Borras, dkk – Gerakan Agraria Transnasional

GERAKAN-GERAKAN AGRARIA TRANSNASIONAL

GERAKAN-GERAKAN AGRARIA TRANSNASIONAL

Saturnino M. Borras Jr (Editor) Marc Edelman Cristobal Kay

Saturnino M. Borras Jr, Marc Edelman, Cristobal Kay, Gerakan-gerakan Agraria Transnasional— Borras Jr, S., Edelman, M., Kay, C., STPN, 2010

682 halaman, xiv, 14 x 21 ISBN 978-979-1097-79-6

1. Gerakan Agraria 2. Gerakan Sosial 3. Kajian Agraria l. Judul

Cetakan Pertama, Oktober 2010 Penyunting: Dian Ardy Penerjemah: Vica Tri Septianty Desain dan Kompugrafi: Meja Malam Design

Diterbitkan oleh:

Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Jl. Tata Bumi No. 5 Po. Box 1216 Kode Pos 55293 Yogyakarta Telp 0274 587239

Didistribusikan oleh:

Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Jl. Tata Bumi No. 5 Po. Box 1216 Kode Pos 55293 Yogyakarta Telp 0274 587239

K ATA P ENGANTAR

Henry Bernstein And Terence J. Byres

Pada tahun 2008 kami mengundurkan diri, jika digabungkan telah bekerja total sekitar 56 tahun, dari pimpinan editor Journal of Peasant Studies (JPS) dan kemudian Journal of Agrarian Change (JAC). Journal of Peasant Studies didirikan oleh T.J. Byres pada tahun 1973, kami menjadi editor bersama pada tahun 1985 sampai 2000. Lalu kami memulai Journal of Agrarian Change pada tahun 2001 untuk melanjutkan proyek intelektual Journal o f Peasant Studies. Ketika pertama kali Journal of Agrar- ian Change didirikan dan berkembang pesat, kami memu- tuskan bahwa ini adalah momen yang tepat untuk menyerahkannya ke tim editor yang baru pada tahun 2008. Mereka adalah Deborah Johnston, Cristobal Kay, Jens Lerche dan Carlos Oya. Pada akhir periode editorial, kami telah menyetujui untuk menerbitkan dua isu spesial me- ngenai Transnational Agrarian Movements Confronting Globalization dengan Jun Borras, Marc Edelman, dan Cristobal Kay sebagai editor tamu. Isu ini sebenarnya muncul dalam Journal of Agrarian Change Vol 8 nomer 2-

3 namun juga dipublikasikan sebagai buku. Sangat menyenangkan menerima proposal awal untuk isu spesial dari tiga editornya, untuk mendiskusikan lebih jauh dan mendukung upaya mereka. Kami diberikan hak istimewa atas undangan mereka untuk menulis kata pengantar dalam versi buku ini.

Kami menggunakan kata pengantar singkat ini untuk menghargai imajinasi dan iluminasi yang mencerahkan dalam karya para editor dan kontributor buku ini. Kita juga dapat meletakkan arti dari pencapaian mereka dalam mengubah konteks historis dari isu agraria selama 35 tahun sejak awal mula Journal of Peasant Studies. Agenda awalnya adalah menunjukkan pengaruh intelektual yang tajam dan kondisi politik saat ini, serta menggambarkan khususnya sederetan kejadian yang dicirikan dengan perlawanan tanpa henti terhadap imperialisme, dimana masyarakat pedesaan menjadi aktor utamanya (terutama perlawanan masyarakat Vietnam untuk pembebasan nasional); prospek pada pembangunan ekonomi dan sosial yang saat ini dibangun sendiri, kebanyakan oleh petani, bekas koloni di Asia dan Afrika serta Amerika Latin; dan cara-cara dimana prospek tersebut dapat dieksplorasi melalui praktek investigasi, pengalaman dan teori tran- sformasi sosialis di pedesaan (yang membayangi Cina). Gambaran-gambaran tersebut dipaparkan melalui suatu pendekatan ekonomi politik yang berdasar pada mate- rialisme historis. Walaupun Journal of Peasant Studies dari tahun 1973 hingga 2000 menyajikan begitu banyak artikel mengenai formasi sosial agraria sebelum kapitalisme; transisi ke kapitalisme di daerah pedalaman dan kemudian setelah itu; perubahan agraria dalam kondisi kolonial dan situasi revolusioner Rusia dan Cina, Vietnam dan Kuba; proses perubahan agraria di negara merdeka dalam Dunia Ketiga pada konteksnya menunjukkan variasi “pemba- ngunan nasional” mereka; dan terakhir kepunahan jenis Kami menggunakan kata pengantar singkat ini untuk menghargai imajinasi dan iluminasi yang mencerahkan dalam karya para editor dan kontributor buku ini. Kita juga dapat meletakkan arti dari pencapaian mereka dalam mengubah konteks historis dari isu agraria selama 35 tahun sejak awal mula Journal of Peasant Studies. Agenda awalnya adalah menunjukkan pengaruh intelektual yang tajam dan kondisi politik saat ini, serta menggambarkan khususnya sederetan kejadian yang dicirikan dengan perlawanan tanpa henti terhadap imperialisme, dimana masyarakat pedesaan menjadi aktor utamanya (terutama perlawanan masyarakat Vietnam untuk pembebasan nasional); prospek pada pembangunan ekonomi dan sosial yang saat ini dibangun sendiri, kebanyakan oleh petani, bekas koloni di Asia dan Afrika serta Amerika Latin; dan cara-cara dimana prospek tersebut dapat dieksplorasi melalui praktek investigasi, pengalaman dan teori tran- sformasi sosialis di pedesaan (yang membayangi Cina). Gambaran-gambaran tersebut dipaparkan melalui suatu pendekatan ekonomi politik yang berdasar pada mate- rialisme historis. Walaupun Journal of Peasant Studies dari tahun 1973 hingga 2000 menyajikan begitu banyak artikel mengenai formasi sosial agraria sebelum kapitalisme; transisi ke kapitalisme di daerah pedalaman dan kemudian setelah itu; perubahan agraria dalam kondisi kolonial dan situasi revolusioner Rusia dan Cina, Vietnam dan Kuba; proses perubahan agraria di negara merdeka dalam Dunia Ketiga pada konteksnya menunjukkan variasi “pemba- ngunan nasional” mereka; dan terakhir kepunahan jenis

Journal mendorong investigasi dan perdebatan dalam relasi sosial dan dinamika dari produksi dan reproduksi, kemiskinan dan kekuasaan, dalam formasi agraria dan proses perubahannya, baik secara klasik dan kontemporer. Sebagaimana tercantum dalam nama Journal, banyak cerita dari daerah yang menunjukkan keprihatinan yang dihuni oleh produsen desa yang didefinisikan dalam satu cara yaitu “petani” ( peasant) yang dianggap sebagai korban dan tokoh protagonis aktif dalam drama sejarah pemben- tukan modernitas. Hal ini juga memberi kesan bahwa pemahaman ekonomi-politik kita, yang menjadi panduan pendekatan dalam Journal ini pada “studi tentang petani”, merupakan sebuah pendekatan yang ekspansif dan berhubungan dan berkaitan dengan banyak isu seperti sosiologi, politik, budaya dan ideologi.

