BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Kerja 2.1.1 Pengertian Iklim Kerja - Pengaruh Iklim Kerja dan Pengembangan Karir Terhadap Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan Pada Kantor Pusat PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim Kerja

2.1.1 Pengertian Iklim Kerja

  Para ahli mengartikan bahwa iklim organisasi sebagai suatu unsur fisik, dimana iklim dapat sebagai suatu atribusi dari organisasi atau sebagai suatu atribusi dari persepsi individu sendiri. Menurut Simamora (2004:81) bahwa iklim organisasi adalah lingkungan internal atau kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Lussier (2005:486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif dirasakan oleh anggota organisasi yang kemudian akan mempengaruhi perilaku mereka berikutnya. Menurut Wirawan (2007:121) bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku setiap anggotanya.

  Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam mengelola SDM. Iklim organisasi yang terbuka memacu pegawai untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan iklim tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan hargai oleh organisasi

  Reichers dan Scheinder (1990, dalam Siswanto, 2012) menyatakan iklim kerja diartikan sebagai persepsi tentang kebijakan, praktek-praktek dan prosedur-prosedur organisasional yang dirasa dan diterima oleh individu-individu dalam organisasi, ataupun persepsi individu terhadap tempatnya bekerja. Individu dalam suatu organisasi menganggap iklim kerja merupakan sebuah atribut, dimana atribut ini digunakan dalam perwujudan bagi keberadaan mereka di dalam organisasi. Iklim kerja berada pada tingkat individu dan organisasi, disaat iklim kerja masuk pada tatanan individu, maka hal ini disebut iklim psikologikal (psychological

  

climate ) sedangkan apabila penilaian terhadap iklim tersebut telah dirasakan oleh banyak individu di dalam sebuah organisasi maka akan disebut iklim kerja organisasional.

  Berbagai macam definisi tentang iklim kerja dapat menjadi pemahaman bahwa iklim kerja erat kaitannya dengan tiga hal: lingkungan internal organisasi, individu dalam organisasi, dan karakteristik khas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya (Siswanto, 2012). Dari pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa iklim organisasi merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang kualitas lingkungan internal melaksanakan pekerjaannya. Di dalam praktiknya, penting untuk menciptakan sebuah iklim kerja yang tepat dan menyediakan sumber daya yang efektif sehingga menjauhkan organisasi dari hal-hal negatif dan dapat merangsang motivasi karyawan untuk terus bekerja. Sumber daya pekerjaan yang terkait dengan hal seperti kerja keras dan teamwork sangat membantu untuk menghasilkan tujuan dan cita-cita perusahaan.

2.1.2 Dimensi - Dimensi Iklim Kerja

  Untuk mengukur iklim organisasi terdapat 6 dimensi yang diperlukan (Wirawan, 2007: 71), yaitu:

1. Struktur (Structure)

  Struktur organisasi merefleksikan persaaan organissasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika nggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefenisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa tidka ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

  2. Standar-standar (Standards) Standar-standar dalam suatu organisasi mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar-standar yang tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. Standar-standar rendah merefleksikan harapan yang menunjukkan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.

  3. Tanggung Jawab (Responsibility) Tanggung jawab merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjauh “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab yang tinggi menunjukkan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.

  4. Penghargaan (Recognition)

  Penghargaan mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan tinggi merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman penyelesasian pekerjaan. Iklim kerja yang menghargai kinerja berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik. Penghargaan rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.

  5. Dukungan (Support) menciptakan situasi kerja yang kondusif. Selain itu dukungan juga memunculkan semangat tim para pekerja sehingga mereka dapat saling mempercayai dan saling membantu, serta adanya hubungan baik antar pekerja didalam lingkungan kerja.

  6. Komitmen (Commitment) Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaaan komitmen artinya karyawan berpartisipasi terhadap organisasi dan tujuan.

  Peneliti lain, Ekvall dan Wirawan (2007:130), mengemukakan sepuluh dimensi iklim kerja, yaitu:

  1. Tantangan (challenge) Keterlibatan dan komitmen karyawa terhadap organisasi 2. Kemerdekaan (freedom)

  Sampai seberapa tinggi karyawan diberi kebebasan untuk bertindak

  3. Dukungan untuk ide-ide (Support for ideas) Sikap manajemen dan karyawan terhadap ide baru 4. Kepercayaan (Trust)

  Keamanan emosional dan kepercayaan hubungan antar anggota dalam organisasi

  5. Semangat (Spirit) Dinamika dalam organisasi 6. Keintiman 7.

  Debat (Debate) Sampai seberapa tinggi perbedaan pendapat serta ide-ide dari pengalaman yang ada dalam organisai

  8. Konflik (Conflicks) Adanya tensi personal dan kelompok 9. Pengambilan Resiko (Risk Taking)

  Kemauan untuk mendekorasi keputusan dalam organisasi 10. Ide dan Waktu (Idea and Time) Waktu yang digunakan untuk mengembangakan ide-ide baru.

