NAMA: RISKA PRISILA NIM : 100707008

SKRIPSI SARJANA OL NAMA: RISKA PRISILA NIM : 100707008 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014

DESKRIPSI PERTUNJUKAN TARI MUNALO DAN MUSIK IRINGAN PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT GAYO di MEDAN SUNGGAL SKRIPSI SARJANA

NAMA: RISKA PRISILA NIM : 100707008

Disetujui oleh Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Fadlin, M.A Arifninetrirosa, SST.M.A NIP. 196102201989031003

NIP. 196502191994032002 Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,

untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd

3. Drs. Fadlin, M.A

4. Arifninetrirosa, SST. M.A

5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A

DISETUJUI OLEH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D

NIP 196512211991031001

ABSTRAK

Munalo dalam bahasa Gayo adalah penyambutan. Tari Munalo adalah suatu tarian yang disajikan dalam penyambutan upacara perkawinan (mungerje) dan penyambutan tamu-tamu penting. Dalam pembahasan ini penulis lebih memfokuskan kepada proses berlangsungnya pertunjukan Munalo yang disajikan.

Pada Tari Munalo gerakan yang dilakukan terdapat ragam gerak dan juga mempunyai arti tersendiri. Tari Munalo ditarikan minimal oleh 2 orang penari perempuan dan 1 orang penari laki-laki yang di sebut juga dengan penari Guel. Tari Munalo pada saat sekarang sudah menjadi tari yang dikreasikan sesuai dengan perkembangan jaman.

Gerakan yang terdapat di dalam Tari Munalo tidak terlepas dengan musik sebagai pengiring tarian tersebut. Iringan musik pada Tari Munalo sangat berperan penting terhadap penari sebagai pengatur tempo gerakan di dalam tarian dan memperindah tarian. Bukan hanya penting bagi penari tetapi juga untuk menambah kemeriahan pada acara penyambutan. Adapun alat musik yang digunakan sebagai pengiring Tari Munalo yaitu gegedem, canang dan gong.

Penelitian ini menggunakan pendekatan secara kualitatif untuk mendapatkan data yang akurat tentang kesenian Tari Munalo yang ditampilkan dengan tahap pengerjaan lapangan, pendeskripsian data, dan penulisan laporan. Pengumpulam data terkait dengan metode wawancara, studi kepustakaan, obeservasi dan dokumentasi.

Kata kunci : Munalo, tari, deskripsi gerak dan musik iringan.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kemampuan serta rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikann skirpsi ini yang berjudul DESKRIPSI PERTUNJUKAN

TARI MUNALO DAN MUSIK IRINGAN PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT GAYO di MEDAN SUNGGAL.

Tugas Akhir ini dikerjakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) dari Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menyadari bahwa Tugas Akhir yang diselesaikan ini merupakan salah satu tahap untuk dapat belajar lagi karena belajar bukanlah hal yang memiliki batas.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada kedua orang tua saya yaitu Ibunda saya Hj. Nurainun dan ayahanda saya H. Amris Chalid serta kepada abang saya Anzalik S.T, kakak-kakak saya Mula Sarana A.md, Mila Rohanti A.md dan Tety Adriyani S.E.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Drs. Muhammad Takari M.Hum, Ph.D selaku ketua Departemen Etnomusikologi. Begitu juga kepada dosen pembimbing I Bapak Drs. Fadlin M.A dan dosen pembimbing II Ibu Arifninetrirosa SST, M.A yang mana telah memberikan saya bimbingan, semangat serta masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kemudian saya berterima Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Drs. Muhammad Takari M.Hum, Ph.D selaku ketua Departemen Etnomusikologi. Begitu juga kepada dosen pembimbing I Bapak Drs. Fadlin M.A dan dosen pembimbing II Ibu Arifninetrirosa SST, M.A yang mana telah memberikan saya bimbingan, semangat serta masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kemudian saya berterima

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada orang-orang terdekat saya Muhammad Rizky Firmansyah, Ayu Triana Putri Matondang, Kezia Ulimarina Purba, Deby Sartika Gea, Falyas Tathi Yunis, Yurika Miraza S.Mn, Jackry Octora Tobing yang telah membantu saya dan memberikan dukungan serta semangat sampai penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya saya berterima kasih kepada teman-teman seperjuangan yaitu Etno Sepuluh yang sudah menjadi teman buat saya selama masa perkuliahan. Tidak lupa juga saya berterima kasih kepada Evi Nenta Sipahutar S.Sn yang telah membantu saya dalam proses gerak pertunjukan dalam tari yang saya bahas ini dan kepada Mario King Sianipar yang sudah juga membantu saya dalam pentranskripsian.

Penulis telah berusaha memberikan yang terbaik dalam menyelesaikan tulisan ini, akan tetapi penulis menyadari bahwa tulisan ini belum dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan-masukan dan saran yang bersifat membangun dalam mengembangkan tulisan ini.

Medan, … Oktober 2014

Penulis

Riska Prisila

100707008

Gambar 4.22 Ragam Transisi........................................................... 82 Gambar 4.23(a) Iulesi Kerawang …..................................................... 83 Gambar 4.23(b) Iulesi Kerawang .......................................................

83 Gambar 4.24

84 Gambar 4.25

Ragam Cincang Nangka ..........................................

85 Gambar 4.26

Penari Munalo Perempuan ......................................

86

Penari Guel ..............................................................

DAFTAR TABEL

DESKRIPSI PERTUNJUKAN TARI MUNALO DAN MUSIK IRINGAN PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT GAYO di MEDAN SUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesenian pada etnik Gayo sudah mulai banyak di ketahui oleh masyarakat lain di luar etnis Gayo itu sendiri. Banyak orang yang mengetahui bahwa Gayo identik

dengan kesenian Didong 1 . Sesungguhnya masih banyak lagi kesenian lainnya yang terdapat di dalamnya terutama pada tari penyambutan yang di kenal dengan sebutan

Tari Munalo . Tari Munalo sendiri digunakan untuk menyambut pengantin maupun penyambutan tamu-tamu penting.