Tentu saja terkadang ada kelambatan antara ritme antara pertanyaan intelektual dengan perubahan di dunia yang luas, terkadang secepat yang mereka pertentangkan. Sebagaimana Journal of Peasant Studies membentuk indentitas intelektual dan reputasi internasionalnya, sederetan kejadian yang kemudian menginspirasi pendi- rinya dan mengembangkannya mulai dilakukan untuk menganalisa perubahan yang teramat besar yang menjadi semacam jelas selama dua dekade berikutnya. Perubahan itu adalah krisis akumulasi krisis dan restrukturisasi ekonomi kapitalis internasional dari tahun 1970an, yang dinamai “globalisasi”. Agenda politik dan kebijakan itu disusun oleh pemilik modal besar untuk diatur dan mempromosikannya dari tahun 1980an yang dinamai “neo- liberalisme”. Pembagian kerja internasional dalam per- tanian dan agrobisnis untuk pasar produk agrikultur di- bentuk ulang oleh dinamika globalisasi dan neoliberalisme (atau ‘globalisasi neoliberal’), yang merupakan pokok Tentu saja terkadang ada kelambatan antara ritme antara pertanyaan intelektual dengan perubahan di dunia yang luas, terkadang secepat yang mereka pertentangkan. Sebagaimana Journal of Peasant Studies membentuk indentitas intelektual dan reputasi internasionalnya, sederetan kejadian yang kemudian menginspirasi pendi- rinya dan mengembangkannya mulai dilakukan untuk menganalisa perubahan yang teramat besar yang menjadi semacam jelas selama dua dekade berikutnya. Perubahan itu adalah krisis akumulasi krisis dan restrukturisasi ekonomi kapitalis internasional dari tahun 1970an, yang dinamai “globalisasi”. Agenda politik dan kebijakan itu disusun oleh pemilik modal besar untuk diatur dan mempromosikannya dari tahun 1980an yang dinamai “neo- liberalisme”. Pembagian kerja internasional dalam per- tanian dan agrobisnis untuk pasar produk agrikultur di- bentuk ulang oleh dinamika globalisasi dan neoliberalisme (atau ‘globalisasi neoliberal’), yang merupakan pokok

Perubahan yang sangat berbeda, walaupun tidak diragukan saling berhubungan, adalah bahwa pada tahun 1970an mulai ditandai dengan berakhirnya periode panjang dari “perang petani pada abad ke 20” selama 60 tahun sebelumnya, yang dieksplor dalam karya terkenal Eric Wolf. Ini mulai tampak bahwa pergolakan dari pem- berontakan petani “klasik” dan dinamika perlawanan— dinamika yang menyejarah dan mendunia yang mem- bentuk modernitas dari Revolusi Perancis hingga keme- nangan panjang perlawanan masyarakat Vietnam untuk pembebasan Nasional—-telah usai. Hal ini tentu saja tidak berarti bahwa bentuk politik oposisi dan perlawanan agraria dan pedesaan dan epik singkat dari “perang petani” mulai kehilangan relevansinya. Malah, Journal of Peasant Stud- ies memberikan materi dari berbagai politik sosiologi pedesaan, termasuk dua isu spesial (juga dipublikasikan dalam buku) dalam “bentuk perlawanan sehari-hari”, yang disorot dalam karya James Scott dan dalam gerakan petani yang baru di India yang menonjol pada tahun 1980an. Di tahun 1990an Journal juga mulai mempublikasikan artikel mengenai kondisi dan dampak baru dari internasionalisasi pertanian yang dihasilkan oleh “globalisasi”.

Artikel tersebut dipublikasikan di Journal of Agrar- ian Change dari tahun 2001, yang juga mempublikasikan sejumlah artikel yang kuat mengenai politik agraria Artikel tersebut dipublikasikan di Journal of Agrar- ian Change dari tahun 2001, yang juga mempublikasikan sejumlah artikel yang kuat mengenai politik agraria

Salah satu wujud yang paling menyolok saat ini adalah politik “baru” dari perlawanan agraria yaitu kemunculan “gerakan agrarian transnasional ( ransnational t agrarian movement)’ yang menjadi pokok masalah dalam buku ini. Organisasi petani internasional yang komposisi sosialnya dan sifat politik dan tujuannya yang sangat berbeda tidak seluruhnya merupakan cerita novel, seba- gaimana yang editor tunjukkan dalam pendahuluan bab mereka. Bagaimanapun juga, gerakan agraria transnasional saat ini dibentuk dalam level regional dan transkontinental yang akan dapat memberi klaim bentuk baru mobilisasi dan aksi serta oposisi mereka pada globalisasi neoliberal dan malapetaka yang ditimbulkannya. Jika penelitian tentang globalisasi membantu pemahaman kita pada strategi-strategi akumulasi dari agrobisnis kontemporer dan dampak mereka pada pertanian dan petani, maka politik ekonomi harusmesti disambungkan dengan politik sosiologi yang ketat semacam itu. Ini adalah tantangan yang rumit, dimana buku ini membuat ciri tersendiri dan signifikan. Sebagaimana para editor mengobservasi dalam kesimpulan di Pendahuluan:

Gerakan agraria tranasional adalah proyek politik dengan akar sejarah yang dalam di beragam masyarakat nasional, dengan aliansi-aliansi yang beragam dan bergeser, repertoar berbagai aksi, dan bentuk representasi yang kompleks, kerangka isu dan perumusan tun- tutan.....dengan mengakui kontradiksi gerakan agrarian transnasional, ambiguitas dan ketegangan dalam tataran internal (penulis dalam buku ini) juga melihatnya dari sudut pandang seorang intelektual yang turut terlibat dalam gerakan, untuk memajukan proyek politik transformatif dengan pemahaman yang lebih baik mengenai asal-muasal, kesuksesan dan kegagalan masa lalu dan tantangan saat ini dan masa mendatang dari gerakan agrarian transnasional.

Tujuan ini diformulasikan dengan kejelasan yang mengagumkan, kecermatan dan ketelitian dalam esai pendahuluan editor, yang juga memberikan kontribusi berharga dalam penjelasaan yang lebih luas mengenai gerakan sosial “baru”. Kombinasi antara keterlibatan politik dengan tanggung jawab dan ketenangan intelektual yang menurut mereka diperlukan untuk mencegah voluntarisme dan perayaan kegagahan ( triumphalism) ‘gerakan’, ini diekspresikan dalam berbagai cara dalam diskusi mereka mengenai “sunyinya literatur” mengenai gearakan agraria transnasional hingga sekarang. Kesunyian tersebut meliputi sepinya isu-isu seperti relasi kelas, dan basis lainnya dalam diferensiasi sosial dan ketidaksetaraan antara petani/masyarakat yang menguasai tanah—-yang menjadi pusat perhatian dalam ekonomi politik agraria— -sebagai masalah kompleks dari representasi politik, legitimasi dan kepemimpinan, ideologi serta perbedaan pandangan politik dalam gerakan agraria transnasional dan tentu saja komponen organisasi mereka serta geografi Tujuan ini diformulasikan dengan kejelasan yang mengagumkan, kecermatan dan ketelitian dalam esai pendahuluan editor, yang juga memberikan kontribusi berharga dalam penjelasaan yang lebih luas mengenai gerakan sosial “baru”. Kombinasi antara keterlibatan politik dengan tanggung jawab dan ketenangan intelektual yang menurut mereka diperlukan untuk mencegah voluntarisme dan perayaan kegagahan ( triumphalism) ‘gerakan’, ini diekspresikan dalam berbagai cara dalam diskusi mereka mengenai “sunyinya literatur” mengenai gearakan agraria transnasional hingga sekarang. Kesunyian tersebut meliputi sepinya isu-isu seperti relasi kelas, dan basis lainnya dalam diferensiasi sosial dan ketidaksetaraan antara petani/masyarakat yang menguasai tanah—-yang menjadi pusat perhatian dalam ekonomi politik agraria— -sebagai masalah kompleks dari representasi politik, legitimasi dan kepemimpinan, ideologi serta perbedaan pandangan politik dalam gerakan agraria transnasional dan tentu saja komponen organisasi mereka serta geografi

