Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i berkata dalam tafsirnya: “Sungguh telah
ﻢﯿﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ
MEWASPADAI BAHAYA GHI BAH
oleh: Tim Al Ilmu Jember
I slam m erupak an agam a sem purna y ang Allah subahanahu w a t a’ala anugerahk an kepada um at Nabi Muham m ad shalallahu ‘alaihi w assalam . Kesem purnaan I slam ini m enunj uk k an bahw a sy ariat y ang dibaw a Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam it u adalah rahm at al lil’alam in. Sebagaim ana Allah subahanahu w at a’ala t elah m engkhabark an di dalam firm an- Ny a ( art iny a) :
“ Tidaklah Aku mengutusmu melainkan sebagai rahmatal lil’alamin.” (Al Anbiya’: 107)
Diant ara w uj ud k esem purnaan agam a I slam sebagai rahm at al lil’alam in, adalah I slam benar- benar agam a yang dapat m enj aga, m em elihara dan m enj unj ung t inggi kehorm at an, harga diri, hark at dan m art abat m anusia secara adil dan sem purna. Kehorm at an dan harga diri m erupak an perk ara y ang prinsipil bagi set iap m anusia.
Set iap orang past i berusaha unt uk m enj aga dan m engangk at hark at dan m art abat ny a. I a t idak rela unt uk disingk ap aib- aibny a at au pun dibeberk an k ej elek anny a. Karena hal ini dapat m enj at uhk an dan m erusak hark at dan m art abat ny a dihadapan orang lain.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda:
ﻪﹸﻟﺎﻣ ﻭ ﻪﺿﺮﻋ ﻭ ﻪﻣﺩ ﻡﺍﺮﺣ ﻢﻠﺴﻤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﹺﻢﻠﺴﻤﹾﻟﺍ ﱡﻞﹸﻛ
“ Setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamakan darahnya, kehormatannya, dan juga hartanya.” (H.R Muslim no.
2564)
Hadit s diat as m enj elask an t ent ang erat ny a hubungan persaudaraan dan k asih say ang sesam a m uslim . Bahw a set iap m uslim diharam k an m enum pahk an darah ( m em bunuh) dan m eram pas hart a saudarany a seim an. Dem ikian pula set iap m uslim diharam k an m elak uk an perbuat an y ang dapat m enj at uhk an, m erem ehk an, at au pun m erusak k ehorm at an saudarany a seim an. Karena t idak ada seorang pun y ang sem purna dan m a’shum ( t erj aga dari kesalahan) k ecuali para Nabi dan Rasul. Sebalikny a selain para Nabi dan Rasul t erm asuk kit a t idak lepas dari kek urangan dan k elem ahan.
Suat u fenom ena y ang lum rah t erj adi dim asy arak at kit a dan cenderung disepelek an, padahal akibat ny a cuk up besar dan m em bahay ak an, y ait u ghibah ( m enggunj ing) . Karena dengan perbuat an ini ak an t ersingk ap dan t ersebar aib seseorang, y ang ak an m enj at uhk an dan m erusak hark at dan m art abat ny a. Tahuk ah anda apa it u ghibah? Sesungguhny a k at a ini t idak asing lagi bagi kit a. Ghibah ini erat k ait anny a dengan perbuat an lisan, sehingga sering t erj adi dan t erk adang diluar kesadaran.
