KOMPONEN KOMPONEN YANG MEMBENTUK SISTEM (1)

KOMPONEN-KOMPONEN YANG MEMBENTUK SISTEM KURIKULUM
Aghni Aulia Azis (1505675), Anysa Dewi (1504516), Nita Tresnasari (1505095),
Octaviani Lanberta (1501002), Putri Maulida Hutami (1504377).
Pendidikan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
[email protected]
Drs. H. Dadang Sukirman, M.Pd dan Ence Surahman, S.Pd., M.Pd
A. Pendahuluan
Sistem didefinisikan sebagai suatu tatanan dimana terjadi suatu kesatuan usaha
dari berbagai unsur yang saling berkaitan secara teratur menuju pencapaian tujuan
dalam suatu batas tertentu. Menurut Jogiyanto (dalam Dwiky, Muhammad. 2012. Hlm
1) sistem adalah jaringan kerja prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul
bersama sama untuk melakukan kegiatan atau sasaran. Jadi sistem berfungsi untuk satu
maksud dan tujuan menggunakan komponen-komponennya dan bekerja saling
berhubungan.
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam dunia pendidikan yang memiliki
peranan yang sangat penting, karena semua kegiatan pendidikan berada pada kurikulum
atau bermuara pada kurikulum. Maka dari itu perancangan kurikulum harus mendapat
perhatian yang khusus dari pemerintah dan perancangannya harus disesuaikan dengan
kebutuhan di masa sekarang. Sehingga pada perancangan kurikulum harus
memperhatikan beberapah hal yang bisa dijadikan sebagai acuan pembuatan kurikulum,

salah satunya adalah komponen kurikulum.

1

Makalah ini dibuat agar penulis lebih paham tentang hubungan komponen
kurikulum dan turut mengajak pembaca untuk ikut serta memikirkan bagaimana dan apa
saja komponen komponen kurikulum. Serta penulis berharap pembaca dan penulis
mengetahui komponen-komponen kurikulum dimana didalam melaksanakan pendidikan
itu terdpat tujuan yang jelas dan materi yang relevan serta memiliki strategi yang
mendukung dan evaluasi yang jelas. Hal diatas bertujuan agar dalam pelaksanaannya
dapat terarah.

B. Pembahasan
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan
dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam
pembentukan sistem kurikulum. Sebagai sebuah sistem, kurikulum mempunyai
komponen-komponen. Seperti halnya dalam sistem manapun, kurikulum harus
mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru bisa dikatakan baik. Sebaliknya
kurikulum tidak dikatakan baik apabila didalamnya terdapat komponen yang tidak
lengkap sekarang dipandang kurikulum yang tidak sempurna.

Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian meliputi
dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan
perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum.
Adapun pendapat dari beberapa ahli mengenai jumah komponen itu sendiri, yaitu
Subandijah membagi komponen kurikulum menjadi 5 yaitu : Tujuan, Isi, Strategi,
Media, dam Proses. Sedangkan menurut Nasution komponen kurikulum ada 4 yaitu :
Tujuan, Bahan Pelajaran, Proses, dan Penilaian. Berikut ini akan di uraikan secara
singkat mengenai komponen-komponen tersebut:

2

TUJUAN

EVALUASI

KOMPONEN KOMPONEN DALAM
KURIKULUM

Isi


METODE

Gambar B.1 Komponen-komponen kurikulum
Dari bagan diatas, dapat diketahui bahwa komponen-komponen yang
membentuk sistem kurikulum terdiri dari empat komponen, yaitu : komponen tujuan,
komponen isi, komponen metode, dan komponen evaluasi. Untuk menjadi suatu sistem
yang utuh semua komponen harus saling berkaitan satu sama lain. Jika salah satu
komponen terganggu maka komponen lainpun tidak akan berjalan sebagaimana
seharusnya dan akan terganggu juga.
1.

Komponen Tujuan
Komponen tujuan berkaitan dengan arah atau sasaran yang ingin dicapai
dalam penyelenggaraan pendidikan. Setiap perencanaan kurikulum perlu adanya
penetapan dalam mengarahkan pendidikan yang harus dituju, peng-identifikasian

materi pelajaran dan kegiatan belajar bagi pencapaian tujuan. Dalam

kurikulum atau pengajaran ,tujuan ini memegang peranan penting yang akan
mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen

kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama,
perkembangan tuntutan, kebutuhan, dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari
oleh

pemikiran-pemikiran

dan

terarah

filosofis,terutama falsafah negara.

