PANDUAN NEMBANG MACAPAT DIBUAT UNTUK KAL

PANDUAN NEMBANG MACAPAT
DIBUAT UNTUK KALANGAN SENDIRI

ne mB= m c p t\

Oleh : Sasno, S.Pd, M.Pd.

PENGAWAS TK/SD UPT DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KECAMATAN REMBANG
KABUPATEN PURBALINGGA
KATA PENGANTAR

Bismaillahirokhmannirokhiim, Dengan menyebut nama
Alloh, yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, kami bersyukur
dapat menyusun karya seni sederhana barupa Panduan
Nembang Macapat dengan baik. Karya ini diperuntukkan untuk
melengkapi media audio berupa contoh tembang macapat serta
menambah wawasan para guru SD di wilayah Kecamatan
Rembang.
Penyusunan tulisan ini didorong oleh keprihatinan di
kalangan pendidikan yang sudah jarang sekali dijumpai ada guru

mengajarkan “nembang macapat”. Jika tidak diberikan
pembimbingan yang memadahi, maka tembang macapat bisa
hilang dari unsur budaya lokal jawa. Anak usia SD tidak lagi
mengenal tembang macapat, bahkan seperti sesuatu yang asing.
Mereka lebih senang menyanyikan lagu-lagu popoler bahkan
tembang-tembang asing.
Tersusunnya karya sederhana ini tentu melibatkan pihak
lain, untuk itu kami sampaikan terima kasih, dengan harapan
semoga memberi manfaat bagi usaha-usaha pelestarian budaya
adi luhung di masa yang akan datang. Saran dan kritik
membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa
yang akan datang.

Penyusun

Sasno, S.Pd, M.Pd.

SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala UPT Dinas

Pendidikan dan kebudayaan Kecamata Rembang, Kabupaten
Purbalingga, dengan ini menyatakan bahwa Karya seni berupa
Audi Rekaman Tembang Macapat dan Panduan Nembang
“Tembang Macapat” adalah benar-benar karya asli dari:
1.
2.
3.
4.
5.

Nama
NIP
Pangkat/Golru
Jabatan
Unit Kerja

:
:
:
:

:

SASNO, S.Pd, M.Pd.
19681120 199203 1 004
Pembina, IV/a
Pengawas Madya
UPT Dinas Pendidikan dan kebudayaan
Kecamata Rembang, Kabupaten Purbalingga

Demikain surat keterangan ini dibuat untuk dpat dipergunakan
sebagai mana mestinya, dengan harapan semoga memberi
manfaat bagi kemajuan dunia pendidikan pada umumnya.

Rembang, 8 April 2017
Kepala UPT Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan
Kecamatan Rembang

Amron Dikri, S.Pd.SD, M.Pd.
NIP 19631203 198405 1 003


PANDUAN NEMBANG “TEMBANG MACAPAT”

Oleh : Sasno, S.Pd, M.Pd.
Pengawas TK/SD UPT Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kecamatan Rembang
A. SEKILAS TENTANG “TEMBANG MACAPAT”
Tembang Jawa dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain:
Sekar Ageng, Sekar Tengahan, Sekar Alit (Macapat), Sekar Dolanan,
Sekar Gending, Sindhenan, Gerongan dan Bawa. Tembang
macapat
oleh
banyak
kalangan
menjadi
alat
untuk
mengekspresikan jiwa seni melalui olah vokal “nembang” sebagai
media penyadaran berupa saran-saran “pitutur” melalui syair-syair
yang berisi tentang makna dan hakekat manusia hidup, seperti