  Manurut Sumantri (2001:143), pengukuran iklim organisasi dalam beberapa hal sama dengan pengukuran kepribadian individu. Informasi tingkat pertama diperoleh dari suatu gambaran informal (informal description). Hal ini mencakup catatan seseorang mengenai aktifitas organisasi yang dilakukan dengan observasi terhadap rapat, dokumen-dokumen, surat menyurat, nota peringatan dan bahkan interpretasi yang didasarkan pada segala sesuatu seperti kotak telepon kantor yang selalu terkunci. Deskripsi ini memberi bahan untuk mengambil kesimpulan organisasi misalnya demokratis, otoriter, konservatif ataupun non komunikatif. Selanjutnya tingkatan yang lain dari informasi, yaitu dengan melalui orang-orang dalam organisasi. apa yang mungkin diberikan orang-orang yang mungkin merasakan iklim, berbeda dalam hal bagaimana mereka menerima atau menolak peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah dan bagaimana mereka memandang lingkungan sosial umumnya.

  Banyak hal yang berpengaruh di dalam organisasi sehingga terbentuklah iklim organisasi, hal tersebut adalah: Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi adalah: a. Karakteristik internal Terdiri dari kondisi dalam organisasi yang diatur dan telah ditetapkan dalam mencapai tujuan organisasi. Karakteristik internal dikenal melalui beberapa dimensi: 1. Formalisasi, yaitu tingkat penggunaan dokumentasi tertulis 2. Spesialisasi, yaitu derajat pembagian tugas 3. Sentralisasi, yaitu berupa pembagian kekuasaan dan proses pengambilan keputusan

4. Otoritas, yaitu berupa pembagian tugas dan pengambilan keputusan 5.

  Profesionalisme, yaitu menggambarkan tingkat pendidikan anggota

6. Konfigurasi, yaitu menunjukkan pembagian anggota ke dalam bagian- bagian.

  b.

  Karakteristik organisasi secara keseluruhan Organisasi sebagai suatu sistem terbuka, dalam upaya pencapaian tujuan memiliki karakteristik tertentu sebagai totalitas dapat dilakukan melalui penelaahan terhadap ukuran organisasi, teknologi yang digunakan dan lingkungan yang dihadapi organisasi, faktor umum organisasi, ukuran organisasi, teknologi dan lingkungan akan mempengaruhi iklim yang berinteraksi dengan faktor-faktor tersebut.

  c.

  Karakteristik individu Seperti yang diungkapkan di atas, bahwa iklim organisasi tercipta dari hasil interaksi individu dalam organisasi. iklim merupakan suasana yang dirasakan orang-orang yang terlibat dalam organsiasi. Dengan demikian karakteristik individu seperti persepsi, sifat, kemampuan, akan mempengaruhi iklim organisasi. Demikian juga dengan pengalaman masa lalu, harapan serta nilai-nilai yang dianut setiap individu akan berpengaruh terhadap proses interaksi. Karakteristik individu yang satu dengan yang lain berbeda, akan memberi warna pada iklim yang terbentuk.

  Besar kecilnya organisasi ditentukan oleh jumlah anggota yang terlibat dalam proses kegiatan organisasi. Dalam organisasi yang kecil memungkinkan frekuensi tatap muka antara individu menjadi lebih tinggi, sehingga tingkat keakraban menjadi lebih tinggi. Komunikasi lebih intensif sehingga memungkinakn terbentuknya suasana yang berbeda dengan organisasi yang berukuran besar. Sedangkan menurut Stringer (2002:135) mengemukakan bahwa terdapat lima factor yang mempengaruhi terjadinya iklim suatu organisasi, masing-masing faktor yang mempengaruhi iklim tersebut yaitu:

  1. Lingkungan Eksternal Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama.

  2. Strategi Organisasi Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan penentu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan pola iklim organisasi yang berbeda. Strategi mempengaruhi iklim organisasi secara tidak langsung.

  3. Pengaturan organisasi.

  Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim organisasi.

  4. Kekuatan Sejarah.

  Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya.

5. Kepemimpinan.

  Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya kinerja.

2.1.4 Pengukuran Iklim Organisasi

  Manurut Sumantri (2001:143), pengukuran iklim organisasi dalam beberapa hal sama dengan pengukuran kepribadian individu. Informasi tingkat pertama diperoleh dari suatu gambaran informal (informal organisasi yang dilakukan dengan observasi terhadap rapat, dokumen- dokumen, surat menyurat, nota peringatan dan bahkan interpretasi yang didasarkan pada segala sesuatu seperti kotak telepon kantor yang selalu terkunci. Deskripsi ini memberi bahan untuk mengambil kesimpulan organisasi misalnya demokratis, otoriter, konservatif ataupun non komunikatif.

  Selanjutnya tingkatan yang lain dari informasi, yaitu dengan melalui orang-orang dalam organisasi. apa yang mungkin diberikan orang-orang yang mungkin merasakan iklim, berbeda dalam hal bagaimana mereka menerima atau menolak peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah dan bagaimana mereka memandang lingkungan sosial umumnya.

2.2 Pengembangan Karir

2.2.1 Pengertian Pengembangan Karir

  Seorang individu yang pertama kali menerima tawaran pekerjaan akan memiliki pengadaan yang berbeda tentang pekerjaan, jika dibandingkan dengan individu yang telah lama bekerja. Mereka yang telah lama bekerja akan berpandangan lebih luas dan bermakna. Anggapan terhadap kerja tersebut berubah tidak saja dianggap sebagai sumber penghasilan, tetapi juga sebagai sesuatu yang dapat dimiliki keinginan serta jabatan yang lebih tinggi. Sehubungan dengan ini, maka setiap pegawai harus diberi kesempatan untuk mengembangkan karirnya, yakni sebagai alat untuk mempertahankan komitmen karir mereka dan meningkatkan kepuasan kerja.

  Karir merupakan keseluruhan jabatan atau posisi yang mungkin diduduki seseorang dalam organisasi dalam kehidupan kerjanya, dan tujuan karir merupakan jabatan tertinggi yang akan diduduki seseorang dalam suatu organisasi. Rivai (2003:290) mendefinisikan bahwa pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Suatu karir mencerminkan perkembangan para anggota organisasi (karyawan) secara individu dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja dalam organisasi yang bersangkutan. Dengan demikian, suatu karir menunjukkan orang-orang pada masing-masing peranan atau status mereka. Karir pada dasarnya merupakan istilah teknis dalam administrasi personalia. Mathis dan Jackson (2002:27) menjelaskan definisi pengembangan karier sebagai pertumbuhan kemampuan yang terjadi jauh melampaui apa yang dituntut dalam suatu pekerjaan dan dalam hal ini sumber daya manusia berperan penting dalam maju mundurnya suatu organisasi.

  Berdasarkan uraian pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa pengembangan karier hendaknya disusun secara cermat dan didasarkan dibutuhkan organisasi saat itu maupun yang akan datang. Pengembangan karier harus bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan supaya prestasi kerjanya dapat mencapai hasil optimal. Suatu pengembangan karier dapat dilihat sebagai pertumbuhan kemampuan yang terjadi jauh melampaui apa yang dituntut dalam suatu pekerjaan. Adanya pengembangan karier sangat menguntungkan bagi suatu organisasi dalam meningkatkan kemampuan organisasinya untuk berkompetensi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang kompetitif. Hasibuan, (2001:34) menyatakan bahwa pengembangan karier meliputi pendidikan, pelatihan dan mutasi.

  Pengembangan karier merupakan tahap atau bagian dari proses perencanaan sumber daya manusia secara keseluruhan. Dijelaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk pengembangan individu. Pelatihan bertujuan untuk merespon apa yang dikehendaki organisasi. Sedangkan mutasi dalam hal ini membuat karyawan dapat bertindak sesuai dengan keinginan berdasarkan cara/prosedur yang telah ditetapkan.

  Mathis dan Jackson (2002:52) menyatakan bahwa kebijakan akan pengembangan karier mempunyai dua pendekatan pengembangan yaitu di tempat kerja dan diluar tempat kerja melalui pendekatan peningkatan pendidikan, pelatihan dan terjadinya mutasi dalam suatu lingkup organisasi. Uraian-uraian di atas diketahui bahwa metode pengembangan karier harus didasarkan pada sasaran organisasi yang ingin dicapai. organisasi tentunya tidak sama, karena amat tergantung dari berbagai faktor. Titik sentral untuk meniti karir pada dasarnya terletak pada dua hal yaitu: 1. Kemampuan intelektual 2. Kemampuan dalam kepemimpinan 3. Kemampuan manajerial

  Ketiga hal tersebut senantiasa dibina oleh setiap karyawan atau anggota organisasi apapun, terutama mereka yang potensial kalau ingin maju dalam karirnya. Pengembangan karir merupakan pendekatan formal yang dilakukan organisasi untuk menjamin orang-orang dalam organisasi mempunyai kualifikasian kemampuan serta pengalaman yang cocok ketika dibutuhkan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengelola karir dan mengembangkannya dengan baik supaya produktivitas karyawan tetap terjaga dan mampu mendorong karyawan untuk selalu melakukan hal yang terbaik dan menghindari frustasi kerja yang berakibat penurunan kinerja perusahaan. Pengelolaan dan pengembangan karir akan meningkatkan efektifitas dan kreatifitas sumber daya manusia dalam upaya mendukung perusahaan untuk mencapai tujuannya (Siswanto, 2012).

