BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akuntansi Forensik - Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi Dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Digital

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akuntansi Forensik Akuntansi forensik muncul karena pesatnya perkembangan fraud yang

  terjadi, untuk mengungkapkan fraud tersebut diperlukan ilmu mengenai akuntansi forensik. Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari

  

forensic accounting . Menurut Meriam Webster’s Collegiate Dictionary

  dalam Tuanakotta (2010 : 5) pengertian forensik dapat diartikan “yang berkenaan dengan pengadilan” atau “berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum”. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan : “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Dalam praktek, kelompok ahli lainnya termasuk para akuntan atau pelaksana audit investigasi yang memberi keterangan ahli demi keadilan. Namun, mereka belum lazim dikenal sebagai akuntan forensik.

  Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan.

  Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang digunakan akuntansi (bukan audit) forensik. Praktik akuntansi forensik tumbuh tidak lama setelah krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997. Akuntansi forensik sesungguhnya bisa mempunyai peran yang efektif dalam menegakkan hukum di Indonesia, namun perannya masih belum maksimal. Saat ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berusaha untuk mengembangkan akuntansi forensik yang mulai berkembang di Indonesia sejak krisis ekonomi 1997.

2.1.1 Pengertian Akuntansi Forensik

  Definisi akuntansi forensik menurut Hopwood et al (2008 : 3) yaitu

  

analytical skills for the purpose of resolving financial issues in a

manner that meets standards required by courts of law .”

  Dengan terjemahan sebagai berikut, akuntansi forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan dan hukum.

  Menurut Tuanakotta (2010 : 4) akuntansi forensik ialah “penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan”. Menurut Bologna dan Lindquist yang dikutip dalam Crumbley dan Apostolou (2002 : 17) mendefenisikan akuntansi forensik sebagai “forensic and investigative accounting is the application of financial

  

skills and an investigative mentality to unresolved issues, conducted

within the context of the rules of evidence ”.

  Dengan terjemahan sebagai berikut, akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan dalam konteks rules of evidence”.

  Menurut de Lorenzo (1993 : 23) mendefenisikan akuntansi forensik “forensic accounting could be described as the application of

  accounting knowledge and skills to legal problems, though in the term is much broader ”.

  Dengan terjemahan sebagai berikut, penerapan pengetahuan akuntansi dan keterampilan untuk masalah hukum, meskipun dalam kompleks lingkungan komersial dan penggunaan istilah tersebut jauh lebih luas.

  Dari beberapa pengertian akuntansi forensik di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi yang berdasarkan pada keterampilan-keterampilan dalam menginvestigasi dan menganalisis yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah keuangan yang dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh hukum. Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang diindikasikan telah terjadi tindak fraud baik dalam laporan pihak dalam atau orang ketiga atau, petunjuk terjadinya fraud.

  

The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)

  dalam Hopwood (2008 : 5) mengklasifikasikan akuntansi forensik dalam dua kategori : “jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services)”. Dalam jasa layanan yang pertama meliputi pemeriksa penipuan atau auditor penipuan dimana mereka mengetahui tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, penyalahgunaan dan misinterpretasi. Jenis pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian.

2.1.2 Mengapa Akuntansi Forensik?

  Tingkat korupsi yang tinggi menjadi pendorong yang kuat untuk berkembangnya praktik akuntansi forensik di Indonesia. Akuntansi forensik diperlukan karena adanya potensi fraud yang mampu menghancurkan pemerintahan, bisnis, pendidikan, departemen maupun sektor-sektor lainnya. Menurut Tuanakotta yang dikutip dalam Asia Pacific Fraud Convention (2007 : 23) “pada pertemuan Asia Pacific mengenai fraud tahun 2004, Deloitte Touche Tohmatsu melakukan polling terhadap 125 delegasi”. Polling tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan peserta (82%) menyatakan bahwa mereka mengalami peningkatan dalam corporate fraud (fraud di perusahaan) dibandingkan dengan tahun sebelumnya; 36% di antaranya menyatakan peningkatan fraud yang teramat besar.

  Berdasarkan forecast BMI kuartal keempat 2005 memuat SWOT

  

Analysis mengenai lingkungan usaha diperoleh bahwa dalam

  kategori Weakness, BMI memasukkan sistem hukum di Indonesia yang tidak handal sedangkan dalam kategori Opportunities disebutkan bahwa pembasmian korupsi akan meningkatkan minat

  

Fraud terjadi karena corporate governance yang rendah, lemahnya

enforcement , kelemahan dalam bidang penegakan hukum, standar

  akuntansi dan lain-lain konsisten dengan tingkat korupsi dan kelemahan dalam penyelenggaraan negara.