Setiap upacara perkawinan pada masyarakat Gayo khususnya di Aceh Tengah selalu mengadakan riah-rie (pesta bersuka cita) yaitu sebuah pertunjukan seni budaya yang sudah dilakukan secara turun temurun yaitu berupa pertunjukan didong, bunyi musik yang dihasilkan oleh alat musik canang, syair dan lain sebagainya yang bertujuan untuk meramaikan dan memeriahkan suasana perkawinan. Masyarakat Gayo sendiri sangat mecintai dan menghargai kesenian yang tumbuh dan berkembang di daerahnya. Adat istiadat serta kecintaan pada tanah kelahiran menumbuhkan berbagai ragam seni budaya dalam kehidupan mereka. Apalagi dalam suatu upacara

1 Didong merupakan salah satu kesenian tradisional Gayo yang termasuk ke dalam seni sast ra (bertutur) dengan menggunakan bantal (kampas) sebagai penepok sepanjang 1 ½ jengkal dengan

berbentuk persegi.

perkawinan masyarakat Gayo sendiri tidak merasa puas apabila tidak menampilkan salah satu atau beberapa dari kebudayaan mereka sendiri.

Pada masa lampau untuk memeriahkan upacara-upacara para penyelenggara (sukut bersinte) mengadakan tari penyambutan dengan Tari Guel. Tari Guel sendiri hanya ditarikan oleh 2 orang penari laki-laki diantaranya adalah guru didong dan gajah putih (Bener Meria). Tari Guel sendiri dahulunya tidak dipertontonkan oleh rakyat ramai dan ini hanya bersifat khusus seperti penjemputan raja dan penjemputan pejabat penting lainnya. Sedangkan untuk menyambut tamu dalam perkawinan masyarakat Gayo, perempuan ikut serta dalam penyambutan kepada pihak tamu dari aman mayak (pengantin laki-laki). Maka para seniman tari menata dan menciptakan Tari Munalo dalam perkawinan dengan mengikut sertakan dan menggabungkan penari laki-laki dan perempuan. Namun akar tari dari Tari Munalo tetap di ambil dari Tari Guel kemudian dikembangkan. Ciri khas dari Tari Guel adalah berupa gerak, lagu, dan musik serta kesenian yang ada di daerah Takengon. Tari Munalo dalam penyambutan perkawinan ini adalah sebuah hasil karya tari yang sudah dikreasikan dan bersumber dari tari tardisional yang berkembang dalam lingkup masyarakat Gayo, kabupaten Aceh Tengah. 2

Tari Munalo adalah salah satu kesenian yang terdapat di dataran tinggi tanah Gayo terutama pada kabupaten Aceh Tengah. Tari Munalo merupakan gabungan dari beberapa sastra yang berupa seni sastra, seni musik, dan seni gerak (tari). Jumlah minimal dalam Tari Munalo adalah 3, diantaranya 2 penari perempuan dan 1 penari

2 Wawancara oleh H. Ibrahim Kadir, 21 April 2014.

laki-laki dan maksimal ditarikan 11 orang penari diantaranya 10 penari perempuan dan 1 penari laki-laki. Tari Munalo dipersembahkan untuk menyambut tamu mempelai laki-laki (aman mayak) dan pengantin wanita (inen mayak) serta tamu- tamu pengiring/rombongan lainnya dimana sebelumnya sudah dilaksanakan akad nikah.

Setelah akad nikah mempelai pengantin laki-laki kembali ke rumah persinggahan mereka yang biasanya tidak jauh dari rumah mempelai perempuan untuk berganti pakaian dan mempersiapkan kembali tamu pengiring dari pihak laki-laki dan sedangkan mempelai pengantin perempuan berada di rumahnya untuk berganti pakaian sembari menunggu mempelai pengantin laki-laki datang. Adapun waktu yang diberikan untuk bertukar pakaian adalah kesepakatan dari kedua belah pihak antara 15-20 menit. Setelah ada pemberitahuan bahwa pihak mempelai laki-laki akan datang pihak perempuan pun mulai bersiap-siap untuk menunggu di depan pagar rumah. Sesampai pihak mempelai laki-laki datang bersama rombongan, pihak perempuan di antar orang tuanya untuk bersanding dengan pihak mempelai laki-laki dan didampingi dengan kedua orang tua pihak mempelai wanita dan laki-laki serta rombongan yang mengikuti pengantin dari belakang. Setelah keduanya siap barulah mereka di sambut dengan Tari Munalo.

Munalo adalah suatu rangkaian prosesi menyambut, menjemput, dan mengarak pada upacara perkawinan masyarakat Gayo. Kegunaan tarian ini untuk memuliakan tamu yang datang dengan segala hormat serta mengucap syukur atas terjalinnya Munalo adalah suatu rangkaian prosesi menyambut, menjemput, dan mengarak pada upacara perkawinan masyarakat Gayo. Kegunaan tarian ini untuk memuliakan tamu yang datang dengan segala hormat serta mengucap syukur atas terjalinnya

Pada saat sekarang tidak semua masyarakat Gayo yang ada di kota Medan menggunakan Tari Munalo sebagai penyambutan pengantin. Ada beberapa alasan tersendiri mengapa tarian ini jarang ditampilkan dalam upacara perkawinan diantaranya adalah masih sedikitnya sanggar di Medan yang bisa menampilkan tarian ini serta tidak semua masyarakat Gayo yang ada di Medan mengetahui keberadaan

Tari Munalo sendiri. 3

Dalam etnik Gayo untuk menghormati tamu serta melambangkan suatu kegembiraan dalam upacara perkawinan mereka juga menggunakan beberapa alat

4 5 musik pukul seperti gegedem 6 , canang , dan gong sambil mendendangkan beberapa lagu. Musik iringan tentunya sangat berpengaruh dalam sebuah gerakan tarian yaitu

untuk memperindah gerakan tarian dan pola gerak yang ada dalam Tari Munalo sangat bergantung kepada ritmik musik. Jadi apabila Tari Munalo tidak menggunakan musik pengiring makanya tari ini di anggap cacat dan tidak bisa mengatur keharmonisan dalam gerak tari itu sendiri sehingga tarian itu menjadi tidak sempurna. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi modern Tari Munalo juga ada yang menggunakan alat musik modern seperti keyboard sebagai tambahan pengiring

3 Hasil w aw ancara oleh Rizka Jannatan, 2 Juni 2014. 4 Gegedem / repana adalah sejenis gendang sepert i rebana yang berbentuk lingkaran dan pipih

sepert i gendang m elayu.