Pendahuluan buku itu memberikan batu loncatan yang sangat baik untuk beragam dan kontribusi yang kaya yang mengikutinya. Hal tersebut membawa tema yang sudah dikenal seperti tuntutan terhadap tanah dan dukungan publik (lainnya) untuk petani kecil dan perlawanan pada penindasan dan perampasan negara, dan isu baru yang dihasilkan oleh globalisasi neoliberal seperti dampak perdagangan bebas, kontrol perusahaan pada tanaman genetik, dan reforma agraria yang dipandu oleh pasar. Lebih jauh, beberapa kontribusi yang diberikan di bagian Pendahuluan mempertimbangkan kompleksitas sosiologis dari kelas pedesaan, gender, relasi etnik, dan bagaimana mereka bertemu dengan gerakan dan hubungan antara mereka dan antar pedesaan dan kota dan hubungan dengan imigrasi buruh internasional. Berbagai bab menceritakan tema yang diperhatikan di wilayah utama di “Negara-ngara selatan”, dari Amerika Tengah dan Brazil, yang memberikan dua bentuk gerakan sosial agraria yang melambangkan gerakan saat ini, Indonesia dan Filipina dan juga Burma dan Cina yang mana gerakan transnasional agraria belum tercapai dan mendemontrasikan bentuk kepentingan agraria mereka sendiri serta perlawanan pedesaan. Dalam koleksi ini juga digambarkan bagaimana gerakan di Sub-sahara Afrika, yaitu Afrika Selatan yang memiliki kesenjangan yang harus diperhatikan; sementara India diberi perhatian sedikit (di bab yang membandingkan kampanye RG di India, Afrika Selatan dan Brazil) wa- laupun editor memberi catatan bagaimana KRRS (Kar- nataka State Farmers Association) terkadang digembar- gemborkan sebagai gerakan agraria oposisi yang paling penting di India yang didominasi oleh petani menengah dan kaya.

Tidak bisa dihindari ada beberapa kesenjangan dalam buku ini. Meskipun demikian dengan kesenjangan seperti itu, buku ini memberikan kontribusi yang sangat signifikan, impresif dan tentu saja dapat berkembang di masa depan untuk memahami gerakan agraria transnasional dalam kondisi globalisasi neoliberal saat ini. Kami sangat percaya bahwa kepentingan ini akan dihargai dan akan men- stimulasi perdebatan yang bermanfaat, untuk penelitian lebih jauh dalam tema dan isu yang dicakupnya dan dibangunnya.

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL :

A SAL -M UASAL ,P OLITIK ,K AMPANYE DAN P ENGARUHNYA

Saturnino M. Borras JR, Marc Edelman, dan

Cristobal Kay

Kebangkitan Gerakan Agraria Transnasional

Bagaimanakah perubahan-perubahan ekonomi politik global belakangan ini dalam mempengaruhi otonomi dan kapasitas ‘kaum miskin pedesaan’ 1 ? Bagaimana memahami kondisi kaum miskin pedesaan dan menganalisis kesempatan politik, ancaman, kerangka pandangan mereka, identitas dan solidaritas kaum miskin pedesaan, dan cara mereka membangun gerakan dan jaringan dalam aksi-aksi bersama? Apa bentuk-bentuk perlawanan secara lokal, nasional dan internasional yang sedang tumbuh dan bagaimana hal-hal tersebut mem- pengaruhi proses perubahan agraria? Bagaimana dan sejauh mana literatur ilmiah mengenai gerakan sosial dan

1 kaum miskin pedesaan’ merupakan kategori yang sangat heterogen, termasuk pemilik tanah kecil, petani bagi hasil, petani penyewa,

buruh pedesaan, buruh migran, nelayan subsisten dan nelayan kecil, penghuni di wilayah hutan, masyarakat adat, perempuan petani dan penggembala. Perbedaan antara masyarakat miskin pedesaan ini hanya dari segi perbedaan kelas, jenis kelamin, ras, etnis dan kasta serta dimensi lain yang serupa.

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

studi agraria mampu menangkap perubahan yang cepat dalam hal ideologi, politik dan organisasi gerakan agraria transnasional itu? Semua pertanyaan-pertanyaan yang luas itu diajukan dalam buku ini.

Neoliberalisme secara signifikan telah mengubah dinamika hubungan pertukaran dan produksi agraria di dalam dan di antara negara-negara yang berada di utara- selatan. Proses serempak yang terjadi oleh globalisasi “dari atas”, desentralisasi sepihak “dari bawah” dan privatisasi dari “samping” melalui negara sebagai pusatnya, mema- inkan kunci utama dalam pertumbuhan dan perkembangan sistem agraria, dan proses ini telah menggoncang ma- syarakat pedesaan hingga ke akar-akarnya (sebagai contoh lihat, Edelman 1999; Gwyne and Kay 2004). Proses yang secara luas terjadi di masyarakat pedesaan itu bersamaan dengan terjadinya gelombang restruksturisasi agraria yang terkini, yang memberikan kekuasaan penuh pada kapital domestik dan korporasi transnasional untuk mendikte syarat-syarat pertukaran nilai dan produksi pertanian (Byres 2003; Friedman 2004; Bernstein 2006; McMichael 2006; Akram Lodhi and Kay 2008). Sementara, ada yang menjadi pemenang dan pecundang dalam proses restrukturisasi glo- bal-lokal saat ini, orang-orang yang bekerja di sektor per- taniannya dan mata pencahariannya dengan cepat meng- hadapi kondisi yang semakin memburuk. Diversifikasi mata pencaharian (desa dan desa-kota; on farm, off farm atau non-farm) dijalankan dengan terpaksa atau sebaliknya menjadi semakin tersebar luas. (Bryceson et al. 2000; Ellis 2000; Rigg 2006; World bank 200). Akses dan kontrol terhadap tanah saat ini didefinisikan-ulang dan hak kepemilikan atas tanah telah direstrukturisasi untuk lebih menopang kapital swasta (De Soto 2000; World Bank 2003; lihat juga Rosset et al. 2006; Lahiff et al. 2007; Akram Lodhi et al. 2007).

