Profil Koperasi Wanita Indonesia

(1)

!

!

"#

"

#

$

$

%

%

&

&

'(

'

(#

#!

!)

)"

"*

*

+%

+

%

'

'

,*

,

*

-

-

%.

%

.*

*'

''

'

%

%

-

-

/#

/

#

-

-

)

)

+

+

%

%

*

*

'

'

OLEH

Dr RIANA PANGGABEAN

(

(

)

)

0

0

)

)

-

-

.

.

)

)

"

"

%

%

*

*

-

-

'

'

-

-

)

)

1

1

*

*

"

"

*

*

'

'

(

(

#

#

!

!

)

)

"

"

*

*

+

+

%

%

'

'

/

/

*-

*

-'

'

2+

2

+*

*

3*

3

*

'

'

()

(

)4

4%

%'

'0

0)

)-

-)

)1

1*

*

3'

3

'

5

5

66

6

6

7'

7

'

'

'

'

'

'

'

'

'

'

'

'

'


(2)

KATA SAMBUTAN

Koperasi wanita di Indonesia memiliki peranan yang cukup berarti dilihat dari beberapa hasil studi kasus tentang koperasi yang menunjukkan bahwa keberadaan koperasi tidak saja menguntungkan pada anggota koperasi tetapi juga telah berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik untuk komunitas dimana koperasi tersebut berada. Keberadaan dan perkembangan koperasi khususnya koperasi yang dikelola wanita di Indonesia cukup menarik perhatian Pemerintah maupun para pembina karena koperasi-koperasi tersebut menunjukkan perkembangan kinerja yang baik. Hal ini dapat dilihat dari sisi organisasi maupun usaha. Koperasi wanita yang berkembang adalah koperasi yang konsisten dalam menjalankan prinsip dan nilai-nilai koperasi.

Koperasi wanita pada umumnya memiliki kegiatan yang diorietasikan kepada pemenuhan kebutuhan dan pemecahan persoalan wanita baik yang bersifat konsumtif, produktif maupun kesehatan reproduksi.

Hasil kajian ini penting bagi pengambil kebijakan dan bagi koperasi dan para wanita yang ingin mengembangkan koperasi . Karena koperasi ternyata mampu untuk membantu kaum wanita mengaktualisasikan diri, koperasi sebagai wadah pembelajaran bagi kaum ibu yang lain dan mampu memerangi kemiskinnan dengan tujuan Keberadaan koperasi wanita sangat menarik untuk dikaji karena terdapat beberapa kopwan yang cukup berkembang. Hal ini dapat dilihat secara kuantitas seperti peningkatan jumlah anggota, volume usaha dan peningkatan SHU sedangkan jika dilihat dari kualitas pengelolaan, koperasi wanita lebih .konsisten dan memberikan dampak positip untuk peningkatan kesejahteraan keluarga.

Dengan terbitnya hasil kajian ini merupakan langkah maju bagi peneliti dan bagi koperasi wanita untuk melihat keberadaan koperasi wanita di Indonesia dan menambah referensi dan minat bagi para peneliti untuk mengembangkan dan memperluas wawasan tentang Koperasi wanita . Selain itu buku ini dapat digunakan sebagai panduan bagi wanita yang ingin mengembangkan koperasi

Kami sebagai Asisten Deputi Urusan Pengembangan Perkaderan UKM pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya Usaha Koperasi Menengah dan Usaha Kecil yang bertugas melaksanakan kegiatan kajian merekomendasikan kajian ini untuk dipakai sebagai acuan dan penyempurnaan pengembangan Koperasi wanita lebih lanjut

Jakarta 2007-04-09


(3)

KATA PENGANTAR

Hasil kajian ini berjudul “ Profil Koperasi Wanita di Indonesia “ menekankan kepada bagaimana wanita menjalankan organisasi dan usaha. Bagaimana wanita memimpin organisasi masyarakat di pedesaan yang mengedepankan pada disiplin dan mengajak anggota koperasi dan masyarakat di sekitarnya memerangi kemiskinan melalui usaha-saha yang dikelola oleh mereka.

Mengetahui profil koperasi wanita secara nasional dan beberapa kasus koperasi wanita yang mempunyai kiat tersendiri untuk mengembangkan koperasi sangat penting artinya bagi (1) pengambil kebijakan untuk kebutuhan pengembangan koperasi wanita lebih lanjut., (2) bagi koperasi dan kelompok-kelompok wanita yang ingin mengembangkan koperasi.

Secara nasional perkembangan koperasi wanita dapat dikatakan belum terlalu pesat namun bila dilihat proses dan manfaatnya ternyata koperasi wanita memiliki ciri dan kekuatan tersendiri bagi anggota dalam upaya (1) memberdayakan kaum ibu khususnya untuk meningkatkan ekonomi keluarga, (2) membantu keluarga untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan anak-anaknya, (3) membantu kaum ibu pengusaha kecil dalam permodalan, (4) membantu kaum ibu di wilayah lain untuk berkoperasi.. Selain itu koperasi bagi anggota sudah merupakan wadah belajar dan wadah mengaktualisasikan diri sehingga ibu-ibu yang bekerja sebagai pengurus maupun manajer boleh berbangga sebagai pengurus dan manajer koperasi. Dalam contoh kasus yang dijelaskan hasil kajian ini ternyata masing-masing koperasi mempunyai pola-pola simpan pinjam yang menjadi andalan usahaya. Misalnya Koperasi wanita Setia Bakhti di Surabaya sangat berhasil menerapkan pola simpan pinjam tanggung renteng . Koperasi ini sangat piawi menterjemahkan konsep dinamika kelompok dalam organisasi koperasi. Dalam koperasi dikembangkan saling percaya , solidaritas , kebersamaan dan berjuang mengembangkan koperasi untuk tujuan memenuhi kebutuhan masing-masing anggota . Oleh sebab itu hasil kajian ini sangat menarik untuk dipelajari kaum ibu kaum wanita yang ingin mengembangkan koperasi .

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung yang tidak


(4)

mengucapkan terima kasih kepada Ir Wayan Suarja MM sebagai Deputi Pengkajian pada Kementerian Koperasi dan UKM . Kedua kepada Asisten Deputi Perkaderan Jamil Auza SH, MM, yang memberikan kesempatan mengadakan pengkajian dan penulisan buku ini. Ketiga kepada tim peneliti dari Universitas Indonesia : (1) Prof Dr Robet MZ. Lawang, (2) Erna Ermawati Msi , (3) Dr Fu Xie, (4) Miftahuddin Msi dan (5) Fuad Msi yang telah memberikan wawasan yang lebih luas untuk penulisan buku ini

Kiranya hasil kajian ini dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah untuk mnyempurnakan kebijakan dalam mengembangkan peran wanita berkoperasi dan bermanfaat bagi para wanita yang ingin mengembangkan koperasi

Jakarta April 2007


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Persentasi Jumlah Anggota Koperasi... 14.

2. Jenis koperasi Wanita... 15

3. Pelaksanaan RAT... 16

4. Kepemilikan Modal sendiri... 18

5. Kepemilikan Modal Luar... 19

6. Volume Usaha koperasi Wanita... 20

7. Jumlah SHU... 22

8. Uumur Koperasi Wanita... 24

9. Jumlah Manajer Koperasi Wanita... 26

10. Jumlah Karyawan Koperasi Wanita...27


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA SAMUTAN... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR TABEL... iv

I. PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang... 1

2. Tujuan Kajian... 4

II. KERANGKA BERPIKIR... 5

III.METODE KAJIAN... 7

IV. HASIL KAJIAN 1. PROFIL KOPERASI WANITA SECARA NASIONAL 12

(1). Jumlah Koperasi Wanita... 12

(2). Jenis Usaha Koperasi Wanita.. ... 14

(3). Penyelenggaraan RAT... 16

(4). Modal Koperasi Wanita... 17

(5). Volume Usaha Koperasi... 19

(6). Sisa Hasil Usaha Koperasi... 21

(7). Umur Koperasi Wanita... 24

(8). Jumlah Manajer Koperasi Wanita... 25

(9). Jumlah Karyawan... 27

(10). Gambara Tentang Keuangan... 28

2. PROFIL KOPERASI WANITA (KASUS) (1) Koperasi Wanita Industri Kerajinan Sulaman dan - Konveksi... 30

(2) Koperasi Wanita BK3I... 33

(3) Koperasi Wanita Kartini... 36

(4) Koperasi Wanita Setya Bhakti ... 40

(5) Koperasi Wanita Aninisa... ... 46

(6) Koperasi Wanita Panggayo Maju... 49

IV.KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... ... 51

1. Kesimpulan... 51

2. Saran-saran... 55

DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Alvin A. Goldberg Carli. E Larson. 1985. Komunikasi Kelompok Proses-Proses Diskusi dan Penerapannya. Penerbit Universitas Indonesia (UI- Press)

Hanel Alfred, 2005. Organisasi Koperasi. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Organisasi Koperasi dan Kebijakan Pengembangan di Negara-Negara Berkembang . Graha Ilmu Yogyakarta.

Menteri Negara koperasi dan UKM RI. Kumpulan Kebijakan Bantuan Perkuatan dan Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) Pola Konvensional.

Lawang Robert M.Z. 1985. Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Terbuka.

Lexy. J Moleong, 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif . Penerbit PT Remaja Rosdakarya- Bandung

Roy, Ewel, Paul, 1989. Cooperatives Today And Tomorow. The Interstate Printers & Publishers, Inc Dovelle Illionis

Robert J Kilber Kittie W Watson. Katty J Whalers Larry, L Barker , 1993. Groups in Process An Introduction to Small Group Comunication.Prentice-Hall,I nc.Engewood Clitfs.New. Jersev.

Syahriman Syamsu. M.Yusril. FX Suwarto. 1990. Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan . Universitas Atmajaya Yogyakarta

Singarimbun. Masri dan Efendi Sofyan , 1998. Metode Penelitian Survey . LP3ES. Jakarta.

Toha Miftah, 1989. Pembinaan Organisasi Proses Diagnosa dan Intervensi . Rajawali Pers Jakarta.

Winardi J. 2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian Pt Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(8)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan perekonomian di Indonesia, koperasi memiliki peranan yang cukup berarti. Dari beberapa hasil studi kasus tentang koperasi memperlihatkan bahwa keberadaan koperasi tidak saja menguntungkan pada anggota koperasi tetapi juga telah berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik untuk komunitas dimana koperasi tersebut berada. Keberadaan dan perkembangan koperasi khususnya koperasi yang dikelola wanita di Indonesia cukup menarik perhatian pemerintah maupun para pembina karena koperasi-koperasi tersebut menunjukkan perkembangan kinerja yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari sisi organisasi maupun usaha. Koperasi wanita yang berkembang dan konsisten dalam menjalankan prinsip dan nilai-nilai koperasi.

Kajian ini difokuskan kepada keberadaan koperasi secara nasional dan bagaimana beberapa koperasi wanita sukses menjalankan organisasi dan usaha Koperasi Wanita dengan asumsi pada umumnya memiliki kegiatan yang diorientasikan kepada pemenuhan kebutuhan dan pemecahan persoalan wanita baik yang bersifat konsumtif, produktif maupun kesehatan reproduksi.