Gh iba h a da la h m e n y e bu t k a n , m e m bu k a , da n m e m bon gk a r a ib
sa u da r a n y a de n ga n m a k su d j e le k . Al I m am Muslim m eriw ay at k an dalam
kit ab Shahihny a dari shahabat Abu Hurairah radhiy allahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda: “ Apak ah k alian m enget ahui apa it u ghibah? Para shahabat berk at a: “ Allah dan Rasul- Ny a y ang lebih t ahu.” Kem udian beliau shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda:
ﻪﺘﻬﺑ ﺪﹶﻘﹶﻓ ﹸﻝﻮﹸﻘﺗ ﺎﻣ ﻪﻴﻓ ﻦﹸﻜﻳ ﻢﹶﻟ ﹾﻥﹺﺇﻭ ﻪﺘﺒﺘﹾﻏﺍ ﺪﹶﻘﹶﻓ ﹸﻝﻮﹸﻘﺗ ﺎﻣ ﻪﻴﻓ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﹾﻥﹺﺇ ، ﻩﺮﹾﻜﻳ ﺎﻤﹺﺑ ﻙﺎﺧﹶﺃ ﻙﺮﹾﻛﺫ
“ Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia membecinya, jika yang engkau sebutkan tadi benar-
benar ada pada saudaramu sungguh engkau telah berbuat ghibah, sedangkan jika itu tidak benar maka engkau telah
membuat kedustaan atasnya.”Di dalam Al Qur’anul Karim Allah subahanahu w a t a’ala sangat m encela perbuat an ghibah, sebagaim ana firm an- Ny a ( art iny a) :
“ Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing (ghibah) kepada
sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang diantara kalian memakan daging saudaramu yang sudah mati?
Maka tentulah kalian membencinya. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat
dan Maha Pengasih.” (Al Hujurat: 12)Al I m a m I bn u Ka t sir Asy Sy a fi’i be r k a t a da la m t a fsir n y a : “ Sungguh telah
disebutkan (dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam konteks celaan yang menghinakan. Oleh
karena itu Allah subahanahu wa ta’ala menyerupakan orang yang berbuat ghibah seperti orang yang
memakan bangkai saudaranya. Sebagaimana firman Allah subahanahu wa ta’ala … (pada ayat di
atas). Tentunya itu perkara yang kalian benci dalam tabi’at, demikian pula hal itu dibenci dalam
syari’at. Sesungguhnya ancamannya lebih dahsyat dari permisalan itu, karena ayat ini sebagai
peringatan agar menjauh/lari (dari perbuatan yang kotor ini -pent). ” (Lihat Mishbahul Munir)Suat u hari Aisy ah radhiy allahu anha pernah berk at a k epada Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam t ent ang Shafiyy ah bahw a dia adalah w anit a y ang pendek . Mak a beliau shalallahu ‘alaihi wassalaam bersabda:
ﻪﺘﺟﺰﻤﹶﻟ ﹺﺮﺤﺒﻟﺍ ِﺀﺎﻤﹺﺑ ﺖﺟﹺﺰﻣ ﻮﹶﻟ ﹰﺔﻤﻠﹶﻛ ﺖﹾﻠﹸﻗ ﺪﹶﻘﹶﻟ
“ Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air
laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R. Abu Dawud 4875 dan lainnya) Asy Sy a ik h Sa lim bin I e d Al H ila li b e r k a t a : “ Dapat merubah rasa dan aromaair laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini menunjukkan suatu
peringatan keras dari perbuatan tersebut.” (Lihat Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin
3/25)Sek edar m enggam bark an bent uk t ubuh seseorang saj a sudah m endapat t eguran k eras dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam , lalu bagaim ana dengan m enyebut k an sesuat u y ang lebih k ej i dari it u? Dari shahabat Anas bin Malik radhiy allahu anhu, bahw a Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda:
ِﺀﹶﻻﺆﻫ ﻦﻣ ﺖﹾﻠﹸﻘﹶﻓ ، ﻢﻫﺭﻭﺪﺻﻭ ﻢﻬﻫﻮﺟﻭ ﹶﻥﻮﺸﻤﺨﻳ ﹴﺱﺎﺤﻧ ﻦﻣ ﺭﺎﹶﻔﹾﻇﹶﺃ ﻢﻬﹶﻟ ﹴﻡﻮﹶﻘﹺﺑ ﺕﺭﺮﻣ ﻲﹺﺑ ﺝﹺﺮﻋ ﺎﻤﹶﻟ : ﻢﹺﻬﺿﺍﺮﻋ ﹶﺃ ﻲﻓ ﹶﻥﻮﻌﹶﻘﻳﻭ ﹺﺱﺎﻨﻟﺍ ﻡﻮﺤﹸﻟ ﹶﻥﻮﹸﻠﹸﻛﹾﺄﻳ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ِﺀﹶﻻﺆﻫ ﹶﻝﺎﹶﻗ ؟ﹸﻞﻳﹺﺮﺒﹺﺟﺎﻳ
“ Ketika aku mi’raj (naik di langit), aku melewati suatu kaum yang kuku-kukunya dari tembaga dalam keadaan mencakar
wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “ Siapakah mereka itu wahai malaikat Jibril?” Malaikat Jibril
menjawab: “ Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R.