yang terdapat pada serat Wulangreh, serat Wedhatama, serat
Tripama, serat kalatidha, dan lain sebagainya.
Terdapat banyak kekeliruan dalam mendefinisikan macapat.
Oleh sebagian masyarakat macapat didefinisikan sebagai “macane
papat-papat”, yang diinterpretasikan dalam bahasa Indonesia
menjadi melagukan macapat itu pemenggalannya harus empatempat
“pedhotane
papat-papat”.
Pengertian
lain
yang
berhubungan dengan definisi macapat terdapat pada Serat
Mardawa Lagu yang menulis bahwa sekar macapat berasal dari
macapat lagu, yaitu bacaan keempat “maca pat lagu” yang
merupakan bacaan terakhir.
Definisi lain yang berhubungan dengan tembang macapat,
mengartikan macapat sebagai membaca dengan tepat. Kata tepat
disini
mengandung
banyak

pengertian
meliputi
tepat
pemenggalannya, tepat/konsisten dalam penggunaan nada, tepat
artikulasinya, serta tepat penerapan karakter lagunya.
Tembang macapat merupakan tembang atau puisi tradisional
Jawa yang menceritakan tahap-tahap kehidupan manusia.
Filosofinya menggambarkan tentang seorang manusia dari lahir,
mulai belajar di masa kanak-kanak, saat dewasa, hingga akhirnya
meninggal dunia. Tembang macapat sendiri mempunyai sebutan
tembang cilik (kecil). Tembang macapat yang berarti lagu ini
mempunyai karakteristik yang berbeda dari setiap jenisnya. Ciri-ciri
tersebut diantaranya dari Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru
Bilangan (wilangan). Guru Gatra merupakan banyaknya jumlah
larik (baris) dalam satu bait. Guru Lagu merupakan persamaan
bunyi sajak di akhir kata dalam setiap larik (baris). Guru Wilangan
merupakan banyaknya jumlah wanda (suku kata) dalam setiap larik
(baris).

B. JENIS TEMBANG MACAPAT

Jumlah tembang dalam macapat ada 11, yaitu Tembang Mijil,
Tembang Sinom, Tembang Kinanti, Tembang Dandanggula,
Tembang Asmarandana, Tembang Durma, Tembang Pocung,
Tembang Maskumambang, Tembang Megatruh, Tembang Gambuh,
dan Pangkur.
1. Tembang Pocung

Kata pocung (pucung) berasal dari kata ‘pocong’ yang
menggambarkan ketika seseorang sudah meninggal yang
dikafani atau dipocong sebelum dikuburkan. Filosofi dari
tembang pocung menunjukkan tentang sebuah ritual saat
melepaskan kepergian seseorang.
Dari segi pandang lain ada yang menafsirkan pucung merupakan
biji kepayang (pengium edule). Di dalam Serat Purwaukara,
pucung memiliki arti kudhuping gegodhongan (kuncup
dedaunan) yang biasanya tampak segar.
Ucapan cung dalam kata pucung cenderung mengarah pada halhal yang lucu sifatnya, yang dapat menimbulkan kesegaran,
misalnya kucung dan kacung. Biasanya tembang pucung
digunakan untuk menceritakan lelucon dan berbagai nasehat.
Pucung menceritakan tentang kebebasan dan tindakan sesuka

hati, sehingga pucung berwatak atau biasa digunakan dalam
suasana santai.
Contoh Tembang Pocung (12u – 6a – 8i – 12a)
Ngelmu iku kelakone kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budya pengekesing dur angkara
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang pucung.
a. Guru gatra = 4; Artinya tembang Pocung ini memiliki 4 larik
kalimat.
b. Guru wilangan = 12, 6, 8, 12; Maksudnya setiap kalimat harus
mempunyai suku kata seperti di atas. Kalimat pertama
berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata.
Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat
berjumlah 12 suku kata.
c. Guru lagu = u, a, i, a; Maksudnya adalah akhir suku kata dari
setiap kalimatnya harus bervokal u, a, i, a.
Berikut ini adalah contoh tembang pucung:
Ngelmu iku kelakone kanthi laku -> u

Lekase lawan kas -> a
Tegese kas nyantosani -> i
Setya budya pengekesing dur angkara -> a
2. Tembang Maskumambang
Kata ‘kumambang’ berasal dari kata kambang dengan sisipan
-um. Kambang sendiri asalnya dari kata ambang yang berarti
terapung. Kambang juga berarti Kamwang yang berarti
kembang.
Ambang berkaitan dengan Ambangse yang berarti menembang.
Dengan demikian Maskumambang dapat diartikan punggawa
yang melakukan upacara Shamanistis, mengucap mantra
dengan menembang disertai sajian bunga.
Di dalam Serat Purwaukara, Maskumambang berarti Ulam Toya
yang berati ikan air tawar, sehingga terkadang diisyaratkan
dengan lukisan atau ikan berenang.

