Peran “komunitas “orong-orong” dalam pengembangan tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah al-ustmaniyah di Kecamatan Gresik tahun 1988-2005 M.

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)

Oleh: Muhammad Irfan

A02213067

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian sejarah yang berjudul Peran Komunitas “Orong-Orong” Dalam Pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah Di Kecamatan Gresik Tahun (1987 M -2005 M). Yang menjadi fokus pembahasannya adalah tentang (1) Sejarah Komunitas Orong-Orong (2) Ajaran, Amaliyah, dan kegiatan Komunitas Orong-Orong (3) Peran Komunitas Orong-Orong dalam pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah.

Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan metode historis, yaitu suatu langkah atau cara merekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis (sejarah) dan bersifat kualitatif. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori developmentalisme dari Sartono Kartodirjo. Dimana teori ini mengemukakan tentang bahwa masyarakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan, suatu proses adaptasi terhadap lingkungan, serta lebih efektif mempunyai tujuan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, (1) Komunitas Orong-Orong

terbentuk berawal dari pertemuan anak jalanan dengan KH. Achmad Asrori pada tahun 1988 M. Di rumah KH. Achmad Asrori mereka berbincang-bincang hingga tercetus nama Orong-Orong oleh KH. Asrori, dikarenakan kehidupan anak jalanan tersebut sama dengan kehidupan hewan Orong-Orong dimana hewan tersebut beraktifitas di malam hari sama halnya yang dilakukan anak jalanan tersebut yang suka begadang di malam hari. (2) Ajaran, amaliyah Komunitas Orong-orong yang diberi pengarahan secara langsung oleh KH. Achmad Asrori yaitu dengan menekankan pada akhlak dan adab, karena dengan ahklaq dan adab yang baik kita dapat bersimpuh di

hadirat Allah SWT. (3) Peran Komnunitas Orong-orong dalam

mengembangkan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah di Kecamatan Gresik dengan cara pendekatan secara individu anggota komunitas, hingga pembuatan Majlis Dzikir di desa-desa Kecamatan Gresik seperti Desa Kroman, Karang Poh, Terate, Bedilan, Sukorame.


(7)

ABSTRACT

This thesis is the result of historical research entitled The Role of

Orong-orong Community In Development of Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah In Gresik Sub-district Year (1987-2005 AD). The focus of the

discussion is about (1) History of Orong-orong Community.(2) Teachings,

Practice, and Orong-orong Community Activities.(3) The Role of

Orong-orong Community in the development of the Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah Order.

To answer the above problems the author uses the historical method, which is a step or way to reconstruct the past in a systematic and objective. This study uses a historical approach and is qualitative. While the theory used is the developmentalism theory of Sartono Kartodirjo. Where this theory suggests that people experience growth and development, a process of adaptation to the environment, and more effectively have a purpose.

The results of this study concluded that, (1) Orong-Orong community formed from the meeting of street children with KH. Achmad Asrori in 1988 M. At the house of KH. Achmad Asrori they chatted to the name of Orong-Orong by KH. Asrori, because the life of the street children is the same as the life of Orong-Orong animals where the animals do the activities at night as well as those street children who like to stay up at night. (2) Doctrine, amaliyah Orong-orong community directed by KH. Achmad Asrori is by emphasizing on morals and adab, because with ahklaq and adab good we can kneel in the presence of Allah SWT. (3) The role of Orong-orong community in developing Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah in Gresik Sub-district by individual approach of community members, to the making of Majlis Dzikir in the villages of Gresik Sub-district such as Kroman Village, Karang Poh, Terate, Bedilan, Sukorame.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERNYATAAN KEASLIAN...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

TRANSLITERASI ...v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR ...viii

ABSTRAK ...x

DAFTAR ISI...xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah...5

C. Tujuan Penelitian ...5

D. Kegunaan Penelitian ...5

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ...6

F. Penelitian Terdahulu ...8

G. Metode Penelitian ...11

H. Sistematika Pembahasan...19

BAB II: SEJARAH KOMUNITAS ORONG-ORONG A. Terbentuknya Komunitas Orong-Orong ...21

B. Metamorosis Nama dari KACA, Orong-Orong, dan Al-Khidmah ...26

1. Nama Kaca (1989–1990 M)...26

2. Dari Kaca Menjadi Orong-Orong (1990–1992 M) ...28

3. Dari Orong-Orong Hingga Al-Khidmah (1992-2005 M) ...31

BAB III: AJARAN, AMALIYAH, DAN KEGIATAN KOMUNITAS ORONG-ORONG A. Ajaran Komunitas Orong-Orong ...41


(9)

2. Adab ...44

B. Amaliyah Komunitas Orong-Orong Dalam Thoriqoh Qodiriyah Wan Naqsabandiyyah Al-Ustmaniyyah ...47

1. Penjelasan Murid ...47

2. Majlis Al Khushushy Al Khotmy ...50

3. Dzikir Thoriqoh Qodiriyah Wan Naqsabandiyyah Al Ustmaniyyah ...54

4. Amalan Pada Bulan Ramadhan...59

C. Kegiatan Orong-Orong Di Kecamata Gresik ...59

1. Istighosah ...59

2. Majlis Dzikir Maulid Dan Manaqib Serta Ta’lim...60

3. Majlis Haul ...62

BAB IV: PERAN KOMUNITAS ORONG-ORONG DALAM PENGEMBANGAN THORIQOH QODIRIYAH WA NAQSABANDIYAH AL-USTMANIYYAH A. Faktor Yang Mendorong Komunitas Orong-Orong Dalam Mengembangkan Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsabandiyyah Al-Ustmaniyyah ...65

1. Faktor Kondisi Sosial Mayarakat Kecamatan Gresik ...65

2. Faktor Kebutuhan Pemahaman Agama Masyakat Kecamatan Gresik ...67

B. Peran Orong-Orong Dalam Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsabandiyyah Al-Ustmaniyyah ...68

1. Penjaringan Anggota Komunitas Orong-Orong ...68

2. Membuat Majlis Hingga Mengikuti Kegiatan Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyyah ...72

3. Jumlah Pengikut Thoriqh Qodiriyah Wa Naqsabandiyyah Al-Ustmaniyyah ...78

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ...81

B. Saran ...83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunitas merupakan kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan interest yang sama. Dalam hal ini ada komunitas di wilayah Gresik dimana komunitas ini merupakan suatu komunitas anak jalanan terdiri dari arek enom mbeling (anak muda nakal) kesehariannya suka mabuk, judi dan ada juga yang merupakan seniman music dan pelukis melebur menjadi satu menjadi komunitas yang bernama Orong-orong.

Orong-orong terbentuk berawal dari hijrahnya K.H. Achmad Asrori Al-Iskhaqy di Desa Sukodono Gresik dimana beliau mendekati anak jalanan perlahan-lahan agar mereka dikit demi sedikit meninggalkan kebiasaan buruknya. Penamaan Orong-orong juga merupakan penamaan yang diberi oleh K.H. Achmad Asori Al-Ishaqy dimana Orong-orong sendiri diambil dari nama hewan kecil yang melakukan kegiatan mengorek-ngorek tanah pada malam hari dan ini menjadi sebuah filosofi terhadap pengambilan nama komunitas tersebut yang mempunyai makna agar orang-orang dalam komunitas tersebut giat beribadah di tengah malam menuju jalan Allah SWT, dan kebanyakan para anggotanya suka begadang di tengah malam sama hal nya dengan hewan orong-orong yang


(11)

beraktifitas dimalam hari.1. Fenomena ini perlu dikaji lebih jauh, agar dapat diperoleh pemahaman yang bermakna.

Ajaran tarekat, dewasa ini lebih banyak dikenal dalam organisasi-organisasi berbagai macam tarekat. Ajaran tarekat itu berkembang dan diterima oleh para pemeluk Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di Jawa pada abad 17 dan 18. Gabungan tarekat Qadiriyah dengan Naqsabandiyah pun telah diamalkan oleh syekh termasyhur yaitu Ahmad Khatib ibn Abd Al-Ghaffar Sambas yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad 19.2

Salah seorang penerus dan pengembang Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Al-Ustmaniyah. Al-Utsmaniyah dinisbatkan karena tarekat yang dibawa ayahnya yaitu KH. Mumammad Utsman al Ishaqi. KH. Achmad Asrori al-Ishaqi adalah pendiri dan pengasuh pondok pesantren Assalfi Al-Fithrah yang berada di Kota Surabaya, dan memiliki organisasi besar bernama Jama’ah al-Khidmah yang tersebar di berbagai pelosok nusantara. Ajaran tasawuf K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy, nampaknya sederhana dan mengena ke masyarakat. Ini terbukti dengan hadir nya ribuan jama’ah, mana kala ia menyampaikan taushiyah. Meski jama’ah ini juga merupakan bentukannya, namun tak dapat dipungkiri bahwa banyak di antara mereka hanya simpatisan, yang bukan merupakan anggota tarekat yang dipimpinnya, yang tertarik mengikuti kegiatan karena dorongan kebutuhan akan spiritualitas, dan sosok santun sang

1

Khusnul Hadi,Wawancara, Gresik, 9 Oktober 2016. 2


(12)

kiyai. Selain itu, jama’ah ini dibentuk untuk mewadahi masyarakat dalam mengabdi kepada Allah Swt, mensuri tauladani baginda Rasul SAW dan juga menegakkan ajaran-ajaran ulama salafus solih.3

Dalam kegiatan spiritual K.H. Achmad Asrori Al-Ishaqy tergolong sangat welas asih tidak menekankan terhadap jama’ah secara langsung untuk melakukan kegiatan spiritual tarekat melainkan bertahap seperti yang dilakukan KH. Achmad Asrori kepada komunitas orong-orong dimulai dengan pengajian rutin dari rumah kerumah hingga berkembang menjadi suatu pengajian besar yang di kenal saat ini dengan nama Majlis Dzikir Jamaah Al-Khidmah. peran Orong-orong sangat besar dalam perluasan dakwah tarekat qodriyah wa naqsabandiyah al-utsmaniyah yaitu dengan mengajak anak jalanan lainya dengan tidak begitu memaksa yaitu mengikuti acara rutinan tahlil, bermain musik, cangkru’an dan melakukan aktifitas lainnya yang diminati para pemuda pada masa itu.

Ketertarikan anak jalanan terhadap sosok KH. Achmad Asrori yaitu tertarik pada ceramah beliau yang mana bisa menjawab persoalan-persoalan duniawi maupun rukhaniyah sehingga dapat menyentuh hati tiap-tiap orang yang mendengarkannya. Adapun kegiatan spiritual Komunitas Orong-orong yaitu mengadakan rutinitas istighosa tahlil disertai dengan tausiyah/ceramah dari KH. Achmad Asrori, lama kelamaan rutinitas itu mulai di minati oleh banyak pemuda, sehabis itu KH. Achmad

3

Ahmad Asrori al-Ishaqy,Tuntunan dan Bimbingan Hadhrotusy syaikh Achmad Asrori Al Ishaqy, RA(Surabaya: Al Khidmah, 2011), 14.


