Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

PENERAPAN AKUNTASI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF DALAM MENDETEKSI FRAUD DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN

PADA PDAM TIRTANADI PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH

RUTH MARGARETHA H. 100503084

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara”adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2014 Yang membuat pernyataan

Ruth Margaretha H. NIM. 100503084


(3)

ABSTRAK

PENERAPAN AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF DALAM MENDETEKSI FRAUD DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN

PADA PDAM TIRTANADI PROVINSI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana akuntansi forensik dan audit investigatif diterapkan dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan dan bagaimana penerapan audit investigatif dalam mendeteksi fraud di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari berbagai sumber yang telah ada sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, baik dari buku, jurnal, dan situs internet.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka (literature study) dan pencarian secara online melalui situs internet.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntansi forensik untuk mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan diterapkan dengan caramengefektifkan peran para akuntan forensik, dengan terlebih dahulu mencetak para akuntan yang handal, menetapkan standar profesional untuk akuntan forensik, selalu mengembangkan profesi akuntan forensik di Indonesia, dan memaksimalkan kerjasama antara akuntan forensik dan penegak hukum. Audit investigatif dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan diterapkan dengan cara auditor harus berfikir seperti pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan pelaksanaan prosedur yang ditetapkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga tindak lanjut pemeriksaan, yang dilakukan untuk menemukan adanya kerugian dan selanjutnya melakukan penyidikan jika terbukti adanya kerugian negara.Penerapan audit investigatif dalam mendeteksi fraud di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dilakukan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Bidang Investigasi.

Kata kunci: Akuntansi forensik, Audit Investigatif, Fraud, Lingkungan Pemerintahan


(4)

ABSTRACT

APPLICATION OF FORENSIC ACCOUNTING AND AUDIT INVESTIGATIVE DETECTING FRAUD IN THE GOVERNMENT ENVIRONMENT

AT PDAM TIRTANDI PROVINSI SUMATERA UTARA

The purpose of this study is to find out how forensic accounting and audit investigative in detecting fraud are applied in the government environment and how the application of audit investigative in detecting fraud at PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Type of data used in this study is secondary data, that collectedfromvarioussourcesthathave been there before and relatedto research problems, from books, journals, and internet site. Methods of data collection in this study is the method of library research and online search through internet site.

These result indicate that the forensic accounting in detecting fraud in the government environment can be done byactivate the roleof theforensic accountant, by first scoring the reliable accountant, establish the professionalstandardsforforensicaccountants, alwaysdevelopforensicaccounting

professionin Indonesia, and andmaximizecooperationbetweenlawenforcementandforensicaccountants. Audit

investigative in detecting fraud in the government environment can be done byauditors have to think as they are the perpetrators of fraud, bybasingthe implementation ofthe procedures set outeitherinthe planning, implementation, reportingtofollow-up examinations, conductedtofindthe presence oflossesand furtherinvestigationifevidence ofstate losses. Application of audit investigative in detecting fraud at PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara was conducted by BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Bidang Investigasi.

Keywords : Forensic Accounting, Audit Investigation, Fraud, Government Environment


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.Skripsi ini berjudul “Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara”, yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi di Universitas Sumatera Utara.

Di dalam penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dalam bentuk materiil dan spiritual, serta dukungan dari pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran demi tersusunnya skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung, antara lain kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac,Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M., Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M, Ak selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(6)

4. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak.selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, serta pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

5. BapakDrs. Firman Syarif, M.Si, Ak.selakuDosen Pembaca Penilai yang memberikan koreksi serta petunjuk dan saran sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi.

6. Kedua orang tua penulis, Hotman P. Hutajulu, S.Pd dan Murniaty Purba, serta kakak Herlin Mey S. Hutajulu, S.Gz dan adikJhon Hendrik P. Hutajulu yang selalu mendoakan, mendukung secara moral maupun materiil, memberi semangat, motivasi, dan kasih sayang yang begitu besar dalam penulisan skripsi ini. Kepada sahabat-sahabat penulis,Monika, Felicia, dan Triskin, terima kasih untuk doa, semangat, dan inspirasi dari kalian yang luar biasa. Kepada Olivia, Ingrid, Debby, Yolanda, dan Marisca terima kasih sudah menjadi berkat selama di Universitas Sumatera Utara, terima kasih untuk setiap cerita dan tawa yang pernah kita bagi. Kepada Astrid, Thresya, Widya, dan Sarah, terima kasih untuk doa, semangat, dan motivasi yang luar biasa. Kepada semua teman-teman, khususnya grup B Departemen Akuntansi-S1 angkatan 2010, terimakasih atas kebersamaan dan pertemanan yang terjalin selama di Universitas Sumatera Utara dan sukses buat kita semua. Kepada semua pihak yang telah membantu


(7)

baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun senantiasa sangat dibutuhkan penulis dari segenap pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Kepada peneliti lain mungkin dapat mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.Terimakasih.

Medan, April 2014 Penulis

Ruth Margaretha H. NIM. 100503084


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Akuntansi Forensik ... 9

2.1.1 Pengertian Akuntansi Forensik ... 12

2.1.2 Mengapa perlu Akuntansi Forensik ... 14

2.1.3 Akuntan Forensik ... 15

2.1.4 Lingkup Akuntansi Forensik ... 19

2.1.5 Atribut, Kode Etik, dan Standar Akuntansi Forensik ... 21

2.2 Audit Investigasif ... 25

2.2.1 Pengertian Audit Investigatif ... 25

2.2.2 Jenis Audit Investigatif ... 27

2.2.3 Tujuan Audit Investigatif ... 27

2.2.4 Prinsip-Prinsip Audit Investigatif ... 30

2.2.5 Teknik Audit Investigatif ... 31

2.2.6 Aksioma Audit Investigasi ... 33

2.2.7 Metodologi Audit Investigatif ... 35

2.3 Fraud ... 38

2.3.1 Pengertian Fraud ... 39

2.3.2 Penyebab Terjadinya Fraud ... 41

2.3.3 Klasifikasi Fraud ... 43

2.3.4 Tanda-Tanda Terjadinya Fraud ... 47

2.3.5 Unsur-Unsur Fraud ... 47

2.3.6 Pencegahan Fraud ... 48

2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 52


(9)

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

3.1 Jenis Penelitian ... 55

3.2 Jenis Data ... 55

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 55

3.4 Metode Analisis Data ... 56

BAB IV PEMBAHASAN ... 57

4.1 Data Penelitian ... 57

4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 57

4.1.1.1 Sejarah Singkat PDAM Tirtanadi ... 57

4.1.1.2 Visi dan Misi PDAM Tirtanadi ... 59

4.1.1.3 Kerjasama PDAM Tirtanadi ... 60

4.1.2 Perkembangan Fraud di Lingkungan Pemerintahan ... 61

4.1.3 Akuntan Forensik dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan ... 69

4.1.4 Lembaga Pelaksana Akuntansi Forensik di Lingkungan Pemerintahan Indonesia ... 73

4.2 Hasil penelitian ... 88

4.2.1 Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud ... 88

4.2.2 Pengungkapan Kasus Korupsi Melalui Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif ... 91

4.2.3 Penerapan Audit Investigatif dalam Kasus PDAM Tirtanadi ... 93

4.2.3.1 Gambaran Umum Kasus PDAM Tirtanadi ... 93

4.2.3.2 Hasil Audit Investigatif oleh BPKP Perwakilan Sumatera Utara ... 95

4.2.3.3 Pendapat Para Ahli terhadap Kasus PDAM Tirtanadi ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

5.1 Kesimpulan ... 104

5.2 Saran ... 106


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Diagram Akuntansi Forensik ..………... 10 Gambar 2.2 Segitiga Akuntansi Forensik ……….. 10 Gambar 2.3 Segitiga Fraud ……….……….. 41


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu……….52 Halaman

Tabel 2.1 Data Penanganan Korupsi Berdasarkan


(12)

ABSTRAK

PENERAPAN AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF DALAM MENDETEKSI FRAUD DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN

PADA PDAM TIRTANADI PROVINSI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana akuntansi forensik dan audit investigatif diterapkan dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan dan bagaimana penerapan audit investigatif dalam mendeteksi fraud di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari berbagai sumber yang telah ada sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, baik dari buku, jurnal, dan situs internet.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka (literature study) dan pencarian secara online melalui situs internet.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntansi forensik untuk mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan diterapkan dengan caramengefektifkan peran para akuntan forensik, dengan terlebih dahulu mencetak para akuntan yang handal, menetapkan standar profesional untuk akuntan forensik, selalu mengembangkan profesi akuntan forensik di Indonesia, dan memaksimalkan kerjasama antara akuntan forensik dan penegak hukum. Audit investigatif dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan diterapkan dengan cara auditor harus berfikir seperti pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan pelaksanaan prosedur yang ditetapkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga tindak lanjut pemeriksaan, yang dilakukan untuk menemukan adanya kerugian dan selanjutnya melakukan penyidikan jika terbukti adanya kerugian negara.Penerapan audit investigatif dalam mendeteksi fraud di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dilakukan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Bidang Investigasi.