Watak Maskumambang yaitu memiliki gambaran perasaan sedih
atau kedukaan, dan juga suasana hati yang sedang dalam
keadaan nelangsa.
Contoh Tembang Maskumambang ( 12i – 6a – 8i – 8o )

Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi
Ha nemu duraka
Ing donya tumekeng akhir
Tan wurung kasurang-surang
Tembang Maskumambang di atas menceritakan tentang hidup
seseorang yang tidak mematuhi nasehat orang tua, maka dia
akan hidup sengsara dan menderita di dunia dan akhirat.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang maskumambang.
a. Guru gatra = 4; Artinya tembang maskumambang ini memiliki
4 larik atau baris kalimat.
b. Guru wilangan = 12, 6, 8, 8; kalimat pertama berjumlah 12
suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat
ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah
8 suku kata.
c. Guru lagu = i, a, i, o; Akhir suku kata dari setiap kalimatnya
harus bervokal i, a, i, o.
3. Tembang Megatruh
Kata Megatruh berasal dari kata ‘megat’ dan ‘roh’, artinya
putusnya roh atau telah terlepasnya roh dari tubuh. Filosofi yang

terkandung di Megatruh adalah tentang perjalanan kehidupan
manusia yang telah selesai di dunia.
Dari segi pandang lain Megatruh berasal dari awalan -am, pegat
dan ruh. Dalam serat Purwaukara, Megatruh memiliki
arti mbucal kan sarwa ala (membuang apa-apa yang sifatnya
jelek).
Kata pegat ada hubungannya dengan peget yang berarti istana,
tempat tinggal. Pameget atau pemegat berarti jabatan. Samgat
atau samget berarti jabatan ahli atau guru agama. Dapat
disimpulkan Megatruh mempunyai arti petugas yang ahli dalam
kerohanian yang selalu menghindari perbuatan jahat.
Watak tembang Megatruh yaitu tentang kesedihan dan
kedukaan. Biasanya menceritakan mengenai kehilangan harapan
dan rasa putus asa.
Contoh Tembang Megatruh (12u – 8i – 8u – 8i – 8o)
Kabeh iku mung manungsa kang pinujul
Marga duwe lahir batin
Jroning urip iku mau
Isi ati klawan budi
Iku pirantine ewong
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Megatruh .
a. Guru gatra = 5; Tembang Megatruh ini memiliki 5 larik atau
baris kalimat.
b. Guru wilangan = 12, 8, 8, 8, 8; Kalimat pertama berjumlah 12
suku kata. Kalimat kedua berjumlah 8 suku kata. Kalimat
ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8
suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8 suku kata.
c. Guru lagu = u, i, u, i, o; Akhir suku kata dari setiap kalimatnya
harus bervokal u, i, u, i, o.