5 Canang merupakan sebuah alat musik seperti gong kecil yang di pukul dengan st ick yang t erbuat dari kuningan.

6 Gong dalah sebuah alat musik pukul yang di buat berbahan dasar logam berbentuk bulat dengan mem punyai pencu di t engahnya.

tapi tanpa menghilangkan penyajian keaslian budaya itu sendiri. Akan tetapi pada upacara perkawinan adat Gayo yang penulis teliti tetap memakai alat musik traditional Gayo tanpa menambahkan alat musik modern. Hampir semua kegiatan kehidupan masyarakat Gayo menggunakan musik baik itu sebagai media komunikasi mereka ataupun hiburan pada masyarakat Gayo. Selain alat musik sebagai pengiring tari Munalo, vocal juga sangat berperan penting dalam Tari Munalo yang berperan untuk melantunkan lagu seiring musik berjalan.

Adapun konteks sebuah pengiring dalam tari memimliki bentuk beberapa aspek yaitu dari segi bentuk, gaya, ritem, suasana maupun penggabungan dari aspek-aspek tersebut. Maka dari uraian-uraian yang telah disebutkan diatas penulis tertarik untuk menuliskan judul “Deskripsi Pertunjukan Tari Munalo Dan Musik Iringan Pada

Upacara Perkawinan Adat Gayo di Medan Sunggal”.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka penulis menemukan beberapa pokok masalah yang ingin di bahas, yakni sebagai berikut :

1. Bagaimana penyajian pertunjukan Tari Munalo yang diadakan di Medan Sunggal ?

2. Bagaimana bentuk musik serta alat yang digunakan sebagai pengiring Tari Munalo pada upacara adat perkawinan Gayo di Medan Sunggal ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Sebuah tujuan penelitian pasti mengarah kepada apa yang ingin dituliskan yang pada akhirnya dapat dirumuskan untuk mendapat gambaran ataupun hasil yang akan di dapat. Adapun tujuan dari penulisan ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui penyajian pertunjukan Tari Munalo.

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk iringan musik dan alat yang di pakai sebagai pengiring Tari Munalo dalam upacara adat perkawinan Gayo di Medan Sunggal.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dituangkan melalui tulisan hendaknya dapat memberikan dampak positif kepada pembaca. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk menambah referensi tentang Tari Munalo sebagai salah satu kebudayaan tradisional Gayo di Indonesia dan khususnya buat masyarakat Gayo yang ada di kota Medan.

2. Sebagai pendokumentasian tertulis agar kebudayaan suku Gayo tidak punah dan dapat lebih mengembangkan Tari Munalo serta alat musik tradisionalnya.

3. Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di departemen Etnomusikologi USU.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita lingkar untuk menentukan hubungan empiris (Mely G. Tan (1992:21). Tari merupakan sebuah karya yang di bentuk dari gabungan beberapa seni seperti seni sastra, seni musik, seni rupa, dan seni drama. Corrie Hartong mengatakan “gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari tubuh dan

ruang. 7 Menurut Soedarsono (1977:17) “tari adalah ekspresi jiwa yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah.”

Munalo yang berarti tarian penyambutan yang terdapat dalam kesenian masyarakat Gayo, terbagi atas 2 fungsi dalam penjemputan yaitu penjemputan kepada tamu-tamu penting seperti raja serta para pejabat lainnya dan penjemputan pengantin. Yang di bahas dalam tulisan ini adalah Munalo dalam perkawinan yang artinya penjemputan pengantin.

Tari Munalo adalah tari untuk penyambutan pengantin. Tari yang dipersembahkan oleh pihak keluarga perempuan untuk menyambut kedatangan pihak pengantin laki-laki serta tamu rombongan. Setelah akad nikah selesai dilaksanakan pihak pengantin laki-laki ditempatkan di sebuah rumah singgah (umah selangan) yang letaknya tidak jauh dari rumah pengantin perempuan untuk berganti pakaian.

7 Pengantar pengetahuan tari, oleh Tut i Rahayu (2000;03).

Pada saat itu telah ada kesepakatan waktu dari pihak kedua keluarga mempelai pengantin antara 15-20 menit. Setelah ada pemberitahuan kedua mempelai pengantin selesai berganti pakaian, pihak laki-laki datang bersama rombongan menuju rumah pengantin perempuan dan pengantin perempuan sudah bersiap-siap menunggu di depan pagar rumahnya. Pihak pengantin laki-laki beserta rombongan berhenti dengan jarak 5-10 meter dari tempat pengantin perempuan berdiri. Lalu pengantin perempuan di antar kedua orang tuanya ketempat pengantin laki-laki berdiri serta masing-masing pengantin didampingi orang tua mereka dan rombongan yang lain mengikut di belakangnya. Setelah semua siap barulah musik dimainkan dan Tari Munalo mulai ditarikan dengan penari yang berjumlah 7 diantaranya adalah 6 penari perempuan dan

1 penari laki-laki dimana penari laki-laki (guru didong) menghampiri pasangan pengantin yang didampingi dengan penari perempuan untuk memberi hormat serta mengajak kedua mempelai pengantin untuk ikut bersama mereka dengan iulesi

kerawang 8 (diselimuti kerawang gayo) kepada kedua mempelai pengantin dan mengaraknya sampai ke pelaminan.

Deskrispi adalah segala sesuatu yang kita lihat maupun kita dengar dalam suatu penelitian dan ditulis kedalam sebuah tulisan. Yang dimaksudkan bentuk iringan musik dalam penulisan ini adalah setiap babak atau tahapan-tahapan dari pola gerak dan musik yang dilakukan mulai dari pola ritem, alat musik yang dimainkan,

8 Iulesi kerawang (di selim uti kerawang gayo) yang dimaksudkan disini adalah m eletakkan keraw ang gayo di pundak kedua m empelai pengantin. Keraw ang gayo (opoh ulen-ulen) m erupakan

sebuah kain dengan ukuran panjang 2,5 m dan lebar 1,5 m .

tangga nada, melodi, harmoni, nyanyian yang dihubungkan dengan tari, dan lain sebagainya.