Gerakan Agraria Transnasional

Proses kompleks dari kondisi global-lokal inilah yang mempengaruhi “gerakan agraria” dalam berbagai bentuk. Kebanyakan, biasanya (dan berlangsung hingga sekarang) berlangsung semata-mata di dalam komunitas lokal dengan cakupan paling luas di tingkat nasional. Saat ini berbagai gerakan agraria telah “melokalisasi” perlawanan-per- lawanan mereka sebagai respon terhadap desentralisasi yang parsial, sementara ada juga yang berfokus pada aktivitas yang lebih “terprivatisasi” dalam suatu sikap yang serupa dengan “mengganti peran negara” dalam hal isu- isu pembangunan seperti memberikan layanan sosial pada masyarakat, sementara ada juga yang telah “merambah jaringan internasional” dengan melakukan perlawanan- perlawanan sebagai respon terhadap “restrukturisasi agraria di level global”.

Dewasa ini, Gerakan Agraria Transnasional (digu- nakan disini sebagai definisi yang longgar untuk meng- artikan “pergerakan”, “organisasi”, “koalisi”, “jaringan” dan lingkaran solidaritas” dari “kaum miskin pedesaan”) dan beberapa kelompok gerakan petani nasional yang terhubung ke gerakan-gerakan transnasional itu telah memiliki kekuasaan penuh dan pengaruh politik (dan

dalam beberapa hal, mungkin kemahsyuran) 2 . La Via Campesina merupakan jaringan atau koalisi yang paling terkenal dalam Gerakan Agraria Transnasional ini (Borras 2004; Desmairs 2007). Namun, terdapat juga beberapa gerakan transnasional, jaringan, dan koalisi yang berbasis sektor-sektor pedesaan atau kelompok advokasi untuk masyarakat pedesaan; beberapa gerakan tersebut terlibat dalam gerakan politik yang berhaluan kiri, sementara yang

2 Untuk lebih mendapatkan nuansa diskusi akademik tentang perbedaan dan persamaan kategori pada konteks lintas-negara atau

gerakan ‘transnasional’, lihat Fox (2000, 9 –12, 45) dan Khagram et al. (2002, 9).

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

lainnya dianggap sebagai kelompok radikal (Edelman 2003) 3 . Contoh lain dari Gerakan Agraria Transnasional yang juga didasarkan pada gerakan dan isu agraria adalah In- ternational Planning Commitee (IPC) yang bergerak dalam isu Kedaulatan Pangan, yang terdiri dari lebih 500 gerakan rakyat pedesaan dan beberapa NGO yang radikal dan konservatif sebagai anggotanya. Begitu pula di sektor perikanan, juga menunjukkan geliat gerakannya pada tingkat transnasional seperti World Forum of Fish Har- vesters and Fishworkers (WFF), World Forum of Fisher Peoples (WFFP) dan International Collective in Support of Fish Workers (ICSFW). Sementara itu gerakan yang muncul dari sektor “pekerja pedesaan” walaupun kelihatan relatif sedikit yang tampak namun International Union of Food, Agricultural, Hotel, Restaurant, Catering, Tobacco and Allied Workers Associations (IUF) masih tetap menjadi aktor global yang signifikan dan aktif. Memang beberapa jaringan yang bergerak di isu agraria relatif masih baru, namun sebenarnya mereka telah hadir selama beberapa dekade, seperti International Federation of Adult Catho- lic Farmers Movements (FIMARC), yang didirikan pada tahun 1950. Ada lebih banyak lagi jaringan masyarakat sipil—transnasional— yang berorientasi pada isu agraria seperti FoodFirst Information and Action Network (FIAN), Land Research and Action Network (LRAN), Erosion Technology and Concentration Group (ETC Group), Genetic Resources Action International (GRAIN) dan Friend of The Earth (Edelman 2003).

Beberapa dari gerakan dan jaringan global ini mem- punyai ideologi dan orientasi politik yang pada dasarnya

3 Nama organisasi selengkapnya akan diberikan ketika organisasi itu pertama kali disebutkan dalam buku ini. Setelah itu. kebanyakan

dari nama organisasi itu akan disingkat saja.

Gerakan Agraria Transnasional

berbeda, sebagai contohnya Via Campesina dan the Inter- national Federation of Agricultural Producers (IFAP) atau Via Campesina dan The Asian Peasant Coalition (APC). Sementara beberapa jaringan mempunyai hubungan persahabatan yang erat, seperti Via Campesina dengan The International Movement of Catholic Agricultural dan Ru- ral Youth (MIJARC). Sementara, ada juga yang berfokus di regional, seperti Coodinadora Latinoamericana de Or- ganization del Campo (CLOC) dan Reseau des Organiza- tions Paysannes et de Producteurs de l’Afrique de l’Quest (ROPPA). Lebih jauh lagi, jika diperhatikan, banyak dari gerakan agraria dibedakan menurut tingkatan sosial dari basis massa utama mereka, sebagai contoh di IFAP, keba- nyakan anggotanya berasal dari kalangan petani menengah dan atas, sementara di La Via Campesina anggota orga- nisasinya kebanyakan berasal dari petani miskin dan petani gurem.

Meski demikian, Gerakan Agraria Transnasional yang besar cenderung sangat heterogen dalam masalah kelas, misalnya IFAP juga mempunyai anggota-anggota yang datang dari kalangan petani miskin dan petani gurem, sementara Via Campesina juga mempunyai anggota yang berasal dari kalangan petani menengah dan petani kaya. Jadi, banyak gerakan, jaringan dan koalisi pada tingkat transnasional ini yang jenis keanggotaannya “tumpang- tindih”, bahkan antara mereka yang juga saling bersaing, seperti antara Via Campesina dan IFAP.

Banyak dari kelompok gerakan agraria ini, utamanya Via Campesina, yang barangkali dapat dianggap sebagai kelompok yang paling kuat secara politik dari semua bentuk Gerakan Agraria Transnasional atau jaringan gerakan transnasional kontemporer, secara signifikan telah ikut bagian dalam melemahkan konferensi-konferensi besar yang penting yang dilakukan oleh lembaga transnasional,

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

seperti perlawanan mereka pada Konferensi World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, di Seattle, Washington DC, Cancun, Hongkong dan lainnya, aksi protes ini mereka tampilkan dalam bentuk teatrikal yang dilakoni oleh petani-petani sendiri, aksi-aksi protes inilah yang kemudian berkontribusi dalam meningkatkan perhatian publik dan media pada gerakan mereka. Sebagai contoh, setelah kekerasan yang terjadi pada KTT G-8 tahun 2001 di Genoa, Newsweek menempatkan Via Campesina sebagai salah satu dari delapan grup ‘kelompok globalis yang lebih ramah dan sopan’ setelah gerakan protes anti G-8 (Newsweek 2001,17). Pada tahun 2008, London Guardian memasukkan Koordinator Via Campesina dan Ketua Serikat Petani In- donesia, Henry Saragih sebagai “pejuang lingkungan hidup yang terdepan”, dan “50 orang yang dianggap dapat menyelamatkan bumi” (Guardian 2008).