Keberadaan Kopwan sangat menarik untuk dikaji karena terdapat beberapa kopwan yang cukup berkembang. Hal ini dapat dilihat secara kuantitas seperti peningkatan jumlah anggota, volume usaha dan peningkatan SHU sedangkan jika dilihat dari kualitas pengelolaan, Koperasi Wanita lebih konsisten dan memberikan dampak positif untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Beberapa contoh : Koperasi Wanita yang berusaha di bidang simpan pinjam di Jogyakarta, Jawa Timur dan DKI Jakarta.

Keberhasilan pengelolaan unit simpan pinjam tersebut tidak saja menguntungkan Kopwan yang bersangkutan, tetapi juga anggota Kopwan dan juga keluarga dan komunitas dimana Kopwan tersebut berdiri. Karenanya, secara lebih khusus peranan wanita dalam koperasi perlu didorong dengan beberapa alasan berkaitan dengan: (1) peranan wanita dalam peningkatan kesejahteraan diri dan keluarganya. Dengan kata lain terdapat peranan yang besar wanita dalam pengentasan kemiskinan (2) Kebutuhan wanita untuk memberdayakan diri (aktualisasi diri) agar


(9)

dapat berperan lebih besar di luar posisinya sebagai ibu rumah tangga (kesimpulan dari panel diskusi tanggal 4 April 2006 yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK).

Dalam kaitan dengan pemberdayaan dan peningkatan peranan wanita dalam koperasi, Pemerintah khususnya Kementerian Negara Koperasi dan UKM sejak tahun 1980 sampai dengan sekarang telah melaksanakan berbagai program. Salah satunya adalah Program Peningkatan Peran Perempuan melalui Koperasi dan UKM. Program lainnya adalah pada tahun 2004/2005 pemerintah telah melaksanakan Program Rintisan Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil yang Responsif Gender melalui perguliran dana perkuatan modal usaha kepada kelompok usaha mikro dan kecil khususnya wanita yang memiliki usaha produktif seperti KSP/USP dengan pola tanggung renteng. Program tersebut dijalankan secara meluas mencakup 30 propinsi yaitu NAD, Sumut, Riau, Jambi, Sumbar, Bengkulu, Sumsel, Babel, Lampung, Jabar, Banten, DKI Jakarta, Jateng, D.I.Yogyakarta, Jatim, Bali, Kalsel, Kaltim, Kalteng, Kalbar, NTB, NIT, Sulsel, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Sulut, Maluku, dan Maluku Utara.

Berdasar pada alasan-alasan di atas dan kaitan dengan implementasi program-program pemerintah seperti juga disebutkan di atas, maka mutlak dibutuhkan profil Koperasi Wanita yang valid dan akurat untuk dapat menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan Kopwan. Dengan tersedianya profil tersebut diharapkan dapat diperoleh gambaran yang baik tentang Kopwan baik dalam aspek organisasi maupun dalam pelaksanaan usaha. Ketersediaan profil tersebut sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam menentukan atau membuat kebijakan pengembangan Koperasi Wanita ke depan. Profil mengenai Kopwan juga sangat penting artinya karena tanpa profil atau data yang cukup baik sulit untuk melihat secara mendetail persoalan yang dihadapi maupun solusi yang ditawarkan dari pihak pengambil kebijakan.

Mengapa Kopwan?

Keberhasilan Kopwan digambarkan dengan kemajuan yang telah dicapai oleh dua kopwan yang ada di Pulau Jawa yaitu: Koperasi Setia Bhakti Wanita (KSBW) di Surabaya. Faktor yang keberhasilannya diantaranya ditentukan oleh sistem tanggung renteng dalam pengelolaan dana bergulir. Keberhasilan yang dicapai tersebut telah


(10)

mendorong, Kementerian Negara Koperasi dan UKM mereplikasikan sistem tanggung renteng kepada 30 kelompok di 30 propinsi di Indonesia dengan menyediakan dana bergulir sebesar Rp. 225 juta atau Rp. 7,5 juta per kelompok. Pengelolaan dan besarnya omset. Indikator keberhasilannya dapat dilihat dari melalui pendapat anggota tentang koperasi itu sendiri dan kepemilikan supermarket, kenaikan simpan pinjam, kepemilikan pertokoan, persewaan dan sebagainya yang dicapai antara tahun 2003-2004 lalu.

Dalam konteks kasus tersebut nampak bahwa wanita memiliki keunggulan khususnya dalam pengelolaan koperasi. Keunggulan tersebut mewujud dalam keuletan, kejujuran dan ketelitian dalam menangani berbagai dinamika persoalan Kopwan. Kasus keberhasilan di atas memperkuat alasan untuk melakukan penelitian atau pendataan mengenai Kopwan. Melalui proses penelitian ini diharapkan dapat dipetik pembelajaran dari keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai Kopwan. Pembelajaran tersebut diharapkan berguna untuk pemerintah sebagai pengambil kebijakan, dan pihak-pihak lain yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam mendorong perkembangan Kopwan di masa mendatang.

Dalam konteks kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan keluarga, peranan wanita menjadi sangat penting. Dalam kaitan dengan hal tersebut, koperasi dapat menjadi salah satu wadah yang sangat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, disamping kegiatan koperasi juga dapat dijadikan sebagai media aktualisasi diri wanita. Dari kajian yang dilakukan oleh Depkop memperlihatkan bahwa wanita dan koperasi memiliki kaitan yang penting karenanya perlu ditingkatkan peranannya secara terus menerus dengan beberapa alasan yaitu : (1) wanita merupakan aktor yang penting dalam kaitan dengan program pengentasan kemiskinan, (2) wanita merupakan aktor penting dan terlibat langsung dalam kaitan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga, dan (3) wanita sebagai individu membutuhkan media dalam kaitan dengan aktualisasi diri agar dapat berperan lebih besar dari sekedar sebagai ibu rumah tangga. Dalam kaitan dengan hal di atas, pemerintah khususnya Kementerian Negara Koperasi dan UKM sejak tahun 1980 sampai dengan sekarang telah melaksanakan Program Peningkatan Peran Wanita. Kemudian pada tahun 2004/2005 telah melaksanakan ‘Program Rintisan Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil melalui perguliran dana perkuatan modal usaha kepada kelompok usaha mikro dan kecil,


(11)

khususnya untuk wanita yang mempunyai usaha produktif seperti KSP/USP yang ditangani wanita dengan pola tanggung renteng pada 30 propinsi. Sebagai tindak lanjut dari program yang telah dijalankan, maka diperlukan kegiatan pendataan Koperasi Wanita yang ada di Indonesia.

Berkaitan dengan masalah yang ingin dijawab pada kajian ini yaitu belum diketahui profil Koperasi Wanita secara aktual di lapangan baik nasional maupun kasus per kasus, maka melalui kajian ini telah (1) diperoleh (profil) terbaru mengenai keberadaan Koperasi Wanita di Indonesia, (2) diperoleh profil koperasi wanita pada 6 kasus, (3) digali berbagai potensi yang dimiliki Koperasi Wanita, (4) diperoleh berbagai persoalan yang dihadapi dan mencoba memberikan informasi untuk pemberdayaan koperasi wanita berikutnya.

2.

Rumusan Masalah

(1) Belum diketahui profil Koperasi Wanita pada skala nasional.

(2) Belum diketahui profil atau kiat Koperasi Wanita mengembangkan koperasi.

3.

Tujuan dan Manfaat Kajian

Kegiatan bertujuan :

(1) Mengetahui profil Koperasi Wanita di Indonesia

(2) Mengetahui profil atau kiat Koperasi Wanita mengembangkan koperasi .

4.

Sasaran dan Output

Sasaran kajian ini adalah sebagai bahan (1) masukan untuk Koperasi Wanita dan Pemerintah untuk penyempurnaan pengembangan Koperasi Wanita di Indonesia ke depan, (2) sebagai model bagi koperasi lain untuk pengembangan Koperasi Wanita.


(12)

II. KERANGKA BERPIKIR

Keberadaan dan keberhasilan koperasi tidak dapat dilepaskan dari konsep kepercayaan (trust) dari anggota kepada Pengurus dan sebaliknya. Dalam hal ini ada prinsip hubungan timbal balik dalam arti materi atau immateri, juga menunjuk pada hubungan pertukaran yang sebetulnya terbentang mulai dari yang paling tidak jelas pengukurannya sampai dengan jelas pengukurannya, mulai dari yang langsung sampai ke yang tidak langsung (Lawang; 2005;234). Dalam hal ini kepercayaan antara koperasi dengan anggotanya terbangun jika kedua belah pihak saling memenuhi ekspektasi dari keduanya. Anggota akan percaya terhadap koperasi, jika koperasi mampu memenuhi ekspektasi kebutuhan anggotanya melalui mekanisme yang memenuhi prinsip-prinsip perkoperasian yang menjadi telah menjadi kesepakatan. Dengan kata lain bahwa koperasi akan dipercaya oleh anggotanya jika harapan-harapan anggotanya dapat dipenuhi tanpa membedakan apapun, termasuk perbedaan jenis kelamin. Sebaliknya koperasi ada, bertahan dan berkembang jika anggotanya memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dalam konsep koperasi sesuai dengan yang dinyatakan Hanel (2005:39). Koperasi adalah organisasi yang otonom yang berada dalam lingkungan sosial ekonomi yang memungkinkan setiap individu dan setiap kelompok orang merumuskan tujuannnya secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui aktivitas-aktivitas ekonomi yang dilakukan bersama. Melalui aktivitas ekonomi yang diwujudkan tersebut di dalamnya terjadi proses saling berinteraksi dalam kelompok. Antara kelompok dengan kelompok lainnya berhimpun mewujudkan kebutuhan bersama atau kepentingan bersama. Pada kenyataannya koperasi wanita mampu mengimplementasikan konsep kelompok dalam organisasi koperasi yang dimanajemen secara tekun (Suwarto FX, Yusril. M Syamsu Syahrimin ,1990)

Permasalahan umum koperasi pada dasarnya relatif sama dengan permasalahan koperasi lainnya, yang menarik adalah apakah kaum wanita (sebagai kategori sosial) mempunyai kekuatan atau potensi tertentu sehingga koperasi yang dikelola wanita dapat berjalan lebih baik atau tidak. Dalam kajian ini, dirumuskan persoalan yang dihadapi Kopwan di Indonesia. Permasalahan Kopwan dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, permasalahan (subject matter) yang menunjuk pada apa saja yang


(13)

memungkinkan berjalannya kegiatan kopwan. Kedua, permasalahan dalam pengertian masalah (problem) yang dihadapi Kopwan.

Sesuai dengan masalah dan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini maka (1) kondisi makro atau keberadaan koperasi secara nasional dilakukan dengan pengumpulan data sekunder di tingkat Propinsi, (2) sedangkan kiat sukses koperasi yang berhasil dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pengurus koperasi dan anggota.

Peubah yang diamati untuk mengetahui mengetahui profil koperasi secara nasional meliputi: (1) Jumlah koperasi wanita berdasarkan jenis/identitas, (2) Jenis usaha koperasi, (3) Penyelenggaraan RAT, (4) Modal Koperasi Wanita, (5) Volume Usaha, (6) Sisa Hasil Usaha (SHU), (7) Umur koperasi Wanita, (8) Jumlah Manajer (9) Jumlah karyawan dan (10) Keuangan/Solvabilitas. Selanjutnya peubah untuk menjelaskan profil koperasi wanita secara kasus meliputi (1) Kemampuan Pengurus Mengelola Organisasi, (2) Kemampuan Pengurus/Manajer Mengelola Usaha, (3) Kemampuan Koperasi Bekerjasama dengan Pihak lain dan (4) Dampak Koperasi Terhadap Lingkungan.