3

pada

pencapaian

nilai-nilai


Filsafat/
Dasar
Negara

Tujuan
Umum
Nasional

Tujuan
Institusio
nal

Tujuan
Kurikuler

Tujuan
Instruksio
nal

Tujuan Umum Pendidikan merupakan arah umum pendidikan (nasional)

yang merefleksikan pernyataan tentang bentuk kehidupan yang berakar pada
nilai filsafat hidup bangsa (Broudy, 1961). Tujuan Pendidikan Nasional adalah
tujuan yang bersifat umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan
pedoman oleh setiap usaha pendidikan. Artinya, setiap lembaga dan
penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan
rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
formal, informal, maupun nonformal.
Tujuan pendidikan nasional tertera pada Undang-Undang No. 2 Tahun
1989 yaitu, “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengertian dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan (UU No.
2;1989). Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan
ideal pendidikan bangsa Indonesia. Atau yang terbaru ada pada Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

4

Kita mengenal beberapa kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum
dan khusus, jangka panjang, menengah, dan jangka pendek. Tujuan umum
menyangkut hasil proses umum pendidikan seperti berbudi pekerti luhur,
berkepribadian yang mantap dan mandiri. Perumusan tujuan umum lebih bersifat
abstrak, pencapaiannya memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sukar
diukur. Sedangkan tujuan khusus dijabarkan dari sasaran-sasaran pendidikan
yang bersifat umum yang biasanya abstrak dan luas, menjadi sasaran –sasaran
yang lebih konkret, sempit, dan terbatas.
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai lembaga
pendidikan (sekolah). Tujuan Institusional merupakan tujuan antara untuk
mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan
setiap jenjang pendidikan. Tujuan Kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai
oleh program studi atau mata pelajaran. Tujuan Kurikuler dapat didefinisikan
sebagai kualifikasi yang harus dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan
suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan

Instruksional atau saat ini sering disebut dengan tujuan pembelajaran merupakan
bagian dari tujuan kurikuler yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta
didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu
dalam satu kali pertemuan.
Kaitannya yaitu tujuan umum dijabarkan menjadi tujuan institusional
yang mengacu pada tujuan institusi (sekolah). Tujuan institusional dijabarkan
menjadi tujuan bidang studi tertentu yaitu tujuan kurikuler. Tujuan kurikuler
dijabarkan secara lebih spesifik lagi yang dikenal dengan sebutan tujuan
instruksional.
Tujuan-tujuan mengajar dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan
perilaku yang menjadi sasarannya. Gage dan Bringgs mengemukakan lima
kategori tujuan, yaitu intellectual skills, cognitive strategies, verbal information,
motor skills and attitudes (1974, hlm. 23-24). Menurut Bloom dalam bukunya
yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives yang terbit pada tahun 1965,
dibagi kedalam tiga klasifikasi domain (bidang) yaitu,

5

a. Domain Kognitif
Domain Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan

kemampuan intelektual atau kemampuan berfikir seperti kemampuan
mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Domain ini terdiri dari
enam tingkatan,yaitu:


Pengetahuan (Knowledge)
Adalah kemampuan mengingat dan kemampuan mengungkapkan



kembali informasi yang sudah dipelajarinya.
Pemahaman (Comprehension)
Adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek



pembelajaran.
Penerapan (Aplication)
Adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur pada
situasi


tertentu.

Tujuan

ini

berhubungan

dengan

kemampuan

mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajarinya seperti


teori.
Analisis
Adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran
ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungan antar bagian




bahan itu. Analisis merupakan tujuan pembelajaran yang kompleks.
Sintesis
Adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu
keseluruhan yang bermakna, seperti merumuskan tema, rencana atau



melihat hubungan abstrak dari berbagai informasi yang tersedia.
Evaluasi
Adalah tujuan yang paling tinggi dalam domain kognitif. Tujuan ini
berkenaan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu
berdasarkan maksud atau kriteria tertentu.

b. Domain Afektif
Domain Afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi. Domain ini
merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif.
Domain afektif memiliki lima tingkatan, yaitu :
 Penerimaan
Adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala,kondisi,
keadaan, atau suatu masalah.