Kata kunci: Akuntansi forensik, Audit Investigatif, Fraud, Lingkungan Pemerintahan


(13)

ABSTRACT

APPLICATION OF FORENSIC ACCOUNTING AND AUDIT INVESTIGATIVE DETECTING FRAUD IN THE GOVERNMENT ENVIRONMENT

AT PDAM TIRTANDI PROVINSI SUMATERA UTARA

The purpose of this study is to find out how forensic accounting and audit investigative in detecting fraud are applied in the government environment and how the application of audit investigative in detecting fraud at PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Type of data used in this study is secondary data, that collectedfromvarioussourcesthathave been there before and relatedto research problems, from books, journals, and internet site. Methods of data collection in this study is the method of library research and online search through internet site.

These result indicate that the forensic accounting in detecting fraud in the government environment can be done byactivate the roleof theforensic accountant, by first scoring the reliable accountant, establish the professionalstandardsforforensicaccountants, alwaysdevelopforensicaccounting

professionin Indonesia, and andmaximizecooperationbetweenlawenforcementandforensicaccountants. Audit

investigative in detecting fraud in the government environment can be done byauditors have to think as they are the perpetrators of fraud, bybasingthe implementation ofthe procedures set outeitherinthe planning, implementation, reportingtofollow-up examinations, conductedtofindthe presence oflossesand furtherinvestigationifevidence ofstate losses. Application of audit investigative in detecting fraud at PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara was conducted by BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Bidang Investigasi.

Keywords : Forensic Accounting, Audit Investigation, Fraud, Government Environment


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Akuntansi merupakan sebuah instrumen penting dalam menjaga akuntabilitas sebuah organisasi. Informasi yang diperoleh dari proses akuntansi sering menjadi dasar bagi pengambilan keputususan penting dalam perekonomian. Oleh karena itu, informasi yang diperoleh dari proses akuntansi tersebut harus merupakan representasi yang jujur dan akurat dari proses yang terjadi dalam sebuah organisasi atau entitas.

Perkembangan dunia usaha pada saat ini yang semakin pesat tidak hanya membawa dampak bagi kemajuan dibidang ekonomi termasuk perkembangan dunia akuntansi, tetapi juga menjadi sumber bagi munculnya berbagai kecurangan (fraud).Praktik-praktik kecurangan yang terjadi merupakan suatu pukulan bagi dunia profesi akuntansi karena dapat menimbulkan keraguan masyarakat terhadap fungsi dan peran akuntansi di masyarakat.

Peran auditor dalam mendeteksi kecurangan-kecurangan yang terjadi masih belum optimal. Berbagai kecurangan masih saja terjadi dengan berbagai skala dan modus yang terkadang sulit untuk dideteksi dan dicegah.Hal inilah yang menuntut lahirnya cabang baru dari ilmu akuntansi yaitu akuntansi forensik. Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun privat (Tuanakotta, 2010 : 4). Akuntansi forensik diharapkan mampu


(15)

untuk menjawab tantangan dunia akuntansi yang semakin kompleks dan membantu mengungkapkan berbagai kecurangan terjadi.

Praktik akuntansi forensik di lingkungan pemerintahan Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak krisis keuangan yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Krisis keuangan yang melanda Indonesia pada bulan Oktober 1997 tersebut telah terasa sejak Agustus 1997 dan semakin memburuk. Hal ini berdampak pada pemerintahan Presiden Soeharto yang berakhir pada bulan Mei 1998.

The Asian Wall Street Journal pada bulan Oktober 1997 memberitakan bahwa ada kemungkinan pemerintah Indonesia meminta bantuan berupa pinjaman dana dari IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia (World Bank). Sebagai prasyarat untuk mendapatkan bantuan berupa pinjaman dana, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu oleh beberapa akuntan Indonesia. Temuan awal ADDP atas enam bank yang menjadi sampel ADDP menunjukkan bahwa perbankan telah melakukan overstatement di sisi aset (assets) dan understatement di sisi kewajiban (liabilities).Temuan ini membuat pasar dan pemerintah Indonesia panik dan berunjung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya rush dana tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADDP tersebut tidak lain adalah penerapan dari


(16)

akuntansi forensik atau audit investigatif. Disinilah awal perkembangan akuntasi forensik di Indonesia.

Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia selanjutnya dapat dilihat dari kesuksesan akuntansi forensik pada kasus Bank Bali.Keberhasilan Pricewaterhouse Cooper (PwC) dalam membongkar kasus Bank Bali membuat istilah akuntansi forensik mencuat di Indonesia. Dimana PwC, dengan menggunakan software khusus PwC berhasil menunjukkan arus dana yang rumit dengan bentuk diagram seperti cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Dari diagram tersebut, PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Namun, keberhasilan akuntansi forensik ini tidak diikuti dengan keberhasilan penyelesaian hukum di sistem pengadilan.

Tahun 2005 merupakan tahun suksesnya akuntansi forensik dan juga penyelesaiannya di sistem pengadilan.Diantara beberapa kasus ada dua kasus yang menonjol. Kasus yang pertama adalah kasus pembongkaran korupsi Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagai akuntan forensiknya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyelesaikan kasus ini di pengadilan. Metode yang digunakan adalah metode follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang teribat dalam kasus ini. Kasus yang kedua adalah kasus Bank BNI. Dimana Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) sebagai akuntan forensiknya berhasil membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan dana Bank BNI. Metode yang


(17)

digunakan adalah metode follow the money yang mirip dengan metode yang digunakan PwC dalam kasus Bank Bali.

Selanjutya, pada tahun 2008 dan semester pertama 2009 menunjukkan ketangguhan KPK dalam menemukan dan menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana korupsi. Skandal Bank Century yang berisi dugaan tindak pidana perbankan, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana perpajakan, dan tindak pidana umum merupakan kasus yang menarik bagi akuntan forensik.

Dari beberapa kasus akuntansi forensik yang terjadi, dapat dilihat bahwa kasus akuntansi forensik di lingkungan pemerintahan lebih menonjol dibandingkan di sektor privat atau bisnis. Data penanganan tindak pidana korupsi yang berhasil diperoleh Anti-Corruption Clearing House (ACCH) menunjukkan bahwa “Pada tahun 2013 penanganan tindak pidana korupsi lebih banyak ditemukan di lingkungan instansi Kementerian/Lembaga Pusat yaitu sebanyak 66 perkara.”. Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan penanganan tindak pidana korupsi di tahun 2012 sebanyak 48 kasus dan ditahun 2011 sebanyak 39 kasus.

Di sektor publik tindakan melawan hukum berupa kecurangan menimbulkan kerugian bagi negara dan keuangan negara.Berbagai bentuk kecurangan yang terjadi pada sektor publik di Indonesia adalah korupsi, penyalahgunaan asset, dan manipulasi laporan keuangan.Namun, kecurangan yang paling sering terjadi di lingkungan pemerintahan Indonesia adalah korupsi.Lingkungan usaha dan perubahan-perubahan dalam pemerintahan


(18)

melahirkan terlalu banyak insentif dan motivasi untuk korupsi.Penegakan hukum yang tidak konsisten hingga penyalahgunaan kekuasaan/wewenanng turut menjadi penyebab terjadinya korupsi.Berbagai kasus korupsi yang terjadi seakan tidak pernah berhenti menghiasi berbagai media massa di Indonesia. Disinilah peranan akuntansi forensik sangat dibutuhkan.

Berbagai lembaga survey atau penelitian baik di Indonesia maupun di luar negeri menyebutkan bahwa fenomena korupsi di Indonesia sudah sangat parah dan kondisi tersebut sering menempatkan Indonesia pada posisi sebagai negara terkorup. Dari hasil pemeriksaan BPKP dan Kejaksaan Agung sebagai tindak lanjutnya, telah cukup banyak kasus korupsi ditemukan berasal dari sektor pemerintahan.Bahkan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh BPKP dengan mengambil responden dari berbagai kalangan di masyarakat menunjukkan bahwa instansi/lembaga atau kegiatan-kegiatan pemerintahan dianggap oleh masyarakat paling banyak melakukan korupsi.Maka tak heran jika masyarakat menilai pemerintah sebagai lembaga yang seharusnya berpihak pada rakyat dan mengutamakan kesejahteraan rakyat hanya rekayasa belaka kalau pada akhirnya korupsi menjadi hal yang lumrah di kalangan pemerintahan.