Keberadaan dan keberhasilan koperasi tidak dapat dilepaskan dari konsep kepercayaan (trust) dari anggotanya. Dalam hal ini ada prinsip kebersamaan pada hubungan timbal balik mulai dari yang paling tidak jelas pengukurannya sampai dengan yang jelas pengukurannya, mulai dari yang langsung sampai ke yang tidak langsung (Lawang; 2005;234).

Dalam konteks koperasi, kepercayaan antara koperasi dengan anggotanya terbangun jika kedua belah pihak saling memberi dan dapat memenuhi ekspektasi dari keduanya. Dengan kata lain bahwa anggota akan percaya terhadap koperasi jika koperasi mampu memenuhi ekspektasi kebutuhannya sebagai anggota melalui mekanisme yang ada dalam koperasi yang memenuhi prinsip-prinsip good governance1 yang menjadi basis kesepakatan dalam koperasi. Artinya bahwa koperasi akan dipercaya oleh anggotanya jika harapan-harapan anggotanya terhadap pemenuhan kebutuhan/kesejahteraan dapat dipenuhi tanpa membedakan berbagai status (sosial, jenis kelamin, dll).

Sebaliknya koperasi ada, bertahan dan berkembang jika anggotanya memenuhi kewajiban-kewajibannya. Hubungan timbal balik tersebut yang pada akhirnya akan menentukan kinerja koperasi yang terwujud dalam pengkategorian koperasi sesuai yang ditetapkan dalam pengkategorian kelompok kinerja A, B, C atau D.


(14)

IV. METODE PENELITIAN 1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui surat dan email. Data primer diliput melalui seperangkat pertanyaan yang diajukan kepada responden.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan (1) Kuesioner yang telah disiapkan (2) Observasi, teknik ini dilakukan untuk mengadakan pengamatan agar diketahui lebih jelas seperti apa keberhasilan koperasi itu dan (3) Wawancara mendalam.

3. Teknik Pengambilan Sampling

Dalam penelitian ini teknik penarikan sampling dilakukan dengan metode purposive. Ciri Koperasi berhasil adalah Koperasi yang mampu : (1) mengelola organisasi koperasi dengan baik, (2) mengelola usaha dengan baik, (3) memupuk dan mengelola modal, (4) mampu bermitra antar Koperasi, anggota dan pihak ketiga.

4. Jenis Responden dan Jumlah Responden

Jenis responden dalam penelitian ini adalah (1) Staf/ karyawan Kantor kepala Dinas di tingkat Propinsi, (2) Staf/karyawan Kantor Kepala Dinas Kabupaten/Kodya, (3) Pengurus Koperasi Wanita dan (4) Anggota Koperasi Wanita.

Ada 6 responden koperasi wanita yang menjadi model pada kajian ini adalah Koperasi wanita : (1) Pengrajin Konveksi dan Bordir di Kabupaten Bukit Tinggi Propinsi Sumatera Barat, (2) BK3I di DKI Jakarta, (3) Kartini di Kab Sleman DI Jogyakarta, (3) Setia Bhakti Surabaya Jawa Timur, (4) Dian Wanita Kab Pasuruan Jawa Timur, (5) Anisa Propinsi NTB dan Koperasi Wanita (6) Panggayo Maju Maluku.


(15)

5. Peubah atau Variabel :

(1) Peubah Untuk Profil Koperasi Nasional

1. Jumlah Koperasi Wanita 2. Jenis usaha koperasi 3. Penyelenggaraan RAT 4. Modal Koperasi Wanita 5. Volume Usaha

6. Sisa Hasil Usaha (SHU) 7. Umur koperasi Wanita 8. Jumlah Manajer 9. Jumlah karyawan 10. Keuangan/Solvabilitas

(2) Peubah Profil Koperasi Berhasil

1. Kemampuan Pengurus Mengelola Organisasi 2. Kemampuan Pengurus/Manajer Mengelola Usaha 3. Kemampuan Koperasi Bekerjasama dengan Pihak lain 4. Dampak Koperasi Lerhadap Lingkungan

6. Metode Analisis

Data sekunder yang berhasil diinventarisir dikelompokkan sesuai pengelompokkan tabulasi data, untuk kemudian diolah dengan menggunakan statistik. Setelah data diolah kemudian dianalisis dengan dua metode, kuantitatif dan kualitatif. Pada analisa kuantitatif data diolah dengan batuan software Microsoft Access dan Microsoft Excel.

Data primer di analisis secara kualitatif untuk melihat profil koperasi wanita yang berhasil.

7. Definisi Operasional

(1) Koperasi yang dimaksud dalam studi ini adalah koperasi berdasarkan UU Koperasi No 25 Tahun 1992 yaitu sebagai organisasi ekonomi rakyat yang


(16)

berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas-asas kekeluargaan.

(2) Koperasi wanita adalah koperasi (primer maupun sekunder)2 dan berbadan hukum yang pengurus atau anggotanya adalah wanita dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan atau dikembangkan berdasar pada kebutuhan dan persoalan perempuan.

Berdasarkan jenis koperasi, dibagi dalam 5 (lima)

1. Koperasi konsumsi

2. Koperasi kredit (koperasi simpan pinjam) 3. Koperasi produksi

4. Koperasi jasa

5. Koperasi serba usaha

(3) Koperasi aktif dan Koperasi tidak aktif;

Koperasi dimana kepengurusan, keanggotaan maupun kegiatannya berjalan secara rutin.

1. Melaksanakan RAT 3 tahun berturut-turut.

2. Melayani kebutuhan anggota sesuai jenis koperasi (penyediaan modal untuk

anggota, penyediaan bahan baku produksi, kebutuhan harian, dll).

(4) Jenis Koperasi: berdasarkan kondisi emperis di Indonesia,jenis koperasi di kelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu:

1. Koperasi Produsen adalah koperasi yang anggotanya para produsen

barang/jasa.Contoh koperasi susu.

2. Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya konsumen akhir atau

pemakai barang /jasa. Contoh koperasi waserda.

3. Koperasi jasa adalah koperasi yang anggotanya pemakai jasa yang diberikan

oleh koperasi; dan

4. Koperasi serba usaha adalah koperasi yang menyelenggarakan berbagai


(17)

(5) Koperasi Primer adalah koperasi yang anggotanya orang-orang yang memiliki kesamaan kepentingan ekonomi dan melakukan kegiatan usaha yang langsung melayani langsung para anggotanya.

(6) Koperasi Sekunder adalah yang beranggotkan badan-badan hukum koperasi karena kesamaan kepentingan ekonomi mereka berfederasi (bergabung) untuk tujuan efisiensi dan kelayakan ekonomi dalam rangka melayani para anggotanya.

(7) Volume usaha adalah total nilai penjualan/pendapatan barang dan jasa pada tahun buku yang bersangkutan.

(8) Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya,penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku bersangkutan.

(9) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.

1. Modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko (modal equity) atau

merupakan kumulatif dari simpanan pokok,simpanan wajib, dana cadangan dan hibah.

2. Modal pinjaman adalah modal yang dipinjam koperasi berasal dari anggota,

koperasi lainnya, bank/lembaga, penerbitan obligasi/surat berharga dan sumber-sumber lainnya.

(10) Kemitraan koperasi adalah kerjasama usaha koperasi dengan sesama koperasi dan atau badan usaha lainnya:

1. Kemitraan horizontal adalah kerjasama usaha dalam jenjang wilayah kerja

yang sama.

2. Kemitraam vertikal adalah kerjasama usaha dalam jenjang wilayah kerja

yang lebih tinggi.

(11) Partisipasi anggota adalah keterlibatan anggota dalam kegiatan koperasi yang dapat berbentuk:

1. melakukan transaksi dengan koperasi (membeli barang/jasa dari koperasi). 2. ikut serta dalam pengambilan keputusan (hadir dalam RAT).

3. ikut serta dalam pemupukan modal (simpanan pokok, wajib dan sukarela) 4. ikut serta dalam pengawasan; dan


(18)

(12) Aset koperasi adalah semua harta yang dimiliki secara sah oleh koperasi yang terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap.

(13) Tenaga kerja koperasi adalah orang yang bekerja secara penuh waktu untuk koperasi dan mendapatkan imbalan tetap berupa gaji atau honor.

(14) Pengurus koperasi terdiri dari ketua,sekertaris,bendahara dan pengawas yang diangkat berdasarkan rapat anggota.

(15) Pendidikan Pengurus adalah latar belakang tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh pengurus koperasi mulai dari jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama (SLP), Sekolah Lanjutan Atas (SLA) dan Perguruan Tinggi. (16) Masalah Koperasi adalah disparitas antara kondisi yang diharapkan untuk

koperasi dengan kondisi yang nyata yang memberikan pengaruh negatif internal maupun eksternal.


(19)

IV. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS

Hasil kajian dan analisis sesuai dengan tujuan dijelaskan sebagai berikut: 1. Profil Koperasi Wanita Secara Nasional

Sebagaimana dijelaskan pada metodologi kajian ini maka profil Koperasi Wanita secara nasional dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Profil Koperasi Wanita Secara Nasional

No. Peubah Satuan Nilai

1. Jumlah Koperasi Wanita Unit 1.517 2. Jumlah Anggota Orang 220.740

Rata-rata per koperasi Orang 205 3. Jenis Usaha

(1) Simpan Pinjam (2) Serba Usaha (3) Produksi (4) TAD Unit % % % % 65 22 1 22 4. Penyelenggaraan RAT

(1) Sudah (2) Belum (3) TAD % % 54 5 41 5. Modal Koperasi

(1) Modal sendiri (2) Belum Rp. % % 831 51.24 48.76 6. Volume Usaha

Rata-rata per koperasi

Rp. (Trilyun) Rp. (Juta)

1.401 1.856 7. Jumlah manajer

(1) Tdk memiliki manajer (2) Memiliki

% %

70 23.95 8. Usia Kopwan

(1) Terbanyak (2) Sedikit

Tahun Tahun Tahun

1 sampai 24 8 14 9. Jumlah Karyawan

(1) Perempuan (2) Laki-laki Orang Orang Orang 1.774 253 10. Volume Usaha

Rata-rata volume usaha

Rp. (Trilyun) Rp. (Ribu)

1.4001 1.856 11. SHU

Rata-rata

Rp. (Milyar) Rp. (Juta)

118 172 12. Jumlah Kabupaten Kab/Kodya 15 Sumber: Dinas Propinsi (diolah)

(1). Jumlah Kopwan di Indonesia

Hasil pendataan terhadap koperasi di 31 Propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa total jumlah Koperasi Wanita (Kopwan) per tanggal 26 Desember 2006 berjumlah 1.517 unit dijelaskan pada Tabel 1. menjelaskan bahwa jumlah Kopwan terbanyak ada di Propinsi Jawa Timur yaitu 213 Kopwan.