2.1.3 Akuntan Forensik

  Profesi akuntan forensik sangat dibutuhkan oleh penegak hukum, yakni jika ada sebuah transaksi yang dicurigai, maka abdi hukum bisa meminta bantuan akuntan forensik untuk menjelaskan dari mana dan ke mana transaksi tersebut mengalir. Akuntan forensik menerapkan keterampilan khusus di bidang akuntansi, audit, keuangan, metode kuantitatif, beberapa bidang hukum, penelitian dan keterampilan dalam menginvestigasi untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi bukti dan untuk menginterpretasikan dan mengkomunikasikan temuan.

  Seorang akuntan forensik membantu organisasi atau individu terutama untuk memberikan dukungan manajemen dalam bentuk laporan untuk mendeteksi fraud dan dukungan litigasi, terutama melalui kesaksian saksi ahli.

  Seorang akuntan forensik menyelidiki kasus fraud yang sudah diketahui atau dicurigai harus dapat mengembangkan teori kasus tersebut dan menggabungkannya ke dalam metode ilmiah. mengumpulkan bukti dan data, menganalisis data untuk menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan. Dalam melakukan penyelidikan, menurut Harris dan Brown (2000 : 6) seorang akuntan forensik memiliki keterampilan khusus dan kemampuan teknis termasuk :

  1. Pemahaman hukum dan rules of evidence. Seorang akuntan forensik sudah tidak asing lagi dengan hukum pidana dan perdata dan memahami prosedur-prosedur ruang sidang dan ekspektasi. Memahami rules of evidence dengan memastikan bahwa semua temuan dan dokumentasi yang terkait dapat diterima di pengadilan. Seorang akuntan forensik harus memiliki pemahaman dasar tentang proses hukum dan masalah hukum.

  2. Keterampilan investigasi kritis dan analitis. Seorang auditor mungkin bisa dikatakan juga sebagai watchdog, tetapi seorang akuntan forensik adalah bloodhound. Seorang akuntan forensik harus memiliki skeptisisme tingkat tinggi dan kegigihan seorang detektif untuk memeriksa situasi red flags yang menunjukkan adanya fraud.

  3. Memahami teori, metode dan pola penyalahgunaan penipuan. Seorang akuntan forensik harus dapat berpikir secara kreatif untuk mempertimbangkan dan memahami taktik pelaku yang dapat melakukan dan menyembunyikan kecurangan. Seorang akuntan forensik juga harus dapat berpikir seperti pelaku yang akan memanipulasi catatan akuntansi atau membalikkan keadaan untuk menipu perusahaan. Sebagai contoh, seorang akuntan forensik dapat memahami efek tekanan situasional, kesempatan untuk melakukan fraud, dan integritas pribadi.

  4. Kemampuan berkomunikasi yang baik. Seorang akuntan forensik harus menjelaskan temuannya secara jelas dan ringkas kepada berbagai pihak, termasuk mereka yang belum begitu paham tentang akuntansi dan audit. Sebagai contoh, seorang akuntan forensik mungkin diminta untuk menyajikan metode investigasi dan kesimpulan yang dicapai untuk departemen akuntansi, manajemen, dewan direksi, pejabat pemerintah dan peserta sidang (hakim, juri, penggugat, terdakwa dan pengacara). Akuntan forensik secara efektif menjelaskan analisis dan prosedur yang digunakan dan dapat membedakan antara temuan fakta dan opini secara jelas. Kemampuan berorganisasi yang kokoh. Kemampuan untuk mengatur dan menganalisis sejumlah besar data keuangan dan dokumen adalah kualitas utama dari seorang akuntan forensik. Mengelola tugas ini sangat penting untuk mengembangkan sebuah kesimpulan profesional, pendapat para pakar atau laporan. Akuntan forensik harus mengatur informasi dan menetapkan data yang kompleks dan dokumen yang dapat membangun pendapat mereka.

  Robert J. Lindquist yang dikutip dalam Edratna (2009) membagikan kuesioner kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes, tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki oleh seorang akuntan forensik yaitu :

  1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis yang normal.

2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.

  3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.

  4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.

  5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.

  6. Percaya diri. Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di bawah cross

  

examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum

dan pembela).

  Menurut Hopwood et al (2008 : 6) menyatakan bahwa akuntan forensik yang terlatih memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam bidang-bidang berikut ini : 1.

  Keterampilan auditing merupakan hal terpenting bagi akuntan forensik karena adanya sifat pengumpulan informasi dan verifikasi yang terdapat pada akuntansi forensik. Akuntan forensik yang terampil harus mampu mengumpulkan dan mengkaji informasi apapun yang relevan sehingga kasus-kasus yang mereka tangani akan didukung secara positif oleh pihak pengadilan.