Dalam mendeteksi fraud tidak hanya akuntansi forensik yang dibutuhkan untuk membedah kasus-kasus kecurangan. Pelaksanaan audit investigatif juga harus dilakukan untuk membuktikan adanya fraud yang kemungkinan terjadi. Istilah investigatif muncul dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara


(19)

yang menjelaskan bahwa “audit investigatif termasuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan kinerja.”.

PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dalam beberapa bulan terakhir menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang banyak mendapat perhatian dan sorotan dari masyarakat maupun media karena dugaan kasus korupsi yang melibatkan Direktur Utama (Dirut) BUMD tersebut.Dalam kasus korupsi ini, penerapan audit investigatif menjadi sangat penting untuk dilakukan. Hasil dari pelaksanaan audit investigatif tersebut dapat membuktikan apakah fraud berupa tindak pidana korupsi itu benar terjadi dalam PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.

Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi mengenai “Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan pada PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara”.

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. bagaimana akuntansi forensik dan audit investigatif diterapkan dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan;

b. bagaimana penerapan audit investigatif dalam mendeteksi fraud di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.


(20)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui bagaimana akuntansi forensik dan audit investigatif diterapkan dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan; c. untuk mengetahui bagaimana penerapan audit investigatif dalam

mendeteksi fraud di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis, peneliti lain, pemerintah, dan perusahaan.

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kesempatan bagus bagi penulis untuk memahami penerapan akuntansi forensik dan audit investigatif dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian dan pengembangan selanjutnya, mengingat begitu banyak kasus kecurangan yang terjadi tidak hanya di sektor pemerintahan tetapi juga di sektor bisnis.

c. Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan pemerintah untuk memaksimalkan peranan akuntansi forensik dan audit investigatif di lingkungan pemerintahan melalui kerjasama antara akuntan forensik dan penegak hukum.

d. Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan PDAM Tirtanadi Sumatera Utara sebagai BUMD agar memperbaiki manajemen


(21)

perusahaannya sehingga dapat memberi dampak positif terhadap masyarakat.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akuntansi Forensik

Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting dalam bahasa Inggris.Di Amerika Serikat pada awalnya akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan.Kasus Al Capone pada tahun 1931 merupakancontoh dari penerapan akuntansi forensik di Amerika Serikat.Al Capone adalah seorang mafia terkenal di Amerika Serikat yang selalu lolos dari jeratan hukum dalam kasus pembunuhan.Namun, berkat seorang akuntan forensik bernama Frank J. Wilson yang mampu mengungkap kasus penggelapan pajak sehingga Al Capone akhirnya dipenjara.Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (bukan audit) forensik.Crumbley dan Apostolou menulis dalam majalah The Value Examiner pada September 2007, menjelaskan bahwa meskipun pada saat itu istilah akuntansi forensik belum digunakan, namun sejatinya Frank J. Wilson telah melakukan tugas sebagai seorang akuntan forensik.

Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan sederhana dari akuntansi dan hukum.Contohnya adalah peran akuntansi forensik dalam pembagian harta gono-gini pada kasus perceraian. Dalam hal ini akuntansi berperan membantu akuntan untuk terlebih dahulu menghitung besarnya jumlah harta yang akan diterima pihak suami dan istri yang melakukan


(23)

perceraian. Dari segi hukum yaitu dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam penyelesaian kasus baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Seiring dengan berjalannya waktu, muncul kasus-kasus yang lebih sulit sehingga perkembangan akuntansi forensik menjadi lebih kompleks dan melibatkan satu bidang tambahan yaitu auditing. Dengan demikian, akuntansi forensik adalah perpaduan dari akuntansi, hukum, dan auditing.Berikut ini adalah model akuntansi forensik jika dipresentasikan dalam tiga bidang menurut Tuanakotta (2010 : 19).

Gambar 2.1 Diagram Akuntansi Forensik (sumber : Tuanakotta, 2010:19)

Selain itu, ada cara lain untuk melihat akuntansi forensik yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik yang diistilahkan oleh Tuanakotta (2010 : 22).

Perbuatan Melawan Hukum

Kerugian Hubungan Kausalitas

Gambar 2.2

Segitiga Akuntansi Forensik (sumber : Tuanakotta, 2010:22)

AKUNTANSI


(24)

Akuntansi forensik baik di sektor publik maupun di sektor privat berurusan dengan kerugian.Di sektor publik berurusan dengan kerugian negara dan kerugian keuangan negara, sedangkan di sektor privat kerugian yang timbul diakibatkan karena adanya cidera janji dalam suatu perikatan.Kerugian merupakan titik pertama dalam Segitiga Akuntansi Forensik. Landasannya yang dikutip dalam Tuanakotta (2010 : 22) adalah Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”.

Titik kedua dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah perbuatan melawan hukum.Tanpa perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk menganti kerugian.Titik ketiga adalah adanya keterkaitan antara kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum.

Hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian adalah ranah para ahli hukum dan praktisi hukum, sedangkan perhitungan besarnya kerugian adalah ranahnya para akuntan forensik.Akuntan forensik dapat membantu para ahli dan praktisi hukum dalam mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menentukan hubungan kausalitas. Selain menjelaskan hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum, Segitiga Akuntansi Forensik sama seperti diagram-diagram akuntansi forensik lainnya


(25)

merupakan model akuntansi forensik yang mengaitkan akuntansi, hukum, dan auditing (Tuanakotta, 2010 : 23).

2.1.1. Pengertian Akuntansi Forensik

Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke-10) dalam Tuanakotta (2010 : 3), mengartikan akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi pada masalah hukum.Menurut Tuanakotta (2010 : 4) defenisi akuntansi forensik adalah “penerapan disiplin akuntansi dalam arti arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun privat”.

Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting, yang dikutip dalam Tuanakotta (2007 : 7) menulis “Simply put, forensic accounting is legally accurate accounting. That is, accounting that is sustainable some adversarial legal proceeding, or within some judicial or administrative review.” (“Secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum.Atau, akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan administratif.”).Defenisi Crumbley menekankan bahwa akuntansi forensik tidak identik, bahkan tidak berurusan dengan akuntansi yang sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Ukurannya bukan GAAP, melainkan apa yang menurut hukum atau ketentuan perundang-undangan adalah akurat.


(26)

Menurut Hopwood, Leitner dan Young dalam bukunya yang berjudul Forensic Accounting mendefinisikan bahwa akuntansi forensik adalah “The application of investigative and analytical skill for the purpose of resolving financial issues in a manner that meets standards required by courts of law".Dengan pengertian bahwa akuntansi forensik adalah penerapan keterampilan investigasi dan analisis untuk tujuan memecahkan masalah keuangan dengan cara yang memenuhi standar yang dibutuhkan oleh pengadilan hukum.Dengan demikian, investigasi dan analisis yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang memiliki yurisdiksi yang kuat.

Masalah hukum dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan.Penyelesaian masalah hukum di dalam pengadilan dilakukan melalui litigasi (litigation) atau dengan berperkara di pengadilan, sedangkan penyelesaian di luar pengadilan dilakukan secara nir-litigasi (non-litigation) lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.Dari penjelasan tersebut, akuntansi forensik dapat didefenisikan sebagai penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan.

Tuanakotta (2010 :4) menambahkan bahwa akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun sektor privat (perorangan, perusahaan swasta, yayasan swasta, dan lain-lain). Dengan memasukkan para pihak berbeda, defnisi akuntansi forensik dapat diperluas.Dimana akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk


(27)

auditing, pada masalah hukum di dalam atau diluar pengadilan, di sektor publik maupun privat.

2.1.2 Mengapa perlu Akuntansi Forensik

Kasus korupsi hampir setiap hari menjadi headline di berbagai media di Indonesia, baik media elektronik maupun media cetak. Tingkat korupsi yang tinggi menjadi pendorong yang kuat untuk berkembangnya praktik akuntansi forensik di Indonesia.Disinilah peran akuntansi forensik diperlukan karena adanya potensi fraud yang dapat menghancurkan pemerintahan, bisnis, maupun pendidikan.

Pada pertemuan Asia Pasifik mengenai fraud tahun 2004 (Asia Pacific Fraud Convention) dalam Tuanakotta (2010 : 43), Deloitte Touche Tohmatsumelakukanpolling terhadap 125 delegasi. Polling tersebutmenunjukkan bahwa kebanyakan peserta (82%) menyatakan bahwamereka mengalami peningkatan dalam corporate fraud (fraud di perusahaan) dibandingkan dengan tahun sebelumnya; 36% diantaranya menyatakan peningkatan fraud yang teramat besar.Berdasarkan forecast BMI kuartal keempat 2006memuat SWOT Analysis mengenai lingkungan usaha diperoleh bahwa dalamkategori Weakness, BMI memasukkan sistem hukum di Indonesiayang tidak handal sedangkan dalam kategori Opportunitiesdisebutkan bahwa pembasmian korupsi akan meningkatkan minatpara investor untuk menanamkan uang mereka di Indonesia (Swarna, 2012).Fraud terjadi karenacorporate governance yang rendah,


(28)

lemahnyaenforcement, kelemahan dalam bidang penegakan hukum, standarakuntansi dan lain-lain konsisten dengan tingkat korupsi dankelemahan dalam penyelenggaraan negara (Gusnardi, 2012).