4. Tembang Gambuh
Kata Gambuh memiliki arti menyambungkan. Filosofi tembang
Gambuh ini menceritakan mengenai perjalanan hidup dari
seseorang yang telah bertemu dengan pasangan hidupnya yang
cocok. Keduanya dipertemukan untuk menjalin ikatan yang lebih
sakral yaitu dengan pernikahan. Sehingga keduanya akan
memiliki kehidupan yang langgeng.
Dari segi pandang lain Gambuh berarti roggeng tahu, terbiasa,
dan nama tumbuhan. Berkaitan dengan hal ini, tembang
Gambuh memiliki watak atau biasa digunakan dalam suasana
yang sudah pasti atau tidak ragu-ragu, maknanya kesiapan
pergerakan maju menuju medan yang sebenarnya.
Watak Gambuh juga menggambarkan tentang keramahtamahan
dan tentang persahabatan. Tembang Gambuh biasanya juga
digunakan untuk menyampaikan cerita-cerita kehidupan.
Contoh Tembang Gambuh (7u – 10u – 12i – 8u – 8o)
Lan sembah sungkem ipun
Mring Hyang Sukma elinga sireku
Apan titah sadaya amung sadermi
Tan welangsira andhaku
Kabeh kagungan Hyang Manon
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Gambuh .
a. Guru gatra = 5; Tembang Gambuh memiliki 5 larik atau baris
kalimat.
b. Guru wilangan = 7, 10, 12, 8, 8; Kalimat pertama berjumlah
7 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat
ke tiga berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah
8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata.
c. Guru lagu = u, u, i, u, o; Akhir suku kata dari setiap
kalimatnya harus bervokal u, u, i, u, o.
5. Tembang Mijil
Tembang Mijil memiliki filosofi yang melambangkan bentuk
sebuah biji atau benih yang lahir di dunia. Mijil menjadi lambang
dari awal mula dari perjalanan seorang anak manusia di dunia
fana ini, dia begitu suci dan lemah
sehingga masih
membutuhkan perlindungan.
Dari segi pandang lain Mijil berarti keluar. Selain itu
berhubungan juga dengan wijil yang mempunyai arti sama
dengan lawang atau pintu. Lawang juga berarti nama sejenis
tumbuh-tumbuhan yang wangi bunganya.
Watak tembang Mijil yaitu menggambarkan keterbukaan yang
pas untuk mengeluarkan nasehat, cerita-cerita dan juga asmara.
Contoh Tembang Mijil (10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o)
Dedalanne guna lawan sekti
Kudu andhap asor
Wani ngalah dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipundukanni
Ruruh sarwa wasis
Samubarangipun
Tembang Mijil di atas menceritakan mengenai bagaimana
menjadi sosok orang yang baik, rendah hati, dan juga ramah.

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Mijil .
a. Guru gatra = 6; Tembang Mijil memiliki 6 larik atau baris
kalimat.
b. Guru wilangan = 10, 6, 10, 10, 6, 6; Kalimat pertama
berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 6 suku
kata. Kalimat ke tiga berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke
empat berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj
6 suku kata. Kalimat ke enam 6 suku kata.
c. Guru lagu = i, o, e, i, i, o; Akhir suku kata dari setiap
kalimatnya harus bervokal i, o, e, i, i, o.
6. Tembang Kinanthi
Kinanthi berasal dari kata ‘kanthi’ yang berarti menggandeng
atau menuntun. Tembang Kinanthi memiliki filosofi hidup yang
mengisahkan
kehidupan
seorang
anak
yang
masih
membutuhkan tuntunan agar bisa berjalan dengan baik di dunia
ini.
Seorang anak tidak hanya membutuhkan tuntutan untuk belajar
berjalan, tetapi tuntunan secara penuh. Tuntunan itu meliputi
tuntunan dalam berbagai norma dan adat yang berlaku agar
dapat dipatuhi dan dijalankan pada kehidupan dengan baik.
Watak tembang Kinathi yaitu menggambarkan perasaan senang,
teladan yang baik, nasehat serta kasih sayang. Tembang
Kinanthi digunakan untuk menyampaikan suatu cerita atau kisah
yang berisi nasehat yang baik serta tentang kasih sayang.
Contoh Tembang Kinanthi (8u – 8i – 8a – 8i – 8a – 8i)
Kukusing dupa kumelun
Ngeningken tyas kang apekik
Kawengku sagung jajahan
Nanging saget angikipi
Sang resi kaneka putra
Kang anjog saking wiyati
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Kinanthi .
a. Guru gatra = 6; Tembang Kinanthi memiliki 6 larik atau baris
kalimat.
b. Guru wilangan = 8, 8, 8, 8, 8, 8; Kalimat pertama berjumlah 8
suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke
tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8
suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke
enam 8 suku kata.
c. Guru lagu = u, i, a, i, a, i; Akhir suku kata dari setiap
kalimatnya harus bervokal u, i, a, i, a, i
7. Tembang Asmarandana
Tembang Asmarandana berasal dari kata ‘asmara’ yang berarti
cinta kasih. Filosofi tembang Asmarandana adalah mengenai
perjalanan hidup manusia yang sudah waktunya untuk memadu
cinta kasih dengan pasangan hidup.
Dari segi pandang lain Asmaradana berasal dari kata asmara
dan dhana. Asmara merupakan nama dewa percintaan. Dhana
berasal dari kata dahana yang berarti api.
Asmaradana berkaitan dengan kajidian hangusnya dewa Asmara
yang disebabkan oleh sorot mata ketiga dewa Siwa seperti yang
dituliskan dalam Kakawin Smaradhana karya Mpu Darmaja.