  2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya praktik-praktik surveillance dan keterampilan wawancara dan introgasi, membantu akuntan forensik untuk melangkah di luar keterampilan mereka di dalam mengaudit aspek- aspek forensik baik aspek legal maupun aspek finansial.

  3. Kriminologi, khususnya studi psikologi tindak kejahatan, adalah penting bagi akuntan forensik karena keterampilan investigasi yang efektif sering bergantung pada pengetahuan tentang motif dan insentif yang dialami oleh

  perpetrator .

  4. Pengetahuan akuntansi membantu akuntan forensik untuk menganalisis dan menginterpretasi informasi keuangan, apakah itu dalam kasus kebangkrutan, operasi pencucian uang, atau skema-skema penyelewengan lainnya. Hal ini meliputi pengetahuan tentang pengendalian internal yang baik seperti yang terkait dengan kepemimpinan perusahaan (corporate governance).

  5. Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan keberhasilan akuntan forensik. Pengetahuan tentang prosedur hukum dan pengadilan mempermudah akuntan forensik untuk mengidentifikasi jenis bukti yang diperlukan untuk memenuhi standar hukum yuridiksi di mana kasus akan dinilai dan menjaga bukti melalui cara- cara yang memenuhi kriteria pengadilan.

6. Pengetahuan dan keterampilan bidang teknologi informasi

  (TI) menjadi sarana yang penting bagi akuntan forensik di tengah dunia yang dipenuhi oleh kejahatan-kejahatan dunia maya. Pada taraf yang minimum, akuntan forensik harus mengetahui poin di mana mereka harus menghubungi seorang ahli bidang piranti keras (hardware) atau piranti lunak (software) komputer. Akuntan forensik menggunakan keterampilan teknologi untuk mengkarantina data, ekstraksi data melalui penggalian data, mendesain dan menjalankan pengendalian atau manipulasi data, menghimpun informasi database untuk perbandingan, dan menganalisis data.

  7. Keterampilan berkomunikasi juga dibutuhkan oleh akuntan forensik untuk memastikan bahwa hasil penyelidikan/analisis mereka dapat dipahami secara benar

2.1.4 Lingkup Akuntansi Forensik a.

  Praktek di Sektor Swasta

  Fraud jika dikaitkan dengan lemahnya corporate governance, bisa terjadi baik di sektor publik maupun di sektor privat.

  Dampaknya jika fraud terjadi disektor korporasi yaitu harga saham dari korporasi yang bersangkutan lebih rendah dari harga pasar. Hal tersebut akan mempengaruhi penilaian investor pada saat menentukan keputusan. Tidak jarang para investor mau membayar saham dengan harga premium jika perusahaan diindikasikan mau memperbaiki kelemahan corporate

  governance- nya.

  Menurut Tuanakotta (2005 : 41) ialah “lingkup akuntansi forensik sangat spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan investigasinya”.

  Bologna dan Lindquist dalam Tuanakotta (2005 : 41) mengemukakan beberapa istilah dalam perbendaharaan akuntansi, yakni fraud auditing, forensic accounting, investigative

  accounting, litigation support, dan valuation analysis”.

  Menurut mereka, istilah-istilah tersebut tidak didefenisikan secara jelas. Dalam penggunaan sehari-hari litigation

  support merupakan istilah yang paling luas dan mencakup

  keempat istilah lainnya. Bologna dan Lindquist tidak menyentuh istilah valuation analysis. Analisis ini berhubungan dengan akuntansi atau unsur hitung-hitungan. meminta satu pihak membeli seluruh saham pihak lainnya atau mereka dapat menyepakati bahwa pembeli akhirnya adalah penawar yang mengajukan harga tertinggi. Dalam kasus tindak pidana korupsi, diperlukan perhitungan mengenai berapa kerugian negara ini. Inilah gambaran umum mengenai lingkup akuntansi forensik di sektor swasta atau bisnis.

  b.

  Praktek di Sektor Pemerintahan Tuanakotta (2005 : 42) mengemukakan Di sektor publik (pemerintahan), praktek akuntan forensik serupa dengan apa yang digambarkan di atas, yakni pada sektor swasta. Perbedaannya adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi di antara berbagai lembaga. Ada lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan negara, ada beberapa lembaga yang merupakan bagian dari internal pemerintahan, ada lembaga- lembaga pengadilan, ada lembaga yang menunjang kegiatan memerangi kejahatan pada umumnya, dan korupsi khususnya seperti (PPATK), dan lembaga-lembaga lainnya seperti KPK. Juga ada lembaga swadaya masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group.