Banyak gerakan nasional yang merupakan anggota terkemuka dari gerakan Transnasional ini terlibat dalam aksi-aksi dramatis sebagai wujud perlawanan terhadap korporasi-korporasi besar, seperti aksi membuldoser restoran cepat-saji McDonald di Perancis, aksi membakar sebuah outlet Kentucky Fried Chicken di Bangalore, dan menurunkan seorang General Manager dari perkebunan kedelai dan kebun pembibitan kayu putih di Brazil, serta beberapa aksi lainnya. Begitupun dengan aksi protes bunuh diri yang dramatik oleh Lee Kyang Hae, seorang petani yang berasal dari Korea Selatan, yang terjadi saat negosiasi WTO di Cancun, ini juga merupakan bentuk dari cara mereka menarik perhatian publik dan media.

Di sisi lain, gerakan agraria juga masuk dan me- nempati badan konsultatif di beberapa organisasi yang berada di bawah naungan PBB, seperti FAO, IFAD, dan UNHCR. Mereka melakukan negosiasi dan tawar menawar

Gerakan Agraria Transnasional

dengan birokrasi internasional untuk berbagai macam agenda dari mulai agenda reformasi kebijakan hingga men- cari dukungan dana. Mereka bernegosiasi dan bersepakat membuat kompromi dengan sejumlah pendonor non-pe- merintah dan lembaga korporasi terpilih mengenai berbagai hal yang terkait dengan pendanaan aktivitas mereka. Tempat-tempat resmi di perwakilan internasional telah menyaksikan perubahan-perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir ini ketika Gerakan Agraria Transnasional terlibat dan mempengaruhinya, mereka menjadi per- wakilan langsung dalam “ruang-ruang” tersebut—me- nantang langsung “penghuni-penghuni” kunonya yang telah lama berada di kursi-kursi perwakilan PBB dan juga berfungsi sebagai perantara berbagai kelompok NGO. Dalam beberapa kasus, banyak gerakan agraria radikal yang mampu memperoleh kursi di tempat-tempat resmi ini kemudian merongrong hegemoni di tempat yang sebelumnya hanya dapat dinikmati oleh gerakan-gerakan yang lebih konservatif. Perlawanan-perlawanan yang di- tujukan tehadap NGO tradisional dan gerakan konservatif seperti IFAP dapat dilihat dalam kemampuan Via Campesina yang akhirnya mendapatkan perwakilan langsung dalam mekanisme resmi pertemuan global (Fo- rum Petani) dengan kelompok petani di IFAD, FAO dan di ICARRD.

Pertumbuhan Gerakan Agraria Transnasional dalam skala internasional, visibilitasnya, suara dan pengaruh politiknya telah mengilhami berbagai proses progresif dan radikal pada jaringan gerakan non-agraria, dari kelompok “lingkungan” hingga kelompok hak asasi manusia, dan seringkali menghasilkan sinergi baru yang kokoh. Di samping itu, kemunculan gerakan petani baru pada umumnya, dan Gerakan Agraria Transnasional khususnya, juga membangkitkan gelombang baru dalam ranah kajian

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

akademik mulai dari interpretasi Marxis hingga post- modern terhadap fenomena tersebut (lihat, sebagai contoh, Harvey 1998; Edelman 1999; Brass 2000). Hal tersebut juga memberikan justifikasi konkret yang sangat diperlukan untuk beberapa program lembaga donor non pemerintah. Memang, Gerakan Agraria Transnasional telah mencapai tingkat jangkauan dan pengaruh yang tidak dapat diabai- kan, bahkan oleh arus utama lembaga-lembaga pem- bangunan dan lembaga-lembaga keuangan sekalipun, yang selama ini intensif sekali melakukan upaya untuk mempengaruhi dan mengkooptasi, berkolaborasi atau melemahkan setidaknya beberapa Gerakan Transnasional tersebut.

Kebanyakan peneliti memusatkan perhatian mereka pada gerakan global yang paling terlihat dan ‘berisik’ , seperti Via Campesina. Tapi saat ini Gerakan Agraria Transnasional dan jaringan yang lain menjadi plural dan beragam, seperti yang diindikasikan sebelumnya. Beberapa pengamat cenderung beranggapan, sebagaimana aktivis agraria sering berasumsi, bahwa Gerakan Agraria Tran- snasional kontemporer merupakan fenomena baru. Tetapi Gerakan Agraria Transnasional dan jaringan yang lain juga, sebenarnya tidak selalu sama sekali baru. Banyak kelompok sebanding telah ada sebelumnya. Banyak gerakan atau jaringan yang selama puluhan tahun, seperti halnya Campesino A Campesino (Petani untuk Petani) di Amerika Tengah-Mexico, yang dimulai pada 1970-an (Holt- Giménez 2006). Selain itu, Gerakan Transnasional yang ada saat ini seringkali membangun jaringan lintas-negara secara langsung dengan baik sebelum serangan neoliberal pada awal tahun 1980-an (lihat misalnya, Edelman 2003 196-7) . Banyak jaringan lintas-negara dan lintas-benua itu telah terjadi prosesnya sejak sebelum itu, misalnya, selama tahun 1970-an dan 1980-an sebagai bagian dari jaringan

Gerakan Agraria Transnasional

solidaritas politik waktu itu di Eropa dan Amerika Utara yang didukung oleh gerakan pembebasan nasional dan gerakan anti-kediktatoran di berbagai negara berkembang, seperti Chili, Nikaragua, Afrika Selatan dan Filipina. Namun, untuk melihat akar perkembangan aliansi transnasional kontemporer mau tidak mau harus melihat ke belakang. Memahami keragaman dan dinamika Gerakan Agraria Transnasional kontemporer, sebagian memerlukan pemahaman tentang masa lalu gerakan agraria transnasional dan jaringannya. Topik ini yang akan dibahas selanjutnya

Asal-Muasal Sejarah Gerakan Agraria Transnasional

Pembangunan aliansi transnasional di antara petani dan organisasi petani kecil mulai terlihat jelas setelah akhir 1980-an, tetapi sebenarnya semua cerita itu berakar dari akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Hal ini menunjukkan bahwa pengorganisasian lintas-negara tidak hanya merupakan hasil dari teknologi komunikasi baru, yang semakin memperluas jangkauan komunikasi lembaga pemerintahan supra-nasional atau melemahnya sistem negara kontemporer di bawah payung globalisasi. Gerakan Transnasional organisasi petani awal kadang-kadang terdiri dari campuran eklektis dari berbagai aliran gerakan agraria: populisme, komunisme, reformisme yang dipimpin elit dan tuan tanah, pasifisme dan feminisme.