Dalam Serat Purwaukara Smaradhana diberi arti remen ing
paweweh, berarti suka memberi.
Watak Asmarandana yaitu menggambarkan cinta kasih, asmara
dan juga rasa pilu atau rasa sedih.
Contoh Tembang Asmarandana (8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u
– 8a)
Lumrah tumrap wong ngaurip
Dumunung sadhengah papan
Tan ngrasa cukup butuhe
Ngenteni rejeki tiba
Lamun tanpa makarya
Sengara bisa kepthuk
Kang mangkono bundhelana
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Asmarandana .
a. Guru gatra = 7; Tembang Asmarandana memiliki 7 larik atau
baris kalimat.
b. Guru wilangan = 8, 8, 8, 7, 8, 8, 8; Kalimat pertama berjumlah
8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke
tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah
7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke
enam berjumlah 8 suku kata, Kalimat ke tujuh berjumlah 8
suku kata.
c. Guru lagu = i, a, e, a, a, u, a; Akhir suku kata dari setiap
kalimatnya harus bervokal i, a, e, a, a, u, a.
8. Tembang Durma
Durma memiliki arti pemberian. Tembang Durma mengandung
filosofi tentang kehidupan yang suatu saat dapat mengalami
duka, selisih dan juga kekurangan akan sesuatu.
Tembang Durma mengajarkan agar dalam hidup ini manusia
dapat saling memberi dan melengkapi satu sama lain sehingga
kehidupan bisa seimbang. Saling tolong menolong kepada siapa
saja dengan hati yang ikhlas adalah nilai kehidupan yang harus
selalu dijaga.
Dari segi lain Durma berasal dari kata Jawa klasik yang memiliki
arti harimau. Dengan begitu Durma memiliki watak atau biasa
digunakan dalam suasana seram. Dapat dikatakan tembang
Durma seperti lagu yang digunakan di saat akan maju perang.
Dapat disimpulkan tembang Durma juga memilki watak yang
tegas, keras dan penuh dengan amarah yang bergejolak.
Contoh Tembang Durma (12a – 7i – 6a – 7a – 8i – 5a – 7i)
Ayo kanca gugur gunung bebarengan
Aja ana kang mangkir
Amrih kasembadan
Tujuan pembangunan
Pager apik dalan resik
Latar gumelar
Wisma asri kaeksi
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Durma .
a. Guru gatra = 7; Tembang Durma memiliki 7 larik atau baris
kalimat.
b. Guru wilangan = 12, 7, 6, 7, 8, 5, 7; Kalimat pertama
berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 7 suku