6



Merespons
Merespons atau menanggapi ditunjukan oleh kemampuan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk
menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk mengikuti diskusi, dan



lainnya.
Menghargai
Menghargai ini bertujuan dengan kemauan u ntuk memberi penilaian



atau kepercaian kepada gejala atau suatu objek tertentu.
Mengoorganisasi
Tujuan yang berhubungan dengan organisasi ini berkenaan dengan
pengenbangan nilali kedalam sistem organisasi tertentu, termsuk



hubungan antar nilai dan tingkat prioritas dan nilai-nilai itu.
Karakterisasi nilai
Tujuan ini adalalah mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai

dengan pengkajian secara mendalam.
c. Domain Psikomotor
Domain psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan
keterampilan atau skil seseorang. Ada tujuh tingkatan, yaitu:
 Persepsi (perception)
Persepsi merupakan kemampuan seseorang dalam memandang sesuatu


yang dipermasalahkan.
Kesiapan (set)
Kesiapan berhubungan dengan kesediaan seseorang untuk melatih diri
tentang keterampilan tertentu yang direfleksikan dengan perilakku-



perilaku khusus.
Meniru (imitation)
Meniru adalah kemampuan seseorang dalam mempraktikangerakan-



gerakan sesuai dengan contoh yang diamatinya.
Membiasakan (habitual)
Membiasakan adalah kemampuan seseorang untuk mempraktikan



gerakan-gerakan tertentu tanpa harus melihat contoh.
Menyesuaikan (adaptation)
Kemampuan adaptasi adalah susatu kemampuan beradaptasi gerakan
atau kemampuan yang sudah disesuaikan dengan keadaan situasi dan



kondisi yang ada.
Menciptakan (organization)
Tahap mengorganisasikan adalah kemampuan seseorang untuk berkreasi
atau menciptakan sendiri suatu karya.

7

2.

Komponen Isi/Materi Pelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan
pengalaman belajar yang harus di miliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut
semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran
yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran yg diberikan maupun
aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya
diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam menentukan materi
pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan
dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut bahwa pengembangan kurikulum yang
didasari

filsafat

klasik

(perenialisme,

essensialisme,

eksistensialisme)

penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih
memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh
karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh
peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk
tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang
krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi
pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari
disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang
esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi
pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian
atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat
yang

melandasi

pengembangam

kurikulum

terdapat

perbedaan

dalam

menentukan materi pembelajaran. Namun dalam implementasinya sangat sulit
untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat
tertentu, maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan
fleksibel.

8

Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk
menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam
prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal
berikut :
a. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benarbenar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi
yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan
memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
b. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta
didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
c. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis
maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada
jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat
mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek
tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun
aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
e. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat
memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan
rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan
sendiri kemampuan mereka.

3.

Komponen Metode/Strategi

9

Komponen metode dan strategi merupakan komponen yang memiliki
peran yang penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum.
Karena bagus dan idealnya tujuan yang harus dicapai tanpa strategi yang tepat
untuk mencapainya, maka tujuan itu tidak mungkin dapat dicapai. Strategi
meluputi rencana, metode dan perangkat kegiatan yang durencanakan untuk
mecapai tujuan tertentu. Menurut T.Rakajoni (dalam Ruhimat, Toto, dkk. 2013.
hlm. 53) mengartikan bahwa strategi pembelajaran adalah pola dan urusan
umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari pernyataan diatas terdapat beberapa hal yang harus kita pehatikan.
Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan(rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam
pembelajaran. Artinya dalam hal ini penyusunan strategi baru sampai pada
proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi
disusun untuk mencapai tujuan tertentu.
Terdapat empat unsur strategi jika diterapkan dalam pembelajaran:
1.

Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni
perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.

2.

Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang
dipandang paling efektif.

3.

Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah prosedur, metode
dan teknik pembelajaran,

4.