  Secara keseluruhan dapat dipahami bahwa indikator pengembangan karier dalam suatu perusahaan pada dasarnya dikembangkan atas empat fokus yaitu pendidikan dan pelatihan, mutasi dan promosi jabatan (Ali, 2012),

  Pendidikan adalah suatu upaya sadar dan terencana untuk dapat memberikan suatu wahana dan wawasan tentang pengetahuan kerja dan cara mengerjakan pekerjaan sesuai orientasi kemajuan pekerjaan. Akan berbeda karyawan yang memiliki pendidikan yang tinggi dengan karyawan yang tidak memiliki pendidikan tinggi. Hasibuan (2001:69), mengemukakan bahwa pendidikan adalah concerned with increasing general knowledge and

  understanding our total environment ’. Pendidikan adalah berhubungan

  dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh. Hasbullah (2005:53) mengemukakan ditinjau dari sudut tingkatan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Pendidikan dan pelatihan sesungguhnya tidak sama. Walaupun banyak persamaan, kedua-duanya berhubungan dengan memberikan bantuan kecerdasan, pengetahuan dan kemampuan yang lebih tinggi. Pendidikan sifatnya lebih teoritis, dan keahlian jadi lebih bersifat praktis. Menurut Siagian (2002:182) perbedaan tersebut pada intinya, bahwa pelatihan dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kemampuan para aparatur melaksanakan tugas sekarang, sedangkan pengembangan lebih berorientasi pada peningkatan produktivitas kerja para pekerja dimasa depan. Gomes (2003:1997) pendapatnya berbeda, ia mengatakan bahwa istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan. Pengembangan (development) menunjuk kepada kesempatan-kesempatan belajar (Learning opportunities) yang di desain pada upaya perbaikan kinerja pekerja dan pada pekerjaan sekarang. Menurut Sastrohadiwiryo (2002:199) menyatakan pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu kunci manajemen sumber daya manusia dan tanggungjawab yang tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan.

  2. Mutasi Mutasi karyawan merupakan proses kegiatan yang dapat mengembangkan posisi atau status seorang karyawan dalam lingkup organisasi. Karena itu merupakan kekuatan yang sanggup mengubah posisi karyawan, maka dikatakan bahwa mutasi merupakan salah satu cara yang paling baik untuk mengembangkan sumber daya manusia aparatur dalam lingkup organisasi. Indikator dari mutasi kerja adalah mewujudkan suatu pemahaman dan pengalaman kerja berdasarkan nuansa-nuansa lingkungan kerja antara satu tempat kerja dengan tempat kerja lainnya, sehingga aktualisasi indikator tersebut berupa kemampuan karyawan beradaptasi, mudah bersosialisasi dan memiliki tingkat rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap dinamika kerja yang dihadapinya.

  3. Promosi Jabatan Membahas mengenai promosi jabatan, beberapa teori yang dapat digunakan antara lain teori “tujuan”, teori “hasil”, teori “kepentingan”, teori

  “prestasi”, teori “tindakan”. Teori-teori ini memiliki relevansi dalam pengembangan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi.

  Nicholas (2002:69) menyatakan the organization in achieve of goal through resource appointment by so far the application of promotion by employee .

  Organisasi mencapai tujuan melalui promosi kerja. Keberhasilan suatu organisasi dalam mengembangkan SDMnya ditentukan oleh Sejauh mana penerapan promosi kerja bagi karyawan. Ritzer dalam Rivai (2005:59) menyatakan bahwa a activities of promotion on the principle it represent the

  acknowledgment about the successful by people in achieve of the best success of prestation . Setiap kegiatan promosi pada prinsipnya merupakan

  pengakuan tentang keberhasilan seseorang dalam mencapai prestasi yang gemilang.

2.2.2 Tujuan Pengembangan Karir

  Pada umumnya tujuan dari seluruh program pengembangan karir adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia diperusahaan saat ini dan di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rivai

  (2004:291) bahwa pengembangan karir yang dirancang secara baik akan membantu dalam menentukan kebutuhan karir mereka sendiri dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan. Adapun tujuan pengembangan karir yang dikemukakan Mangkunegara

  (2000:77) adalah sebagai berikut: 1.

  Membantu dalam pencapaian tujuan individu dan perusahaan.

  Pengembangan karir membantu pencapaian tujuan perusahaan dan tujuan individu. Seorang pegawai yang sukses dengan prestasi kerja sangat baik perusahaan dan tujuan individu tercapai.

  2. Menunjukkan hubungan kesejahteraan pegawai.

  Perusahaan merencanakan karir pegawai dengan meningkatkan kesejahteraannya agar pegawai lebih tinggi loyalitasnya.

  3. Membantu pegawai menyadari kemampuan potensi mereka Pengembangan karir membantu menyadarkan pegawai akan kemampuannya untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai dengan potensi dan keahliannya.

  4. Memperkuat hubungan antara pegawai dan perusahaan.

  Pengembangan karir akan memperkuat hubungan dan sikap pegawai terhadap perusahaannya.

5. Membuktikan tanggung jawab sosial.

  Pengembangan karir ialah suatu cara menciptakan iklim kerja yang positif dan pegawai-pegawai menjadi lebih bermental sehat.

  6. Membantu memperkuat pelaksanaan program-program perusahaan.

  Pengembangan karir membantu program-program perusahaan lainnya agar tujuan perusahaan tercapai.

  7. Mengurangi turnover dan biaya kepegawaian.

  Pengembangan karir dapat menjadikan turnover rendah dan begitu pula biaya kepegawaian menjadi lebih efektif.