  Masing-masing lembaga tersebut mempunyai mandat dan wewenang yang diatur dalam konstitusi, undang-undang atau ketentuan lainnya. Mandat dan wewenang ini akan mewarnai keadaan politik dan macam-macam kondisi lain akan mempengaruhi lingkup akuntansi forensik yang diterapkan, termasuk pendekatan hukum atau non hukum.

  Dampak yang terjadi di sektor pemerintahan apabila terdapat

  fraud adalah terganggunya pelaksanaan penyelenggaraan

  negara. Apabila tidak ditunjang dengan penegakan bidang hukum yang kuat, standar akuntansi dan lain-lain maka tingkat korupsi dan kelemahan dalam penyelenggaraan negara akan meningkat.

2.1.5 Atribut, Standar dan Kode Etik Akuntansi Forensik a.

  Atribut Howard R. Davia dalam Tuanakotta (2005 : 45) memberi lima nasehat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud yaitu :

  1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur.

  2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan (perpetrators’ intent to commit

  fraud ).

  3. Kreatiflah, berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah ditebak dalam hal arah pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi kita (be creative, think like a perpetrator, do not be predictable ).

  4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.

  5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), si auditor harus dalam pembukuan atau di luar pembukuan.

  b.

  Standar Standar ini berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh anggota organisasi auditor dalam mematuhi kode etik dan menjalankan tugas serta kewajiban profesional sebagaimana tercantum dalam Kode Etik bagi auditor. Dengan mematuhi standar audit, auditor diharapkan dapat menunjukkan komitmen yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa secara profesional. K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett dalam Tuanakotta (2005 : 52) merumuskan beberapa standar untuk mereka yang melakukan investigasi terhadap fraud. Standar –standar ini akan dijelaskan dengan konteks Indonesia : 1.

  Standar 1 Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui (accepted best practices). Dalam hal ini tersirat dua hal yaitu adanya upaya membandingkan antara praktek-praktek yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik pada saat itu (benchmarking) dan upaya

  

benchmarking dilakukan terus menerus mencari solusi

terbaik.

  2. Standar 2 Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.

  3. Standar 3 Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia.

  Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi ini cara investigasi sehingga accepted best practices yang dijelaskan di atas dapat dilaksanakan.

  4. Standar 4 Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai yang bersangkutan dapat membuat perusahaan dan investigator dituntut.

  5. Standar 5 Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana.

  6. Standar 6 Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.

  7. Standar 7 Liput seluruh tahapan kunci dalan proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

  Selain standar yang telah diuraikan di atas, dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, juga diatur mengenai standar audit kecurangan yaitu dalam bagian standar pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Adapun standar pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berisikan : 1.

  Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

2. Komunikasi auditor 3.

  Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya Pengendalian intern 5. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan Peraturan Perundang- undangan; Kecurangan (Fraud), serta Ketidakpatuhan (Abuse) 6. Dokumentasi pemeriksaan 7. Pemberlakuan standar pemeriksaan c.

  Kode Etik Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stakeholder lainnya, dan dengan masyarakat luas. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.

  Di Amerika Serikat, (ACFE) telah menetapkan kode etik bagi para fraud auditor yang bersertifikat, yang terdiri atas delapan butir yaitu : 1.

  Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam segala keadaan, harus menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan ketekunan dalam pelaksanaan tugasnya.

  2. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang bersifat ilegal atau melanggar etika, atau segenap tindakan yang dapat menimbulkan adanya konflik kepentingan. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam semua keadaan, harus menunjukkan integritas setinggi- tingginya dalam semua penugasan profesionalnya, dan hanya akan menerima penugasan yang memiliki kepastian yang rasional bahwa penugasan tersebut akan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

  4. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mematuhi peraturan/perintah dari pengadilan, dan akan bersumpah/bersaksi terhadap suatu perkara secara benar dan tanpa praduga.

  5. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, harus memperoleh bukti atau dokumentasi lain yang dapat mendukung pendapat yang diberikan. Tidak boleh menyatakan pendapat bahwa seseorang atau pihak-pihak tertentu “bersalah” atau “tidak bersalah”.

  6. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak boleh mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hasil audit tanpa melalui otorisasi dari pihak-pihak yang berwenang.

  7. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mengungkapkan seluruh hal yang material yang diperoleh dari hasil audit yakni, apabila informasi tersebut tidak diungkapkan akan menimbulkan distorsi terhadap fakta yang ada.

  8. Seorang fraud auditor yang bersertifikat secara sungguh-sungguh harus senantiasa meningkatkan kompetensi dan efektivitas hasil kerjanya yang dilakukan secara profesional.