2.1.3 Akuntan Forensik

Kalau seorang akuntan dapat disebut sebagai akuntan yang berspesialisasi dalam auditing, maka akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi (super specialist) dalam bidang fraud. Ia menjadi fraud auditor atau fraud examiner (Tuanakotta, 2010 : 43). Menurut Crumbley & Stevenson (2009) dalam Gusnardi (2012), Fraud Auditor adalah seorang akuntan yang terampil dan professional dalam mengaudit umumnya akan terlibat dalam kegiatantentang penemuan, dokumentasi, dan pencegahan

fraud.ForensicAccountant adalahseorang akuntan forensik dapat terlibat

dalam fraud audit dan mungkinfraud auditor, tetapi dia juga dapat menggunakan jasa profesional lainnya, jasakonsultasi, dan ahli hukum dalam keterlibatan yang lebih luas. Selain keterampilanakuntansi, ia juga membutuhkan pengetahuan tentang sistem hukum danketerampilan komunikasi yang baik dalam melaksanakan kesaksian sebagai saksiahli di ruang sidang dan untuk membantu dalam keterlibatan dukungan litigasi lainbagi kliennya.

Menurut Bologna dan Lindquist, dua penulis perintis mengenai akuntansi forensik, bahwa para akuntan tradisional masih membedakan fraud auditing dan forensic accounting. Dimana menurut akuntan tradisional tersebut fraud


(29)

auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif untuk meneliti fraud, artinya audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraudyang akan dipakai di pengadilan.Berbeda dengan akuntan forensik yang baru dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan (suspicion) naik kepermukaan melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint) atau temuan (discovery).

Secara umum pekerjaan akuntan forensik meliputi kelompok fraud auditor, expert witness, dan konsultan litigasi (Dwi& Nafi, 2010). Berikut ini uraian masing-masing profesi tersebut.

a. Fraud Auditor

Perkembangan dunia usaha yang demikian kompleks dan bervariasi dewasa ini, membuat kemajuan di bidang ekonomi cenderung diiringi pula dengan munculnya kejahatan-kejahatan seperti praktek-praktek fraudulent dan misrepresentation, pengelapan pajak, pemakaian kartu kredit oleh orang-orang yang tidak berhak, money laundering, window dressing, dan berbagai bentuk korupsi serta penipuan konsumen.Hal tersebut menuntut para auditor khususnya, harus dapat memahami fraud.Pada dasarnya fraud merupakan serangkaian irregularities dan perbuatan-perbuatan melanggar hukum (illegal acts) yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu. Praktek ini mungkin dilakukan oleh orang-orang dari dalam ataupun dari luar organisasi, untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok dan


(30)

secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain. Fraud auditor berperan untuk mencegah dan mengoreksi kecurangan-kecurangan dalam dunia bisnis pada umumnya, seperti yang telah disebutkan diatas.

b. Expert Witness (Saksi Ahli)

Auditor forensik yang bertindak sebagai expert witness, pekerjaannya adalah mengumpulkan informasi, melakukan analisis, dan memberikan kesaksian di pengadilan jika diminta.Jadi dalam kelompok kerja, saksi ahli, auditor forensik tidak hanya berperan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan mengungkap kasus-kasus kriminal saja, tetapi juga berperan dalam penyelidikan dan persidangan kasus-kasus kriminal.Auditor forensik sebagai saksi ahli dapat dikontrak oleh pengacara atau penggugat, dan apabila pihak lawan meminta hasil analisanya, maka auditor forensik wajib menyajikannya.Auditor forensik harus bersikap jujur, terbuka, dan objektif.

c. Konsultan Litigasi

Sebagai seorang konsultan, peran akuntan forensik terbatas pada pemberian nasihat dan konsultasi kepada pengacara.Akuntan tidak dipandang sebagai saksi ahli di dalam pengadilan, tetapi lebih dipandang sebagai seorang litigator yang bekerja sebagai konsultan.Kertas kerja akuntan forensik sebagai konsultan litigator


(31)

tidak terbuka untuk umum.Akuntan forensik dapat menggunakan teori dan dasar analisis yang berbeda tanpa adanya rasa takut karena pengacara tersebut memilih dan menggunakan kertas kerja akuntan forensik untuk memenuhi kepentingannya.

Lindquist membagikan kuesioner kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes tentang kualitas apa yang harus dimiliki seorang akuntan forensik. Berikut penjelasan dari jawaban yang diperoleh.

1. Kreatif

Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi bisnis yang normal. 2. Rasa ingin tahu

Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.

3. Tak menyerah

Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.

4. Akal sehat

Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.


(32)

Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat. 6. Percaya diri

Kemampuan memercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan dibawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).

2.1.4. Lingkup Akuntansi Forensik

Menurut Hopwood dalam bukunya yang berjudul Forensic Accounting yang dikutip dalam Yantiana (2013), bahwa akuntansi forensik memiliki ruang lingkup yakni tentang akuntansi yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lain seperti ilmu hukum, ruang lingkup organisasi, dan sistem informasi serta auditing. Berikut ini penjelasan dari masing-masing ruang lingkup.

a. Hukum meliputi sistem dan yuridiksi serta sumber-sumber hukum, kalau penerapannya di Indonesia biasa dimulai dari hukum konstitusional (UUD) hingga hukum administratif. Disamping itu juga harus mengetahui teknik investigatif dan pengadilan.

b. Organisasi dan sistem informasi meliputi struktur organisasi yang berkaitan erat dengan sistem pengendalian intern terutama yang mencakup masalah transaksi keuangan, tentu akan berkaitan pula dengan sistem informasi (akuntansi dan manajemen).

c. Auditing meliputi fungsi auditor dalam akuntansi forensik selain itu juga banyak dijelaskan mengenai materialitas dan resiko dalam audit,


(33)

pernyataan audit dan kepentingannya serta detail-detail mengenaiprosedur-prosedur dalam auditing mulai dari pengumpulan bukti dan sampling hingga kompilasi pelaporan audit.

a. Praktik di Sektor Swasta

Dalam Tuanakotta (2010 : 84) dikatakan bahwa “lingkup akuntansi forensik sangat spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan investigasinya”. Dampak yang terjadi jika fraud terjadi disektor korporasi yaitu harga saham dari korporasi yang bersangkutan lebih rendah dari harga pasar. Hal tersebut akan mempengaruhi penilaian investor pada saat menentukan keputusan. Tidak jarang para investor mau membayar saham dengan harga premium jika perusahaan diindikasikan mau memperbaiki kelemahan corporategovernance-nya. Bologna dan Lindquist, dua penulis perintis mengenai akuntansi forensik, dalam Tuanakotta (2010 : 84) menekankan beberapa istilah dalam perbendaharaan akuntansi, yakni :

fraud auditing, forensic accounting,investigative support, dan valuation análisis. Litigaton support merupakan istilah yang paling luas dan mencakup keempat istilah lainnya. Yang dapat diartikan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi.Bologna dan Lindquist tidak menyentuh istilah valuation analysis.Analisis ini berhubungan dengan akuntansi atau unsur hitung-hitungan.Pihak-pihak yang bersengketa dalam urusan bisnis dapat meminta satu pihak membeli seluruh saham pihak lainnya atau mereka dapat menyepakati bahwa pembeli akhirnya adalah penawar yang mengajukan harga tertinggi.Dalam kasus tindak pidana korupsi, diperlukan perhitungan mengenai berapa kerugian negara ini.Inilah gambaran umum mengenai lingkup akuntansi forensik di sektor swasta atau bisnis.


(34)

Tuanakotta (2010 : 93) menyebutkan bahwa praktik akuntansi forensik di sektor publik (pemerintahan) serupa dengan apa yang digambarkan pada praktik akuntansi forensik di sektor swasta. Perbedaannya adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi diantara berbagai lembaga. Ada lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan negara, ada beberapa lembaga yang merupakan bagian dari pengawasan internal pemerintahan, ada lembaga-lembaga pengadilan, ada lembaga yang menunjang kegiatan memerangi kejahatan pada umumnya, dan korupsi khususnya seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan kantor-kantor Akuntan Publik (KAP), serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group dan bahkan kalangan pers. Beberapa yang termasuk pressure groups adalah ICW (Indonesian Corruption Watch), GEMPITA (Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara), KMPK (Komisi Masyarakat untuk Penyelidikan Korupsi), MTI (Masyarakat Transparasi Indonesia). Kalangan pers sangat berperan menjadi penghubung atau alat komunikasi antara publik dengan elemen-elemen lainnya.

2.1.5 Atribut, Kode Etik, dan Standar Akuntansi Forensik a. Atribut

Davia dalam Tuanakotta (2010 : 100) memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam melakukaninvestigasi terhadap fraud.


(35)

Kelima nasihat Davia tersebut memberi gambaran mengenai atributkhas dari seorang fraud auditor, investigator, forensic accountant, atau yang sejenisnya.

1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihansecara prematur Identifikasi lebih dulu, siapa pelaku atau yang berpotensi untuk menjadi pelaku.

2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelakumelakukan

kecurangan

Banyak kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran.

3. Seorang fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, dan jangan mudah ditebak dalam hal arah pemeriksaan,penyelidikan, atau investigasi

4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan

Pengendalian intern yang bagaimanapun baiknya, tidak dapat mencegah hal ini.

5. Dalam memilih strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif, auditor harusmempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan


(36)

b. Kode Etik

Kode etik merupakan bagian dari kehidupan berprofesi.Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stakeholder lainnya, dan dengan masyarakat luas.

c. Standar

Standar adalah ukuran mutu.Dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan adanya suatu standar, karena dengan adanya suatu standar maka pihak yang diaudit, pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur kinerja auditor.Begitupun dengan para investigator dan forensic accountant.

Spencer dan Jennifer Pickett dalam Tuanakotta (2010 : 116) merumuskan beberapa standar untuk mereka yang melakukan investigasi terhadap fraud. Berikut ini adalah penjelasan standar-standar tersebut dengan konteks Indonesia.

a. Standar 1

Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yangdiakui (accepted best practices). Dalam hal ini tersiratdua hal yaitu adanya upaya membandingkan antara praktek-praktek yang ada dengan merujuk kepada yangterbaik pada saat itu (benchmarking) dan upayabenchmarking dilakukan terus menerus mencari solusiterbaik.


(37)

b. Standar 2

Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.

c. Standar 3

Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaanaman, terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia.Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan dikemudian hari untuk memastikan bahwainvestigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi inijuga membantu perusahan dalam upaya perbaikan cara-carainvestigasi sehingga accepted best practices yangdijelaskan di atas dapat dilaksanakan.

d. Standar 4

Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya sehingga bukti yang sudah dikumpulkan dengan waktu dan biaya yang banyak menjadi sia-sia.

e. Standar 5

Beban pembuktian ada pada yang “menduga”pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntutumum yang mendakwa pegawai tersebut baik dalamkasus hukum administratif maupun hukum pidana.


(38)

f. Standar 6

Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruhtarget yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.

g. Standar 7

Liput seluruh tahapan kunci dalan proses investigasi,termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barangbukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia,ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi danpenyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajibanhukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

2.2Audit Investigatif

2.2.1 Pengertian Audit Investigatif

Menurut Soepardi (2010) audit investigatif adalah serangkaian proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait dengan kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, untuk memperoleh simpulan yang mendukung tindakan litigasi atau tindakan korektif manajemen.

Bologna dan Shaw yang dikutip oleh Widjaja dalam bukunya yang berjudul Audit Kecurangan (Suatu Pengantar) (2005:36) mengatakan: “Forensic accounting, sometimes called fraud auditing or investigative accounting, is a skill that goes beyond the realm of corporate and


(39)

management fraud, embezzlement or commercialbribery. Indeed, forensic accounting skill go beyond the general realm of collar crime.”.Dengan pengertian bahwa akuntansi forensik kadang-kadang disebut audit penipuan, adalah keterampilan yang melampaui alam penggelapan dan penipuan manajemen perusahaan, atau penyuapan komersial. Memang, keterampilan akuntansi forensik melampaui wilayah umum kejahatan berkerah.

Association of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip oleh Widjaja (2005 :36), mendefenisikan audit investigasi sebagai berikut : “fraud auditing is an initial approach (proactive) todetecting financial fraud, using accounting records and information,analytical relationship, and an awareness of fraud perpetration andconcealment efforts”.Dengan terjemahan bahwa audit kecurangan merupakan suatu pendekatan awal (proaktif) untuk mendeteksi penipuan keuangan, dengan menggunakan catatan akuntansi dan informasi, hubungan analitis,dan kesadaran perbuatan penipuan dan upaya penyembunyian.

Dari beberapa definisi audit investigatif di atas, dapat disimpulkan bahwa audit investigatif merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan memeriksa kecurangan terutama laporan keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi menggunakan keahlian tertentu dari seorang audit (teknik audit).


(40)

2.2.2 Jenis Audit Investigatif

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia Edisi No.20/Tahun IV/Maret/2008 dalam Fitriyani (2012) mengemukakan bahwa ada dua jenis audit investigatif.

1. Audit Investigatif Proaktif

Dilakukan pada entitas yang mempunyai resiko penyimpangan tetapi entitas tersebut dalam proses awal auditnya belum atau tidak didahului oleh informasi tentang adanya indikasi penyimpangan, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan atau perekonomian negara.

2. Audit Investigatif Reaktif

Audit investigatif reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan/sangkaan awal tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan atau perekonomian negara.

2.2.3 Tujuan Audit Investigatif

Berikut ini adalah tujuan investigatif yang diambil dari Spencer and Jennifer Picket, Financial Crime Investigation and Control dalam Tuanakotta (2010 : 316).

1. Memberhentikan manajemen. Tujuan utamanya adalah sebagai teguran keras bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung-jawabkan


(41)

kewajiban fidusianya. Kewajiban fidusia ini termasuk mengawasi dan mencegah terjadinya kecurangan oleh karyawan.

2. Memeriksa, mengumpulkan, dan menilai cukup dan relevannya bukti. Tujuannya akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan.

3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah.

4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi. 5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari

kerugian yang terjadi.

6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut; harapannya adalah bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu.

7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya. 8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan.

9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan. 10.Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan.

11.Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai dengan buku pedoman.

12.Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya.

13.Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut yang tepat dapat diambil.


(42)

14.Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin. 15.Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan

membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil. 16.Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik

lisan maupun tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk menanggapinya secara tepat.

17.Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. 18.Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga

19.Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan mengenai due diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi).

20.Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik.

21.Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya. 22.Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan

yang tidak terpuji.

23.Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab. 24.Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau

lembaga ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik.


(43)

25.Mengidentifikasi saksi yang meihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atau dakwaan terhadap si pelaku.

26.Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya kecurangan ini dengan tepat.

2.2.4 Prinsip-Prinsip Audit Investigatif

Menurut Tuanakotta (2010:351) yang dikutip dalam Fitriyani (2012) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip audit investigatif adalah:

1. investigasi adalah tindakan mencari kebenaran,

2. kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan,

3. semakin kecil selang antara waktu terjadinya tindak kejahatan dengan waktu untuk ”merespon” maka kemungkinan bahwa suatu tindak kejahatan dapat terungkap akan semakin benar,

4. auditor mengumpulkan fakta-fakta sehingga bukti-bukti yang diperolehnya tersebut dapat memberikan kesimpulan sendiri/bercerita,

5. bukti fisik merupakan bukti nyata yang sampai kapanpun akan selalu mengungkap hal yang sama,

6. informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan saksi akan sangat dipengaruhi oleh kelemahan manusia,


(44)

7. jika auditor mengajukan pertanyaan yang cukup kepada sejumlah orang yang cukup, maka akhirnya akan mendapatkan jawaban yang benar,

8. informasi merupakan nafas dan darahnya investigasi.

2.2.5 Teknik Audit Investigatif

Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Ada tujuh teknik audit yang dikenal dalam audit atas laporan keuangan.

1. Memeriksa Fisik

Memeriksa fisik dapat diartikan sebagai perhitungan uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, persediaan barang, aset tetap, dan barang berwujud lainnya.

2. Meminta Konfirmasi

Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (selain auditee) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Meminta konfirmasi dapat diterapkan untuk berbagai informasi, baik keuangan maupun nonkeuangan. Dalam audit investigatif harus diperhatikan apakah pihak ketiga yang dimintai konfirmasi punya kepentingan dalam audit investigatif. Jika ada, konfirmasi harus diperkuat dengan konfirmasi kepada pihak ketiga lainnya


(45)

3. Memeriksa Dokumen

Dalam audit investigatif selalu dilakukan pemeriksaan dokumen. Dengan adanya kemajuan teknologi defenisi dokumen menjadi lebih luas yang meliputi informasi yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara digital. 4. Review Analitikal

Review analitikal menekankan pada penalaran, proses berpikirnya. Penalaran yang dimaksud adalah penalaran yang membawa seorang auditor atau investigator pada gambaran mengenai wajar, layak, atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran global atau menyeluruh.Review analitikal didasarkan atas perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi.