Upacara perkawinan adat Gayo di Medan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah masyarakat etnik Gayo yang sudah berpindah dan menetap di kota Medan. Adat yang berarti budaya yang merupakan tradisi yang dilakukan dari waktu ke waktu secara turun temurun. Di dalam adat Gayo pada tulisan ini dimaksudkan kepada pemakaian adat Gayo yang di pakai oleh masyarakat Gayo itu sendiri walaupun mereka sudah berpindah ataupun menetap di Medan. Yang di maksud masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1993:106-107), yaitu sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu yang terbatas sifatnya, sehingga direncanakan pembentukan organisasi-organisasi tertentu. Dan Soerjono Soekanto juga menambahkan bahwa istilah masyarakat sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepentingan-kepentingan, dan lain sebagainya.

1.4.2 Teori

Teori adalah sebagai kerangka penulisan dalam suatu penelitian. Adapun teori-teori yang dituliskan dalam penulisan ini adalah melalui kajian dan studi kepustakaan berupa dari buku-buku dan jurnal penelitian yang berhubungan (relevan) serta mendukung masalah penelitian sehingga dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam melaksanakan masalah-masalah yang muncul dalam penelitian.

Sumantri (1993:143) mengatakan, teori juga merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.

Menurut Murgiyanto (1996:156) kata seni pertunjukan secara umum memiliki arti tontonan yang bernilai seni seperti drama, tari, musik yang ditarikan secara khusus di depan penonton. Dalam mendeskripsikan Tari Munalo penulis juga menggunakan teori Milton Siger (MSPI, 1996:164-165) yang menjelaskan bahwa pertunjukan selalu memiliki: (1) waktu pertunjukan yang terbatas, (2) awal dan akhir, (3) acara kegiatan yang terorganisir, (4) sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan dan, (7) kesempatan untuk mempertunjukannya.

Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari, ditambah dengan penyesuaian dengan ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, kesemuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23).

Musik dan tari adalah salah satu perpaduan yang sempurna untuk menghasilkan suatu tarian ataupun pertunjukan yang harmonis. Apalagi di dalam Tari Munalo sendiri musik dan gerak tari sangat saling berkaitan satu sama lain dimana ritem pada musik merupakan hitungan gerak dalam tari.

Menurut Pringgobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (Wimbrayardi, 1988:13-14). Musik merupakan audio (bunyi) yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena audio (bunyi) yang tidak terdengar. Baik musik dan tari bergerak di dalam ruang dan waktu

(Sachs,1993:1-4 dan Blacking 1974:64-74) serta dapat dirasakan melalui getaran yang dihasilkannya. Aspek dasar yang menghubungkan antara keduanya adalah waktu, yaitu berupa gerak ritmis (musik dan tari) serta tempo.

Untuk mengetahui ritme yang dimainkan oleh musik pengiring Tari Munalo penulis menggunakan pendekatan yang di kemukakan oleh Nettl (1963 : 98) yaitu :

“kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan

apa yang kita lihat”. 9

1.5 Metode Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode yang bersifat kualitatif dimana peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya baik itu dari referensi buku, wawancara dengan beberapa nara sumber bahkan terjun langsung ke lapangan sehingga mendapatkan hasil yang deskriptif untuk menghasilkan data-data yang di kumpulkan baik berupa gambar, lisan maupun tulisan. Seperti yang di kemukakan oleh Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (1988), metode kualitatif dijadikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati.

Penelitian ini juga mengacu pada disiplin etnomusikologi seperti yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Nettl (1964:62) yaitu penelitian etnomuiskologi di bagi adalah dua jenis perkerjaan yakni kerja lapangan (field work) dan kerja

9 Terjemahann March Perlman 1990 yang di ambil dalam skripsi sarjana Fadlin).

laboratorium (desk work). Metode peneliatian analisis yang digunakan dalam ritme musik iringan Tari Munalo mengacu kepada skirpsi sarjana Bapak Fadlin 1988 tentang Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-Dasar Pola Ritem Gendang Melayu Sumatera Timur.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Untuk melengkapi pengumpulan data penulis mencari informasi melalui literatur-literatur ysng dapat membantu proses pemecahan masalah dalam penulisan skripsi ini. Literatur ini dapat berupa buku-buku, skripsi, jurnal maupun bacaan yang berhubungan dengan penulisan judul skripsi ini.

Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan teori-teori, konsep dan lainnya. Selanjutnya hasil yang di dapat dalam studi kepustakaan ini akan dijadikan sebagai tambahan informasi dan referensi.

1.5.2 Pengumpulan Data di Lapangan

1.5.2.1 Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik yang termasuk dalam pengumpulan data di lapangan. Obeservasi dilakukan untuk melihat langsung acara yang akan di teliti sehingga dapat menghasilkan data sesuai dengan apa yang di lihat dan di dengar. Menurut Soehartono (1995:69) mengatakan bahwa, obeservasi atau pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan, yang berarti juga tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Kemudian pendapat ini di perkuat lagi dengan pendapat Muhammad Ali (1987:25) yang mengatakan bahwa: “Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan terhadap subyek, baik secara langsung maupun tidak menggunakan teknik yang disebut dengan pengamatan.”

Berdasarkan teori yang penulis kutip di atas, penulis mengumpulkan informasi yang diperlukan dengan cara mengamati subjek penelitian, misalnya proses berjalannya Tari Munalo, sarana dan prasana yang diperlukan dan masalah yang berhubungan dengan pokok permasalahan dan pengamatan.

1.5.2.2 Wawancara

Wawancara juga merupakan sebuah proses untuk melengkapi sebuah data yang akan dituangkan dalam tulisan. Wawancara di lakukan dengan 2 tahapan yang pertama adalah wawancara yang dilakukan dengan format dalam arti sudah mempersiapkan data-data pertanyaan yang akan diajukan kepada informan dan yang kedua wawancara sambil lalu yang artinya perbincangan antara penulis kepada informan dengan tidak terfokus kepada penelitian tetapi masih mengarah kepada penelitian yang di tuju.

1.6 Kerja Laboratorium

Setelah semua data dikumpulkan baik itu dalam perekaman, catatan dan sebagainya penulis akan mengolahnya dalam kerja laboratorium yaitu melalakukan Setelah semua data dikumpulkan baik itu dalam perekaman, catatan dan sebagainya penulis akan mengolahnya dalam kerja laboratorium yaitu melalakukan

Terdapat dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:98) dalam mendeksripsikan materi musik pada kerja laboratorium, yaitu (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan (2) kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua pendekataan di atas penulis lebih mengacu kepada pendekatan kedua. Penulis juga akan melakukan transkripsi untuk menuliskan musik iringan yang digunakan dalam proses pertunjukan tari Munalo. Transkripsi adalah proses pemindahan bunyi yang di dengar dan menuliskannya di atas kertas dalam betntuk notasi.

