melalui pengurus Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad, dan pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Kemudian para pembeli harus memiliki niat mewakafkannya kepada Yayasan.5

Kali pertama pengumuman adanya lelang wakaf tunai pada saat pengajian bulanan Rohmatan Lil Alamin yang dihadiri oleh ribuan jama’ah. Drs. KH. Imam Chambali sebagai pengasuh dan pencetus ide pengadaan lelang wakaf tunai turut menjelaskan perihal yang berkenaan dengan tahapan dan ketentuan lelang wakaf tunai yang ada kepada seluruh jama’ah majelis pengajian.


(63)

56

Keluarga besar khususnya para pengurus Yayasan Pondok Pesantren Al-Jihad seperti Drs. KH. Much. Imam Chambali (pengasuh), Hj. Luluk Chumaidah (pengasuh), Dr. H. Saiful Jazil, KH. Syukron Djazilan Badri (direktur dasa), termasuk penceramah agama yang seriap harinya diputar langsung melalui media televisi dan radio, dan dari situ pulalah pengadaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya disiarkan.

Drs. KH. Much Imam Chambali dan KH. Syukron Djazilan Badri termasuk salah seorang kiai yang berasal dari Surabaya yang begitu disegani oleh masyarakat dan jama’ah. Ceramah agama dari sumber beliau disiarkan melalui channel televisi nasioal antara lain: SCTV, TVRI dan TV9. Sedangkan Hj. Luluk Chumaidah dan Dr. H. Saiful Jazil pengisi ceramah agama melalui salah satu radio Surabaya yaitu El-Victore.

KH. Syukron Djazilan Badri selain menjadi penceramah agama, beliau juga menjabat sebagai Direktur DASA. DASA merupakan majalah dana sosial Al-Jihad yang diterbitkannya setiap satu bulan sekali untuk para donatur. Di dalam majalah juga diiklankan adanaya lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

Karena banyaknya media pemberitaan adanya lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad, banyak pula orang yang mengetahui dan berminat mewakafkan sebagian hartanya. Sampai pada akhirnya terkumpul kurang lebih ada sebanyak 262 wakif. Dan untuk


(64)

57

pembelian tanah sebesar 200m2 yang dijual oleh H. Abdullah Suwaji kepada Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad terbayar lunas.

Tujuan para wakif yang mengikuti kegiatan lelang wakaf tunai bermacam-macam, bagi yang mengatasnamakan dirinya sendiri bertujuan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas rezeki yang telah diberikan. Selain itu ada juga yang mengatasnamakan kepada salah satu keluarganya yang sudah meninggal sebagai bentuk amal jariyah.6

C. Dasar Hukum Pelaksanaan Lelang Wakaf Tunai

Pelakasaan praktek lelang wakaf di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya berpegang pada ketentuan yang dicantumkan dalam alquran dan hadis. Oleh karena itu, dasar hukum yang dipakai dalam pelaksaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya menggunakan alquran dan hadis.

Berdasarkan hasi wawancara dengan salah satu pengurus Yayasan dalam bidang perwakafan, bahwa pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad berpedoman pada dua ayat alquran yang menerangkan kebolehan wakaf uang atau wakaf tunai. Diantaranya surat alquran tersebut yaitu: Surah al-Imran ayat 92 dan Surah al-Baqarah ayat 261.

Menurut Ustadz Ikhwan salah satu pengurus dalam bidang perwakafan, dalam surah al-Imran mengisyarahkan bahwa benda wakaf yang

6


(65)

58

tak bergerak maupun yang bergerak tercatat sebagai harta yang dicintai yang akan menjadi wasilah kita kepada kebajikan. Dan juga menjelaskan sebagai perintah bagi orang muslim guna menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan umum dan agamanya. Dalam pelaksanaan wakaf, bukan berlaku hanya kepada orang kaya saja, bahkan orang yang terbilang kurang mampu juga dapat melakukan wakaf dengan cara mengangsur atau mencicil.

Sedangkan dalam surat al-Baqarah ayat 261 berpesan kepada yang punya harta lebih agar tidak merasa berat membantu, karena apa yang akan dinafkahkan akan tambah berkembang dengan berlipat ganda. Ayat tersebut mempertegas tentang pelipatgandaan pahala bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan demi ridlo-Nya. Di dalamnya juga menjelaskan bahwa setiap kebaikan yang diberikan akan dilipatkan pahalanya sepuluh hingga 700 kali lipat.

Selain menganut sumber yang berasal dari alquran, pelaksanaan praktek lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya juga menggunakan hadis sebagai pijakan dasar hukum pelaksanaannya. Adapun hadis yang dianut yakni sebagai berikut :


(66)

59

ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak sholeh yang mendoakan” (HR. Muslim).7


(1)

88

dan memakan biaya yang cukup banyak. Serta menurut pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya, K.H. Imam Chambali, bertujuan untuk mempermudah para jama’ah yang mengikuti pelaksanaan lelang wakaf tunai.