kata. Kalimat ke tiga berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke empat
berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata.
Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh
berjumlah 7 suku kata.
c. Guru lagu = a, i, a, a, i, a, i; Akhir suku kata dari setiap
kalimatnya harus bervokal a, i, a, a, i, a, i.
9. Tembang Pangkur
Pangkur berasal dari kata ‘mungkur’ yang memiliki arti pergi
atau meninggalkan. Tembang Pangkur memiliki filosofi yang
menggambarkan kehidupan yang seharusnya dapat menjauhi
berbagai hawa nafsu dan angkara murka.
Di saat mendapati sesuatu yang buruk hendaknya pergi
menjauhi dan meninggalkan yang buruk tersebut. Tembang
Pangkur menceritakan tentang seseorang yang sudah siap untuk
meninggalkan segala sesuatu yang bersifat keduniawian dan
mencoba mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dari segi pandang lain, Pangkur berasal dari kata punggawa
dalam kalangan kependetaan seperti tercantum di dalam
piagam-piagam bahasa Jawa kuno.
Dalam Serat Purwaukara, Pangkur memiliki arti buntut atau ekor.
Karena itu Pangkur terkadang diberi sasmita atau isyarat tut
pungkur yang berarti mengekor, tut wuri dan tut wuntat yang
berarti mengikuti.
Watak tembang Pangkur menggambarkan karakter yang gagah,
kuat, perkasa dan hati yang besar. Tembang Pangkur cocok
digunakan untuk mengisahkan kisah kepahlawanan, perjuangan
serta peperangan.
Contoh Tembang Pangkur (8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i)
Muwah ing sabarang karya
Ingprakara gedhe kalawan cilik
Papat iku datan kantun
Kanggo sadina-dina
Lan ing wengi nagara miwah ing dhusun
Kabeh kang padha ambegan
Papat iku nora lali
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Pangkur .
a. Guru gatra = 7; Tembang Pangkur memiliki 7 larik atau baris
kalimat.
b. Guru wilangan = 8, 11, 8, 7, 8, 5, 7; Kalimat pertama
berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 11 suku
kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat
berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku
kata. Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh
berjumlah 7 suku kata.
c. Guru lagu = a, i, u, a, i, a, i; Akhir suku kata dari setiap
kalimatnya harus bervokal a, i, u, a, i, a, i.
10. Tembang Sinom
Kata Sinom memiliki arti pucuk yang baru tumbuh dan bersemi.
Filosofi tembang Sinom menggambarkan seorang manusia yang
mulai beranjak dewasa dan telah menjadi pemuda atau remaja
yang mulai tumbuh.
Di saat menjadi remaja, tugas mereka adalah menuntut ilmu
sebaik mungkin dan setinggi-tingginya agar bisa menjadi bekal
kehidupan yang lebih baik kelak.

Dari segi pandang lain Sinom ada hubungannya dengan kata
sinoman, yang memiliki arti perkumpulan para pemuda untuk
membantu orang yang sedang punya hajat.
Ada juga yang berpendapat lain yang menyatakan bahwa sinom
berkaitan dengan upacara bagi anak-anak muda zaman dulu.
Bahkan sinom juga dapat merujuk pada daun pepohonan yang
masih muda (kuncup), sehingga terkadang diberi isyarat dengan
menggunakan lukisan daun muda. Di dalam Serat Purwaukara,
Sinom berarti seskaring rambut yang memiliki arti anak rambut.
Contoh Tembang Sinom (8a – 8i – 8a – 8i – 7i – 8u – 7a – 8i
– 12a)
Punika serat kawula
Katura sira wong kuning
Sapisan salam pandonga
Kapindo takon pawarti
Jare sirarsa laki
Ingsun mung sewu jumurung
Amung ta wekasi wang
Gelang alit mungging driji
Lamun sida aja lali kalih kula
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Sinom .
a. Guru gatra = 9; Tembang Sinom memiliki 9 larik atau baris
kalimat.
b. Guru wilangan = 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12; Kalimat pertama
berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat
berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 7 suku
kata. Kalimat ke enam berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tujuh
berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke delapan berjumlah 8 suku
kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata.
c. Guru lagu = a, i, a, i, i, u, a, i, a; Akhir suku kata dari setiap
kalimatnya harus bervokal a, i, a, i, i, u, a, i, a.