(20)

Jumlah Kopwan paling sedikit terdapat di Maluku Utara yaitu hanya 10 buah. Dari sisi jumlah Kopwan di masing-masing propinsi menggambarkan adanya kesenjangan antara jumlah Kopwan yang ada di Jawa dan luar Jawa. Untuk Jawa secara umum menunjukkan jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan jumlah Kopwan di propinsi-propinsi lain. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah Kopwan di Jateng yaitu 96 Kopwan dan Jabar 191 Kopwan. Keadaan ini diduga karena jumlah penduduk yang ada di Jawa lebih besar dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain sehingga kebutuhan terhadap keberadaan Kopwan juga jauh lebih tinggi di Jawa dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya. Realitas tersebut juga dapat dipengaruhi oleh faktor intensitas pembinaan dari lembaga yang berkompeten untuk mendorong pembangunan koperasi di Jawa dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya.

(2). Jumlah Anggota Kopwan Indonesia

Total jumlah anggota koperasi di 31 Propinsi di Indonesia adalah: 220.740 orang. Rata-rata anggota per koperasi sebanyak 205 orang. Rincian kecenderungan jumlah anggota Kopwan dalam dilihat dalam Gambar 3.1. berikut ini:

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0%

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 >480 J u m la h A n g g o

Sumber: Data Primer


(21)

Dari Gambar 1. tersebut diketahui bahwa jumlah anggota Kopwan terbesar antara 40 – 160 orang yaitu kurang lebih sekitar 71 persen. Terdapat kecenderungan bahwa Kopwan yang berjumlah anggota besar (lebih di atas 180 anggota Kopwan) persentasenya kecil. Artinya jika skala Kopwan ditentukan berdasarkan jumlah anggotanya maka jumlah Kopwan dengan skala yang besar persentasenya kecil. Hal ini sesuai dengan keadaan lapangan bahwa jumlah anggota Kopwan memang relatif sedikit dibanding dengan koperasi biasa. Namun walaupun jumlahnya sedikit pelayanan koperasi terhadap anggota konsisten dan berkelanjutan. Ini menunjukkan bahwa ukuran jumlah anggota yang besar bukan merupakan indikator keberhasilan koperasi yang memadai. Dengan kata lain jumlah Kopwan yang berhasil menjadi besar (dari sisi jumlah anggotanya) di Indonesia jumlahnya masih kecil.

(3). Jenis Usaha Kopwan di Indonesia

Hasil penelitian ini menunjukkan keragaman Kopwan dilihat dari sisi jenis usaha yang digelutinya dijelaskan pada Gambar 2. berikut ini :

Jenis Usaha Koperasi

DK/NA 8%

KONSUMSI 4% PRODUKSI

1%

SERBA USAHA 22% Simpan Pinjam

65%

Sumber: Data Primer


(22)

Gambar 2. di atas menunjukkan bahwa dari total jumlah Kopwan yang ada, jenis usaha Kopwan yang terbanyak atau dominan adalah jenis kegiatan simpan pinjam sebanyak 65 persen, serba usaha 22 persen dan konsumsi 4 persen, produksi 1 persen dan 8 persen usaha lainnya tidak memberikan data. Pengamatan lapang menunjukkan bahwa pada umumnya Kopwan mengawali kegiatannya dengan unit simpan pinjam. Kemudian mengembangkan usahanya ke serba usaha dengan berbagai kegiatan seperti : pengadaan berbagai kebutuhan pokok dalam waserda, usaha produksi (misalnya batik) dan kredit konsumsi (kredit yang lebih khusus untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, kebutuhan anak sekolah, sakit), kegiatan jasa (pendidikan; pendirian TK/Taman Kanak-Kanak). Kecenderungan jenis usaha tersebut menunjukkan tidak saja jenis usaha simpan pinjam secara ekonomi menguntungkan tetapi juga sekaligus menggambarkan kebutuhan riil dari sebagian besar perempuan anggota koperasi.

Niat pemerintah untuk mengembangkan dan memperkuat Kopwan melalui usaha simpan pinjam sangat tepat dalam rangka mengerakkan ekonomi di tingkat paling bawah. Namun niat itu harus betul-betul diwujudkan dan mengikuti perkembangan Kopwan. Karena keberhasilan tidak boleh mendadak jika Kopwan selama ini tumbuh secara alami dan tahan terpaan krisis. Pemerintah juga harus mengikuti dengan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk mendorong pertumbuhan yang lebih berakar dan kuat.

(4). Penyelenggaraan RAT Kopwan di Indonesia

Penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dalam penelitian ini merupakan salah satu indikator status aktif tidaknya Koperasi Wanita. Temuan menunjukkan bahwa hanya 54 persen Kopwan melaksanakan RAT secara teratur, 5 persen belum dan sebanyak 41 persen tidak diketahui apakah Kopwan bersangkutan melaksanakan atau tidak.


(23)

Sudah menyelenggarakan RAT

DK/NA 41%

Sudah 54%

Belum 5%

Sumber: Data Primer

Gambar 3. Persentasi Jumlah Kopwan Melaksanakan RAT

Penyebab masih banyaknya Kopwan belum melaksanakan RAT, hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa masih banyak Kopwan belum mampu melaksanakan RAT karena skala usahanya masih kecil. Sebagaimana diketahui penyelenggaraan RAT membutuhkan biaya yang cukup besar. Namun sebagian Kopwan juga kurang disiplin untuk mentaati aturan RAT tersebut. RAT merupakan petunjuk berjalannya roda organisasi itulah sebabnya indikator ini menjadi status keaktifan koperasi sebagaimana halnya koperasi lain. Bagi yang belum melaksankan RAT perlu di ketahui dan dibina agar melakukan RAT.

(5). Modal Kopwan di Indonesia

Secara umum, modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal luar. Berdasarkan hasil pendataan ini memperlihatkan bahwa total modal Kopwan di 31 propinsi berjumlah Rp. 831 milyar (modal sendiri dan modal luar). Jumlah tersebut terdiri dari total modal sendiri berjumlah Rp. 426.056.204.000,- atau (51,24 persen). Dan total modal luar berjumlah Rp 405.507.288.000,- atau sebesar (48,76 persen), (lihat Gambar 4. dan Gambar 5.)

Struktur permodalan Kopwan yang ada saat ini menunjukkan kondisi yang cukup baik karena perbandingan modal sendiri masih relatif lebih besar dibandingkan dengan modal luar, meskipun persentase perbedaannya kecil. Hal ini menunjukkan dalam pengelolaan modal Kopwan cukup baik karena perempuan


(24)

memiliki unsur kehati-hatian. Data per propinsi menunjukkan bahwa jumlah modal sendiri terbesar terdapat di Kopwan Kartika Chandra (Jawa Timur) yaitu sebesar Rp 20.448.731.000,- sementara modal sendiri terkecil terdapat di Kopwan PKK Mekar Ayu, Aceh Tengah yang jumlahnya hanya mencapai Rp. 108.000,-. Kecilnya jumlah modal di Propinsi NAD bahwa Kopwan di Aceh baru berusia 2,4 tahun. Diduga Kopwan ini baru berdiri pasca tsunami sehingga pemupukan modal yang dimiliki masih sangat kecil karena kemampuan ekonomi anggota Kopwannya masih belum kuat.

Informasi lain yang dapat menjelaskan jumlah modal yang saat ini dimiliki Kopwan ternyata relatif kecil dan berputar sangat lambat. Mengapa demikian? Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa variasi simpanan pokok dan simpanan wajib pada Kopwan jumlahnya rendah. Dari hasil penelitian kualitatif ditemukan bahwa variasi simpanan pokok Kopwan secara rata-rata rendah berkisar Rp 1.000,- s/d Rp 20.000,-. Pada Kopwan yang besar seperti di Jawa Timur, DKI dan Ambon Maluku ada yang jumlah simpanan pokoknya relatif besar berkisar antara Rp 500.000,- s/d Rp. 1 juta.

Sementara untuk posisi modal luar terbesar dimiliki oleh Koperasi Teratai, yang terletak di Propinsi Sulawesi Selatan yang berjumlah Rp. 4.460 milyar. Sedangkan jumlah modal luar terkecil dimiliki oleh Koperasi Mawar, Bondowoso (Jatim) yaitu sebesar Rp. 192.000,-. Pada umumnya sumber modal luar diperoleh dari bank, dana bergulir (bantuan pemerintah) diantaranya dari program agribisnis dan dana subsidi BBM. Detail gambaran tentang modal sendiri dan modal luar dapat dilihat pada Gambar 4. dan Gambar 5. berikut ini :


(25)

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 10

20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 >280

M

o

d

a

l

S

en

d

ir

i

(j

u

ta

Sumber: Data Primer


(26)

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 >140 M o d a l L u a r (j u ta

Sumber: Data Primer

Gambar 5. Persentasi Modal Luar

(6). Volume Usaha Kopwan di Indonesia

Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran mengenai besar volume usaha dari Kopwan di Indonesia. Detail gambaran mengenai besaran volume usaha dapat dilihat pada Gambar 6. berikut:


(27)

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 520 540 560 >560 V o lu m e U sa h a ( ju t

Sumber: Data Primer

Gambar 6. Persentasi Volume Usaha

Total volume usaha dari seluruh Kopwan di 31 propinsi sebesar Rp 1.401 trilyun. Volume usaha rata-rata per koperasi Rp 1,856 juta. Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa persentase tertinggi (kurang lebih 21 persen) adalah Kopwan dengan besaran volume usaha Rp. 20 juta, Rp. 40 juta (sekitar 14 persen) dan volume usaha lebih dari Rp. 560 jutaan sebesar (12 persen). Sementara persentase volume usaha Kopwan lainnya sangat variatif berkisar antara Rp. 60 jutaan-Rp. 560 jutaan. Dengan gambaran besaran volume usaha yang dimiliki Kopwan tersebut maka Kopwan sebagian besar dapat digolongkan adalah pengusaha mikro

Hasil penelitian di lapangan memperlihatkan bahwa volume usaha terbesar ada di Kopwan Kartika Chandra – Jatim sebesar Rp. 110 milyar. Sementara volume usaha terkecil dimiliki oleh Kopwan Mawar – Jabar, sebesar Rp. 208 ribu.

Kopwan dengan volume usaha terkecil ada pada Kopwan beranggotakan 25 orang dengan usia koperasi 7,7 tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa


(28)

sebagian besar Kopwan tergolong pengusaha mikro. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan yang mendasar yang dimiliki Kopwan dalam pengelolaan usaha sehingga dengan jumlah usia koperasi yang relatif tidak muda namun volume usaha yang dimilikinya masih sangat kecil.

(7). Sisa Hasil Usaha (SHU) Kopwan di Indonesia

Salah satu indikator keberhasilan dari sebuah koperasi dapat dilihat dari besaran SHU-nya. Besaran SHU tidak saja menunjukkan aktivitas koperasi, partisipasi dan kontribusi anggota koperasi terhadap kegiatan koperasi tetapi juga keuntungan koperasi yang dapat dibagikan dan dinikmati anggota Kopwan. Total SHU KKopwan yang ada di 31 propinsi sebesar Rp. 118 milyar dengan rata-rata SHU per koperasi sebesar Rp. 172 juta atau kira-kira 11 persen. Gambaran detail mengenai besaran SHU Kopwan di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.7. berikut ini :


(29)

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52 54 56 >56 S H U ( ju ta a

Sumber: Data Primer

Gambar 7. Persentasi Jumlah SHU

Berdasarkan Gambar 7. di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar Kopwan (33 persen) memiliki SHU sebanyak Rp. 2 juta, 15 persen memiliki SHU sebesar Rp. 4 juta, 6 persen Rp. 11 juta. Sisanya tesebar dan bervariasi antara Rp. 8 juta sampai dengan Rp. 56 juta.