Menetapkan norma norma dan batas minimum ukuran atau kriteria dan
ukuran baku keberhasilan.
Metode adalah upaya untuk mengimplemntasikan / merealisasikan /

melaksanakan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun dapat tercapai secara optimal. Artinya, dalam satu strategi
terdapat beberapa metode. Namun metode yang digunakan harus disesuaikan
dengan strategi yang digunakan pula. Contohnya untuk melaksanakan strategi

10

ekspositori bisa dugunakaan metode ceramah sekaligus metode Tanya jawab
atau

diskusi

dengan

memanfaatkan

sumber

yang

tersedia

termasuk

menggunakan media pembelajaran. Oleh karena itu strategi dan metode adalah
suatu hal yang berbeda. Jika strategi adalah a plan of operation achieving
something, sedangkan metode adalah a way in achieving something.
Istilah lain yang sering disamakan dengan strategi adalah pendekatan.
Namun pendekatan dan strategi adalah hal yang berbeda. Dalam buku
Kurikulum dan Pembelajaran (2013), pendekatan adalah suatu pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Menurut Rowntree (1974) (dalam Ruhimat, Toto. 2013. hlm. 53), strategi
pembelajaran dapat dibagi atas empat yakni:
1. Exposition Learning, bahan ajar sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga
siswa tinggal menguasainya saja, oleh karena itu metode yang sering
digunakan adalah metode ceramah. Strategi ini lebih berorientasi pada
penguasaan isi pelajaran (content oriented).
2. Discovery learning, bahan ajar dalam bentuk yang sudah jadi, tapi siswa
diharapkan dapat beraktivitas secara penuh dan mengumpulkan informasi,
membandingkan dan menganalisis, oleh sebab itu metode yang sering
digunakan adalah metode pemecahan masalah. Metode ini menuntut siswa
untuk menggunakan potensi berfikirnya untuk memecahkan suatu persoalan.
Strategi ini berorientasi pada proses belajar (process oriented)

3. Groups learning, dalam strategi ini siswa belajara secara berkelompok dan
mempelajari bahan yang sama dan oleh guru yang sama, tanpa
memperhatikan perbedaan minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki siswa.
Strategi ini pula dikenal dengan sistem klasikal. Jadi dalam strategi ini siswa
yang cepat akan belajar bersama dnegan siswa yang lambat, sehingga waktu
penyelesaian program belajara akan selesai bersamaan.

11

4. Individual, pembelajaran ini didesign dengan memperhatikan kemampuan
dasar, minat dan bakat dari siswa secara penuh . dalam strategi pembelajaran
ini siswa dapat maju sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya masingmasing. Dalam strategi ini siswa yang cepat belajar akan menyelesaikan
study nya dengan cepat, dan siswa yang lambat belajar akan lambat pula
menyelesaikan study nya. Dengan demikian siswa yang lambat tidak akan
merasa tergusur oleh siswa yang cepat.

Strategi dan metode berkaitan dnegan upaya yang harus dilakukan dalam
pencapaian tujuan. Strategi yang dilakukan dapat berupa student centered
( berpusat pada sisiwa ) yakni strategi yang memberikan kesempatan pada
peserta didik menyesuaikan kemampuannya dalam menerima pembelajaran. Dan
Teacher centered ( berpusat pada guru ), yakni strategi yang terbilang ‘kaku’
karena siswa cenderung menjadi receiver daripada seorang transformer/
explorer. Strategi ini digunakan sangat tergantung kepada tujuan dari tiap tiap
kurikulum.

4.

Komponen Evaluasi
Menurut

Olivia

(dalam

Ruhimat,

Toto,

dkk,

M.Pd.2013:56)

pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak akan pernah berakhir.
Dan evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
pengembangan kurikulum. Dengan adanya evaluasi dapat dinilai arti dari
kurikulum, sehingga dapat dijadikan pertimbangan apakah kurikulum tersebut
dapat dipertahankan atau tidak. Menurut Scriven (1967) ada dua fungsi
kurikulum, yaitu: evaluasi sebagai fungsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi
formatif.
Evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan pencapaian tujuan dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu tes dan nontes.
a. Tes
Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek

12

kognitif. Hasil tes biaanya diolah secara kuantitatif. Tes sumatif biasanya
dilaksanakan setelah satu caturwulan atau semester. Hal ini disebabkan karena
hasil tes digunakan untuk mengukur atau menilai keberhasilan siswa dalam
proses pembelajaran sebagai bahan untuk mengisi buku belajar (nilai rapor).
Sedangkan tes yang dilaksanakan setelah proses belajar mengajar atau setelah
berakhir satu pokok bahasan disebut tes formatif, karena fungsinya bukan
utnukk melihat keberhasilan siswa, tetapi sebagai umpan balik untuk perbaikan
proses belajar mengajar.
1. Kriteria Tes sebagai Alat Evaluasi
Tes harus memiliki dua kriteria, yaitu kriteria validitas dan
reliabilitas. Tes sebagai alat ukur dikatakan memiliki tingkat validitas
seandainya dapat mengukur yang hendak diukur. Tes tidak dikatakan
validitas

jika

seandainya

yang

hendak

diukur

kemahiran

mengoperasikan sesuatu, tetapi yang digunakan adalah tes tertulis yang
mengukur keterpahaman suatu konsep. Sedangkan tes dikatakan
reliabilitas atau keandalan jika tes tersebut dapat menghasilkan
informasi yang konsisten. Ada beberapa teknik untuk menentukan
tingkat reabilitas tes. Pertama, dengan tes-retes, yaitu dengan
mengorelasikan hasil testing yang pertama dengan hasil testing yang
kedua. Kedua, dengan mengorelasikan hasil testing antara item ganjil
dengan item genap (idd-even method). Ketiga, dengan memecah hasil
testing menjadi dua bagian, kemudian keduanya dikorelasikan.
2. Jenis-jenis Tes
Berdasarkan jumlah peserta, tes hasil belajar dapat dibedakkan
menjadi tes kelompok dan tes individual. Tes kelompok adalah tes yang
dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama; sedangkan tes
individual adalah tes yang dilakukan kepada seorang siswa secara
perorangan.

Berdasarkan

cara

penyusunannya,

tes

juga

dapat

dibedakkan menjadi tes buatan guru dan tes standar. Tes buatan guru
disusun untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru
bersangkutan. Tes ini biasanya tidak memerhatikan tingkat validitas dan

13

reliabilitas. Hal ini disebabkan karena, tes buatan guru hanya mencakup
materi yang terbatas. Sedangkan tes standar adalah tes yang digunakan
untuk mengukur kemampuan siswa sehingga berdasarkan kemampuan
tes tersebut, tes standar dapat memprediksi keberhasilan belajar siswa
pada masa yang akan datang. Tes ini biasanya digunakan untuk
kepentingan seleksi. Sebagai tes yang berfungsi untuk mengukur
kemampuan, maka suatu tes standar harus memiliki derajat validitas
dan reliabilitas melalui serangkaian uji coba, serta memiliki tingkat
kesulitan dan daya pembeda yang tinggi.Dilihat dari pelaksanaannya,
tes dapat dibedakkan menjadi tes tertulis, lisan dan perbuatan. Tes
tertulis adalah tes yang dilakukan dengan cara siswa menjawab
sejumlah soal dengan cara tertulis. Contoh tes ini yaitu tes essai dan
objektif. Tes essai adalah bentuk tes dengan cara siswa diminta untuk
menjawab pertanyaan

secara

terbuka,

yaitu

menjelaskan

atau

menguraikan melalui kalimat yang disusunnya sendiri. Sedangkan tes
objektif adalah bentuk tes yang mengharapkan siswa memilih jawaban
yang sudah ditentukan. Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan
bahasa secara lisan. Tes lisan hanya mungkin dilakukan manakala
jumlah siswa yang dievaluasi sedikit, serta menilai sesuatu yang tidak
terlalu luas akan tetapi mendalam. Tes perbuatan adalah tes dalam
bentuk peragaan. Tes ini cocok manakala kita ingin mengetahui
kemampuan dan keterampilan seseorang mengenai sesuatu.

Gambar 4.a.1 Tes Tertulis

Gambar 4.a.2 Tes Lisan

14

b.