(13)

Asrori menambah dengan kegiatan spriritual lainya seperti bai’at, manaqib,dzikir fida’, khususiyah, maulid, mubayaah, dan haul-haul ditiap desa yang ada di sekitar Kecamatan Gresik.4

K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy dalam ajaran tasawufnya, terlihat lebih menekankan adab. Menurutnya, Adab adalah kunci pintu menuju Allah, jika tidak ada adab, maka kita tidak dapat memasuki pintu menuju Allah, dan kita tidak bisa sampai dan disampaikan bersimpuh di hadirat Allah SWT.5 Meski demikian, ajaran tasawuf KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy, cenderung praktis. Seperti halnya yang diajarkan pada komunitas orong-orong untuk menyelaraskan kehidupan buruknya dengan diselingi ingat kepada Allah SWT melalui dzikir. Dalam hal ini komunitas Orong-orong berperan dalam penjaringan masa, merangkul anak jalanan bertujuan untuk beribadah dan selalu ingat kepada Allah dengan berdzikir. Dzikir yang diajarkan adalah dzikir tauhid yang dapat menguatkan akidah dan keimanan seseorang, jiwa akan hidup dan akal akan selamat. Selain itu fisik akan selalu sehat, karena keimanan merupakan tulang yang mampu membawa manusia dari keputusasaan kepada semangat yang kuat dan dari kekacauan kepada ketenteraman. Seseorang yang beriman akan merasakan bahwa ketenteraman itu memenuhi ruang jiwanya. Di tengah berbagai krisis kehidupan yang serba materialis, sekular serta kehidupan yang

4

Khusnul Hadi, Wawancara, Gresik, 9 Oktober 2016. 5

Achmad Asrorial-Ishaqy, Al-Muntakhabat fi Rabithah al-Qalbiyyah wa Shilah al-Ruhiyyah


(14)

sangat sulit secara ekonomi maupun psikologis, ajaran tasawuf KH. Achmad Asrori al-Ishaqy dapat menjadi obat penawar ruhaniah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitihan ini mengangkat suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah munculnya komunitasOrong-orong?

2. Apa saja ajaran, amaliyah dan kegiatan komunitasOrong-orong? 3. Bagaimana perananya dalam pengembangan Tarekat Qadiriyah Wa

Naqsyabandiyah Al-Utsmniyah di Kecamtan Gresik ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam penelitihan ini memiliki tujuan sebagai berikut:.

1. Mengetahui sejarah munculnya komunitasOrong-orong.

2. Mengetahui ajaran, amaliyah dan kegiatan komunitasOrong-orong. 3. Peran komnitasOrong-orongdalam pengembangan Tarekat Qadiriyah

Wa Naqsyabandiyah Al-Usmaniyah di Kecamatan Gresik.

D. Kegunaan Penelitihan

Peran komunitas Orong-orong dalam pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah Di kecamatan Gresik yang satu ini menarik untuk dibahas lebih lanjut, sebab sebelum Jama’ah Al-Khidmah terbentuk Orong-orong yang berperan dan menjadi benih awal


(15)

munculnya jama’ah tersebut hingga berkembang diberbagai pulau di Indonesia maupun luar negri seperti Singpura, Malaysiah, Thailand, Makkah dll, banyak sekali upaya yang dilakukannya dalam pengembangan jama’ah, agar dapat diterima oleh masyarakat di satu sisi, dan memenuhi kehausan masyarakat akan spiritualitas di sisi lain. Agar dapat menjadi sumbangan pemikiran keagamaan guna menambah wawasan khasanah ketasawufan, maka peneliti melakukan penelitian lanjut dengan judul, ”PERAN KOMUNITAS “ORONG-ORONG” Dalam Pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Usmaniyah Di kecamatan Gresik Tahun 1988 M - 2005 M)”. Jama’ah yang dikomandoi oleh KH. Achmad Asrori al-Ishaqy yang mengalami perkembangan cukup pesat dalam waktu yang relatif singkat (1988 M – 2009 M), yang gerakannya nampak hampir ada di seluruh provinsi di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri, ini sungguh menarik.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini ialah pendekatan sosiologi dan teori peranan sangat penting digunakan sebagai basis analisis dalam penelitian Menurut Sartono Kartodirdjo, yakni deskripsi dalam sejarah sosial sebagai peta sosial gejala sejarah akan mencakup golongan


(16)

sosial, jenis hubungan sosial, pelapisan sosial, peranan dan status sosial, dan lain-lain.6

Hal ini sebagai mana yang di jelaskan oleh Dudung Abdurrahman, bahwa pendekatan sosiologi adalah sebuaah penggambaran peristiwa masa lalu yang di dalamnya akan terungkap segi-segi sosial, yakni membahas golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial, pelapisan sosial, peranan dan status sosial, dan sebagainya.7

Oleh karenanya pendekatan sosiologi dan konsep peranan sangat relevan untuk penulisan penelitian ini. Dengan menggunakan pendekatan sosiologi yang dimaksud akan membantu untuk mengungkap peranan yang dilakukan komunitas Orong-orong dalam pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyyah Al-Ustmaniyyah.

Selain pendekatan, teori juga sangat penting di dalam sebuah penelitian sosio-historis yang akan penulis lakukan untuk mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaan bagaimana sebuah peristiwa itu bisa terjadi. Sebuah teori berfungsi sebagai eksplanasi suatu fenomena sosial yang berarti teori itu akan menjelaskan peristiwa yang sudah terjadi, memprediksikan sesuatu yang akan terjadi dan juga akan mengontrol

ataupun mempengaruhi peristiwa yang akan terjadi.8

6

Sartono Kartodirjo,Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 5.

7

Dudung Abdurahman,Metodologi Penelitian Sejarah (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), 22.

8


(17)

Di dalam penelitian ini teori yang relevan digunakan untuk

menjelaskan tentang PERAN KOMUNITAS “ORONG-ORONG” Dalam

Pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah Di

Kecamatan Gresik Tahun 1988 M -2005 M adalah teori

developmentalisme dari Sartono Kartodirjo.9 Teori ini menggambarkan

bahwa masyarakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan, suatu proses adaptasi terhadap lingkungan, serta lebih efektif mempunyai tujuannya.

Dalam skripsi ini, teori developmentalisme dipakai untuk

menjelaskan terjadinya pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa

Naqsabandiyyah Al-Ustmaniyyah di kecamatan Gresik. Yang mana

komunitasOrong-orongbisa menarik banyak pengikut Tarekat Qodiriyah

Wa Naqsabandiyyah Al-Ustmaniyyah atas perintah KH. Ahcmad Asrori sebagai guru mursyid. Dan juga berhasil mengubah anak jalanan yang awam akan syari’at Islam menjadi mengerti tentang agama. Selain itu disertai prilaku para penganut tarekat menjadi lebih baik dilingkungannya. Sehingga tidak jarang orang luar anggota tarekat, melihat perubahan itu menjadi mempunyai keinginan untuk menjadi anggota tarekat.

F. Penelitihan Terdahulu

Memang sudah cukup banyak informasi tentang tokoh dan organisasi yang berkaitan dengan objek penelitian tentang KH. Achmad 9Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), 162.


(18)

Asrori Al-Ishaqy dan juga Jama'ah Al-Khidmah sudah pernah dilakukan oleh generasi sebelum penulis, namun focus pembahasannya berbeda. Diantara penelitian-penelitian yang sudah membahas tentang KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy dan juga Jama'ah Al Khidmah, sebagai berikut:

1. Kusairi, “KH. Ahmad Asrori (studi historis tentang kemursyidan tarekat qadiriyah wa naqsabandiyah al usmaniyah di pondok pesantren al fitrah kedinding surabaya pada tahun 1985-2005)”10, Surabaya: Skripsi mahasiswa jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012. Isi: Pada skripsi Kusairi ini fokusnya kepada biografi KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy sampai beliau diangkat sebagai mursyid menggantikan ayahandanya KH. Muhammad Usman al-Ishaqy. Selain itu pada skripsi ini juga membahas tentang pendidikan di Pondok Pesantren Assalafi Al Fitrah, sedangkan pada tulisan skripsi ini tidak

terfokus pada sejarah komuntasOrong-orongdan peranannya.

2. Mokh. Sya`rani yang berjudul Pemikiran Tasawuf Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy Kajian terhadap Pengajian Tasawuf Program Mutiara Hikmah Radio Rasika FM Semarang.11 Penelitian ini cukup relevan dengan kajian yang akan peneliti lakukan. Memang tidak secara spesifik membahas mengenai system pengembangan tarekat

10Kusairi,“KH. Ahmad Asrori (studi historis tentang kemursyidan tarekat qadiriyah wa

naqsabandiyah al usmaniyah di pondok pesantren al fitrah kedinding surabaya pada tahun 1985-2005)”(Skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya. 2012)

11

Mokh Sya`rani, “Pemikiran Tasawuf Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy: Kajian terhadap Pengajian Tasawuf Program Mutiara Hikmah Radio Rasika FM Semarang” (Tesis, Pasca Sarjana IAIN Walisongo, Semarang, 2003).


(19)

yang dilakukan oleh KH. Achmad Asrori. Ia hanya meneliti tentang pemikiran KH. Achmad Asrori melalui ceramah-ceramahnya yang diputar di Radio Rasika FM. Lokus dari Radio Rasika FM ini mencakup Jawa Tengah, maka penelitian ini bisa dianggap sebagai representasi pemikiran KH. Achmad Asrori al-Ishaqy yang diperuntukkan bagi jama’ah al-Khidmah Jawa Tengah. Sebab, hampir menjadi kesepakatan umum, bahwa Radio Rasika FM ini menjadi sarana komunikasi dan informasi berkenaan dengan al-Khidmah yang ditujukan kepada para jama’ah di tingkat Jawa Tengah. Penelitian ini tidak menyinggung sejarah orong-orong dan peranannya.

3. Skripsi Wiwit 2001 Jurusan SPI, IAIN Sunan Ampel Surabaya, berjudul “Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah di Pondok Pesantren As-Salafi Al-Fitrah Kedinding Kenjeran Surabaya ( studi tentang terapi dzikir)”12. Di dalamnya membahas tentang terapi dzikir yang dilakukan di pondok pesantren As-Salafi Al Fitrah Kedinding Kenjeran Surabaya.

