REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG Dengan Penerapan Arsitektur Waterfront
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG DENGAN PENERAPAN ARSITEKTUR WATERFRONT SKRIPSI
Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh :
PRATIWI ANJAR SARI I0208070 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR PROGRAM STUDI ARSITEKTUR KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG Dengan Penerapan Arsitektur Waterfront
PENYUSUN : PRATIWI ANJAR SARI NIM
Pembimbing I
Tugas Akhir
Dr.Titis Srimuda.P.,ST, M.Trop.Arch NIP. 19680609 199402 1 001
Pembimbing II Tugas Akhir
Ir. Widi Suroto, MT NIP. 19560905 198601 1 001
Mengesahkan,
KetuaJurusanArsitektur
FakultasTeknik UNS
Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT. NIP. 19620610 199103 1 001
Ketua Program StudiArsitektur FakultasTeknik UNS
Kahar Sunoko, ST, MT. NIP. 19690320 199503 1 002
commit to user
ii
Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat, hidayat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan konsep Tugas Akhir dengan judul Redesain Taman Budaya Kota Padang dengan Penerapan Arsitektur Waterfront ini dengan baik dan lancar.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan konsep ini, penulis memperoleh banyak sekali hal-hal baru, baik berupa pengetahuan maupun pengalaman melalui arahan, bimbingan kritik dan petunjuk dari berbagai pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil. Semua itu sangat bermanfaat bagi penulis, terutama dukungan berupa dorongan secara moral sehingga konsep ini bisa terselesaikan setelah mengalami banyak rintangan dan hambatan. Atas semua dukungan selama proses penyusunan konsep ini, kami mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Allah SWT, atas semua rahmat, hidayah, dan ridhoNya.
2. Dr.Ir. Mohamad Muqoffa, MT, selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNS.
3. Kahar Sunoko, MT Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNS
4. Ir. Samsudi, MT. selaku pembimbing akademis atas bimbingan dan support yang telah diberikan.
commit to user
iii
bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.
6. Ir.Widi Suroto,MT, selaku pembimbing tugas akhir, atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.
7. Ir.Dwi Hedi, MT dan Tri Yuni Iswati selaku penguji Tugas Akh ir atas masukan dan saran yang telah diberikan.
8. Seluruh civitas akademika Fakultas Teknik UNS
9. Semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan serta
dukungannya dalam menyelesikan laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan konsep ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran tentang konsep ini akan Penulis terima dengan terbuka. Akhir kata, semoga konsep ini dapat memberikan manfaat bagi Penulis pribadi dan kita semua, Amin.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis
commit to user
REDESAIN TAMAN BUDAYA KOTA PADANG DENGAN PENERAPAN ARSITEKTUR WATERFRONT
PRATIWI ANJAR SARI I0208070 PEMBIMBING: Dr. Titis S P, ST, M.Trop.Arch Ir. Widi Suroto, MT
ABSTRAK
Taman Budaya Kota Padang merupakan salah satu wadah pengembangan seni dan budaya kota padang dan keberadaannya menjadi nadi dalam kelangsungan dan regenerasi kesenian tradisional Minangkabau. Taman budaya kota padang terletak di lokasi yang memiliki potensi cukup tinggi, salah satunya berada di sepanjang garis pantai padang. Akan tetapi, keadaan taman budaya saat ini sudah tidak layak untuk mewadahi kegiatan seni dan budaya setempat. Ketidaklayakan tersebut dibuktikan dengan penurunan minat masyarakat untuk beraktifitas didalamnya. Pasca gempa 30 september 2009, aktifitas taman budaya kota padang semakin lumpuh dan fungsinya berubah menjadi jalan pintas menuju pantai padang.
Tujuan tugas akhir ini adalah meredesain kawasan taman budaya kota padang sehingga dapat mengembalikan fungsinya sebagai wadah pengembangan seni dan budaya yang menarik dan menjadi kebanggaan masyarakat. Untuk menarik perhatian masyarakat dan guna memanfaatkan potensi pantai setempat, maka dalam meredesain taman budaya kota padang ini digunakan penerapan waterfront.
Kata kunci: Redesain, Taman Budaya, Waterfront
commit to user
ARCHITECTURAL APPLICATION
PRATIWI ANJAR SARI I0208070 PEMBIMBING: Dr. Titis S P, ST, M.Trop.Arch Ir. Widi Suroto, MT
ABSTRACT
Padang City Cultural Park is one container of the arts and culture field and
a pulse in the presence and continuity of traditional Minangkabau art regeneration. Cultural park located in the desert city that has a high potential, one of which is along the desert coastline.
However, the state of the culture park is not feasible at this time to facilitate the activities of local arts and culture. Ineligibility is evidenced by the decline in the public interest to indulge in it. Post-earthquake September 30th 2009, the activities of the city's cultural park meadow increasingly paralyzed and function turns into a shortcut to the coastal prairie.
Purpose of this thesis is to redesign the desert city cultural park so it can restore its function as a forum for the development of arts and culture that attract and the pride of the community. To attract the attention of the public and to harness the potential of the local beach, the park redesign culture in this desert city waterfront used application.
Keyword : Re-design, Cultural Park, Waterfront
commit to user
BAB I PENDAH ULUAN
1.1. Pengertian J udul
Tugas akhir ini diberi judul “Redesain Taman Budaya Kota Padang dengan Penerapan Arsitektur Waterfront”. Untuk membangun rumusan pengertian dari judul tersebut dapat ditelusuri dari objek material dan objek formal dari kerja tugas akhir ini, yaitu 1) objek material dari tugas akhir ini adalah redesain Taman Budaya Kota Padang; dan 2) objek formal tugas akhir ini adalah arsitektur waterfront.