Abu Dawud no. 4878 dan lainnya)
Yang dim ak sud dengan ‘m em ak an daging- daging m anusia’ dalam hadit s ini adalah berbuat ghibah ( m enggunj ing) , sebagaim ana perm isalan pada surat Al Huj urat ay at : 12. Dari shahabat I bnu Um ar radhiy allahu anhu, bahw a beliau shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda:
ﻢﹺﻬﺗﺍﺭﻮﻋ ﺍﻮﻌﹺﺒﺘﺗ ﹶﻻﻭ ﺍﻭﺮﻴﻌﺗ ﹶﻻﻭ ﻦﻴﻤﻠﺴﹸﳌﺍ ﺍﻭﹸﺫﺆﺗ ﹶﻻ ﻪﹺﺒﹾﻠﹶﻗ ﻰﹶﻟﹺﺇ ﹸﻥﺎﻤﻳِﻹﺍ ﹺﺾﹾﻔﻳ ﻢﹶﻟﻭ ﻪﻧﺎﺴﻠﹺﺑ ﻦﻣﺁ ﻦﻣ ﺮﺸﻌﻣ ﺎﻳ
ﻪﻠﺣﺭ ﻑﻮﺟ ﰲ ﻮﹶﻟﻭ ﻪﹶﻟ ﻪﺤﻀﹾﻔﻳ ُﷲﺍ ﹺﻊﺒﺘﻳ ﻦﻣﻭ ﻪﺗﺭﻮﻋ ُﷲﺍ ﻊﺒﺘﺗ ﹺﻢﻠﺴﻤﹾﻟﺍ ﻪﻴﺧﹶﺃ ﹶﺓﺭﻮﻋ ﻊﹺﺒﺘﻳ ﻦﻣ ﻪﻧﹺﺈﹶﻓ“ Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian
mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari aibnya. Barang
siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya Allah akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah
mencari aibnya niscaya Allah akan menyingkapnya walaupun di dalam rumahnya.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya) “ Suatu ketika kami
Dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiy allahu anhu, beliau berk at a:
pernah bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalaam mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalaam berkata: ‘Apakah kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini berasal dari orang-orang yang
berbuat ghibah.” (H.R. Ahmad 3/351)Dari shahabat Sa’id bin Zaid radhiy allahu anhu sesungguhny a Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda:
: ﹺﺮﺋﺎﺒﹶﻜﹾﻟﺍ ﹺﺮﺒﹾﻛﹶﺃ ﻦﻣ ﺔﻳﺍﻭﹺﺭ ﻲﻓﻭ ﻖﺤ ﹾﻟﺍ ﹺﺮﻴﻐﹺﺑ ﹺﻢﻠﺴﹸﳌﺍ ﹺﺽﺮﻋ ﻲﻓ ﹶﺔﻟﺎﹶﻄﺘﺳِﻹﺍ ﺎﺑﺮﻟﺍ ﻰﺑﺭﹶﺃ ﻦﻣ ﱠﻥﹺﺇ
“ Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar besarnya dosa besar) adalah
memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.” (H.R. Abu Dawud no. 4866-
4967)Dari ancam an y ang t erk andung dalam ay at dan hadit s- hadit s di at as m enunj ukk an bahw a perbuat an ghibah ini t erm asuk perbuat an dosa besar, y ang seharusny a set iap m uslim unt uk selalu berusaha m enghindar dan m enj auh dari perbuat an t ersebut .