5. Meminta Informasi Lisan atau Tertulis dari Auditee

Permintaan informasi merupakan prosedur yang normal dan sangat penting dalam suatu audit investigatif. Permintaan informasi dalam audit investigatif harus disertai dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan cara lain.

6. Menghitung Kembali

Menghitung kembali atau reperform adalah pengecekan kebenaran perhitungan. Dalam audit investigatif, perhitungan yang dihadapi sangat kompleks, didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, dan mungkin sudah terjadi perubahan ataupun renegosiasi berkali-kali dengan pejabat yang berbeda.


(46)

7. Mengamati

Mengamati tidak jauh berbeda dengan memeriksa fisik.Investigator juga menggunakan inderanya untuk mengetahui atau memahami sesuatu.

Untuk mendapatkan hasil investigasi yang maksimal, seorang fraud auditor juga harus menguasai beberapa teknik investigasi seperti yang dikutip dalam Martin (2012), antara lain:

1. teknik penyamaran atau teknik penyadapan;

2. teknik wawancara, apabila akan menghadapi sang auditee, orang-orang yang diduga memiliki info yang dibutuhkan atau bahkan sang bosnya si auditee;

3. teknik merayu untuk mendapatkan informasi, apakah dengan memakai kesanggupan sendiri atau dengan bantuan orang lain;

4. mengerti bahasa tubuh, dalam membaca posisi si auditee, bohong atau jujur;

5. dapat dilakukan dengan bantuan software, seperti CAAT (computer assisted audit tools).

2.2.6 Aksioma Audit Investigasi

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang dikutip dalam Tuanakotta (2010 : 322) terdapat tiga aksioma dalam melakukan audit investigasi.

1. Kecurangan selalu tersembunyi (Fraud is Hidden)

Dalam hal ini pelaku fraud berusaha untuk menyembunyikan seluruh aspek yang mungkin mengarahkan investigator untuk menemukan adanya


(47)

fraud. Pelaku fraud (kecurangan) tersebut menyembunyikan kecuragannya dengan cara yang beragam dan sangat rapi sehingga investigator yang berpengalaman pun dapat terkecoh.

2. Melakukan pembuktian timbal balik (Reverse Proof)

Penjelasan ACFE yang dikutip dalam Tuanakotta (2010 : 323) mengenai aksioma fraud yang kedua ini adalah : “Pemeriksaan fraud didekati dari dua arah. Untuk membuktikan fraud memang terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk membuktikan bahwa fraud tidak terjadi.Sebaliknya, dalam upaya membuktikan fraud tidak terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk membuktikan bahwa fraud memang terjadi.Maksudnya adalah jika investigator berupaya untuk membuktikan adanya fraud, maka investigator juga harus mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang membuktikan bahwa fraud tidak dilakukan. Demikian juga sebaliknya, jika investigator hendak membuktikan bahwa seseorang tidak melakukan tindak kecurangan, maka investigator juga harus mempertimbangkan bukti-bukti bahwa tindak kecurangan telah dilakukan.

3. Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud)

Dalam aksioma fraud ini ada atau tidaknya fraud yang terjadi hanya dapat ditetapkan oleh pengadilan. Investigator dalam upaya menyelidiki adanya

fraud hanya membuat dugaan mengenai apakah seorang bersalah atau


(48)

2.2.7 Metodologi Audit Investigatif

Menurut metodologi internal audit, seorang fraud auditor dapat melakukan pengujian atau pemeriksaan beberapa hal yang berkaitan dengan subjek auditnya atau prosedur kerja dan organisasi di mana kecurangan diduga terjadi dan orang yang bersangkutan.Secara garis besar audit investigatif mirip dengan istilah Fraud Examination. Sebagaimana yang di maksud dalam Fraud Examination Manual yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). Metodologi ini digunakan oleh Association of Certified Fraud Examiners yang menjadi rujukan internasional dalam melaksanakan Fraud Examination.Metodologi tersebut menekankan kepada kapan dan bagaimana melaksanakan suatu pemeriksaan investigatif atas kasus yang memiliki indikasi tindak kecurangan dan berimplikasi kepada aspek hukum, serta bagaimana tindak lanjutnya.

Pemeriksaan investigatif yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak kecurangan terdiri atas banyak langkah. Karena pelaksanaan pemeriksaan investigatif atas kecurangan berhubungan dengan hak-hak individual pihak-pihak lainnya, maka pemeriksaan investigatif harus dilakukan setelah diperoleh alasan yang sangat memadai dan kuat, yang diistilahkan sebagai prediksi.

Prediksi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau menunjukkan adanya keyakinan kuat yang didasari oleh profesionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang telah dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang kecurangan, bahwa fraud telah terjadi, sedang terjadi,


(49)

atau akan terjadi. Tanpa prediksi, pemeriksaan investigatif tidak boleh dilakukan. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan yang menyangka bahwa jika suatu institusi audit menemukan satuindikasi penyimpangan dalam pelaksanaan financial audit-nya, maka institusi tersebut dapat melakukan pemeriksaan investigatif.

Pemeriksaan investigatif belum tentu langsung dilaksanakan karena indikasi yang ditemukan umumnya masih sangat prematur sehingga memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh bukti yang cukup kuat untuk dilakukan pemeriksaan investigatif.Berikut ini adalah penjelasan garis besar proses pemeriksaan investigatifsecara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir.

a. Penelaahan Informasi Awal

Pada proses ini pemeriksa melakukan: pengumpulan informasi tambahan, penyusunan fakta dan proses kejadian, penetapan dan penghitungan tentative kerugian keuangan, penetapan tentatif penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal.

b. Perencanaan Pemeriksaan Investigasi

Pada tahapan perencanaan dilakukan: pengujian hipotesa awal, identifikasi bukti-bukti, menentukan tempat atau sumber bukti, analisa hubungan bukti dengan pihak terkait, dan penyusunan program pemeriksaan investigasi.


(50)

c. Pelaksanaan

Pada tahapan pelaksanaan dilakukan: pengumpulan bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisa dan pengujian dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa, dan review kertas kerja.

d. Pelaporan

Fase terakhir, dengan isi laporan hasil pemeriksaan investigasikurang lebih memuat: unsur-unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat penyimpangan atau tindakan melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan atau tindakan melawan hukum yang terjadi, dan bentuk kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan atau tindakan melawan hukum.

Khusus untuk lembaga BPK di Indonesia, proses penyusunan laporan ini terdiri dari beberapa kegiatan sampai disetujui oleh BPK untuk disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau kepada Kejaksaan Agung, yang fasenya adalah penyusunan konsep awal laporan, presentasi hasil pemeriksaan investigatif di BPK, melengkapibukti-bukti terakhir, finalisasi laporan, dan penggandaan laporan.

e. Tindak Lanjut

Pada tahapan tindak lanjut ini, proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil audit investigasi kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pada tahap


(51)

penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim audit investigasidapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan.

2.3 Fraud

Perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks membuat kemajuan di bidang ekonomi cenderung diikuti dengan munculnya berbagai kecurangan-kecurangan.Hal tersebut menuntut para akuntan untuk dapat memahami fraud dengan baik dan benar.Pada dasarnya fraud merupakan serangkaian ketidakberesan (irregularities) dan perbuatan-perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu. Hal tersebut mungkin dilakukan oleh orang-orang dari dalam maupun dari luar organisasi, untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun kelompok dan secara langsung maupun tidak langsung yang merugikam pihak lain (Dwi dan Nafi : 2010).

Selanjutnya, dalam Fitriyani (2012) dijelaskan bahwa pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan (errors) dan ketidakberesan

(irregularities).Errors merupakan kesalahan yang timbul sebagai akibat

tindakan yang tidak disengaja yang dilakukan manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan, pemindah bukuan, dan lain-lain.Tipe kedua yaitu irregularities merupakan kesalahan yang sengaja dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang


(52)

mengakibatkan kesalahan material terhadap penyajian laporan keuangan, misalnya kecurangan (fraud).

2.3.1 Pengertian Fraud

Bologna, Lindquist dan Wells dalam Amrizal (2004) mendefinisikan “Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver( 1993 : 3 )”.Dengan terjemahan bahwa kecurangan adalahpenipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangankepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan seriusyang dilakukan dengan maksud jahat dan dari tindakan jahat tersebut iamemperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara finansial.

Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) mendefinisikanfraud sebagai tindakan mengambil keuntungan secara sengaja dengan cara menyalahgunakan suatu pekerjaan/jabatan atau mencuri asset/sumberdaya dalam organisasi.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud (Tuanakotta, 2010 : 194).

a. Pasal 362 tentang Pencurian, kecurangan artinya mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.

b. Pasal 368 tentang Pemerasan dan Pengancaman, kecurangan artinya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa sesorang dengan kekerasan atau ancaman


(53)

kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, aau supaya membuat hutang maupun menghapus piutang.

c. Pasal 372 tentang Penggelapan, kecurangan artinya dengan sengaja melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.

d. Pasal 378 tentang Perbuatan Curang, kecurangan artinya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.

e. Pasal 396 tentang Merugikan Pemberi Piutang dalam Keadaan Pailit.

f. Pasal 406 tentang Menghancurkan dan Merusak Barang, kecurangan artinya dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.

g. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 secara khusus diatur dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 tahun 1999).

Di samping KUHP yang disebutkan diatas, terdapat ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur perbuatan melawan hukum yang termasuk


(54)

dalam kategori fraud, yaitu undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, berbagai undang-undang perpajakan yang mengatur tindak pidana perpajakan, undang-undang pencucian uang, undang-undang perlindungan konsumen, dan lain-lain (Tuanakotta, 2010 : 1995).

2.3.2 Penyebab Terjadinya Fraud

Ada tiga hal yang mendorong seseorang melakukan fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi).Faktor- faktor ini lebih dikenal sebagai fraud triangle atau segitigafraud. Berikut ini adalah Segitiga Fraud sebagaimana yang digambarkan dalam Tuanakotta (2010 : 207).

Opportunity

Pressure Rationalization

Gambar 2.3 SegitigaFraud (sumber : Tuanakotta, 2010:207)

Pressure adalah tekanan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud.Tekanan tersebut dapat berupa tekanan finansial maupun tekanan yang tidak berhubungan dengan finansial. Tekanan finansial misalnya untuk memenuhi kebutuhan yang segera seperti tagihan atau hutang

FRAUD TRIANGEL


(55)

yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan obat terlarang, dan lain-lain. Tekanan yang tidak berhubungan dengan finansial misalnya tantangan untuk menaklukkan sistem, ketidakpuasan kerja, dan ketidakstabilan emosional.

Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi.Biasanya peluang tersebut disebabkan karena internal kontrol suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan penyalahgunaan wewenang. Diantara tiga faktor dalam fraud triangle, opportunitymerupakan faktor yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud.

Rasionalization merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud,

dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, seperti :

1. bahwasanya tindakan tersebut dilakukan untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya,

2. masa kerja yang cukup lama menjadikan pelaku fraud merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang telah didapatkannya sekarang (posisi, gaji, promosi, dan lan-lain),

3. perusahaan telah mendapat keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.


(56)

2.3.3 Klasifikasi Fraud

Association of Certified Fraud Examination (ACFE) mengelompokkan fraud

kedalam tiga kelompok(Hidayat, 2008).

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

Kecurangan laporan keuangan dapat didefenisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemendalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan terhadap laporan keuangan dapat dideteksi melalui analisis laporan sebagai berikut:

a. analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisi hubungan antara item-item dalam laporan laba-rugi, neraca, laporan aruskas dengan menggambarkannya dalam persentase;

b. analisis rasio, yaitu alat dalam mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Contohnya current ratio, adanya tindak pidana penggelapan uang atau pencucian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut; c. analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis

persentase-persentase perubahan item-item laporan keuangan selama beberapa periode laporan.


(57)

2. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)

Penyalahgunaan aset digolongkan kedalam ‘kecurangan kas’ dan ‘kecurangan atas persediaan dan aset lainnya’.Banyak teknik yang dapat dilakukan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset.Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi akan menunjukkan gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu metode tersebut juga menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan mengingatkan auditor akan adanya potensi terjadinyakecurangan dimasa mendatang.

Berikut ini penjelasan dari beberapa teknik tersebut.

a. Analytical review, merupakan suatu review atas berbagai akun yang

mungkin menunjukkan ketidakbiasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan dengan penjualan bersih yang dapatmengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bila dibandingkan dengan tingkat penjualannya.

b. Statical Sampling, seperti persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan. Metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu atributnya, misalnya pemasok fiktif.


(58)

c. Vendor atau outsider complaints, merupakan keluhan dan komplain dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

d. Site-visit Observation, yaitu observasi ke lokasi biasanya dapat

mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi akuntansi dilaksanakan terkadang akan memberikan peringatan kepada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai potensi bermasalah.

3. Korupsi(Corruption)

Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan.Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya.Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red Flag) si penerima maupun si pemberi.Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan Tipikor di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).


(59)

Menurut Tunggal dalam Hidayat (2008) fraud terbagi dalam beberapa jenis.

a. Kecurangan Korporasi (Corporate Fraud)

Kecurangan korporasi atau kejahatan ekonomi (economic crime) biasanya dilakukan oleh pejabat, eksekutif, atau manajemen pusat laba dan perusahaan publik untuk memuaskan kebutuhan ekonomis jangka pendek mereka.

b. Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraudulent Financial Reporting) Contoh kecurangan ini adalah 1)memanipulasi, memalsukan, atau mengubah catatan atau dokumen; 2)menyembunyikan atau menghilangkan pengaruh transaksi yang lengkap dari dokumen; 3)mencatat transaksi tanpa substansi; 4)salahmenerapkan kebijakan akuntansi; 5)gagal mengungkapkaninformasi yang signifikan.

c. Manajemen (Management Fraud/White Collar-Crime)

Tujuan white collar-crime adalah untuk mencuri jumlah uangyang besar daripada jumlah uang yang kecil, dan modusoperasinya adalah dengan menggunakan teknologi dankomunikasi massa daripada tindakan brutal dan alat-alatkasar.

d. Kegagalan Audit (Audit Failure)

Kegagalan audit mengakibatkan kantor akuntan publikberhadapan dengan litigasi yang mahal dan kehilanganreputasi. Kegagalan audit disebabkan : 1) kesalahaninterpretasi auditor terhadap prinsip akuntansi yang berlakuumum (GAAP), 2) kesalahan interpretasi


(60)

terhadap standarauditing yang berlaku umum (GAAS) atau implementasiGAAS, 3) kesalahan karena adanya kecurangan.

e. Kecurangan Karyawan (Employee Fraud)

Kecurangan karyawan biasanya melibatkan perpindahanaktiva dari pemberian kerja.Kadang-kadang merupakansuatu tindakan langsung dari pencurian atau manipulasi.

2.3.4 Tanda-Tanda Terjadinya Fraud

Fraud dapat ditangani sedini mungkin apabila manajemen atau auditor

internal jeli dalam melihat tanda-tanda fraud tersebut.Tunggal (2001:61) yang dikutip dalam Fitriyani (2012) menyatakan bahwa ada beberapa tanda-tanda fraud, yaitu:

1. terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun tahun sebelumnya,

2. tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas, 3. tidak ada rotasi pekerjaan karyawan,

4. pengendalian operasi yang tidak baik,

5. situasi karyawan yang sedangdalam tekanan.

2.3.5 Unsur-Unsur Fraud

Suatu tindakan dapat dikatakan sebagai fraud jika tindakan tersebut memenuhi beberapa unsur yang menandakan bahwa tindakan tersebut merupakan fraud.Jika tidak terdapat unsur fraud didalamnya maka tindakan


(61)

tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai fraud. Beberapa unsur fraud tersebut dalam Hidayat (2012) adalah :

1. harus terdapat penyajian yang keliru (misrepresentation), 2. dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present), 3. faktanya material (material fact),

4. dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or

recklessly),

5. dengan maksud (intent) untuk menyebabkan pihak lain bereaksi,

6. pihak yang terlukai harus bereaksi (acted) terhadap kekeliruan penyajian (misreprentation),

7. mengakibatkan kerugian (detriment).

Fraud disini juga termasuk manipulasi, penyalahgunaan jabatan,

penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan.

2.3.6 Pencegahan Fraud

Menurut Tuanakotta (2010) ada ungkapan yang secara mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud, yaitu fraud by need, by greed, and by opportunity.Makna dari ungkapan tersebut adalah jika kita ingin mencegah fraud, hilangkanlah atau tekan sekecil mungkin penyebabnya.


(62)

Dalam upaya mencegah fraud, dapat dimulai dengan mengaktifkan pengendalian intern.Pengendalian intern yang aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian intern yang paling banyak diterapkan.Tuanakotta (2010) menjelaskan bahwa pengendalian intern ini seperti pagar-pagar yang menghalangi pencuri masuk kehalaman rumah orang.Seperti pagar, bagaimanapun kokohnya tetap dapat ditembus oleh pelaku fraud yang cerdik dan mempunyai nyali untuk melakukannya.

Pencegahan fraud melalui pengendalian internal tidak lepas dari peran internal auditor.Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan kecuarangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau meminimalisasi sebab-sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terjadinya suatu kecuranganakan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut.

