PENGARUH KEGIATAN RELIGIUS TERHADAP PENINGKATAN MORAL SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA.

(1)

PENGARUH KEGIATAN RELIGIUS

TERHADAP PENINGKATAN MORAL SANTRI PUTRI

PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA

SKRIPSI

Oleh:

Rief’atul Mahmudah

NIM. D31211096

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015


(2)

PENGARUH KEGIATAN RELIGIUS

TERHADAP PENINGKATAN MORAL SANTRI PUTRI

PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Negeri Sunan Ampel

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Tarbiyah Dan Keguruan

OLEH:

Rief’atul Mahmudah

NIM: D131211096

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Rief’atul Mahmudah

NIM : D31211096

Fak/Jur : Tarbiyah dan Keguruan/PAI

Judul Skripsi : Pengaruh kegiatan religius terhadap peningkatan moral santri putri PPM Al-Jihad Surabaya.

Dalam agama terdapat kegiatan-kegiatan yang mendorong manusia sehingga seseorang dikatakan yang baik atau tidak baik. Karena sesungguhnya kegiatan-kegiatan dalam agama itu memberikan dampak kepada moral dan kepribadian manusia jika itu dilakukan secara terus menerus. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa disebut sebagai aktifitas religius.Tingkah laku manusia akan mencerminkan sikap dan kebiasaan manusia tersebut. Ketika manusia melakukan kegiatan-kegiatan yang positif maka secara tidak langsung akan memberikan efek yang baik pada moral yang dimiliki orang tersebut.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian adalah santri putri PPM Al-Jihad Surabaya sebanyak 45. Teknik sampel yang digunakan adalah Random Sampling, teknik ini digunakan karena populasi yang menjadi objek penelitian terdiri atas tingkatan-tingkatan tahun masuk 2012-2014.

Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian yang dikembangkan peneliti. Instrumen penelitian ini meliputi : Data tentang kegiatan religius diambil dengan instrumen angket, dan untuk peningkatan diambil dengan menggunakan angket.

Metode analisis data digunakan analisis statistik SPSS versi 16, bahwa antara pengaruh kegiatan religius dan peningkatan moral santri terdapat pengaruh. Terdapat 96,4% variabel peningkatan moral dipengaruhi oleh variabel kegiatan religius, sisanya sebesar 3,6% dipengaruhi oleh variabel lainnya

Berdasar pada besar pengaruh variabel kegiatan religius terhadap peningkatan moral menandakan bahwa faktor kegiatan religius masih cukup kuat untuk memprediksi peningkatan moral santri.


(7)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. TujuanPenelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. HipotesisPenelitian ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitiandan Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 11

H. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Kegiatan Religius 1. Kegiatan religius ... 19

a. Pengertian kegiatan religius ... 19


(8)

2. Macam-macam kegiatan religius ... 21

a. Shalat ... 21

b. Pengajian kitab kuning ... 34

3. Indikator variabel (X) Kegiatan religius ... 37

B. Tinjaun tentang peningkatan moral 1. Moral ... 38

a. Pengertian moral ... 39

b. Nilai-nilai moral dalam Islam ... 43

c. Proses perkembangan moral pada remaja ... 46

d. Faktor-faktor dalam perkembangan moral remaja ... 47

2. Indikator variabel (Y) ... 50

C. Tinjauan teoritis tentang engaruh kegiatan religius terhadap peningkatan moral santri BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis penelitian... 57

2. Rancangan penelitian ... 57

B. Variabel indikator dan Instrumen Penelitian 1. Variabel dan indikator penelitian ... 59

2. Instrumen penelitian ... 60

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi ... 61

2. Sampel ... 61

D. Jenis Data 1. Jenis data kualitatif ... 62

2. Jenis data kuantitatif... 63

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Angket ... 63


(9)

xi F. Teknis Analisis Data

1. Analisis data kualitatif... 65 2. Analisis data kuantitatif ... 66 3. Uji signifikasi ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Sejarah Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad

Surabaya ... 69 2. Letak geografis Pondok Pesantren Mahasiswa

Al-Jihad Surabaya ... 73 3. Visi-misi dan tujuan Pondok Pesantren Mahasiswa

Al-Jihad Surabaya ... 74

4. Struktur kepengurusan Pondok Pesantren

Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ... 75 5. Keadaan ustad dan santri putri Pondok

Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ... 79 6. Sarana dan prasarana Pondok Pesantren Mahasiswa

Al-Jihad Surabaya ... 80 7. Ciri khas yayasan Pondok Pesantren Mahasiswa

Al-Jihad ... 82 8. Jenis-jenis kegiatan di Pondok Pesantren

Mahasiswa Al-Jihad Surabaya ... 83 B. Deskripsi Data

1. Kegiatan Religius ... 85 2. Peningkatan Moral ... 100 C. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 115

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 127 B. Saran ... 130


(10)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia itu dinilai oleh manusia lain dalam tindakanya. Ada pula tindakan yang dinilai menurut indah tidaknya. Tindakan mungkin juga dinilai juga sebagai baik atau lawannya, ialah buruk. Kalau tindakan manusia dinilai atas baik buruknya, tindakan itu seakan-akan keluar dari manusia, dilakukan dengan sadar atas pilihan, dengan satu perkataan. Sengaja.1

Ketika manusia di nilai selalu baik maka secara tidak langsung manusia tersebut melakukan hal-hal yang positif. Dan sebaliknya, ketika manusia di nilai buruk berarti manusia tersebut melakukan hal-hal yang buruk sehingga itu berdampak kepada dirinya yang di nilai masyarakat. Jika seseorang itu tidak ingin dinilai buruk oleh orang lain, maka seseorang tersebut haruslah selalu melakukan hal-hal positif baik dimuka umum atau ketika sendirian.

Agama begitu ampuh dan besar dalam kehidupan manusia. Menurut Zakiah Daradjat, agama memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1. Memberikan bimbingan dalam hidup

2. Menolong dalam menghadapi kesukaran, dan 3. Menenteramkan batin

1

Poedjawiyatna, Etika Filsafat Tingkah Laku, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) h. 13-14


(12)

2

Pada hakikatnya manusia membutuhkan agama. hal ini disebabkan agama berfungsi sebagai pembimbing dan petunjuk arah/haluan. Dalam kehidupan remaja, agama mempunyai peran yang sangat penting, karena agama dapat membantu para remaja dalam menghadapi segala macam persoalan yang dihadapi dalam hidupnya.

Melihat bahwa agama adalah salah satu faktor pendorong manusia dalam melakukan hal-hal yang baik atau yang buruk maka sesungguhnya manusia haruslah melakukan hal-hal yang dianjurkan dalam agama tersebut dan meninggalkan hal-hal yang menurut agama itu tidak perlu dilakukan.

Dalam realita sekarang, banyak masyarakat menganggap agama hanyalah sebuah bagian yang harus dimiliki namun tidak harus menjalankan kewajiban yang ada di dalamnya. Banyak masyarakat yang menuliskan agama di dalam kartu tanda pengenalnya (KTP) saja, namun banyak pula yang tidak menjalankan ajaran-ajarannya.

Sesungguhnya agama merupakan keyakinan yang di akui oleh seluruh manusia dengan mempercayai akan adanya sesuatu kekuatan yang lebih besar dari manusia yakni kekuatan yang maha besar yang menjadikan manusia bergantung kepada-Nya dan menjadikan manusia menyembah.

Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi (akhirat).


(13)

3

Dalam agama terdapat kegiatan-kegiatan yang mendorong manusia sehingga seseorang dikatakan yang baik atau tidak baik. Karena sesungguhnya kegiatan-kegiatan dalam agama itu memberikan dampak kepada moral dan kepribadian manusia jika itu dilakukan secara terus menerus. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa disebut sebagai aktifitas religius.

Kegiatan religius merupakan aktivitas keagamaan yang mempunyai arti aktivitas dalam kehidupan yang di dasarkan pada nilai-nilai agama. Di dalam kegiatan itu menyalurkan bahwa kita sebagai makhluk yang diciptakan akan merasa lebih dekat dengan dzat yang menciptakan kita. Karena sesungguhnya, ketika kita melakukan aktifitas kerohanian maka secara tidak langsung kita akan lebih dekat dengan Tuhan yang Maha Esa.

Dalam bukunya Elementary Forms of The Religious Life. Durkheim mengutarakan dengan gigih bahwa kehadiran religi merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan suatu masyarakat. Durkheim sendiri sebagai seorang ateis melihat dan mengakui pentingnya religi dalam hubungannya dengan tingkahlaku moral.2

Sedangkan moral sendiri menurut kamus besar Indonesia diartikan sebagai keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila.3 Dalam terminology Islam, pengertian

2

Djuret A. Iman Muhni, Moral dan Religi, (Yogyakarta : Kanisius, 1994) , cet. 1,h. 45

3

Ahmad A. K. Muda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Reality Publisher, 2006), h. 45.


(14)

4

moral dapat disamakan dengan pengertian “akhlak” dan dalam bahasa Indonesia moral dan akhlak maksudnya sama dengan budi pekerti atau kesusilaan.

Pendapat lain yang menguatkan persamaan arti moral dan akhlak adalah pendapat Muslim Nurdin yang mengatakan bahwa akhlak adalah seperangkat nilai yang dijadikan tolak ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau suatu sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia.4

Al-Qur’an mengajak umat manusia untuk menjadi manusia yang memiliki moral yang baik, melalui ayat-ayatnya. Seperti dalam surat luqman ayat 18, dimana dalam ayat tersebut manusia diajak untuk menghindari sifat sombong lagi membanggakan diri. Karena Allah memang tidak menyukai orang yang sombong.