4. Muhamad Amir Yusuf, “Pengaruh Majlis Dzikir Terhadap Keharmonisan Keluarga(Studi Kasus Majlis Dzikir al-Khidmah di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Bantul Yogyakarta)”13, Yogyakarta: Skripsi mahasiswa jurusan al-ahwal asy-syakhsiyyah

12Wiwit, “Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah Al Utsmaniyah di Pondok Pesantren As-Salafi Al-Fitrah Kedinding Kenjeran Surabaya ( studi tentang terapi dzikir)” (Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2001).

13

Muhammad Amir Yusuf,“Pengaruh Majlis Dzikir Terhadap Keharmonisan Keluarga(Studi Kasus Majlis Dzikir al-Khidmah di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Bantul


(20)

Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. Isi: Di dalam skripsi ini Amir Yusuf terfokus terhadap keharmonisan keluarga yang bisa tercipta dengan berdzikir dan dengan mengikuti majlis dzikir Al Khidmah diharapkan keluarga bisa harmonis. Tentu tulisan ini berbeda dengan tulisan penulis yang terfokus terhadap sejarah lahir dan berkembangnya Perkumpulan Jama'ah Al Khidmah.

Dari tulisan di atas, tentu beda dan sangat berbeda dengan tulisan yang akan dipaparkan dalam penelitian skripsi ini, karena pembahasan dalam skripsi ini lebih ditekankan pada Komunitas Orong-Orong dan peranannya dalam perkembangan jama’ah Al-Khidmah Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah di Desa Sukodono Kecamatan Gresik.

G. Metode penelitihan

Oleh karena itu, penelitian ini kemudian diarahkan pada metode pendekatan análisis sejarah, di mana fenomena sosial dengan pendekatan sosiologi, lebih banyak dijadikan bahan kajian. Analisis data dengan pendekatan semacam ini, mengikuti saran Sartono Kartodirdjo. Menurut Sartono Kartodirdjo, pendekatan sejarah intelektual adalah suatu langkah penelitian dengan melakukan pembedaan atas tiga jenis fakta, yaitu artifact (benda). Socifact (hubungan sosial) dan mentifact (kejiwaan). Mentifact


(21)

langsung menyangkut semua fakta seperti yang terjadi dalam jiwa, pikiran atau kesadaran manusia.14

Metode hostoris ialah sebuah penelitian yang tujuannya mendiskripsikan dengan menganalisis peristiwa-peristiwa masa lampau yang bertumpu pada empat langkah diantaranya:15

1. Heuristik

Heuristik merupakan tahapan pertama, yakni kegiatan pengumpulan sumber. Pengumpulan sumber dilakukan penulis melalui survey lapangan, data tertulis berupa dokumen, buku-buku, majalah dan wawancara (interview) langsung. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data yaitu :

a. Sumber primer

Untuk mencari sumber primer yang digunakan sebagai acuan utama dalam penelitian ini, penulis mendapatkan bukti-bukti tertulis yang ditulis oleh KH. Achmad Asrori al-Ishaqy yaitu: Pertama Al-Muntakhabat fi Rabithah al-Qalbiyyah wa Shilah al-Ruhiyyah, (Surabaya: al-Khidmah, 2009) Kedua Ahmad Asrori al-Ishaqy, Tuntunan dan Bimbingan (Surabaya: Al Khidmah, 2011).

14

Sartono Kartodirdjo,Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), 176.

15


(22)

Studi lapangan adalah suatu upaya untuk menghimpun jejak sejarah dengan cara terjun langsung ke lapangan. Teknik ini sangat bermanfaat penulis untuk bahan perbandingan antara data dari berbagai sumber tertulis dengan keadaan sesungguhnya. Penulis melakukan observasi terhadap tempat-tempat yang dijadikan tempat kegiatan tareka Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah. Penulis mengabadikan gambar-gambar dari peninggalan yang sekarang masih ada. Misalnya berupa masjid, pondok, rumah komunitas Orong-orong serta bangunan-bangunan lain yang mempunyai arti sejarah bagi perkembangan tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah. Dari bukti-bukti peninggalan tersebut dijadikan sumber bahan untuk merekonstruksi Peran Komunitas Orong-orong Dalam Pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Di Kecamatan Gresik.

Penulis juga akan menggunakan metode wawancara sebagai sumber lisan dalam penelitian ini. Teknik wawancara bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang berupa tanggapan pribadi, pendapat atau opini serta keyakinan. Metode wawancara juga mencakup cara yang digunakan untuk suatu tujuan khusus dengan cara mencari keterangan atau pendapat secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap dan


(23)

berhadapan muka mengenai apa yang dirasakan, dipikirkan dan diakuinya.

Dalam teknik wawancara ini penulis mendapat sumber-sumber lisan dari beberapa informan pelaku sejarah yang ada dalam Orong-orong yaitu Khusnul Hadi orang sezaman yang sekaligus orang pertama dari perkumpulanOrong-orong. Metode sejarah lisan ini di gunakan sebagai metode pelengkap terhadap bahkan dokumenter.16

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder yaitu tulisan atau kesaksian dari siapapun yang bukan saksi pandangan mata. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan buku-buku literatur yang digunakan sebagai sumber pendukung dalam penulisan skripsi ini, yakni anatara lain : Pertama Aboebakar Atjeh. Pengantar Ilmu Tarekat, Uraian Tentang Mistik (Solo: Ramadhani, 1993), kedua Martin Van Bruinessen,Tarekat Naqsabandiyah Di Indonesia, (Bandung: mizan,1992).

Dan masih banyak lagi buku kepustakaan yang digunakan oleh penulis yang diperoleh dari Perpustakaan Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya, Perpustakaan Wilayah Jawa Timur, Perpustakaan Fakultas Adab dan

16


(24)

Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya, Taman Bacaan pendidikan Sejarah dan lain-lain.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber merupakan tahap kedua setelah melakukan pengumpulan data. Dalam tahap ini penulis menganalisis dan mengkritisi sumber-sumber yang didapat dari komunitasOrong-orong serta melakukan perbandingan terhadap sumber-sumber yang didapat agar mendapatkan sumber yang valid dan relevan dengan tema yang dikaji penulis.

Dari berbagai sumber data yang berhasil diperoleh, tentu saja tidak semuanya dapat diterima. Oleh karena itu diperlukan adanya kritik terhadap data-data yang telah berhasil dikumpulkan. Kritik sumber merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai sumber-sumber yang kita butuhkan dalam arti benar-benar autentik serta benar-benar mengandung informasi yang relevan dalam penulisan sejarah yang disusun. Kritik sumber ini dibagi menjadi dua bagian yaitu :

a. Kritik Ekstern

Kritik Ekstern dapat digunakan untuk menentukan keaslian dan keautentikan suatu sumber sejarah. Dalam penulisan skripsi ini penulis akan melakukan kritik ekstern terhadap sumber yang berupa dokumen, arsip Pada tahapan ini bisa dipandu


(25)

dengan berbagai pertanyaan terhadap keotentikan sumber. Pertanyaan yang penulis ajukan terhadap sumber-sumber yang telah penulis dapatkan itu kepada pelaku komunitas yaitu

orang-orang yang ada dalam komunitas Orong-orong meliputi kapan

sumber itu dibuat, dimana sumber itu dibuat, siapakah yang membuat dan apakah sumber itu dalam bentuk asli ataukah tidak. Dari berbagai macam pertanyaan itu bisa disimpulkan bahwa mana saja sumber-sumber yang layak untuk penulis jadikan rujukan dan juga sumber yang mana yang tidak pantas penulis jadikan rujukan untuk sebuah penulisan sejarah.

b. Kritik Intern

Kritik Intern bertujuan untuk mencapai nilai pembuktian yang sebenarnya dari sumber sejarah. Kritik intern dilakukan terutama untuk menentukan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya atau tidak.17

Kritik intern lebih tegasnya adalah bertujuan untuk menetapkan kesahihan dan dapat dipercaya isi dari sumber itu sendiri. Sumber-sumber sejarah yang telah mengalami kritik ekstern lalu dikritik kembali dengan menggunakan kritik intern. Lantas setelah itu penulis bandingkan dengan wawancara yang penulis dapatkan. Untuk sumber yang berupa wawancara penulis

17

Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah(Jakarta: Pertahanan dan Keamanan Pers, 1992), 21.


(26)

lebih teliti dengan memilih orang-orang yang akan penulis wawancarai mengingat banyaknya informasi yang tidak bisa

dipertanggung jawabkan keasliannya. Setelah semuanya

dilakukan dan penulis memperoleh sumber yang benar-benar layak untuk merekonstruksi sebuah peristiwa masa lampau, maka barulah penulis menyusun sebuah karya Peran Komunitas “Orong-Orong” Dalam Pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah Di kecamatan Gresik.

3. Interpretasi

Setelah sumber-sumber yang didapat dianalisis dan kritisi, tahap selanjutnya yang dilakukan ialah penulis mencoba menafsirkan terhadap sumber yang telah dikritisi dan melihat serta menafsirkan fakta-fakta yang di dapat penulis, sehingga mendapatkan pemecahan atas permasalahan.

Kensekuensi logis di dalam metode sejarah, bahwa sumber-sumber itu kemudian diuji keaslian dan kesahihanya melalui kritik ekstern dan intern. Setelah pengujian dan analisis data dilakukan, maka fakta-fakta yang diperoleh disintesiskan melalui eksplanasi sejarah dari komunitasorong-orong.

Pada tahap ini data yang diperoleh diseleksi, disusun, diberi atau dikurangi tekanannya, ditempatkan dalam suatu urutan untuk mendapatkan penjelasan hubungan. Dalam proses ini tidak semua


(27)

fakta sejarah dapat dimasukkan, tetapi harus dipilih mana yang relevan dengan sistematis pembahasan dari komunitas Orong-orong dan mana yang kurang relevan untuk dijadikan sebagai fakta sejarah. Fakta-fakta sejarah yang telah melalui tahap kritik sumber dihubungkan atau saling dikaitkan pada akhirnya akan menjadi suatu rangkaian yang bermakna.

4. Historiografi

Tahap ini ialah tahap akhir dari penelitian atau sebagai penulisan akhir, yang berupa skripsi sebagai tugas akhir dalam perkuliahan di program study Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.

Tahap ini merupakan bagian terakhir dari metode sejarah. Apabila peneliti sudah membangun ide-ide tentang hubungan satu fakta dengan fakta lain melalui kegiatan interpretasi maka langkah akhir dari penelitian adalah penulisan atau penyusunan cerita sejarah.

