Analisis Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif Terhadap Pelaksanaan Prosedur Audit Dalam Penerapan Good Corporate Governance

(1)

SKRIPSI

ANALISIS AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF TERHADAP PELAKSANAAN PROSEDUR AUDIT DALAM

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

OLEH

SITI UY MAWADDAH 110503027

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Terhadap Pelaksanaan Prosedur Audit dalam Penerapan Good Corporate Governance”. Adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan praturan yang berlaku.

Medan, 14 mei 2015

110503027 Siti Uly Mawaddah


(3)

ii ABSTRAK

ANALISIS AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF TERHADAP PELAKSANAAN PROSEDUR AUDIT DALAM

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Globalisasi yang terjadi saat ini mengakibatkan perubahan besar-besaran dalam bidang sosial politik dan ekonomi. Hal inilah yang memberikan kesadaran agar dapat mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di sektor publik ataupun sektor privat. Di Perusahaan besar tata kelola perusahaan sangat diperhatikan. Sebaliknya, banyak perusahaan kecil yang masih belum sadar dengan tata kelola yang baik bagi perusahaannya. Hal tersebut rawan terhadap praktik-praktik yang tidak sehat yang bertujuan hanya untuk menguntungkan pemegang saham atau pengurus. Praktik yang tidak sehat tersebut berwujud fraud yang susah terdeteksi oleh pihak eksternal/pemangku kepentingan.

Rumusan masalah penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam menganalisis akuntansi forensik dan audit investigatif diterapkan dalam pelaksanaan prosedur audit dan menilai penerapan good corporate governance serta alasan mengapa metode tersebut diterapkan. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang akuntansi forensik dan audit investigatif yang diterapkan dalam pelaksanaan prosedur audit dan menilai penerapan good corporate governance, serta kenapa hal itu perlu diterapkan. Jenis data yang digunakan data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Metode penelitian ini deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan dengan library research yaitu diperoleh dari kumpulan buku-buku dan internet.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntansi forensik dalam pelaksanaan prosedur audit adalah dengan analisis vertikal, analisis horizontal dan analisis rasio. Sedangkan untuk mendeteksi asset misappropriation menggunakan teknik Statical sampling, vendor or outsider complaints, site visit – observation. Disamping teknik-teknik tersebut adanya teknik audit berbantuan komputer dan fraud auditor perdalam teknik penyamaran atau penyadapan, wawancara, teknik merayu untuk mendapatkan informasi, mengerti bahasa tubuh dan bantuan software. Alasan akuntansi forensik dan audit investigasi diterapkan adalah membuktikan ada tidaknya kecurangan dilakukan melalui prosedur audit yang dilakukan oleh auditor.

Kata kunci : Akuntansi Forensik, Audit Investigasi, prosedur audit, Good Corporate


(4)

iii ABSTRACT

ANALYSIS OF FORENSIC ACCOUNTING AND AUDIT INVESTIGATION OF AUDIT PROCEDURES IN IMPLEMENTATION

OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Economic globalization happens today cause in massive changes in social, political and economic sector. This gives consciousness in order to realize good corporate governance (GCG) in the public sector or the private sector. The large company corporate governance are concerned. On the contrary, many small companies are still not aware of the good governance for the company. This make fraud can happened to benefit shareholders or administrators. That is the reason why fraud hard to detected by external parties / stakeholders.

The objective of this study is the method for analyze the problems and the method used in the application of investigative forensic accounting and auditing applied in the implementation of audit procedures and assessing the implementation of good corporate governance. This study used secondary data, which is collected by others. Method of this study is descriptive research where data were collected by books and the internet.

These result indicate thatthe forensic accounting in the implementation of audit procedures are vertical analysis, horizontal analysis and ratio analysis. While asset misappropriation to detect using statical sampling techniques, vendor or outsider complaints, site visit - observation. Besides these technique, there is computer assisted audit techniques and fraud auditor deepened disguise or tapping techniques, interviews, seduction technique to get information, to understand the body language and the help of software. Reason forensic accounting and investigative audit is applied to prove the existence of fraud carried out through audit procedures performed by the auditor.

Keywords : Forensic Accounting, Audit Investigation, Audit Procedures, Good Corporate Governance


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, dimana berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya maka skripsi yang berjudul “ANALISIS AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF TERHADAP

PELAKSANAAN PROSEDUR AUDIT DALAM PENERAPAN GOOD

CORPORATE GOVERNANCEini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula sholawat berangkaikan salam penulis ucapkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, serta para sahabat yang insyaALLAH akan memberikan syafa’atnya di yaumil akhir kelak, Amin ya Rabbal’alamin. Penulis sangat bersyukur atas penyelesaian skripsi ini, dimana skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi penyelesaian pendidikan Program Strata Satu (S1) pada Program Sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang luar biasa kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan doa serta dukungan agar skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pihak-Pihak tersebut diantaranya adalah:

1. Terima Kasih kepada Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 2. Terima Kasih kepada Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS,


(6)

v M.M., Ak., selaku Sekretaris Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Terima Kasih kepada Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak., selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi dan Ibu Mutia Ismail, M.M., Ak., selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Terima Kasih kepada Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, M.M, Ak, selaku Dosen Pembimbing, atas bimbingan dan arahan Bapak dalam proses penyelesaian skripsi ini. Bapak Drs. Chairul Nazwar, M.Si,Ak, selaku Dosen Penguji dan ibu Dra. Nurzaimah MM,Ak, selaku Dosen Pembanding, atas segala saran dan masukan yang telah diberikan selama ini.

5. Terima kasih saya ucapkan kepada kedua orang tua saya, Abd.umar Simbolon dan Supriati yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan bimbingan untuk setiap langkah saya. Dan kepada adik saya Nurul azmi yang selalu menjadi sahabat dan juga teman berbagi. Serta kepada keluarga besar, Tante Supriani dan Om Ridwan saya yang selalu memberikan doa dan dukungan.

6. Terima kasih saya ucapkan kepada Laily Washliati, Wiwik puspa, Reza Haridsyah teman seperjuangan saya di SMAN 1 Matauli Pandan sampai pada sekarang bersama di Universitas Sumatera Utara.


(7)

vi 7. Terima kasih kepada teman-teman yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan di dalam pengerjaan skripsi ini, diantaranya adalah Siti Ulfa Chairani, Nova Kharlinda, Yunita Deby Chintya, Maziah, Mahzura, Rati Astuti, Astri Duana Putri, Anggie Maulida. Juga dosen pembimbing kecil saya Raya Hasibuan yang selalu berkenan untuk berdiskusi skripsi dengan saya. Dan semua teman-teman seperjuangan S1 akuntansi FEB USU Stambuk 2011, semoga kita senantiasa diberikan kebaikan dan kesuksesan untuk setiap langkah oleh ALLAH SWT.

8. Terima kasih kepada teman dan keluarga baru saya SAHIVA USU yang telah memberikan saya banyak pelajaran berharga dan tawa di rumah kedua selama 4 tahun ini.

9. Terima kasih banyak kepada setiap orang baik itu sahabat, teman, rekan, dan setiap pihak yang saya kenal dengan baik dan tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu. Terima kasih banyak untuk semuanya, saya bersyukur telah dipertemukan dengan kalian semua.

Saya berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak. Saya juga berharap semoga skripsi ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dan dapat menambah ilmu bagi yang membaca. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih banyak dan mohon maaf yang sebesar-besarnya untuk setiap kesalahan dan kekhilafan.