2.2 Audit Investigasi

  Seiring dengan waktu, perkembangan akuntansi forensik menjadi lebih kompleks yakni melibatkan satu bidang lagi yaitu audit. Berkembangnya kompleksitas bisnis dan semakin terbukanya peluang usaha dan investasi menyebabkan risiko terjadinya fraud semakin tinggi. Mengacu ke berbagai kasus baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan bahwa fraud dapat terjadi di mana saja. Dalam rangka memperkecil kerugian akibat fraud dan

  fraud , perusahaan diharapkan mengambil langkah yang tepat dengan melakukan audit investigasi.

  Pelaksanaan audit investigasi lebih mendasarkan kepada pola pikir bahwa untuk mengungkapkan suatu kecurangan auditor harus berpikir seperti pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan pelaksanaan prosedur yang ditetapkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga tindak lanjut pemeriksaan. Auditor harus memiliki kemampuan untuk membuktikan adanya fraud yang terjadi dan sebelumnya telah diindikasikan oleh berbagai pihak. Auditor harus peka terhadap semua hal yang tidak wajar baik hal itu dirasakan terlalu besar, terlalu kecil, terlalu sering, terlalu rendah, terlalu banyak, terlalu sedikit, maupun kesan yang janggal. Auditor harus mampu berkomunikasi dalam “bahasa” mereka. Auditor juga harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan. Dan juga sangat penting bagi auditor untuk menyederhanakan konsep-konsep keuangan sehingga orang- orang pada umumnya dapat memahami apa yang dimaksudkannya. Menurut Tuanakotta (2007 : 49) auditor investigasi adalah “gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif (atau investigator)”.

2.2.1 Pengertian Audit Investigasi

  Menurut Herlambang (2011) audit investigasi yaitu mengidentifikasi dan mengungkap kecurangan atau kejahatan dengan menggunakan pendekatan, prosedur atau teknik-teknik yang umumnya digunakan dalam suatu penyelidikan atau penyidikan terhadap suatu kejahatan

  Jack Bologna dan Paul Shaw yang dikutip dalam Amin Widjaja (2005 : 36) mengatakan

  forensic accounting, sometimes called fraud auditing or investigative accounting, is a skill that goes beyond the realm of corporate and management fraud, embezzlement or commercial bribery. Indeed, forensic accounting skill go beyond the general realm of collar crime

  Yang diterjemahkan sebagai berikut, akuntansi forensik kadang- kadang disebut audit penipuan, adalah keterampilan yang melampaui alam penggelapan dan penipuan manajemen perusahaan, atau penyuapan komersial. Memang, keterampilan akuntansi forensik melampaui wilayah umum kejahatan berkerah.

  

Association of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip oleh

  Widjaja (2005 : 36), mendefenisikan audit investigasi sebagai berikut : “fraud auditing is an initial approach (proactive) to

  detecting financial fraud, using accounting records and information, analytical relationship, and an awareness of fraud perpetration and concealment efforts”.

  Dengan terjemahan sebagai berikut audit kecurangan merupakan suatu pendekatan awal (proaktif) untuk mendeteksi penipuan keuangan, dengan menggunakan catatan akuntansi dan informasi, penyembunyian.

  Secara garis besar audit investigasi mirip dengan istilah Fraud

  Examination sebagaimana yang dimaksud dalam Fraud Examination Manual yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). Menurut panduan/manual para fraud examiners

  tersebut, yang dimaksud audit investigasi yaitu

  

methodology for resolving fraud allegations from inception to

disposition. More specifically, fraud examination involves

obtaining evidence and taking statements, writing reports,

testifying findings and assisting in the detection and prevention

of fraud

  Yang artinya adalah metodologi untuk menyelesaikan tuduhan- tuduhan penipuan dari awal sampai disposisi. Lebih khusus, pemeriksaan penipuan melibatkan memperoleh bukti dan mengambil laporan, menulis laporan, kesaksian temuan dan membantu dalam mendeteksi dan pencegahan penipuan.

  Dari ketiga definisi audit investigasi di atas, dapat disimpulkan bahwa audit investigasi merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan memeriksa fraud terutama dalam laporan keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi menggunakan keahlian tertentu dari seorang auditor (teknik audit).