Asy Sy a ik h Al Qa h t h a n i da la m k it a b N u n iy y a h h a l. 3 9 be r k a t a : ﹰﻼﻓﺎﹶﻏ ﻙﹺﺮﻴﹶﻏ ﹺﺐﻴﻌﹺﺑ ﻦﹶﻠﻐﺸﺗﹶﻻ ﻥﺎﺒﻴﻋ ﻪﻧﹺﺇ ﻚِﺴﹾﻔﻧ ﹺﺐﻴﻋ ﻦﻋ
Janganlah kamu tersibukkan dengan aib orang lain, justru kamu lalai Dengan aib yang ada pada dirimu, sesungguhnya itu dua keaiban (Lihat Nashihati linnisaa’ hal. 32)
Mak sudny a, bila anda m enyibuk k an dengan aib orang lain m ak a hal it u m erupak an aib bagim u k arena k am u t elah t erj at uh dalam k em ak siat an. Sedangk an bila anda lalai dari m engorek si aib pada dirim u sendiri it u j uga m erupak an aib bagim u. Karena secara t idak langsung k am u m erasa sebagai orang y ang sem purna. Padahal t idak ada m anusia y ang sem purna dan m a’shum k ecuali para Nabi dan Rasul.
Kont ek s dalam hadit s:
ﻩﺮﹾﻜﻳ ﺎﻤﹺﺑ ﻙﺎﺧﹶﺃ ﻙﺮﹾﻛﺫ “ Engkau menyebutkan sesuatu pada saudaramu yang dia membecinya.”
Hadit s di at as secara zhahir m engandung m akna y ang um um , y ait u m encakup peny ebut an aib dihadapan orang t ersebut at au diluar sepenget ahuanny a. N a m u n Al H a fizh I bn u H a j a r m e n gu a t k a n ba h w a
gh iba h in i k h u su s dilu a r se pe nge t a h u a n ny a , sebagaim ana asal k at a ghibah
( y ait u dari k at a ghaib y ang art iny a t ersem bunyi- pent ) y ang dit egask an oleh ahli bahasa.
Ke m u dia Al H a fiz h be r k a t a : “ Tentunya membeberkan aib di dahapannya itu
merupakan perbuatan yang haram, tapi hal itu termasuk perbuatan mencela dan menghina.” (Fathul
Bari 10/470 dan Subulus Salam hadits no. 1583, lihat Nashihati linnisaa’ hal. 29)
Dem ikian pula bagi siapa y ang m endengar dan ridha dengan perbuat an ghibah m ak a hal t ersebut j uga dilarang. Sem est iny a dia t idak ridha m elihat saudarany a dibeberk an aibny a. Dari shahabat Abu Dzar radhiy allahu anhu, bahw a Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda :
ﺔﻣﺎﻴﻘﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻪﹺﻬﺟﻭ ﻦﻋ ُﷲﺍ ﺩﺭ ﻪﻴﺧﹶﺃ ﺽﺮﻋ ﺩﺭ ﻦﻣ
“ Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api neraka pada
hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi no. 1931 dan lainnya)Dem ikian j uga sem est iny a ia t idak ridha m elihat saudarany a t erj at uh dalam k em ak siat an y ait u berbuat ghibah. Sem est iny a ia m enasehat iny a, buk an j ust ru ikut larut dalam perbuat an t ersebut . Kalau sekirany a ia t idak m am pu m enasehat i at au m encegahny a dengan cara y ang baik , m ak a hendakny a ia pergi dan m enghindar dariny a. Allah subahanahu w at a’ala berfirm an ( art iny a) :
“ Dan orang-orang yang beriman itu bila¬ mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya, dan