Medan, 14 Mei 2015


(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atribusi ... 8

2.2 Auditing ... 9

2.2.1 Pengertian Auditing ... 9

2.2.2 Jenis-Jenis Audit ... 11

2.3 Akuntansi Forensik ... 13

2.3.1 Pengertian Akuntansi Forensik ... 13

2.3.2 Ruang Lingkup Akuntansi Forensik ... 16

2.3.3 Atribut, Standar dan Kode Etik Akuntansi Forensik ... 19

2.4 Audit Investigatif ... 25

2.4.1 Pengertian Audit Investigatif ... 27

2.4.2 Aksioma Audit Investigatif ... 29

2.4.3 Prinsip-prinsip Audit Investigatif ... 30

2.4.4 Macam-macam audit investigatif ... 31

2.4.5 Tujuan Audit Investigatif ... 31

2.4.6 Metodologi Audit Investigatif ... 34

2.5 Prosedur Audit ... 40

2.6 Corporate Governance ... 43

2.6.1 Pengertian Corporate Governance ... 43

2.6.2 Kelompok Good Governance ... 45

2.6.3 Prinsip-Prinsip Corporate Governance ... 45

2.6.4 Manfaat Corporate Governance ... 49

2.7 Penelitian Terdahulu ... 50


(9)

viii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 57

3.2 Definisi Variabel Operasional ... 57

3.3 Jenis data ... 58

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 58

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Penelitian ... 59

4.2 Skandal-skandal Akuntansi di Indonesia ... 59

4.2.1 PT. Kimia Farma Tbk ... 59

4.2.2 Bank Lippo ... 61

4.3 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi Pelaksanaan Prosedur Audit ... 62

4.3.1 Analisis dan Teknik Mendeteksi Kecurangan ... 63

4.4 Prosedur Untuk Mendapatkan Bukti ... 67

4.5 Prosedur Audit yang Perlu Dilakukan ... 70

4.6 Teknik Audit Berbantuan Komputer ... 76

4.6.1 Gambaran Teknik Audit Berbantuan Komputer ... 77

4.7 Teknik Audit Investigatif ... 81

4.7.1 Teknik Investigasi Fraud Auditor ... 83

4.8 Prosedur Audit Dalam Penerapan Good Corporate Governance ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran ... 87


(10)

ii ABSTRAK

ANALISIS AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF TERHADAP PELAKSANAAN PROSEDUR AUDIT DALAM

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Globalisasi yang terjadi saat ini mengakibatkan perubahan besar-besaran dalam bidang sosial politik dan ekonomi. Hal inilah yang memberikan kesadaran agar dapat mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di sektor publik ataupun sektor privat. Di Perusahaan besar tata kelola perusahaan sangat diperhatikan. Sebaliknya, banyak perusahaan kecil yang masih belum sadar dengan tata kelola yang baik bagi perusahaannya. Hal tersebut rawan terhadap praktik-praktik yang tidak sehat yang bertujuan hanya untuk menguntungkan pemegang saham atau pengurus. Praktik yang tidak sehat tersebut berwujud fraud yang susah terdeteksi oleh pihak eksternal/pemangku kepentingan.

Rumusan masalah penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam menganalisis akuntansi forensik dan audit investigatif diterapkan dalam pelaksanaan prosedur audit dan menilai penerapan good corporate governance serta alasan mengapa metode tersebut diterapkan. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang akuntansi forensik dan audit investigatif yang diterapkan dalam pelaksanaan prosedur audit dan menilai penerapan good corporate governance, serta kenapa hal itu perlu diterapkan. Jenis data yang digunakan data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Metode penelitian ini deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan dengan library research yaitu diperoleh dari kumpulan buku-buku dan internet.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntansi forensik dalam pelaksanaan prosedur audit adalah dengan analisis vertikal, analisis horizontal dan analisis rasio. Sedangkan untuk mendeteksi asset misappropriation menggunakan teknik Statical sampling, vendor or outsider complaints, site visit – observation. Disamping teknik-teknik tersebut adanya teknik audit berbantuan komputer dan fraud auditor perdalam teknik penyamaran atau penyadapan, wawancara, teknik merayu untuk mendapatkan informasi, mengerti bahasa tubuh dan bantuan software. Alasan akuntansi forensik dan audit investigasi diterapkan adalah membuktikan ada tidaknya kecurangan dilakukan melalui prosedur audit yang dilakukan oleh auditor.

Kata kunci : Akuntansi Forensik, Audit Investigasi, prosedur audit, Good Corporate


(11)

iii ABSTRACT

ANALYSIS OF FORENSIC ACCOUNTING AND AUDIT INVESTIGATION OF AUDIT PROCEDURES IN IMPLEMENTATION

OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Economic globalization happens today cause in massive changes in social, political and economic sector. This gives consciousness in order to realize good corporate governance (GCG) in the public sector or the private sector. The large company corporate governance are concerned. On the contrary, many small companies are still not aware of the good governance for the company. This make fraud can happened to benefit shareholders or administrators. That is the reason why fraud hard to detected by external parties / stakeholders.

The objective of this study is the method for analyze the problems and the method used in the application of investigative forensic accounting and auditing applied in the implementation of audit procedures and assessing the implementation of good corporate governance. This study used secondary data, which is collected by others. Method of this study is descriptive research where data were collected by books and the internet.

These result indicate thatthe forensic accounting in the implementation of audit procedures are vertical analysis, horizontal analysis and ratio analysis. While asset misappropriation to detect using statical sampling techniques, vendor or outsider complaints, site visit - observation. Besides these technique, there is computer assisted audit techniques and fraud auditor deepened disguise or tapping techniques, interviews, seduction technique to get information, to understand the body language and the help of software. Reason forensic accounting and investigative audit is applied to prove the existence of fraud carried out through audit procedures performed by the auditor.

Keywords : Forensic Accounting, Audit Investigation, Audit Procedures, Good Corporate Governance


(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fenomena globalisasi ekonomi yang terjadi saat ini mengakibatkan perubahan besar-besaran dalam bidang sosial politik dan ekonomi. Hal inilah yang memberikan kesadaran agar dapat mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di sektor publik ataupun sektor privat. Tuntutan ini wajar karena semua pemangku kepentingan baik itu pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan stakeholder internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya.

Keberadaan corporate governance yang kuat merupakan kunci penentu dalam pengembangan menjadi institusi memiliki kinerja yang kuat. Pentingnya penerapan corporate governance akan menghindari terjadinya tindak kecurangan baik di perusahaan maupun pemerintahan.

Banyak ahli yang berpendapat bahwa kelemahan di dalam penerapan good corporate governance merupakan salah satu sumber kerawanan ekonomi yang menyebabkan memburuknya perekonomian banyak negara pada tahun 1997 dan 1998 (Husnan, 2001). Sedangkan kelemahan governance di korporasi secara teoritis dapat dijelaskan dengan efficient market hypothesis dimana perusahaan yang lemah governance-nya akan dihukum oleh pasar modal berupa rendahnya harga saham. Oleh karena itu, seharusnya harga saham perusahaan memiliki nilai


(13)

2 yang tinggi jika perusahaan memiliki good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik).

Mekanisme Good Corporate Governance (GCG) akan bermanfaat dalam mengatur dan mengendalikan perusahaan sehingga menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Pelaksanaan GCG harus didukung dengan organ perusahaan yang harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan menjalankan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan.

Dalam beberapa perusahaan besar, tata kelola perusahaan sangat diperhatikan. Para pemilik dan pengelola perusahaan besar cenderung memperhatikan tata kelola perusahaan yang baik. Pihak-pihak tersebut mengharapkan agar perusahaan yang dimiliki dan dikelola tersebut dapat berkembang dengan baik dan memberikan manfaat bagi suluruh pemangku kepentingan.

Sebaliknya, banyak perusahaan kecil yang masih belum sadar dengan tata kelola yang baik bagi perusahaannya. Pada umumnya pemegang saham perusahaan kecil merangkap sebagai pengurus perusahaan. Kondisi ini sangat bertentangan dengan tata kelola perusahaan yang baik. Hal tersebut rawan terhadap praktik-praktik yang tidak sehat yang bertujuan hanya untuk menguntungkan pemegang saham atau pengurus. Praktik yang tidak sehat tersebut berwujud fraud yang susah terdeteksi oleh pihak eksternal/pemangku kepentingan.


(14)

3 Kompleksitas perusahaan juga merupakan faktor terjadinya suatu fraud. Suatu perusahaan yang sangat kompleks membutuhkan pengawasan dan infrastruktur pengawasan yang baik. Semakin kompleks operasional suatu perusahaan, peluang yang digunakan untuk fraud semakin besar. Mengingat perusahaan yang kompleks antara lain memiliki jaringan operasional yang luas (jumlah kantor yang banyak dan jangkauan wilayah yang luas), sistem teknologi yang rumit dan manajemen yang banyak (jumlah karyawan banyak).