(2)

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah meneliti, membahas, menguraikan serta menganalisis, maka dalam penelitian ini dihasilkan beberapa kesimpulan yang menjadi jawaban atas beberapa masalah yang telah dirumuskan. Kesimpulan berikut yakni sebagai berikut :

a. Pelaksanaan Lelang Wakaf Tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

Pada praktek lelang wakaf tunai yang dilaksanakan di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya para calon wakif yang terdiri dari kurang lebih 262 orang mengisi formulir yang telah disediakan pengurus yayasan dalam bidang perwakafan sebagai pernyataan untuk membeli tanah sekaligus berniat untuk mewakafkannya kepada Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

Harga tanah tersebut terjual sebesar Rp. 2.500.000,- per m2. Para calon wakif dapat membeli secara sukarela sesuai dengan kemampuannya. Pembayarannya dapat dibayar tunai maupun mengangsur (mencicil).


(3)

90

b. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Lelang Wakaf Tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

Pelaksanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya sah menurut hukum Islam karena memenuhi rukun dan syaratnya. Tetapi bila ditinjau dari ketentuan hukum positif pelaksanaan lelang wakaf tunai tersebut kurang sempurna, karena lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya tidak dilakukan di depan pejabat berwenang.

B. Saran

Dalam pelakasanaan lelang wakaf tunai di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya agar pelaksanaannya menjadi sah menurut hukum Islam dan hukum positif, maka sebaiknya dari sekian banyaknya wakif tersebut dapat diangkat seorang wakil untuk mensertifikatkan tanah dan mewakafkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, penggunaan istilah “lelang wakaf tunai” yang dikenal di Yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya menurut teori yang ada adalah kurang tepat, karena dalam praktek yang dilakukan adalah wakaf tanah. Maka apabila suatu saat ada kegiatan membuka ladang amal kembali, sebaiknya harus ada kesesuaian antara teori dan prakteknya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Anshori, Abdul Ghafur. Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: PT. Pilar Media, 2005.

Ar-Ramli, Syamsuddin. Mughnil Muhtaj lla Ma’rifati Alfadhil Minhaj, Beirut, Darul Ma’rifatul, 1997.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1968. Athoillah, M. Hukum Wakaf, Bandung: Yrama Widya, 2014.

Basyir, Ahmad Azhar. Utang Piutang dan Gadai, Bandung: Al-Ma’arif, 1983. Ghazaly, Abdul Rahman dan Ghufron Ihsan, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana,

2010.

Hadi, Sutrisno. 1975, Metodologi Research, Yogyakarta: Gajah Mada University, 1975

Hasan, M. Iqbal. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Hasan, Sudirman. Wakaf Uang Perspektif Fiqih, Hukum Positif dan Manajemen, Malang: UIN-Maliki Press, 2011.

Husain (al), Ima>m Abu> bin al-Hajja>j al-Qusyairi> al-Naisabu>ri>, S}ah}i>h Muslim, Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1989.

Husaini (al) al-Dimasqi, Taqiy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad, Kifarat al-Akhyar fi Hall Gayat al-Ikhtishar, Semarang: Toha Putra. t.th, Juz 1. Juhaeli (al), Wahbah, al Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Demaskus: Dar al-Fikr,

1997, Juz 10, 7602.

K. Lubis, Sahrawardi. Wakaf dan Pemberdayaan Umat, Jakarta, Sinar Grafika, 2010.

Khosyiah, Siah. Wakaf dan Hibah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010.

Maimunah, Maya. “Peran Wakaf Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Tabung Wakaf Indonesia” (Skripsi—UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.


(5)

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012. Masruhan. Metoodologi Penelitian Hukum, Surabaya: Hilal Pustaka, 2013. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2014.

Mubarok, Jaih. Wakaf Produktif, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. Qahaf, Mundzir. Manajemen Wakaf Produktif, Jakarta: Khalifa, 2004.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002.

Rochmat, Badru. “Strategi Pengelolaan Wakaf Uang Secara Produktif Pada Baitul Mal Muamalat“ (Skripsi—UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986. Suhadi, Imam. Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, Yogyakarta: Dana Bhakti

Prima Yasa, 2002.

S. Praja, Juhaya. Perwakafan di Indonesia, Bandung: Yayasan Piara, 1997.

S. Praja, Juhaya. Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya, Bandung: Yayasan Piara, 1993.

Usman,Rachmadi. Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Utomo, Setiawan Budi. Fikih Aktual, Jakarta: Gemo Insani Press, 2003.

Yustisia, Nuzula. “Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai Pada Lembaga Amil Zakat di Kota Yogyakarta” (Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008.

Departemen Agama RI, Wakaf Tunai dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005.

Departemen Agama RI. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005

Departemen Agama RI. Paradigma baru wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007.

Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2010.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Fiqh Wakaf, Jakarta: Departemen Agama RI, 2007.


(6)

Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Proses lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006

Keputusan Menteri Keuangan No: 304/KMK.01/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia (2007) dan Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai (2007).

PMA Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang Pasal 1 ayat (1)