11. Tembang Dhandhanggula
Kata Dhandhanggula berasal dari kata ‘dandang’ dan ‘gula’ yang
berarti sesuatu yang manis. Filosofi tembang Dhandhanggula
menggambarkan tentang kehidupan pasangan baru yang
sedang berbahagia karena telah berhasil mendapatkan apa yang
dicita-citakan.
Kehidupan manis merupakan suatu yang dirasakan bersama
keluraga yang terasa begitu membahagiakan. Dari segi pandang
lain Dhandhanggula diambil dari nama raja Kediri yaitu Prabu
Dhandhanggendis yang terkenal setelah Prabu Jayabaya. Dalam
Serat Purwaukara, Dhandhanggula berarti ngajeng-ajeng
kasaean yang memiliki arti menanti-nantikan kebaikan.
Watak tembang Dhandhanggula yaitu menggambarkan sifat
yang lebih universal atau luwes dan merasuk ke dalam hati.
Tembang Dhandhanggula dapat digunakan untuk menuturkan
kisah dalam berbagai hal dan kondisi apa pun.
Contoh tembang dhandanggula (10i – 10a – 8e – 7u – 9i –
7a – 6u – 8a – 12i – 7a)
Sinengkuyung sagunging prawali
Janma tuhu sekti mandra guna
Wali sanga nggih arane

Dhihin Syeh Magrib tuhu
Sunan ngampel kang kaping kalih
Tri sunan bonang ika
Sunan giri catur
Syarifudin sunan drajat
Anglenggahi urutan gangsal sayekti
Iku ta warnanira
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan
guru wilangan dari tembang Dhandhanggula .
a. Guru gatra = 10; Tembang Dhandhanggula memiliki 10 larik
atau baris kalimat.
b. Guru wilangan = 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, 7; Kalimat
pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10
suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke
empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj
9 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 7 suku kata. Kalimat
ke tujuh berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke delapan berjumlah
8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata.
Kalimat ke sepuluh berjumlah 7 suku kata.
c. Guru lagu = i, a, e, u, i, a, u, a, i, a; Akhir suku kata dari setiap
kalimatnya harus bervokal i, a, e, u, i, a, u, a, i, a.

Tabel nama-nama tembang macapat beserta guru gatra, guru
wilangan, guru lagu, dan karakter:
Guru
Gatra
10 baris

2

Nama
Tembang
Dandang
gula
Kinanti

3

Pocung

4 baris

4

7 baris

5

Asmaran
dana
Pangkur

6

Durma

7 baris

7

Mijil

6 baris

8

Sinom

9 baris

9

Gambuh

5 baris

10

Maskum
m-bang

4 baris

No
1

6 baris

7 baris

Guru
Wilangan
10, 10, 8,
7, 9, 7, 6,
8, 12, 7
8, 8, 8, 8,
8, 8

Guru Lagu

Karakter

i, a, e, u,
a, a, u, a,
i, a
u, i, a, i, a,
i

Luwes,
ngresepak
e
Seneng,
asih,
tresno
Kendho

12, 6, 8,
12
8, 8, 8, 8,
7, 8, 8

u,a,i, a

8, 11, 8, 7,
12, 8, 8
12, 7, 6, 7,
8, 5, 7

a,
u,
a,
a,

10, 6, 10,
10, 6, 6
8, 8, 8, 8,
7, 8, 7, 8,
12
7, 10, 12,
8, 8

i, o, e, i, i,
u
a, i, a, i, i,
u, a, i, a

12, 6, 8, 8

i, a, i, a

i, a, e, a,
a, u, a
i, u, a,
a, i
i, a, a, i,
i

u, u, i, u, o

Sengsem,
sedih,
prihatin
Sereng,
gregeten
Galak,
nantang,
nesu,
muntab
Wedharin
g rasa
Sumeh,
grapyak
Rumaket,
kulina,
wani
wanuh
Sedih,
nalangsa,