Untuk itu upaya pencegahan dan pendeteksian kecurangan perlu ditingkatkan serta diintensifkan dengan menjunjung tinggi hak-hak semua pemangku kepentingan di perusahaan dan kepentingan masyarakat luas dalam mencengah dan mendeteksi tindakan korupsi yang dilakukan di sektor pemerintahan. Tinggi atau rendahnya tingkat penyimpangan yang dilakukan atas laporan keuangan beragam-namun dampaknya sama-yaitu laporan keuangan yang berfungsi sebagai dasar keputusan penting untuk melakukan/tidak melakukan investasi dan untuk memberi atau tidak memberi pinjaman, ternyata tidak benar, tidak memadai, dan yan terparah menyesatkan.

Oleh karena itu munculah istilah akuntansi forensik dan audit investigatif dikalangan ekonom untuk mendeteksi dan menelusuri tindak kecurangan. Dalam hal ini akuntan-akuntan dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih dalam bidang akuntansi yang didukung oleh pengetahuan luas di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, perpajakan, bisnis, teknologi informasi, dan tentunya pengetahuan dibidang hukum.


(15)

4 Akuntan forensik memiliki peran yang efektif dalam menyelidiki tindak kejahatan. Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta, 2012:4). Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana antara akuntansi dan hukum. Contoh: penggunaan akuntan forensik dalam pembagian harta gono-gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur hitung-menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) istri. Segi hukumnya dapat diselesaikan didalam atau luar pengadilan. Dalam kasus yang lebih pelik, bidang tambahan lain adalah audit. Dalam audit secara umum maupun khusus untuk mendeteksi fraud, auditor internal maupun eksternal secara proaktif berupaya melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian intern. Sedangkan ditinjau dari audit umum (general audit atau audit opinion) diperoleh temuan audit atau sebuah tuduhan (allegation) dari pihak lain, atau ada keluhan, auditor bersikap reaktif serta mendalaminya dengan melaksanakan audit investigatif. Audit investigatif dimulai pada bagian dari suatu fraud audit. Audit investigatif merupakan bagian dan titik awal dari akuntansi forensik.

Akuntansi forensik adalah bidang baru yang menawarkan kesempatan karir yang baik, sehingga beberapa mahasiswa dapat mengambil keuntungan dari kesempatan ini. Ada permintaan besar terhadap akuntan forensik di berbagai sektor baik di sektor swasta maupun pemerintahan. Dengan semakin dilibatkannya akuntan forensik dalam kegiatan-kegiatan financial perusahaan


(16)

5 bersama shareholders dan lembaga pemerintahan untuk mencegah terjadinya kecurangan di dalam praktik akuntansi.

Apabila ilmu audit investigatif atau audit forensik ini sudah dikenal dan diaplikasikan secara luas oleh para akuntan baik akuntan pemerintah maupun akuntan publik. Maka kiprah akuntan akan lebih terdengar oleh masyarakat awan, karena selama ini seolah-olah timbul kesan dari masyarakat awan bahwa akuntan merupakan profesi yang eksklusif dan lebih dekat dengan para pengusaha. Untuk menghilangkan kesan tersebut diperlukan kerjasama akuntan dari semua lini, baik akuntan pemerintah, akuntan publik, serta akuntan pendidik.

Dari beberapa uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Terhadap Pelaksanaan Prosedur Audit Dalam Penerapan Good Corporate Governance”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan di atas, rumusan penelitian ini adalah beberapa masalah adalah Apakah akuntansi forensik dan audit investigatif diterapkan dalam pelaksanaan prosedur audit untuk menilai penerapan good corporate governance ?

1.3 Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang akuntansi forensik dan audit investigatif yang diterapkam dalam pelaksanaan prosedur audit dalam menilai penerapan good corporate governance.


(17)

6 1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharap dapat menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang peran akuntansi forensik sebagai pencegah fraud di Indonesia.

2. Manfaat praktis a. Bagi Perusahaan

Bagi kepentingan perusahaan, pemilik perusahaan dapat meyakini bahwa perusahaannya mampu menciptakan Good corporate governance sehingga operasi perusahaan bisa berlangsung lama dan nilai perusahaan juga akan semakin tinggi.

b. Bagi Auditor dan Akuntan

Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi auditor investigasi dalam kemampuannya untuk membuktikan suatu kecurangan dalam pelaksanaan prosedur audit sera memberikan masukan bagi para auditor dalam melaksanakan pekerjaannya.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna bagi peneliti dalam menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat dalam dunia nyata khususnya mengenai peran akuntansi forensik dan audit investigatif sebagai pencegah fraud yang terjadi.


(18)

7 Selain itu Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa mengenai tindak kecurangan yang kini marak di Indonesia serta peranan akuntansi forensik dalam mencegah fraud yang terjadi. Bagi Peneliti selanjutnya penelitian ini berguna sebagai acuan untuk penelitian dan pengembangan selanjutnya.


(19)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Atribusi

Teori yang dikembangkan oleh Fritz Heider (1958) ini mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan sesuatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Perilaku seseorang oleh kombinasi antara kekuatan internal dan eksternal.

Hal yang sama dikemukakan Robbins (2003) bahwa teori atribusi merupakan dari penjelasan cara-cara manusia menilai orang secara berlainan, tergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang mengamati perilaku seseorang individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksternal yang tergantung pada tiga faktor.

1. Kekhususan (ketersendirian), merujuk pada apakah seseorang individu memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan. Yang ingin diketahui adalah apakah perilaku ini luar biasa atau tidak. Jika luar biasa, maka kemungkinan besar pengamat memberikan atribusi eksternal kepada perilaku tersebut. Jika tidak, kelihatannya hal ini akan dinilai sebagai sifat internal.

2. Konsensus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi dengan cara yang sama.


(20)

9 3. Konsistensi dicari dari tindakan seorang apakah orang tersebut

memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu. Makin konsistensi perilaku, maka hasil pengamatan semakin cenderung untuk menghubungkan dengan sebab-sebab internal.

Gambar 2.1 2.2 Auditing

2.2.1 Pengertian Auditing

Auditing adalah pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak yang independen dimana hasil pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor dapat memberikan informasi kepada para pemakai laporan keuangan.

Menurut Alvin A. Arens, Elder dan Beasley (2011:4) mengemukakan definisi Auditing ialah “Auditing is the accumulation and evaluation of evidience about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”

Diterjemahkan adalah “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antar

Pengamatan

Penafsiran Atribusi sebab

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Internal eksternal Internal eksternal Internal eksternal Perilaku Individu Kekhususan Konsensus Konsistensi


(21)

10 informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dalam deskripsi”.

Menurut Whittington, O.Ray dan Kurt Panny, (2012:4)

“In a financial statement audit , the auditors undertake to gather evidence and provide a high level of assurance that the financial statements follow generally accepted accounting principles,or some other appropriate basis of accounting. An audit involves searching and verifying the accounting records and examining other evidence supporting the financial statements. By gathering information about the company and its environment,, including internal control; insoection documents; observing assets; making inquires within and outside the company; and performing other auditing procedures, the auditors will gather the evidence necessary to issue an audit report. That audit report states that it is the auditors’ opinion that the financial statements follow generally accepted accounting principles”.

Menurut Konrath (2002:5) definisi auditing adalah “Suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.

Definisi auditing menurut Sukrisno Agoes (2012 :4) adalah,

“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti


(22)

11 pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.

Beberapa hal penting dari pengertian diatas yang bisa disimpulkan adalah sebagai berikut :

1. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen perusahaan beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya,

2. pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis,

3. pemeriksaaan dilakukan oleh pihak independen, yaitu akuntan publik, 4. tujuan pemeriksaan oleh akuntan adalah untuk dapat memberikan

pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. 2.2.2 Jenis-Jenis Audit

Menurut Alvin Arens (2008:16) mengemukakan bahwa jenis audit yang dilakukan oleh akuntan publik terdiri dari tiga jenis utama audit adalah:

Audit operasional adalah mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi yang pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengaharapkan saran-saran untuk memperbaiki operasi perusahaan.