mereka berkata: “ Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, semoga kesejahteraan atas dirimu, kami tidak
ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al Qashash: 55)Dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiy allahu anhu, bahw a Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda:
ﻥﺎﻤﻳِﻹﺍ ﻒﻌﺿﹶﺃ ﻚﻟﺍﺫﻭ ﻪﹺﺒﹾﻠﹶﻘﹺﺒﹶﻓ ﻊﻄﺘﺴﻳ ﻢﹶﻟ ﹾﻥﹺﺇﻭ ﻪﹺﻧﺎﺴﻠﹺﺒﹶﻓ ﻊﻄﺘﺴﻳ ﻢﹶﻟ ﹾﻥﹺﺇﻭ ﻩﺪﻴﹺﺑ ﻩﺮﻴﻐﻴﹾﻠﹶﻓ ﺍﺮﹶﻜﻨﻣ ﻢﹸﻜﻨﻣ ﻯﹶﺃﺭ ﻦﻣ
“ Barang siapa yang melihat kemungkaran hendaknya dia mengingkarinya dengan tangan. Bila ia tidak mampu maka
cegahlah dengan lisannya. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya, yang demikian ini selemah-lemahnya
iman.” (Muttafaqun‘alaihi)
Nam un bila ia ik ut larut dalam perbuat an ghibah ini berart i ia pun ridha t erhadap k em ak siat an, t ent uny a hal ini pun dilarang dalam agam a.
Lalu bagaim ana cara bert aubat dari perbuat an ghibah? Apak ah w aj ib baginy a unt uk m em beri t ahu k epada y ang dighibahi? Sebagian para ulam a’ berpendapat w aj ib baginy a unt uk m em beri t ahu k epadany a dan m em int a m a’af dariny a. Pendapat ini ada sisi benarny a j ik a dik ait k an dengan hak seorang m anusia. Misalny a m engam bil hart a orang lain t anpa alasan y ang benar m aka dia pun w aj ib m engem balik anny a. Tet api dari sisi lain, j ust ru bila ia m em beri t ahu k epada y ang dighibahi dikhaw at irk an ak an t erj adi m udharat y ang lebih besar. Bisa j adi orang y ang dighibahi it u j ust ru m arah y ang bisa m eruncing pada percek cok an dan bahk an perk elahian. Oleh k arena it u sebagian para ulam a lainny a berpendapat t idak perlu ia m em beri t ahuk an k epada y ang dighibahi t api w aj ib baginy a berist ighfar ( m em ohan am punan) kepada Allah subahanahu w at a’ala dan m enyebut k an k ebaik an- k ebaik an orang y ang dighibahi it u di t em pat - t em pat y ang pernah ia berbuat ghibah k epadany a. I nsy aallah pendapat t erak hir lebih m endek at i k ebenaran. ( Lih a t N a sh iih a t ii lin n isa a ’: 3 1 )
Para pem baca, k arena perbuat an ghibah ini berk ait an erat dengan lisan y ang m udah bergerak dan berbicara, m ak a hendak ny a kit a selalu m em perhat ik an apa y ang kit a ucapk an. Apak ah ini m engandung ghibah at au buk an, j angan sam pai t ak t erasa t elah t erj at uh dalam perbuat an ghibah. Bila kit a bisa m enj aga t angan dan lisan dari m engganggu at au m eny akit i orang lain, insy aallah kit a ak an m enj adi m uslim sej at i. Rasulullah shalallahu ‘alaihi w assalaam bersabda:
ﻩﺪﻳﻭ ﻪﹺﻧﺎﺴﻟ ﻦﻣ ﹶﻥﻮﻤﻠﺴﻤﹾﻟﺍ ﻢﻠﺳ ﻦﻣ ﻢﻠﺴﹸﳌﺍ
“ Seorang muslim sejati adalah bila kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (H.R. Muslim)
Su m be r :