1.7 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Jl. Amal Gg. Keding Karang no. 84f kecamatan Medan Sunggal dengan penyajian tari dari sanggar renggali. Penelitian ini di lakukan di lokasi tersebut karena disana terdapat cakupan lingkup penduduk etnis Gayo paling banyak di kota Medan dan penetua adat Gayo kota Medan juga berdomisili di lokasi ini.

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT GAYO DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

2.1 Asal Usul Masyarakat Gayo

Gayo berasal dari kata “Pegayon” yang artinya tempat mata air yang jernih dimana tempat ikan suci (bersih) dan kepiting. Kebudayaan Gayo telah ada sejak orang Gayo bermukim diwilayah dataran tinggi Gayo dan mulai berkembang pada masa Kerajaan Linge pertama abad X M (abad IV).

Dalam sejarah, penduduk yang mendiami kampung Kebayakan dan Bebesen merupakan kampung inti di Gayo Lut (laut), dimana mempunyai satu anggapan bahwa asal usul mereka berbeda. Masyarakat yang mendiami kampung Kebayakan beranggapan bahwa mereka adalah suku asli Gayo sedangkan masyarakat yang mendiami kampung Bebesen mereka berkata bahwa mereka berasal dari Batak, salah satu diantaranya berasal dari Tanah Karo yang lebih terkenal disebut dengan Batak 27 (disebut dengan batak 27 dikarenakan dalam sejarah dahulunya ada 27 orang masyarakat Batak yang datang ke Tanah Gayo). Dan masih belum jelas kapan peristiwa itu terjadi. (alhafizniselianymailcom.blogspot.com.es/2012/02/asal-usul- masayarakat-gayo.html?m=1)

Pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah Al Kahar, pada abad ke 16M pernah tujuh pemuda dari tanah Karo bertamasya ke Tanah Gayo, Takengon. Kedatangan mereka guna menyaksikan kebenaran keindahan laut tawar

(H. AR. LAtief, 1995:81). Sedangkan menurut Dr. C. Snouck Hougronje, kedatangan Batak 27 adalah pada masa kejuruan (raja) bukit telah memeluk Islam. Kejuruan bukit adalah salah satu bagain dari para raja yang ada di Gayo dan memiliki hubungan baik dengan kerjaan yang lainnya. Kedatangan orang-orang dari Tanah Karo yang dikenal dengan istilah “Batak 27” ini melahirkan nama-nama Belah atau Klan di Gayo dengan nama yang hampir sama dengan marga yang ada di Tanah Karo sendiri. Seperti klan Munthe, Cibero, Melala, Lingga, Tebe dan yang di Karo disebut Munthe, Sibero, Meliala dan sebagainya.

Sebagian pendapat masyarakat bahwa orang Gayo adalah berasal dari orang- orang yang lari dari daerah Peureulak, Aceh Timur ke daerah pedalaman karena tidak mau masuk Islam. Kata-kata Gayo yang artinya dengan kata-kata dalam bahasa Aceh, yaitu “Ka-Yo” yang berarti “sudah takut”. Meskipun tidak ada penjelasan ilmiah mengenai hal ini, namun jika di lihat dari letak daerah Gayo dalam peta Aceh, tidak mustahil jika orang-orang Gayo pada zaman dahulu berasal dari penduduk daerah Peureulak, Aceh Timur atau daerah Pasee, Aceh Utara melalui sungai-sungai yang hulunya berada di daerah Gayo pedalaman. Hal yang lebih dekat lagi mengingat kedua daerah Peureulak dan Pasee berada di pinggir pantai Aceh yang menghadap ke Selat Melaka, yaitu daerah hubungan lalu lintas antar bangsa yang ramai dalam kawasan Asia Tenggara.

Hingga saat ini penduduk Gayo ini dibagi menurut daerah kediamannya. Suku Gayo disebut sebagai orang Gayo Laut atau Gayo Lut mereka bagi yang berdiam di sekitar Gayo Lues dan orang Gayo serba jadi bagi mereka yang berdiam di sekitar Hingga saat ini penduduk Gayo ini dibagi menurut daerah kediamannya. Suku Gayo disebut sebagai orang Gayo Laut atau Gayo Lut mereka bagi yang berdiam di sekitar Gayo Lues dan orang Gayo serba jadi bagi mereka yang berdiam di sekitar

2.2 Gambaran Umum Masyarakat Gayo di Medan

Sebagai sekelompok masyarakat yang membatasi identitas budayanya, etnik Gayo juga memiliki cara hidup yang berbeda dengan etnik yang lainnya. Secara individual kebudayaan berarti segenap logika, etika, maupun estetika dalam pembangunan kepribadian setiap manusia antara hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan penciptanya.

Medan merupakan sebagain dari salah satu kota yang memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang dan kompleks. Sekelompok etnis Gayo berasal dari provinsi Daerah Istimewa aceh pada bagian tengah. Wilayah asli orang Gayo sendiri biasanya disebut dengan Dataran Tinggi Tanoh Gayo yang merupakan bagian dari seputaran bukit barisan yang berada di pulau Sumatera.

Sekitar tahun 1950 para pendatang etnis Gayo mulai memasuki wilayah Medan dengan tujuan ingin melanjutkan pendidikan di kota Medan. Beberapa orang Sekitar tahun 1950 para pendatang etnis Gayo mulai memasuki wilayah Medan dengan tujuan ingin melanjutkan pendidikan di kota Medan. Beberapa orang

Menurut informan bapak Hasan, dari tamat SLTA melanjutkan kuliah di Medan pada tahun 1973. Pada tahun 1973 itu di Takengon tidak ada universitas disana, karena ingin menlanjutkan pendidikan yang lebih tinggi beliau harus merantau ke Medan. Pada umumnya perantau orang Gayo yang datang ke Medan ingin melanjutkan pendidikan pasti menginginkan pekerjaan sebagai guru atau pegawai negeri. Setelah mendapatkan pekerjaan tetap barulah beliau merasa nyaman tinggal di kota Medan. Dahulu orang-orang di Takengon apabilah sudah merantau ke Medan pasti tidak ingin kembali ke Takengon, mereka lebih baik melanjutkan pendidikan di Medan dari pada harus balik ke Takengon dan menjadi petani. Pada waktu itu bukan hanya Medan yang jadi tujuan untuk melanjutkan pendidikan, tapi sebagian besar juga ada yang melanjutkan pendidikan ke Banda Aceh. Sebelum 1970-an untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi hanya berkisar 70% dikarenakan tingkat perekonomian yang masih sulit pada masa itu.