Review atau penelaahan yang dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi juga mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, dan semua bidang lain dimana auditor menguasainya. Dalam hal ini, audit operasinal lebih menyerupai konsultasi menajemen daripada yang biasanya dianggap auditing.


(23)

12 Audit kepatuhan (compliment audit) adalah tinjauan yang dilaksanakan bertujuan menentukan apakah pihak yang diaudit (auditee) telah mengikuti prosedur, aturan, tata cara, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi.

Audit atas laporan keuangan (financial statement audit) dilaksanakan untuk menentukan apakah seluruh laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Biasanya criteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip akuntansi.

Sedangkan Sukrisno Agoes (2012:10) membedakan jenis audit berdasarkan dari luasnya pemeriksaan yaitu,

1. Pemeriksaan umum (General audit)

Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan tujuan bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) atau ISA atau Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Profesi Akuntan Akuntan Publik, Pengendalian Mutu serta kode etik Akuntan Indonesia yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia.

2. Pemeriksaan khusus (Special audit)

Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP independen dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara


(24)

13 keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.

2.3 Akuntansi Forensik

2.3.1 Pengertian Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta,2012:4). Akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun swasta, sehingga apabila memasukkan pihak yang berbeda maka akuntansi forensic menurut D. Larry Crumbey dalam Tuanakotta (2012:5) dari Journal of Forensic Accounting menuliskan “Simply put, forensic accounting is legally accurate accounting. That is, accounting that is sustainable in some adverdarial legal proceding, or within some judicial or administrative review.” (“secara sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial, atau tinjauan administrative.”).

Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari akuntansi yang sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles). Sedangkan menurut Bologna dan Lindquist yang dikutip dalam Crumbley dan Apostolou (2002 :17) mendefenisikan akuntansi forensik sebagai “forensic and investigative accounting is the application of financial


(25)

14 skills and an investigative mentality to unresolved issues, conductedwithin the context of the rules of evidence”. Dengan terjemahan sebagai berikut, akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan dalam konteks rules of evidence”.

Dari beberapa pengertian akuntansi forensik di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi yang berdasarkan pada keterampilan-keterampilan dalam menginvestigasi dan menganalisis yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah keuangan yang dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh hukum. Oleh karena itu akuntansi forensik sering didefinisikan sebagai analisis akuntansi yang dapat mengungkap penipuan, yang mungkin sangat cocok untuk presentasi di pengadilan. Analisis semacam itu akan menjadi dasar untuk resolusi diskusi, perdebatan, dan perselisihan.

Seorang akuntan forensik menggunakan pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi dan kriminologi untuk mengungkap fraud, menemukan bukti dan selanjutnya bukti tersebut akan dibawa ke pengadilan jika dibutuhkan (Ramaswamy, 2007).

The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam Hopwood (2008:5) mengklasifikasikan akuntansi forensic dalam dua kategori :“jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services)”. Dalam jasa layanan yang pertama meliputi pemeriksa penipuan atau auditor penipuan dimana mereka mengetahui tentang akuntansi


(26)

15 mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, penyalahgunaan dan misinterpretasi. Jenis layanan yang kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian.

Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara akuntansi dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan yaitu audit sehingga model akuntansi forensiknya direpresentasikan dalam tiga bidang. (Tuanakotta,2012:18)

Gambar 2.2

Diagram Akuntansi Forensik

Ada cara lain dalam melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik.

AKUNTANSI


(27)

16 Gambar 2.3

Segitiga Akuntansi Forensik

Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan kerugian. Pada sektor publik negara mengalami kerugian Negara dan kerugian keuangan negara. Sementara itu pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat adanya ingkar janji dalam suatu perikatan. Titik pertama dalam segitiga adalah kerugian. Adapun perbuatan melawan hukum menjadi titik kedua. Tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum.

Hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing.

2.3.2 Ruang Lingkup Akuntansi Forensik 1. Praktek di Sektor Swasta

G. jack Bologna Robert J. Lindquist penulis perintis akuntansi forensik dalam Tuanakotta (2012:84) menekankan beberapa istilah dalam

Kerugian Hubungan

kulitatif Perbuatan melawan hukum


(28)

17 perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation support merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi keempat istilah tersebut.

Bologna dan Lindquist melanjutkan bahwa para akuntan tradisional membedakan fraud auditing dan forensic accounting. Mereka berpendapat, fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat aktif dalam meneliti fraud; artinya, audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud. Sedaangkan akuntansi forensik dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau kecurigaan (suspicion) naik ke permukaan melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-off dari whistleblower.

Bologna dan Lindquist tidak menyentuh istilah valuation analysis karena analisis ini berhubungan dengan akuntansi atau unsur hitungan. Pihak-pihak yang bersengketa dapat meminta satu pihak membeli seluruh saham pihak lainnya atau mereka sepakat akhirnya pembeli adalah penawar yang mengajukan harga tertinggi.

2. Praktek di Sektor Pemerintahan

Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga.


(29)

18 Tuanakotta (2012:93) mengemukakan ada lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan negara, ada beberapa lembaga yang merupakan bagian dari internal pemerintahan, ada lembaga-lembaga pengadilan, ada lembaga yang menunjang kegiatan memerangi kejahatan pada umumnya, dan korupsi khususnya seperti (PPATK), dan lembaga-lembaga lainnya seperti KPK. Juga ada lembaga swadaya masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group.

Tabel dibawah ini membandingkan akuntansi forensik di sektor publik dengan akuntansi forensik di sektor swasta.

Tabel 2.1

Akuntansi forensik di Sektor Publik dan Swasta

Dimensi Sektor Publik Sektor Swasta

Landasan Penugasan

Amanat undang-undang Penugasan tertulis secara spesifik

Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan biaya (contingency fee and expense)

Hukum Pidana umum dan

khusus, hukum administarsi Negara Perdata, arbitrase, administratif/aturan intern perusahaan Ukuran Keberhasilan Memenangkan perkara pidana dan memulihkan kerugian

Memulihkan kerugian

Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain di luar lembaga yang bersangkutan

Bukti intern, dengan bukti ekstern yang lebih terbatas Teknik audit

investigative

Sangat bervariasi karena kewenangan yang relatif besar

Relative lebih sedikit

dibandingkan di sektor publik. Kreativitas dalam pendekatan sangat menenetukan

Akuntansi Tekanan pada kerugian Negara dan kerugian keuangan Negara

Penilaian bisnis (business valuation)


(30)

19 2.3.3 Atribut, Standar dan Kode Etik Akuntansi Forensik

1. Atribut

Howard R. Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif (Tuanakotta,2012:99-104) memberikan nasehat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud.

Pertama, Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Identifikasi terlebih dahulu, siapa pelaku atau yang berpotensi untuk menjadi pelaku kecurangan karena ketika auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan tidak dapat menjawab siapa pelakunya.

Kedua, Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan (perpetrators’ intent to commit fraud). Dalam sidang di pengadilan seringkali kasus kandas di tengah jalan dikarenakan penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran.

Ketiga, “Be creative, think like preparatory, do not be predictable”. Seorang fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud jangan mudah ditebak. Seorang auditor harus berpikir seperti pelaku fraud atau seperti penjahat sehingga ia dapat mengantispasi langkah-langkah selanjutnya pelaku fraud atau koruptor ketika mengetahui perbuatan mereka terungkap.

Keempat, Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan (collusion conspiracy). Pengendalian intern yang


(31)

20 sebaik bagaimanapun tidak dapat mencegah hal ini terjadi. Ada dua macam persengkokolan yaitu,

a. Ordinary conspiracy. Persekongkolan yang sifatnya sukarela, dan dan pesertanya memang mempunyai niat jahat.

b. Pseudo conspiracy. Misalnya, seorang tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya (contoh: memberikan password computer).

Kelima, Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), auditor harus tahu dimana kecurangan itu dilakukan, di dalam atau di luar pembukuan. 2. Standar

Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Dimana standar berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh anggota organisasi auditor dalam mematuhi kode etik dan menjalankan tugas serta kewajiban profesional sebagaimana tercantum dalam Kode Etik bagi auditor.