Dalam hal ini moral atau tingkah laku yang dimiliki santri tersebut yang natinya akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Moral atau tingkah laku yang dimiliki oleh kebanyakan santri dalam kehidupan sehari-harinya akan memberikan dampak bagi perkembangan masa depanya. Masa remaja adalah masa yang menentukan. Menentukan hari depanya, menentukan masa depanya, menetukan kehidupanya, menentukan kehidupan keluarganya, bahkan menentukan nasib bagsa dan negaranya. Seperti yang sering dikatakan oleh para pemimpin tentang masa remaja bahwa nasib Negara dan bangsa ada di tangan generasi penerusnya yakni remaja, sebagi calon pengganti angkatan tua? Karena itu, orang tua yang memahami masa remaja anak-anaknya, ia akan merasakan


(15)

5

kepuasan di dalam tugas hidupnya. Pemimpin yang memahami para remaja adalah pemimpin yang menyelamatkan negaranya tanpa senjata.

Remaja seharusnya dituntut untuk berbuat sesuai dengan etika Agama Islam. Sejalan dengan itu supaya dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dikalangan remaja, tidak terjadi kerusakan moral. Maka sangat penting remaja memiliki tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini harus dicerminkan kepada kehidupan Nabi Muhammad SAW. yang selalu merendahkan diri dan menjadi teladan seluruh umat manusia.

Kehidupan remaja kita saat ini sering dihadapkan pada berbagai masalah yang amat kompleks yang tentunya sangat perlu mendapat perhatian kita semua. Slah satu masalah tersebut adalah semakin menurunya tatakrama kehidupan sosial dan moral remaja dalam praktik kehidupan, baik di rumah, pesantren, maupun lingkungan sekitarnya, yang mengakibatkan timbulnya sejumlah efek negatif di masyarakat yang akhir-akhir ini meriuskan. Efek tersebut misalnya, semakin meraknya penyimpangan berbagai norma kehidupan, baik agama maupun sosial, yang terwujud dalam bentuk-bentuk perilaku antisosial seperti pencurian yang sering terjadi di dalam pesantren serta perbuatan amoral lainya. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak lagi dianggap sebagai suatu persoalan sedehana, karena tindakan-tindakan tersebut sudah menjerumus kepada tindakan kriminal.

Bagi remaja, sangat diperlukan adanya pemahaman, pendalaman, serta ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama. kenyataan sehari-hari menunjukkan


(16)

6

bahwa remaja yang melakukan kejahatan sebagian besar kurang memahami norma-norma agama, bahkan mungkin lalai menunaikan perintah-perintah agama.

Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh tentang moral yang ada pada remaja, karena pada penelitian ini yang menjadi subyeknya adalah santri putri (mahasiswi) Al-Jihad Surabaya yang masih tergolong remaja. Masa remaja sebagai periode perubuhan, tingkah perubahan dalam sikap dan perilaku selama remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Moral atau perilaku merupakan suatu hal yang penting yang harus dipahami oleh seorang remaja sehingga remaja mampu mengenali dirinya sendiri dan bertingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat.

Perubahan dan tantangan di era globalisasai merupakan suatu keharusan yang mesti terjadi dan tidak dapat dihindari oleh siapa pun di muka bumi. Hanya bagaimana menyikapinya, agar berbagai perubahan dan tantangan itu dapat dimanfaatkan menjadi peluang memililki kekuatan akhlak.

Remaja yang memiliki ahklakul karimah (ahklak yang mulia) akan menjadi aset generasi penerus yang berguna baik bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan Agamanya.


(17)

7

remaja tersebut, sehingga dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan religius yang berada di lembaga yayasan PPM Al-Jihad Surabaya dalam berperan meningkatkan moral santri putri dalam kehidupanya.

Pentingnya moral yang dimaksud disini adalah bertambahnya kesadaran untuk bertingkah laku baik lagi misalnya dalam hal beribadah kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, pribadi, orang tua, teman sebaya, masyarakat, berbicara tentang tingkah laku ada baiknya bila memahami ayat Al-Qur’an yang terdapat pada QS. Luqman (31): 18.

احَرَم ِضْرَاْا ِِ ِشََْ َاَو ِسانِل َكدَخْرِعَصُتَاَو

ٓ

ُِيَا َهّللا نِإ

ُخَف ٍلاَتُُْ لُك ب

ٍرْو

Artinya: dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.

Tingkah laku manusia akan mencerminkan sikap dan kebiasaan manusia tersebut. Ketika manusia melakukan kegiatan-kegiatan yang positif maka secara tidak langsung akan memberikan efek yang baik pada moral yang dimiliki orang tersebut.

Dari pemaparan diatas, peneliti berkeinginan meneliti lebih lanjut tentang

“PENGARUH KEGIATAN RELIGIUS TERHADAP PENINGKATAN MORAL SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD SURABAYA”.


(18)

8

B. RumusanMasalah

Dari penerapan latar belakang di atas, penulis menarik rumusan masalah dalam penelitian yang akan dilakukan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk-bentuk kegiatan religius pada Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya?

2. Bagaimana moral santri putri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya?

3. Bagaimana pengaruh bentuk-bentuk kegiatan religius terhadap peningkatang moral santri putri Pondok Pesntren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah pangkal dari sebuah usaha. Dari rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penilitian ini agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar dari adanya interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami isi skripsi. Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk kegiatan religius di Pondok

Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

2. Untuk mengetahui bagaimana moral santri putri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.


(19)

9

3. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan religius terhadap peningkatan moral santri putri pondok pesantren Al-Jihad Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang penting karena salah satu ukuran kualitas karya ilmiah dilihat dari aspek manfaatnya. Dalam penulisan penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoris maupun secara praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teoritis

Secara teoritis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang kegiatan religius santri putri Al-Jihad Surabaya. Secara umum semua pihak akan mengetahui bagaimana kegiatan religius santri putri Al-Jihad Surabaya, sehingga dapat dijadikan tambahan refrensi untuk memaksimalkan pelaksanaan kegiatan dan terkhusus untuk proses penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Praktis

Secara praktis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan keaktifan kegiatan religius santri putri Al-Jihad Surabaya.


(20)

10

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih diuji secara empiris.5 Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, hipotesis diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.6 Sedangkan Sutrisno Hadi, hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau salah, dia akan ditolak jika salah atau palsu dan akan di terima jika fakta-fakta membenarkannya.7

Menurut Kalinger, “Hipotesis adalah kesimpulan sementara atau proposisi tentative tentang hubungan antara dua variabel atau lebih”8

.

Jadi yang dimaksud hipotesis penelitian adalah jawaban dari permasalahan sebuah penelitian yang masih bersifat sementara, yang kebenarannya dapat dibuktikan setelah penelitian dilaksanakan. Sehubungan dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini yang perlu dibuktikan kebenarannya yaitu:

1. Hipotesis Kerja (Ha) atau disebut hipotesis alternatif yang menyatakan hubungan antara variable X dan variable Y atau adanya perbedaan antara

5

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 72.

6

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 67.

7


(21)

11

dua kelompok.9 Jadi Alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah Ada pengaruh kegiatan religius terhadap peningkatan moral santri putri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

2. Hipotesis Nihil (Ho) atau Hipotesis yang sering juga disebut hipotesis statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.10 Jadi Hipotesis Nol (Ho) dalam penelitian ini adalah Tidak ada pengaruh kegiatan religius terhadap peningkatan santri putri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

F. Ruang Lingkup dan Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah tentang kegiatan religius. Peneliti menjadikan masalah diatas sebagai sasaran penelitian dan lokasi yang diambil peneliti adalah Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya. Agar jelas dan tidak luas pembahasan dalam karya ilmiah ini, maka kiranya peneliti untuk memberikan batasan masalah, batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk-bentuk kegiatan religius di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

9

Suharsimi Arikunto, Preosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, h. 73.

10


(22)

12

2. Bentuk-bentuk moral santri putri Pondok pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

3. Pengaruh kegiatan Religius terhadap moral santri Pondok Pesntren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atau sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati atau diobservasikan atau diteliti.11

Hal yang sangat penting dilakukan selain sebagai petunjuk alat pengumpul data (instrumen) yang cocok untuk digunakan, juga membuka kemungkinan bagi peneliti lain untuk melakukan hal yang serupa. Definisi operasional juga diperlukan agar peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa tidak salah dalam menafsirkan konsep variabel yang dilakukan oleh peneliti.12

1. Pengaruh

Pengaruh adalah Dalam kamus besar Bahasa Indonesia pengaruh

dinyatakan sebagai “Daya yang ditimbulkan dari sesuatu (barang atau benda)

yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang”.13

11


(23)

13

2. Kegiatan religius

Kegiatan religius juga disebut aktivitas keagamaan terdiri dari dua kata atau istilah yaitu ”aktivitas” dan keagamaan istilah aktivitas berasal dari bahasa inggris yang berartiaktivitas, kegiatan, kesibukan. Sedangkan kata

“keagamaan” berasal dari kata dasar “agama” yang dapat awalan “ke

-“danakhiran “-an”. Agama itu sendiri mempunyai arti kepercayaan kepada tuhan, ajaran kebaikan yang bertahan dengan kepercayaan . Jadi kata aktivitas keagamaan mempunyai arti segala aktivitas dalam kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai agama.

Hal yang termasuk dalam kegiatan religius yang saya terliti adalah: kegiatan jama’ah sholat rawatib, shoalt malam (sholat tobat, sholat tahajud, sholat hajat, shalat witir), pengajian kitab kuning ba’da shubuh.