Menurut informan bapak Mansuriah, datang ke Medan pertama sekali bukan untuk melanjutkan pendidikan tetapi melanjutkan usaha dan menjadi wirausaha pada tahun 1980 serta mengembangkan usahanya. Perputaran di kabupaten sangat berbeda dengan di provinsi. Bisa diibaratkan 1:10, misalkan di Takengon bisa mendapatkan hasil 10 juta sedangkan di Medan bisa mendapat 100 juta. Berbagai usaha di coba Menurut informan bapak Mansuriah, datang ke Medan pertama sekali bukan untuk melanjutkan pendidikan tetapi melanjutkan usaha dan menjadi wirausaha pada tahun 1980 serta mengembangkan usahanya. Perputaran di kabupaten sangat berbeda dengan di provinsi. Bisa diibaratkan 1:10, misalkan di Takengon bisa mendapatkan hasil 10 juta sedangkan di Medan bisa mendapat 100 juta. Berbagai usaha di coba

2.3 Letak Geografis dan Pemerintahan Kecamatan Medan Sunggal

Kecamatan Medan Sunggal merupakan salah satu diantara 21 kecamatan di kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia yang terdiri dari 6 Desa ataupun keluarahan. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti Aceh, Minang, Batak, Tionghoa dan Jawa. Sedangkan suku asli suku Melayu Deli sekitar 40% saja.

Di kecamatan ini terdapat sebuah lembaga pendidikan yang beralamat di Jl. Medan Sunggal yang cukup terkenal bernama Yayasan Budi Bersubsidi Sunggal. Lembaga pendidikan ini menghasilkann cukup banyak menghasilkan banyak lulusan yang telah berhasil di dunia pendidikan dan dunia bisnis.

Dari sisi pemerintahan, kecamatan Medan Sunggal ini dipimpin oleh seorang Camat seperti tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1

Data PNS di kecamatan Medan Sunggal

No. Nama

NIP

Jabatan

1. Syahrul Efendi Rame, S.Sos

Camat

2. Rudy Asriandy, S.STP

Sekcam

3. Yusreina I.Lubis SP

Kasubag Umum

4. Ardi Sani Manulang S.E

Kasubabag Keuangan

5. Elfianti Pohan S.E

Kasi Pemerintahan

6. Drs. Suharto P.Hasibuan

Kasi Trantip

7. Drs. Ruslan Isra Pulungan

Kasi Kesos

8. Hobbiner

Lurah Simpang Tanjung

9. Subhan fajri Harahap, STTB

Lurah Lalang

10. Abu Kosim S.Sos

Lurah Tanjung Rejo

11. H. Kasrin S.E

Lurah Babura

12. Derliana

Lurah Sei Sikambing B

13. Jalaluddin Nasir Pohan S.E 1967100519900910021 Lurah Sunggal

Sumber: Kantor Kecamatan Medan Sunggal (2014)

Kecamatan Medan Sunggal memiliki luas wilayah 13,9 km 2 dan mempunyai

6 kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 112.744 jiwa. Adapun batas wilayah kecamatan Medan Sunggal adalah sebagai berikut :

 Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Medan Selayang.

 Sebelah Timur berbatasan dengan kecamaran Medan Polonia.  Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Medan Johor.  Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Medan Petisah.

Perincian jumlah penduduk dan luas wilayah tiap kelurahan di medan sunggal ini dapat kita lihat pada tabel 2.2 berikut

Tabel 2.2 Perincian nama Kelurahan, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

No. Kelurahan 2 Luas (km ) Persentase Luas Wilayah (%) Jumlah Penduduk

2. Tanjung Rejo

4. Simpang Tanjung 0,32

5. Sei Sikambing B

Sumber: Kantor Camat Medan Sunggal (2014)

2.4 Sistem Kepercayaan dan Agama

Pada umumnya masyarakat gayo beragama Islam. Oleh karena itu sistem keagamaanya sama dengan masyarakat Islam lainnya. Upacara-upacara keagamaan pada hari tertentu juga dirayakan seperti Maulid sebagai upacara bersejarah bagi umat Islam yang dilakukan setiap bulan Rabiulawal. Upacara Maulid hanya dilakukan Pada umumnya masyarakat gayo beragama Islam. Oleh karena itu sistem keagamaanya sama dengan masyarakat Islam lainnya. Upacara-upacara keagamaan pada hari tertentu juga dirayakan seperti Maulid sebagai upacara bersejarah bagi umat Islam yang dilakukan setiap bulan Rabiulawal. Upacara Maulid hanya dilakukan

Pada zaman dahulu masyarakat gayo juga memiliki sistem kepercayaan kepada kekuautan gaib dan kekuatan sakti. Kepercayaan pada kekuatan gaib masih dapat kita temui dalam kegiatan tolak bala. Kegiatan tolak bala ini dilakukan jika terjadi suatu musibah seperti suatu penyakit yang menyerang secara masal. Upacara ini dilakukan di tempat-tempat tertentu seperti di bawah pohon atau tempat yang di anggap masyarakat memiliki kekuatan gaib. Upacara ini dilakukan dengan disertai saji-sajian berupa makanan.

2.5 Sistem Kekerabatan

Sebagaimana masyarakat Aceh lainnya masyarakat Gayo juga menganut sistem keluarga batih, dimana sebuah rumah tangga terdiri atas keluarga kecil yaitu ayah, ibu, dan anak yang belum menikah. Jika seorang anak sudah menikah ia juga akan membangun rumah tangga sendiri sebagai keluarga batih. Dalam suatu keluarga batih semua kegiatan merupakan tanggung jawab bersama sekeluarga.