  8. Mengurangi keusangan profesi dan manajerial.

  Pengembangan karir dapat menghindarkan dari keusangan dan kebosanan 9.

  Menggiatkan analisis dari keseluruhan pegawai.

  Pengembangan karir dimaksudkan mengintegrasikan perencanaan kerja dan kepegawaian.

10. Menggiatkan suatu pemikiran (pandangan) jarak waktu yang panjang.

  Pengembangan karir berhubungan dengan jarak waktu yang panjang. Hal ini karena penempatan suatu posisi jabatan memerlukan persyaratan dan kualifikasi yang sesuai dengan porsinya.

2.2.3 Unsur-Unsur Pengembangan Karir

  Penyusunan suatu program pengembangan karir bagi tenaga kerja dalam suatu organisasi harus dilakukan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan yang berusaha mencapai keseimbangan antara kepentingan individu tenaga kerja dan kepentingan masyarakat (dalam hal ini organisasi), sehingga pengembangan karir yang terjadi diharapkan mampu menghasilkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Bagi individu tenaga kerja diharapkan pengembangan karir akan mampu memperbaiki kualitas kehidupannya dari masa ke masa. Sedangkan bagi organisasi keuntungan yang diharapkan adalah terjaminnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki serta pemanfaatannya secara optimal untuk mewujudkan tujuan organisasi. Dalam kaitan ini, 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan dalam langkah penyusunan program pengembangan karir, menurut Wahyudi (2002:163) yaitu: 1. Menaksir kebutuhan karir (Career need assessment) bersifat sangat pribadi dalam kehidupannya. Dalam penyusunan program pengembangan karir, menaksir kebutuhan karir secara individual ini merupakan unsur pertama yang dikatakan lebih dahulu, karena justru unsur inilah sebenarnya yang akan sangat berpengaruh terhadap terwujudnya sasaran utama dari program pengembangan karir, yaitu memelihara sumber daya manusia yang ada agar tetap memiliki kemauan kerja dalam organisasi dengan intensitas yang cukup tinggi.

2. Kesempatan karir (Career opportunities)

  Setelah tenaga kerja didorong untuk menentukan kebutuhan karirnya, maka sudah sewajarnya apabila diikuti dengan tanggung jawab untuk menggambarkan kesempatan karir yang ada didalam organisasi yang bersangkutan. Dengan informasi tentang kesempatan karir yang ada dalam organisasi, maka setiap tenaga kerja dan calon tenaga kerja mengetahui dengan jelas berbagai kemungkinan jabatan yang dapat didudukinya.

3. Penyesuaian kebutuhan dan kesempatan karir (Need – opportunity

  alignment )

  Apabila kedua unsur terdahulu, yaitu kebutuhan karir dari tenaga kerja dan kesempatan karir yang tersedia telah dapat ditetapkan, maka yang harus dilakukan adalah mengadakan penyesuaian diantara kedua kepentingan tersebut. Dalam pelaksanaannya, penyesuaian tersebut dapat dilakukan dengan bantuan program mutasi tenaga kerja atau program pelatihan dan pembangunan tenaga kerja.

  Banyak orang menganggap bahwa karir sama dengan kemajuan dalam suatu organisasi. Karir mengandung dua fokus utama, yaitu: fokus internal dan fokus eksternal. Fokus internal menunjuk kepada cara seseorang memandang karirnya. Sedangkan fokus eksternal menunjuk kepada rangkaian kedudukan yang secara aktual diduduki oleh seorang pekerja. Untuk memahami pengembangan karir dalam suatu organisasi dibutuhkan pengujian atas dua proses utama, yaitu: 1. Career planning. Bagaimana orang merencanakan dan mewujudkan tujuan-tujuan karirnya sendiri. Ini merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menjadi lebih sadar dan tahu akan ketrampilannya sendiri, kepentingan, nilai, peluang, hambatan, pilihan, dan akibat-akibatnya. Proses ini mencakup upaya pengidentifikasian sasaran dan /atau tujuan yang terkait dengan karir, dan penetapan rencana guna mewujudkan tujuan tersebut.

  2. Career Management. Proses ini menunjuk kepada bagaimana organisasi mendesain dan melaksanakan program pengembangan karirnya. Proses ini lebih merupakan usaha formal, terorganisir, dan terencana untuk mencapai keseimbangan antara keinginan karir individu dengan persyaratan tenaga kerja organisasi. Jadi lebih merupakan suatu mekanisme untuk mewujudkan kebutuhan sumber daya manusia masa kini dan masa yang akan datang. (Gomes, 2003:215).

2.3 Kepuasan Kerja

  Sebuah organisasi adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang bekerja secara bersama-sama demi mencapai tujuan yang diinginkan.

  Tujuan dari sebuah organisasi bisa berarti tujuan bagi individu organisasi ataupun tujuan secara institusional organisasi. Keinginan dari pencapaian tujuan tersebut tentunya dilatarbelakangi oleh beberapa hal seperti adanya sikap dan perilaku individu, kelompok dan organisasi. Perilaku tersebut nantinya akan berdampak pada kinerja karyawan, tingkat kehadiran, ataupun kepuasan kerja. Kepuasan kerja diidentikkan dengan sikap seorang karyawan terhadap pekerjaannya (Robbins, 2003).

  Hariandja (2002:290) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah hingga sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam pekerjaannya. Mangkunegara (2000:117) mengatakan kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyongkong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya. maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan.

  Kepuasan kerja di dalam sebuah pekerjaan berarti suatu bentuk perlakuan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini akan lebih mengutamakan pekerjaannya dari balas jasa, walaupun di sisi lain balas jasa itu menjadi hal yang penting. Adanya kepuasan kerja akan mempengaruhi aspek-aspek yang melingkupi kepuasan kerja itu sendiri.

2.3.2 Teori Kepuasan Kerja

  Teori kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2000:120) adalah sebagai berikut:

1. Teori keseimbangan (Equity Theory).

  Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini

  adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Menurut

  teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-

  outcome pegawai lain (comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya), dan sebaliknya under compensation

  

inequity (Ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang

menjadi pembanding atau comparison person).

  2. Teori perbedaan (Discrepancy Theory).

  Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai.

  Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat pegawai lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.

  3. Teori pemenuhan kebutuhan (Need Fulfillment Theory).

  Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.

  4. Teori pandangan kelompok (Social Reference Group Theory).

  Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

  5. Teori dua faktor dari Herzberg (Second Factor Theory From Herzberg).

  teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan (memberikan kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan (tidak memberikan kepuasan). Kemudian dianalisis dengan analisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan.

  6. Teori pengharapan (Exceptancy Theory).

  Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya.

  Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkna hasil maka harapannya adalah 0. Jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. Harapan pegawai secara normal adalah di antara 0- 1.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

  Faktor-faktor yang terkait dengan atau menentukan kepuasan kerja adalah bahwa pekerjaan tidak hanya sekedar melakukan pekerjaan, tetapi terkait mengikuti aturan-aturan, dan lingkungan kerja tertentu yang sering kali tidak memadai. Hal diatas menunjukkan bahwa kepuasan kerja seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya gaji, tetapi terkait dengan pekerjaan itu sendiri. Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya.

  Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya.

  1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.

  2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.

  Adapun dimensi kepuasan kerja (Kirkman dan Saphiro, 2001) yaitu sebagai berikut: yaitu teman-teman yang senantiasa berinteraksi dalam 1.

  Rekan Kerja pelaksanaan pekerjaan.

  yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat 2.

  Gaji atau Upah, dari pelaksanaan kerja.

  seseorang yang senantiasa memberi perintah atau 3.

  Kemampuan atasan, yaitu petunjuk dalam pelaksanaan kerja.

  isi pekerjaan yang dilakukan seseorang.

4. Pekerjaan itu sendiri, yaitu

  yaitu kemungkinan seseorang dapat 5.

  Kesempatan untuk maju/berkembang.

  berkembangan melalui kenaikan jabatan

  Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Untuk meningkatkan kepuasan kerja, perusahaan harus merespons semua perubahan iklim kerja yang terjadi serta mengembangkan suatu mekanisme yang memberikan kesempatan secara penuh pada pegawai dalam berkomitmen dan merencanakan perkembangan karir mereka.

  Menurut Davis dan Newstrom (dalam Siswanto, 2012) ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang biasa terjadi di dunia kerja/industri, yaitu: (1) Usia (2) Tingkat pekerjaan (3) Ukuran organisasi.

2.4 Komitmen Organisasi

2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi

  Komitmen organisasional didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana seorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi tersebut (Robbins & Judge, 2009:100). Komitmen organisasi

  

(organizational commitment) juga didefenisikan sebagai derajat seseorang

  mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari organisasi dan berkeinginan melanjutkan berpartisipasi aktif di dalamnya McNeese-Smith (1996, dalam Siswanto, 2012).

  Menurut Robbins (2008:99) Komitmen karyawan terhadap organisasi organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tertentu. Komitmen kerja suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini berarti apabila setiap anggota organisasi memiliki komitmen yang tinggi maka besar kemungkinan keberhasilan atau kesuksesan dapat tercapai. Keberhasilan suatu organisasi akan berdampak baik bagi kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan dan karyawannya.

  Adanya komitmen karir mencerminkan komitmen kerja yang mereka miliki serta mengaitkannya dengan hasil karir yang diinginkan (Aryee dan Tan, 1994, dalam Siswanto, 2012). Seseorang yang memiliki komitmen kuat akan mengakibatkan semangat mereka yang tinggi terhadap penyelesaian tugas dan pekerjaannya, sehingga mereka mampu melakukan upaya apapun untuk mencapai kemajuan karir. Komitmen dipandang penting dalam suatu organisasi, karena dengan komitmen yang tinggi seorang karyawan akan bersikap profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati bersama dalam organisasi, yang fokusnya adalah nilai-nilai dan sikap (attitude) yang dimiliki oleh karyawan. Karena perusahaan meyakini bahwa tanpa komitmen karyawan yang tinggi maka