Bentuk dari cerita sejarah ini akan ditulis secara kronologis dengan topik yang jelas terkait dengan pembahasan penulisan tentang sejarah Orong-orong, dengan demikian akan mempermudah untuk dimengerti dan dengan tujuan pembaca dapat mudah memahaminya.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga dalam pengumpulan data dilakukan pada natural setting, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak observasi yang


(28)

berperan (participan observasion) serta wawancara mendalam (depth interview).18

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah untuk meruntutkan berbagai bab agar tersusun secara sistematis. Penelitian ini terdiri dari lima bab yang akan dijabarkan garis besarnya sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, BAB ini merupakan sebagai pengantar untuk memasuki wacana-wacana yang akan di bahas secara mendalam. Dalam bab ini akan disampaikan sub bab diantaranya: A. latar Belakang yakni hal-hal yang melatar belakangi diangkatnya tema penulisan.; B. RumusanMasalah, yakni sebagai gambaran dan batasan masalah yang akan dibahas agar tidak terlaluluas.; C. tujuan penelitian; D. kegunaan penelitian; E. pendekatan dan kerangka teoritik; F. metode penelitian; G. sistematika pembahasan.

Bab II : Membahas tentang Sejarah munculnya komunitas

Orong-orong mencakup latar belakang terbentuknya di desa Sukodono

Kecamatan Gresik, metamorfosis nama dari KACA,Orong-orong sampai

dengan Al-khidmah.

Bab III : Pada bab ini akan membahas tentang kegiatan, ajaran,

amaliyah dan juga kegiatan yang dilakukan komunitasOrong-orongdalam

18


(29)

ketarekatan Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah di Kecamatan Gresik.

Bab IV : Di dalam bab ini akan menjelaskan perananya dalam pengembangan tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Utsmaniyah di Kecamatan Gresik yaitu bagaimana komunitas tersebut menjaring masa dan peran dalam membuat majlis dzikir di sekitar Kota Gresik.

Bab V : Bab ini adalah bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan juga saran.


(30)

BAB II

SEJARAH KOMUNITAS ORONG-ORONG

A. Latar Belakang Terbentuknya Komunitas Orong-Orong

Orong-orong merupakan komunitas anak muda yang mana dalam komunitas tersebut terdiri dari berbagai kalangan mulai dari seniman musik, Pelukis anak jalanan yang suka mabuk dan juga anak muda berbagai macam karakter melebur menjadi satu komunitas yang bernama Orong-orong. Latar belakang terbentuknya Orong-orong berawal dari pertemuan seorang pemuda bernama Khusnul Hadi yang merupakan anak jalanan Desa Sukodono Kecamatan Gresik dengan KH. Ahmad Asrori. Pertemuan tersebut terjadi di Desa Tlogo Dendo pada bulan Oktober tahun 1987 M.1

Awalnya Khusnul Hadi yang juga berprofesi sebagai penjual lampu di daerah Desa Tlogo Dendo. Khusnul Hadi bertemu dengan seorang pembeli bernama Yusuf yang berprofesi sebagai dokter. Yusuf merupakan seorang kawan dari Haji Udin yang bertempat tinggal di Surabaya. Haji Udin sendiri adalahjuraganlampu di tempat Khusnul Hadi bekerja. Di hari itu Yusuf membeli banyak lampu dan Khusnul Hadi membantu membawakan lampu tersebut di mobil milik Yusuf. Tanpa


(31)

disengaja, dibelakang mobil Yusuf telah duduk KH. Achmad Asrori. Disini awal pertemuan KH. Achmad Asrori dengan Khusnul Hadi.2

Keesokan harinya Yusuf memesan lampu lagi dan meminta agar Khusnul Hadi mengantarkannya di rumahnya di Surabaya. Akhirnya Khusnul Hadi mengantarkan pesanan tersebut ke Surabaya bersama Haji Udin. Sesampai dirumah Yusuf, Khusnul Hadi kembali bertemu dengan KH. Achmad Asrori.3Dipertemuan tersebut Khusnul Hadi mulai berdialog dengan KH Achmad Asrori.

Disela-sela dialog tersebut KH. Achmad Asrori menawarkan pekerjaan kepada Khusnul Hadi sebagai pegawai yang tugasnya menemani dan mengawal dirinya. KH Ahmad Asrori juga menawarkan gaji yang lebih tinggi dari pekerjaannya sebagai penjual lampu. Sebelum menawarkan pekerjaan kepada Khusnul Hadi, KH. Ahmad Asrori sudah meminta izin kepada Haji Udin supaya Khusnul Hadi bisa dijadikan olehnya sebagai pegawai. Haji Udin mengijinkan Khusnul Hadi untuk menerima tawaran tersebut jika itu memang kehendak dari Khusnul Hadi sendiri. Akhirnya Khusnul Hadi menerima tawaran pekerjaan tersebut dikarenakan gaji yang diterimanya lebih besar dibandingkan gaji sebagai penjual lampu.

Dihari selanjutnya Khusnul Hadi mulai bekerja dengan KH. Achmad Asrori. Dihari pertamanya bekerja, Khusnul Hadi sudah 2


(32)

dihadapkan dengan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Seperti halnya dalam hal berpakaian. KH Achmad Asrori memberinya pakaian seragam berupa pakaian busana muslim seperti baju taqwa, sarung dan peci.

Awalnya Khusnul Hadi enggan untuk memakai pakaian tersebut dikarenakan malu jika dilihat oleh teman-temannya. Sebab menurut Khusnul Hadi, dirinya yang seorang anak jalanan tidak pantas jika harus memakai pakaian busana muslim. Namun dengan perlahan KH Achmad Asrori memberikan pemahaman kepada Khusnul Hadi. Dia mengatakan kepada Khusnul Hadi jika bekerja dengannya, dia harus berpakaian busana muslim. Dikarenakan gaji yang tinggi, akhirnya Khusnul Hadi bersedia memakai pakaian tersebut.4Dalam perjalanan ini anak jalanan yang tidak pernah memakai pakaian yang semestinya dipakai seorang muslim akhirnya mau untuk berpakaian layaknya seorang muslim.

KH. Achmad Asrori mempunyai tiga pegawai. Pertama adalah Pak Arip sebagai pembantu rumah tangga yang menyiapkan makanan dan mencuci pakaian, kedua Pak Kholik yang tugasnya sebagai tukang kebun, dan yang ketiga pegawai barunya yaitu Khusnul Hadi sebagai pengawal KH Achmad Asrori dalam mengisi acara majlis.5 Khusnul Hadi bertugas menemani dan membawakan kitab serta air mineral untuk KH Achmad Asrori.

4


(33)

Seiring berjalannya waktu Khusnul Hadi terketuk hatinya untuk bisa belajar bagaimana tatacara sholat. Dimana suatu ketika banyak orang yang tidak suka dengan kedekatan Khusnul Hadi dengan KH. Achmad Asrori yang dikenal dengan seorang kiyai dan juga seorang mursyid tarekat sedangkan Khusnul Hadi anak jalanan yang suka mabuk-mabukan. Karena Khusnul Hadi malu dengan juragan-nya seorang kiyai maka Khusnul Hadi ingin belajar sholat dimana agar Khusnul Hadi tidak dibenci orang-orang kalau sedang mendampingi KH. Achmad Asrori ketika mengisi acara majlis.6 Maka diberilah Khusnul Hadi oleh KH. Achmad Asrori kitab tentang tatacara melakukan sholat. Selama seminggu Khusnul Hadi mempelajari kitab tersebut dengan bimbingan langsung dari KH. Achmad Asrori. Sehabis itu Khusnul Hadi diperintah oleh KH. Achmad Asrori agar supaya mengajak teman-temannya main kerumah KH. Ahmad Asrori yang ada di Surabaya.

Pada tanggal 30 Desember 1987 M menjelang pergantian tahun Khusnul Hadi pamit kepada KH. Achmad Asrori untuk pulang ke Gresik. Sebab pada malam pergantian tahun Khusnul Hadi diajak oleh teman-temannya untuk mendaki gunung. Namun tawaran dari teman-temanya tersebut ditolak olehnya. Dia mengusulkan kepada teman-temannya agar mengisi acara malam tahun baru di pondok pesantren Darul Ubudiyah dengan tujuan mendengarkan lantunan musik manaqib. Hal tersebut dikarenakan teman-temannya banyak yang menyukai musik. Khusnul


(34)

Hadi berkata kepada temannya kalau di pondok pesantren Darul Ubudiyah di Surabaya ada lantunan musik yang sangat indah yaitu lantunan musik manaqib.7 Disini mulai ada ketertarikan dari teman-teman Khusnul Hadi terhadap musik islami dimana musik tersebut dapat di-aragement ulang kembali menjadi nada dari musik pop.

Setelah mendengarkan musik manaqib Khusnul Hadi mengajak teman-temannya bertemu dengan KH. Achmad Asrori. Diantaranya adalah Khusnul Hadi, Hariyadi, Anam, Mamak, Gusno, Ula, Edi. Mereka disambut dengan hangat oleh KH. Achmad Asrori dengan mengajak ngobrol tentang segala hal mengenai kehidupan dan percintaan anak muda. Dari percakapan ini mereka sangat terkesan dengan jawaban-jawaban serta pemikiran beliau sehingga terjalin hubungan yang akrab diantara mereka dengan KH. Achmad Asrori.8

Lambat tahun suatu hari mereka kembali bertamu dirumah KH. Achmah Asrori. Disana mereka diberi banyak suguhan menu makanan. Setelah berbincang-bincang santai dengan beliau mereka dipersilahkan untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh beliau. Akhirnya mereka menghabiskan makanan tersebut dengan tidak sedikitpun yang tersisa.

Melihat sikap mereka ketika menyantap makanan. KH. Achmad Asrori berkata kepada Khusnul Hadi bahwa teman-temannya itu

ngorong-7


(35)

ngorong.9 Istilah Ngorong-ngorong dalam bahasa jawa memiliki arti kelaparan atau kehausan. Dari sini mulai ada penyebutan nama Orong-orong yang awalnya berasal dari kata ngorong-ngorong yang akhirnya diplesetkan menjadi kata Orong-orong oleh sebagian banyak orang terhadap Khusnul Hadi dan teman-temannya.

B. Metamorfosis Nama Dari KACA, Orong-Orong, dan Al-Khidmah

1. Nama Kaca

Sebelum bernama Orong-orong komunitas anak jalanan ini bernama KACA. Kaca disini bukan berarti kaca cermin ataupun kaca jendela. Namun Kaca adalah kepanjangan dari Karunia Cahaya Agung. Adapun penamaan kaca sendiri bermula dari usulan Khusnul Hadi. Awal mulanya dikarenakan KH. Achmad Asrori hendak berkunjung ke Gresik untuk bertemu dengan Khusnul Hadi beserta teman-temannya.10 Hal tersebut dikarenakan inisiatif dari KH. Achmad Asrori agar Khusnul Hadi dan teman-teman tidak mengeluarkan biaya yang begitu banyak untuk ongkos pergi ke kediaman KH. Achmad Asrori di Surabaya. Sebab dengan jumlah orang yang lebih dari 50 orang, maka banyak pula biaya yang dikeluarkan untuk bisa sampai ke Surabaya. Dari situ muncul inisiatif dari KH. Achmad Asrori untuk datang ke Gresik agar tidak banyak

9Hadi,wawancara, Gresik, 11 November 2016. 10


(36)

beban biaya yang dikeluarkan oleh Khusnul Hadi dan teman-temannya.