Jika dilihat prosentase terbesar SHU Kopwan yang hanya berkisar antara Rp. 2-6 juta menunjukkan bahwa nilai SHU Kopwan masih sangat kecil. Artinya bahwa nilai balik yang dapat dinikmati oleh anggota Kopwan juga relatif masih rendah. Hasil studi kualitatif memperlihatkan ada kecenderungan jumlah SHU yang rendah disebabkan karena sebagian besar kegiatan koperasi khususnya simpan pinjam belum dikelola secara professional dengan orientasi keuntungan ekonomi yang tinggi bagi Kopwan dan anggotanya. Sebagian besar kegiatan simpan pinjam menetapkan tingkat suku bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan institusi kredit lain yang ada; perbankan maupun non-perbankan. Dalam


(30)

konteks ini kecenderungan pengurus Kopwan berpandangan bahwa koperasi harus lebih dapat memberikan keuntungan kepada anggota yang membutuhkan dibandingkan dengan mengakumulasi keuntungan dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang cepat. Hal ini terbukti dari hasil studi kualitatif yang menunjukkan bahwa pada sebagian besar studi kasus yang diambil menunjukkan kecenderungan kegiatan Kopwan, lebih berorientasi pada kegiatan-kegiatan social. Seperti pemberian bunga rendah pada anggota Kopwan yang melahirkan, bunga nol persen untuk anggota yang mengalami musibah seperti kematian. Menurut hasil konfirmasi dari anggota Kopwan menunjukkan bahwa usaha seperti ini merupakan kebutuhan riil anggota Kopwan dan kebijakan yang ditetapkan demikian dianggap sangat membantu kepada kebutuhan riil perempuan.

(8). Umur Kopwan di Indonesia

Hasil penelitian lain yang menarik adalah gambaran tentang rentang umur Kopwan yang ada di Indonesia. Detail rentang umur Kopwan di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8. berikut ini:


(31)

0.0% 2.0% 4.0% 6.0% 8.0% 10.0% 12.0% 14.0% 16.0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 >24 U m u r K o p er a se ( ta

Sumber: Data Primer

Gambar 8 . Persentasi Usia Koperasi Wanita

Gambar 8. di atas memperlihatkan bahwa usia Kopwan antara 1 sampai 24 tahun. Jumlah Kopwan yang berusia 24 tahun sebanyak 9 persen. Diantara rentang usia itu jumlah Kopwan terbanyak berusia 8 tahun dan jumlah Kopwan terkecil terdapat pada usia 14 tahun. Jika dikelompokkan maka sebagian besar Kopwan yang ada sekarang berusia antara 1 sampai 12 tahun. Artinya Kopwan yang ada sekarang masih relatif muda. Pada usia antara 13 sampai 23 tahun jumlah Kopwan relatif kecil. Kemudian tahun 1982 sampai sekarang terjadi pertumbuhan Kopwan yang cukup tinggi. Kondisi ini merupakan siklus kehidupan Kopwan yang bergelombang kecil tapi stabil.

Siklus ini menimbulkan pertanyaan yang perlu dicermati antara lain : (1). Apakah usia 14 tahun merupakan titik rawan bagi Kopwan dimana tidak banyak Kopwan yang mampu bertahan pada usia tersebut? atau (2) pada tahun tersebut hanya sedikit Koperasi Wanita yang tumbuh. Jika kondisinya demikian maka hal


(32)

ini menjadi catatan khusus bagi pemerintah maupun lembaga-lembaga lain yang memiliki concern pada perkembangan Kopwan di Indonesia. Dalam konteks tersebut mungkin dibutuhkan upaya pendampingan secara khusus pada usia-usia Kopwan tertentu.

(9). Jumlah Manager Kopwan di Indonesia

Temuan lain dari penelitian ini mengenai keberadaan manager di Kopwan. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70 persen lebih Kopwan tidak memiliki manager, sementara 23,95 persen memiliki 1 (satu) orang manajer dan 1,9 persen memiliki 2 orang manajer. Dengan kata lain hanya 334 Kopwan dari total Kopwan yang berjumlah 1496 yang memiliki manajer. Dari gambaran tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar Kopwan saat ini tidak atau belum memiliki manager yang direkrut secara khusus. Namun bukan berarti bahwa Kopwan yang ada di Indonesia tidak menjalankan satu manajemen tertentu.

Hasil penelitian kualitatif menunjukkan bahwa manajemen Kopwan saat ini umumnya dijalankan oleh pengurus baik secara full time maupun part time. Manajemen Kopwan saat ini dijalankan melalui jam kerja pengurus dan sebagian anggota (khususnya ketua kelompok pada koperasi yang mengembangkan strategi kelompok). Sejauh ini dengan mekanisme yang dikembangkan manajemen koperasi (khususnya pada Kopwan yang dijadikan studi kasus) dapat berjalan dengan baik.

Keberadaan manajer yang direkrut secara khusus umumnya ada pada koperasi yang skala usaha dan anggotanya cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian kualitatif menunjukkan bahwa manajer pada sebuah koperasi yang sudah mapan diorientasikan untuk mengembangkan unit-unit usaha lain atau intensifikasi produk agar berjalan lebih professional dan menguntungkan. Gambaran tentang persentase Kopwan dan jumlah menajer dapat dilihat pada Gambar 9. berikut ini:


(33)

34.4% 23.9%

38.3% 0.5%

1.7% 0.7% 0.2%

0.2% 0.0% 0.0%

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% 0

1 2 3 >3

J

u

m

la

h

M

a

n

a

g

Perempuan Laki-laki

Sumber: Data Primer

Gambar 9. Jumlah Manajer Koperasi Wanita

(10). Jumlah Karyawan Kopwan di Indonesia

Gambaran jumlah karyawan perempuan dan laki-laki yang terserap di Kopwan secara detail dapat dilihat di Gambar 10. berikut ini:


(34)

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 >12

J

u

m

la

h

K

a

ry

a

w

Perempuan Laki-laki

Sumber: Data Primer

Gambar 10 : Jumlah Karyawan Berdasarkan Jenis Kelaminr

Berdasarkan Gambar 10. di atas menunjukkan beberapa temuan yang menarik. Pertama, jumlah total tenaga kerja/karyawan yang bekerja di Kopwan sebanyak 1.760 orang. Artinya Kopwan memiliki peranan tidak saja memberikan keuntungan kepada anggotanya tetapi juga dalam hal penyerapan tenaga kerja. Kedua, meskipun statusnya sebagai Kopwan, namun tenaga kerja/karyawan yang bekerja di Kopwan juga menyerap tenaga kerja/karyawan laki-laki. Perbandingan jumlah karyawan perempuan sebesar 1.576 karyawan atau 89,5 persen, sementara jumlah total karyawan laki-laki yaitu 184 orang atau sebesar 10 persen. Dukungan dari studi kualitiatif menunjukkan bahwa pada umumnya tenaga kerja/karyawan laki-laki dipekerjakan sebagai petugas lapangan atau debt collector. Sementara tenaga kerja/karyawan perempuan sebagian besar bekerja di bagian administrasi pembukuan atau keuangan. Pada umumnya karyawan memperoleh pendapatan yang cukup bervariasi berkisar antara Rp. 400.000 – Rp. 700.000.-


(35)

Hasil penelitian kualitatif juga menunjukkan bahwa selain menyerap tenaga kerja/karyawan tetap, Kopwan juga mempekerjakan petugas/karyawan tidak tetap. Mereka biasanya difungsikan sebagai petugas lapangan part time/pendamping. Pada beberapa koperasi tenaga kerja/karyawan tidak tetap memperoleh uang transport pada saat melakukan kunjungan ke per kelompok (Rp 40.000–Rp 75.000) per kali datang/kelompok. Sayangnya, tidak ada data yang sistematis yang menunjukkan jumlah tenaga kerja/karyawan tidak tetap. Dari hasil pengamatan selama studi kualitaitf memperlihatkan kecenderungan bahwa jumlah tenaga kerja/karyawan tidak tetap lebih besar dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja/karyawan tetap. Artinya bahwa keberadaan Kopwan cukup berarti dalam hal penyerapan tenaga kerja khususnya tenaga kerja/karyawan lokal.

(11). Gambaran Tentang Keuangan Kopwan di Indonesia

Secara kuantitatif, penelitian ini juga berusaha untuk mengolah data yang berkaitan dengan keuangan koperasi yang terdiri dari rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas. Data tersebut merupakan hasil dari cross beberapa variabel. Sayangnya dari yang terkumpul, hanya data mengenai rentabilitas yang dapat dikeluarkan. Data yang dihasilkanpun nampaknya tidak dapat menggambarkan kondisi riil yang sebenarnya karena kondisi beberapa data yang tidak baik. Ada banyak kekosongan data (yang tidak diisi oleh koperasi maupun dinas koperasi di tingkat Propinsi dan Kabupaten) yang tidak memungkinkannya data mengenai solvabilitas dan likuiditas untuk dapat ditampilkan. Data rentabilitas yang berhasil diolah dapat dilihat pada Gambar 11. di bawah ini :


(36)

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 5

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 >85

R

en

ta

b

il

it

a

Sumber: Data Primer

Gambar 11. Persentasi Rentabilitas Kopwan

Rentabilitas idealnya dapat menunjukkan kemampuan Kopwan untuk dapat menghasilkan keuntungan. Berdasarkan gambar di atas, bahwa sebagian besar Kopwan menunjukkan rentabilitas sebesar 5-10 persen (60%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan Kopwan untuk dapat menghasilkan keuntungan masih sangat rendah. Kondisi Kopwan yang ada saat ini cenderung berjalan namun tidak memberikan akumulasi keuntungan yang besar bagi Kopwan. Dalam jangka panjang hal ini penting menjadi perhatian, tidak saja secara internal untuk Kopwan tetapi juga untuk pembina koperasi dan lembaga yang berkompeten membinanya. Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan pengembangan usaha sehingga kemampuan Kopwan untuk mengembangkan usaha dapat ditingkatkan dari kondisi saat ini.


(37)

Lampiran 1

Tabel 1 Jumlah Koperasi Wanita di Indonesia

No Propinsi Jumlah

1 Aceh 94

2 Ambon 10

3 Bali 17

4 Bangka Belitung 21

5 Banten 25

6 Bengkulu 39

7 DKI Jaya 49

8 Gorontalo 20

9 Jambi 46

10 Jawa Barat 195

11 Jawa Tengah 96

12 Jawa Timur 213

13 Kalimantan Barat 20

14 Kalimantan Selatan 46

15 Kalimantan Tengah 22

16 Kalimantan Timur 42

17 Lampung 60

18 Maluku Utara 8

19 NTB 57

20 NTT 30

21 Papua 36

22 Riau 63

23 Sulawesi Barat 8

24 Sulawesi Selatan 38

25 Sulawesi Tengah 31

26 Sulawesi Tenggara 11

27 Sulawesi Utara 58

28 Sumatera Barat 40

29 Sumatera Selatan 50

30 Sumatera Utara 45

31 Yogyakarta 28

Total 1.517


(38)

2. Profil Koperasi Wanita (Kasus)

Pada bagian ini dijelaskan 6 koperasi yang menjadi responden dan sebagai profil/model bagi koperasi wanita dalam menumbuhkan dan mengembangkan koperasi wanita.

PROFIL KOPERASI INDUSTRI KERAJINAN

(KOPINKRA)

SULAMAN DAN KONVEKSI

Berdiri Tahun 1985

Badan Hukum : N0.1702/XVII Tgl 2-1-1988 Alamat: Jln. Panorama No 9 Bukittinggi Sumatera Barat

Telp. 0752-22976

Koperasi Industri Kerajinan (Kopinkra) Sulaman dan Konveksi berdiri pada tahun 1985 atas inisiatif para pengusaha/pengrajin bordir, sulaman dan konveksi yang ada di Bukittinggi. Pada Tahun 1986 diadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) pertama dan memperoleh Badan Hukum pada tahun 1988. RAT dilaksanakan setiap tahun dan pada tahun buku 2005 telah memasuki RAT yang ke 20.

Perkembangan Kopinkra sejak berdiri sampai saat ini banyak mengalami pasang naik dan surut. Usaha yang dijalankan pada mulanya adalah unit simpan pinajam, unit pertokoan untuk penyaluran bahan baku kepada anggota dan unit produksi. Sampai tahun 1997 semua unit usaha tersebut berkembang dengan baik. Pada periode tersebut atas kerja keras pengurus dan anggota nama Kopinkra telah mampu terangkat ke permukaan sampai ke tingkat nasional antara lain: (1) temu wicara dengan Bpk. Presiden, (2) Mandapat Bantuan donasi dari berbagai pihak sampai berjumlah Rp 26.555.000, yang antara lain berasal dari Bpk. Menteri Koperasi, Bpk. Gubernur Sumatera Barat, Bpk. Ketua Pengendalian Mutu Nasional, (3) Unit produksi Kopinkra pernah mendapat kuota ekspor ke Kanada bekerjasama dengan PT Maimun Bali, (4) Mendapat pinjaman lunak dari Bank Bukopin sebesar Rp. 200.000.000, (5) Mendapat pinjaman KKPA dari Bank Indonesia sebesar Rp. 400.000.000, (6) Membuka Toko di Seremban Malaysia.

Pada Tahun 1977 terjadi kebakaran di Pasar Atas Bukittinggi yang ikut menghanguskan unit perkotaan Kopinkra dan beberapa unit pertokoan anggota. Dan melumpuhkan ekonomi anggota Tahun 1977-1999 adalah masa berbenah diri kembali bagi


(39)

Kopinkra. Atas kesediaan anggota yang tetap mau dan berupaya membayar hutangnya, pelan-pelan Kopinra bangkit kembali walupun usaha Koperasi hanya usaha simpan pinjam, tapi usaha inilah yang dibutuhkan anggota dan sampai sekarang keadaan koperasi mulai membaik dan berkembang cukup pesat. Hal ini tidak terlepas dari kerja keras, kebersamaan, kedisiplinan semua unsur yang ada dalam Kopinkra yakni pengurus, pengawas, anggota dan karyawan.

Pengelolaan Kelembagaan

Jumlah anggota per Oktober 2006 sebanyak 143 orang terdiri dari para pengusaha/ pengrajin bordir, sulaman dan konveksi. Perkembangan jumlah anggota dari tahun 1987 sampai tahun 2006 sebesar 17 % rata-rata per tahun hanya 1,7%. Jumlah Kepengurusan 8 orang terdiri dari Pengurus 5 orang dan 3 orang pengawas. Pengurus meliputi Ketua, Wakil ketua, sekertaris, wakil sekertaris dan Bendahara sedangkan pengawas terdiri dari satu orang ketua dan 3 orang karyawan. Kekhususan Koperasi ini terletak pada jumlah karyawan hanya satu orang. Mengapa hanya satu orang karena Pengurus dan Pengawas sama-sama bekerja secara bergotong royong. Pelaksanaan manajemen pembukuan organisasi dan keuangan secara harian dilaksanakan oleh karyawan dengan kontrol oleh Pengurus dan Pengawas. Pengelolaan Usaha

Kegiatan usaha dikelola KSP ini adalah Usaha Simpan Pinjam (USP). USP ini dikelola per sub unit menurut sumber permodalan sebagai berikut: (1) USP yang berasal dari koperasi (anggota) kegiatannya diselenggarakan setiap tanggal 21 setiap bulan. Semua anggota telah memanfaatkan dana ini dengan jumlah maksimal pinjaman kepada anggota sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga kali jumlah simpanan yang dipinjam). Sampai tahun 2005 koperasi ini telah merealisasi pinjaman sebesar Rp. 3.392.000.000,- kepada 162 orang, (2) USP berasal dari dana bergulir BBM, kegiatannya diselenggarakan tanggal 9 setiap bulan. Realisasi pinjaman ini kepada 72 orang dengan jumlah Rp. 348.000.000.- Karena dana ini bernama dana bergulir maka sistem penyalurannya dilakukan secara bergulir yaitu : tahap pertama disalurkan kepada anggota yang meminta (membutuhkan) pinjaman, kemudian setelah pinjaman pertama diterima pokok dan bunga maka pinjaman berikutnya dicairkan kepada peminjam berikutnya, demikian sistem penyaluran dana bergulir di KSP ini (3) USP yang berasal dari dana bergulit ABT APBD TK I Sumatera Barat, kegiatannya diselenggarakan tanggal 9 setiap bulan. Realisasi kredit kepada 17 orang anggota dengan jumlah Rp. 85.000.000.-. Laba usaha dari tiga kegiatan tersebut sebesar Rp. 157.705.196.- Jumlah dana yang dibagikan kepada anggota pada tahun 2005, sebesar Rp.135.170.000.-


(40)

dengan perincian (1) bagian anggota berdasarkan simpanan sebesar 25 %, (2) bagian anggota berdasarkan jasa sebesar 25 %, (3) dana pengurus 10 %, (4) kesejahteraan karyawan 5 %, (5) dana pendidikan 2,5 %, (5) dana sosial sebesar 2,5 %.

Pelayanan simpan pinjam pada Kopinkra ini dilaksanakan sebagai berikut: (1) pelayanan dilaksanakan setiap tanggal 1 dan tanggal 21 setiap bulan, (2) setiap pertemuan dibuka mulai jam 9 sampai jam 15 WIB, (3) ketentuan pemberian pinjaman kepada anggota adalah sebagai berikut (a) pinjaman diberikan sebesar 3 kali jumlah simpanan. Dalam hal ini tidak semua anggota diberi 3 kali simpanan dilihat kondite anggota. Kondite anggota dilihat dari dari pembayaran kewajiban tepat waktu, pembayaran kewajiban lalai dan harus ditelepon lebih dahulu dan pembayaran tidak pada waktunya dan pernah menunggak, (b) maksimal pinjaman sebesar Rp. 40.000.000.- (empat puluh juta rupiah) tidak semua anggota dapat walaupun simpanan mencukupi (realisasi pinjaman tergantung keputusan Pengurus), (c) jasa pinjaman dipungut 0,5% tiap bulan dan dibayar dimuka sekaligus untuk jangka waktu pinjaman, (d) jangka waktu pengembalian pinjaman minimal 10 bulan, (e) setiap pinjaman dikenakan biaya administrasi 1% dari jumlah pinjaman, (f) tunggakkan pembayaran pinjaman dikenakan denda sebesar 5% pokok pinjaman setiap bulan pinjaman.

Dampak Koperasi terhadap Anggota dan Lingkungan

Sejak koperasi ini menangani usaha simpan pinjam, dampak usaha simpan pinjam bagi anggota sangat nyata antara lain (1) anggota dapat mengembangkan usaha melalui modal yang diterima dari koperasi, (2) anggota dapat menyekolahkan anak –anak nya sampai ke Perguruan Tinggi bahkan sekarang ada beberapa keluaga yang anaknya telah lulus dan mereka sudah bekerja, (3) pengusaha berkembang dari usaha keliling menjadi pengusaha yang mempunyai toko bahkan ada yang sudah kerjasama dengan pasar Tanah Abang di Jakarta.

Kerjasama Dengan Pihak Lain

Sebagaimana disebut diatas kopinkra ini bekerjasama dengan anggota dan pihak ketiga seperti dengan (1) Pemerintah setempat dengan Bpk. Gubernur Sumatera Barat, (2) Pengendalian Mutu Nasional, (3) dengan Kanada bekerjasama dengan PT Maimun Bali melaksanakan ekspor, (4) mendapat pinjaman lunak dari Bank Bukopin, (5) mendapat pinjaman KKPA dari Bank Indonesia dan (6) membuka Toko di Seremban Malaysia.


(41)

KOPERASI KESEJAHTERAAN KAUM IBU (KT3I)

JAKARTA PUSAT

Berdiri : Tgl 22 Desember 1950 BH :134/BH/PAD/KWK.9/VIII/1995 Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat

Koperasi kesejahteraan kaum ibu telah mengalami pasang surut sejak berdiri tahun 1929. Koperasi ini dibentuk oleh ibu-ibu kelompok masak dan arisan kemudian Kopwan ini

berkembang menjadi kelompok simpan pinjam dengan nama (Credit Cooperative Kaum Ibu

Bendungan Jago). Kemudian pada tanggal 22 Desember bertepatan pada hari ibu atas inisiatif pengurus dibentuk kepengurusan baru. Kepengurusan yang baru terdiri dari 7 orang semuanya perempuan . Sturktur pengurus terdiri dari Ketua I, Ketua II, Sekertaris, Bendahara, dan Badan Pengawas. Kemudian tahun 1954 karena alasan-alasan tertentu CCKIB berubah dengan Koperasi, Kredit Kaum Ibu (KKKI). Pada tahun 1965 koperasi ini kembali mengalami perubahan karena adanya kevakuman karena peristiwa G.30 S. Pada peristiwa ini ada beberapa pengurus yang terlibat dalam kegiatan Gerwani sehingga pengurus hanya tinggal 2 orang untuk meneruskan kegiatan perkoperasian. Kedua pengurus ini membentuk kepengurusan baru yang bebas dari Gerwani. Kepengurusan baru dengan anggota baru yang diseleksi secara ketat merubah anggaran dasar terakhir dengan nomor 979/12/67. Tahun 1982 koperasi berubah lagi menjadi Koperasi Kesejahteraan Kaum Ibu (K3I) dengan BH seperti pada box tulisan ini.

Pengelolaan Organisasi

Struktur organisasi kepengurusan dengan Badan Hukum terakhir terdiri dari 2 orang penasehat, 4 orang pengurus (KetuaI, Ketua II, Sekertaris dan Bendahara). Badan Pengawas tiga orang terdiri dari Ketua, Sekertaris dan Anggota. Jumlah anggota 892 orang Pembinaan Anggota dilakukan melalui kelompok 892 anggota dikelompokkan kepada 22 kelompok. Anggota kelompok antara 20 sampai 45 orang Tugas ketua kelompok menarik kewajiban simpanan wajib dan cicilan anggota. Untuk mendapatkan pinjaman diproses melalui kelompok dan bisa langsung kepengurus. Ketua kelompok pada koperasi ini cukup kuat perannya dalam membina anggota dan membesarkan. Ketua kelompok rata-rata berperan sebagai voluntir karena mereka sangat mengabdi bagi koperasi. Pelaksanaan RAT mulai


(42)

tahun 1982 dilaksanakan setiap tahun. Proses RAT dilakukan melalui kelompok kemudian dilanjutkan ke rapat RAT paripurna.

Pengelolaan Usaha

Usaha Koperasi wanita ini adalah usaha simpan pinjam dikelompokkan dalam dua bentuk. Kelompok pertama adalah usaha simpan pinjam konsumtif dan kelompok kedua usaha produktif. Usaha konsumtif adalah usaha yang diperuntukkan untuk kebutuhan keluarga,pendidikan,kesehatan dan pembelian barang-barang konsuntif. Besarnya pinjaman yang dapat dinikmati anggota adalah 1 kali besarnya kekayaan anggota di dalam koperasi. Kekayaan anggota yang dimaksud disini adalah : simpanan pokok, wajib dan sukarela yang disimpan anggota di dalam koperasi. Tingkat bunga yang dikenakan sebesar 1,5 % per bulan menurun. Pinjaman ini dikembalikan selama 10 kali mencicil. Mekanisme penyetoran cicilan dapat dilakukan melalui ketua kelompok atau langsung ke koperasi. Tidak ada jasa tambahan yang diberikan anggota koperasi walupun harus menyetorkan cicilan melalui ketua kelompok. Jika anggota menyelesaikan pinjaman tahap pertama dengan lancar tanpa tunggakan maka selanjutnya anggota dapat meminjam sebesar 2 kali kekayaan yang dimiliki di koperasi.

USP produktif adalah pinjaman anggota yang diperuntukkan bagi penambahan modal usaha. Sumber dana untuk pinjaman berasal dari koperasi sendiri dan bantuan pemerintah seperti bantuan dana subsidi BBM. Jasa administrasi sebesar 2 % flat. Ketentuan tersebut disepakati dalam RAT. Jasa administrasi lebih besar dari jasa administrasi usaha konsumtif karena asumsinya jika digunakan untuk usaha dana tersebut produktif dan menghasilkan keuntungan. Pinjaman produktif dikembalikan 10 kali cicilan. Besarnya jasa adminsitrasi yang ditetapkan pengurus dibawah bunga bank. Selain itu, pinjaman dana produktif dari koperasi cepat dicairkan antara 1 sampai 2 hari dari usulan pinjaman dan tanpa agunan. Besarnya pinjaman berkisar antara Rp.10 – Rp. 15 juta.

Sistem penyaluran danpengembalian pinjaman dalam koperasi in dilaksanakan denga dua cara. Cara yang pertama dengan sistem konvensional dan sistem tanggung renteng. Untuk kelompok yang sudah saling mengenal dan saling bersama mengadobsi cara sistem tanggung renteng sedangkan bagi kelompok yang interaksinya kurang dan kekompakannya kurang pada umumnya melaksanakan cara konvensional. Bagi kelompok yang menganut sistem tanggung renteng pinjaman diberikan sama besar dan dicairkan serentak. Aturan sistem tanggung renteng pada kelompok adalah jika salah satu diantara anggota kelompok


(43)

menyelesaikan tunggakan tersebut. Sedangkan bagi kelompok konvensional peminjam bisa individu dan yang bertanggung jawab adalah individu. Keuntungan sistem tanggung renteng adalah membantu pengurus dalam tugas pengawasan dan memberikan tanggung jawab pada kelompok. Keuntungan lain adalah anggota dalam kelompok bertanggung jawab penuh dalam urusan pengembalian pinjaman.

Dampak Terhadap Anggota Lingkungan

Koperasi wanita ini telah memberikan dampak posistif bagi anggota. Selain memberikan kontribusi terhadap pengembangan modal, volume usaha juga berdampak posistif bagi sumber daya manusia: baik pengurus, karyawan maupun anggotanya. Selain itu koperasi wanita ini juga berdampak sebagai wadah pembelajaran dan lahirnya pemimpin non formal dari koperasi ini.

PROFIL KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) KARTINI

Berdiri tanggal 20 Februari Tahun 1982

Ketua : Ibu CR Sujunah

Alamat : Jalan Kesehatan 107 Kaliurang Hargobinangun Pakem

Kabupaten: Sleman, DI Yogyakarta

KSP KARTINI berdiri tanggal 20 Februari 1982 atau 22 tahun yang lalu, semula bernama Koperasi Kredit Kartini dan baru dapat pengesahan badan hukum Nomor : 1741/BH/XI tanggal 26 Juli 1994, kemudian dalam perkembangannya telah dilakukan perubahan Anggaran Dasar. Berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Republik Indonesia Nomor : 180/BH/PAD/KWK/12/IV/1997 tanggal 30 April 1997 tentang pengesahan perubahan anggaran dasar koperasi kredit Kartini. Pada tahun 2004, koperasi kredit Kartini telah berubah nama menjadi Koperasi Simpan Pinjam Kartini disingkat KSP Kartini.

Proses terjadinya KSP Kartini pada tahun 1982 tidak terlepas dari peranan Foster

Parent Plan yang aktif melakukan kegiatan di kecamatan Pakem telah memberikan pendidikan dasar koperasi. Kepada ibu-ibu PKK. Menindaklanjuti kegiatan tersebut, maka disepakati oleh semua anggota PKK yang terdiri dari 115 orang ibu diketuai oleh ibu CR

Sujinah untuk membentuk satu wadah koperasi yang diberi nama koperasi kredit “KARTINI”.


(44)

KARTINI disamping nama tersebut adalah nama yang tidak asing lagi bagi orang Indonesia, dibalik nama Kartini terkandung bahwa pada suatu saat lembaga koperasi yang pengurusnya semuanya wanita ini akan menjadi wadah kaum perempuan yang mampu mengambil peranan aktif dalam masyarakat luas dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Tujuan pembentukan KSP ini adalah untuk dapat memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat yang pada akhirnya diharapkan upaya pengentasan kemiskinan untuk menuju kesejahteraan lahir batin suatu saat akan terwujud.

Keberadaan Kaliurang sebagai kawasan wisata ternyata dapat memberikan keuntungan dan peluang bagi ibu-ibu, untuk melakukan upaya tersebut, berbagai usaha dagang kecil-kecilan seperti bakul jadah tempe, bakul buah, warung, dan sebagainya banyak diusahakan oleh mereka. Namun faktor permodalan menjadi hambatan yang sangat tidak menguntungkan bagi usaha mereka, karena kebutuhan akan modal usaha mereka telah

dimanfaatkan oleh para pelepas uang yang banyak beroperasi untuk mengambil keuntungan

sampai 20% perbulan. Hal ini dapat terjadi karena di satu pihak belum ada lembaga keuangan yang dapat melayani masyarakat dan di lain pihak sebagian besar masyarakat belum mengetahui akan fungsi lembaga keuangan seperti bank. Akibatnya kerja keras ibu-ibu menjadi percuma karena keuntungan yang didapat akan jatuh pada para rentenir, maka dibentuklah sebuah wadah koperasi, yaitu koperasi KARTINI

Berangkat dari kenyataan ekonomi yang memprihatinkan tersebut, mendorong pengurus perkumpulan wanita ibu-ibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) berjuang dengan kerja keras untuk menjadikan KSP Kartini menjadi Bank untuk melepaskan masyarakat dari jepitan pelepas uang dan ternyata usaha tersebut telah dirasakan oleh anggota dan masyarakat setempat saat ini. Ibu CR Sujinah yang tidak mengenal lelah dan selalu konsisten membantu para ibu.

Keberadaan Kaliurang sebagai kawasan wisata ternyata juga dapat memberikan keuntungan dan peluang bagi ibu-ibu, untuk melakukan upaya tersebut sehingga berbagai

usaha dagang kecil-kecilan seperti bakul jadah tempe, bakul buah, warung, dan sebagainya

banyak diusahakan oleh mereka. Tujuan pembentukan KSP Kartini sangat jelas yaitu memperbaiki tingkat kehidupan anggota dan masyarakat yang pada akhirnya diharapkan terjadi pengentasan kemiskinan untuk menuju kesejahteraan lahir batin para anngotanya dapat terwujud.

Modal pertama untuk operasional koperasi dikumpulkan sebesar Rp 225.000 dengan anggota 115 orang dan 8 orang pengurus yang semuanya wanita. Simpanan pokok ditetapkan


(45)

kemampuan sebagian besar anggota pada waktu itu. Namun, sejalan dengan meningkatnya ekonomi masyarakat, maka simpanan wajib dan simpanan pokok sudah disesuaikan dengan kemampuan anggota. Daerah pelayanan pada waktu itu masih dalam lingkup daerah Kaliurang Selatan, Timur, dan Barat.

Setelah koperasi berumur 4 tahun, tahun 1986 KSP Kartini mulai membuat kantor sederhana di atas tanah milik pemerintah desa, dan kini kantor tersebut sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup representative dan nyaman. Sarana perkantoran

meliputi bangunan kantor yang terletak di atas tanah seluas 400 m2.

Pengelolaan Kelembagaan

Keberhasilan KSP Kartini terletak pada kemampuan Pengurus membuat perencanaan, melaksanakan perencanaan dan mengendalikan secara konsisten dan loyal. Pengurus membuat Panduan Kerja sebagai pedoman bagi Pengurus Dalam pedoman perencanaan telah diatur fungsi dan tugas masing-masing, Pelaksanaan perencanaan disusun mengarah kepada tujuan. Semua karyawan yang terdiri dari Manajer, dan Staf diarahkan bekerja mencapai tujuan organisasi. Jumlah Kepengurusan sebanyak 4 orang (Ketua, wakil, Sekertaris dan Bendahara) Pengawas 3 orang terdiri dari ketua, sekertaris dan anggota.

Pembinaan anggota dilakukan secara individu dan kelompok di pedusunan, RT/RW. Jumlah kelompok sampai saat penelitian sebanyak 13 kelompok meliputi kelompok: bakul, jasa, kerajinan, pelajar, pensiunan, petani, peternak, PNS, Pondok Wisata, rumah makan, swasta, usaha lain dan warung. Materi pembinaan anggota meliputi : perkoperasian, hak dan kewajiban anggota, kebijakan pelayanan dan materi sesuai dengan masalah yang dihadapi

anggota. Kekhususan KSP Kartini terletak pada pembinaan anggota selalu mengikuti

perkembangan usaha dan mengukuti kebutuhan anggota.

Kegiatan RAT ini diselenggarakan setiap tahun sebagai pertanggungjawaban pengurus dan pengawas atas hasil kinerjanya kepada seluruh anggota. Penyelenggaraan RAT selalu dilaksanakan tepat waktu dan berjalan lancar. Dlam pengambilan keputusan selalu berpedoman pada anggaran dasar atau anggaran rumah tangga dan peraturan-peraturan yang berlaku pada KSP Kartini, dengan tetap menjaga semangat kebersamaan dalam pengambilan keputusan yang dilaksanakan asas musyawarah mufakat.

Anggota KSP Kartini sampai saat penelitian tercatat sebanyak 1.090 orang terdiri dari perempuan sebanyak 686 orang dan laki-laki sebanyak 404 orang ditambah anggota penabung sebanyak 525 orang. Anggota aktif mengikuti Rapat Anggota Tahunan (RAT) setiap tahun.


(1)

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

(1) Profil koperasi wanita secara nasional per tanggal 26 Desember 2006 adalah : Jumlah koperasi wanita sebanyak 1.517 unit, jumlah anggota 220.740 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 59 persen telah melasanakan RAT secara rutin. Total jumlah karyawan di seluruh Kopwan sebanyak 1.760 terdiri dari karyawan perempuan sebanyak 1.576 orang (89,5 persen) dan karyawan laki-laki sebanyak 184 orang (10,5 persen). Di luar karyawan, Kopwan juga sebagian merekrut tenaga-tenaga kerja/karyawan lepas yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja tetap.

(2) Sistem penggajian di koperasi wanita cukup beragam berkisar antara Rp. 400.000,– Rp 700.000,-. Ini menunjukkan bahwa Kopwan memiliki peranan tidak saja memberikan keuntungan kepada anggota-anggotanya, akan tetapi juga masyarakat secara umum yang terserap sebagai tenaga kerja. Meskipun statusnya adalah Koperasi Wanita, dalam penyerapan tenaga kerja juga tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Artinya, Kopwan juga sangat terbuka bagi kelompok laki-laki untuk terlibat di dalamnya dengan pembagian fungsi tertentu.

(3) Jumlah modal Koperasi Wanita sebesar Rp. 831 milyar terdiri dari modal sendiri Rp 426.056 juta dan total modal luar Rp 405.507 juta. Total Volume usaha Rp. 1.401 trilyun dan SHU Rp. 118 milyar.

(4) Usia Kopwan antara 1 sampai 24 tahun, Kopwan terbanyak berusia 8 tahun, Kopwan yang paling sedikit usia 14 tahun. Kopwan yang memiliki manajer sebanyak 70 persen. Rentabilitas atau kemampuan Kopwan menghasilkan keuntungan 5 sampai 10 persen.

(5) Usaha dominan Koperasi wanita adalah usaha simpan pinjam diikuti oleh usaha serba usaha, produksi, konsumsi dan 19,09 persen tidak ada data. (6) Jumlah koperasi yang memiliki manajer sebanyak 334 koperasi (25,8

persen) dan sisanya tidak memberikan informasi. Ketiadaan data memperkuat indikasi kelemahan sistem pemantauan regular terhadap


(2)

Sedikitnya jumlah kopersi yang memiliki manajer bukan berarti sistem manajemen dalam koperasi tidak berjalan. Sistem manajemen koperasi saat ini pada umumnya dilakukan atau dilaksanakan secara paralel dengan tugas-tugas kepengurusan koperasi.

(7) Total volume usaha Kopwan berjumlah Rp. 1.401 trilyun. Rata-rata volume usaha per koperasi Rp 1,856 juta. Masih terdapat kelemahan mendasar yang dimiliki Kopwan dalam pengelolaan usaha dilihat dari segi usia Kopwan, karena Kopwan yang berusia lebih lama memiliki volume usaha lebih kecil dibanding dengan Kopwan yang memiliki usia muda. (8) Total SHU Kopwan berjumlah Rp 118 milyar. Rata-rata SHU per koperasi

Rp 172 juta. Kopwan yang memiliki SHU kecil mempunyai kecenderungan melakukan kegiatan sosial yang lebih banyak.

(9) Faktor penentu keberhasilan Kopwan lebih ditentukan oleh besarnya partisipasi anggota yang diwujudkan dari kedisiplinan anggota memenuhi kewajibannya dan mengaktifkan kegiatan yang dilakukan oleh Kopwan. Dengan partisipasi anggota yang besar keberadaan dan keberlangsungan Kopwan dapat dipelihara.

(10) Selain partisipasi anggota faktor penentu keberhasilan yang penting pada dalam perkembangan Kopwan adalah pengurus.yang bersemangat, kerja keras, disiplin, memiliki motivasi untuk maju, komitmen dan transparansi dalam keuangan.

(11) Dukungan karyawan/tenaga kerja juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam menjalankan kegiatan Kopwan.

(12) Berbagai pelatihan dan studi banding pada banyak kasus Kopwan menjadi inspirasi dan motivasi untuk mendorong kemajuan suatu Kopwan menjadi berhasil atau lebih berhasil.

(13) Keberhasilan sistem tanggung renteng bukan didasarkan pada sistem tersebut tetapi pada kuat tidaknya solidaritas yang ada pada suatu kelompok. Jika tidak didukung oleh solidaritas yang kuat, sistem tanggung


(3)

(14) Peranan Kopwan di Indonesia tidak saja memberi keuntungan bagi anggotanya, namun juga telah menjadi lembaga yang dapat menyerap tenaga kerja baik tetap maupun paruh waktu dalam jumlah yang cukup besar bagi perempuan maupun laki-laki.

(15) Melalui Kopwan, perempuan dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas diri. Kegiatan Kopwan mampu memberikan perhatian kepada kebutuhan perempuan secara lebih luas; peningkatan ekonomi, kesehatan reproduksi, keterampilan kerja dan keahlian lainnya, peningkatan kualitas pendidikan anak-anak anggota koperasi serta kesehatan keluarga.

(16) Peranan Kopwan lebih luas dirasakan oleh komunitas atau masyarakat dimana Kopwan tersebut berada. Berbagai jenis usaha khususnya simpan pinjam yang diberikan kepada wanita mampu memberikan kontribusi pada tingkat kesejahteraan keluarga, termasuk peningkatan pendidikan anggota keluarga anggota Kopwan. Melalui tingkat pendidikan yang lebih baik, komunitas secara umum mampu melakukan mobilitas vertikal dan memperbaiki tingkat kesejahteraan hidupnya.

(17) Wanita secara umum, memiliki tingkat disiplin yang tinggi dalam pengembalian pinjaman. Faktor ini juga menjadi salah satu hal yang menentukan keberhasilan suatu Kopwan. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat kemacetan pinjaman anggota.


(4)

2. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan

Di luar faktor-faktor keberhasilan di atas, Kopwan secara umum di Indonesia masih mengalami berbagai persoalan. Persoalan-persoalan yang dapat tertangkap dari kajian ini diantaranya adalah :

(1) Pada beberapa lokasi, kegiatan dan dinamika Kopwan masih menemui masalah karena faktor budaya atau adat. Pada kasus Bali misalnya, intensitas kegiatan adat yang tinggi dan harus diikuti oleh perempuan, membuat perempuan tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk aktif di dalam Kopwan.

(2) Keberadaan Kopwan saat ini dihadapkan pada situasi persaingan yang cukup ketat dari lembaga-lembaga sejenisnya. Beberapa kasus unit waserda Kopwan, misalnya ada yang bangkrut disebabkan karena hadirnya berbagai mini market di tingkat masyarakat. Unit usaha simpan pinjam pun dihadapkan pada persaingan dengan jasa yang diberikan dari lembaga-lembaga lainnya yang berfungsi seperti koperasi.

(3) Secara umum Kopwan juga dihadapkan pada persoalan sistem kaderisasi yang lemah. Hal tersebut seringkali juga disebabkan karena tidak banyak perempuan yang memiliki potensi mau terlibat aktif dalam kegiatan Kopwan. Hal ini disebabkan karena kegiatan koperasi menyita banyak waktu dengan tingkat keuntungan (honor atau pendapatan) yang tidak besar.

(4) Adopsi teknologi di tingkat Kopwan relatif masih rendah. Khususnya penerapan sistem komputerisasi pada sistem administrasi maupun keuangan Kopwan. Kopwan secara umum masih cenderung familiar terhadap sistem manual dan konvensional.

(5) Pada Kopwan yang skala kegiatannya sudah besar muncul kecenderungan sistem pengurusan yang tertutup. Hal ini nampak dari laporan keuangan


(5)

(6) Keberadaan beberapa Kopwan nampak munculnya kecenderungan ketergantungan pada bantuan dari peemrintah, meskipun sebenarnya Kopwan tersebut dapat mandiri tanpa bantuan pemerintah. Hal tersebut nampak dari harapan-harapan yang muncul yang senantiasa diarahkan kepada pemerintah untuk memperhatikan keberadaan Kopwan dengan cara memberikan bantuan keuangan kepada Kopwan.

3. Rekomendasi

(1) Kelemahan yang mendasar dari proses penelitian pendataan Kopwan adalah ketersediaan data yang akurat mengenai perkembangan Kopwan di masing-masing kabupaten dan propinsi. Untuk kepentingan monitoring perkembangan Kopwan di Indonesia, sangat penting untuk dibuat format pengisian yang standar dan seragam untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Format pengisian tersebut idealnya dilakukan secara regular dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dalam sebuah payung hukum, sehingga pemerintah senantiasa dipermudah mendapatkan informasi terbaru mengenai perkembangan Kopwan di Indonesia untuk kepentingan perumusan dan penetapan kebijakan bagi Kopwan. Keberadaan data yang akurat sangat menentukan efektivitas sebuah kebijakan.

(2) Untuk hal pendataan perlu dibangun suatu koordinasi yang baik antara lembaga-lembaga pemerintah di level kabupaten/kota maupun propinsi. Dalam hal ini perlu penataan birokrasi sehingga pembinaan koperasi benar-benar ditangani oleh individu yang professional dan berkompetan. Sistem rooling birokrat di daerah perlu ditinjau efektivitasnya khususnya bagi perkembangan Kopwan ke depan. Untuk mendukung koordinasi ini, diperlukan pemutakhiran sistem pendataan/arsip yang bisa diakses langsung antar level pemerintah. (3) Melalui sistem pendataan Kopwan yang lebih sistematis dan baik

maka diharapkan perhitungan keuangan Kopwan menyangkut rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas juga dapat dihitung secara lebih baik dan akurat. Data tersebut sangat berharga bagi pemerintah untuk menjadi data basis bagi penetapan suatu kebijakan bagi Kopwan.


(6)

(4) Kopwan secara umum masih sangat membutuhkan pelatihan-pelatihan yang berkaitan manajemen pengelolan koperasi secara professional. Kopwan idealnya dikelola secara sistematis, efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Manajemen yang professional juga sekaligus dapat menjadi bekal Kopwan bersaing dengan lembaga-lembaga sejenisnya.

(5) Kopwan secara umum masih sangat membutuhkan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan usaha sehingga Kopwan dapat meningkatkan kinerjanya dan memperbesar keuntungan bagi anggotanya. Pengembangan usaha untuk Kopwan idealnya tidak saja dikaitkan dengan kebutuhan peranan perempuan (domestic) tetapi juga idealnya dikaitkan dengan pengembangan hobi anggota Kopwan. (6) Dalam implementasi sistem tanggung renteng bagi Kopwan harus

dibarengi dengan sistem asuransi/jaminan bagi anggota Kopwan. Dalam hal ini penting dibangun suatu lembaga payung bagi Kopwan-Kopwan di tingkat propinsi atau pusat dimana lembaga payung tersebut sekaligus berfungsi sebagai penjamin bagi Kopwan atau anggota Kopwan yang berada di bawahnya.

(7) Perlu dilakukan pendampingan dan pelatihan yang berkaitan dengan sistem kaderisasi di dalam Kopwan.

(8) Pemerintah dan lembaga-lembaga yang berkepentingan terhadap perkembangan Kopwan sebaiknya secara cermat mempertimbangkan berbagai jenis bantuan yang akan diberikan kepada Kopwan. Idealnya bantuan yang diberikan kepada Kopwan dapat meningkatkan kinerja Kopwan tanpa harus menumbuhkan ketergantungan Kopwan terhadap bantuan eksternal. Dalam hal ini pemerintah dapat menetapkan kebijakan pemberian bantuan secara selektif kepada Kopwan dengan cara memberikan bantuan (dalam bentuk apapun) kepada Kopwan yang belum pernah menerima bantuan, atau mendapatkan bantuan