Hal yang paling mendasar dalam etnis gayo adalah tutur bahasa, apabila tutur ini tidak diterapkan baik dalam keluarga maupun masyarakat maka yang bersangkutan termasuk golongan orang yang tidak berakhlak baik. Dalam bahasa gayo panggilan bapak atau ibu harus dikembalikan kepada tutur bahasa gayo yaitu “ama dan ine” , begitu juga dengan panggilan paman harus di kembalikan kepada

“pun” karena kedudukannya menurut tutur entis gayo sangat mulia dan dihormati. Adapun 63 tutur bahasa dalam etnis gayo, adalah:

1. Rekel : Generasi paling tua

2. Entah : Turunan dari rekel

3. Muyang : Moyang, di bawah entah

4. Datu : Para datu yang berada di bawah moyang (1 sampai dengan 4 sudah termasuk leluhur)

5. Datu Rawan : Orang tua (bapak dari kakek)

6. Datu Bunan : Orang tua (ibu dari kakek)

7. Awan Pedih : kakek (ibu dari ayah)

8. Anan Pedih : Nenek (ibu dari ayah)

9. Awan Alik : kakek (bapak dari ibu)

10. Anak Alik : Nenek (ibu dari ibu)

11. Uwe : Kakak tertua dari ibu kandung

12. Ama Kul : Bapak Wo (saudara laki-laki sulung dari bapak)

13. Ine Kul : Mal wo (istri dari Pak Wo atau istri abang tertua dari bapak)

14. Ama : Bapak

15. Ine : Ibu

16. Ama Engah : Bapak Engah (tengah) adik dari bapak

17. Ine Engah : Ibu Engah (tengah) adik dari ibu

18. Ama Ecek/Ucak : Pakcik (sudara laki-laki bungsu dari bapak)

19. Ine Ecek/Ucak : Makcik

20. Encu Rawan : Ucu (terbungsu) laki-laki

21. Encu Banan : Ucu (terngusu) perempuan

22. Ibi : Bibi (adik atau kakak kandung dari bapak)

23. Kil : Suami dari Bibi, apabila bibi ikut suami

24. Ngah/Encu : Perubahan Kil menjadi Engah atau Encu apabila ikut istri

25. Abang : Abang

26. Aka : Kakak

27. Engi : Adik

28. Anak : anak

29. Ume : Besan

30. Empurah : Mertua (orang tua dari istri)

31. Tuen : Mertua (bapak dari istri)

32. Inen Tue : Mertua (ibu dari istri)

33. Lakun : Sebutan sesame ipar

34. Inen Duwe : Istria bang dengan istri adiknya abang

35. Kawe : Istri abang dengan dengan saudara perempuan dari suaminya

36. Era : Adik laki-laki dari abang dengan istri abang yang bersangkutan

37. Temude : Abang dari istri

38. Impel : Anak bibi yang menikah dengan anak dari saudara laki- lakinya (anak saudara perempuan dari ibu)

39. Kumpu : Cucu

40. Piut : Cicit

41. Ungel : Anak semata wayang (tunggal)

42. Aman Nuwin : Putra pertamanya laki-laki (untuk bapak)

43. Inen Nuwin : Putra pertamanya laki-laki (untuk ibu)

44. Aman Nipak : Putra pertamanya perempuan (untuk bapak)

45. Inen Nipak : Putra pertamanya perempuan (untuk ibu)

46. Aman Mayak : Remaja (laki-laki yang telah menikah dan belum memiliki keturunan)

47. Inen Mayak : Remaja (putrid yang telah menikah dan belum memiliki keturunan)

48. Empun : perubahan panggilan dari posisi kakek (awan) menjadi Empun dengan memanfaatkan salah satu nama cucu

49. Win : Panggilan untuk anak laki-laki

50. Ipak : Panggilan untuk anak perempuan

51. Periben : Untuk nama yang bersamaan atau sesama suami dari istri yang bersaudara kandung

52. Uti, Mok, Item, Ecek, Ucak, Onot : Panggilan kesayangan. Yang dimaksudkan panggilan tersebut boleh jadi karena warna kulit, raut wajah maupun bentuk badan.

53. Serinen : Satu saudara kandung laki-laki maupun perempuan

54. Biak : Kenalan yang sudah di anggap seperti suadara

55. Dengan : Saudara laki-laki dengan saudara perempuan kandung

56. Pun : Saudara laki-laki dari ibu

57. Ine Pun : Istri dari saudara laki-laki dari ibu

58. Pun Kul : Abang kandung sulung dari ibu

59. Pun Lah : Abanfg kandung ibu antara sulung dengan yang bungsu

60. Pun Ucak : Abang kandung ibu yang bungsu

61. Kile : Menantu laki-laki

62. Pemen : Menantu perempuan

63. Until : Anak saudara kandung perempuan

Dari 63 tutur bahasa Gayo di atas sekiranya sudah cukup untuk mewakili dari semua tutur yang ada maupun yang tidak tertera. Tutur di atas sudah cukup menjelaskan dan mengetahui siapa kita di dalam kekeluargaan.

2.6 Mata Pencaharian

Menurut data yang penulis dapat di lapangan, secara umum masyarakat di kecamatan medan sunggal memilik berbagai macam profesi mata pencaharian seperti abri, PNS, pedagang dan lain-lain. Namun potensi utama masyarakat Medan Sunggal adalah PNS. Berikut ini adalah data yang penulis peroleh di lapangan:

Tabel 2.3 Penduduk Kecamatan Medan Sunggal dan sebaran Pekerjaannya

No. Mata Sunggal Tanjung Babura Simpang Sei Sikambing B Lalang Pencaharian

Rejo

Tanjung

1. Petani

2. PNS

Sumber: Kantor Lurah Sekecamatan Medan Sunggal

2.7 Kesenian

Kebudayaan tidak pernah terlepas dari kata kesenian. Setiap kebudayaan pasti mempunyai ciri khas kesenian yang berbeda-beda. Pada etnik Gayo sendiri salah satu unsur budaya yang paling mengikat yaitu keseniannya. Kesenian yang terjadi ini terus berkembang. Kesenian merupakan ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koenjtaraningrat,1982:395-397).

Adapun beberapa keberagaman kesenian pada kebudayaan Gayo, yaitu :

1. Didong

Didong adalah salah satu kesenian masyarakat Gayo yang menggabungkan diantaranya seni sastra, seni suara, dan seni tari. Ada yang berpendapat bahwa kata “didong“ mendekati pengertian kata “denang“ atau “donang” yang artinya “nyanyian sambil bekerja atau untuk menghibur hati atau bersama-sama dengan bunyi-bunyian”.