Redesain, secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya melakukan desain ulang atas suatu objek. Objek redesain yang yang dimaksud dalam tugas akhir ini adalah Taman Budaya Kota Padang. Redesain lazimnya dilakukan karena adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas bangunan baik dari sisi pewadahan, arsitektural, dan/atau konstruksi bangunan. Sementara itu, Taman Budaya lazimnya diartikan sebagai suatu wadah atau tempat berlangsungnya segala kegiatan yang berhubungan dengan pertunjukan seni budaya yang berupa musik, tari, teater, dan pertunjukan kesenian tradisional yang ditunjang dengan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Oleh karenanya, pengertian Redesain Taman Budaya Kota Padang dapat dirumuskan sebagai suatu upaya untuk mendesain ulang Taman Budaya Kota Padang agar memiliki kualitas yang lebih baik dari penampilan pewadahan aktivitas, konstruksi bangunan, dan/atau penampilan bangunan yang diharapkan mampu menjadi kebanggaan masyarakat Kota Padang.
commit to user commit to user
Pengertian waterfront, setidaknya dapat dirumuskan dari tiga pendapat berikut.
1) Menurut Dictionary of the English Languange (2000), diartikan sebagai suatu bagian dari suatu area hunian atau kota yang berbatasan
dengan air, khususnya daerah dermaga dimana kapal-kapal berlabuh.
2) Menurut M.Ichsan (Majalah Sketsa, Mei, 1993), waterfront diartikan sebagai suatu kawasan perairan baik darat, pesisir pantai maupun lepas pantai, suatu danau, maupun tepian pantai.
3) Menurut Dimensi Tekn ik Arsitektur Vol. 34, No. 2, Desember 2006, pengertian waterfront dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003).
Berdasarkan tiga pendapat tersebut dapat dibuat rumusan pengertian waterfront sebagai suatu daerah atau area yang terletak di dekat dan/atau berbatasan dengan kawasan perairan, dimana terdapat satu atau beberapa aktivitas.
Dengan demikian, rumusan pengertian Redesain Taman Budaya Kota Padang dengan Pendekatan Arsitektur Waterfront dapat dinyatakan sebagai suatu upaya mendesain ulang Taman Budaya Kota Padang agar dapat meningkatkan
commit to user
Gambar 1.1. Taman Budaya Padang
sebelum dilanda gempa Sumber : http://panoramio.com
berlangsungnya segala kegiatan yang berhubungan dengan pertunjukkan seni dan budaya, berupa musik, tarian, theatre, dan pertunjukkan kesenian tradisional, yang ditunjang dengan fasilitas-fasilitas pendukung terkait dengan konsep perencanaan dan perancangan arsitektur waterfront.
1.2. Latar Belakang
Taman Budaya Kota Padang merupakan salah satu wadah pengembangan seni dan budaya di kota Padang, keberadaannya menjadi nadi dalam kelangsungan
dan regenerasi kesenian tradisional. Namun demikian, pasca gempa pada tanggal
29 September 2009 yang lalu, Padang mengalami kerusakan berat, baik infrastruktur kota, bangunan gedung pemerintahan, perkantoran, bangunan publik, maupun pemukiman penduduk, termasuk potensi pariwisata, seperti museum Adhityawarman, taman melati, taman budaya Padang, yang hingga kini masih belum layak untuk digunakan lagi. (www.budpar.go.id , diakses pada 25 oktober 2009).
Gambar 1.2. Taman Budaya Padang setelah dilanda gempa Sumber : www.budpar.go.id (1 Oktober 2009)
commit to user commit to user
Oleh karenanya, taman budaya kota Padang yang berada di sepanjang garis pantai selatan atau samudra Hindia, diyakini mampu menarik hati masyarakat jika dimanfaatkan secara optimal. Hal ini terkait dengan pantai yang menjadi salah satu simbol kota Padang dan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kepariwisataan Sumatra Barat ( www.infosumbar.com , diakses pada 11 desember 2011).
Taman budaya yang akan diredesain diharapkan mampu menjadi wadah, untuk menyemangati dan menjadi nafas baru bagi masyarakat kota Padang untuk tetap berkreasi, berinovasi, dan dapat menghasilkan suatu karya seni yang membanggakan, mampu merespon kerusakan terhadap lingkungan terlebih pada daerah pantai, mampu merespon kondisi alam, iklim, serta kearifan lokal, dan ramah lingkungan sehingga bangunan yang hendak diredesain tidak menimbulkan kerusakan di masa yang akan datang serta memberi kenyamanan secara holistik. Untuk mewujudkan harapan tersebut, maka pantai sebagai objek yang selama ini mendukung keeksisan dari taman budaya, harus dikembangkan sebagai sarana penunjang bagi taman budaya kota Padang.
Taman Budaya Kota Padang berada di sepanjang garis Samudra Hindia atau Pantai Padang, yaitu pantai yang memiliki keindahan dan potensi pariwisata yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pengunjung yang datang setiap
commit to user commit to user
Redesain ini merupakan proses mendesain ulang Taman Budaya Kota Padang yang sudah tidak mampu mewadahi aktifitas di dalamnya, bahkan redesain ini merupakan sebuah aktivitas pengubahan atau pembaharuan desain dengan tidak semata-mata berpatokan dari wujud desain yang lama diubah menjadi baru, namun lebih pada upaya untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan positif demi kemajuan Taman Budaya Kota Padang yang merupakan wadah pengembangan seni kini dan akan datang. Pada gilirannya, Taman Budaya Kota Padang ini berfungsi sebagai tempat pergelaran seni, baik indoor maupun outdoor , pertunjukkan dan pameran seni, pendidikan dan pelatihan kesenian/sanggar seni dan budaya, promosi, penjualan barang seni, ruang serba guna, serta akan didukung oleh fasilitas pendukung lainnya.
1.3. Permasalahan
Bagaimanakah rumusan konsep perencanaan dan redesain Taman Budaya Kota Padang yang dapat mencitrakan fungsi bangunan melalui penerapan arsitektur waterfront.
commit to user commit to user
b) Bagaimanakah konsep program ruang secara keseluruhan, sehingga mampu menunjang kebutuhan akan fungsi taman budaya tanpa mengurangi kenyamanan dan keamanan pengguna?
c) Bagaimanakah konsep redesain taman budaya yang mampu mencitrakan fungsi dan karakternya yang dinamis, atraktif, dan romantis?
d) Bagaimanakah konsep sistem struktur, utilitas, tata landscape, dan sirkuasi yang dapat mendukung kegiatan dan bangunan?