  .

  perusahaan tidak akan sukses

2.4.2 Komponen-komponen Komitmen Organisasi

  Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (dalam Setyawan, 2005) terbagi atas tiga komponen yaitu:

  1. Komitmen Afektif (affective commitment) Berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di dimana melalui hal tersebut seseorang akan berfikir mengenai hubungan mereka dengan organisasi dalam hal nilai dan kesatuan tujuan. Pada tingkat ini merupakan tingkat dimana tujuan individu dan nilai menyatu dengan organisasi yang diperkirakan secara langsung mempengaruhi keinginan individu untuk tetap tinggal dalam organisasi. Sehingga karyawan dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

  2. Komitmen Normatif (normative commitment) Merupakan perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Keinginan karyawan untuk tinggal dalam organisasi berdasarkan pada tugas, loyalitas, dan kewajiban moral. Tipe ini mungkin berasal dari kebudayaan individu atau etik kerja, karena mereka merasa bertanggung jawab untuk tetap tinggal dalam organisasi. Perasaan loyalitas dan tugas mendasari komitmen normatif yang mempengaruhi individu untuk tetap tinggal dalam organisasi karena itu memang kewajiban mereka. Komitmen ini juga menimbulkan perasaan kewajiban kepada karyawan untuk memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi.

3. Komitmen Berkelanjutan (continuance commitment)

  Berarti komponen yang berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian dasar organisasi tersebut disebabkan karena karyawan tersebut membutuhkan organisasi. Hal ini juga dapat dilihat sebagai suatu keinginan untuk tetap tinggal dalam organisasi karena pertimbangan biaya ketika mereka keluar. Biaya tersebut ditunjukkan dalam dua cara yang berbeda:

  1. Sebagai individu memperoleh kedudukan dalam organisasi, seiring dengan bertambahnya masa jabatan mereka maka mereka telah memiliki keuntungan, misalnya dalam bentuk rancangan pensiun, senioritas, spesialisasi keahlian, rasa kesatuan, ikatan kekeluargaan, dan lain-lain.

  2. Individu mungkina merasa mereka seharusnya tetap tinggal pada pekerjaannya sekarang karena mereka tidak memiliki alternatif perkerjaan lain. Kemudian Allen dan Mayer menyimpulkan bahwa karena tidak adanya pilihan pekerjaan lain, maka karyawan dengan tingkat continuance

  

commitment yang tinggi akan tinggal dalam organisasi karena mereka merasa

  memang seharusnya seperti itu. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance. Karyawan yang memang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk berusaha yang sesuai dengan tujuan organisasi.

  Sebaliknya karyawan yang terpaksa menjadi anggota organisasi akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal.

  Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Robbins memberikan definisi efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.

  Gibson, et al (dalam Siswanto, 2012) menyatakan bahwa ada empat karakreristik kriteria efektifitas karir yang selalu muncul yaitu: a.

  Prestasi gaji dan posisi Gaji dan posisi merupakan indikator yang lebih dikenal dengan prestasi karir. Karakteristik ini menjelaskan bahwa semakin cepat kenaikan gaji seseorang dan semakin cepat seseorang menapaki jenjang hierarki, maka semakin tinggi pula tingkat prestasi karirnya. Organisasi sangat menaruh perhatian lebih terhadap hal ini, karena hal ini berkaitan langsung dengan kefektifan organisasi. Artinya tingkat gaji dan kenaikan posisi dalam segala hal nantinya akan mencerminkan sejauh mana peran seseorang di b.

  Sikap karir Karakteristik ini mengacu pada bagaimana individu memandang dan menilai karirnya. Individu yang memiliki sikap positif akan mempengaruhi persepsi dan penilaian terhadap karir mereka. Sikap karir positif mengandung implikasi penting bagi organisasi karena individu yang memiliki sikap tersebut akan lebih mengikatkan diri dengan organisasi dan terjun langsung di dalam pekerjaan mereka. Sikap karir positif akan lebih sesuai dengan tuntutan karir serta peluang yang konsisten dengan kepentingan, nilai-nilai kebutuhan, dan kemampuan individu.

  c.

  Kemampuan adaptasi karir Karakteristik ini sangat berhubungan dengan perubahan dan perkembangan sebuah organisasi. Perkembangan sebuah organisasi tentunya akan menuntut adanya pengetahuan serta keahlian baru khususnya bagi organisasi yang memunculkan profesi-profesi baru di dalamnya. Individu yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan semacam itu dan menerimannya di dalam praktek karir mereka akan memiliki risiko ketinggalan zaman lebih awal. Adanya adapatasi di dalam karir menunjukan aplikasi terhadap pengetahuan, keahlian, dan teknologi di dalam perjalanan karir.

  d.

  Identitas karir.

  Karakteristik ini terdiri dari dua komponen utama. Komponen yang pertama adalah sejauh mana individu-individu memiliki kesadaran yang depan. Komponen kedua adalah sejauh mana mereka melihat diri sendiri sebagai kelanjutan dari masa lalu mereka. Ibrahim (2008:525) mengemukakan adanya tiga karakteristik yang bisa digunakan sebagai pedoman telah komitmen, yaitu: a.

  Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan serta nilai-nilai yang dimiliki organisasi kerja.

  b.

  Terdapatnya keinginan untuk mempertahankan diri agar tetap dapat menjadi anggota organisasi tersebut.

  c.

  Adanya kemauan untuk berusaha keras sebagai bagian dari organisasi kerja

2.4.4 Bentuk Komitmen Karyawan

  Bentuk komitmen karyawan bisa diwujudkan antara lain dalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Komitmen dalam mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi.

  2. Komitmen dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja standar organisasi.

  

3. Komitmen dalam mengembangkan mutu sumber daya manusia

bersangkutan dan mutu produk.

  

4. Komitmen dalam mengembangkan kebersamaan tim kerja secara efektif

dan efisien.

  5. Komitmen untuk berdedikasi pada organisasi secara kritis dan rasional.

  Komitmen = Confidence + Motivation melakukan sesuatu tugas dengan baik tanpa banyak diawasi. Motivation berarti minat dan antusias seseorang untuk melakukan sesuatu tugas dengan baik.

  Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi karena sudah punya komitmen maka dia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya.

  Di sisi lain komitmen berarti adanya ketaatan seseorang dalam bertindak sejalan dengan janji-janjinya. Semakin tinggi derajat komitmen karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Suatu ketika komitmen diwujudkan dalam bentuk kesetiaan pengabdian pada organisasi.

  Namun dalam prakteknya tidak semua karyawan melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik karyawan bersangkutan. Faktor-faktor intrinsik karyawan dapat meliputi aspek-aspek kondisi sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan, pengalaman kerja, kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara faktor ekstrinsik yang dapat mendorong terjadinya derajat komitmen tertentu antara lain adalah keteladanan pihak manajemen khususnya manajemen puncak dalam berkomitmen di berbagai aspek organisasi.

2.4.5 Motif yang Mendasari Komitmen

  seseorang untuk berkomitmen pada organisasi atau unit kerjanya antara lain:

  a.

  Side -best orientation

  Hal ini memfokuskan pada akumulasi dari kerugian yang dialami atas segala sesuatu yang telah diberikan oleh individu kepada organsasi apabila meninggalkan organisasi tersebut. Dasar pemikiran ini adalah bahwa meninggalkan organisasi akan merugikan karena takut kehilangan hasil kerja kerasnya yang tidak bisa diperoleh dari tempat lain.

b. Goal -congruance orientation

  Hal ini memfokuskan pada tingkat kesesuaian antara tujuan personal individu dan organisasi sebagai hal yang menentukan komitmen pada organisasi. Pendekatan ini menyatakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi dengan goal-congruance orientation akan menghasilkan karyawan yang memiliki penerimaan atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, keinginan untuk membantu organisasi, keinginan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan, serta hasrat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

  2.5 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti

  Judul Penelitian Alat Analisis Hasil 1. Eko Adi Siswanto

  (2012) Analisis pengaruh Iklim kerja dan Pengembangan Karir terhadap komitmen karir dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening pada PT Pertamina Jawa Tengah

  

Nilai indeks

(Analisis faktor,

regresi dan uji

sobel)

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim kerja dan pengembangan karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen karir dan yang lain dapat dipengaruhi oleh variabel lain.

  2. Meeusen et al (2011) Analisis Iklim Kerja terhadap Kepuasan Kerja pada karyawan Dutch Nurse Anesthesists.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Iklim Kerja dan Pengembangan Karir Terhadap Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan Pada Kantor Pusat PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara

27 302 157

Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan Serta Impliksinya pada Prestasi Kerja Karyawan pada PT. XL Axiata Medan

12 129 127

Iklim Komunikasi Organisasi dan Kepuasan Kerja (Studi Korelasional Iklim Komunikasi Organisasi terhadap Kepuasan Kerja pada Karyawan Operasional Hotel Grand Antares Indonesia Medan)

3 47 103

Pengaruh Pelayanan Kesejahteraan Karyawan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada Kantor Pusat PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara

0 62 121

Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Stres Kerja Karyawan Pada PDAM Tirtanadi Cab. Medan Kota

5 76 66

Iklim Organisasi dan Kepuasan Kerja Pengaruhnya Terhadap Komitmen Karyawan Pada PT. Edward Forrer Bandung - Jawa Barat

0 9 74

Pengaruh Pengembangan Karier dan Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Pada Biro Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Lampung

2 10 84

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Stress Kerja 2.1.1.1 Pengertian Stress Kerja - Pengaruh Stress Kerja, Motivasi Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Keinginan untuk Keluar (Intention to Leave) Karyawan pada PT. Infomedia Nusantara Medan

0 2 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Iklim Organisasi II.1.1 Pengertian Iklim Organisasi - Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Pada Kantor Kecamatan Medan Selayang

0 2 20

Pengaruh Iklim Kerja dan Pengembangan Karir Terhadap Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan Pada Kantor Pusat PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara

0 0 25