Informasi kedatangan tersebut disampaikan oleh Khusnul Hadi kepada teman-temannya. Dari sini Khusnul Hadi bersama lima temannya berinisiatif menggunakan undangan guna memberikan informasi kepada seluruh teman yang lainnya. Dikarenakan sejauh ini aktifitas mereka hanya sekedar kumpul bersama maka belum ada nama resmi dalam perkumpulan tersebut. Akhirnya Khusnul Hadi mengusulkan nama KACA sebagai nama perkumpulannya selama ini.11 Dalam undangan yang ditujukan kepada teman-teman lainnya. Terdapat tulisan KACA yang tertera dalam kop undangan tersebut.

Acara kumpul bersama pertama yang diadakan anak jalanan ini bertepatan dengan munculnya pemberian nama komunitas menjadi Komunitas KACA pada tahun 1989 setelah satu tahun lebih perkenalan Khusnul Hadi dengan KH. Ahmad Asrori. Acara kumpul bersama ini diadakan di Desa Bedilan Kecamatan Gresik kediaman haji Udin dengan dihadiri tujuh puluh lima orang. Acara tersebut dibuka dengan istighosah selanjutnya dilanjutkan dengan forum tanya jawab anggota kepada KH. Achmad Asrori. Anggota sangat antusias mengikuti acara tersebut, mereka tertarik pada forum tanya jawab. Pada saat itu banyak anggota merupakan kalangan pemuda. Mereka para anggota banyak yang bertanya tentang masalah percintaan, beliau


(37)

KH. Achmad Asrori menjawab pertanyaan para pemuda itu dengan sangat bijak. Para pemuda yang hadir dalam acara tersebut semakin tertarik dengan komutitas KACA.

Nama KACA (karunia cahaya agung) mempunyai makna atau filosofi sebagai berikut :

a. Karunia yang artinya belas kasih yang mana belas kasih diberikan Allah kepada hambanya manakala setelah kita mendapatkan sesuatu atau petunjuk tersebut dapat membuat kita semakin dekat dengan Allah.

b. Cahaya artinya sinar yaitu dimana kita diberi cahaya atau nur dari Allah (nur ilahiyah).

c. Agung artinya besar yaitu Maha Besar zat yang memiliki segala kebesaran yang jauh dari sifat-sifat makhluk, zat yang paling sempurna hanya milik Allah.

Jadi arti dari KACA (karunia cahaya agung) adalah belas kasih Allah yang diberikan kepada hambanya menuju jalan yang benar sehingga dalam komunitas tersebut diberikan petunjuk oleh Allah SWT.12

2. Dari Kaca MenjadiOrong-Orong

Setelah nama KACA terbentuk komunitas KACA merubah nama menjadi komunitas Orong-orong pada akhir tahun 1990 M latar


(38)

belakang namaOrong-orong sendiri muncul dari KH. Achmad Asrori ketika ada suatu peristiwa dimana anak jalanan ini berkunjung kerumah beliau disitu mereka dihidangkan berbagai macam makanan. Setelah ngobrol santai dengan KH. Achmad Asrori, teman-teman Khusnul Hadi menyantap makanan tersebut dengan lahap tidak sedikitpun mereka menyisakan suguhan makanan yang telah dihidangkan. Sumber pertama yang diceritakan Khusnul Hadi menyebutkan awal munculnya namaOrong-orong.

Pada saat Khusnul Hadi beserta teman-temannya berkunjung dan sedang menyantap makanan di rumah KH. Achmad Asrori, ia berkata kepada Khusnul Hadi “koncomu ngorong-ngorong yo (teman kamu kelaparan yo), lalu dijawab oleh Khusnul Hadi : Enggeh, rencang kulo panceng ngorong-ngorong”.13

Awalnya Khusnul Hadi dan teman-temannya ketika di suguhkan makanan oleh KH. Ahmad Asrori merasa malu ketika hendak memakannya. Namun ketika di tinggal oleh KH. Achmad Asrori kedalam rumah, makanan tersebut sudah habis dimakan oleh Khusnul Hadi dan teman-temannya. Sehingga ketika KH. Achmad Asrori kembali dan melihat makanan yang sudah habis, terucap kata ngorong-ngorong yang diucapkan oleh KH. Achmad Asrori kepada Khusnul Hadi dan teman-temannya.


(39)

Ngorong-ngorong dalam bahasa jawa (jawa timur) artinya kelaparan/kehausan. Penyebutan nama Orong-orong yang asalnya ngorong-ngorong menjadi sebutan orang-orang disekitar rumah KH. Achmad Asrori menyebut Khusnul Hadi dan temannya dengan sebutan anakOrong-orong.

Selanjutnya dari sumber yang lain mengatakan namaOrong-orong mulai dikenal banyak orang, ketika salah satu teman KH. Achmad Asrori yaitu KH. Safi’i memanggil Khusnul Hadi dan temannya dengan sebutan Orong-orong. Suatu ketikan ada acara dirumah KH. Achmad Asrori menyiapkan banyak hidangan makanan untuk tamunya, pada saat ramah-tamaKH. Safi’i disuruh beliau memanggil Khusnul Hadi dan teman-temannya untuk ikut serta makan bersama.

KH. Safi’i memanggil Khusnul Hadi “Arek Orong-orong dikongkon yai Asrori mangan bareng (Anak Orong-orongdisuruh yai Asrori makan bersama) dan seketika itu KH. Safi’i mendapat gelar dari beliau sebagai ayah dariOrong-orong.”14

Karena banyaknya orang memanggil Khusnul Hadi dan teman-temannya dengan sebutan anak Orong-orong KH. Achmad Asrori setuju dengan sebutan tersebut. Lama-kelamaan nama kaca tenggelam hilang, mulai populer dengan sebutan nama komunitasOrong-orong.


(40)

Adapun penjelasan KH. Ahmad Asrori kepada Khusnul Hadi Orong-orong adalah hewan yang di cintai oleh wali, (hikayat wali songo) seorang wali yang bernama Sunan Demak ketika itu memotong kayu dengan pisau, tidak disengaja leher binatang orong-orong ikut terpotong dan terlepas dari tubuhnya. Merasa kasihan dengan binatang tersebut Sunan Demak menyambung kepala dan tubuh orong-orong dengan kayu kecil, tidak lama kemudian hewan orong-orong tersebut hidup lagi. Penjelasan Khusnul Hadi selanjutnya bawasanya binatang orong-orong merupakan hewan yang beraktifitas dimalam hari dan gemar mengorek-ngorek tanah sama hal nya dengan komunitas Orong-orong banyak anggotanya suka cangkru’an

(begadang) dimalam hari, pada siang harinya tidak ada yang keluar rumah.15

Jadi pengambilan nama Orong-orong yang dijelaskan oleh Khusnul Hadi mempunyai arti atau makna bawasanya komunitas Orong-orong adalah anak jalanan yang beraktifitas dimalam hari (cangkru’an) dan dicintai KH. Achmad Asrori beliau sebagai guru mursyid tarekatQodiriyyah Wan Naqsabandiyyah Al-Ustmaniyah.16

3. DariOrong-OrongHingga Al-Khidmah

Sejalan dengan makin bertambahnya anggota dan tersebar didesa-desa yang ada di Kecamatan Gresik yang mencapai kurang lebih lima 15


(41)

ribu anggota, memerlukan pengaturan dan penanganan yang sangat khusus secara profesional dalam mensamakan dan menyatuhkan detak hati, desah nafas dan langkah tujuan bersama.17 Karena didalam komunitas Orong-orong belum ada kepengurusan yang paten KH. Ahmad Asrori membentuk kepengurusan yang diberi nama Al-khidmah. Nama Al-khidmah menurut Khusnul Hadi artinya melayani/membantu, dari kata-kata melayani yang dimaksud adalah melayani tanpa imbalan diniatkan untuk beramal/shodaqoh.18

Dari keterangan Khusnul Hadi perpindahan nama Orong-orong menjadi Al-khidmah yang sudah beranggotakan kurang lebih lima ribu orang, sembilan puluh persen anak jalanan yang ikut dalam komunitas mulai berhenti meninggalkan kebiasaan buruknya yang suka mabuk-mabukan. Dan mulai ada penggabungan antara murid Kyai sepuh, ayah dari KH. Ahmad Asrori yaitu KH. Muhammad Usman Al-Iskhaqy dalam satu majlis dzikir. Al-khidmah yang awalnya bernama komunitas Orong-orong bertugas sebagai penanggung jawab mengatur pelaksana acara dan murid KH. Muhammad Ustman sebagai imam-imam dalam acara kemajlisan.19 Sumber ini juga didukung sumber lainya yaitu pedoman kepemimpinan dan kepengurusan Al-khidmah menulis tentang pengurus Al-khidmah adalah orang-orang yang telah dipilih dan 17Achmad Asrori,Lima Pilar Utama Soko Guru Tuntunan Dan Bimbingan(surabaya:Rakernas III, 2009), 17.

18


(42)

ditetapkan oleh rapat Al-khidmah, untuk memfasilitasi terselenggaranya kegiatan dan amaliah yang telah ditetapkan dan diamalkan oleh guru thoriqoh atau para ulama’ salafush sholih, pinisepuh pendahulu kita.20

Awal kepengurusan Al-khidmah dibentuk oleh KH. Achmad Asrori sendiri dengan ketua pertama yaitu Bung Rizal pada tahun 1992 M. Dalam kepengurusan Al-khidmah masa jabatan paling lama selama 2 periode dengan catatan waktu 1 periode 3 tahun.21 Sumber dari Khusnul Hadi diperkuat lagi dengan buku pedoman kepemimpinan dan kepengurusan Al-khidmah.

Masa Kerja Dewan Penasihat dan Kepengurusan ATh Thoriqoh dan Al Khidmah disetiap tingkatan :

a. Dewan Penasihat selama sehat wal afiat, jasmani dan rohani, dan mampu berfikir secara bersih dan jernih selamanya bisa dipilih dan didudukan.

b. Setiap 3 tahun sekali diadakan pemilihan dan pembentukan kepengurusan baru .

c. Setiap pengurus hanya bisa dipilih dan duduk di kepengurusan selama 2 periode.22

d. Setelah 2 periode bisa dipilih lagi pada kedudukan yang berbeda. 20

Achmad Asrori,Pedoman Kepemimpinan Dan Kepengurusan Dalam Kegiatan Dan Amaliah Ath Thoriqoh Dan Al Khidmah(Surabaya: Al Wafa, 2003), 13.