11

Megatru
h

5 baris

12, 8, 8, 8,
8

u, i, u, i, o

kerantaranta
Sedih,
nglokro

C. TEKNIK NEMBANG MACAPAT
Untuk menghasilkan suara yang baik, kita perlu mengetahui
terlebih dahulu teknik “Nembang Macapat”. Ada sedikit perbedaan
jika dibandingkan dengan teknik bernyanyi untuk jenis lagu
nasional. Bebrapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Perhatikan larasnya apakah masuk laras slendro atau pelog.
Nada laras slendro terdiri dari : 1 – 2 – 3 – 5 – 6 – 1 – 2 – 3;
sedangkan nada laras pelog tediri dari : 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 6 – 7 –
1 – 2 – 3. Jika kita amati maka pada laras slendro tidak dijumpai
nada 4 (papat-pat) dan 7 (pitu-pi).
2. Perhatikan nada terendah dan tertinggi. Ini penting agar
penyanyi dapat mengukur kemampuannya dengan nada yang
tepat.
3. Pelajari cakepan (syair) tembangnya, hal ini karena pada
“Tembang Macapat” umumnya menggunkan model “lagu nut
mring sastra” bukan “sastra nuting mring lagu”. Hal ini penting
dipedomani agar makna kalimat (ukara) pada lagu tersebut tidak
berubah (salah makna) kibat pemeggalan suku kata yang kurang
tepat.
Misalnya pada tembang Kinanthi:
Anoman malumpat sampun ( a-no-maaan ma-lum-pat
sampun)
Akan berbeda makna jika dinyanyikan : a-no-man-ma lum-pat
sam-pun
prapting witing nagasari
....
4. Pada “Tembang Macapat” tidak dikenal pedhotan (penggalan),
artinya setiap gatra (baris) diupayakan dinayanyikan dalam satu
tarikan nafas. Jika terpaksa harus mengambil nafas di tengah
baris, maka ketentuannya berkaku sebagai berikut:
a. Jika dalam baris itu terdiri dari ≤ 8 suku kata maka haruis
dalam 1 tarikan nafas.
b. Baris yang lebih dari 8 suku kata, maka jika akan mengambil
nafas di tengah., upayakan pada 4 suku kata di depan atau
tepat pada suku kata yang jika diputus tidak menyebankan
salah makna. Kemudian untuk kalimat berikutnya dihabiskan
dalam 1 nafas.
5. Tembang Macapat dibawakan dengan irama yang “loma”,
artinya cepat lambatnya
ketukan
disesuaikan
dengan
kalimatnya, tidak dengan ritme yang konstan.
6. Nembang Macapat bisa dibawakan dengan berdiri atau dengan
posisi duduk.

D. PENUTUP
Tembang macapat merupakan salah satu tembang atau lagu
daerah yang paling populer di Jawa. Tembang macapat merupakan
tembang atau puisi tradisional Jawa yang menceritakan tahaptahap kehidupan manusia. Filosofinya menggambarkan tentang
seorang manusia dari lahir, mulai belajar di masa kanak-kanak,
saat dewasa, hingga akhirnya meninggal dunia.
Tembang macapat sampai sekarang masih cukup populer. Di
sekolah juga masih diajarkan bahkan ada juga yang sampai
diperlombakan. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat baik untuk
menjaga dan melestarikan tembang macapat. Demikian sekilas

tentang “Tembang Macapat” semoga bermanfaat bagi dunia
pendidikan dan upaya melestarikan seni budaya adi luhung yang
sarat makna ini.
Sumber bacaan
Drs. Kartiman, M.Sn (Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta)
Sekilas tentang Tembang Macapat
Isti Kurniatun, Seni Suara Daerah Sebagai Media Pendidikan Apresiasi
Seni