Dan para pendapat lain mengatakan bahwa didong berasal dari kata “din” dan “dong”. “Din” berarti agama dan “dong” berarti dakwah. Didong merupakan seni berdendang yang ditampilkan oleh 2 kelompok dengan masing-masing grup terdiri dari 25-30 orang yang duduk melingkar selama semalam suntuk. Didong ada sejak zaman Reje Linge XIII dan sampai sekarang. (id.wikipedia..org/wiki/didong)

2. Tari Guel

Tari Guel adalah salah satu khasanah budaya Gayo. Guel yang diartikan membunyikan. Tarian ini merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik, dan seni tari itu sendiri. Tarian ini sepenuhnya terinspirasi dari perwujudan alam, lingkungan dan kemudian dirangkai dengan sedemikian rupa melalui gerakan-gerakan simbolis dan hentakan irama. Tari Guel biasanya disajikan pada saat penyambutan tamu-tamu penting ataupun terhormat.

3. Tari Munalo

Tari Munalo merupakan tari kreasi yang berasal dari Tari Guel. Munalo yang artinya menjemput. Tarian ini berproses seperti memanggil, menjemput serta mengajak. Tarian ini khusus ditarikan untuk menyambut pengantin ataupun tamu- tamu penting lainnya.

4. Melengkan

Melengkan merupakan seni berbalas pidato adat dengan kandungan sastra Gayo yang disampaikan oleh 1 atau 2 orang pelaku yang saling berhadapan dalam etnik

Gayo. Biasanya juga ini dilakukan dalam acara kepemerintahan Aceh Tengah maupun pernikahan masyarakat Gayo.

5. Tari Resam Berume

Tarian ini merupakan suatu gambaran kehidupan masyarakat Gayo yang saling bergotong royong dalam pekerjaan berume (bersawah). Ragam gerak dalam tarian ini di ambil dari aktifitas masyarakat Gayo yang sedang bersawah setiap harinya.

6. Tari Bines

Tari bines disebut sebagai “belahan jiwa” dari tari saman. Tarian ini hanya ditarikan oleh perempuan saja. Tari Bines muncul dikarenakan pada dahulu perempuan tidak boleh menarikan Tari Saman yang keras dan kencang serta diikuti dengan memukul-mukul dada. Tari ini diawali dengan lantunan syair yang dinyanyikan beralun dan dinyanyikan lebih dahulu oleh seorang dari penari yang terdepan.

7. Sebuku (Pepongoten)

Pepongoten merupakan seni sastra yang terdapat dalam etnik Gayo. Pepongoten adalah nyanyian dalam tangisan. Pepongoten ini dinyanyikan berdarkan spontanitas yang berisi kata-kata sedih.

BAB III

DESKRIPSI PERTUNJUKAN TARI MUNALO PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO di MEDAN

3.1 Asal-Usul Tari Munalo

Tari Munalo merupakan salah satu kesenian etnis Gayo yang terdapat di Dataran Tinggi Tanah Gayo. Tari Munalo biasanya di pakai untuk penyambutan tamu-tamu penting. Tari Munalo sendiri berasal dari Tari Guel yang dikembangkan. Tari Munalo berasal dari beberapa gabungan seni seperti seni sastra, seni musik, seni gerak. Pada awalnya untuk menyambut tamu-tamu penting tari yang di pakai adalah Tari Guel. Biasanya tarian ini digunakan untuk menjemput raja-raja, gubernur, dan tamu penting lainnya. Tari Guel juga tidak untuk diperlihatkan orang banyak. Untuk lebih memperindah dan meramaikan penyambutan para pakar seniman menciptakan Tari Munalo.

Tari Munalo adalah suatu bentuk kesenian yang merupakan hasil dari kreasi masyarakat Gayo yang didasarkan atas alam atau lingkungan dan situasi tata kehidupan masyarakat yang dapat diibaratkan berupa gerak-gerak simbolis serta hentakan anggota tubuh yang berirama, serta bermakna menyambut tamu dalam suatu upacara perkawinan.

Tari Munalo ditarikan dengan penari perempuan sebagai penari Munalo dan penari laki-laki sebagai penari Guel. Penari Munalo diposisikan sebagai pengiring penari Guel dimana penari Munalo berdiri mendampingi penari Guel.

Setiap upacara perkawinan di beberapa daerah diadakan tari penyambutan demikian pula dengan daerah Gayo di Aceh Tengah, Tari Munalo ini dikreasikan berdasarkan Tari Guel yang memiliki tujuan sebagai penyambutan tamu. Tari Munalo ini dianggap cukup penting dalam upacara perkawinan masyarakat Gayo. Hal ini dikarenakan Tari Munalo adalah merupakan salah satu simbol pernghormatan untuk menyambut tamu agung, contohnya kedua mempelai pengantin beserta tamu rombongan.

Begitu juga masyarakat Gayo di kota Medan mereka juga membawa kesenian khas Tari Munalo ini ke kota Medan sebagai salah satu kota perantauan mereka. Gerakan yang ditarikanpun sama dengan yang ditarikan di Aceh Tengah. Pada dasarnya ragam gerak Tari Munalo disebut dengan beberapa istilah, yaitu: salam semah, gerak kipes, puter tali, kepur nunguk, dan cincang nangka.

3.2 Gambaran Umum Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Gayo

Perkawinan (mungerje) tentunya menjadi salah satu upacara tradisional yang berkaitan dengan daur hidup bagi masyarakat Gayo itu sendiri. Aturan-aturan serta adat yang dilakukan telah lama hadir dan hingga sampai sekarang tetap dilaksanakan. Proses perkawinan tentunya harus ada ikatan janji diantara kedua belah pihak pengantin serta keluarga kedua mempelai pengantin.

Dalam pasal undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan, yang mendefenisikan bahwa pernikahan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangakan menurut Bachtiar (2004) pernikahan adalah pintu bagi bertemunya dua hati yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis serta mendapat keturunan. Pernikahan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup berhgaul guna memelihara kelangsungan hidup manusia di bumi. ( http://smktpi99.blogspot.com/2013 )

Dalam adat perkawinan (mungerje) masyarakat di Gayo apabila sudah sampai umur 18 hingga 20 tahun sudah diwajibkan kawin baik laki-laki maupun perempuan. Adapun sistem adat etnis Gayo dalam perkawinan yaitu :