21Hadi,wawancara, Gresik, 04 Desember 2016 22


(43)

Seiring berjalan nya waktu Al-khidmah menyebar diberbagai wilayah di Indonesia, adapun tingkatan kepengurusan didalam al-khidmah sebagai berikut :

a. Tingkat Pusat

Tingkat Pusat adalah pengurus Al-khidmah yang berkedudukan di pusat keguruan dan perguruan Al-khidmah.

b. Tingkat Propinsi

Tingakat Propinsi adalah pengurus Al-khidmah yang berkedudukan di tingkat propinsi

c. Tingkat Kota/Kabupaten

Tingkat Kota/Kabupaten adalah pengurus Al khidmah yang berkedudukan di tingkat kota/kabupaten.

d. Tigkat Kecamatan

Tingakat Kecamatan adalah pengurus Al-khidmah yang berkedudukan di tingkat kecamatan.

e. Tingkat Desa

Tingkat Desa adalah pengurus Al-khidmah yang berada di tingkat desa yang disebut dengan koordinator.23

Adapun pembentukan pengurus.

23Asrori,Pedoman Kepemimpinan Dan Kepengurusan Dalam Kegiatan Dan Amaliah Ath


(44)

a. Pembentukan kepengurusan dapat dilakukan jika dalam suatu daerah/desa, jumlah jama’ahnya sedikitnya sudah mencapai 40 orang.

b. Pembentukan kepengurusan yang lebih tinggi dimungkinkan jika sudah terbentuk lebih dari 2 pengurus di tingkatan bawahnya.

Kriteria Pengurus

a. Sudah baligh.

b. Sehat wal afiat, jasmani dan rohani.

c. Mempunyai keahlian dan kemampuan di bidangnya. d. Mempunyai kemampuan yang tinggi untuk berkhidmah.

e. Bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah dan tugas kewajiban sebagai pengurus.24

24Asrori,Pedoman Kepemimpinan Dan Kepengurusan Dalam Kegiatan Dan Amaliah Ath


(45)

Stuktur Al-Khidmah

BAGANPENGURUSAL-KHIDMAH

Uraian Tugas Pengurus

a. Ketua Al-Khidmah

1) Bertanggung jawab kepada dewan penasehat dan pengurus Ath Thoriqoh.

2) Melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkn oleh pengurus Ath Thoriqoh bersama pengurus Al-khidmah. 3) Mengadakan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan

ketentuan hukum syari’at.

4) Mengarahkan sesama pengurus untuk mensukseskan kegiatan sesuai dengan bidang dan tanggung jawab


(46)

b. Sekretaris Al-Khidmah

1) Bertanggung jawab kepada ketua Al-Khidmah.

2) Melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan oleh pengurus Ath Thoriqoh bersama pengurus Al-Khidmah. 3) Meng-administrasikan segala kegiatan pengurus

Al-Khidmah.

4) Mengadakan keoordinasi dengan sesama pengurus dalam rangka mensukseskan kegiatan yang telah ditetapkan. c. Bendahara Al-Khidmah

1) Bertanggung jawab kepada ketua Al-Khidmah.

2) Merencanakan biaya dan pendapatan setiap kegiatan yang telah ditetapkan.

3) Mencatat setiap pendapatan dan pengeluaran.

4) Melaporkan hasil kerja kepada dewan penasehat, pengurus ATh Thoriqoh dan pengurus Al-Khidmah.

Al-khidmah juga mempunyai lambang perkumpulan, Lambang Al-khidmah dibuat oleh KH. Achmad Asrori sendiri. Ketika lambang Al-khidmah belum sempurna beliau menjelaskan kepada Khusnul Hadi tepatnya pada lambang tiga pentolan tasbih yang keluar beliau mengatakan kepada Khusnul Hadi “kurang sedep delokane ya’opo lek pentolan iki dideke’ njero wae. (kurang enak kalau dipandang bagaimana kalau pentolan tasbih ini ditaruh


(47)

luar saja)”.25 Khusnul Hadi dijelaskan oleh KH. Achmad Asrori kalau perilaku yang baik itu harus ditaruh didalam jangan dilihatkan kepada orang. Sehabis itu beliau mengganti pentolan tasbih mengarah kedalam lingkaran dan lambang tersebut dipakai hingga sekarang tanpa ada perubahan sedikitpun.

Lambang Al-Khidmah

Arti lambang Al-khidmah

a. Pena, alat untuk menulis

b. Arah pena yang menunjukan kearah bawah c. Kitab empat buah

d. Bintang tiga buah e. Tasbih


(48)

f. Pentolan tasbih yang mengarah kedalam lingkaran g. Pentolan tasbih yang panjang dibawah mengarah ke atas

Filosofi yang terdapat didalam lambang Al-Khidmah

a. Pena sebagai lambang mencari ilmu

b. Arah pena ke bawah melambangkan menuntut dan menambah ilmu sejak lahir hingga kembali ke liang lahat.

c. Empat buah kitab melambangkan berlandaskan pada Al-Qur’an, Al-Hadist, Al-ijma’ dan Al-Qiyas.

d. Tiga buah bintang melambangkan memantabkan dan menyempurnakan Al Islam Al Iman dan Al ihsan

e. Tasbih melambangkan mengikuti ketetapan dan amaliyah ulama’ salafus shaleh.

f. Pentolan tasbih yang mengarah ke dalam melambangkan kesungguhan dan ke-ikhlasan dalam mengabdi dan berkhidmah kepada Allah SWT.

g. Pentolan tasbih yang panjang mengarah ke atas melambangkan berkepribadian dan berprilaku rendah hati, mawas diri dan toleransi serta arif bijaksana demi meraih rahmat dan ridho serta keutamaan dan kemuliaan Allah SWT.

Tujuan Perkumpulan Al Khidmah

a. Untuk menghimpun menyatuhkan potensi anggota didalam berkhidmah kepada Allah SWT.


(49)

b. Melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan oleh pengurus At Thoriqoh.

c. Sebagai alat pemersatu segenap ikhwan dan akhwat dengan semangat kebersamaan saling hormat menghormati dan menghargai, toleransi yang tinggi, hidup rukun dan guyup didalam berkhidmah secara istiqomah mengikuti contoh suri tauladan KH. Ahmad Asrori, mewarisi tuntunan dan sunnah Rasulillah SAW, baik dalamubudiyahmaupun amaliyah.26 d. Menghimpun kekuatan dan potensi yang ada dan dimiliki

oleh jama’ah sebagai sarana dan wahana untuk meningkatkan kesejahteraan jama’ah.

e. Membina ukhuwah islamiyyah.

26


(50)

(51)

BAB III

AJARAN, AMALIYAH, DAN KEGIATAN KOMUNITAS ORONG-ORONG

A. Ajaran KomunitasOrong-Orong

1. Akhlaq

Ajaran yang ditekankan dan difahami komunitas Orong-orong secara mendasar yang telah diajarkan oleh KH. Achmad Asrori yaitu dengan menitik beratkan pada pembentukan seseorang yang mempunyai akhlak. Akhlak menurut bahasa adalah bentuk mufrod dari khuluq, yang berarti watak atau karakter. Sedangkan akhlak menurutistilah ulama’ berpendapat akhlak yang baik adalah ungkapan dari sikap yang tertanam dalam jiwa seseorang hamba, yang berfungsi sebagai penggerak jiwa dalam bergaul dengan makhluk, dan sebagai pengendali jiwa ketika syahwat dan amarah.1 Pembentukan akhlak yang baik sesuai dengan ajaran yang diajaran oleh Rasulullah, dalam hadist beliau menjelaskan :

Baginda Habibillah Rasulillah Muhammad bersabda :

“Sesungguhnya kami diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Imam Al Bukhori)2

Achmad Asrori al-Ishaqy et al,Untaian Mutiara Ikatan Hati Jalinan Rohani, vol. IV, terj. Muhammad Musyafa’ (Subaraya: Al Wafa, 2012), 14.


(52)

Dalam Riwatyat lain, beliau bersabda : “Sesungguhnya kami diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik” (HR. Imam

Ahmad)3

Dan Allah SWT berfirman dalam surat Al-Qolam ayat 4 :











”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang

agung”.4

Selanjutnya Khusnul Hadi menceritakan

Suatu hari beliau KH. Achmad Asrori menawarkan kepada anggota dalam komunitas Orong-orong dengan ilmu kekebalan karena kebanyakan pemuda dalam komunitas Orong-orong ini suka berkelahi, KH. Achmad Asrori menawarkan kepada mereka ilmu

kekebalan dan mereka sangat senang akan berita tersebut. ”Khusnul

Hadi teman kamu suka berkelahi bagaimana kalau saya kasih ilmu

kekebalan tapi yang ngisi bukan saya teman saya kiyai Safi’i, Khusnul

Hadi menawarkan kepada teman-temannya dan mereka mau diisi

dengan ilmu kekebalan”.5 Ada sekitar 25 orang yang di isi dengan ilmu kekebalan. Setelah pengisihan ilmu kebal mereka dicoba satu-persatu dengan pisau yang sangat tajam, tidak ada sedikitpun tubuh mereka yang terluka. Sehabis ilmu itu sudah masuk dalam tubuh

mereka yai Safi’i memberi syarat tertentu yaitu dengan syarat ilmu

Ibid., 13.


(53)

kekebalan ini tidak boleh mabuk-mabukan dan main perempuan jika melanggar kulit mereka akan terkelupas. Disini teman Khusnul Hadi mulai dikit demi sedikit meninggalkan kebiasaan buruknya. Hingga sekarang 25 orang tersebut tidak pernah mabuk-mabukan dan bermain perempuan.

Menurut Khusnul Hadi yang telah diajarkan KH. Achmad Asrori orang sebelum melakukan kebaikan (ibadah) lebih baik meninggalkan kebiasaan buruknya terlebih dahulu, yang bertetangan dengan syari’at Islam. Seperti halnya kebiasaan yang dilakukan Khusnul Hadi dan teman-temannya yang suka mabuk-mabukan.6 Beliau KH. Achmad Asrori juga mengatakan kepada Khusnul Hadi bawasanya nabi Muhammad ketika masih kecil sebelum diangkat menjadi rasul hati beliau nabi Muhammad dibersihkan terlebih dahulu. Sama halnya yang diajarkan KH. Ahmad Asrori kepada komunitas Orong-orong sebelum kejenjang ibadah lebih baik meninggalkan kebiasaan buruknya yang suka mabuk-mabukan. Hal ini juga di jelaskan dalam Al-Qur’an tentang larangan meminum khamr. Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 90-91 :

                                       


(54)

                          

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jahuilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian dintara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan

shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.7 Dan juga dijelaskan oleh firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 219 :

                                                     

“Mereka beranya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, “pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya”. Dan

mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafqahkan. Katakanlah,

“yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat

-ayat nya kepadamu agar kamu berfikir.”8 2. Adab

K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy dalam ajaran tasawufnya, terlihat lebih menekankan adab. Menurutnya, Adab adalah kunci pintu menuju Allah, jika tidak ada adab, maka kita tidak dapat sampai menuju Allah, dan kita tidak bisa disampaikan bersimpuh di hadirat


(55)

Allah SWT.9Meski demikian, ajaran tasawuf KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy cenderung praktis. Seperti halnya yang diajarkan pada komunitas Orong-orong untuk menyelaraskan kehidupan buruknnya, KH. Achmad Asrori lebih menekankan pada akhlak dan adab terlebih dahulu. Lafad adab dalam bahasa adalah bentuk mufrod dari aadab dan lafadz addabahu berma’na mengajarkan adab kepadanya. Sedangkan adab menurut istilah adalah ungkapan dari perilaku yang terpuji dengan cara-cara yang bisa diupayakan.10

Khusnul Hadi menceritakan pada pengajian pertama dalam acara istighosah yang ada di Gresik tepatnya di Wisma Ahmad Yani tanggal 4 Oktober 1990 M yang mana komunitas Orong-orongmasih bernama KACA. KH. Achmad Asrori Al-Iskhaqy menjelaskan tentang pengajiannya dengan judul wong ngeseng (orang berak) disampaikan oleh KH. Achmad Asrori bahwasanya orang melakukan ibadah itu sebaiknya seperti halnya orang berak. Sebelum berak, orang tersebut makan makanan berbagai macam jenis makanan dengan tidak ada hitungan apa saja yang telah dimakan. setelah banyak makanan yang ada di dalam diperut dikeluarkan melalui kotoran berak.

KH. Achmad Asrori menjelaskan bahwasanya orang melakukan ibadah itu lebih baik tidak dihitung, sama halnya mengeluarkan 9

Asrori al-Ishaqy et al,Untaian Mutiara Ikatan Hati Jalinan Rohani, vol. IV, terj. Muhammad Musyafa’(Subaraya: Al Wafa, 2012), 5.


(56)

makanan melalui kotoran berak dan orang berak selalu tertutup tidak mau dirinya dilihat orang.11 Dalam ibadah kita senantiasa memiliki adab ubudiyyah (sifat menghamba) tidak menghitung amal ibadah kita lakukan dan senantiasa ikhlas dalam menjalankan ibadah kepada Allah tanpa pamrih (sifat riya’) menunjukkan segala ibadanya kepada orang lain, sama halnya orang berak merasa malu ketika dilihat orang.

Adapun ulama shufiyah mengatakan adab mempunyai peranan yang sangat agung dalam agama, bahkan adab merupakan pokok dan pusat dalam kesungguhan ber-tawajjuh kepada Allah.12 Adab-adab dalam mensucikan hati, menjaga sirri-rahasia, memenuhi kewajiban setelah berjanji, tidak memperdulikan lintasan, gerak gerik hati dan perkara yang baru datang yakni mereka yang tidak bertujuan mencari karomah dan lain-lain, yang dituju hanyalah ridho dari Allah SWT. Dan juga mempunyai adab yang baik dalam melakukan kewajiban dan kesunahan, maqom-maqom mendekatkan diri kehadirat Allah, waktu menghadirkan hati kehadirat Allah dan mempunyai kedekatan yang sangat dalam ikatan hati dan jalinan rohani kehadirat Allah.13

Induk atau kunci dalam adab adalah menyaksikan dan merasa kekurangan pada diri sendiri, serta menyaksikan kesempurnaan pada

11Hadi,wawancara, Gresik, 04 Desember 2016.

12Asrori al-Ishaqy et al,Untaian Mutiara Ikatan Hati Jalinan Rohani, vol. IV, terj. Muhammad Musyafa’(Subaraya: Al Wafa, 2012), 128.


(57)

orang lain.14Oleh karena itu, ketika kita melihat seseorang yang lebih tua dari kita, maka kita memuliakan dan menghormatinya, sebab kita merasa dan menyaksikan bahwa keta’atannya kepada Allah SWT serta mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW lebih banyak dari pada kita. Demikian juga sebaliknya ketika kita melihat seseorang yang lebih muda dari ita, maka kita melihat dan menyaksikan bahwa kelalaian dan kesalahannya lebih sedikit dari kita. Jika melihat seorang pemeluk agama lain, kita bergaul dengan penuh lemah lembut, dan mendo’akannya agar mendapatkan hidayah dari Allah, karena kita menyaksikan bahwa iman kita berada pada ilmu dan kehendak Allah SWT.

B. Amaliyah komunitas orong-orong dalam thoriqoh Qodiriyah Wan

Naqsyabandiyyah Al Ustmaniyyah.

1. Penjelasan Murid

Dalam komunitas Orong-orong (Al-khidmah) amalan-amalan terekat hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu ada yang langsung menuju ke tarekat dan ada juga yang hanya sebagai simpatisan mengituti kegiatan majlis yang diadakan komunitas Orong-orong. Puncak dari keanggotaan yang menuju ketarekat yaitu mereka yang sudah bai’at, anggota yang sudah bai’at diharapkan dapat secara rutin mengamalkan wirid dan dzikir sebagaimana yang diamalkan oleh tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah


(58)

Ustmaniyah. Pengertian bai’at sendiri adalah pertalian hati dan ruhani segenap guru thoriqoh sampai kepada habibillah rasulillah Muhammad SAW, hingga kehadirat Allah‘Azza wa jalla.15

KH. Achmad Asrori menjelaskan bahwasanya murid dibagi menjadi dua macam muridhakikidan muridmajazi:16

a. Murid hakiki

Seseorang yang sempurna dalam kesiapan untuk menjadi murid. Sejak pertama ia mempunyai antusias sangat kuat dalam kesanggupan berguru pada guru mursyidnya memasrahkan jiwanya dalam pengaturan dan penanganannya. Disamping itu ia mempunyai kehati-hatian dalam gerak-geriknya, menanggung perkara yang berat, menjahui perkara yang syubhat perkara yang belum jelas status halal dan haramnya, memperbaiki akhlak, melakukan perkara yang berat dan memikul cobaan dan musibah yang menimpanya.

b. Murid majazi

Seseorang yang tujuannya hanya ingin masuk bersama kaum shufiyah, berhias dengan pakaian mereka, tersusun dalam perjalanan ikatan mereka, dan memperbanyak golongan mereka. Murid majazi tidak mempunyai keharusan memenuhi syarat-syarat

15Achmad Asrori al-Ishaqy,Setetes Embun Penyejuk Hati(Subaraya: Al Wafa, 2009), 74. 16


(59)

shuhbah akan tetapi ia diperintah untuk menetapi aturan-aturan syara’ dan bergaul dengan kaum syufiyah sehingga ia akan meraih barokah mereka. Dan ia melihat ahwal dan perjalanan mereka, sehingga ia akan berjalan di atas jalan mereka dan siap untuk menjadi murid.

Adapun macam-macam murid dalam anggota komunitas Orong-orong yang sudah bai’at terbagi menjadi tiga macam bai’at yaitu bai’attarbiyah, husnudz-dzon, dantabarrukan:17

a. Bai’at tarbiyah atau irodah yaitu seseorang yang telah mengikuti bai’at tarbiyahwajib melakukan kewajiban yang telah ditetapkan oleh guru mursyid.

b. Bai’athusnudz-dzonatau tasyabbuhyaitu bai’at ini didasari oleh perasaan baik sangka seseorang kepada guru mursyid, oleh karenanya orang yang telah mengikuti bai’at husnudzon tidak berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan oleh guru mursyid.

c. Bai’at tabarrukan yaitu bai’at ini hanya didasari keinginan seseorang untuk mendapatkan barokah dari seseorang guru mursyid, oleh karenanya orang yang telah mengikuti bai’at tabarukkan juga tidak berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan oleh guru mursyid.

✖✗

Asrori,Lima Pilar Utama Soko Guru Tuntunan Dan Bimbingan(surabaya:Rakernas III, 2009), 11.


(60)

Allah berfirman dalam surat An Nahl ayat 91

                                      

”Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan

janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah

mengetahuin apa yang kamu perbuat”18 Surat Al-Baqoroh ayat 27

                                      

“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjajian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan oleh Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.”19

Jadi seorang murid yang sudah bai’at dianjurkan untuk

mengamalkan amalan yang sudah menjadi kebijakan seorang mursyid tarekat dalam hal ini murid atau anggota komunitasOrong-orong

(Al-khidmah) yang sudah bai’at mempunyai kewajiban mengamalkan

amalan yang sudah ditentukan oleh KH. Achmad Asrori sebagai seorang mursyid tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah.

2. Majlis Al Khushushy Al Khotmy

8


(61)

Untuk mewujudkan harapan menuju jalan tarekat komunitas

Orong-orong khususnya murid yang sudah bai’at oleh KH. Achmad Asrori dianjurkan untuk rutin mengikutin majlis al khushushy al khotmy bertujuan untuk tawajjuh menghadapkan diri kepada Allah SWT. Tawajjuh merupakan suatu titik pokok dalam menemukan dan menghabiskan diri kita menyatu dengan keagungan Allah bukan dengan kemuliaan, kehormatan, ketinggian atau naungan Allah. Satu titik dimana kita ingin habis secara dhohir dan bathin dengan keagungan Allah.

Untuk mencapai titik keagungan Allah SWT hanya melalui tiga keadaan yang ada pada diri kita yaitu :

a. Iftiqor

Merasa tidak punya apa-apa hanya mengharap rahmat Allah.

b. Inkisar

Hati ini merasa pecah, tercabik-cabik, hancur karena Allah. Artinya kita melihat keberadaan kita serba kekurangan, dalam hal ilmu, dzikir, ibadah, dan sebagainya. Paling tidak kalaupun ilmu dan ibadah kita sudah cukup, kita masih kurang beradab dan kurang bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya dalam menunaikan hak-hak kita untuk Allah SWT. Pada saat itu hanya antara Allah dengan kita, sama dengan waktu sholat. Jadi melihat keagungan Allah itu berkaca pada diri kita.


(62)

Pelariaan terakhir hanya pada Allah tidak melihat selain Allah.

Tawajjuh itu merupakan komunikasi dirinya dengan Allah bisa dikatakan melapor kepada Allah SWT.

Dalam majlis al khushushy al khotmy ada persyaratan tertentu untuk menjalankan amaliyah, bacaan yang dibaca dalam majlis ada pada buku al anwar al khushushy al khotmy. Selain itu ada juga persyaratan menjadi imam dalam majlis al khushushy al khotmy yaitu sebagai berikut :

a. Imam khushusy adalah orang-orang yang telah ditunjuk oleh KH. Achmad Asrori untuk menjadi imam khushusy

b. Selain memimpin majlis khususy diwilayah masing-masing, imam khushusy semampunya mengikuti majlis khushusy di pondok pesantren As Salafi Al Fithrah.

c. Hanya murid thoriqoh yang telah ditunjuk oleh guru mursyid atau guru thoriqohnya sajalah yang dapat dan diperbolehkan menjadi dan sebagai imam khusushy untuk atau dari jama’ah thoriqoh yang bersangkutan.

d. Seorang imam khushushy yang ditunjuk dan telah ditetapkan oleh seorang mursyid atau guru thoriqoh, tidak diberi kuasa dan atau kewenangan sama sekali, dan oleh karenanya, dia tidak diperbolehkan untuk menunjuk dan atau mengangkat seseorang,


(63)

atau orang lain sebagai pengganti dirinya dan atau untuk mewakili dirinya selaku imam khushushy.20

Penjaringan imam khushushy dilakukan melalui beberapa cara antara lain :

a. Memilih kiyai atau ustadz atau sesepuh setempat.

b. Calon tersebut adalah orang yang istiqomah menjalankan kewajiban amaliah sebagai murid dan istiqomah menjalankan khushushy.

c. Calon tersebut istiqomah mendatangi majlis-majlis yang diadakan atau dianjurkan oleh guru thoriqoh.

d. Berprilaku tawadlu’ atau rendah hati dan tasamuh atau toleransi terhadap para kiyai, ustadz, sesepuh dan sesama hamba Allah SWT.

e. Mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap sesama murid atau jama’ah maupun seluruh kegiatan yang diadakan atau dianjurkan oleh guru thoriqoh.

Setelah pengurus thoriqoh memilih dua sampai tiga calon imam khushushy selanjutnya pengurus thoriqoh dapat membawa para calon imam khushushy kehadapan majlis dimana guru thoriqoh dapat bertemu dengan para calon tersebut. Dan calon imam khushushy yang disampaikan atau dihaturkan kepada guru thoriqoh, kemudian


(64)

ditetapkan dan diumumkan kepada para murid atau jama’ah khushushy.21

3. Dzikir Thoriqoh Qodiriyah Wan Naqsyabandiyyah Al Ustmaniyyah Selain amaliyah khushusy komunitas orong-orong (al khidmah) juga mengamalkan apa yang di ajarkan oleh KH. Achmad Asrori sebagai guru musryid Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah yaitu dzikir. Dzikir berasal dari kalimat ،ﺮ ﻛ ذ ،ﺮﻛﺮﯾ اﺮ ﻛ ذ Yang artinya mengingat sesuatu, menyebut setelah lupa atau berdoa kepada Allah. Dzikir secara harfiah adalah ingat. Artinya apabila seseorang yang ingat akan sesuatu maka itu dinamakan dzikir atau mengingat sesuatu. Namun yang dikehendaki dalam pembahasan disini adalah dzikir dalam arti menyebut lafazd tertentu dan paham makna serta hakikat tujuan dari kalimat yang disebutnya. Jadi dzikir adalah ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat akan Allah dengan hati dengan ucapan atau ingatan yang mempersucikan Allah dan membersihkannya dari sifat-sifat tercela selanjutnya memuji dengan pujian-pujian dan sanjungan-sanjungan dengan sifat-sifat yang sempurna, sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan kemuliaaan Allah.22

Adapun firman Allah menjelaskan tentang dzikir dalam sutar Ar Ra’dayat 28

✪✫

Asrori,Pedoman Kepemimpinan Dan Kepengurusan Dalam Kegiatan Dan Amaliah Ath Thoriqoh Dan Al Khidmah(Surabaya: Al Wafa, 2003), 47


(1)

jalanan yang beraktifitas dimalam hari (cangkru’an) dan dicintai

KH. Ahmad Asrori beliau sebagai guru mursyid tarekat Qodiriyyah

Wan Naqsabandiyyah. Atas perintah KH. Achmad Asrori Di tahun

1992 M komunitas orong-orong merubah nama lagi menjadi

Al-Khidmah. Nama Al-Khidmah artinya melayani/membantu, dari

kata-kata melayani yang dimaksud adalah melayani tanpa imbalan

diniatkan untuk beramal/shodaqoh.

2. Ajaran tasawuf yang diajarkan KH. Achmad Asrori secara

mendasar kepada komunitas orong-orong karena mayoritas

anggota komunitas merupakan anak jalanan. KH. Ahcmad Asrori

mengajarkan tentang Akhlak dan adab menurutnya Adab adalah

kunci pintu menuju Allah. Jika tidak ada adab, maka kita tidak

dapat memasuki pintu menuju Allah, dan kita tidak bisa sampai

dan disampaikan bersimpuh di hadirat Allah SWT. Meski

demikian, ajaran tasawuf Kyai Achmad Asrori al-Ishaqy cenderung

praktis. Seperti halnya yang diajarkan pada komunitas orong-orong

untuk menyelaraskan kehidupan buruknya, KH. Achmad Asrori

lebih menekankan pada akhlak dan adab terlebih dahulu. Dalam

amalan, komunitas orong-orong mengamalkan amaliyah tarekat

Qodiriyah Wa Naqsabandiyah yaitu dengan mengamalkan dzikir

qodiriyah yang dibaca secara jahar. Dzikirjahardilakukan setelah


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

83

sebagaimana yang dilakukan oleh tarekat Naqsabandiyah dengan

mengucap kalimat Allah-Allah. Selain dzikir ada amaliyah lainnya

yaitu mengikuti majlis al khushushy al khotmy bertujuan untuk

tawajjuhmenghadapkan diri kepada Allah SWT.

3. Peran komunitas Orong-orong dalam mengembangkan tarekat

Qodiriyah Wa Naqsabandiyah di kecamatan Gresik yaitu dengan

menjaring anggota secara individual dari teman keteman yang lain

dan membuat majlis dzikir diantaranya yaitu istighosah, Haul, dan

manaqib. Dengan demikian antusias masyarakat kecamatan Gresik

semakin banyak untuk mengikuti tarekat Qodiriyah Wa

Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah yang dibawah oleh KH. Achmad

Asrori. Perkembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah

Al-Usmaniyah di kecamatan Gresik mengalami perkembangan yang

sangat cukup pesat dari tahun 1988 M sampai 2005 M.

Hasil dari perjuangan komunitas orong-orong dalam

pengembangan tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah al-ustmaniyyah

mempunyai pengaruh yang sangat besar baik dalam bidang

keagamaan maupun bidang sosial. Hal ini nampak masyarakat

kecamatan Gresik yang antusias dalam mengikuti majlis dan akan

kebutuhan spiritual agama.


(3)

Sejarah sebagai ibrah memiliki arti yang sangat penting untuk

kehidupan generasi selanjutnya. Dengan mengambil pelajaran dari

kejadian-kejadian masa lampau untuk mengambil pelajaran dimasa

yang akan datang. Sehubung dengan terselesainya penulisan skripsi

ini, penulis mengajukan beberapa saran :

1. Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Peran Komunitas

Orong-Orong Dalam Pengembangan Tarekat Qodiriyah Wa

Naqsabandiyah Al-Ustmaniyah di Kecamatan Gresik Tahun

1987-2005”, dalam tulisan ini pasti masih banyak sekali kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian yang lebih

mendalam untuk kesempurnaan penulisan sejarah tersebut, oleh

mahasiswa fakultas adab.

2. Dengan Adanya komunitas Orong-orong di Kecamatan Gresik

menjadi awal yang baik untuk merangkul pemuda-pemuda jalanan

sebagai sosok figur dalam meluruskan aqidah islam dengan

bimbingan seorang mursyid Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah

Al-Ustmaniyyah. Hendaknya para pengikut atau anggota selalu

meningkatkan peran dimasyarakat baik lembaga atau sekitarnya

memberi contoh yang baik dengan menjaga kebaikan jasmani dan

rohani.

3. Dalam bertarekat jangan sampai ada kepentingan maupun politik


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

85

ustmaniyyah yang dibawah oleh KH.Achmad Asrori terus

berkembang disekitar masyarakat yang ada di kota Gresik.

Dengan mengucap syukur alhamdulillahi rabbilalamin penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadaribahwa tulisan ini

jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran sangat

diharapkan penulis sebagai perbaikan penelitian ini. Penulis

mengucapakan terimah kasih kepada semua pihak yang bersedia

membantu demi terselesaikannya penulisan skripsi ini, dan semoga

tulisan ini bermanfa’at khususnya untuk penulis sendiri dan bagi pembaca pada umumnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999

Al-Ishaqy, Achmad Asrori. Al-Muntakhabat fi Rabithah al-Qalbiyyah wa Shilah

al-Ruhiyyah Jilid IV. Surabaya: Al-Khidmah, 2009.

Al-Ishaqy, Achmad Asrori. Tuntunan dan Bimbingan Hadhrotusy syaikh Achmad

Asrori Al Ishaqy, RA,Surabaya: Al Khidmah, 2011.

Al-Ishaqy, Achmad Asrori. Lima Pilar Utama Soko Guru Tuntunan Dan

Bimbingan. surabaya:Rakernas III, 2009.

Al-Ishaqy, Achmad Asrori. Pedoman Kepemimpinan Dan Kepengurusan Dalam

Kegiatan Dan Amaliah Ath Thoriqoh Dan Al Khidmah. Surabaya: Al Wafa, 2003.

Al-Ishaqy, Achmad Asrori. Setetes Embun Penyejuk Hati. Subaraya: Al Wafa,

2009.

Al-Ishaqy, Achmad Asrori. Baca’an Panjang Dalam Dzikir Laa Ilaaha Illallooh

Dan Masalah Membaca Al Isti’adzah. Surabaya: Al wafa, 2004.

Al-Ishaqy, Achmad Asrori. Al-Muntakhabat fi Rabithah al-Qalbiyyah wa Shilah

al-Ruhiyyah jilid V. Subaraya: Al Wafa, 2012.

Atjeh, Aboebakar. Pengantar Ilmu Tarekat. Uraian Tentang Mistik. Solo:

Ramadhani, 1993.

Bruenissen, Martin Van. Tarekat Naqsabandiyah Di Indonesia. Bandung: Mizan,

1992.

Hasbullah, Moeflih.Filsafat Sejarah.Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Kartodirdjo, Sartono.Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Khusnul Hadi,Wawancara, gresik, 9 Oktober 2016

Yahya ,wawancara, Gresik, 28 April 2017.

Kuntowijoyo.Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana 1994.

Notosusanto, Nugroho. Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah.

Jakarta: Pertahanan dan Keamanan Pers, 1992.


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1993

Suyuti, Mahmud. Politik Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah. Yogyakarta:

Galang Press, 2001.

Zamroni.Pengantar Pengembangan Teori Sosial.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1992.