3. Moral

Moral adalah orang yang kuat disiplin batinya.14 Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa latin bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat istiadat, moral diartikan sebagai ahklak, budipekerti, atau susila. Sedangkan secara terminologi moral adalah identik dengan Ahlak hubunganya sangat erat sekali. Jika pengertian Agama dan moral tersebut dihubungkan satu dengan yang lainya tampak saling berkaitan erat. Dalam konetek hubungan ini jika diambil ajaran Agama maka moral adalah sangat penting bahkan yang terpenting, dimana kejujuran,

14


(24)

14

kebenaran, keadilan, dan pengabdian adalah di antara sifat-sifat yang terpenting dalam Agama. hal ini sejalan dengan pendapat Fazlur Rahman yang mengatakan inti ajaran Agama adalah moral yang bertumpu pada keyakinan kepercayaan kepada Tuhan (habl min Allah) dan keadilan serta berbuat baik dengan sesama manusia (habl min al-Nas)

Dalam pandangan Paul Roubiczek dalam Hartati moral atau moralitas adalah pedoman tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai kebaikan yang mutlak. Jadi bidang garapan moral adalah seluruh perbuatan, totalitas tindakan atay perilaku manusia (termasuk pada tataran kultur dan struktur) dipandang dari kriteria atau patokan-patokan yang baik dan yang buruk. Dengan kata lain, moral adalah merupakan kumpulan asas atau nilai baik dan buruk atau nilai benar dan salah yang dianut oleh seseorang. Suatu kelompok masyarakat, atau suatu bagsa. Moral mengatur perilaku penganutnya secara normative dan bekerja dari dalam diri manusia itu sendiri, baik di depan kehadiran orang lain ataupun tidak. Sumber moral biasaya adalah ajaran agama, tradisi, atau budaya, dan kesepakatan politik atau ideologi.15

Moral dalam peneliatian ini adalah menitik beratkan pada pola perilaku yang terpuji yang dimiliki ole para santri sehingga mereka memiliki perilaku yang baik dimata orang-orang yang berada disekitar mereka. Mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Moral dalam


(25)

15

penelitian ini adalah moral beribadah kepada Allah SWT/ Rasuluulah SAW, bermasyarakat, lingkungan, diri sendiri, dan kepada Negara. Diharapkan para santri kedepan bisa menghadapi percaturan kehidupan yang akan mereka temui di kemudian hari.

4. Santri

Santri adalah siswa atau murid yang bealajar di pesantren. Seorang ulama bisa disebut kyai kalau memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam melalui kitab-kitab kuning. Oleh karena itu, eksistensi kyai biasanya juga berkaitan dengan adanya santri di pesantren.16

Meski ada banyak definisi yang diberikan para ahli tentang istilah santri, yang dimaksud di sini adalah orang yang sedang dan pernah mengenyam pendidikan Agama dari Kiai-ulama (guru, teladan, uswah) selama berada di asrama atau pondok pesantren.17

5. Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya

Pondok pesantern yaitu lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya terdapat seorang Kyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (anak didik). Dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan tersebut. Serta didukung adanya pondok sebagai tempat tinnggal para santri. Dengan demikian ciri-ciri pondok pesantren adalah

16

Amin Haedari dkk, Masa Depan Pesantren, (Jakarta: IRD Press, 2004), h. 35.

17


(26)

16

Kyai, santri, masjid, dan pondok. Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama berkembang di Indonesia, pondok pesantren selain telah berhasil membina dan mengembangkan kehidupan beragama di Indonesia, juga ikut berperan dalam menanamkan rabangsaan ke dalam jiwa rakyat Indonesia, serta ikut berperan aktif dalam upaya mencerdaskan bangsa.

Tempat yang akan saya teliti yakni sebuah lembaga yang bernama Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Sebuah lembaga pondok pesantren mahasiswa yang berada dalam naungan yayasan Al-Jihad yang berada di jemursari utara gang III no 9 Surabaya.

H. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan dalam penelitian ini mengarah kepada maksud yang sesui dengan judul, maka dalam pembahasan ini penulis menyusun sistematika pembahasan dengan rincian sebagai berikut.

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini meliputi langkah-langakah penelitian yang berkaitan dengan rancangan pelaksanaan penelitian secara umum. Terdiri dari sub-sub bab tentang latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian, ruang lingkup dan batasan masalah, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.


(27)

17

BAB II : LANDASAN TEORI

Berisi pemaparan tentang kajian pelaksanaan kegiatan religius. Dilanjutkan dengan kajian tentang peningkatan moral. Dan diakhiri dengan pengaruh kegiatan religius terhadap peningakatan kegiatan santri.

BAB III : METODE PENELITIAN

Merupakan jabaran dari metode penelitian yang meliputi: jenis dan rancangan penelitian, variable, indikator dan instrumen penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Bab ini berisi tentang paparan (deskripsi) sejumlah data empiris yang diperoleh melalui studi lapangan. Mencakup gambaran umum obyek penelitian Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya, tentang sejarah ,letak geografis, stuktur organisasi Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad, keadaan ustad dan pengurus, keadaan santri.

Pada analisis data ini berisi tentang intrepretasi penulis, dengan data-dat yang berhasil dihimpun. Analisis ini berfungsi untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan berkaitan dengan pengaru kegiatan religious terhadap peningkatan moral santri putrid Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.


(28)

18

BAB V : PENUTUP

Bab ini menjelaskan secara global dari semua pembahasan skripsi dengan menyimpulkan semua pembahasan dan memberi beberapa saran dalam meningkatkan kualitas pembelajaran selanjutnya. Tujuannya mempermudah pembaca untuk mengambil inti sari dari pembahasan skripsi ini.


(29)

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Kegiatan Religius 1. Kegiatan religius

Keberagaman dapat diwujudkan dalam berbagai sisi manusia. Artinya agama merupakan realitas yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun kelompok. Agama memberikan sumbagan sosial dalam arti pada titik kritis pada saat manusia dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, agama memberiakan jalan terhadap persoalan yang menghadapi manusia. Menurut Mukti Ali, agama mempengaruhi jalanya masyarakat dan pertumbuhan masyarakat dalam pemikiranya.

a. Pengertian kegiatan religius

Kegiatan religius juga disebut aktivitas keagamaan terdiri dari dua

kata atau istilah yaitu ”aktivitas” dan keagamaan istilah aktivitas berasal

dari bahasa inggris yang berarti aktivitas, kegiatan, kesibukan.

Sedangkan kata “keagamaan” berasal dari kata dasar “agama” yang

dapat awalan “ke” dan akhiran “-an”. Agama itu sendiri mempunyai arti kepercayaan kepada tuhan, ajaran kebaikan yang bertahan dengan kepercayaan. Jadi kata aktivitas keagamaan mempunyai arti segala aktivitas dalam kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai agama.


(30)

20

Hal yang termasuk dalam kegiatan religius yang saya terliti

adalah: kegiatan jama’ah shalat rawatib, shalat malam (shalat tobat, shalat tahajud, shalat hajat, shalat witir), pengajian kitab kuning ba’da shubuh.

b. Nilai-nilai religius

Dalam kaitanya dengan kenakalan remaja, data-data tentang dekadensi moral dan faktor-faktor penyebabnya perlu menjadi keprihatianan semua pihak, baik pemerintah, orang tua, maupun masyarakat pada umumnya untuk senantiasa berupaya menemukan cara-cara pemecahan dan pencegahanya. Upaya itu dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama yang sinergis antara pihak-pihak terkait untuk meningakatkan kualitas pendidikan (baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat), dan menciptakan lingkungan yang bersih dari kemaksiatan dan kemungkaran agar terciptanya lingkungan kehidupan masyarakat yang kondusif dan religius.

Nilai-nilai regiusitas menjadi faktor yang dominan dalam upaya pencegahan terjadinya kenakalan remaja dalam suatu lingkungan masyarakat. Berikut ini akan dikemukakan oleh William James (seorang filsuf dan ahli psikologi Amerika) berpendapat sebagai berikut:

a) Tidak diragukan lagi bahwa terapi terbaik bagi keresahan adalah keimaanan kepada Tuhan.


(31)

21

b) Keimanan kepada Tuhan merupakan salah satu kekuatan yang harus terpenuhi untuk menopang seseorang dalam hidup ini.

c) Antara kita dengan Tuhan terdapat suatu ikatan yang tidak terputus apabila kita menundukkan diri di bawah pengaruh-Nya, maka semua cita-cita dan dan harapan yskita akan tercapai.

d) Gelombang lautan yang menggelora, sama sekali tidak membuat keruh ketenangan relung hati yang dalam dan tidak membuatanya resah. Demikian halya dengan individu yang keimananya mendalam, ketenanganya tidak akan terkeruhkan oleh gejolak superficial yang sementara sifatnya. Sebab individu yan benar-benar religius akan terlindung dari keresahan, selalu terjaga keseimbanganya, dan selalu siap untuk menghadapi segala malapetaka yang terjadi.

Agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiliki mental yang sehat tanpa keberadaan agama.

2. Macam-macam kegiatan Religius a. Shalat

1) Pengertian Shalat

Asal makna shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud di sini ialah “ibadah yang tersusun dari beberapa


(32)

22

perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi

dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.

Firman Allah Swt:

ِءاَشْحَفْلا ِنَع ىَهْ نَ ت َة ََصلا نِإ َة ََصلا ِمِقَأَو ِباَتِكْلا َنِم َكْيَلِإ َيِحوُأ اَم ُلْتا

َنوُعَ نْصَت اَم ُمَلْعَ ي ُهللاَو ُرَ بْكَأ ِهللا ُرْكِذَلَو ِرَكْنُمْلاَو

ُ

٥٤

َ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (Al -ankabut: 45)

Shalat suatu ibadah yang terdiri dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu yang dimulai dari takbirotulihram (Allahu Akbar = Allah Maha Besar) dan diakhiri dengan salam

(As-Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi = salam sejahtera bagimu) dengan syarat-syarat tertentu. Shalat dapat juga berarti do’a untuk mendapatkan kebaikan atau selamat.

Shalat mempunyai kedudukan yang amat penting dalam Islam dan merupakan fondasi yang kokoh bagi tegaknya agama Islam. Hal ini digambarkan oleh Rasulullah saw dalam hadis yang artinya:

“Shalat itu tiang agama, barang siapa yang menegakkan shalat maka ia telah menegakkan agama dan barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia telah meruntuhkan fondasi agama”. Ibadah shalat harus dilakukan pada waktunya, dimanapun, dan bagaimanapun keadaan seorang muslim yang mukalaf.


(33)

23

Tujuan hakiki dari shalat adalah pengakuan hati bahwa Allah swt sebagai pencipta adalah agung dan pernyataan patuh terhadap-Nya serta tunduk atas kebesaran serta kemuliaan-terhadap-Nya yang kekal dan abadi. Bagi seseorang yang telah melaksanakan shalat dengan rasa taqwa dan keimanan kepada penciptanya, hubungannya dengan Allah swt akan kuat. Istiqamah (teguh) dalam beribadah kepada-Nya, dan menjaga ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh-Nya.

Shalat yang dilaksanakan dengan hati yang penuh taqwa dan mengharap keridhaan Allah swt akan mempunyai pengaruh yang mendalam dalam jiwa dan menopang manusia untuk berakhlak mulia. Dengan demikian shalat dapat berperan sebagai alat penangkal yang dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar (QS. 29:45).

م ُلْتُا

ٓ

يِحْوُاا

ةولّصلا ِمِق ا و ِبتِكْلا نِم كْي لِا

ٓ

نِإ

ِن ع ىٰهْ ن ت ةوٰل صلا

شْح فْلا

ٓ

ِر كْنُمْلا وِءا

ٓ

ُر بْك ا ِهّللاُرْكِذ ل و

ٓ

ّللا و

نْوُع نْص تا م ُم لْع ي ُه

ُ

٥٤

َ

Artinya: bacalah kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat , sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) kehi dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaanya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Shalat tidak hanya merupakan perwujudan rasa terima kasih terhadap nikmat yang dianugrahkan Allah swt, tetapi jiwa juga mempunyai dampak positif bagi yang melaksanakannya. Dampak


(34)

24

tersebut antara lain adalah slalu terjalin hubungan yang kuat anatara seorang hamba dan pencipta yang membawa kenikmatan, keamanan, ketenangan, keselamatan, yang wujudkan dalam bentuk pernyataan diri dan penghambaan diri kepada Allah swt.1

Dalam ayat di atas tampak bahwa shalat bukan hanya dilakukan pada waktunya, tetapi maknanya harus terbawa dalam kehidupan di luar shalat, yakni menjauhkan dari dosa dan kemunkaran. Tempat dan waktu orang berbuat dosa dan dan kemunkaran tentunya meresap dalam di luar shalat, karena itu Shalat seyogyanya meresap dalam kehidupan sehari-hari dan memberi dan memberi warna tersendiri dalam bentuk komitmen untuk menjauhkan dosa dan munkar.

2) Macam-Macam Shalat a. Shalat berjama’ah

Shalat berjama’ah adalah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih, seorang menjadi imam dan yang lain menjadi makmum dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Melaksanakan shalat berjama’ah lebih utama dibandingkan sendirian (munfarid). Keutamaan melaksanakan shalat berjama’ah antara lain di jelaskan dalam hadis:


(35)

25

Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Shalat

berjama’ah itu lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27

derajat”. (H.R. Muslim)

Dengan demikian, orang yang melaksanakan shalat berjama’ah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan akan memperoleh keutamaan 27 kali lipat dibandingkan orang shalat sendirian. Melaksanakan shalat berjama’ah di masjid lebih utama diibandingkan shalat dirumah. Abu Hurairah berkata:

“Bahwa Rasulullah saw mengajarkan kepada kita ketentuan-ketentuan untuk mendapatkan petunjuk, yaitu shalat di masjid

ketika sudah diserukan adzan”.2

Shalat jama’ah yang dilaksanakan di masjid menjadi salah satu media dakwah dan ukhuwah Islamiyah yang sangat efektif dan merupakan lambing kekuatan umat Islam. Tentu saja keefektifannya tergantung kepada frekuensi pelaksanaan shalat berjama’ah. Artinya, pelaksanaan shalat berjama’ah yang semakin baik rutin akan lebih besar dampaknya bagi perkembangan Islam di suatu wilayah dan bagi pembentukan kerukunan umat Islam di wilayah tersebut.

Oleh karena itu, pelaksanaan Shalat berjamaah dapat dijadikan sebagai tolak ukur tinggi rendahnya ketakwaan umat Islam di suatu

2


(36)

26

lingkungan. Sebab, apabila frekuensi dan tertib pelaksaan Shalat berjamaah di lingkungan tersebut baik, maka kadar ketakwaan masyarakat itu tinggi, demikian juga sebaliknya.3

Dosa dan kemunkaran tempatnya di tengah masyarakat, karena itu Shalat harus berdampak pada kehidupan di tengah masyarakat. Shalat yang baik adalah yang berdampak baik dalam masyarakat, yaitu orang yang Shalat akan menjauhkan dirinya dari dosa dan kemunkaran.

Shalat yang merupakan komunitas dengan Tuhan dilakukan minimal lima kali setiap hari melalui Shalat fardu sehingga kehidupan orang yang Shalat akan terkontrol dan terjaga dari waktu ke waktu. Shalat yang berdampak sosial itulah yang sesungguhnya merupakan Shalat yang khusyu’. Sebaliknya orang yang tidak

khusyu’adalah orang yang Shalatnya lalai (sahun), atau orang yang Shalatnya tidak berdampak kepada psrilaku sosialnya.

Al-Quran mengungkapkan bahwa nerakalah bagi orang-orang yang lalai (sahun), yaitu orang-orang yang riya dan enggan membayar zakat. Riya adalah motivasi individu yang berbuat kebaikan dengan mengharapkan pujian dari orang lain atau masyarakat.


(37)

27

Hubungan Shalat dengan perilaku sosial dapat dilihat pula pada urutan kalimat suruhan Shalat dalam Al-quran yang selalu dikaitkan dengan Zakat, yaitu kalimat aqimus Shalat wa atu zakat (kerjakan Shalat dan bayarkan zakat). Ayat tersebut mengandung arti bahwa Shalat harus diikuti dengan zakat; dimensi ritual harus berdampak sosial.

Ibadah Shalat yang paling baik dilakukan dengan cara berjamaah atau bersama-sama. Shalat berjamaah mengandung implikasi sosial, yaitu lahirnya rasa persaudaraan dan kesatuan di antara umat Islam, menanamkan kesamaan derajat, memupuk kepemimpinan, dan mengembangkan sikap demokratis.4

Di antara karunia Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya adalah bahwasanya ia telah menetapkan pahala yang besar bagi hamba-Nya yang melaksanakan Shalat berjamaah di masjid. Pahala yang besar ini dimulai dari tertambatnya hati di masjid lalu melangkahkan kaki ke masjid untuk melaksanakan Shalat berjamaah, hingga hamba tersebut selesai dari Shalatnya. Dan juga pahala tersebut terus berlanjut sampai orang yang Shalat pulang ke rumahnya.

4


(38)

28

b. Shalat Malam

Shalat malam disebut juga dengan qiyam al-lail. Dalam tradisi keagamaan kita, mengisi dan menghiasi malam hari dengan berbagai ibadah dan munajat kepada Allah Swt. Disebut qiyam al-lail, yang secara harfiah berarti bangun malam atau ihya al-lain, menghidupkan malam. Qiyam al-lail sangat dianjurkan bagi kaum muslim dan di yakini dapat mengantar manusia meraih berbagai kebaikan dalam hidupnya.

Malam hari memang memiliki keutamaan-keutamaannya sendiri. Dalam hadist populer dikatakan bahwa Allah Swt. Pada

setiap sepertiga malam yang terakhir selalu “turun” ke bumi,

melihat dari dekat hamba-hamba-Nya yang sedang bersimpuh dan bersujud kepada-Nya. Allah Swt membawakan rahmat dan pengampunan buat mereka. Dalam hadis lain disebutkan bahwa pada malam hari itu terdapat suatu waktu di mana doa dan segala permohonan manusia dikabulkan oleh Allah Swt. (HR Muslim).

Shalat malam yang sudah menjadi tradisi atau kegiatan yang dilakukan oleh santri Al-Jihad yakni: Shalat tahajut, Shalat hajat, dan Shalat witir.

a) Shalat tahajjud


(39)

29

dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu walaupun tidurnya sebentar.5 Waktu tahajjud dibagi menjadi tiga bagian:

- Sepertiga malam pertama, yaitu kira-kira pukul 19.00 s/d 22.00

- Sepertiga malam yang kedua, yaitu kira-kira pukul 22.00 s/d 01.00

- Sepertiga malam yang terakhir, waktu ini merupakan waktu yang paling utama untuk dilaksanakannya shalat tahjjud, yaitu kira-kira pukul 01.00 s/d menjelang shubuh.6 Tentang shalat ini,Allah swt. Berfirman:

اًدوُمْ َ اًما ق م كُب ر ك ث عْ ب ي ْن أ ى س ع ك ل ًة لِفا ن ِهِب ْد ج ه ت ف ِلْي للا نِم و

ُ

۹۷

َ

Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-Mu mengangkat

kamu ke tempat yang terpuji.” (Q.S. al-Isra’ 17:79) Sepintas, ayat di atas tampak menjadi dasar bagi pewajiban shalat tahajjud dalam agama kita. Jika kita meminjam teori ushul, setiap perintah adalah kewajiban, dan setiap kewajiban

harus dikerjakan, maka kata “tahajjud” dalam ayat di atas

mempergunakan bentuk amr (perintah). Sehingga, kalau hal ini dibaca dari sisi ushul fiqh,bertahajjud adalah wajib hukumnya.

5

Ensiklopedis Islam 4 Nah-Syah, h. 234

6


(40)

30

Tetapi, di sinilah letak kekuatan dan keindahan Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Islam benar-benar merupakan agama yang logis dan pengertian. Islam adalah agama yang sejalan dengan sunnatullah (hukum alam/nature of law). Sunnatullah menghendaki agar malam dijadikan waktu untuk beristirahat dan siang untuk bekerja, sebagaimana difirmankan.

ُغ تْب تِل و ِهيِف اوُنُكْس تِل را ه نلا و لْي للا ُمُك ل ل ع ج ِهِت ْْ ر ْنِم و

ْمُك ل ع ل و ِهِلْض ف ْنِم او

نوُرُكْش ت

ُ

۹۷

َ

Artinya: “Dan karena rahmat-Nya, Dian jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan suapaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al-Qashash 28:73) Shalat tahajjud merupakan Shalat sunnah muakkad yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Bahkan, jika tidak memberatkan umat Islam hampir-hampir diwajibkan karena begitu besar keutamaanya di hadapan Allah. Dan tidak ada Shalat sunnah yang semulia Shalat ini karena memiliki keutamaan setelah keutamaan Shalat fardhu.

Sampai di sini, saya mengatakan bahwa Shalat tahujjud merupakan ibadah yang berat untuk dikerjakan. Sebab Shalat tahajjud dikerjakan pada waktu kebanyakan orang sedang beristirahat dan terlelap tidur. Shalat tahajjud akan terasa


(41)

31

sisi waktunya saja. Maka, dari sisi ini orang yang mengerjakanya tahajjud sesungguhnya adalah orang yang

mapu “menguasai waktu” (bukan dikuasai oleh waktu), untuk

keluar dari kecenderungan umum; mampu meninggalkan kebiasaan awam.7

Shalat tahajjud merupakan sarana paling tepat bagi siapa saja yang mengingkan kedekatan dengan Allah dan keberkahan terus mengalir pada setiap langkah kita, termasuk dalam menghadapi berbagai macam persoalan dan kesulitan. Keutamaan shalat tahajjud antara lain:

- Orang yang shalat tahajjud akan dibangkitkan Allah dalam tempat yang terpuji.

- Orang yang shalat tahajjud adalah orang yang disebut oleh Allah sebagai muhsinin dan berhak mendapatkan kebaikan dari-Nya serta rahmat-Nya.

- Orang yang shalat tahajjud dipuji Allah dan dimasukkan ke dalam kelompok hamba-Nya yang baik-baik.

- Kepada orang yang shalat tahajjud, Allah bersaksi atas mereka bahwa mereka adalah orang beriman.

7


(42)

32

- Allah membedakan orang yang shalat tahajjud dengan yang tidak secara jelas dan bahwa mereka berbeda dengan lainya.

- Kepada orang yang shalat tahajjud, Rasulullah saw mengatakan bahwa mereka pasti akan masuk surga. - Shalat tahajjud itu adalah kebiasaan orang-orang shalih

sebelum kita, sarana pendekatan kepada Allah, penghapus keburukan, pencegah dosa dan penangkal penyakit di badan.8

b) Shalat Tasbih

Shalat tasbih adalah shalat sunnah empat rokaat yang setiap rokaatnya membaca tasbih sebanyak 75 kali sehingga seluruhnya berjumlah 300 kali. Adapun bacaan tasbih adalah Subhana Allah wal-hamdulillah wala ilaha illa Allah wa Allahu Akbar (maha suci Allah, segala puji bagi Allah, Allah maha besar). Shalat tasbih dapat dikerjakan pada siang hari/malam hari sebanyak empat rakaat dengan satu malam atau dua kali salam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw :

“jika mengerjakan shalat tasbih pada malam hari, maka lebih disukai kalau ia slam pada setiap dua rakaat. Jika dikerjakan pada siang hari, maka ia boleh memilih; apakah salam pada


(43)

33

setiap dua rokaat ataukah satu kali salam untuk empat rokaat”

(HR. Muslim).9

Mengenai bilangan rokaatnya shalat tasbih adalah empat rokaat adapun apabila shalat tasbih tersebut dikerjakan pada malam hari, maka supaya dikerjakan empat rokaat dengan dua kali salam (dua rokaat dua rokaat), apabila dikerjakan pada siang hari, maka supaya dikerjakan empat rokaat dengan satu kali salam.10

c) Shalat Hajad

Yaitu shalat yang dikerjakan karena adanya suatu hajat (keprluan) yang diinginkannya, dan mengharap dikabulkan oleh Allah SWT.11 Shalat hajat ini bisa dikerjakan sampai dua belas rakaat denga enam kali salam. Shalat ini juga bisa dilakukan selama selama semalam, tiga malam atau tujuh malam, tergantung pada keperluanya.12

d) Shalat Witir

Shalat witir adalah shalat yang berjumlah ganjil rokaatnya dan ia merupakan serangkaian dari shalat malam/ shalat

9

Ensiklopedia Islam 4 Nah-Sya, hal 238

10

Labib Mz, Kumpulan Shalat Sunnah (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2003) hal 30

11

Moh. Zuhri, Kunci Ibadah dengan Bimbingan Shalat Lengkap, H. 99

12


(44)

34

tahajjud yang kita kerjakan. Shalat witir merupakan shalat yang menutup shalat tahajjud.13

Adapun mengenai hukumnya shalat witir adalah sunnah

Mu’akkad sudah diterangkan di atas, bahwa selain shalat

fardhu (lima waktu) hukumnya adalah sunnah.

Mengenai waktunya mengerjakannnya ialah: setelah shalat

isya’ sampai terbit fajar (tiba waktu shubuh)14

b. Pengajian Kitab Kuning

Dalam dunia pesantren asal usul penyebutan istilah dari kitab kuning belum diketahui secara pasti. Penyebutan ini didasarkan pada sudut pandang yang berbeda-beda. Sebutan kitab kuning itu sendiri sebenarnya merupakan sebuah ejekan dari pihak luar, yang mengatakan bahwa kitab kuning itu kuno, ketinggalan zama, memiliki kadar keilmuan yang rendah, dan lain sebagainya. Hal ini senada dengan apa

yang dinyatakan oleh Masdar: “kemungkinan besar sebutan itu datang

dari pihak orang luar dengan konotasi yang sedikit mengejek. Terlepas dengan maksut apa dan oleh siapa dicetuskan, istilah itu kini telah semakin memasyarakat baik di luar maupun di lingkungan masyarakat.15

Penyebutan kitab kuning dikarenakan kitab dicetak di atas kertas yang berwarna kuning umumnya berkualitas murah. Akan tetapi

13


(45)

35

argumen ini menimbulkan kontroversi, seiring dengan kemajjuan tekhnologi, kitab-kitab itu tidak lagi dicetak di atas kertas kuning akan tetapi sebagian kitab telah dicetak diatas kertas putih, dan tentunya tanpa mengurangi esensi dari kitab itu sendiri.

Adapun pengertian umum yang beredar di kalangan pemerhati masalah pesantren adalah: bahwa kitab kuning selalu dipandang sebagai kitab-kitab keagamaan yang berbahasa Arab, atau berhuruf arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama masa lampau (as-salaf) yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke-17-an M. Dalam rumusan yang lebih rinei, definisi dari kitab kuning adalah: a) ditulis oleh ulama-ulama “asing”, tetapi secara turun-temurun menjadi referensi yang dibuat pedoman oleh para ulama Indoonesia, b) ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang “indenpenden”, dan c) ditulis oleh ulama Indonesia sebagai komentar atau terjemahan atas kitab karya

ulama “asing”.16

Berdasarkan paparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kitab kuning adalah kitab yang senantiasa berpedoman pada al-Qur’an dan Hadist, dan yang ditulis oleh para ulama-ulama terdahulu dalam lembaran-lembaran ataupun bentuk jilidan baik yang dicetak di atas kertas kuning maupun kertas putih dan juga merupakan ajaran Islam yang merupakan hasil interpretasi para ulama dari kitab pedoman yang

16Sa’id Aqiel Siradj dkk,


(46)

36

ada, serta hal-hal baru yang datang kepada Islam sebagai hasil dari perkembangan peradaban Islam dalam sejarah.

Ciri-ciri yang melekat pada pondok pesantren adalah kurikulum yang terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya tafsir, hadist, nahwu, sharaf, tauhid, tasawuf, dan lain sebagainya. Literatur-literatur tersebut memiliki ciri-ciri berikut17 1) kitab-kitabnya menggunakan bahsa Arab, 2) umumnya tidak memakai syakal (tanda baca atau baris), bahkan tanpa memakai titik, koma, 3) berisi keilmuan yang cukup berbobot, 4) metode penulisanya dianggap kuno dan relevasinya dengan ilmu kontemporer kerapkali tampak menipis, 5) lazimnya dikaji dan dipelajari di pondok pesantren, dan 6) banyak diatara kertasnya berwarna kuning.18 Dalam Ensiklopedi Islam, selain ciri yang disebutkan, bahwa kitab-kitab tersebut kadang-kadang lembaran-lembaranya lepas tak terjilid sehingga bagian-bagian yang diperlukan mudah diambil. Biasanya, ketika belajar para santri hanya membawa lembaran yang akan dipelajari dan tidak membawa satu kitab secara utuh.19

17

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993) h. 300

18

Berwarna kuning, karena memang kertasnya yang berwarna kuning atau putih karena


(47)

37

3. Indikator Variabel (X) Kegiatan Religius

Dalam indikator variabel (X) kegiatan religius ini meliputi: a. Pemahaman diri

Meslow menyebutkan pemahaman diri adalah personal meaning menggambarkan bahwa meaning dialami dari aktualisasi diri, individu yang termotivasi untuk mengetahui alasan atau maksud dari keberadaan dirinya. Ia juga mengatakan bahwa setiap individu memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhanya dari yang sederhana sampai kebutuhan yang kompleks.

Menurut Reker menjelaskan bahwa orang yang memahami diri adalah mereka yang memiliki tujuan hiduup, memiliki arah, rasa memiliki kewajiban dan alasan untuk ada (eksis), identitas diri yang jelas dan kesadaran sosial yang tinggi. Pemahaman diri adalah suatu cara untuk memahami, menaksir karakteristik, potensi dan atau masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok individu.20

Pemahaman diri merupakan pemahaman sebagai diri pribadi, sosial, spiritual dan kelebihan serta kelemahan yang ada pada diri sendiri. Pemahaman diri merupakan langkah awal dalam pembentukan konsep dan kepribadian diri. Dari sini akan mewujudkan eksistensi dan eksplorasi diri pribadi.

20


(48)

38

b. Disiplin

Pengertian disiplin secara umum, sebagaimana yang terdapat dalam kamus Webster:

“Behavior in accourdance with the rules (as of an

arganization) promt and willing obedience to the orders of superiors. Systemtic, willing and purposeful attention to the

perfomence of assigned tasks; arderly conduct”.

Kutipan ini menunjukkan bahwa merupakan sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi suatu ketentuan dan peraturan norma yang berlaku dalam tugas dan tanggung jawab.

c. Keaktifan

Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.21

B. Tinjauan tentang peningkatan moral santri 1. Moral

Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh tentang moral yang ada pada remaja, karena pada penelitian ini yang menjadi subyeknya adalah santri putri (mahasiswi) Al-Jihad Surabaya yang masih tergolong remaja. Remaja menurut Zakiah Daradjat adalah tahap peralihan dari masa kanak-kanak; tidak


(49)

39

lagi anak, tetapi belum dipandang dewasa. Remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan dewasa.

Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja, yang secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir, akan mengemukakan banyak faktor yang masing-masing perlu pendapat tinjauan tersendiri.22 Adapun pembahasanya adalah sebagai berikut:

a. Pengertian Moral

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa latin bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat Moral mengatur perilaku penganutnya secara normative dan bekerja dari dalam diri manusia itu sendiri, baik di depan kehadiran orang lain ataupun tidak. Sumber moral biasayana adalah ajaran agama, tradisi, atau budaya, dan kesepakatan politik atau ideologi.23

Moral berasal dari bahasa latin “mores” yang berarti adat

kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik-buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat istiadat menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan. Dalam

pepatah inggris dikatakan “They are in society but not of it” yang

22

Monks, Dkk, Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2006), h.262

23


(50)

40

artinya mereka ada dalam masyarakat tetapi bukan anggota masyarakat (sampah masyarakat)24

Nilai moral baru diperoleh di dalam moralitas. Yang dimaksudkan Kant dengan moralitas (Moralitat/sittlichkeit) adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Moralitas akan tercapai apabila kita meneati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada kuasa sang pemberi hukum, melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban kita.25

Moralitas (dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Kita

bicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya, segi moral suatu

perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenan dengan baik dan buruk. 26

Tidak bisa disangkal, agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Dalam praktik hidup sehari-hari, motivasi kita yang terpenting dan terkuat bagi perilaku moral adalah agama. Atas pertanyaan

“mengapa perbuatan ini atau itu tidak boleh dilakukan”, hampir selalu diberikan jawaban spontan “karena agama melarang” atau “karena hal

24


(51)

41

itu bertentangan dengan kehendak Tuhan”. Contoh konkret adalah

masalah moral yang aktual seperti hubungan seksual sebelum perkawinan dan masalah moral lain mengenai seksualitas. Menghadapi masalah-masalah itu, banyak orang mengambil sikap: “aku ini orang beragama dan agamaku melarang melakukan perbuatan itu; aku akan

merasa berdosa, bila melakukan hal serupa itu”. Dengan itu masalahnya sudah selesai. Cara bagaimana kita harus hidup, memang biasanya kita tentukan berdasarkan keyakinan keagamaan.27

Moral atau akhlak sangat terkait dengan eksistensi suatu pendidikan agama (Islam). Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan moral agama. hal ini disebabkan bahwa sesuatu yang disebut baik baromaternya adalah baik dalam pandangan agama dan masyarakat, demikian juga sebaliknya, sesuatu yang dianggap buruk baromaternya adalah buruk dalam pandangan agama dan masyarakat.

Secara bahasa, kata akhlak berasal dari kata akhlaq, merupakan bentuk jamak dari khuluq, yang berarti watak, perangai atau sikap batin (mental). Para ulama membedakan antara khalq dan khuluq. Khalq menunjuk pada aspek lahir manusia, sedangkan khuluq menunjuk pada aspek dalam (inner aspect) manusia.

Secara istilah, akhlak dipahami sebagai kondisi jiwa (mental) yang darinya lahir tindakan-tindakan atau perbuatan (perilaku). Di satu

27


(52)

42

sisi, akhlak menunjuk pada jiwa, tetapi di sisi lain, ia menunjuk kepada jiwa dan perbuatan sekaligus. Akhlak sejatinya merupakan konsistensi antara sikap (mental) dan perbuatan (perilaku).

Dalam ajaran agama, akhlak adalah buah dari iman dan ibadah. Menurut al-Ghazali, dalam setiap kewajiban agama terkandung pendidikan moral atau akhlak. Untuk itu, pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama harus disertai sikap batin yang kuat sehingga memiliki dampak dan pengaruh secara moral.

Akhlak sebagai kondisi jiwa atau sikap mental, menurut al-Ghazali, dapat dibentuk dan diarahkan melalui proses pelatihan (mujahadah) dan proses pembiasaan (riyadhah). Sebagai contoh siapa yang berkeinginan menjadi orang dermawan. Maka ia harus berlatih dan membiasakan diri berinfaq.

Begitu pula moral dalam dalam penelitian ini adalah menitik beratkan pada pola perilaku yang terpuji atau dengan istilah lain disebut moral religius yang monotheis yang dimiliki oleh para santri sehingga mereka memiliki perilaku yang baik dimata orang-orang yang berada disekitar mereka, mampu mengapliksikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai muslim, kita harus berusaha membangun dan mewujudkan kualitas moral itu sebagai bagaian yang tak terpisahkan dari proses pembangunan bagsa. Krisi yang kini memporak-porandakan


(53)

43

akhlak. Itu sebabnya membangun kualitas moral menjadi tugas penting kita.

b. Nilai-nilai Moral dalam Islam

Yang dibicarakan tentang nilai pada umumnya tertentu berlaku juga umtuk nilai moral. Tapi apakah kekhususan suatu nilai moral? Apakah yang mengakibatkan suatu nilai menjadi nilai moral? Mari kita mulai dengan menggarisbawahi bahwa dalam arti tertentu nilai moral tidak merupakan suatu katagori nilai tersendiri di samping moral tidak merupakan suatu katagori nilai tersendiri di samping katagori-katagori nilai yang lain. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainya,

setiap nilai dapat memperoleh suatu “bobot moral”, bila diikutsertakan

dalam tingkah laku moral. Kejujuran, misalnya, merupakan nilai moral,

tapi kejujuran itu sendiri “kosong”, bila tidak diterapkan pada nilai lain, seperti umpamanya nilai ekonomis. Kesetiaan merupakan suatu nilai moral yang lain, tapi harus diterapkan pada nilai manusiawi lebih umum, misalnya, cinta antara suami istri. Jadi, nilai-nilai yang disebut sampai sekarang berdifat “pramoral”. Nilail-nilai itu mendahului tahap moral, tapi bia mendapat bobot moral, karena diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Tapi hal yang sama dapat dikatakan juga tentang nilai-nilai lain. Yang khusus menandai nilai moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan


(54)

44

bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.28

Pemahaman yang sesungguhnya dari Islam akan membentuk sosok muslim bagaikan sebuah benteng bersenjatakan moralitas

(ahklak), sebagaimana yang disampaikan dalam hadis Rasul: “bahwa

sesunggunhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak al-karimah”. Moralitas Islam akan berupa prinsip ketaatan kepada Allah SWT, prinsip instrpeksi diri pada setiap dosa dalam menjauhi setiap perilaku buruk. Selanjunya prinsip-prinsip yang mengarah kepada konsep kerjasama dan kepedulian sosial. Dalam upaya sosialisasi prinsip moralitas Islam, setiap sosok muslim mengarahkan diri mereka untuk mampu mengenjawantahkan setiap prinsip tata perilaku mereka dalam kesehariam hidup. 29

Kesempurnaan keimanan dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan dalam pergaulan bermasyarakat, seperti dalam kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Jika hal ini diamalkan setiap komponen bangsa, maka akan terbentuk generasi dan masyarakat yang bermoral dan berakhlak. Ketinggian iman seseorang

28


(55)

45

dapat dilihat dari ketinggian moral dan akhlaknya di tengah-tengah masyarakat.30

Selanjutnya moral adalah identik dengan akhlak karena moral dengan akhlak hubunganya sangat erat sekali. Ahklak sendiri terbagi menjadi 2 macam yaitu: Akhlakul mahmudah/karimah (terpuji/mulia) atau dengan istilah lain disebut moral religius yang monotheis dan ahhlakul madzmumah (tercela) atau disebut juga istilah moral sekuler. Contoh yang tergolong moral sekuler di antaranya, cara berpakaian yang tidak mememerhatikan norma-norma agama, pergaulan bebas antar pria dan wanita yang bukan mahram, dan sebagaianya.31 Jika pengertian agama dan moral tersebut dihubungkan satu dengan yang lainya tampak saling berkaitan dengan erat. Dalam kontek hubungan ini jika diambil ajaran agama maka moral adalah sangat penting bahkan yang terpenting, dimana kejujuran, kebenaran, keadilan, dan pengabdian adalah antara sifat-sifat yang terpenting dalam agama. hal ini sejalan dengan pendapat Fazlur Rahman yang mengatakan inti ajaran agama adalah moral yang bertumpu pada keyakinan kepercayaan kepada Tuhan (habl min Allah)

30

Said Agil Husin Al Munawar, Aktuakisasi Nilai-nilai Al-Qur’an Dalam Sistem Pendidikan

Islam, ( Jakarta: Ciputat Press, 2003) h. 28.

31


(56)

46

dan keadilan serta berbuat baik dengan sesama manusia (habl min al-Nas)32

c. Proses perkembangan moral pada remaja

Perkembangan moral akan berlangsung melalui beberapa cara sebagai berikut:

b) Pendidikan langsung

Menanamkan pengertian tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua atau oeang dewasa. Disamping itu, dalam pendidikan moral adalah keteladanan orang tua, guru atau orang dewasa lainya dalam melakukan nilai-nilai moral.

c) Dengan cara mengidentifikasi alat meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya.

d) Proses coba-coba (trial and error)

Dengan mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan dikembangkan secara terus menerus, dan tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.33

32

Al-‘Adalah, Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Pendidikan Moral Dalam Perspektif Islam dan Psikologi Oleh Siti Rodiyah Dosen STAIN Jember. Volume 10, Nomor 1, April


(57)

47

d. Faktor-faktor dalam perkembangan moral remaja

Pada masa ini muncul dorongan untuk melakuakan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga psikologinya.34

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan moral remaja, dimana faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan dampak negatif bagi perkembanganya bahkan dapat menurunkan moral dikalangan remaja. Faktor yang bisa mempengaruhi moral remaja juga mempengaruhi ketika dia menginjak dewasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral remaja yaitu sebagai berikut:

1) Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga

Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk di alam aspek kehidupan sehari-hari tetapi di dalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. Sehingga akan lahir generasi baru yang bertindak tidak sesui ajaran agama dan bersikap materialistik. Remaja yang hidup dalam lingkungan yang agamis sebagi faktor ekstern, dan dia memiliki kesadaran yang tinggi dalam hidup beragama sebagai faktor intern, akan menghasilkan perilaku

34

Aat Syafaat, Peranan Pendidikan Agama Islam, ( Serang: PT. Raja grafindo Persada, 2008) h. 104.


(58)

48

keagamaan yang mantap. Dia mampu mengombinasikan antara faktor-faktor rasional dan emosional secara terpadu. Norma-norma agama ditelusuri dengan analisis-analisis rasional sesuai dengan tingkatan usia remaja yang ingin bebas dan tidak terikat, tetapi dia juga memerhatikan emosinya agar memperoleh tempat yang layak dalam kehidupanya.

2) Pengaruh lingkungan yang tidak baik

Kebanyakan remaja yang tinggal dikota besar menjalankan kehidupan yang individualistik dan materialistik. Sehingga kadang kala di dalam mengejar kemewahan tersebut mereka sanggup berbuat apa saja tanpa meghiraukan hal itu bertentangan dengan agama atau tidak, baik atau buruk.

3) Tekanan psikologis yang dialami remaja

Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika dirumah diakibatkan adanya perceraian atau pertengkaran orang tua yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah dan menyebabkan dia mencari pelampiasan.

4) Gagal dalam studi /pendidikan

Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang buruk


(59)

49

ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi kekosongan waktunya.

5) Peranan media massa

Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah dipengaruhi, karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang dia lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan sebagainya.

6) Perkembangan teknologi modern

Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai dengan mereka.35

Jadi remaja masih perlu banyak mendapat bimbingan dan arahan. Peran orang tua, kiai dan para ustadz serta lingkungan sangat berpengaruh dalam mempersiapkan remaja agar jadi orang yang baik, yeng dibekali dengan penanaman akidah, ibadah, dan ahlak yang mulia. Dengan bekal inilah mereka akan selamat dalam mengarungi dahsyatnya dan derasnya gelombang pasang kehidupan yang telah menerpa mereka saat ini dan masa datang.

35

http://yana-anggraini.blogspot.com/2012/10/perkebangan-moral-remaja.html/diakses 21 April 2015


(60)

50

2. Indikator Variabel (Y) Peningkatan Moral

Dalam penelitian ini indicator variable (Y) di bagi dalam 4 indicator yaitu sebagai berikut:

a. Berkata jujur

Berkata benar, adalah suatu kebiasaan yang baik, suatu sifat yang luhur, tumpuan akhlak dan budi pekerti yang tinggi. Ia adalah tanda kesempurnaan akal dan kemantapan watak.

Sifat atau kebiasaan berkata benar, menjamin keamanan pergaulan hidup dan ketentraman masyarakat. Ia mempererat hubungan serta mempertebal kepercayaan di antara sesama kawan, sesama keluarga dan sesama warga masyrakat. Ia harus dimiliki oleh setiap orang, alim, hakim, pegawai, pedagang bahkan semua manusia yang masih ingin bergaul dan berkumpul dengan sesamanya di dalam sesuatu kelompok kampung, desa, kota dan negara.36

Berlaku jujur dengan perkataan dan perbuatan, mengandung makna, berkata harus sesuai dengan yang sesungguhnya. Dan sebaliknya jangan berkata yang tidak sesuai dengan yang sesungguhnya. Dan perkataan itu disesuaikan dengan tingkah laku perbuatan, sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. At-Taubah ayat 119.

ع م اوُنوُك و ه للا اوُق تا اوُن م آ نيِذ لا ا هُ ي أ ا ي

يِقِدا صلا

ُ

۱۱۷

َ


(61)

51

Artinya: “hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”

Agama Islam menganggap kebiasaan berdusta adalah suatu kebiasaan yang buruk, bahkan menganggapnya sebagai salah satu sifat dan kebiasaan orang-orang kafir. Islam melarang para penganutnya berdusta dan mengancam pelakunya dengan siksaan yang pedih.37

Kalaulah kita melakukan sesuatu tidak jujur kemudian mujur serta berhasil, janganlah beranggapan bahwa semua itu karena kepandaian dan kecerdikan kita, tetapi yakinlah bahwa karena Allah yang maha melihat masih menutupi kejelekan kita.38

b. Ramah tamah dan sopan santun

Agama Islam telah memberi pedoman dan petunjuk bagi umat

manusia bagaimana mereka harus bergaul, bermu’amalah dan berhubungan satu dengan yang lain di dalam suatu masyarakat dan dunia, di mana tiap pribadi merasa aman, tenang dan tentram, karena ia tahu bahwa ia dikelilingi oleh sesama manusia yang beradab, bertata krama, tolong menolong, sayang menyayang, cinta menyintai dan bukannya oleh makhlik-makhluk yang liar dan buas yang hanya mencari kesempatan untuk menerkamnya.39

37

Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani-Moral-Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) h. 210

38

Sofyan Sauri, pengembengan kepribadian, ( Bandung: media hidayah, 2006) h. 192

39

Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani-Moral-Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) h. 220


(62)

52

Di antara petunjuk-petunjuk dan ajaran-ajaran yang diberikan oleh Islam itu ialah bahwa orang harus bersikap lemah lembut, sopan santun dalam pergaulannya dengan sesama manusia, tidak usah menggunakan kekerasan atau kekejaman dalam kata-kata maupun dalam tindak dan geraknya.

Bentuk moral terhadap diri sendiri adalah bagaimana manusia memperlakukan diri sendiri yang esensinya adalah untuk orang-orang yang ada disekitarnya. Kaum muslimin percaya bahwa kebahagiaan di dunia dan akhirat bergantung pada perilaku dan adab terhadap diri sendiri dan pada kesusian serta kebersihan jiwa. Begitu juga dengan kesengsaraan disebabkan kerusakan dan kotoran jiwa hal ini nyata dalam firma Allah dalam Al-Qur’an surat Asy-Syam (91) 9-10:

اَاكَز ْنَم َحَلْ فَأ ْدَق

ُ

۷

َ

اَاسَد ْنَم َباَخ ْدَقَو

ُ

۱۱

َ

Artinya: “sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,

dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” c. Bersikap peduli atau empati

Sejak dulu para ahli filsafat mengangkat nilai empati itu sebagai suatu kekuatan moral yang secara kompak dijunjung tinggi oleh masyarakat (lihat pandangan pendahulu, Hoffman, 1952a). Moralitas empatik itu memberikan landasan motif yang paling dapat dipercaya untuk menolong, untuk memperhatikam dan mempedulikan orang lain,


(63)

53

pengambilan keputusan moral yang jelas, manakala berbagai perilaku harus diperbandingkan atau mungkin ini merupakan keterbatasan ruang lingkup moralitas empatik yang paling umum. Hume (1751-1957).