Nontes
Nontes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakna untuk menilai

aspek tingkah lalku termasuk sikap, minat, dan motivasi. Ada beberapa nontes
sebagai alat evaluasi, diantaranya :
1. Observasi, adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkah laku
pada situasi tertentu. Ada dua jenis observasi, yaitu observasi partisipatif
dan nonpartisipatif. Observasi partisipatif adalah observasi yang dilakukan
dengna menempatkan observer sebagai bagian di mana observasi itu
dilakukan. Observasi nonpartisipatif adalah observasi yang dilakukan
dengan cara observer murni sebagai pengamat.
2. Wawancara, adalah komunikasi langsung antara yang diwawancarai dan
yang mewawancarai. Ada dua jenis wawancara, yaitu wawancara langsung
dan wawancara tidak langsung. Dikatakan langsung manakala pewawancara
melakukan komunikasi dengan subjek yang ingin dievaluasi. Sedangkan
dikatakan tidak langsung, dilakukan manakala pewawancara ingin
mengumpulkan data subjek melalui perantara.

Gambar 4.b.b.1
3. Studi kasus, dilaksanakan untuk mempelajari inidividu dalam periode
tertentu secara terus-menerus.
4. Skala penilaian atau biasa disebut rating scale merupakan salah satu alat
penilaian dengan menggunakan skala yang telah disusun dari ujugn negatif
sampai dengan ujung positif, sehingga pada skala tersebut penilai tinggal
membubuhi tanda centang.
15

C. Penutup
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan
dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam
pembentukan sistem kurikulum. Menurut Nasution komponen kurikulum ada 4 yaitu :
Tujuan, Bahan Pelajaran, Proses, dan Penilaian.
Sebaiknya untuk para pebaca, khususnya bagi yang ingin menjadi seorang guru
harus bisa lebih menelaah komponen-komponen kurikulum dalam sistem pembelajaran.
Kurikulum merupakan sarana untuk tujuan pendidikan. Disarankan untuk semua orang
yang berada di dunia pendidikan khususnya untuk para pendidik dapat memahami apa
yang dimaksud dengan kurikulum dan komponen kurikulum tersebut. Selain itu harus
dapat menggunakan dan melaksanakan sarana pendidikan untuk menghasilkan
pembelajaran yang diharapkan agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Dan juga
agar pendidikan dan sistem pembelajarannya lebih terarah. Karena ddidalam komponenkomponen sistem kurikulum mecakup tujuan pendidikan, isi atau materi pendikdikan,
strategi atau metode pendidikan, dan evalusi. Sehingga untuk kedepannya kurikulum
dapat menjadi lebih baik dan dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada pada
kurikulum sebelumnya.
Daftar Pustaka:
Ansyar, Mond. (1992). Pengembangan dan inovasi kurikulum. Milik Ngeara. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Caria, Maria Paola, dkk. (2013). Classroom characteristics and implementation of a substance
use

prevention

curriculum

in

european

countries.

[Onlione].

Tersedia

:

https:/academic,oup.com/eurpub/article/23/61088/436208/classroom-characteristics-andimplementation-of-a-substance-use-prevention-curriculum-in-european-countries.
Harsono. (2008). Student centered learning di perguruan tinggi. [online]. Tersedia :
http://luk.staff.ugm.ac.id/mmp/Harsono/SCLdiPT.pdf
Barab, A Sasha dan Tyler Dodge. (tanpa tahun). Strategies for designing embodied curriculum.
[Online]. Tersedia : http://www.aect.org/edtech/edition3/ER5849x_C009.fm.pdf

16

Sudrajat,

akhmad.

(2008).

komponen

komponen

kurikulum.

[Online].

Tersedia:

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/komponen-komponenkurikulum/
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2009). Pengembangan kurikulum, teori dan praktik. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
Ruhimat, Toto, dkk. (2013). Kurikulum dan pembelajaran. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
(tanpa

nama).

(tanpa

tahun).

Pengertian

pendekatan.

[Online].

Tersedia

:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/195404021980112001 IHAT_HATIMAH/Pengertian_Pendekatan,_strategi,_metode,_teknik,_taktik_dan.pdf
Triyono, M. Bruri. (2011). Student-Centered learning. [Online].
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/SCL-Poltek%20Bali-bruri.pdf

17

Tersedia

: