IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PENGELOLAAN ZAKAT DI YAYASAN DANA SOSIAL AL-FALAH (YDSF) SURABAYA DALAM PERSPEKTIF TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM).

(1)

i

MANAGEMENT

(TQM)

SKRIPSI

OLEH:

KHOLISHOTUN NAFSIYAH NIM: C94213180

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Implementasi Manajemen Mutu Pengelolaan Zakat di Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya dalam Perspektif Total Quality

Management (TQM)” ini merupakan hasil penelitian kualitatif yang bertujuan

menjawab pertanyaan tentang bagaimana implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya dalam perspektif Total Quality Management (TQM).

Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study). Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan dianalisis secara sistematis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan informan (4 orang karyawan YDSF Surabaya), observasi, dan dokumentasi. Pada penelitian ini, manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dianalisis dengan menggunakan konsep TQM yang dikemukakan oleh Arthur Tenner melalui tiga prinsip yaitu: fokus kepada pelanggan, perbaikan proses, dan keterlibatan total. Dipilihnya konsep Tenner tersebut, karena tiga prinsip itu dianggap mewakili indikator keberhasilan penerapan TQM di sebuah lembaga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa YDSF Surabaya telah sukses melaksanakan TQM dalam manajemen mutu pengelolaan zakatnya. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator yang mengacu pada 3 prinsip TQM yang dikemukakan oleh Arthur Tenner tersebut. Namun, tidak secara langsung menyebut bahwa manajemen mutu pengelolaan zakat yang digunakan adalah TQM.

YDSF Surabaya dalam menerapkan 3 prinsip TQM Arthur Tenner, terlihat pada: pelayanan prima yang diberikan kepada pelanggan, baik eksternal maupun internal cukup bagus. Begitu pula dalam hal perbaikan proses, YDSF Surabaya menunjukkan semangat perbaikan yang tak ada hentinya. Dalam hal keterlibatan total, tidak semua elemen lembaga terlibat dalam pengambilan kebijakan. Para karyawan mempunyai proporsi masing-masing dalam hal pengambilan kebijakan. Misalnya, jika kebijakan program, maka karyawan turut terlibat dalam pengambilan kebijakan dari hasil rapat di masing-masing divisi, sedangkan untuk kebijakan lembaga, maka dirapatkan oleh level divisi ke atas.

Dari hasil penelitian tersebut, mengindikasikan bahwa konsep TQM tidak hanya cocok diterapkan pada lembaga profit, namun juga dapat diterapkan pada lembaga yang berbasis nonprofit, salah satunya adalah di YDSF Surabaya.


(7)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II KERANGKA TEORETIS ... 25

A. Manajemen Mutu ... 25

B. Pengelolaan Zakat ... 27


(8)

ix

BAB III DATA PENELITIAN ... 43

A. Sejarah YDSF ... 43

B. Visi dan Misi YDSF Surabaya ... 47

C. Struktur Organisasi YDSF Surabaya ... 48

D. 5 Bidang Garap YDSF Surabaya ... 49

E. Manajemen Pengelolaan Zakat di YDSF Surabaya ... 51

BAB IV ANALISIS DATA ... 57

A. Implementasi Manajemen Mutu Pengelolaan Zakat di Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya dalam Perspektif Total Quality Management (TQM) ... 57

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran. Islam memandang kemiskinan sebagai sesuatu yang membahayakan akidah, akhlak, akal sehat, keluarga, dan masyarakat. Sebab seseorang yang terjerat kesulitan ekonomi, pada umumnya menyimpan kedengkian terhadap orang yang kaya. Perasaan ini mampu melenyapkan kebaikan, memunculkan kehinaan, dan mendorong seseorang melakukan apapun untuk mencapai ambisinya. Islam sebagai al-di>>>>>>>>>>>>>>n telah menawarkan beberapa doktrin bagi manusia yang berlaku secara universal dengan dua ciri dimensi, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di akhirat.1

Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang mampu untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka berupa dana zakat kepada mereka yang kekurangan. Zakat merupakan ajaran yang melandasi tumbuh kembangnya sebuah kekuatan sosial ekonomi umat Islam. Seperti empat rukun Islam yang lain, ajaran zakat menyimpan beberapa dimensi yang kompleks, meliputi; nilai privat-publik, vertikal-horizontal, serta ukhrawi-duniawi. Nilai-nilai tersebut merupakan landasan pengembangan

1 Mila Sartika, “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq

pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta”, La_Riba: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 2, No. 1 (Juli 2008), 75.


(10)

kehidupan kemasyarakatan yang komprehensif. Bila semua dimensi yang terkandung dalam ajaran zakat ini dapat diaktualisasikan, maka zakat akan menjadi sumber kekuatan yang sangat besar bagi pembangunan umat menuju kebangkitan kembali peradaban Islam.2

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di Indonesia, potensi ini dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan peran zakat demi menciptakan keadilan sosial dengan tujuan mengentaskan kemiskinan yang saat ini sedang melanda Indonesia. Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen).3

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu. Di dalam Alquran, kata zakat disebut sebanyak 82 kali dan selalu dirangkaikan dengan s}alat yang merupakan rukun Islam kedua.4 Seperti yang ada di dalam Alquran surah At-Taubah [9]: 103.

                              5

“Ambil1ah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

2 Sudirman dan Sri Eko Ayu Indrawati, “Implementasi TQM dalam Pengelolaan Zakat di Kota

Malang”, De Jure: Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 3, No. 2 (Desember 2011), 135-136.

3 Badan Pusat Statistik, (Diakses pada 19 September 2016).

4 Muh. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI Press, 1988), 9. 5 Alquran, 9: 103.


(11)

Sesungguhnya doa (s}alat) kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”6

Pada ayat tersebut, dijelaskan bahwa penunaian zakat berarti membersihkan harta yang tinggal, sebab pada harta seseorang terdapat hak para mustahi>q. Menunaikan zakat akan menyebabkan keberkahan pada harta yang tersisa. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta seseorang tidak akan memperoleh keberkahan.7

Menurut Mannan, secara umum fungsi zakat meliputi bidang moral, sosial, dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum Muslimin untuk perbendaharaan negara, karena tujuan zakat adalah transfer kekayaan dari masyarakat yang kaya kepada masyarakat yang kurang mampu, sehingga setiap kegiatan yang merupakan sumber kekayaan harus menjadi sumber zakat.8

Pembahasan seputar zakat tidak akan terlepas dari aktivitas manajemen yang menjadi suatu topik menarik. Pada umumnya, zakat dipahami sebagai ibadah yang tidak perlu menggunakan jasa perantara, karena bisa langsung diberikan kepada pihak yang berhak. Bahkan, sebagian masyarakat menilai

6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Sygma Examedia

Arkanleema, 2012), 203.

7 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 199-200. 8 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima


(12)

bahwa pemberian secara langsung dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi para muzakki>. Mereka merasa gembira karena zakatnya diterima langsung oleh mustahi>q, berbeda halnya dengan zakat yang diberikan melalui Lembaga Pengelola Zakat. Distribusi zakat melalui lembaga tidak dapat dipantau oleh muzakki> dan bahkan mereka khawatir zakat mereka disalahgunakan untuk pos-pos yang tidak semestinya.

Adanya dukungan pemerintah melalui lahirnya UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat, maka mulai dibentuk Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Sehingga menjadikan masyarakat berangsur-angsur percaya akan kredibilitas penyaluran zakat oleh BAZ maupun LAZ.9

LAZ diakui oleh Undang-Undang sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana Zakat, Infaq, dan S>}adaqah (ZIS) di Indonesia. Dana yang telah terkumpul harus didistribusikan sesuai sasaran yang telah direncanakan sebelumnya. Mereka yang mendapat santunan memang orang-orang yang harus disantuni.10 Tentu hal ini memberikan peluang kepada lahirnya sejumlah LAZ di Indonesia, seperti Yayasan Baitul Mal Umat Islam

9 Mustolih Siradj, “Jalan Panjang Legislasi Syariat Zakat di Indonesia: Studi terhadap

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat”, Jurnal Bimas Islam, Vol. 7, No. 3 (2014), 417.

10 Ramadhita, “Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat dalam Kehidupan Sosial”, Jurisdictie:


(13)

Bank Negara Indonesia (BAMUIS BNI) pada 5 Oktober 1967 di Jakarta, Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) pada 1 Maret 1987 di Surabaya, dan Dompet Dhuafa Republika pada 14 September 1994 di Jakarta.

Sesuai dengan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Oleh karena itu, diperlukan suatu manajemen yang handal dengan menerapkan salah satu konsep manajemen yang dikenal dengan Total Quality Management (TQM), atau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah MMT (Manajemen Mutu Terpadu).

TQM merupakan salah satu terobosan manajemen yang umumnya dilakukan oleh perusahaan besar, seperti Xerox, IBM Rochester, dan Motorola dalam rangka meningkatkan kualitas produk yang pada muaranya dapat memuaskan konsumen. Semakin banyak konsumen yang puas dengan produk yang ditawarkan, maka akan semakin sering mereka menggunakan produk tersebut. Feedbacknya, perusahaan itu akan meraih keuntungan yang besar. TQM pada fase berikutnya banyak dilirik oleh perusahaan penyedia jasa, misalnya FedEx (jasa pengiriman). Fokus kepada pelanggan yang menjadi ciri khas TQM membuat perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang layanan kepada masyarakat itu memperoleh manfaat yang tidak kalah besarnya dengan perusahaan produsen barang. Oleh karenanya, TQM


(14)

semakin menjadi sesuatu yang tak terelakkan dalam kompetisi global yang kian ketat.11

TQM mulai diterapkan di lembaga-lembaga filantropi yang bergerak di bidang pelayanan pengelolaan zakat dan wakaf. Sebagai contoh, Islamic Relief Amerika yang berdiri pada tahun 1993 telah mendapatkan bintang 4 (four stars) dari Charity Navigator dalam manajemen filantropinya. Lembaga yang bermarkas di Alexandria, Virginia ini bergerak di bidang pengelolaan ZIS.12

Tahap-tahap yang dilakukan dalam manajemen menurut James Stoner, seperti dikutip Eri Sudewo, meliputi proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Berbeda dengan manajemen tradisional yang dianggap sebagai penyebab lemahnya kepercayaan masyarakat, manajemen modern menjadikan profesi pengelola zakat sebagai salah satu pilihan

pekerjaan dengan level “white collar (pekerjaan terhormat)” bukan lagi “blue collar (pekerjaan rendahan).”13

Dalam konteks TQM, salah satu LAZ Nasional yang terus-menerus berupaya mengembangkan pola manajemen mutunya adalah YDSF. Hal ini terlihat dalam visi dan misi, paradigma organisasi, sistem manajemen, dan paradigma program YDSF tersebut.14 Menurut Arthur Tenner, ada tiga indikator prinsip yang harus diimplementasikan untuk mencapai standar

11 Sudirman dan Sri Eko Ayu Indrawati, “Implementasi TQM dalam Pengelolaan Zakat di Kota

Malang”, 137.

12 Ibid. 13 Ibid., 136.

14 Miftahul Huda, “Model Manajemen Fundraising Wakaf, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri


(15)

TQM, yakni fokus kepada pelanggan (focus on customer), perbaikan proses (process improvement), dan keterlibatan total (total involvement).15

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya yang akan dikupas berdasarkan analisis konsep TQM yang dikemukakan oleh Arthur Tenner yang telah disebutkan di atas. Dipilihnya teori Tenner tersebut, karena tiga prinsip itu dianggap mewakili indikator keberhasilan penerapan TQM di sebuah lembaga. YDSF dipilih sebagai tempat penelitian karena visinya yaitu; sebagai lembaga sosial yang benar-benar amanah serta mampu berperan serta secara aktif dalam mengangkat derajat dan martabat umat Islam, khususnya di Jawa Timur.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Untuk mengimplementasikan sebuah manajemen yang handal yaitu TQM, tentu diperlukan semangat dan tekad yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam suatu lembaga, baik pimpinan maupun karyawan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka akan timbul beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:

a. Optimalisasi peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

15 Arthur R Irving J. DeToro Tenner, “Total Quality Management, Three Steps to Continuous


(16)

b. Upaya YDSF dalam mengembangkan manajemen mutu pengelolaan zakat.

c. Implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.

2. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi masalah pada: Implementasi Manajemen Mutu Pengelolaan Zakat di YDSF Surabaya dalam Perspektif TQM.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Diharapkan tidak adanya pengulangan materi secara mutlak, seperti beberapa penelitian yang sudah dibahas, antara lain:


(17)

Tabel 1.1

Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang No. Nama Peneliti dan

Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan dan Perbedaan

1. Sudirman dan Sri Eko Ayu Indrawati dengan judul “Implementasi TQM dalam Pengelolaan Zakat di Kota Malang”

Hasil penelitian ini antara lain; inovasi pelayanan Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Malang lebih terbuka dan bebas ketimbang Baitul Mal Hidayatullah (BMH) Malang, YDSF Malang dan BMH Malang telah melakukan berbagai usaha untuk melakukan perbaikan terus-menerus untuk mencapai visi dan misi mereka, YDSF Malang dan BMH Malang telah melakukan berbagai usaha untuk melibatkan seluruh potensi yang dimiliki lembaga guna mencapai pelayanan yang berkualitas.

Persamaan:

Sama-sama membahas implementasi TQM dalam pengelolaan zakat pada perusahaan

nonprofit. Perbedaan:

Penelitian ini melihat aplikasi prinsip-prinsip TQM di YDSF Malang dan BMH Malang. Kedua lembaga tersebut

diperbandingkan dalam beberapa unsur antara lain; inovasi dalam rangka memuaskan pelanggan (muzakki>,

mustahi>q, dan amil). Sedangkan penelitian sekarang, hanya fokus pada implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.

2. Sudirman Hasan

dengan judul “Implementasi Total Quality

Management dalam

Pengelolaan Wakaf di Dompet Dhuafa“

Implementasi nilai TQM Dompet Dhuafa dalam pengelolaan wakaf dapat dikatakan relatif maju karena perhatian lembaga kepada pelanggan, baik eksternal maupun internal cukup bagus. Begitu pula dalam hal perbaikan proses dan keterlibatan total, Dompet Dhuafa menunjukkan semangat perbaikan yang terencana dan terstruktur, serta melibatkan semua elemen organisasi. Persamaan: Sama-sama membahas implementasi TQM pada perusahaan nonprofit. Perbedaan:

Penelitian ini fokus pada indikator pelaksanaan TQM dalam pengelolaan wakaf ala Dompet Dhuafa. Sedangkan penelitian sekarang, fokus pada implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.


(18)

3. Musran Munizu dengan judul “Praktik Total Quality Management (TQM) dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Telkom Tbk. Cabang Makassar)”

Variabel-variabel praktik TQM yang terdiri atas; kepemimpinan, perencanaan strategis, fokus pada pelanggan, informasi dan analisis, manajemen SDM, dan manajemen proses berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Persamaan: Sama-sama membahas implementasi TQM. Perbedaan:

Penelitian ini fokus bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh variabel-variabel TQM pada perusahaan profit. Sedangkan penelitian sekarang, hanya fokus pada implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM. 4. Ari Zaqi Al Faritsy

dan Suseno dengan judul “Penerapan

TQM (Total

Quality Management) dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan UMKM”

Unsur-unsur TQM yang sudah diterapkan adalah fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, kerja sama tim,

kebebasan terkendali, kesatuan tujuan dan adanya keterlibatan, dan pemberdayaan

karyawan. Sedangkan unsur-unsur yang belum diterapkan adalah pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan serta pelatihan. Persamaan: Sama-sama membahas implementasi TQM. Perbedaan:

Penelitian ini secara khusus mengkaji

penerapan sepuluh unsur TQM pada UMKM Aksis Jaya (perusahaan profit). Sedangkan penelitian sekarang, hanya fokus pada implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.

5. Aprita Nur

Rahmadany dengan judul “Analisis Implementasi Total Quality

Management pada

Organisasi

Pengelola Zakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah”

Tingkat implementasi

TQMsecara umum pada

OPZ di DIY dan Jateng belum cukup baik. Kriteria mutu jika diurutkan dari yang terbaik

implementasinya adalah: kepemimpinan, perencanaan strategis, pengukuran, analisis dan manajemen

pengetahuan, manajemen proses,

Persamaan:

Sama-sama membahas implementasi TQM pada perusahaan nonprofit. Perbedaan:

Penelitian ini untuk menguji sejauh mana TQM telah

diimplementasikan oleh OPZ di DIY dan Jateng serta area manajemen yang masih

membutuhkan perbaikan untuk meningkatkan


(19)

fokus amilin, fokus pangsa zakat, hasil aktivitas. Hasil selanjutnya bahwa implementasi TQM berpengaruh terhadap efisiensi pengelolaan dana, pertumbuhan penerimaan dana utama, serta pertumbuhan biaya utama. Akan tetapi, implementasi tersebut tidak

berpengaruh terhadap ketersediaan sumber daya keuangan.

manajemen mutu OPZ di DIY dan Jateng, serta untuk menguji pengaruh implementasi TQM terhadap kinerja keuangan OPZ di DIY dan Jateng. Sedangkan penelitian sekarang, hanya fokus pada

implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.

6. Mohamad Toyyib

Wibiksana dengan judul “Analisis Hubungan

Implementasi Total Quality

Management

dengan Kinerja Manajerial (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang

Jakarta-Rawamangun”

Dari hasil uji korelasi diperoleh bahwa implementasi TQM memiliki korelasi positif sedang atau cukup berarti dengan kinerja manajerial yaitu sebesar 50,9% dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002%. Faktor pendukung lainnya dalam penerapan TQM agar dapat

meningkatkan kinerja manajerial adalah kepemimpinan, lama waktu bekerja dari setiap karyawan, jenjang pendidikan, dan lain-lain.

Persamaan:

Sama-sama membahas implementasi TQM. Perbedaan:

Penelitian ini menguji hubungan antara implementasi TQM dengan kinerja manajerial pada perusahaan profit. Sedangkan penelitian sekarang, hanya fokus pada implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.


(20)

F. Kegunaan Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan khazanah ilmu pengetahuan kepada para akademisi guna mengetahui tentang implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pada kajian penelitian yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Para Praktisi di Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi para praktisi di LAZ, khususnya di YDSF Surabaya dalam menerapkan prinsip-prinsip TQM pada setiap kegiatannya.

b. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperkaya pengetahuan penulis tentang implementasi prinsip-prinsip TQM, khususnya dalam pengelolaan zakat di YDSF Surabaya.

c. Bagi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan kepada UIN Sunan Ampel Surabaya, khususnya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam untuk lebih mengembangkan kajian keilmuan ekonomi Islam.


(21)

G. Definisi Operasional

Definisi operasional memuat penjelasan tentang pengertian yang bersifat operasional dari konsep/variabel penelitian sehingga bisa dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji atau mengukur variabel tersebut melalui penelitian. Pemberian definisi operasional hanya terhadap suatu konsep/variabel yang dipandang masih belum operasional dan bukan kata per kata.16 Untuk memahami dalam memaknai judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan tentang definisi operasional dari judul tersebut sebagai berikut: 1. Manajemen Mutu

Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.17 Mutu mengacu pada dua pengertian pokok, yaitu sejumlah keistimewaan produk dan segala sesuatu yang bebas dari kekurangan.18

Pada dasarnya, konsep mutu baik pada perusahaan jasa maupun non jasa mencakup berbagai hal yang terfokus pada pelanggan. Sebuah produk barang atau jasa dibuat, didesain, diproduksi, layanan yang diberikan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan. Suatu produk atau jasa dikatakan bermutu apabila dapat dimanfaatkan, digunakan, dinikmati sesuai dengan kebutuhan atau bahkan melebihi harapan pelanggan.

16 Tim Penyusun, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Islam, 2014), 9.

17 Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2007), 4. 18 Vincent Gaspersz, Total Quality Management (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 5.


(22)

2. Pengelolaan Zakat di YDSF Surabaya

Pengelolaan Zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.19 Zakat secara spesifik hanya diperuntukkan bagi 8 golongan saja sebagaimana yang terdapat dalam Alquran surah At-Taubah [9]: 60. Pengelolaan zakat di YDSF Surabaya disalurkan melalui 5 program yaitu; pendidikan, peduli yatim, dakwah, masjid, dan kemanusiaan.20

3. Total Quality Management (TQM)

Dalam penelitian ini, TQM adalah manajemen kinerja prima dari YDSF Surabaya yang berhubungan dengan masalah pengelolaan zakat. Arthur Tenner mengemukakan tiga prinsip utama dalam TQM yaitu:21 a. Pertama, fokus kepada pelanggan (focus on customer). Pelanggan

internal adalah para karyawan (amil) yang bekerja di YDSF Surabaya. Adapun pelanggan eksternal YDSF Surabaya adalah para muzakki> dan mustahi>q. Perhatian yang diberikan oleh YDSF Surabaya kepada pelanggan misalnya dengan tersedianya fasilitas komunikasi yang cepat dan tanggap seperti; SMS Center, Nomor Complain, Grup WhatsApp, dan lainnya.

19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 20 Yayasan Dana Sosial Al-Falah, “Menengok Sejenak Perjalanan YDSF”, dalam www.ydsf.org,

diakses pada 19 April 2016.

21 Arthur R Irving J. DeToro Tenner, “Total Quality Management, Three Steps to Continuous


(23)

b. Kedua, perbaikan proses (process improvement). Upaya YDSF Surabaya dalam perbaikan proses yang berkesinambungan misalnya melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta penyelenggaraan pelatihan bagi karyawan.

c. Ketiga, keterlibatan total (total involvement). Keterlibatan antara pimpinan dengan seluruh karyawan ditunjang dengan saling berhubungan baik dan lancar dalam mengembangkan manajemen dianggap penting oleh YDSF Surabaya.

H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus (case study). Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif.22 Pendekatan studi kasus pada hakikatnya terfokus kepada kasus tertentu.

Adapun studi kasus yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bahwa pada awalnya, konsep TQM hanya digunakan untuk organisasi yang berorientasi laba (profit), terutama yang merupakan perusahaan besar. Namun dalam perkembangannya, konsep TQM pun relevan untuk diimplementasikan pada organisasi nonprofit, baik organisasi sektor

22 M. Syahran Jailani, “Ragam Penelitian Qualitative (Ethnografi, Fenomenologi, Grounded


(24)

publik serta perusahaan/organisasi yang berukuran kecil (termasuk pada LAZ).23 Dari pernyataan tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.

Langkah-langkah penelitian pada studi kasus sama dengan penelitian kualitatif karena pada hakikatnya penelitian studi kasus adalah bagian dari penelitian kualitatif.\ Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian studi kasus menurut Denzin adalah sebagai berikut: (a) membatasi kasus, menentukan objek dari penelitian, (b) menyeleksi fenomena-fenomena, tema atau isu (sebagai pertanyaan penelitian, (c) menentukan pola data untuk mengembangkan isu, (d) observasi triangulasi, (e) menyeleksi alternatif interpretasi, (f) mengembangkan kasus yang telah ditentukan.24

2. Data yang Dikumpulkan

Data merupakan fakta tentang karakteristik tertentu dari suatu fenomena yang diperoleh melalui pengamatan.25 Penelitian ini membutuhkan data primer, yaitu berupa data dari informan yang terdiri beberapa karyawan YDSF Surabaya. Sedangkan data sekunder

23 Aprita Nur Rahmadany, “Analisis Implementasi Total Quality Management pada Organisasi

Pengelola Zakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa”, 4.

24Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (Eds.). “The Handbook of Qualitative Research

Thousand Oaks” (CA: Sage, 1994), 49.


(25)

dikumpulkan dari studi pustaka seperti; dokumen-dokumen lembaga, buku, jurnal, artikel, penelitian terdahulu, dan lainnya.

3. Sumber Data

Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.26 Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya.27 Sumber data primer adalah suatu objek atau dokumen original-material mentah dari pelaku yang disebut first-hand information.28 Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah 4 orang karyawan YDSF Surabaya yang diambil dari 1 orang Divisi Penghimpunan, 2 orang Divisi Pendayagunaan, dan 1 orang Divisi Umum yang paham akan penelitian ini. Jika informasi yang terkumpul masih kurang, maka penggalian data selanjutnya akan dilakukan dengan teknik snowball yaitu teknik pengambilan sampel yang pada mulanya jumlahnya kecil tetapi makin lama makin banyak, berhenti sampai informasi yang didapatkan dinilai telah cukup.29

26 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktikCet.13 (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2006), 129.

27 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Rajawali, 1987), 93.

28 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Revika Aditama, 2010), 239.

29 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan Perbandingan Perhitungan


(26)

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.30 Sumber data sekunder merupakan data pendukung yang berasal dari seminar, buku-buku, media cetak/elektronik, artikel, dan penelitian terdahulu yang relevan. Adapun yanng menjadi sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah berupa dokumen-dokumen lembaga yang berisi data sejarah berdiri, informasi lokasi, struktur organisasi, dan lainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian langsung terjun ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Adapun teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.31 Penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur kepada direktur dan beberapa karyawan YDSF Surabaya. Wawancara terstruktur yaitu wawancara

30 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, 93.


(27)

dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya agar pertanyaan lebih terfokus. Saat melakukan wawancara, selain membawa pedoman untuk wawancara, peneliti juga menggunakan instrumen pendukung yang berupa alat perekam, kamera, gambar, brosur, dan lainnya.

b. Observasi

Observasi merupakan kegiatan mengamati secara cermat dan seksama terhadap fakta, data yang mengandung anasir-anasir pemahaman yang tergali dan menjadi penyusun objek peristiwa yang diteliti.32 Penelitian ini menggunakan observasi partisipasi pasif. Jadi, peneliti datang di tempat kegiatan untuk mengamati kegiatan yang berhubungan dengan penelitian, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.33

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen.34 Dokumentasi dapat berupa buku profil lembaga, brosur, foto kegiatan yang relevan dengan penelitian, dan lainnya.

32 Sonny Leksono, Penelitian Kualitatif Ilmu Ekonomi dari Metodologi ke Metode (Jakarta:

Rajawali Pers, 2013), 205.

33 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013), 227. 34 M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87.


(28)

5. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian.35 Dalam hal ini penulis akan mengambil data yang akan dianalisis dengan rumusan masalah saja.

b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.36 Penulis melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan untuk dianalisis dan menyusun data tersebut dengan sistematis untuk memudahkan penulis dalam menganalisa data.

c. Penemuan Hasil, yaitu dengan menganalisis data yang telah diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.37

6. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus

35 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), 243. 36 Ibid., 245.


(29)

untuk menguji data yang diperoleh. Adapun uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan uji kredibilitas yang terdiri dari:

a. Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang ditemui maupun sumber data yang lebih baru. Perpanjangan pengamatan berarti hubungan antara peneliti dengan sumber akan terjalin semakin akrab, terbuka, dan saling timbul kepercayaan, sehingga informasi yang diperoleh semakin banyak dan lengkap. Perpanjangan pengamatan difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh. Data yang diperoleh setelah dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, ada perubahan atau masih tetap. Setelah dicek kembali ke lapangan data yang telah diperoleh sudah dapat dipertanggungjawabkan (benar) berarti kredibel, maka perpanjangan pengamatan perlu diakhiri.

b. Meningkatkan Kecermatan dalam Penelitian

Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan agar kepastian data dan kronologis peristiwa dapat dicatat atau direkam dengan baik dan sistematis. Meningkatkan kecermatan merupakan salah satu cara mengontrol/mengecek pekerjaan apakah data yang telah dikumpulkan, dibuat, dan disajikan sudah benar atau belum. Untuk meningkatkan ketekunan peneliti dapat dilakukan


(30)

dengan cara membaca berbagai referensi, buku, hasil penelitian terdahulu, dan dokumen-dokumen yang relevan.

c. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data. Terdapat dua teknik triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:38

1) Triangulasi Sumber

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data.39

2) Triangulasi Teknik

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya untuk mengecek data bisa melalui wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada

38 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 125. 39 Ibid., 127.


(31)

sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar.40

7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.41

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yakni dengan menjelaskan atau menggambarkan data hasil penelitian dan selanjutnya penulis harus menggali lebih dalam guna mengetahui apa yang terdapat di balik fakta dari yang terlihat atau terdengar tersebut. Dalam penelitian ini, digunakan teknik induktif untuk menarik suatu kesimpulan terhadap hal-hal atau peristiwa dari data yang telah dikumpulkan melalui dokumentasi, baru kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Pada teknik induktif, data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta.

Pada penelitian ini, manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dianalisis dengan menggunakan konsep TQM yang

40 Ibid. 41 Ibid., 89.


(32)

dikemukakan oleh Arthur Tenner melalui tiga prinsip yaitu: fokus kepada pelanggan, perbaikan berkesinambungan, dan keterlibatan total. Dipilihnya konsep Tenner tersebut, karena tiga prinsip itu dianggap mewakili indikator keberhasilan penerapan TQM di sebuah lembaga.

I. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari beberapa bab atau bagian bab yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, memuat uraian tentang: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.

Bab II Kerangka Teoretis memuat penjelasan teoretis mengenai manajemen mutu, pengelolaan zakat, dan TQM.

Bab III Data Penelitian, memuat gambaran umum lembaga YDSF Surabaya yang berisikan sejarah, visi dan misi, struktur organisasi, 5 bidang garap, serta potret manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya.

Bab IV Analisis Data, memuat tentang hasil analisis dan pembahasan mengenai implementasi manajemen mutu pengelolaan zakat di YDSF Surabaya dalam perspektif TQM.


(33)

BAB II

KERANGKA TEORETIS

A. Manajemen Mutu

Kata mutu atau kualitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “quality”.

Menurut KBBI, kualitas berarti: tingkat baik buruknya sesuatu; 2) derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dsb); dan 3) mutu.1

Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.2 Mutu mengacu pada dua pengertian pokok, yaitu sejumlah keistimewaan produk dan segala sesuatu yang bebas dari kekurangan.3

Untuk memahami makna kualitas, dapat dilihat dari perspektif produsen dan konsumen. Dalam pikiran pelanggan, kualitas mempunyai banyak dimensi dan mungkin diterapkan dalam satu waktu. Pelanggan melihat kualitas dari dimensi sebagai berikut:

1. Conformity to Specifications (Kesesuaian dengan Spesifikasi)

Pelanggan mengharapkan produk/jasa yang mereka beli memenuhi atau melebihi tingkat kualitas tertentu seperti yang diiklankan. Kualitas ditentukan oleh kesesuaiannya dengan spesifikasi yang ditawarkan. Dalam sistem jasa, kesesuaian dengan spesifikasi juga perlu, walaupun tidak menghasilkan sesuatu yang dapat disentuh. Spesifikasi untuk

1 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 655.

2 Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2007), 4. 3 Vincent Gaspersz, Total Quality Management (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 5.


(34)

operasi jasa berkaitan dengan pengiriman barang pada waktunya atau kecepatan dalam memberikan tanggapan terhadap keluhan pelanggan.

2. Value (Nilai)

Nilai menunjukkan seberapa baik produk/jasa mencapai tujuan yang dimaksudkan pada harga pelanggan bersedia membayarnya. Kualitas diukur dari harga yang dibayar untuk produk/jasa. Berapa nilai produk/jasa dalam pikiran pelanggan tergantung pada harapan pelanggan sebelum membelinya.

3. Fitness for Use (Kecocokan untuk Digunakan)

Kecocokan untuk digunakan menunjukkan seberapa baik produk/jasa mewujudkan tujuan yang dimaksudkan, pelanggan mempertimbangkan fitur mekanis produk atau kenyamanan pelayanan. Kualitas ditentukan oleh seberapa jauh kecocokan produk/jasa untuk dipergunakan. Aspek lain termasuk penampilan, gaya, daya tahan, keandalan, keahlian, dan kegunaan.

4. Support (Dukungan)

Seringkali dukungan yang diberikan oleh perusahaan terhadap produk/jasa sangat penting bagi pelanggan, seperti halnya kualitas produk/jasa itu sendiri. Dukungan dapat diberikan dalam bentuk


(35)

pelayanan purna jual. Pelanggan bingung jika neraca keuangan salah, respons atas klaim jaminan terlambat, atau iklan menyesatkan.

5. Psychological Impressions (Kesan Psikologi)

Orang sering mengevaluasi kualitas produk/jasa atas dasar kesan psikologis: iklim, citra, atau estetika. Dalam pelayanan, di mana terdapat kontak langsung dengan penyelenggara, penampilan dan tindakan penyelenggara sangat penting. Pegawai yang berpakaian rapi, sopan, bersahabat, dan simpatik dapat memengaruhi persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan.

American Society for Quality Control mendefinisikan kualitas sebagai fitur-fitur dan karakteristik-karakteristik dari sebuah produk/jasa secara keseluruhan yang berpusat pada kemampuan produk/jasa tersebut dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah dinyatakan atau tersirat.4

B. Pengelolaan Zakat

Undang-Undang Pengelolaan Zakat mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).5 BAZNAS merupakan organisasi yang mengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah. BAZNAS berkedudukan di tiap kabupaten/kota.

4 Ricky W. Griffin, Manajemen, Edisi Ketujuh, Jilid 2 (Jakarta: Erlangga, 2004), 208. 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun2011 tentang Pengelolaan Zakat.


(36)

Sedangkan LAZ adalah organisasi yang mengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat untuk mendukung pemberdayaan zakat oleh BAZNAS. LAZ dipersyaratkan terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, berbentuk badan hukum, umumnya yayasan dan mendapat persetujuan dari BAZNAS.6 Eksistensi BAZNAS dan LAZ diartikan sebagai fastabiqul khoira>t (berlomba-lomba dalam kebaikan) dengan cara mengajak orang membayar zakat.

Dalam Undang-Undang RI No. 38 Tahun 1999 disebutkan bahwa pengelolaan zakat merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.7 Penghimpunan zakat adalah suatu upaya atau proses kegiatan yang bertujuan mengumpulkan dana ZISWA, dan sumber dana lainnya dari masyarakat (baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah) yang akan didistribusikan dan diberdayakan untuk mustahi>q.8 Agar pengelolaan zakat berjalan optimal, petugas zakat haruslah memiliki integritas, kredibilitas, profesionalisme, dan kualitas jasa serta memiliki sifat jujur dan amanah.

Jika melihat pengelolaan zakat pada masa Rasulullah Saw. dan para sahabat kemudian diaplikasikan pada zaman sekarang, kita dapati bahwa pendistribusian zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu berupa bantuan sesaat dan pemberdayaan. Bantuan sesaat bukan berarti bahwa

6 Ibid.

7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. 8 Eri Sudewo, Manajemen Zakat (Ciputat: Institut Manajemen Zakat, 2004), 189.


(37)

zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Bantuan sesaat dalam hal ini berarti bahwa penyaluran kepada mustahi>q tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi (pemberdayaan) mustahi>q. Hal ini dilakukan karena mustahi>q yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri seperti pada diri para orang tua yang sudah jompo, orang dewasa yang cacat yang tidak memungkinkan untuk mandiri.9

Adapun pendistribusian zakat yang memberdayakan adalah pendistribusian zakat yang disertai target merubah keadaan penerima (lebih dikhususkan golongan fakir miskin) dan kondisi kategori mustahi>q menjadi kategori muzakki>. Ini merupakan target besar yang tidak dapat dicapai dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, pendistribusian zakat disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah kemiskinan, harus diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan.10

Pendistribusian dan pemberdayaan merupakan inti dari seluruh kegiatan pengelolaan dana zakat. Jadi, harus disadari bahwa keberhasilan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) bukan semata-mata terletak pada kemampuannya dalam mengumpulkan dana zakat, tetapi juga pada kemampuan mendistribusikan dan memberdayakannya.11

9 Iffatul Auliyaa’ Alwi, Optimalisasi Penghimpunan dan Pendistribusian Zakat yang

Memberdayakan di Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya” (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014), 76.

10 Ibid., 77. 11 Ibid., 73.


(38)

Masalah pendistribusian erat kaitannya dengan hak-hak individu dalam masyarakat. Pendistribusian dan pemberdayaan merupakan bagian terpenting dalam bentuk kesejahteraan suatu komunitas. Pendistribusian zakat yang baik haruslah dikelola oleh lembaga yang profesional, seperti yang telah dipraktikkan Rasulullah Saw. pada masa pemerintahannya.12

Setelah datangnya Islam, kaum muslimin diwajibkan untuk membayar zakat sebagaimana pemimpin menyuruhnya untuk mengambil dari orang-orang yang sudah berkewajiban membayarnya. Kemudian mulailah dibuat sistem pendistribusian dari wilayah tempat zakat itu diambil. Maka, daerah itulah yang pertama mendapatkan jatah pendistribusiannya.13 Jumhur Fuqaha sepakat bahwa zakat diberikan kepada delapan golongan (as}naf) sebagaimana dalam Alquran surah At-Taubah [9]: 60.

                             

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”15

Kesalahan terjadi ketika zakat diserahkan kepada orang yang tidak berhak menerimanya, maka pembayaran zakat tersebut wajib dilakukan

12 Ibid., 74.

13 Yusuf Qardawi, Spektrum Zakat (Jakarta: Zikrul Hakim, 2005), 141. 14 Alquran, 9: 60.


(39)

kembali. Hal ini dikarenakan zakat merupakan salah satu instrumen pembangunan dalam ekonomi Islam, sehingga penerimanya haruslah tepat sasaran berdasarkan syariat Islam.

Fatwa ulama, Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa Islam mewajibkan agar dana zakat harus dibagikan segera dan tidak boleh ditunda-tunda pembagiannya tanpa adanya alasan yang jelas. Karena pada zaman Rasulullah Saw, beliau selalu mengutus para pekerja dan pengumpul zakat untuk segera mengambil zakat dari mereka yang memang berkewajiban untuk membayar zakat agar segera dibagikan pada orang-orang yang berhak. Mereka tidak pernah menunda dan melambat-lambatkan.16

C. Total Quality Management (TQM)\ 1. Definisi TQM

TQM adalah suatu pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh organisasi masa kini untuk memperbaiki outputnya, menekan biaya produksi, serta meningkatkan produksi.17 Total mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses, seluruh pegawai, termasuk pemakai produk dan jasa, serta supplier. Quality berarti karakteristik yang memenuhi kebutuhan pemakai. Sedangkan Management berarti proses

16 Nurul Huda, et al., Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritis dan Sejarah (Jakarta: Kencana,

2012), 173.

17 Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: Graha


(40)

komunikasi vertikal dan horizontal, top down dan buttom up, guna mencapai mutu dan produktivitas.

Definisi TQM ada bermacam-macam. Berikut adalah beberapa definisi TQM yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya yaitu: a) Menurut Tjiptono dan Diana, TQM adalah suatu pendekatan dalam

menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.18

b) Menurut Vincent Gasperz, TQM didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performasi secara terus-menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.19

c) Menurut Soewarso Hardjosoedarmo, TQM adalah penerapan metode kuantitatif dan pengetahuan kemanusiaan untuk memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi, memperbaiki semua proses penting dalam organisasi, dan memperbaiki upaya memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa kini dan di waktu yang akan datang.20

18 Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management, 120. 19 Vincent Gasperz, Total Quality Management , 5.

20 Soewarso Hardjosoedarmo, Total Quality ManagementEdisi Revisi (Yogyakarta: Andi Offset,


(41)

TQM yang didefinisikan oleh para ahli pada dasarnya sama, yaitu merupakan sistem manajemen prima suatu organisasi sebagai upaya memperoleh keunggulan kompetitif dengan melibatkan seluruh anggota organisasi melalui fokus kepada pelanggan, perbaikan menyeluruh dan berkesinambungan, serta keterlibatan total.

2. Perbedaan TQM dengan Metode Manajemen Lainnya

Ada empat perbedaan pokok antara TQM dengan metode manajemen lainnya yaitu:21

a. Asal Intelektualnya

Sebagian besar teori dan teknik manajemen berasal dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu ekonomi mikro merupakan dasar dari sebagian besar teknik-teknik manajemen keuangan (misalnya analisis discounted cash flow, dan penilaian sekuritis); ilmu psikologi mendasari teknik pemasaran dan decision support system; dan sosiologi memberikan dasar konseptual bagi desain organisasi. Sementara itu, dasar teoretis dari TQM adalah statistika. Inti dari TQM adalah pengendalian proses statistikal (SPC/ Statistical Process Control) yang didasarkan pada sampling dan analisis varian.


(42)

b. Sumber Inovasinya

Bila sebagian besar ide dan teknik manajemen bersumber dari sekolah bisnis dan perusahaan konsultan manajemen terkemuka, maka inovasi TQM sebagian besar dihasilkan oleh para pionir yang pada umumnya adalah insinyur teknik industri dan ahli fisika yang bekerja di sektor industri dan pemerintah.

c. Asal Negara Kelahirannya

Kebanyakan konsep dan teknik dalam manajemen keuangan, pemasaran, menajemen strategi, dan desain organisasi berasal dari Amerika Serikat dan kemudian tersebar ke seluruh dunia. Sebaliknya, TQM semula berasal dari Amerika Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di Jepang dan kemudian berkembang ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi, TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia.

Di Indonesia, konsep TQM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980-an dan saat ini, sudah cukup populer terutama di sektor swasta antara lain dengan adanya program ISO-9000. Sampai saat ini, ISO-9000 telah diterapkan oleh 53 negara termasuk MEE dan negara-negara di Asia Selatan/Timur seperti Singapura, Malaysia, Hongkong, dan Cina. Pemerintah Indonesia pun menerapkan standar


(43)

ISO-9000 di mana dalam PP No. 15/1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Keppres No 12/1991 tentang penyusunan, penerapan dan pengawasan SNI, juga mengarah pada persyaratan yang diterapkan oleh standar ISO-9000. Dengan adanya standar nasional, pemerintah menginginkan perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat bersaing di dunia internasional dengan produk-produk yang berkualitas sesuai standar internasional.22

d. Proses Diseminasi atau Penyebaran

Penyebaran sebagian besar menajemen modern bersifat hirarkis dan top-down. Yang mempelopori biasanya adalah perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Electric, IBM, dan General Motors. Sedangkan gerakan perbaikan kualitas merupakan proses buttom-up, yang dipelopori perusahaan-perusahaan kecil. Dalam implementasi TQM, penggerak utamanya tidaklah selalu CEO, tetapi seringkali malah manajer departemen atau manajer divisi.

TQM ditinjau dari berbagai sudut memang memiliki perbedaan orientasi dan landasan jika dibandingkan dengan manajemen tradisional. Dari sudut pandang tujuan sebuah organisasi atau perusahaan, misalnya TQM menekankan tujuan

22 N. Oneng Nurul Bariyah, “Kontekstualisasi Total Quality Management dalam Lembaga

Pengelola Zakat untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Prinsip dan Praktik)” (Disertasi--UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010), 33.


(44)

perusahaan pada melayani kebutuhan pelanggan dengan memasok barang dan jasa yang memiliki kualitas setinggi mungkin. Ini berarti bahwa filosofi yang mendasari cara kerja TQM adalah bagaimana memberikan yang terbaik bagi orang lain.

Bila dirunut ke belakang, akan ditemukan landasan normatifnya. Dalam keyakinan Islam misalnya, sebaik-baik manusia (individu atau kelompok) adalah yang memberikan manfaat lebih baik bagi orang lain. Berbeda dengan manajemen tradisional yang menekankan sudut pandang perusahaan sebagai sebuah organisasi yang bertujuan untuk memaksimumkan laba atau memaksimalkan kemakmuran para pemilik.

Menurut Edward Deming, TQM merupakan jalan menuju perolehan competitive advantage yang pada intinya terdiri dari beberapa poin, di antaranya:23

1) Ciptakan keajegan tujuan dalam menuju perbaikan produk dan jasa dengan maksud menjadi lebih dapat bersaing dan tetap berada dalam bisnis dan untuk menciptakan lapangan kerja. 2) Mengadopsi falsafah baru. Kita berada dalam perekonomian

baru. Manajemen gaya baru harus bangun dan menghadapi tantangan, harus belajar bertanggung jawab dan mengambil alih kepemimpinan guna menghadapi perubahan.


(45)

3) Hentikan ketergantungan pada inspeksi atau mempertahankan mutu.

4) Hentikan mempraktikkan bisnis berdasarkan daftar harga (price list) sebaiknya usahakan adanya suatu pemasok untuk satu barang, dengan tujuan adanya hubungan yang langgeng berdasarkan loyalitas dan rasa saling percaya.

5) Perbaiki secara konstan dan terus-menerus mutu dan produksi barang dan jasa untuk meningkatkan mutu dan produktivitas. 6) Lembagakan on the job training.

7) Tujuan dari kepemimpinan harus untuk membantu orang lain dan komponen lain sehingga dapat berkinerja lebih baik.

8) Galakkan pendidikan dan “self empowerment” bagi setiap

orang.

9) Mengadakan action agar transformasi berhasil.

4. Prinsip-Prinsip TQM

Arthur Tenner mengemukakan tiga prinsip utama dalam TQM. Ketiga hal tersebut adalah:24

a. Fokus kepada Pelanggan (focus on customer). Kualitas didasarkan kepada konsep bahwa setiap orang mempunyai pelanggan. Keinginan dan harapan pelanggan harus dipenuhi setiap saat oleh

24 Arthur R Irving J. DeToro Tenner, “Total Quality Management, Three Steps to Continuous


(46)

sebuah organisasi. Oleh sebab itu, untuk menentukan keinginan pelanggan, sejumlah analisis harus dilakukan agar tidak salah langkah. Pihak lembaga harus melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan pelanggan atas kualitas serta melakukan langkah-langkah yang tepat dan sesuai. Indikator fokus kepada pelanggan adalah: 1) Pelanggan diberikan pelayanan prima oleh lembaga.

2) Lembaga selalu berupaya meningkatkan kepuasan pelanggan. 3) Pelanggan diberikan kesempatan untuk menyampaikan keluhan

dan masukan kepada lembaga.

4) Lembaga selalu menyelesaikan permasalahan pelanggan dengan cepat dan tepat.

5) Adanya reward dan punishment yang diberikan kepada pelanggan.

b. Perbaikan proses (process improvement). Konsep peningkatan kualitas secara terus-menerus berawal dari asumsi bahwa sebuah hasil kerja merupakan akumulasi dari serangkaian langkah kerja yang saling terakit hingga muncullah output. Perhatian yang berkelanjutan terhadap setiap langkah dalam proses kerja merupakan satu hal yang harus dilakukan demi mengurangi output yang berbeda-beda dan meningkatkan kepercayaan proses. Tujuan pertama dari perbaikan yang berkesinambungan adalah proses yang tepercaya dalam artian bahwa output yang dihasilkan setiap waktu


(47)

akan sama dan sesuai dengan standar yang ditentukan. Apabila variasi output telah diperkecil namun hasilnya belum dapat diterima, tujuan kedua dari perbaikan proses adalah mendesain ulang proses produksi sehingga memperoleh hasil yang lebih baik dan sesuai dengan harapan pelanggan. Indikator perbaikan proses adalah:

1) Selalu berupaya melakukan perbaikan secara terus-menerus. 2) Strategi perbaikan disosialisasikan kepada seluruh karyawan. 3) Setiap karyawan memperoleh pendidikan dan pelatihan yang

dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk memberikan layanan yang berkualitas tinggi.

4) Selalu meningkatkan sarana dan prasarana lembaga.

c. Keterlibatan Total (total involvement). Pendekatan ini dimulai dengan adanya pemimpin yang aktif dari manajemen senior dan mencakup usaha untuk menggunakan keahlian karyawan dari organisasi tersebut untuk meraih keuntungan persaingan di pasar. Karyawan di setiap jenjang diberi bekal untuk meningkatkan hasil kerja dengan bekerja sama dalam struktur bekerja yang fleksibel dalam penyelesaian masalah, peningkatan proses, dan memberikan kepuasan pada pelanggan. Begitu pula mitra kerja luar harus dilibatkan secara aktif dengan bekerja sama dengan karyawan yang


(48)

terdidik untuk memberikan keuntungan bagi organisasi. Indikator keterlibatan total adalah:

1) Pimpinan dan karyawan bersama-sama memajukan lembaga. 2) Pimpinan selalu melakukan pengecekan secara langsung dan

rutin atas kinerja karyawan.

3) Karyawan dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan.

5. Tujuan Penerapan TQM

Menerapkan TQM dapat dipahami sebagai upaya organisasi bisnis untuk menjaga seluruh aspek yang berkaitan dengan kegiatan operasional usaha, baik pemasaran, sumber daya manusia, keuangan, dan aspek-aspek lainnya agar mampu bekerja secara harmonis dalam rangka untuk memenuhi harapan-harapan dan keinginan-keinginan konsumen atau melebihi ekspektasi mereka. Menurut Samdin, terdapat beberapa alasan mengapa TQM perlu diterapkan dalam pengelolaan zakat oleh LAZ di antaranya:25

a. Untuk meningkatkan daya saing dan unggul dalam persaingan. b. Menghasilkan output/kinerja LAZ yang terbaik.

c. Meningkatkan kepercayaan muzakki>.

d. Melakukan perbaikan kualitas pengelolaan dana zakat sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.

25Samdin, “Pengembangan Manajemen BAZIS” (Makalah--Disajikan dalam Simposium Nasional


(49)

6. Manfaat TQM

Menurut Nasution, terdapat beberapa manfaat yang diperoleh dari penerapan TQM yang berhasil yaitu:26

a) Perbaikan kepuasan pelanggan.

b) Penghapusan kesalahan-kesalahan dan pemborosan.

c) Peningkatan dorongan semangat kerja dan tanggung jawab karyawan.

d) Peningkatan profitabilitas dan daya saing.

7. TQM dalam Perspektif Islam

Konsep TQM memberi penekanan pada kepuasan pelanggan, peningkatan mutu pelayanan secara berkesinambungan, dan keterlibatan tim. Hal ini melibatkan komitmen manajemen dan karyawan secara total dalam usaha mencapai mutu yang lebih baik. Menurut konsep Islam, memberi manfaat bagi orang lain merupakan sesuatu yang bernilai, di mana salah satunya adalah dengan memberikan mutu yang terbaik dalam bentuk barang atau jasa maupun pelayanan.27

Jika kita memperhatikan seluruh aspek dalam TQM, maka akan tampak bahwa TQM adalah aplikasi dari ajaran Islam.28 Inti sari dari

26 Nasution, M. N., Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2005), 36.

27 Veithzal, Rivai, Islamic Human Capital (Jakarta: PT Raja Grafindo), 535.

28 Mohamad Toyyib Wibiksana, “Analisis Hubungan Implementasi Total Quality Management

dengan Kinerja Manajerial: Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jakarta-Rawamangun” (Skripsi--UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008), 19-20.


(50)

TQM berupa perbaikan berkelanjutan sebagaimana tercermin dalam Alquran surah Ar-Ra’du [13]: 11.

                                9

“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”30

Dalam ayat tersebut, Islam megajarkan kepada manusia untuk selalu berusaha memperbaiki suatu keadaan. Ajaran ini didukung pula dalam Alquran surah Al-Insyirah [94]: 5-7 yang berbunyi:

                

“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”32

Dalam ayat tersebut, terlihat jelas bahwa pentingnya melakukan pekerjaan dengan berulang-ulang dan bersungguh-sungguh, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dari pengalaman pekerjaan. Artinya, untuk awal melakukan pekerjaan pasti ada kesulitannya, kemudian dilakukan perbaikan berkesinambungan dan bersungguh-sungguh akan diperoleh hasil yang lebih baik dan bermutu.

29 Alquran, 13: 11.

30 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya , 250. 31 Alquran, 94: 5-7.


(51)

BAB III DATA PENELITIAN

A. Sejarah YDSF

Gagasan didirikannya Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya bermula dari keinginan beberapa pengurus Yayasan Masjid Al-Falah, untuk meneruskan kebiasaan yang dilakukan oleh Ketua Yayasan Masjid Al-Falah yang pertama, H. Abdul Karim (Alm).

Hampir setiap hari selepas menunaikan s}olat s}ubuh, beliau mempunyai kebiasaan berkeliling di daerah pinggiran kota Surabaya untuk melihat keadaan masjid/mus}olla> yang sedang dibangun. Apabila beliau menjumpai pembangunan yang nampak terbengkalai, beliau segera menghubungi beberapa hartawan muslim untuk diajak bersama-sama menuntaskan kesulitan pembangunan tersebut.

Dari kebiasaan beliau yang mulia ini, muncullah ide untuk melembagakannya dan mengelolanya secara baik. Ide tersebut segera memperoleh dukungan dari beberapa pengurus dan aktivis muda Masjid Al-Falah. Setelah melalui proses rapat dan persiapan yang cukup matang, pada tanggal 1 Maret 1987 secara resmi didirikanlah YDSF Surabaya yang diketuai oleh H. Abdul Karim.

Akan tetapi YDSF Surabaya belum lagi beroperasi, nampaknya Allah Swt. berkehendak lain, karena H. Abdul Karim berpulang terlebih dahulu ke Rahmatullah. Meninggalnya beliau tidak mengurangi semangat calon


(52)

pengurus lainnya, bahkan menjadi pemicu untuk segera melaksanakan ide beliau yang sangat baik ini. Mereka, kawan-kawan beliau segera melembagakan YDSF Surabaya dan menunjuk Ir. H. Abdul Kadir Baraja sebagai ketuanya, yang sebelumnya beliau menjabat sebagai Wakil Ketua.

YDSF Surabaya adalah lembaga sosial keagamaan yang memiliki legalitas hukum, hal ini diperkuat dengan Akta Notaris Abdul Razaq Ashiblie, S.H. Nomor 31 tanggal 14 April 1987. Dua tahun setelah lembaga ini beroperasi, dikuatkan lagi dengan mendapatkan rekomendasi dari Menteri Agama Republik Indonesia Nomor B.IV/02/HK.03/6276/1989.

Agar yayasan yang baru dibentuk ini dapat segera beroperasi, maka ditempatilah untuk sementara ruang lantai II Masjid Al-Falah sebagai kantor YDSF Surabaya. Sistem operasional YDSF Surabaya pada awalnya belum banyak menggunakan tenaga. Saat itu, YDSF Surabaya hanya ditangani oleh 3 (tiga) orang full time yang secara aktif memikirkan perkembangannya. Mereka adalah Drs. H. Hasan Sadzili (Alm) sebagai Kepala Kantor, H. Nur Hidayat sebagai Sekretaris, dan Syahid Haz (Alm) sebagai Koordinator Juru Penerang dan Juru Pungut Infaq.

Sejalan dengan perkembangan kegiatan yayasan, kantor operasional pun berpindah ke Jl. Taman Mayangkara 2 – 4 Surabaya dengan mengambil salah satu ruangan di lingkungan Lembaga Pendidikan Al-Falah (LPF). Dalam waktu yang tidak lama, kegiatan YDSF Surabaya semakin hari semakin bertambah. Jumlah donatur yang semula hanya beberapa ratus orang bertambah menjadi ribuan orang, begitu juga dengan jumlah karyawannya


(53)

yang semula hanya tiga orang bertambah menjadi belasan orang. Karena dinilai kantor di Jl. Taman Mayangkara 2 – 4 ini sudah tidak representatif lagi, maka pada bulan Juni 1992 kantor operasional YDSF Surabaya berpindah ke Jl. Darmokali 23A Surabaya.

Di kantor Darmokali ini, kegiatan YDSF Surabaya semakin bertambah banyak. Kepala Kantor pun mengalami beberapa pergantian. Dari Drs. H. Hasan Sadzili dialihkan ke Ir. Bimo Wahyu Wardoyo, dan kemudian digantikan oleh Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA (mantan Menteri Pendidikan & Kebudayaan RI). Pada periode Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA, istilah Kepala Kantor diganti dengan Direktur. Dengan masuknya Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA sebagai Direktur YDSF, profesionalisme kerja YDSF Surabaya semakin nyata. Semangat para pelaksana (karyawan YDSF Surabaya) semakin bertambah, kegiatan kantor dengan program-programnya pun semakin bertambah. Pada pertengahan tahun 1995, karena pemikiran-pemikiran beliau sangat dibutuhkan untuk pengembangan YDSF Surabaya, beliau diminta menjadi salah seorang pengurus, sedangkan jabatan Direktur diamanahkan kepada Kasim Achmad (Alm).

Karena perkembangan donatur YDSF semakin hari semakin bertambah jumlahnya, ditambah lagi dengan kegiatan layanan YDSF Surabaya yang semakin banyak jumlahnya, maka diputuskan untuk segera mencari lokasi baru yang tidak saja representatif bagi mobilisasi kegiatan kantor YDSF Surabaya, tapi juga berbagai kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan YDSF Surabaya secara keseluruhan.


(54)

Pada tanggal 31 Mei 1996, kantor YDSF Surabaya berpindah ke Jl. Manyar Kertoarjo V-23 Kav. 1 Surabaya, yaitu sebuah ruko berlantai 3 milik salah seorang pengurus YDSF Surabaya. Sekitar 8 tahun di kantor Manyar Kertoarjo ini, terjadi beberapa kali pergantian Direktur. Dari Kasim Achmad ke Ir. H. Arie Kismanto, M.Sc. (Alm), dan kemudian ke drh. H. Hamy Wahjunianto.

Pada tanggal 25 Desember 2004, YDSF Surabaya berpindah menempati gedung kantor milik sendiri hingga kini di Jl. Kertajaya VIII-C/17 Surabaya. Empat tahun setelah berpindah ke lokasi ini (2008) jabatan Direktur dari drh. Hamy Wahjunianto dipercayakan kepada Ir. H. Arie Kismanto, M.Sc. Status

jabatan tersebut ’sementara’ karena Ir. H. Arie Kismanto, M.Sc. juga menjabat sebagai Sekretaris Pengurus YDSF Surabaya.

Kini, amanah Direktur Pelaksana YDSF Surabaya diserahkan kepada Jauhari Sani sejak 1 Mei 2011. Sebelumnya beliau menjabat Kepala Divisi Pendayagunaan YDSF. Jauhari meniti karir di YDSF sejak 1993 sebagai staf Data. Lalu berturut-turut menempati posisi sebagai Manajer Data (1997), Senior Manajer Area III Data dan Media (2002), Direktur Pusat Layanan Sosial Masyarakat YDSF (2005) dan Kepala Divisi Pendayagunaan (2008).1 Bulan Desember 2016 ini, YDSF Surabaya didukung oleh 270.622 donatur2 dan dana hasil penghimpunannya diberdayakan untuk 5 prgram (bidang garap) yaitu; Pendidikan, Yatim, Dakwah, Masjid, dan Kemanusiaan.

1 Yayasan Dana Sosial Al-Falah, “Menengok Sejenak Perjalanan YDSF”, dalam www.ydsf.org,

diakses pada 19 April 2016.


(55)

B. Visi dan Misi YDSF Surabaya 1. Visi

YDSF Surabaya sebagai lembaga sosial yang benar-benar amanah serta mampu berperan serta secara aktif dalam mengangkat derajat dan martabat umat Islam, khususnya di Jawa Timur.

2. Misi

Mengumpulkan dana masyarakat/umat baik dalam bentuk zakat, infaq, s}adaqah, maupun lainnya dan menyalurkannya dengan amanah, serta secara efektif dan efisien untuk kegiatan-kegiatan:

a. Meningkatkan kualitas sekolah-sekolah Islam;

b. Menyantuni dan memberdayakan anak yatim, miskin, dan terlantar; c. Memberdayakan operasional dan fisik masjid, serta memakmurkannya; d. Membantu usaha-usaha dakwah dengan memperkuat peranan para dai,

khususnya yang berada di daerah pedesaan/terpencil;

e. Memberikan bantuan kemanusiaan bagi anggota masyarakat yang mengalami musibah.


(56)

C. Struktur Organisasi YDSF Surabaya

Gambar 3.1

Struktur Organisasi YDSF Surabaya3

1. Keterangan Staf dan Jabatannya:

a. Direktur Pelaksana : Jauhari Sani

b. Satuan Pengawas Internal : Wisnu Barata dan Samsir

c. Staf Ahli : -

d. Kadiv. Penghimpunan : Arif Prasojo e. Kadiv. Pendayagunaan : H. M. Machsun f. Kadiv. Keuangan : Hj. Enik Cahyani g. Manajer Penghimpunan : Imam Zakaria

h. Manajer Marketing : Khoirul Anam

i. Manajer Layanan Donatur : Ragil Prawito


(57)

j. Manajer Zakat dan Kemanusiaan : Imron Wahyudi k. Manajer Pendidikan dan Yatim : M. Guruh Hanafia l. Manajer Dakwah dan Masjid : A. Basuki

m. Manajer Survei : Herman Khoirul

n. Manajer Keuangan : M. Mastur

o. Manajer Perencanaan Anggaran : Katon Basuki p. Manajer Akuntansi : Ikhwan Trimaryono

q. Manajer Umum : Eko Agus

r. Manajer SDM : Affi Nurhadian

s. Manajer IT : Eko Sutrisno

D. 5 BIDANG GARAP YDSF4

1. Meningkatkan Kualitas Pendidikan a. Bantuan Fisik Pendidikan b. Pena (Peduli Anak) Bangsa c. Pembinaan Guru Islam d. Pembinaan SDM Strategis e. Kampung Alquran

2. Memberikan Santunan Yatim Piatu a. Pemberdayaan Keluarga Yatim b. Pembinaan Panti Yatim


(58)

3. Merealisasikan Dakwah Islamiyah a. Dakwah Perkotaan

b. Dakwah Pedesaan

4. Memakmurkan Masjid

a. Bantuan Fisik Dana Subsidi b. Pemakmuran Masjid

5. Peduli Kemanusiaan

a. Program Desa Mandiri dan Program Ekonomi Desa b. Pemberdayaan Ekonomi Kota dan Desa

c. Tanggap Bencana d. Layanan Klinik Sosial e. Semarak Ramad}an

f. SaTe (Salur-Tebar) Hewan Qurban g. Zakat

h. Fakir/Miskin i. Santunan Gho>rimi>n j. Fi> Sabi>lilla>h

k. Santunan Muallaf l. Santunan Ibnu Sabil


(59)

E. Manajemen Pengelolaan Zakat di YDSF Surabaya

LAZNAS YDSF Surabaya menerapkan sistem manajemen pengelolaan zakat yang fungsional baik dari sisi penghimpunan, pendistribusian, dan pemberdayaan. Agar pengelolaan zakat berjalan optimal, YDSF Surabaya menerapkan prinsip amanah, profesional, transparan, independen, adil, responsif, dan kooperatif untuk menggapai visi dan misinya.