Dalam kehidupan ini bersosialisasi memang sangat penting karena itu merupakan bagian dari ajaran agama. Dalam Islam sendiri banyak ayat yang menjelaskan tentang pentingnya sosialisasi termasuk dalam QS. An-Nisa ayat 1.

َو اَهَجْوَز اَهْ نِم َقَلَخَو ٍةَدِحاَو ٍسْفَ ن ْنِم ْمُكَقَلَخ يِذلا ُمُكبَر اوُق تا ُسانلا اَه يَأ اَي

ثَب

ُكْيَلَع َناَك َهللا نِإ َماَحْرَْْاَو ِهِب َنوُلَءاَسَت يِذلا َهللا اوُق تاَو اءاَسِنَو ااريِثَك اًاَجِر اَمُهْ نِم

ْم

اابيِقَر

ُ

۱

َ

Artimya: “hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya dan dari diri keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu samalaim, dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Manusia adalah makhluk makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. keran manusia menjalakan perannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.


(64)

54

Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kwajibanya di dalam kebersamaan.

Fazlur Rahman berpendapat bahwa inti ajaran agama adalah moral yang bertumpu pada keyakinan kepercayaan kepada Tuhan (habl min Allah) dan keadilan serta berbut baik dengan sesama mabusia (habl min a-Nas). Pendapat ini mencerminkan bahwa manusia tidak akan lepas dari ketiga hal tersebut. Moral kepada mahluk lain/lingkungan manusia diberi kemampuan oleh Allah SWT agar selalu merawat bumi isinya untuk selalu menjaga keseimbangan alam.

Manusia merupakan bagian dari alam dan lingkungan, karena itu umat Islam diperintahkan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan hidupnya. Sebagai mahkluk yang ditugaskan sebagai khalifatullah fil ardh, manusia dituntut untuk memelihara dan menjaga lingkungan hidunya. Karena itu, berakhlak terhadap lingkungan hidup sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Beberapa perilaku yang menggambarkan akhlak yang baik terhadap lingkungan hidup antara lain, memelihara dan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat, menghindari pekerjaan yang menimbulkan kerusakan lingkungan.40


(1)

128

Kegiatan shalat jama’ah, shalat malam di pondok pesantren

mahasiswa Al-Jihad sangat ditekankan. Pengasuh juga menyiadakan tenaga pembantu yaitu satpam untuk mendisiplakan kegiatan tersebut.

Banyak sekali manfaat yang bisa diambil jika kegiatan tersebut benar-benar dilakukan dengan maksimal. Manfaat segi rohani tidak bisa dipungkiri yaitu akan menjadikan hati lebih tenang dan Allah akan memberikan balasan tersendiri. Dari segi moral, santri akan terbiasa menjalankan aktifitas secara disiplin dan bertanggung jawab dengan semua hal yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

Ada kegiatan lain yang juga diprioritaskan yaitu mengaji kitab

kuning. Dalam kegiatan ini santri mengikuti kajian kitab kuning ba’da

shubuh sesuia jadwal yang sudah di tetapkan. Kajian kitab kuning

menjelaskan syari’at Islam dan hal-hal yang dilarang maupun yang diperbolehkan. Kegiatan sunnah seperti yang dilakukan Nabi dan bagaimana menjaga hati agar terhindar dari penyakit hati. Semua itu akan dibahas dalam kajian kitab kuning. Kegiatan ini memberikan dampak moral kepada kepribadian santri untuk lebih tawadhu dan sopan dalam bertuindak.

Jadi dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan di pondok pesantren mahasiswa Al-Jihad Surabaya ini dampak yang didapat sangat baik. Santri lebih bertanggung jawab, disiplin, jujur, dan mempunyai rasa peduli dan empati.


(2)

129

3. Pengaruh kegiatan religius terhadap peningkatan moral santri putri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kegiatan religius terhadap peningkatan moral santri putri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya, dengan menggunakan analisis data regresi linier sederhana.

Peneliti melakukan analisis dengan menggunakan angket. Kemudian peneliti melakukan pengumpulan data dari angket yang sudah disebarkan kepada 45 responden.

Metode analisis data digunakan analisis statistik SPSS versi 16, bahwa antara pengaruh kegiatan religius dan peningkatan moral santri terdapat pengaruh. Terdapat 96,4% variabel peningkatan moral dipengaruhi oleh variabel kegiatan religius, sisanya sebesar 3,6% dipengaruhi oleh variabel lainya.

Sehingga kesimpuln akhir dapat diketahui bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya kegiatan religius berpengaruh terhadap peningkatan moral santri putri pondok pesantren mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

B. Saran-saran

Dari hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat diajuhkan saran-saran sebagai berikut:


(3)

130

1. Bagi santri, hendaknya terus berusaha untuk meningkatkan moral dengan cara lebih aktif dalam mengikuti kegiatan religius yang sudah menjadi kegiatan rutin di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya.

2. Bagi peneliti selanjutnya, untuk lebih memantapkan hasil penelitian ini. Perlu dilakukan penelitian yang sejenis dengan populasi yang lebih luas dan melibatkan faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi peningkatan moral.

3. Pihak Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya diharapkan untuk meningkatkan kualitas yang lebih menitik beratkan pada Ahklaqul karimah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Adalah, Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Pendidikan Moral Dalam Perspektif Islam dan Psikologi Oleh Siti Rodiyah Dosen STAIN Jember. Volume 10, Nomor 1, April 2007, Jember: STAIN Jember Press

Arifin, Zainal, Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Jakarta: Rineka Cipta, 1998

________________, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: Rineka Cipta, 2006

Basyaiban, Muhsin, Sunah Harian Rasulullah Yogyakarta: Pinang Merah, 2013 Bertens, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000

Berwarna kuning, karena memang kertasnya yang berwarna kuning atau putih karena dimakan usia maka warna itupun telah berubah menjadi kuning. Masdar F.

Mas’udi, PergaulanPesantren, (Jakarta: P3M)

Ensiklopedi Islam 4 NAH-SYA Jakarta: Iktiar Baru Van Hoeve, 2000

Faisal, Sanapiah, Metodelogi Penelitian Pendidikan Surabaya: Usaha Nasional, 1982 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset,1989

Haedari, Amin dkk, Masa Depan Pesantren, Jakarta: IRD Press, 2004

Hajar, Ibnu, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999

Hartati, Dkk, Islam Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004 Labib Mz, Kumpulan Shalat Sunnah Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2003

Monks, Dkk, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2006

Muda, Ahmad A. K., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Reality Publisher, 2006


(5)

Muhni A. Iman, Djuret, Moral dan Religi, Yogyakarta: Kanisius, 1994

Munawar, Said Agil Husin Al, Aktuakisasi Nilai-nilai Al-Qur’an Dalam Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2003

Partanto, Pius A, dkk, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994 Poedjawiyatna, Etika filsafat tingkah laku, Jakarta: Rineka cipta, 2003

Putra, Muhammad Syah, 9 Sunnah yang utama, Surabaya: Quntum Media, 2014 Rahardjo, M. Dawan, Pergulatan Dunia Pesantren, Jakarta:P3M,1985

Ridwan dan Sunarto, Pengantar Statistika; Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2009

Ridwan, M.B.A, Metode dan Teknik menyusun Tesis Bandung: Alfabeta, 2007

Sabiq, Sayid, Islam Dipandang dari Segi Rohani-Moral-Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 1994

Salaiman, Wahid, Analisis Regresi Menggunakan SPSS (Contoh Kasus dan

Pemecahannya). Yogyakarta: Andi, 2004

Sauri, Sofyan, Pengembangan Kepribadian, Bandung: Media Hidayah, 2006 Siradj, Sa’id Al dkk, Pesantren Masa Depan, Cirebon: Pustaka Hidayah, 2004

Soemanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Aplikasi Metode Kuantitatif dan Statistik Dalam Penelitian Yogyakarta: Andi Offset Ed. II, 1995

Sudirman, A.M., 2001, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sudirman, Pilar-Pilar Islam, Malang:Uin Maliku, 2012

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Bandung: Alfabeta, 2007

Sugiyono, Statistik untuk Pendidikan Bandung: Alfabeta, 2010 Suryabrata, Sumadi, Metode Penelitian Jakarta: Rajawali, 1987


(6)

____________, Metodologi Penelitian Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998 Syafaat, Aat Dkk, Peranan Agama Islam, Serang: Pt Raja Grafindo Persada, 2008

Syu’abi, Ali Gils Kibil, Meluruskan Radikalisme Islam Jakarta: Pustaka Azhary, 2004 Tjahjadi, Lili, Hukum Moral Yogyakarta: Kanisius, 1991

Wahid, Abdurrahman, Masa Depan Pesantren, Cirebon: Pustaka Hidayah

Wahyudi, Ari, Pengantar Metodologi Penelitian Unesa University Press Anggota IKAPI, 2005

Warsito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Yusuf, Syamsu, Psikologis Anak Dan Remaja, Bandung: PT. Rosdakarya, 2004 Zuhri, Moh., Kunci Ibadah dengan Bimbingan Shalat Lengkap

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putera, 2000 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesi, Jakarta: Balai Pustaka, 1989

http://Herujulianto89.blogspot.com/2013/12/tanggung-jawab.html/diakses 02 Mei 2015

http://www.unjabisnis.net/pengertian-pemahaman -diri.html. 21 april 2015

http://yana-anggraini.blogspot.com/2012/10/perkebangan-moral-remaja.html/diakses 21 April 2015