2.2.2 Perbedaan Financial Audit dengan Audit Investigasi

  prosedurnya oleh IAI. Selain itu, istilah yang resmi dari IAI juga belum turun. Sebagian ada yang menyebutnya audit kecurangan, audit forensik, audit khusus dan audit investigasi. Untuk memudahkan pembahasan, penulis akan menggunakan istilah audit investigasi dan mengasumsikan bahwa investigasi berkaitan dengan pengadilan atau hukum dan dilakukan mulai dari tahap pendeteksian sampai dengan persidangan. Dalam majalah Akuntansi No. 10 Tahun 1988 yang dikutip dalam Karni (2000 : 5), dijelaskan tentang akuntan investigasi sebagai berikut : sesungguhnya akuntan investigasi tidak berbeda dengan akuntan publik yang ada, hanya pada akuntan publik, mereka bertujuan memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa dan kadang juga menemukan adanya kecurangan, sedangkan akuntan investigasi memang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan adanya kecurangan, terutama terhadap perusahaan-perusahaan yang mati misterius (tidak wajar)

  Dari kutipan di atas, terdapat beberapa perbedaan antara financial

  audit dengan audit investigasi yaitu : 1.

  Dasar Pelaksanaan Audit Pada financial audit, audit dilaksanakan berdasarkan permintaan perusahaan yang menginginkan laporan keuangannya diaudit.

  Dasar pelaksanaan audit investigasi adalah permintaan dari penyidik untuk mendeteksi fraud yang mungkin terjadi. Selain dari masyarakat tentang kecurigaan adanya fraud dan dari temuan audit yang mengarah pada kemungkinan adanya fraud yang didapat dari financial audit sebelumnya.

  2. Tanggung Jawab Auditor Pada financial audit , audit bertanggung jawab atas nama lembaga audit atau KAP (Kantor Akuntan Publik) tempat auditor bekerja. Pada audit investigasi, auditor bertanggung jawab atas nama pribadi yang ditunjuk, karena apabila keterangan di sidang pengadilan merupakan keterangan palsu auditor yang bersangkutan akan terkena sanksi.

  3. Tujuan Audit Tujuan financial audit adalah untuk mengetahui laporan keuangan perusahaan klien telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Audit investigasi bertujuan untuk membantu penyidik untuk membuat terang perkara dengan mencari bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mendukung dakwaan jaksa.

  4. Teknik dan Prosedur Audit Dalam financial audit , prosedur dan teknik audit yang digunakan mengacu hanya pada standar auditing, sedangkan audit investigasi mengacu pada standar auditing juga kewenangan penyidik sehingga dapat digunakan teknik audit

  5. Penerapan Azas Perencanaan dan Pelaksanaan Audit Pada financial audit menggunakan skeptis profesionalisme, sedangkan audit investigasi selain menggunakan skeptis profesionalisme juga menggunakan azas praduga tak bersalah.

  6. Tim Audit Dalam financial audit , tim audit bisa siapa saja yang ada di KAP tersebut. Dalam audit investigasi, tim audit dipilih auditor yang sudah pernah melaksanakan bantuan tenaga ahli untuk kasus yang serupa atau hampir sama dan salah satu dari tim audit harus bersedia menjadi saksi ahli di persidangan.

  7. Persyaratan Tim Audit Pada financial audit , auditor harus menguasai masalah akuntansi dan auditing, sedangkan pada audit investigasi, auditor harus mengetahui juga ketentuan hukum yang berlaku disamping menguasai masalah akuntansi dan auditing.

8. Laporan Hasil Audit

  Dalam financial audit , menyatakan pendapat auditor tentang kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Dalam audit investigasi, menyatakan siapa yang bertanggung jawab dan terlibat dalam kasus fraud yang ditangani, tetapi tetap menerapkan azas praduga tak bersalah.

   Tujuan Audit Investigasi

  Menurut pendapat Karni (2000 : 4) tentang audit investigasi adalah audit ketaatan bertujuan untuk mengetahui apakah seorang klien telah melaksanakan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang memiliki otorisasi lebih tinggi. Dalam audit investigasi, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, tidak hanya kebijakan manajemen, auditor investigasi sampai dengan hukum formal, hukum material dan lain-lain. Untuk itu, audit investigasi tidak hanya cukup untuk menguasai bidang ekonomi, tetapi juga mengerti tentang hukum yang berlaku

  Dan tujuan investigasi yang di ambil dari K.H. Spencer Pickett and Jennifer Picket, Financial Crime Investigation and Control dalam Tuanakotta (2007 : 201) beberapa diantaranya yaitu : 1.

  Memberhentikan manajemen. Tujuannya adalah sebagai teguran keras bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung-jawabkan kewajiban fidusiernya.

  2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukup dan relevannya bukti. Tujuannya akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan.

  3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah.

  4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi.

  5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi.

  6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari invetigasi tersebut; harapannya adalah bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu.

  7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya.

  8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan.

  9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.

  10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan. Syafi’i dalam Yuhertiana (2005 : 2) juga mengungkapkan bahwa temuan audit sebelumnya serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari masyarakat”.

  Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, pemilihan di antara berbagai alternatif tujuan investigasi tergantung dari organisasi atau permintaan penyidik untuk membantu penyidik mengungkapkan fraud yang terjadi dan menjebloskan oknum-oknum ke penjara. Tujuan ini juga untuk mengetahui apakah kecurigaan fraud tersebut terbukti atau tidak.

2.2.4 Prinsip-prinsip Audit Investigasi

  Prinsip-prinsip berikut berdasarkan pengalaman dan praktek dapat dijadikan pedoman bagi investigator dalam setiap situasi sebagai berikut :

  1. Investigasi adalah tindakan mencari kebenaran dengan memperhatikan keadilan dan berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

  2. Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan.

  3. Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga bukti-bukti yang diperolehnya dapat memberikan pelakunya teridentifikasi).

  4. Informasi merupakan napas dan darahnya investigasi sehingga investigator harus mempertimbangkan segala kemungkinan untuk dapat memperoleh informasi.

  5. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian yang penting dalam investigasi.

  6. Pelaku kejahatan adalah manusia, oleh karena itu jika ia diperlakukan sebagaimana layaknya manusia maka mereka juga akan merespon sebagaimana manusia.

2.2.5 Aksioma Audit Investigasi

  Ada tiga aksioma dalam melakukan audit investigasi. Aksioma menurut Tuanakotta (2007 : 208) adalah “asumsi dasar yang begitu gamblangnya sehingga tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya”.

  1. Fraud selalu tersembunyi.

   Fraud dalam hal ini menyembunyikan seluruh aspek yang

  mungkin dapat mengarahkan pihak lain dalam menemukan terjadinya fraud tersebut. Pihak-pihak yang terlibat menutup rapat-rapat kebusukan mereka. Metode dalam menyembunyikan

  fraud tersebut begitu rapi sehingga pemeriksa fraud atau investigator yang berpengalaman sekalipun dapat terkecoh.

  Melakukan pembuktian timbal balik.

  Seorang auditor harus mempertimbangkan apakah terdapat bukti yang dapat memberatkan seorang tersangka yang tidak pernah melakukan fraud. Dan sebaliknya, auditor juga harus dapat mempertimbangkan apakah bukti yang tidak memberatkan seseorang telah melakukan fraud.

  3. Fraud terjadi merupakan kewenangan pengadilan untuk memutuskannya.

  Dalam menyelidiki fraud , investigator hanya membuat dugaan mengenai apakah seseorang bersalah atau tidak berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkannya. Tetapi adanya suatu

  

fraud yang terjadi dapat dipastikan jika telah diputuskan oleh

majelis hakim dan para jury di pengadilan.

2.2.6 Metodologi Audit Investigasi

  Menurut metodologi internal audit, seorang fraud auditor dapat melakukan pengujian atau pemeriksaan beberapa hal yang berkaitan dengan subjek auditnya atau prosedur kerja dan organisasi dimana

  fraud diduga terjadi dan orang yang bersangkutan. Untuk mencari

  jawaban suatu fraud tanpa bukti yang lengkap, auditor perlu membuat asumsi tertentu. rujukan internasional dalam melaksanakan Fraud Examination. Metodologi tersebut menekankan kepada kapan dan bagaimana melaksanakan suatu pemeriksaan investigasi atas kasus yang memiliki indikasi tindak fraud dan berimplikasi kepada aspek hukum, serta bagaimana tindak lanjutnya. Pemeriksaan investigasi yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak fraud terdiri atas banyak langkah. Karena pelaksanaan pemeriksaan investigasi atas fraud berhubungan dengan hak-hak individual pihak-pihak lainnya, maka pemeriksaan investigasi harus dilakukan setelah diperoleh alasan yang sangat memadai dan kuat, yang diistilahkan sebagai predikasi.

  Predikasi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau menunjukkan adanya keyakinan kuat yang didasari oleh profesionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang telah dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang fraud, bahwa

  fraud telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi. Tanpa predikasi,

  pemeriksaan investigasi tidak boleh dilakukan. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan yang menyangka bahwa jika suatu institusi audit menemukan satu indikasi penyimpangan dalam pelaksanakan financial audit-nya, maka institusi tersebut dapat melakukan pemeriksaan investigasi. Pemeriksaan investigasi belum tentu langsung dilaksanakan karena memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh bukti yang cukup kuat untuk dilakukan pemeriksaan investigasi. Garis besar proses audit investigasi secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir, dipilah-pilah sebagai berikut : 1.

  Penelaahan Informasi Awal Pada proses ini pemeriksa melakukan : pengumpulan informasi tambahan, penyusunan fakta dan proses kejadian, penetapan dan penghitungan tentatif kerugian keuangan, penetapan tentatif penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal.

2. Perencanaan Pemeriksaan Investigasi

  Pada tahapan perencanaan dilakukan : pengujian hipotesa awal, identifikasi bukti-bukti, menentukan tempat atau sumber bukti, analisa hubungan bukti dengan pihak terkait, dan penyusunan program pemeriksaan investigasi.

  3. Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan dilakukan : pengumpulan bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisa dan pengujian dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa dan review kertas kerja.

  4. Pelaporan Isi laporan hasil pemeriksaan audit investigasi memuat : unsur- kerugian keuangan akibat penyimpangan/tindak melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum yang terjadi, dan bentuk kerja sama pihak- pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum.

  5. Tindak Lanjut Pada tahap tindak lanjut ini : proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil audit investigasi kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pula tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim audit investigasi dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan.

2.2.7 Teknik Audit Investigasi

  Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Teknik audit yang biasa diterapkan dalam audit umum seperti : 1.

  Pemeriksaan Fisik Dalam pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan yaitu penghitungan uang tunai, kertas berharga, persediaan barang, menggunakan inderanya untuk mengetahui atau memahami sesuatu.

  2. Konfirmasi Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diinvestigasi) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Dalam investigasi, investigator harus memperhatikan apakah pihak ketiga mempunyai kepentingan dalam investigasi.

  3. Memeriksa Dokumen Pemeriksaan dokumen selalu dilakukan dalam setiap investigasi.

  Dengan kemajuan teknologi dapat dipastikan dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan, dan dipindahkan.

  4. Review Analitikal

   Review analitikal menekankan pada penalaran, proses

  berpikirnya. Dengan penalaran yang baik akan membawa pada seorang auditor investigator pada gambaran mengenai wajar, layak atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh. Review analitikal didasarkan atas perbandingan antara apa yang 5. Meminta Penjelasan Lisan atau Tertulis dari Auditan

  Permintaan informasi harus diperkuat atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan cara lain.

  6. Menghitung Kembali Menghitung kembali yaitu memeriksa kebenaran perhitungan.

  Dalam investigasi, perhitungan yang dihadapi sangat kompleks, didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan renegoisasi berkali-kali dengan pejabat yang berbeda.

  7. Mengamati Teknik ini juga tidak berbeda jauh dengan pemeriksaan fisik.

  

Investigator juga menggunakan inderanya untuk melakukan

pengamatan.

  Hanya dalam audit investigasi, teknik-teknik audit tersebut bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan”, atau probing maupun pendalaman. Dari ketujuh teknik audit tersebut, dalam audit investigasi lebih ditekankan kepada review analitikal. Untuk mendapatkan hasil investigasi yang maksimal, menurut Cahyani (2012) seorang fraud auditor harus juga menguasai beberapa teknik investigasi, antara lain :

1. Teknik penyamaran atau penyadapan 2.

  Teknik wawancara 3. Teknik merayu untuk mendapatkan informasi 4. Mengerti bahasa tubuh

   Dengan bantuan software

2.3 Fraud (Kecurangan)

  

Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang

  dapat menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku fraud. Dalam istilah sehari-hari fraud diberi nama yang berlainan, seperti pencurian, penyerobotan, pemerasan, pengisapan, penggelapan, pemalsuan, dan lain- lain. Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Salah saji terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Fraud diterjemahkan dengan kecurangan sesuai Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 70, demikian pula error dan irregularities masing- masing diterjemahkan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan sesuai PSA sebelumnya yaitu PSA No. 32.

2.3.1 Pengertian Fraud

  Definisi fraud menurut Black Law Dictionary adalah 1. a knowing misrepresentation of the truth or concealment of a

  material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime.

  2. a misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act.

  3. a tort arising from knowing misrepresentation, concealment

  of material act, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.

  Yang diterjemahkan secara tidak resmi, fraud adalah :

  1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan.

  2. Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat.

  3. Suatu kerugian yang dapat timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya.

  Menurut IIA dalam Soepardi (2010) dalam standarnya menjelaskan

  fraud yaitu

fraud encompasses an array of irregularities and illegal acts

charactized by intentional deception. It can be perpetrated for

the benefit of or to the detriment of the organization and by

persons outside as well as inside organization

  ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi oleh seorang di luar atau di dalam organisasi. Definisi lainnya dikemukakan oleh Sunarto yang dikutip dalam Zulaiha (2008) yaitu “kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dinyatakan untuk menyajikan laporan keuangan yang menyesuaikan, seringkali disebut kecurangan manajemen (management fraud)”. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud dalam Tuanakotta (2010 : 194 ) seperti :

  Pasal 362 Pencurian : mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.