1.5. Tujuan dan Sasaran
1.5.1 Tujuan
Rumusan konsep redesain Taman Budaya Kota Padang yang mampu mewadahi segala aktivitas di dalamnya dengan penerapan arsitektur waterfront.
1.5.2 Sasaran
a) Konsep tata dan olah site dari dan menuju taman budaya, serta koridor jalan menuju bangunan waterfront, dengan melihat keadaan sekitar tapak sehingga tercapai sirkulasi yang baik dan tepat.
b) Konsep program ruang secara keseluruhan, serta tata masa bangunan dalam penyatuan fungsinya sebagai bangunan pendidikan kebudayaan,
commit to user commit to user
c) Konsep bentuk dan penampilan taman budaya sebagai upaya pencitraan bangunan dan menarik perhatian.
d) Konsep sistem struktur dan utilitas yang digunakan dalam kawasan taman budaya.
1.6. Teknik Pengumpulan Data
1.6.1. Observasi dan Survey
Penyusun menggunakan surveyor dalam pengumpulan data dan obeservasi ke lapangan, yang meliputi pengambilan dokumentasi/foto keadaan taman budaya saat ini, kemudian data akan diberikan kepada penyusun.
1.6.2. Studi Literatur
Didapat dari beberapa referensi dari berbagai media, baik cetak maupun internet yang berhubungan dengan judul dan kasus.
Data-data yang didapat dari studi literatur, diantaranya :
a) Tata cara redesain b)
Batasan-batasan dalam redesain c)
Presedent d)
Teori tentang syarat-syarat dan pendirian bangunan waterfront
e) Dan lain-lain
commit to user
Melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait untuk mendukung kelengkapan data. Wawancara dilakukan dengan sebagai berikut:
a) Humas (Pengelola) Taman Budaya Kota Padang;
b) Pengunjung Taman Budaya Kota Padang;
c) Pengguna Taman Budaya Kota Padang;
d) Masyarakat Kota Padang.
1.6.4. Dokumentasi
Berupa foto-foto dari obyek yang menjadi tujuan studi observasi guna menambah kelengkapan data dan memudahkan penjelasan obyek.
1.6.5. Studi komparasi
Untuk leb ih mendukung obyek pembahasan, dilakukan studi banding dengan preseden yang memiliki latar belakang atau pendekatan konsep yang hampir sama dengan obyek perencanaan dan perancangan taman budaya.
1.7. Metode Pendekatan Konsep Perencanaan dan Perancangan
Mengkaji data-data, informasi, dan pengetahuan empiris yang kemudian digunakan sebagai data perencanaan dan perancangan melalui tiga tahap pemrograman, yaitu: 1) pemrograman fungsional; 2) pemrograman performansi; dan 3) pemrograman arsitektur. Pertama, pemrograman fungsional merupakan tahap penerjemahan tujuan dan obyektif, kedua, pemrograman performansi adalah
commit to user commit to user
1.8. Metode Perumusan Konsep Perencanaan dan Perancangan
Merumuskan analisa sebagai upaya meemcahkan masalah yang kemudian diterjemahkan kedalam desain berupa gambar rancangan baru. Tahapan
kerja ini dapat dirumuskan dalam skema berikut.
1.9. Lingkup Dan Batasan Pemb ahasan
1.9.1. Lingkup Pembahasan
Pembahasan meliputi wilayah disiplin ilmu arsitektur yang menentukan dalam konsep perencanaan dan perancangan, sedangkan pembahasan di luar ilmu tersebut dibatasi seminimal mungkin.
Skema 1.1. Skema tahap perumusan konsep perencanaan dan perancangan
Sumber : Dokumen pribadi (2010)
Feed back
commit to user
Pembahasan ditekankan pada permasalahan dan persoalan yang ada sehingga dapat sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah disebutkan.
1.10. Sistematika Pemb ahasan
Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, pengertian, tujuan, permasalahan dan persoalan dari redesain wadah kesenian budaya, serta metode
penyelesaian dan sistematika pembahasan.
Bab II Tinjauan Pustaka, berisi tentang seni budaya dan waterfront dalam konteks yang lebih luas, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian dari seni budaya dan waterfront.
Bab III Gambaran Umum, berisi tentang pertimbangan lokasi terpilih.
Bab IV Redesain Taman Budaya Kota Padang Yang Direncanakan, mengemukakan garis besar dasar-dasar perencanaan Taman Budaya Kota Padang dalam batasannya dengan proses Redesain Taman Budaya Kota Padang yang akan direncanakan.
Bab V Analisa Pendekatan Perencanaan dan Redesain Taman Budaya Kota Padang, mengemukakan analisa perencanaan dan redesain yang dimulai dengan analisa makro (analisa site dan pengolahannya) dan analisa mikro (analisa kegiatan, kebutuhan dan besaran ruang).
Bab VI Rumusan Konsep Perencanaan dan Redesain Taman Budaya Kota Padang, berisi simpulan yang merupakan Konsep Perencanaan dan Redesain
Taman Budaya Kota Padang.
commit to user
11
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tentang Re-desain
Redesain, secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya melakukan desain ulang atas suatu objek. Redesain lazimnya dilakukan karena adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas bangunan baik dari sisi pewadahan, arsitektural, dan/atau konstruksi bangunan. Proses redesain sebuah kawasan lazimnya mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya. Redesain sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, namun juga harus dilengkapi dengan peningkatan tingkat ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada.
2.2. Evaluasi Terhadap Kondisi Eksisting Bangunan
Kondisi taman budaya kota Padang saat ini sudah tidak layak bagi masyarakat untuk mengembangkan seni dan budaya. Kurangnya penyediaan fasilitas pelatihan dan pertunjukkan menjadi fokus utama dalam desain ulang Taman Budaya Kota Padang.
Dalam usaha penyediaan fasilitas-fasilitas dapat diwujudkan dengan rancangan yang ergonomis. Hal ini mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancangan desain yang memenuhi persyaratan “Fitting The Task To The Man” (Granjean, 1982), sehingga setiap rancangan desain harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan, kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Penerapan ergonomi dalam perencanaan redesain taman budaya ini
commit to user
12
manusia, ruang gerak manusia, dan dimensi furniture yang ideal bagi manusia; 2) perancangan taman budaya dengan mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan manusia, yang diwujudkan dengan penyediaan fasilitas untuk kemudahan penyandang cacat; 3) perancangan ruang dalam dan luar yang mempertimbangkan aspek psikologi manusia, seperti memasukkan suasana yang inspiratif bagi user; dan 4) perancangan ruang dalam dan luar juga mempertimbangkan pengaruh lingkungan terhadap manusia, antara lain: 1) Cahaya, pencahayaan alami digunakan ratio jendela dan lantai 1:5, untuk menghindari silau dapat digunakan sun shading , gorden/ tirai, dan tumbuhan. Untuk pencahayaan buatan digunakan lampu dengan kuat penerangan sesuai standar; 2) Kebisingan, kebisingan dari dalam dapat diupayakan dengan menghindari penataan ruang dengan pintu-pintu saling berhadapan. Kebisingan dari luar bangunan dapat diatasi dengan menempatkan barrier vegetasi, serta penempatan bangunan di tengah dengan dikelilingi taman; 3) getaran mekanis, dapat diatasi dengan menggunakan peredam di sekitar benda yang mengeluarkan getaran mekan is, serta menggunakan material yang dapat mengurangi getaran, seperti beton; 4) temperatur dan kelembaban. Karena objek berada di kawasan pantai dan adanya perbedaan kebutuhan masing-masing individu akan suhu udara yang nyaman, maka selain digunakan penghawaan alami dengan ventilasi silang, serta penggunaan material berongga untuk menghasilkan udara yang semilir juga menggunakan penghawaan buatan dengan AC; serta 5) warna, penerapan warna yang tepat diyakini dapat memberikan efek positif bagi pengguna ruang, misalnya untuk ruang sanggar digunakan warna yang natural, seperti coklat, abu-abu, untuk
commit to user
13
untuk menghasilkan efek pantai yang teduh, sedangkan gallery digunakan warna yang lebih gelap, untuk menghasilkan suasana etnik dan pencahayaan yang dramatis.
Di samping penerapan aspek ergonomi, perlu juga dilakukan upaya-upaya lain untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dan menarik pengunjung untuk tidak bosan berkunjung ke taman budaya kota Padang, antara lain dengan menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung, seperti pasar seni, ruang komunal, atm centre, dsb.
Mempertimbangkan beberapa kriteria di atas, taman Budaya Kota Padang membutuhkan perancangan ulang atau redesain karena kondisinya yang sudah
tidak mampu mewadahi aktifitas seni dan budaya. Redesain Taman Budaya Kota Padang ini meliputi: 1) perencanaan dan perancangan ulang pada bangunan yang
sudah hancur, seperti sanggar, perpustakaan, pengelola, dan kantin. Bentuk masa pada bangunan pengelola diadopsi dari bentuk atap rumah gadang. Bentuk masa pada bangunan sanggar dibuat lebih sederhana dan teduh; 2) perombakan gedung pertunjukaan yang awalnya berada di tengah tapak menjadi bangunan baru yang menjadi waterfront dan terhunung dengan galery. Pembongkaran ini dilakukan karena adanya kebutuhan penambahan luasan ruang. Bentuk masa menyesuaikan bangunan yang berada ditapak yang lama; 3) adanya penambahan entrance bagi pejalan kaki; 4) site dirancang dengan bentuk ukiran tradisional minangkabau yang berbentuk lengkung dengan unsur air, seperti kolam, air mancur, dan sebagainya agar memberikan kesejukan di dalam tapak; 5) dibuat jalur sirkulasi evakuasi yang mudah dan aksesibel; serta 6) ruang terbuka tidak hanya dijadikan
commit to user
14
seperti jogging.
2.3. Tinjauan Seni
2.3.1 Batasan Pengertian Seni
Seni mempunyai arti yang sangat luas, yaitu suatu yang berhubungan dengan cipta, rasa, dan karsa serta keindahan yang merupakan hasil karya manusia. Seni bukan yang memberikan keindahan sempurna yang menyenangkan dan memuaskan manusia, tetapi seni membuat manusia menjadi sempurna sebagai manusia. (Leo Tolsoi, 2000 : 65).
Pada mulanya seni merupakan proses dari perkembangan manusia oleh karena itu seni menjadi sinonim dari sebuah ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Namun yang disebut seni itu berada di luar benda seni, sebab benda seni itu berupa nilai. Apa yang disebut indah, baik, adil, sederhana, dan bahagia itu adalah nilai. Apa yang oleh seseorang disebut indah dapat tidak indah bagi orang lain. Nilai bersifat subjektif, yaitu berupa tanggapan individu terhadap sesuatu berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Tanggapan individu terhadap suatu benda seni akan membangkitkan kualitas nilai tertentu sesuai dengan nilai-nilai seni yang dikenal dan dialami si individu. Karena itu, seni sangat sulit untuk dijelaskan dan dinilai. Masing-masing individu memiliki parameter yang menuntunnya.
commit to user
15
Berdasarkan penelitian para ahli, seni sudah ada sejak 60.000 tahun yang lampau. Bukti ini terdapat pada dinding-dinding gua di Prancis Selatan yang berupa torehan-torehan pada dinding dengan menggunakan warna yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Artefak ini mengingatkan kita pada lukisan modern yang penuh ekspresi.
Satu hal yang membedakan antara karya seni manusia purba dengan manusia modern yakni terletak pada tujuan penciptaannya. Manusia purba membuat karya seni/penanda kebudayaan pada massanya semata-mata hanya untuk kepentingan sosioreligi. Artinya, manusia purba merupakan figure yang masih terkungkung oleh kekuatan-kekuatan di sekitarnya. Sementara itu, manusia modern membuat karya seni/penanda kebudayaan pada massanya cenderung untuk kepuasan pribadi dan menggambarkan kondisi lingkungannya. Dengan kata lain ,manusia modern adalah figure yang ingin menemukan hal-hal yang baru dan mempunyai cakrawala berfikir yang lebih luas. Oleh karenanya, semua bentuk kesenian pada jaman dahulu selalu ditandai dengan kesadaran magis karena memang demikian awal kebudayaan manusia. Dari kehidupan yang sederhana dengan memuja alam sampai pada kesadaran terhadap keberadaan alam.
Pada awalnya seni diciptakan untuk kepentingan bersama/milik bersama. Karya-karya seni yang ditinggalkan pada masa prasejarah di gua-gua tidak pernah menunjukan identitas pembuatnya. Demikian pula peninggalan-peninggalan dari masa lalu seperti bangunan atau artefak di mesir kuno, Byzantium, Romawi, India, atau bahkan di Indonesia sendiri. Ini berarti bahwa kesenian pada jaman sebelum modern tidak beraspek individualistis.
commit to user
16
bahkan sebelumnya, basis-basis ritual dan kultis dari karya seni mulai terancam akibat sekularisasi masyarakat. Situasi keterancaman itu mendorong seni akhirnya mulai mencari otonomi dan mulai bangkit pemujaan sekular atas keindahan itu sendiri. Dengan kata lain fungsi seni menjadi media ekspresi, dan setiap kegiatan kesenian adalah berupa kegiatan ekspresi kreatif, dan setiap karya seni merupakan bentuk yang baru, yang unik dan orisinil. Dikarenakan sifatnya yang bebas dan orisinal yang akhirnya posisi karya sen i menjadi individualistis.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, seni pertunjukkan terus berkembang dengan baik. Arah perkembangan seni pertunjukkan pada akhir tahun
1940-an masih terbatas pada upaya untuk menghilangkan batas antara seni pertunjukkan istana dan seni pertunjukkan rakyat. Seni pertunjukan yang
berkembang jauh dari istana yang sebelum masa kemerdekaan merupakan sentra perkembangan seni yang adiluhung. Istilah adiluhung yang selalu menyertai pertunjukan seni dari istana, sebenarnya merupakan istilah yang bermakna ‘indah dan tinggi’ yang dalam pertumbuhannya, jelas hanya dikenakan pada seni pertunjukan yang berasal dari istana, namun rupanya istilah ini lebih terasa netral (Soedarsono, 1999 : 42).
Sejak Indonesia merdeka, wilayah-wilayah di luar istana seperti Jawa Tengah ingin tampil sebagai wilayah yang mampu membanggakan jati diri mereka, upaya untuk menampilkan jati diri sebagai suatu bangsa besar yang memiliki kebudayaan nasional mewarnai perkembangan seni pertunjukkan di seluruh pelosok tanah air. Drama atau sandiwara yang bernuansa Indonesia
commit to user
17
(Soedarsono, 1999 : 45). Pada masa orde baru, para seniman dengan bebas mengekspresikan karya- karya yang menampilkan tema serta gaya ungkap sesuai dengan gejolak hati nurani mereka. Selain itu, berbagai alat rekam media canggih juga sangat mewarnai perkembangan seni pertunjukkan kita. Era globalisasi telah memungkinkan bangsa Indonesia menikamti berbagai bentuk seni pertunjukan, baik yang disajikan secara langsung maupun yang ditayangkan lewat media elektronik. Dengan hadirnya era globalisasi, para seniman memiliki kebebesan untuk menampilkan gaya yang mereka senangi. Akibatnya timbulah semacam arus perkembangan seni, yang lazim kita sebut sebagai multikulturalisme (multiculturalism) yang menghargai karya seni dengan gaya apapun dan dari negara manapun (Soedarsono, 1999 : 47).
2.3.3. Jenis-jenis Seni
Seni memiliki pengertian yang sangat luas dan memiliki pengertian yang berbeda pada tempat dan saat yang berbeda tergantung ruang dan waktu. Akan tetapi seni secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2, yakni sebagai berikut.
Pertama , seni mayor, yaitu meliputi seni musik, seni tari, seni rupa, seni teater, seni sastra, dan lain sebagainya. Masing-masing seni tersebut dapat
dijelaskan senbagai berikut.
1) Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera seseorang. Musik menurut Aristoteles
commit to user
18
terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotism. Menurut Wikipedia, penciptaan musik harus memenuhi kaidah-kaidah tertentu antara lain harmonisasi, ritme, melodi, dan aturan lain. Penggolongan jenis musik berdasarkan teori dan tata cara penyusunan komposisi nada/suara, yaitu : 1) musik pentatonic, merupakan jenis musik yang menganut lima aturan nada sebagai skalanya; 2) musik diatonic, merupakan jenis musik yang menganut tujuh aturan nada sbagai skalanya. Contohnya adalah pada musik pop modern. Jenis musik inilah yang lebih banyak digunakan di dunia sekarang ini, nada tersebut yaitu 1 (do), 2 (re),
3 (mi), 4 (fa), 5 (sol), 6 (la), 7 (si). Saat ini, sebagian besar musisi lebih banyak menganut jenis musik
diatonic . Hal ini diketahui dengan banyaknya musik diatonic yang beredar dibandingkan dengan jenis musik yang lain. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang universal dan mudah diterima oleh setiap negara. Meskipun demikian untuk tetap menjaga kelestariannya, musik pentatonic pun perlu memiliki wadah untuk pengembangannya. Untuk bentuk pementasan musik yang sering digunakan sangat beragam, tergantung tujuan dan materi yang dipentaskan. Pementasan musik tradisional (pentatonic) mempunyai lebih banyak tata cara baku yang mengikat dibandingkan dengan pementasan diatonic. Beberapa jenis pementasan yang biasa digunakan untuk pementasan musik diatonic antara lain : a) pementasan sistem ensamble, yaitu kelompok orang-orang yang menyanyi dengan atau tanpa iringan musik, atau
commit to user
19
symphoni orchestra , yaitu suatu tempat untuk penempatan susunan alat musik pada suatu pementasan musik; c) pementasan sistem concert band, yaitu pementasan yang menggunakan alat musik baku maupun yang telah dimodifikasi, dan ditunjukkan untuk penonton dalam jumlah yang besar. Sedangkan pementasan sistem musik diatonic lebih membutuhkan tempat pementasan. Jenis tempat pementasan yang biasa digunakan untuk pementasan musik dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu outdoor dan indoor.