K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett dalam Tuanakotta (2012:115) merumuskan beberapa standar untuk mereka yang melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan pegawai di sebuah perusahaan. Standar tersebut ialah :

a. seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui. b. kumpulkan bukti dengan prinsip kehati-hatian sehingga


(32)

21 c. pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman,

terlindungi dan diindeks; dan jejak audit tersedia.

d. memastikan para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senatiasa menghormatinya.

e. beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana.

f. cakup seluruh subtansi investigasi dan “dikuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.

g. liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamatan hal-hal yang rahasia, ikuti tata cara, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai laporan.

Sedangkan standar-standar dibawah ini akan dijelaskan dengan konteks Indonesia.

Standar 1

Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui (accepted best practices). Dalam hal ini tersirat dua hal yaitu adanya upaya membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada


(33)

22 yang terbaik pada saat itu (benchmarking) dan upaya benchmarking dilakukan terus menerus mencari solusi terbaik.

Standar 2

Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.

Standar 3

Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga membantu perusahan dalam upaya perbaikan cara-cara investigasi sehingga accepted best practices yang dijelaskan di atas dapat dilaksanakan.

Standar 4

Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai yang bersangkutan dapat membuat perusahaan dan investigator dituntut.

Standar 5

Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana.


(34)

23 Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.

Standar 7

Liput seluruh tahapan kunci dalan proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

Selain standar yang sudah dijelaskan diatas, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Nomor 06 yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, juga diatur mengenai standar audit kecurangan yaitu dalam bagian standar pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Adapun standar pelaksanaan pemeriksaandengan tujuan tertentu berisikan :

a. Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

b. Komunikasi Pemeriksa

c. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya d. Pengendalian intern

e. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimanpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan : kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse)

f. Dokumentasi pemeriksaan


(35)

24 3. Kode etik

Kode etik merupakan bagian dari kehidupan berprofesi dimana kode etik mengatur Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stakeholder lainnya,dan dengan masyarakat luas. Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang sangat penting bagi eksistensi profesi. Eksistensinya sebuah profesi dikarenakan adanya intergritas, rasa hormat dan menghormati, dan nilai-nilai yang lainnya yang bisa menciptakan rasa percaya dari para stakeholders lainnya.

Di Amerika Serikat, (ACFE) telah menetapkan kode etik bagi para fraud auditor yang bersertifikat, yang terdiri atas delapan butir yaitu :

a. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam segala keadaan, harus menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan ketekunan dalam pelaksanaan tugasnya.

b. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang bersifat ilegal atau melanggar etika, atau segenap tindakan yang dapat menimbulkan adanya konflik kepentingan.

c. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam semua keadaan, harus menunjukkan integritas setinggi-tingginya dalam semua penugasan profesionalnya, dan hanya akan menerima penugasan yang memiliki kepastian yang rasional bahwa penugasan tersebut akan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.


(36)

25 d. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mematuhi

peraturan/perintah dari pengadilan, dan akan bersumpah/bersaksi terhadap suatu perkara secara benar dan tanpa praduga.

e. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, harus memperoleh bukti atau dokumentasi lain yang dapat mendukung pendapat yang diberikan. Tidak boleh menyatakan pendapat bahwa seseorang atau pihak-pihak tertentu “bersalah” atau “tidak bersalah”.

f. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak boleh mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hasil audit tanpa melalui otorisasi dari pihak-pihak yang berwenang.

g. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mengungkapkan seluruh hal yang material yang diperoleh dari hasil audit yakni, apabila informasi tersebut tidak diungkapkan akan menimbulkan distorsi terhadap fakta yang ada.

h. Seorang fraud auditor yang bersertifikat secara sungguh-sungguh harus senantiasa meningkatkan kompetensi dan efektivitas hasil kerjanya yang dilakukan secara profesional.

2.4 Audit Investigatif

Sudah dijelaskan pada bab awal bahwa akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan sederhana antara akuntansi dan hukum. Namun seiring perkembangan, akuntansi forensik menjadi lebih kompleks karena selain bidang akuntansi dan hukum yakni melibatkan satu bidang lagi yaitu audit. Karena


(37)

26 adanya kompleksitas di sektor bisnis dan perkembangan investasi yang pesat hal inilah yang membuat risiko terjadinya fraud semakin tinggi. Dimana fraud adalah penggelapan yang meliputi berbagai kecurangan antara lain penipuan yang disengaja (intentional deceit), pemalsuan rekening (falsification of account), praktik jahat (corrupt practices), penggelapan atau pencurian (embezlement), korupsi (corruption) dan sebagainya (Jones dan Bates,1990). Oleh karena itu untuk memperkecil akibat fraud dan memperbaiki sistem pengendalian, perusahaan diharapkan mengambil langkah yang tepat dengan melakukan audit investigasi.

Pelaksanaan audit investigasi lebih mendasarkan kepada pola pikir bahwa untuk mengungkapkan suatu kecurangan auditor harus berpikir seperti pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan pelaksanaan prosedur yang ditetapkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga tindak lanjut pemeriksaan. Untuk itu auditor harus memiliki kemampuan untuk membuktikan adanya fraud yang terjadi dan sebelumnya telah diindikasikan oleh berbagai pihak. Auditor harus peka terhadap semua hal yang tidak wajar. Auditor juga harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan. Paling penting bagi seorang auditor adalah kemapuan menyederhanakan konsep-konsep keuangan sehingga orang-orang pada umumnya dapat memahami apa yang dimaksudkannya.sehingga Tuanakotta merumus auditor investigative (2007 :49) adalah “gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif (atau investigator)”.


(38)

27 2.4.1 Pengertian Audit Investigatif

Pengertian audit investigatif menurut Jack Bologna dan Paul Shaw yang dikutip dalam Amin Widjaja (2005:36) mengatakan

forensic accounting, sometimes called fraud auditing or investigative accounting, is a skill that goes beyond the realm of corporate and management fraud, embezzlement or commercial bribery. Indeed, forensic accounting skill go beyond the general realm of collar crime Yang diterjemahkan sebagai berikut, akuntansi forensik kadang-kadang disebut audit penipuan, adalah keterampilan yang melampaui alam penggelapan dan penipuan manajemen perusahaan, atau penyuapan komersial. Memang, keterampilan akuntansi forensic melampaui wilayah umum kejahatan berkerah.

Menurut Bastian (2002) dalam artikel “Peran Audit Investigasi Dalam Penegakan Good Governance Di Indinesia” mengatakan bahwa:

audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan.

Masih dalam artikel yang sama Rosjidi (2001) menjelaskan bahwa investigasi adalah audit dengan tujuan khusus yaitu,

Untuk membuktikan dugaan penyimpangan dalam bentuk kecurangan (fraud), ketidakteraturan (irregulaties), pengeluaran illegal (illegal


(39)

28 expenditure) atau penyalahgunaan wewenang (abuse of power) di bidang pengelolaan keuangan negara yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi dan atau, kolusi, nepotisme yang harus diungkapkan oleh auditor serta ditindaklanjuti oleh instansi yang berwenang kejaksaan atau kepolisian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara garis besar audit investigasi mirip dengan istilah Fraud Examination sebagaimana yang dimaksud dalam Fraud Examination Manual yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). Menurut panduan/manual para fraud examiners tersebut, yang dimaksud audit investigasi yaitu

Methodology for resolving fraud allegations from inception to disposition. More specifically, fraud examination involves obtaining evidence and taking statements, writing reports, testifying findings and assisting in the detection and prevention of fraud

Yang artinya adalah metodologi untuk menyelesaikan tuduhan-tuduhan penipuan dari awal sampai disposisi. Lebih khusus, pemeriksaan penipuan melibatkan memperoleh bukti dan mengambil laporan, menulis laporan, kesaksian temuan dan membantu dalam mendeteksi dan pencegahan penipuan.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa audit investigatif merupakan cara atau ketrampilan yang melampaui fraud itu sendiri dengan cara dilakukannya pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti untuk


(40)

29 membuktikan dugaan kecurangan sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4.2 Aksioma Audit Investigatif

Menurut M. Tunanakota (2012:322), ada beberapa aksioma yang menarik terkait dengan audit investigatif yaitu,

1. Kecurangan itu tersembunyi (Fraud is Hidden)

Kecurangan memiliki metode untuk menyembunyikan seluruh aspek yang mungkin dapat mengarahkan pihak lain menemukan terjadinya kecurangan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelaku kecurangan untuk menutupi kecurangannya juga sangat beragam, dan terkadang sangat canggih sehingga hampir semua orang (Auditor Investigatif) juga dapat terkecoh.