Internasional Hijau dan Internasional Petani Merah Dalam sepuluh tahun setelah Perang Dunia I, dua gerakan internasional bersaing untuk mendapatkan dukungan petani di Eropa Tengah dan Eropa Timur, dua gerakan itu adalah Gerakan Agraria Internasional Hijau, yang bermarkas di Praha, dan Gerakan Petani Internasional

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

Merah yang berbasis di Moskow atau Krestintern (Jack- son1966,51) 4 . Setelah Perang Dunia, para gerakan agraria atau dan partai politik yang dikuasai petani berkuasa di Bulgaria dan Yugoslavia yang kemudian memberi pengaruh besar di Cekoslowakia, Polandia, Rumania, Hungaria, Austria dan Belanda. Partai politik agraria ini berbeda dalam ideologi dan praktek, masing-masing biasanya terdiri dari faksi yang bersaing ketat, tetapi kebanyakan dari mereka bertujuan untuk menggeser protokol perdagangan agar lebih berpihak pada pelaksanaan reforma agraria dan bagaimana menghancurkan kekuatan kelompok tuan tanah-tuan tanah tradisionial. Dua tujuan yang terakhir itu, tentu saja dilakukan bersama dengan kelompok komunis, dimana kelompok agraria ini telah menjalin hubungan intim dan telah melalui banyak persoalan yang kompleks bersama, kadang-kadang kolaboratif dan lebih sering bertentangan. Hubungan semacam itu terjadi di berbagai negara.

Salah satu pemerintahan agraria yang paling kuat terjadi di Bulgaria pada 1919, tepatnya setelah periode kekerasan dan ketidakstabilan, ketika kelompok dari Alexander Stamboliski dari Agrarian Union memenangkan pemilu pertama pasca perang (Jackson 1966, 161; Bell 1977,

142-3) 5 . Di bawah kepemimpinan Stamboliski, Bulgaria melakukan reformasi sosial, terutama setelah memodifi- kasi sistem pajak untuk mendukung kaum miskin di pedesaan dan melakukan redistribusi tanah beberapa perkebunan besar untuk kaum tani. Lebih dari empat tahun, kelompok ini memenangkan pemilihan (seperti yang juga dialami oleh kaum komunis, partai terbesar kedua).

4 “Krestintern” adalah konjungsi dari “krest’yianskii Internatsional” Rusia atau Peasant International.

5 Nama Partai yang dipimpin oleh Stamboliski ini adalah Bulgarian Agrarian National Union (BANU)

Gerakan Agraria Transnasional

Stamboliski — terkenal memusuhi semua yang berbau “kota dan perkotaan”, yang berkali-kali dia sebut sebagai “parasit” - berharap untuk mengubah Bulgaria menjadi “model negara pertanian” dalam 20 tahun (Jackson 1966, 42; Pundeff 1992, 82-3).

Novelis Ernest Hemingway, yang bertemu Stam- boliski pada tahun 1922, menulis dalam Toronto Star bahwa Stamboliski berwajah ‘tebal, merah-kecokelatan, memiliki kumis hitam yang persis seperti sersan mayor, dia tidak mengerti satu kata pun dari bahasa apa pun kecuali bahasa Bulgaria, dan pernah membuat pidato yang berdurasi lima belas jam lamanya, yang membuat lidahnya terkilir, dan dia adalah yang terkuat dan terkemuka di Eropa

dalam masalah ini’ (Hemingway 1987, 149) 6 . Di negaranya, Stamboliski membentuk Agrarian Orange Guard, sebuah kelompok milisi bersenjata yang terdiri dari para petani- petani, yang dimobilisasi secara periodik untuk meng- hadapi ancaman terhadap pemerintah, terutama dari Komunis dan sayap kanan nasionalis Macedonia (Pundeff 1992, 82). Dalam kebijakan luar negeri, ia berusaha mendapatkan dukungan dari pihak partai politik agraria di Polandia, Cekoslowakia dan tempat lain untuk mem- bentuk Liga Pertanian Internasional yang akan berfungsi sebagai perlindungan untuk menghadapi dua kelompok reaksioner yaitu “Internasional Putih” yang merupakan kelompok bangsawan dan tuan tanah serta “Internasional Merah” yang merupakan kaum Bolshevik (Colby 1922, 108-9; Gianaris 1996, 113).

Internasional Hijau pertama kali terbentuk pada tahun 1920, ketika partai politik agraria dari Bulgaria,

6 Pidato sepanjang 15 jam dalam pertemuan Agrarian Party. Menurut hemingway (1897,150) “pidato tersebut mematahkan hati komunis.

Hal ini tidak baik beroposisi dengan pria yang bisa berbicara selama 15 jam.

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

Yugoslavia, Austria, Hongaria, Rumania, Belanda dan Swiss mulai melakukan pertukaran delegasi dan mendirikan sebuah liga yang teroganisir di bawah arahan

bangsawan Bavaria, Dr. Georg Heim (Durrant 1920) 7 yang juga seorang pemimpin petani. Tahun berikutnya, aliansi itu menyatakan dirinya dengan resmi sebagai Biro Agraria Internasional dan mendirikan markas di Praha (Bell 1977,

143) 8 . Upaya ini terjadi utamanya karena inisiatif Stam- boliski, yang membuat sedikit kemajuan selama tiga tahun, sebagai pemimpin Bulgaria yang saat itu menghadapi beragam masalah diplomatik dan lawan-lawan politik yang banyak di tingkat domestik, termasuk Komunis, elite perkotaan, nasionalis, para perwira tentara, pengungsi berkulit putih dari Rusia dan Ukraina dari perang saudara di Uni Soviet, dan ekstremis Macedonia.

Pada tahun 1923, musuh-musuh Stamboliski me- numbangkannya dalam kudeta berdarah sayap kanan yang dilakukan selama lebih dari dua dekade oleh militer

dan kaum bangsawan 9 . Stamboliski dipotong tangan kanannya dan setelah disiksa cukup lama, kemudian dia dipenggal (Bell 1977, 237-8). Perlawanan sporadis yang dilakukan oleh petani, dengan cepat diatasi dan puluhan pendukung BANU dibunuh dalam minggu berikutnya. Beberapa bulan setelah kudeta, aliansi yang rapuh dari Kelompok Agraria Bulgaria di luar negeri dan Komunis melakukan pemberontakan yang dipimpin oleh Komunis, tetapi ini juga dapat dipadamkan dengan cepat, dengan

7 Pandangan politik Heim di sebutkan secara berani di Brown (1923). 8 Dalam periode ini, the Green International memiliki orientasi Pan- Slav yang kuat. Keanggotaannya pada tahun 1921-25 dibatasi di Czech, Serbia, partai agraria Polish dan Bulgarian. (Bell 1977, 143) 9 Selama penggulingan Communist mendeklarasikan kenetralan dalam apa yang mereka lihat sebagai pertengkaran sederhana antara borjuis pedesaan dan kota. (Bell 1977,231).

Gerakan Agraria Transnasional

sekitar 5.000 korban jiwa (Pundeff 1992, 85-7; Carr 1964, 209).