2) Tari, merupakan seni olah tubuh atau gerakan badan yang biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian (musik, dan lain-lain). Secara umum seni tari dibagi
menjadi 2 macam, yaitu tari trad isional dan tari modern. Jenis tari yang menggunakan gerakan-gerakan modern yang dinamis dan dipadukan dengan musik modern. Tari ini beragam jenisnya karena selalu berkembang seiring dengan berkembangnya transfer budaya yang kita terima dari luar. Bahkan tidak menutup adanya perpaduan antara gerakan tari yang satu dengan yang lain.
3) Seni rupa, merupakan cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap dan dirasakan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika. Jenis-jenis seni rupa antara lain: a) seni rupa murni, meliputi seni lukis, seni grafis, seni patung, seni pertunjukan, seni keramik, seni film, seni koreografi, seni fotografi; b)
commit to user
20
kriya, meliputi kriya tekstil, kriya kayu, kriya keramik, kriya rotan.
4) Teater, merupakan pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi. Secara umum pertunjukan teater dapat dibagi menjadi dua yaitu teater dramatik dan teater non dramatik. Berdasarkan jenisnya, teater dapat dibedakan sebagai berikut.
a) Teater Dramatik. Teater drama ditandai dengan adanya alur cerita yang tertulis pada naskah dan dimainkan oleh para aktor, yang menggambarkan karakter-karakter fiksi sesuai dengan alur ceritanya. Teater dramatik dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. Pertama, opera, yaitu drama panggung yang sebagian atau seluruhnya dinyanyikan dalam iringan musik, baik secara solo, ensamble, paduan suara, maupun sebuah grup instrumentalis. Kedua, operetta, yaitu drama musikal yang secara struktur mirip dengan opera tetapi dengan karakteristik plot romantik sentimental dengan iringan lagu, musik orchestra dengan sedikit sentuhan tari yang dibarengi dengan dialog. Ketiga, teater tari, yaitu suatu kombinasi elemen-elemen drama dengan tari. Penggambaran teater dengan tari terlihat sangat kuat pada awal pengembangan teater drama di barat dan tetap menjadi keunggulan dasar dari drama-drama asia. Keempat, mime / pantomim, yaitu bentuk lain teater yang mengandalkan gerak. Berbeda dengan gerakan tari pada teater tari yang mengandalkan gerakan ekspresi seni, dialog mime/pantomime lebih mengandalkan bahasa dalam pementasannya.
commit to user
21
mencakup berbagai macam presentasi, baik oral maupun musikal. Bisa berupa atraksi ketangkasan, keuletan dan ilusi, gimnastik display dan bentuk-bentuk ceremonial lainnya. Berbeda dengan teater drama, teater non dramatik tidak memiliki alur cerita sehingga kualitas dari sebuah produk teater non drama tidak ditentukan dari isi cerita, tetapi kualitas dari penampilan pemeran atau kesamaan bunyi dan laku ritual (tradisi). Seiring dengan berjalannya waktu, teater berkembang dari satu negara ke negara lain, jenis-jenis teater yang telah berkembang di Indonesia adalah teater tradisional dan teater modern. Teater tradisional dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, teater rakyat, cerita dalam teater ini tidak memiliki naskah dan dibuat berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng, mito logi atau kehidupan sehari-hari. Biasanya nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan, bahkan tidak terelakkan adanya dialog langsung antara pelaku dan publiknya. Teater rakyat dilakukan di tempat pertunjukkan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton) dan menggunakan bahasa daerah. Kedua, teater keraton, kesenian istana yang dikembangkan oleh para seniman yang merupakan hasil dari pengaruh kesenian modern barat. Pertunjukkan teater modern dilakukan di tempat khusus, yakni sebuah bangunan panggung proscenium yang memisahkan penonton dengan pemain. Teater modern memiliki pegangan atau naskah drama tertulis, dengan menggunakan bahasa yang merupakan lingua franca kaum
commit to user
22
menggunakan idiom-idiom modern, seperti adanya intermesso, pimpinan pertunjukkan, dan lain-lain.
Kedua, seni minor, yaitu seni yang berhubungan dengan hasil karya yang berupa benda-benda, seperti seni kerajinan, berupa tembikar, perabot, dan lain- lain. Seni seperti in i membutuhkan ruang untuk bengkel kerja (sebuah ruang kerja untuk memberi contoh bagaimana membuat suatu hasil kerajinan) serta gallery (sebuah ruang yang dimanfaatkan untuk mempertunjukkan hasil karya dari seni kerajinan).
2.3.4. Tinjauan Pelatihan Seni (Sanggar seni)
Sanggar seni memiliki peran penting dalam pengembangan kesenian. Terlepas dari bakat, tentu saja proses pendidikan dan latihan sangat diperlukan. Tempat pelatihan menjadi fasilitas untuk mengembangkan pengetahuan dan pelatihan seni budaya sesuai dengan kegiatan yang diwadahinya. Kegiatan yang ditampung dalam sanggar seni disesuaikan dengan budaya dan kesenian yang berkembang dalam suatu wilayah.
Sistem pengajaran dalam sanggar seni biasanya dilakukan dengan pemberian materi yang terdiri dari dua macam. Pertama, materi teori, berfungsi
untuk menunjang latihan praktik yang diberikan setiap satu kali seminggu. Kedua, materi praktik, berupa latihan untuk meningkatkan keterampilan yang diberikan
setiap dua kali seminggu, baik berupa pagelaran terbuka maupun tertutup untuk umum.
commit to user
23
dengan berbagai disiplin ilmu seperti musik, tari (koreografer), teater, dan seni lukis.
2.3.5. Tinjauan Pergelaran Seni
Pergelaran seni bertujuan untuk mementaskan ilmu yang telah didapatkan selama belajar di sanggar seni, yang terdapat pada taman budaya. Pergelaran diselenggarakan pada tempat pementasan dan galeri. Dengan memperhatikan masing-masing kegiatan, ruang pementasan diwujudkan dalam design arsitektur sehingga pemain dan penonton merasa nyaman dan dapat menikmati apa yang dipentaskan. Demikian pula dengan galeri, pertimbangan utama adalah estetika namun ditunjang pula dengan lighting dan sistem akustik yang baik.
Selain dari hal-hal yang disebutkan di atas, terdapat pula fasilitas lain yang mendukung fungsi sebagai pusat seni, seperti pasar seni dan perpustakaan seni. Pasar seni merupakan tempat berkarya, pementasan, tempat pameran, dan tempat berjualan benda-benda dan kegiatan kesenian. Pasar seni memiliki beberapa unit kios yang menggelar aneka barang hasil seni tradisional.
Di tempat ini marak kreatifitas seni rupa dari berbagai aliran, dari naturalis hingga abstrak, dari potret hingga dekoratif. Para seniman tidak hanya berkarya tetapi juga dapat saling berdiskusi dan berinteraksi dengan pengunjung.
Pasar seni memberikan tempat bagi pengusaha kecil, pengrajin dan seniman untuk memasarkan dan mempromosikan hasil karya seni mereka, sehingga mutu dari kesenian Sumatera Barat pun akan meningkat. Fungsi utama dari pasar seni yakni sebagai tempat untuk promosi, informasi, produksi, dan
commit to user
24
(pemakai) yakni sebagai berikut.
1) Peran Pasar Seni bagi Seniman dan Pengrajin
a) Sebagai wadah untuk memasarkan karya seni dan keratin.
b) Sebagai wadah untuk memproduksi karya seni dan kerajinan tangan.
c) Sebagai sarana pengembangan kreatifitas seniman dan pengrajin.
2) Peran Pasar Seni bagi Konsumen
a) Sebagai sarana belanja karya seni dan kerajinan yang lengkap, serta tempat untuk mengenal budaya setempat.
b) Tempat untuk melihat atraksi pembuatan dan pementasan karya seni dan keratin.
3) Peran Pasar Seni bagi Pemerintah Daerah
a) Sebagai sarana pendukung obyek wisata utama.
b) Sebagai sarana untuk memperkenalkan dan mempromosikan kebudayaan.
Perpustakaan seni merupakan wadah koleksi buku dan majalah yang berhubungan dengan seni. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.
Seiring berjalannya waktu, kini perpustakaan tidak hanya menyediakan buku sebagai sumber informasi namun sudah menyediakan microfilm, microfiche, tape audio , CD, tape video dan DVD, serta menyediakan fasilitas umum untuk
commit to user
25
modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku, sebagian koleksinya disediakan dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bias diakses lewat jaringan komputer).
2.4. Tinjauan Waterfront
Pengembangan kawasan tepian air (waterfront development) merupakan trend yang melanda kota-kota besar dunia sejak tahun 80-an, dan tampak masih
akan digemari sampai dasawarsa mendatang. Jenis pengembangan ini dirintis sejak tahun 60-an oleh kota-kota pantai di Amerika, yang memanfaatkan lahan-
lahan kosong bekas pelabuhan lama, untuk dikembangkan menjadi kawasan bisnis, hiburan, serta pemukiman. Kesuksesan waterfront di Amerika ini segera ditiru oleh kota-kota pelabuhan Eropa, dan kemudian menyebar ke segala penjuru dunia. Beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan waterfront development adalah dibangkitkannya kembali kenangan lama, akan kota yang didominasi oleh kegiatan perairan, kemudahan pencapaian karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, serta luas lahan yang cukup besar yang ada pada saat ini, sudah sulit ditemukan lagi dalam kota yang semakin padat. Dengan latar belakang yang agak berbeda, kecenderungan membangun kawasan tepian air ini juga telah melanda kota-ktoa besar di Indonesia, terutama Jakarta. Keberhasilan reklamasi pada rawa-
rawa di pantai utara Jakarta yang melahirkan sarana rekreasi Ancol, telah mendorong pembangunan kawasan tepian air lainnya seperti Pantai Mutiara dan
Pantai Indah Kapuk.
commit to user
26
pada tahun 1987, nilai ekonomi total yang dihasilkan oleh sebelas kegiatan pembangunan (pemanfaatan) sumber daya pesisir dan lautan (minyak dan gas, industri, transportasi dan komunikasi, pelayaran dan pelabuhan, pertanian, perikanan tangkap, pariwisata, kehutanan, perikanan budidaya, kegiatan masyarakat pesisir, dan pertambangan) sebesar kira-kira Rp 150 trilyun, atau hampir setara dengan total produk domestik bruto. Berbagai kegiatan pembangunan tersebut merupakan sumber mata pencaharian dan kesejahteraan bagi sekitar 13,6 juta orang, dan secara tidak langsung mendukung kegiatan ekonomi bagi sekitar 60 % dari total penduduk Indonesia yang bermukim di kawasan pesisir. Kemudian pada tahun 1990, kontribusi ekonomi kegiatan sektor kelautan tersebut meningkat menjadi Rp 43,3 trilyun atau sekitar 24% dari total produk domestik bruto, dan menyediakan kesempatan kerja bagi sekitar 16 juta jiwa (Robertson Group dan PT Agriconsult, 1992). Kenaikan kontribusi ini terutama disebabkan oleh kegiatan minyak dan gas, perikanan, dan pariwisata.
Dalam perancangan kawasan tepian air, terdapat dua aspek yang mendasari keputusan-keputusan serta solusi rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor geografis serta konteks perkotaan. (Wren, 1983 dan Toree, 1989). Faktor geografis merupakan hal-hal yang menyangkut geografis kawasan, dan akan menentukan jenis serta pola penggunanya. Terdapat beberapa aspek yang termasuk dalam faktor ini. Pertama, kondisi perairan, yaitu jenis (laut, sungai, dan lain-lain), dimensi dan konfigurasi, pasang surut, serta kualitas airnya. Kedua , kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta
commit to user
27
serta curah hujan. Sedangkan konteks perkotaan (urban context) merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas bagi kota yang bersangkutan, serta menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Terdapat beberapa aspek yang termasuk dalam faktor ini. Pertama, pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront , atau sekedar merasa “memiliki” kawasan tersebut sebagai sarana publik. Kedua, khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan. Ketiga, pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi di dalamnya. Keempat, karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri berbeda antar satu kawasan waterfront dengan lainnya. Ciri ini dapat dibentuk dengan material, vegetasi, atau kegiatan yang khas, seperti “Festival Market Place ” (ruang terbuka yang dikelilingi oleh kegiatan pertokoan dan hiburan). Konsep festival ini pertama kali dibangun di proyek Faneull Hall, Boston, dan diilhami oleh dua jembatan toko kuno di Italia, yaitu Ponte Vecchio di Firenze dan Ponte rialto di Venezia.
Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pembangunan di kawasan tepian air, yakni sebagai berikut.
a) Keseimbangan Lingkungan. Berhubungan dengan kawasan perairan yang mempunyai kondisi alamiah beserta ekosistemnya yang spesifik.
Ekosistem yang spesifik tersebut perlu dijaga agar faktor-faktor
commit to user
28
mencegah terjadinya banjir di areal yang dibangun atau kawasan sekitarnya. Habitat setempat seperti jenis-jenis burung ada ikan perlu mendapatkan perhatian agar tidak mengalami kepunahan.
b) Konteks perkotaan, yaitu sebagai perantara antara perairan dan daratan, kawasan waterfront perlu menempatkan diri sebagai bagian dari kota induknya, antara lain melalui pencapaian yang mudah dan jelas serta struktur lingkungan (pola jalan, susunan massa, dan sebagainya) yang menghargai struktur bagian kota yang berdekatan. Selain itu juga perlu mempertahankan ciri kota yang bersangkutan, melalui pelestarian potensi budaya yang ada serta pelestarian bangunan yang bernilai sejarah atau bernilai arsitektur tinggi.
c) Rencana Induk Pengembangan. Adanya rencana induk pengembagan kawasan merupakan salah faktor penentu keberhasilan penataan kawasan tepian air, hal ini juga mempermudah usaha untuk menjaga keseimbangan lingkungan, serta menjaga keserasian dengan konteks kota yang ada. Dalam kasus ini, pantai Jakarta terlihat tidak adanya rencana induk pengembangan kawasan pantai secara terpadu dan menyeluruh. Masing- masing proyek (Ancol, Pantai Mutiara, Pantai Indah Kapuk) membuat rencana pengembangan sendiri. Hal ini berakibat sulitnya melakukan pengendalian terhadap adanya kemungkinan dampak lingkungan, yang disebabkan oleh adanya pola akses yang jelas dari kota menuju ketiga proyek diatas. Contoh kasus Jakarta in i menunjukkan betapa pentingnya sebuah rencana induk pengembangan yang menyeluruh.
commit to user
29
mixed used waterfront, residential waterfront, recreational waterfront, dan working waterfront.
Mixed used waterfront merupakan kombinasi dari perumaan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Berbeda dengan mixed used waterfront , residential waterfront merupakan perumahan, apartement, dan resort yang dibangun di pinggir perairan, recreational waterfront menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Sedangkan working waterfront merupakan tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuan.
Dalam menentukan suatu lokasi tersebut, waterfront atau tidak, maka ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai lokasi suatu tempat apakah masuk dalam waterfront atau tidak. Waterfront berlokasi dan berada di tep i suatu wilayah perairan yang besar (laut, sungai, danau, dan sebagainya) bisa juga area pelabuan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata. Waterfront memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, pemukiman, industri, atau pelabuhan yang pada pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horizontal, dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.
Hal tersebut menjadi prospek waterfront development yang sangat cocok untuk dikembangakan di Indonesia, melihat topografi Indonesia sebagai negara
kepulauan. Kini konsep tersebut sudah banyak direncanakan oleh beberapa daerah, seperti Manado, Makassar, Jakarta, dan Pekanbaru.
commit to user
30
Gambar 2.2. Chanary Wharf Sumber : Propertyinvesting.net (4 April 2010)
menerapkan konsep “waterfront development”, mengingat perencanan dan pengembangan wilayah ke depan, model tersebut memiliki potensi yang besar, karena mencoba memanfaatkan potensi tepian danau, sungai ataupun lautan. Pengembangan ini nantinya akan meningkatkan minat pengunjung dari dalam maupun luar negeri ke daerah-daerah yang menerapkan Watefront Development. Dengan demikian, maka akan meningkatkan PAD daerah tersebut.
Dalam Waterfront Development, ada beberapa fungsi yang dapat diterapkan agar pengembangannya dapat berfungsi secara ekonomis dan efektif. “Waterfront Development” dapat dikembangkan sebagai kawasan bisnis, sebagai contoh di Canary Wharf salah satu bagian kawasan “London Docklands”. Di daerah tersebut terlihat di tepian air banyak gedung-gedung perkantoran serta kondominum. Kawasan tersebut dapat menjadi pusat bisnis.
“Waterfront Development” juga dapat diterapkan pengembangan kawasan hunian di tepi air. Pengembangan hunian di tepi air tentunya harus melihat kondisi airnya tersebut, pastinya air tidak berbau dan kotor, karena jika terbangun hunian di lokasi dengan kondisi air yang buruk, maka produk huniannya akan sulit terjual ataupun terhuni. Dalam pengembangan hunian di tepi air dapat dibangun produk
commit to user
31
Gambar 2.3. Port Grimound-Prancis Sumber : villafleuron.com (24 september 2009)
di daerah Port Grimoud, Prancis. Di sepanjang aliran sungainya banyak terbangun hunian bertingkat.
“Waterfront Development” dapat pula dikembangkan sebagai kawasan komersial ataupun hiburan. Dengan kondisi air yang baik dan tidak berbau maka kawasan tersebut terjamin akan banyak disinggahi pengunjung. Selain itu pula dapat juga dibangun area terbuka (plaza) di kawasan tersebut. Waterfront dengan konsep sebagai kawasan komersial dan hiburan ini pastinya akan sangat digemari oleh masyarakat perkotaan.
2.4.1. Waterfront di Indonesia