2. Melakukan pembuktian dua sisi (Reserve Proof) Auditor harus mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang membuktikan bahwa dia tidak melakukan kecurangan. Demikian juga sebaliknya, jika hendak membuktikan bahwa seseorang tidak melakukan tindak kecurangan, maka dia harus memeprtimbangkan bukti-bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak kecurangan.

3. Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud)

Adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat diperiksa jika telah diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan Audit Investigatif, seorang auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai


(41)

30 kesalahan atau tanggung jawab salah satu pihak jawab atas terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi”. Auditor hanya mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak-piahk yang terkait dengan terjadinya kejadian tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkannya.

2.4.3 Prinsip-prinsip Audit Investigatif

Menurut M Tuanakotta (2010:351) mengumukakan bahwa prinsip-prinsip audit investigatif yaitu,

1. Invetigasi adalah tindakan mencari kebenaran.

2. Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermaslahkan.

3. Semakin kecil selang antara waktu terjadinya tindak kejahatan dengan waktu untuk “merespon‟ maka kemungkinan bahwa suatu tindak kejahatan dapat terungkap akan semakin benar.

4. Auditor mengumpulkan fakta-fakta sehingga bukti-bukti yang diperolehnya tersebut dapat memberikan kesimpulan sendiri/bercerita.

5. Bukti fisik merupakan bukti nyata. Bukti tersebut sampai kapanpun akan selalu mengungkap hal yang sama.

6. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan saksi akan sangat dipengaruhi oleh kelemahan manusia.


(42)

31 7. Jika auditor mengajukan pertanyaan yang cukup kepada sejumlah

orang yang cukup, maka akhirnya akan mendapatkan jawaban yang benar.

8. Informasi merupakan nafas dan darahnya investigasi”. 2.4.4 Macam-macam audit investigatif

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia Edisi No.20/Tahun

IV/Maret/2008 mengemukakan bahwa ada dua jenis audit investigatif adalah, 1. Audit Investigatif Proaktif

Dilakukan pada entitas yang mempunyai resiko penyimpangan tetapi entitas tersebut dalam proses awal auditnya belum atau tidak didahului oleh informasi tentang adanya indikasi penyimpangan, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan Negara dan atau perekonomian Negara.

2. Audit Investgatif Reaktif

Audit Investiigatif reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan/sangkaan awal tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan Negara dan atau perekonomian Negara”.

2.4.5 Tujuan Audit Investigatif

Tujuan investigasi yang di ambil dari K.H. Spencer Pickett and Jennifer Picket, Financial Crime Investigation and Control dalam Tuanakotta (2007:201) beberapa diantaranya,


(43)

32 1. Memberhentikan manajemen. Tujuannya adalah sebagai teguran

keras bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung-jawabkan kewajiban fidusiernya,

2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukup dan relevannya bukti. Tujuannya akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan,

3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah,

4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi,

5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi,

6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari invetigasi tersebut; harapannya adalah bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu,

7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya,

8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan,

9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan,

10.Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan,

11.Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai dengan buku pedoman,


(44)

33 12.Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu

pengambilan keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya.

13.Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut yang tepat dapat diambil,

14.Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin, 15.Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan

membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil, 16.Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik

lisan maupun tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk menanggapinya secara tepat,

17.Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik, 18.Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga,

19.Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan mengenai due diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi),

20.Melaksanakan investigasi dalam koridor,

21.Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya, 22.Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan

yang tidak terpuji,

23.Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab, 24.Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau

lembaga ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik,


(45)

34 25.Mengidentifikasi saksi yang meihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atau dakwaan terhadap sipelaku,

26.Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya kecurangan ini dengan tepat,

Menurut pendapat Karni (2000:4) tentang audit investigasi adalah audit ketaatan bertujuan untuk mengetahui apakah seorang klien telah melaksanakan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang memiliki otorisasi lebih tinggi. Dalam audit investigasi, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, tidak hanya kebijakan manajemen, auditor investigasi sampai dengan hukum formal, hukum material dan lain-lain. Untuk itu, audit investigasi tidak hanya cukup untuk menguasai bidang ekonomi, tetapi juga mengerti tentang hukum yang berlaku

2.4.6 Metodologi Audit Investigatif

Metodologi ini digunakan oleh Association of Certified Fraud Examiners (2004), yang terjadi rujukan internasional dalam melakukan Fraud Examination. Metodologi tersebut menekankan kepada kapan dan bagaimana melaksankan suatu Pemeriksaan Investigatif atas kasus yang memiliki indikasi tindak kecurangan dan berimplikasi kepada aspek hukum, serta bagaimana menindaklanjutinya.

Pemeriksaan Investigatif yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak kecurangan terdiri atas banyak langkah. Karena pelaksanaan pemeriksaan investigatif atas kecurangan berhubungan denga hak-hak individual pihak-pihak lainnya, maka pemeriksaan investigatif harus


(46)

35 dilakukan setelah diperoleh alasan yang sangat memadai dan kuat, yang diistilahkan sebagai prediksi.

Prediksi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau menunjukan adanya keyakinan kuat yang disadari oleh profesionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang telah dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang kecurangan, bahwa Fraud/kecurangan telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi. Tanpa prediksi, pemeriksaan investigatif tidak boleh dilakukan. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan yang menyangka bahwa pelaksanaan financial audit-nya, maka institusi tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Investigatif.

Pemeriksaan Investigatif belum tentu langsung dilaksanakan karena indikasi yang ditemukan umumnya masih sangat prematur sehingga memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh bukti yang cukup kuat untuk dilakukan Pemeriksaan Investigatif. Garis besar proses audit investigasi secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir yaitu sebagai berikut (Pusdiklatwas,2008):

1. Penelaahan Informasi Awal

a. Sumber informasi. Informasi awal sebagai dasar penugasan audit investigatif berasal dari berbagai sumber, misalnya media massa, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), penegak hukum dan lain-lain.

b. Mengembangkan hipotesis awal. Hipotesis awal disusun untuk menggambarkan perkiraan suatu tindak kecurangan itu terjadi.


(47)

36 Hipotesis awal dikembangkan untuk menjawab mengenai apa, siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana fraud terjadi.

c. Menyusun hasil telaahan informasi awal. Hasil penelaahan informasi awal dituangkan dalam bentuk “Resume Penelaahan Informasi Awal” sehingga tergambar secara ringkas mengenai gambaran umum organisasi, indikasi bentuk-bentuk penyimpangan, besarnya estimasi potensi nilai kerugian negara yang terindikasi, hipotesis, pihak-pihak yang diduga terkait, rekomendasi penanganan.

d. Keputusan pelaksanaan audit investigatif. Didasarkan dari apa yang diinformasikan dan tidak mempermasalahkan siapa yang menginformasikan. Namun fraud audit dapat dilakukan apabila telah ada suatu prediksi yang valid, yaitu keadaan-keadaan yang menunjukkan bahwa fraud telah, sedang, dan atau akan terjadi. 2. Perencanaan Pemeriksaan Investigasi

a. Penetapan sasaran, ruang lingkup dan susunan tim. Sasaran dan ruang lingkup audit investigatif ditentukan berdasarkan informasi awal.

b. Penyusunan program kerja. Untuk menyusun langkah-langkah kerja audit perlu memahami kegiatan yang akan diaudit.

c. Jangka waktu dan anggaran biaya. Jangka waktu audit disesuaikan dengan kebutuhan yang tercantum dalam Surat Tugas Audit.


(48)

37 Adapun anggaran biaya audit direncanakan seefisien mungkin tanpa mengurangi pencapaian tujuan audit.

d. Perencanaan Audit Investigatif dengan metode SMEAC. Model perencanaan SMEAC menggunakan pendekatan terstruktur yang mencangkup semua elemen dasar dalam pelaksanaan satu operasi dan dapat pula digunakan sebagai kerangka untuk mengembangkan perencanaan yang lebih detail untuk memenuhi kondisi tertentu. SMEAC merupakan singkatan dari lima kata yang dirancang dalam proses perencanaan penugasan investigasi yaitu Situation, Mission, Execution, Administration & Logistics, Communication.