Bencana di Bulgaria ini, kemudian mendorong terbukanya jalan bagi Komunis Internasional (Komintern) untuk membentuk Internasional Petani Merah (Kres- tintern) yang juga sekaligus dimaksudkan untuk mem- pererat hubungan dengan pihak partai politik agraria. Beberapa faktor di dalam Uni Soviet dan gerakan Komunis internasional memberikan kontribusi terhadap pergeseran ini. Tahun 1921 dimulailah pemberlakuan Kebijakan Ekonomi Baru (New Economic Policy) di Uni Soviet, ditandai dengan munculnya toleransi yang lebih besar terhadap pasar pertanian dan kepemilikan lahan skala kecil—ini adalah periode yang unik—dalam sejarah So- viet yang berlangsung hingga 1929, kebijakan ini berakhir ketika konsolidasi kekuasaan Stalin membawa langkah awal arah kebijakan Uni Soviet yang mengkolektifisasi pertanian dan “menghapus kelas kulak”. Karena ke- cewa oleh kegagalan pemberontakan Komunis pada tahun 1919 di Jerman dan Hungaria dan kekalahan invasi Soviet ke Polandia pada tahun 1920, Moskow (USSR) mulai melirik timur sebagai zona yang paling mungkin untuk gerakan revolusioner baru yang sukses. Tetapi, masyarakat di sana hanyalah kaum proletariat industri kecil dan peta- ni. Pada saat diadakannya kongres pendirian Krestintern pada tahun 1923, kelompok inilah yang mengeluarkan wacana ‘petani buruh di negara-negara kolonial’ (Carr 1964,615), Itulah isu yang diangkat pada edisi pertama jurnal yang diantaranya diisi oleh artikel Nguyen Ai-quÑc (nama samaran untuk Ho Chi Minh) dan Sen Katayama- salah seorang agen Komintern dari Jepang yang beroperasi di seluruh Asia, Meksiko dan Amerika Tengah (Edel- man 1987,12).

Krestintern hanya berhasil menarik gerakan agraria non-Komunis pada beberapa kesempatan. Tahun 1924,

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

Krestintern merekrut Stjepan Radic—seorang pimpinan dari Partai Petani—sebagai anggota, yang sebelumnya sangat banyak bergerakan dalam gerakan agraria daripada gerakan Komunis. Seperti Moskow, Radic sangat keras menentang gagasan pembentukan Federasi Yugoslavia yang dapat berfungsi sebagai ‘topeng imperialisme Serbia Raya’ (Biondich2000,198). Namun, Radic yang berharap bisa memanfaatkan afiliasi Krestintern untuk menekan Beograd agar menciptakan otonomi Kroasia yang lebih besar, pada akhirnya bersikap pasifis dan menemui kesulitan dalam berkolaborasi dengan kaum Komunis Yugoslavia. Dia tidak pernah benar-benar berpartisipasi dalam kegiatan Krestintern dan penarikan dirinya dari Krestintern sebenarnya hanya melemahkan legitimasi organisasi yang sudah lemah (Carr 1964, 227-9, 953; Jack- son 1966, 139).

Nasionalis Cina Kuomintang (KMT) juga “bermain” dengan Krestintern selama pertengahan tahun 1920-an sebagai bagian dari aliansi dengan Partai Komunis Cina (PKC). Beberapa pemimpin KMT mengunjungi koperasi Moskow dan Krestintern dan Komintern, termasuk Ho Chi Minh dan beberapa kelompok militan yang signifikan di Vietnam, yang belajar di Institut Pelatihan Gerakan Petani di Partai Komunis Cina, di mana Mao Tse-tung adalah salah seorang instrukturnya (Quinn- Hakim 2003, 82-9). Pada tahun 1925 slogan ‘Gabung dengan Krestinern’ dilaporkan muncul di poster di desa- desa Cina (Carr1964,723). Tapi hubungan ini juga terputus, pada tahun 1927, ketika KMT membantai Sekutu komunisnya di Shanghai, hal yang benar-benar membuat para pemimpin Uni Soviet terkejut. Pada malam kudeta, Komintern telah menginstruksikan kepada PKC un- tuk mengubur salah satu cabang organisasinya itu (Cohen 1975, 261).

Gerakan Agraria Transnasional

Krestintern tidak pernah memperoleh pengaruh atau dapat menjangkau sebagian “anak organisasi” lainnya dari Komintern, seperti Persatuan Buruh Merah Internasional (Profintern) Atau Organisasi Internasional untuk Bantuan Kemanusiaan Revolusioner (juga dikenal sebagai Red Aid atau MOPR, dengan akronim Rusia). Pada awal 1925, Jurnal Krestintern menerbitkan permintaan maaf atas kesulitan yang mereka hadapi untuk mengadakan Kongres. Di penghujung tahun itu juga, Nikolai Bukharin, dalam laporan lengkapnya kepada Kongres Komintern Kelima, mengusulkan agar Komintern melakukan upaya- upaya di seluruh dunia untuk membawa kaum tani ke dalam organisasi revolusioner, dan di dalam laporan itu Bukharin tidak menyebut Krestintern sama sekali sebagai salah satu dari organisasi revolusioner itu. Setelah kongres Komintern, Krestintern mengadakan sidang pleno, dengan diikuti 78 delegasi dari 39 negara, kongres Ini mereko- mendasikan agar anggota-anggota Krestintern yang militan (yang datang pada waktu kongres itu) mulai melakukan pengorganisasian dalam organisasi-organisasi petani yang ada dan mencoba untuk menyelaraskan mereka dengan posisi Komunis (Carr 1964, 952-7). Tapi pendekatan ini persis merupakan pendekaatan dua tahun lalu yang justru menyebabkan kegagalan, sebagai contoh kegagalan di Shanghai dan memang beberapa berhasil melakukan pengorganisasian yang kecil dan singkat, tetapi sebenarnya Krestintern hampir mati pada akhir 1920-an. Tokoh-tokoh pro-petani di Partai Soviet, khususnya Bukharin, sema- kin menemukan bahwa mereka harus menyesuaikan diri dengan visi Stalin mengenai dunia pertanian, teta- pi sebagian besar akhirnya dihilangkan dalam pembersihan pada per tengahan hingga akhir 1930-an (Cohen 1975). Salah satu keberhasilan Krestintern yang bertahan lama adalah pendirian Insititut Agraria Internasional di Moskow, yang secara eksplisit memang sengaja

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

dimaksudkan sebagai pengimbang untuk Institut Pertanian Internasional yang berbasis di Roma (IIA) (Carr 1964,

956) 10 . Dilihat dari luar, sebenarnya Internasional Petani Merah (Krestintern) bukanlah organisasi yang lemah. Pada tahun 1926-1927 misalnya, untuk menghadapi ancaman dari Krestintern, terdapat upaya dari lawan-lawan po- litiknya untuk membentuk badan koordinasi internasional untuk organisasi petani. Pertama berasal dari Dr Ernst Laur, Sekretaris Umum Serikat Petani Swiss, yang berusaha menyatukan Komisi Internasional Pertanian yang berbasis di Paris (ICA) dan IIA di Roma, yang berhubungan erat

dengan Liga Bangsa-Bangsa 11 . Rencana Dr Laur adalah untuk menciptakan hubungan yang lebih erat antara petani nasional dan organisasi-organisasi petani dan dua lembaga pengambil kebijakan itu, namun usaha ini kandas ketika IIA dan ICA dalam tingkat internasional masing-masing bersaing dengan mendirikan kelompok koordinasi organisasi petani internasional dan kondisi ini bertambah parah ketika partai politik agraria Eropa Timur menjaga jarak dan mencurigai Laur karena penolakannya pada pertanian besar yang dikerjakan oleh negara dan intervensi negara terhadap sektor pertanian (Jackson 1966, 140-50).