1. Manajemen Penghimpunan Dana Zakat di YDSF Surabaya5

Dalam kegiatan fundrising (penghimpunan dana), YDSF membidik sasaran individu/personal dan kelompok/perusahaan. YDSF Surabaya mengembangkan manajemen pengelolaan berbasis keanggotaan (membership)6 dengan strategi khusus melalui berbagai macam program yang dirancang secara kreatif dan inovatif. Langkah-langkah yang dilakukan YDSF Surabaya dalam upaya optimalisasi penghimpunan dana ZIS berbasis keanggotaan adalah sebagai berikut:

a. Need Assessment

Sebelum menetapkan pelaksanaan program keanggotaan, perlu melakukan tinjauan-tinjauan tentang kebutuhan lembaga atau need assessment untuk menemukan alasan atau jawaban atas pertanyaan, mengapa YDSF ingin melakukan fundrising melalui keanggotaan. Hal penting yang perlu diperhatikan dan diputuskan adalah dana yang dialokasikan, karena program keanggotaan termasuk kategori

5 Khoirul Anam, Wawancara, Surabaya, 3 Januari 2017.

6 Keanggotaan (membership) adalah upaya penggalangan dana dengan cara merekrut individu


(60)

program padat modal. Di antara kebutuhan tersebut adalah penyediaan SDM operasional, biaya promosi dan perekrutan, biaya produksi, dan lain sebagainya.

b. Melibatkan Staf dan Pengurus

Dengan melibatkan staf dan pengurus, maka lembaga dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan pelayanan kepada para anggota dan pentingnya program keanggotaan lembaga.

c. Mengumpulkan Database

Pengumpulan database calon prospektif anggota dilakukan dengan menggunakan media iklan dan publikasi dengan harapan agar dapat membidik segmen calon anggota organisasi atau lembaga.

d. Mendesain Program Keanggotaan

YDSF menyiapkan layanan yang ditawarkan kepada donatur maupun calon donatur yakni berupaya menyelami alur berpikir prospek dan calon anggota tentang beberapa manfaat yang diinginkan yaitu berupa pengembangan keterampilan, pengembangan pengetahuan umum maupun agama, pelatihan, dan networking.


(61)

e. Merancang Skema Keanggotaan

YDSF Surabaya cukup longgar dalam menerapkan strategi keanggotaan. Yayasan tidak mengikat donatur dengan ketentuan atau aturan yang mewajibkan mereka untuk menyalurkan sumbangan secara tetap. Besarnya sumbangan yang akan diberikan juga diserahkan kepada mereka yang disesuaikan dengan kemampuan finansial dan tingkat penghasilannya. Jumlah sumbangan ditentukan donatur saat dia menyatakan kesediaannya menjadi donatur tetap.

f. Promosi dan Perekrutan

Melakukan aktivitas publikasi dan promosi melalui media cetak seperti majalah, buletin, leaflet, brosur, surat kabar harian maupun media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. YDSF telah bekerja sama dengan Koran Surya, Republika, Radio Suara Surabaya, Metro TV, dan sebagainya.

g. Pengelolaan dan Pengembangan Keanggotaan

Berbagai layanan yang dirancang YDSF guna menjaga, merawat, meningkatakan loyalitas anggota, serta mengembangkan keanggotaan adalah sebagai berikut:

1) Pelatihan 2) Kajian Rutin 3) Kampung Alquran


(1)

68

diterapkan pada lembaga yang berbasis nonprofit, salah satunya adalah di YDSF Surabaya.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran yang dapat diberikan penulis bagi penelitian selanjutnya adalah:

1. Bagi YDSF Surabaya

Alangkah lebih baiknya jika para amil zakat menyebut secara langsung bahwa manajemen mutu pengelolaan zakat yang diterapkan adalah dengan konsep TQM. Sehingga konsep TQM tersebut akan dipahami dan diterapkan secara menyeluruh yang pada muaranya untuk meningkatkan kualitas lembaga demi meraih kesuksesan.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya, jika memungkinkan akan lebih baik jika menambah jumlah informan sehingga akan diperoleh jawaban yang lebih banyak dan lengkap.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Muh. Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press, 1988.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet.13, 2006.

Azwar, Saefuddin. Metode Peneletian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Bahasa, Pusat. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007.

Denzin, dkk. The Handbook of Qualitative Research Thousand Oaks. CA: Sage, 1994.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2012.

Gaspersz, Vincent. Total Quality Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Griffin, Ricky W. Manajemen, Edisi Ketujuh, Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2004. Hardjosoedarmo, Soewarso. Total Quality Management Edisi Revisi.

Yogyakarta: Andi Offset, 2004.

Huda, Nurul et al., Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritis dan Sejarah. Jakarta: Kencana, 2012.


(3)

70

Leksono, Sonny. Penelitian Kualitatif Ilmu Ekonomi dari Metodologi ke Metode. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Mannan, M. Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.

Muhammad, Bank Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.

N, Nasution, M. Manajemen Mutu Terpadu. Total Quality Management. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Qardawi, Yusuf. Spektrum Zakat Jakarta: Zikrul Hakim, 2005. Rivai, Veithzal. Islamic Human Capital. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Revika Aditama, 2010. Siregar, Syofian. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan

Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana, 2013.

Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004.

Sudewo, Eri. Manajemen Zakat. Ciputat: Institut Manajemen Zakat, 2004. Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta, 2008.

. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010.

. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2013.

Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003.


(4)

Suryabrata, Sumadi. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali, 1987.

Tenner, Arthur R Irving J. DeToro. Total Quality Management, Three Steps to Continuous Improvement. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. 1992.

Tim Penyusun. Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi. Surabaya: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, 2014.

Tjiptono, Fandi dan Anastasia Diana. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi, 2007.

Jurnal

Al Faritsy, Ari Zaqi dan Suseno. Penerapan TQM (Total Quality Management) dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan UMKM. Jurnal Studi Manajemen, Vol. 8, No. 2, 2014.

Hasan, Sudirman. Implementasi Total Quality Management dalam Pengelolaan Wakaf di Dompet Dhuafa. Ahkam: Vol. 12, No.1, Januari, 2012.

Huda, Miftahul. Model Manajemen Fundraising Wakaf. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo, Ahkam: Vol. 13, No. 1, Januari, 2013. Indrawati, Sri Eko Ayu dan Sudirman. Implementasi TQM dalam Pengelolaan

Zakat di Kota Malang. De Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 3, No. 2, 2011.

Jailani, M. Syahran. Ragam Penelitian Qualitative (Ethnografi, Fenomenologi, Grounded Theory, dan Studi Kasus). Edu-Bio; Vol. 4, 2013.

Munizu, Musran. Praktik Total Quality Management (TQM) dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Telkom Tbk. Cabang Makassar). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 12, No. 2, 2010. Ramadhita. Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat dalam Kehidupan Sosial.


(5)

72

Sartika, Mila. Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta, La_Riba, Jurnal Ekonomi Islam. Vol. 2, No. 1, 2008.

Siradj, Mustolih. Jalan Panjang Legislasi Syariat Zakat di Indonesia: Studi terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Jurnal Bimas Islam Vol. 7. No. 3, 2014.

Skripsi, Disertasi, dan Makalah

Alwi, Iffatul Auliyaa’. Optimalisasi Penghimpunan dan Pendistribusian Zakat yang Memberdayakan di Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya. Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014.

Bariyah, N. Oneng Nurul. Kontekstualisasi Total Quality Management dalam Lembaga Pengelola Zakat untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Prinsip dan Praktik). Disertasi--UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010. Rahmadany, Aprita Nur. Analisis Implementasi Total Quality Management pada

Organisasi Pengelola Zakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa. Skripsi--Universitas Gadjah Mada, 2014.

Samdin. Pengembangan Manajemen BAZIS. Makalah—Disajikan dalam Simposium Nasional Ekonomi Islam, Yogyakarta, 2002.

Wibiksana, Mohamad Toyyib. Analisis Hubungan Implementasi Total Quality Management dengan Kinerja Manajerial (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jakarta-Rawamangun). Skripsi--UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.


(6)

Website

Badan Pusat Statistik. 2016.

Yayasan Dana Sosial Al-Falah, “Menengok Sejenak Perjalanan YDSF”, dalam www.ydsf.org, diakses pada 19 April 2016.

http://ydsf.org/tentang-kami/program diakses pada 24 Juli 2016.

Alquran

Alquran, 9: 60. Alquran, 9: 103. Alquran, 13: 11. Alquran, 94: 5-7. Dokumentasi

Dokumentasi dan Arsip Yayasan Dana Sosial Al-Falah Surabaya. Majalah Al Falah Edisi 345 Desember 2016.

Wawancara

Andri Septiono, Wawancara, Surabaya, 13 Januari 2017. Dian Fardiana, Wawancara, Surabaya, 22 November 2016. Khoirul Anam, Wawancara, Surabaya, 3 Januari 2017.