3. Pelaksanaan Audit Investigatif

a. Pembicaraan Pendahuluan. Pelaksanaan audit investigatif didahului dengan melakukan pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan auditan dengan maksud untuk: menjelaskan tugas audit, mendapatkan informasi tambahan dari auditan dalam rangka melengkapi informasi yang telah diperoleh serta menciptakan suasana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan audit.

b. Pelaksanaan program kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan program kerja audit investigatif yaitu: perolehan bukti dokumen, jenis bukti atau dokumen, cara


(49)

38 memperoleh bukti berbasis dokumen serta mendokumentasikan hasil analisis dokumen.

c. Penerapan teknik audit investigatif. Untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung maka auditor dapat menggunakan teknik-teknik dalam pelaksanaan audit keuangan yaitu prosedur analitis, menginspeksi, mengonfirmasi, mengajukan pertanyaan, menghitung, menelusuri, mencocokan dokumen, mengamati, pengujian fisik serta teknik audit berbantu komputer.

d. Melakukan observasi dan pengujian fisik. Teknik-teknik yang biasa dilakukan pada audit investigatif yaitu: wawancara, mereview laporan-laporan yang dapat dijadikan rujukan, berbagai jenis analisis terhadap dokumen atau data, pengujian teknis atas suatu objek, perhitungan-perhitungan, review analitikal, observasi dan konfirmasi.

e. hasil observasi dan pengujian fisik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendokumentasian yang baik dalam kegiatan investigasi yaitu penyimpanan dokumen pada arsip tersendiri serta pemisahan dokumen atau bukti untuk tiap kejadian hasil observasi dan pengujian fisik.

f. Melakukan wawancara. Wawancara yang baik mencangkup pemahaman atas: tujuan dan sasaran melakukan wawacara, unsur-unsur pelanggaran yang harus dibuktikan, mengkaji bukti yang dibutuhan, mengajukan pertanyaan yang tepat sebelum


(50)

39 wawancara, sadar akan pendapat dan prasangka, serta menyusun kerangka wawancara.

g. Menandatangani berita acara. Penandatanganan dilakukan untuk menegaskan ketepatan informasi yang diberikan pihak oleh pihak yang diwawancarai.

h. Pendokumentasian dan evaluasi kecukupan bukti. Pendokumentasian bukti harus dapat menjawab hal-hal berikut: gambaran posisi kasus, siapa yang dirugikan, siapa yang menjadi pelaku, kapan, di mana dan apa tuntutannya, serta kegiatan apa yang diinvestigasi.

4. Pelaporan Audit Investigatif

Isi laporan hasil pemeriksaan audit investigasi memuat : unsur-unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat penyimpangan/tindak melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum yang terjadi, dan bentuk kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum. Dimana laporan audit investigatif disampaikan pada pihak-pihak yang berkepentingan untuk:

a. Dalam rangka melakukan kerjasama antara unit pengawasan internal dengan pihak penegak hukum untuk menindaklanjuti adanya indikasi terjadinya fraud.


(51)

40 b. Memudahkan pejabat yang berwenang dan atau pejabat obyek

yang diperiksa dalam mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5. Tindak Lanjut

Pada tahap tindak lanjut ini : proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil audit investigasi kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pula tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim audit investigasi dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan.

2.5 Prosedur Audit

Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit (Mulyadi,2002). Auditor melakukan prosedur ini agar tidak terjadi penyimpangan dalam melakukan program audit. Standar pekerjaan lapangan ketiga menyebutkan bahwa beberapa prosedur audit yang harus dilaksanakan oleh auditor meliputi (Mulyadi dan kanaka,2002) yaitu,

1. Inspeksi

Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Prosedur audit ini banyak dilakukan oleh auditor. Dengan melakukan inspeksi terhadap sebuah dokumen, auditor akan dapat menentukan keaslian dokumen tersebut.


(52)

41 2. Pengamatan

Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang diamati auditor adalah karyawan, prosedur, dan proses.

3. Permintaan Keterangan

Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan bukti dokumenter.

4. Konfirmasi

Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas. Disamping auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam standart tersebut, auditor melaksanakan berbagai prosedur audit lainnya untuk mengumpulkan bukti audit yang akan dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Kualitas dari auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam program audit (Weningtyas, et al,2006). 5. Penelusuran

Dalam melakukan prosedur audit ini, auditor melakukan penelusuran sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi. Prosedur audit ini terutama diterapkan dalam bukti dokumenter.


(53)

42 6. Pemeriksaan bukti pendukung

Pemeriksaan bukti pendukung merupakan prosedur audit yang meliputi : a. inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi

atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya. b. pembanding dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang

berkaitan. 7. Perhitungan

Prosedur audit ini meliputi : (1) perhitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau sediaan di tangan, dan (2) pertanggungjawaban semua formulir bernomor urut tercetak. Perhitungan fisik digunakan untuk mengevaluasi bukti fisik kuantitas yang ada di tangan, sedangkan pertanggungjawaban formulir bernomor urut tercetak digunakan untuk mengeavaluasi bukti ddokumenter yang mendukung kelengkapan catatan akuntansi.

8. Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih mendalam.

9. Pelaksanaan ulang

Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien.


(54)

43 10.Teknik audit berbantu computer

SA seksi 327 teknik audit berbantu komputer memberikan panduan bagi auditor tentang penggunaan computer dalam audit ddi lingkungan system informasi komputer.

2.6 Corporate Governance

2.6.1 Pengertian Corporate Governace

Corporate Governace menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) defined as a set of rules that define, the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibility, or the system by which companies are directed and controlled, the objective of corporeate governance is the created added value to the stakeholders. Arti dari pengertian ini adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan mereka.

Surat edaran Meneg, PM & P.BUMN No.S 106/ PM P.BUMN/ 2000, tanggal 17 April 2000 tentang kebijakan Penerapan Corporate Governance menyatakan bahwa :


(55)

44 “Good corporate governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, kebijkan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung: pengembangan perusahaan dan pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien, efektif dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya”.

Pengertian lain tentang corporate governance oleh PT Bhakti Investama Tbk adalah kerangka, struktur, pola, system yang menjelaskan, mengarahkan dan mengendalikan hubungan antara shareholders, management, creditors, government dan stakeholders lainnya dalam hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak tersebut.

Pengertian corporate governance menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha disuatu negara. Corporate governance didefinisikan oleh Monks dan Minow (dalam Darmawati, 2005) adalah sebagai hubungan partisipan dalam menentukan arah dan kinerja. Corporate governance didefinisikan oleh IICG (Indonesian Institute of Corporate Governance) sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain. Corporate governance


(56)

45 juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.

Corporate governance merupakan kumpulan hukum, peraturan dan kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

2.6.2 Kelompok Good Governance

Good Governance (GG) dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu Good Corporate Governance (GCG) dan Good Government Governance (GGG). Dimana perbedaan dari keduanya adalah Good Corporate Governance (GCG) yaitu penerapan good governance (GG) di sektor swasta; sedangkan Good Government Governance (GGG) adalah penerapan good governance di birokrasi negara. Kedua kelmpok GG tresebut merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. GCG hanya dapat diterapkan pada lingkungan pemerintahan atau birokrasi negara yang telah menerapkan GGG. Begitu sebaliknya, GGG tidak mungkin terealisasi tanpa dukungan GGC.

2.6.3 Prinsip-Prinsip Corporate Governance

Prinsip-prinsip dasar dari Good Corporate Governace (GCG), yang pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Secara umum, penerapan prinsip-prinsip good corporate


(57)

46 governance secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut:

1. tercapainya sasaran yang telah ditetapkan, 2. aktiva perusahaan dijaga dengan baik,

3. perusahaan menjalankan praktik-praktik bisnis yang sehat, 4. kegiatan-kegiatan perusaahan dilakukan secara transparan, 5. memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing, 6. mendapatkan cost of capital yang lebih murah,

7. memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan,

8. meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholders terhadap perusahaan,

9. melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

Berdasarkan tujuan tersebut, pemenuhan kepentingan seluruh stakeholders secara seimbang berdasarkan peran dan fungsinya masing-masing dalam suatu perusahaan, merupakan tujuan utama yang hendak dicapai. Prinsip-prinsip utama dari good corporate governance yang menjadi indikator adalah,

1. Pertanggungajawaban (Responsibility)

Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen, serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan


(58)

47 dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.