Pada tahun 1926, Biro Agraria Internasional di Praha mengubah orientasi Pan-Slavianya dan mulai menjangkau

10 IIA didirikan pada tahun 1905 oleh seorang kebangsaan Amerika, David Lubin, dengan dukungan Rockefeller Foundation diharapkan

untuk mempersatukan pemerintah dalam pendekatan umum untuk statistik agrikultur dan penelitian (Jackson 1966,140-1). IIA merupakan leluhur dekat United Nations Food and Agriculture Organization (FAO), yang juga berbasis di Roma semenjak didirikannya pada tahun 1945. 11 ICA dibentuk pada tahun 1889 oleh French Agricultur Minister, Jules melin. ICA berusaha terus untuk memegang kongres internasional periodik dalam masalah teknikal agrikultur dunia (Jackson 1966, 140-1).

Gerakan Agraria Transnasional

organisasi petani di Perancis, Rumania, Finlandia dan di tempat lain di Eropa. Di bawah kepemimpinan Karel Mecir, yang sebelumnya menjabat sebagai Duta Besar Ceko untuk Yunani, Internasional Hijau menjadi tempat sebagai pusat pertukaran pengalaman, penguatan moral dan solidaritas untuk para petani dan partai politik agraria, dan menyatakan diri sebagai oposisi internasional bagi pemerintahan nasional yang mengancam kepentingan petani. Kegiatan utama yang dilakukan adalah penerbitan buletin triwulanan dan tahunan dalam multibahasa. Puncaknya, pada tahun 1929, Green International memiliki

17 anggota yang terdiri dari partai-partai di berbagai negara, mengutip kata-kata Mecir, anggota Internasional Hijau saat itu mencakup ‘dari Samudera Atlantik hingga Laut Hitam, dari Samudra Arktik hingga Aegea’ (Jackson 1966, 149).

Krisis ekonomi dunia tahun 1929, kegagalan berbagai politik agraria nasional, dan bangkitnya fasisme, semua itu berkontribusi terhadap kematian Internasional Hijau. Pihak Komunis, walaupun sesekali sangat intim dengan pihak partai politik agraria ini, sering sekali melakukan pengu- tukan terhadap Internasional Hijau dan Dr. Laur dan upa- yanya untuk menyatukan ICA Paris dan IIA Roma. Di tengah semakin meningkatnya polarisasi Eropa Tengah dan Timur, dan di tengah menyusutnya ruang politik yang ada, sejak itu pula kegiatan-kegiatan gerakan petani interna- sional tidak pernah muncul kembali sampai setelah Perang Dunia II, hingga didirikannya International Federation of Agricultural Producers (IFAP).

Organisasi Perempuan Pedesaan Dunia (Associated Coun- try Women Of The World)

Lebih ke barat lagi, terdapat semacam organisasi petani antarbangsa yang mulai terbentuk pada akhir 1920- an, yaitu Organisasi Perempuan Pedesaan Dunia (Associ-

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL

ated Country Women Of The World= ACWW), yang masih ada hingga kini 12 . Saat ini, ACWW merupakan “organisasi internasional perempuan pedesaan terbesar”, yang mengklaim memiliki anggota sembilan juta dari 365 kelompok masyarakat yang berpartisipasi dan berada di lebih dari 70 negara (ACWW 2002). Organisasi ini diperkirakan berasal dari pertemuan tokoh organisasi perempuan tingkat international yang bernama Interna- tional Council of Women (ICW)—didirikan di Washing- ton pada tahun 1888—-dan gerakan Women’s Institute (WI), yang dimulai di Kanada pada tahun 1890-an dan menyebar ke Amerika Serikat, Inggris dan di banyak koloni Inggris lainnya (Davies n.d.).

ICW didirikan oleh para aktivis Amerika Serikat (dan delegasi dari delapan negara lainnya), yang juga berpar- tisipasi dalam gerakan-gerakan penghapusan perbudakan, hak pilih perempuan serta gerakan ugahari (Rupp 1997, 15). Women Institute diprakarsai oleh para pemimpin ICW Kanada yang berafiliasi memberi bantuan pada lembaga- lembaga pertanian pada sebuah program penyuluhan provinsi yang juga ada di Amerika Serikat (Moss dan Lass, 1988; McNabb dan Neabel 2001). Pada tahun 1913 aktivis Woman Institute Kanada yang bernama Madge Watt pindah ke Inggris di mana dia membantu mendirikan beberapa ratus Women Institute lokal, dan ini membuat presiden ICW, Ishbel Gordon Aberdeen sangat tertarik untuk memulai membuat sebuah federasi internasio- nal. Watt dan Lady Aberdeen—-seorang aristokrat feminis yang suaminya menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Kanada—-mengadakan rapat di London pada tahun 1929 yang diikuti perempuan dari 23 negara yang kemudian mendirikan sebuah komite ICW untuk

12 Bagian ACWW dan IFAP berdasarkan Edelman (2003,185-8)

Gerakan Agraria Transnasional

perempuan pedesaan (Drage 1961, 125) 13 . Komite tersebut menerbitkan sebuah buku tahunan yang diberi judul What The Country Women Of The World Are Doing, sebuah jur nal ber nama The Countr y Woman, dan sebuah suratkabar dengan nama Link of Friendship; mereka juga mengedarkan selebaran dalam tiga bahasa untuk merekrut asosiasi nasional baru (Meier 1958, 5). Pada tahun 1933, di Stockholm, namanya berubah menjadi Associated Coun- try Women of the World atau disingkat ACWW.

Pada masa awal berdirinya ACWW, aktivis perem- puan dari Inggris, Belgia, Rumania, Jerman dan bangsawan Swedia memainkan peranan kunci (Meier 1958, 4-5; Drage 1961,131-3; London Times 1938). Pada tahun 1936 Konferensi peringatan tiga tahun pertama dilakukan di luar Eropa yaitu di Washington DC, kongres ini dihadiri sekitar 7.000 perempuan petani, sebagian besar dari mereka adalah petani-petani dari Amerika (Meier 1958, 7). Asosiasi ini menyiapkan pembicara dari kalangan akademisi untuk penyelenggaraan dan meneliti isu-isu seperti layanan kebidanan dan gizi. Dalam periode pra-perang ACWW bekerja dengan Liga Bangsa-Bangsa. Selama Perang, ACWW berpindah markas dari London ke Cornell Uni- versity di New York. Setelah Perang Dunia II, ACWW mencapai status konsultatif dengan beberapa badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Meier 1958). Baru-baru ini, ACWW telah mendukung pembangunan dan program- program yang dapat membangkitkan pendapatan dan menganjurkan hal itu dalam forum internasional un- tuk hak-hak perempuan. Meskipun partisipasi perempuan

13 Pada pertemuan Pendiri ACWW Lady Aberdeen dilaporkan “dengan cepat tertidur, dibungkus syal besar. Dia terbangun juga,

tepat pada waktunya dan menutup pertemuan”, “dia adalah”, merujuk pada seketaris ACWW Dorothy Drage “orang yang sangat- sangat berbakat” (1961,134)

G ERAKAN A GRARIA T RANSNASIONAL