Menurut Miqdad (2008 : 52) dalam Swarna (2012) seorang internl auditor dapat melakukanbeberapa hal untuk mencegah terjadinya fraud antara lain:

1. membangun struktur pengendalian internal yang baik;

2. mengefektifkan aktivitas pengendalian, dengan cara: review kinerja, pengolahan informasi, pengendalian fisik, dan pemisahan tugas;

3. meningkatkan kultur organisasi melalui implementasi prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance (GCG);

4. mengefektifkan fungsi internal audit.

Pencegahan fraud pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan dalam hal penetapan kebijakan, sistem, dan prosedur yang membantu bahwa


(63)

tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain dalam perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan organisasi. (COSO; 1992).Tujuan utama pencegahan

fraud adalah untuk menghilangkan sebab-sebab munculnya fraud. Menurut

(Amrizal, 2004) dalam Gusnardi (2012) fraud sering terjadi apabila:

1. pengendalian internaltidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar atau tidak efektif;

2. pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka;

3. pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan;

4. model manajemen melakukan fraud, tidak efisien dan atau tidak efektif serta tidak taat pada hukum dan peraturan yang berlaku;

5. pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang harus dipecahkan, masalah keuangan, masalah kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan;

6. industri di mana perusahaan menjadi bagiannya memilikisejarah atau tradisi terjadinya fraud.

Hartini (2010) yang dikutip dalam Swarna (2012) memberikan beberapa saran dalam mencegah terjadinya fraud agar fraud tersebut dapat dihindari.Berikut inibeberapa saran tersebut.


(64)

2. Lakukan seleksi pegawai secara ketat, gunakan jasa psikolog dalam penerimaan pegawai.

3. Tingkatkan keandalan internal audit departemen antara lain dengan : a. memberikan balas jasa yang menarik,

b. memberikan perhatian yang cukup besar terhadap laporan mereka, c. mengharuskaninternal auditor melaksanakan continuing

professional education (melanjutkan pendidikan profesional). 4. Berikan imbalan yang memadai untuk seluruh pegawai, timbulkan

sense of belonging (rasa kepemilikan) diantara pegawai.

5. Lakukan rotation of duties (rotasi tugas) dan wajibkan para pegawai untuk menggunakan hak cuti mereka.

6. Lakukan pembinaan rohani.

7. Berikan sanksi yang tegas kepada mereka yang melakukan kecurangan dan berikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi.

8. Tumbuhkan iklim keterbukaan di dalam perusahaan.

9. Manajemen harus memberikan contoh dengan bertindak jujur, adil dan bersih.

10.Buat kebijakan tentang fair dealing (kejujuran). 11.Buat program whistle blowing (pengakuan saksi).


(65)

2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Gusnardi

(2012)

Peran Forensic Accounting dalam Pencegahan Fraud

Tindakan fraud terus mengalami peningkatan dalam hal nilai dan jumlah kejadian. Dalam organisasi atau industri, fraud muncul akibat kurang atau lemahnya audit yang dilakukan oleh internal audit, pengendalian internal ataupun komite audit. Untuk meminimalkannya maka Akuntansi Forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi preventif, detektif, dan persuasive melalui penerapan prosedur audit forensik dan audit investigatif untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan dalam proses pengambilan putusan di pengadilan.

2. Dwi Sudaryati,

Auditing Forensik dan Value for

Para akuntan pemerintah dapat mengaplikasikan konsep auditing


(1)

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengambil empat kesimpulan.

1. Akuntansi forensik untuk mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan diterapkan dengan caramengefektifkan peran para akuntan forensik, dengan terlebih dahulu mencetak para akuntan yang handal, menetapkan standar profesional untuk akuntan forensik, selalu mengembangkan profesi akuntan forensik di Indonesia, dan memaksimalkan kerjasama antara akuntan forensik dan penegak hukum.

2. Audit investigatif dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan diterapkan dengan cara auditor harus berfikir seperti pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan pelaksanaan prosedur yang ditetapkan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hingga tindak lanjut pemeriksaan, yang


(2)

dilakukan untuk menemukan adanya kerugian dan selanjutnya melakukan penyidikan jika terbukti adanya kerugian negara.

3. Penerapan audit investigatif dalam mendeteksi fraud di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dilakukan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Bidang Investigasi. Hasil audit dalam rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas perkara tersebut menunjukkan adanya penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 5.277.714.368,00.

4. Terkait Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Kegiatan Penagihan Rekening Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2012 yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, para ahli memiliki pendapat yang sama bahwa tidak ada kerugian keuangan negara karena uang tersebut berasal dari koperasi yang bukan milik negara. Akan tetapi, yang ada hanya penambahan piutang sebagaimana dijelaskan dalam laporan keuangan koperasi. Bila piutang tersebut tidak dapat ditagih, maka dapat diperlakukan sebagai kerugian koperasi bukan kerugian keuangan negara.


(3)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan empat saran.

1. Bagi pemerintah, disarankan agar dapat memaksimalkan peran akuntansi forensik dan audit investigatif di lingkungan pemerintahan melalui kerjasama antara akuntan forensik dan penegak hukum. Karena dalam menemukan dan menyelesaikan kasus fraud terutama korupsi di lingkungan pemerintahan, keduanya tidak dapat berjalan sendiri-sendiri.

2. Bagi akuntan forensik, disarankan agar selalu memperbaharui pengetahuan dan memperkaya kemampuannya tidak hanya dibidang akuntansi dan audit tetapi juga dibidang lainnya.

3. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan agar melanjutkan penelitian peran akuntansi forensik dan audit investigatif dalam mendeteksi fraud tidak hanya pada kasus korupsi tetapi juga kemungkinan fraud dalam kasus penyalahgunaan aset maupun kecurangan dalam laporan keuangan.


(4)

4. Bagi PDAM Tirtanadi sebagai BUMD, disarankan agar memperbaiki manajemen perusahaannya sehingga dapat memberi dampak positif terhadap masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

ACCH, 2013.Penanganan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Instansi. http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsi berdasarkan-instansi (30 Nov. 2013).

Amrizal, 2004, “Pencegahan dan Pendeteksian kecurangan oleh internal auditor”.BPKP (31 Januari 2012).

BPKP, 2014.“Laporan Hasil Audit dalam Rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Kegiatan Penagihan Rekening Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2012”.

Fitriyani, Rika, 2012. “Pengaruh Kemampuan Auditor Investigatif terhadap Efektivitas Pelaksanaan Prosedur Audit Dalam Pembuktian Kecurangan”. Universitas Pasundan, Bandung, Skripsi.

Gusnardi, 2012.“Peran Forensic Accounting dalam Pencegahan Fraud”, Pekbis Jurnal, Volume 4 Nomor 1.

Hidayat, Rahmi, 2012. “Peranan Akuntan Forensik, Pentingnya Pengacara dan Pendapat Hakim dalam Peradilan Untuk Menginvestigasi dan Mengungkapkan Kasus Korupsi di Indonesia”. Universitas Sumatera Utara, Medan, Skripsi.

Hopwood, Leiner ,et al. 2009. Forensic Accounting, International Edition, Mc Graw Hill, International edition. United States.

Idrus, Muhammad, 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Jumansyah, Dewi, dkk. “Akuntansi Forensik dan Prospeknya terhadap Penyelesaian Masalah-Masalah Hukum di Indonesia”.


(5)

Martin, Stephen. 2012. Teknik Audit Investigasi

Purjono.Peran Audit Forensik dalam Pemberantasan Korupsi di Lingkungan Pemerintah.www.bppk.depkeu.go.id.

Ray, 2013.Sekilas Tentang Audit Investigatif

Regar, Moenaf Hamid, 2014. “Kasus Kerugian Keuangan Negara dalam Penagihan Piutang Air Minum PDAM Tirtanadi”.

Siregar, Hasan Sakti, 2014. “Kasus Kerugian Negara Dalam Penagihan Rekening Air PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara”.

Soepardi, Eddy Mulyadi, 2010. “Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Jasa Konsultasi Instansi Pemerintah”. Sudaryati, Dwi dan Nafi’ Inayati Zahro, 2010. “Auditing Forensik dan Value For

Money Audit”.

Swarna, Dian Dara, 2012. “Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Digital”. Universitas Sumatera Utara, Medan, Skripsi.

Triono, Sugeng. 2013. KPK Selamatkan Uang Negara Rp 1,196 Triliun pada

2013.

http://news.liputan6.com/read/788134/kpk-selamatkan-uang-negara-rp-1196-triliun-pada-2013 (30Des. 2013).

Tuannakotta, M.Theodorus, 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi I, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

_______, 2010.Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi Revisi II, Salemba Empat, Jakarta.

Widjaja, Amin, 2005. Audit Kecurangan (Suatu Pengantar), HARVARINDO, Jakarta.


(6)

Yantiana, Nella, 2013. Akuntansi Forensik dan Ruang Lingkupnya

Kajian Teori, Kerangka Knseptual dan Hipotesis.