2. Akuntabilitas (accountability)

Dalam sebuah perusahaan yang sahamnya sebagian besar dimiliki oleh publik, peran pemegang saham sebagai pihak yang mengendalikan manajemen tidak ada. Hal ini disebabkan karena para investor lebih suka berperan sebagai traders dibandingkan owners. Oleh karena itu pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3. Keadilan (Fairness)

Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, baik mayoritas maupun minoritas. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham,


(59)

48 terutama terhadap pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan pelaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Disamping itu, prinsip ini juga mensyaratkan agar pihak manajemen sedapat mungkin menghindari situasi yang mengandung conflict in interest.

4. Keterbukaan/Transparansi (transparency)

Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan dan tidak ada yang disembunyikan. Untuk menjalankan objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang materil dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk tidak hanya mengungkapkan masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.

5. Independen (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang


(1)

85 Namun hal ini bisa dicegah oleh manajemen dengan melakukan perbaikan di semua sektor. Seperti kajian yang dilakukan McKinsey (Tuanakotta:2012) mengenai substansi dari penerapan corporate governance dimana kajian itu menjelaskan ketika corporate governance lemah, semakin besar premium atau kelebihan yang investor bersedia bayar jika memang ada perbaikan.


(2)

86 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeteksi adanya tindak kecurangan, auditor dapat menggunakan analisis dan teknik akuntansi dalam beberapa kecurangan seperti, kecurangan lapporan keuangan yang bisa dideteksi dengan analisis vertical, analisis horizontal dan analisis rasio. Sedangkan untuk mendeteksi asset misappropriation sebaiknya auditor lebih memahami pengendalian intern karena banyaknya metode-metode yang bisa dilakukan. Teknik-teknik berikut ini dapat digunakan dalam mendeteksi kecurangan antara lain: Statical sampling, vendor or outsider complaints, site visit – observation.

2. Prosedur audit yang bisa auditor lakukan adalah teknik audit berbantuan komputer dengan TABK perangkat lunak audit dan data uji. Perangkat lunak yang bisa auditor lakukan dengan meyakini validitas program yaitu program paket, program yang dibuat dengan tujuan khusus dimana program ini dirancang untuk melaksanakan tugas audit dalam keadaan khusus dan yang terakhir program utilitas.

Data uji sebagai prosedur audit yang dilakukan auditor dengan cara memasukan data ke dalam system komputer entitas, dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil yang telah ditentukan sebelumnya.


(3)

87 3. Teknik audit investigatif sebaiknya auditor lakukan degan cara memeriksa fisik dan mengamati, meminta informasi dan konfirmasi, memeriksa dokumen, review analitikal dan menghitung kembali. Selain itu ada juga teknik yang harus fraud auditor perdalam yaitu teknik penyamaran atau penyadapan, wawancara, teknik merayu untuk mendapatkan informasi, mengerti bahasa tubuh dan bantuan software.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan, meningkatkan pengendalian internal sangat dibutuhkan agar terjaga apa yang disebut dengan good corporate governance. Ada baiknya perusahaan memiliki internal auditing yang diharapkan mampu menjegah terjadinya kecurangan. Karena auditor akan terlebih dahulu menguji lemah dan kuatnya pengendalian internal perusahaan dengan memastikan dan menilai pengendalian tersebut serta melakukan pengujian ketaatan atas operasi.

2. Bagi auditor semakin berkembangnya modus operasi yang pelaku kecurangan lakukan seharusnya semakin dalam pula kemampuan auditor, tidak hanya dalam bidang akuntansi maupun audit, tetapi ketrampilan investigasi kritis dan analitis serta kemampuan berkomunikasi juga beragamnya teknik yang dibutuhkan untuk membuktikan terjadinya fraud.


(4)

88

DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A, Randal J.Elder dan Mark S. Beasley. (2006)., Auditing dan Jasa Assurance: Pendekatan Terintegritas, Jakarta: Erlangga.

Association of Certified Fraud Examiners, (2004)., Assocition of certified fraud examination, semi-annual fraud sym posium.

Bachtiar, Emil. 2012. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat.

Fitriyani, Rika, 2012. “Pengaruh Kemampuan Auditor terhadap Efektivitas Pelaksanaan Prosedur Audit Investigasi dalam Pembuktian Kecurangan (Studi Kasus pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Jawa Barat)”. Universitas Pasundan, Bandung,Skripsi.

Hopwood, William S., et al. 2008. Forensic Accounting. By The McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of the Americas, New York, NY,10020. I Dewa Nyoman Wiratmaja. 2010. Akuntansi Forensik Dalam Upaya

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Bali.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2008., Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, Salemba Empat.

______________________, 2013. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta.

Joshua Onome Imoniana, Maria Thereza Pompa Antunes, Henrique Formigoni, The Forensic Accounting And Corporate Fraud, Mackenzie Presbyterian University, SP, Brazil, 2013.

Karni, Soejono. (2000). Auditing. Audit Khusus Dan Audit Forensik Dalam Praktik. Jakarta: FEUI.

Kristanti, Dymita Ayu, 2012 “Persepsi Mahasiswa terhadap Peran Akuntansi Forensik sebagai Pencegah Fraud di Indonesia (Studi kasus mahasiswa S1 Program Studi Akuntansi Angkatan 2009 dan 2010 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta)”. Universitas negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Skripsi

Kuncoro, M, 2013. Metode Riset Untik Bisnis Dan Ekonomi, Jakarta: Erlangga.

Lawrence, B. Sawyer, Mortimer A. Dittenhofer dan James H. Scheiner, 2006. Audit Internal, Jakarta: Salemba Empat.


(5)

89 Mulford, Charles. W, Eugene E. Comiskey, 2002. Deteksi Kecurangan Akuntansi,

Jakarta Pusat : PT. Ikrar Mandiriabadi.

Mulyadi, 2002. Auditing, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat. Pusdiklatwas BPKP, (2008)., Etika dalam Fraud , Jakarta: BPKP.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, (2007). Peraturan Badan Pemeriksan Keuangan republik Indonesia No.1 tahun 2007, Jakarta: Pustaka pergaulan.

Sukrisno, Agoes, (2004)., Auditing (Pemeriksaan Auditan) oleh KAP, Jakarta. Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Sulistyawan, Dedhy, Yeni Januarsi, Liza Alvia. 2011. Creative Accounting Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi, Jakarta: Salemba Empat.

Swarna, Dian Dara, 2012. “Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi Dalam Mendeteksi FRAUD Di Lingkungan Digital “. Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi.

Theodorus, M. Tuanakotta, 2007. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesi.

________________,2010. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, Jakarta: Salemba Empat.

________________, 2013. Audit Berbasis ISA, Jakarta: Salemba Empat. Tunggal, Amin, Widjadja,., (2001), Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing),

Jakarta: Haravavindo.

______________________2012. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif (Tanya-Jawab & Kasus), Jakarta: HARVARINDO.


(6)

90 Artikel :

Amrizal, 2004. Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan Oleh Internal Auditor, Jakarta.

Hadi, Marmah. 2012. Bukti Audit VS Alat Bukti Hukum, Widyaiswara STAN-BPPK Kementerian Keuangan.

Nasution, Utama M, 2004. Bukti Dan Prosedur Pemeriksaan Sebagai Suatu Cara Pengumpulan Bukti, universitas Sumatera Utara, Medan.

Sulistyowati, Firma, (2003), “Peran Auditor dalam Mendeteksi Fraud untuk Mewujudkan Good Governance dan Good Corporate Governance di Indonesia” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 04 No. 01, 13-24.

Yuhertiana, Indrawati., (Artikel Peran Audit Invetigasi Dalam Penegakan Good Governance di Indonesia, 2005)

Website: