Implementasi penerapan Radio repeater ko

Migrasi dari sistem Radio repeater konvensional ke Radio
Trunking di Operasi lepas pantai Premier Oil Natuna,
GBCPP
(Gajah Baru Central Processing Platform)
Agus Sofwan
Program Studi S1 Teknik Elektro, Universitas Mercubuana Kranggan Bekasi
Premier Oil Indonesia, GBCPP Natuna Sea Kepulauan Anambas
Email:Asofwan2007@gmail.com
Abstrak
Dalam menunjang operasi eksplorasi proses
minyak dan gas bumi di anjungan lepas pantai
(platform)
melibatkan
beberapa
bagian
pekerjaan yang diantaranya
: Production
operator, Maintenance (Telekom, Instrument,
Electric, mechanic) kemudian didukung oleh
bagian HSE (health safety and environtment),
Medic, dan Deck crew, untuk itu diperlukan

sarana system telekomunikasi radio platform
dimana system ini akan menunjang kelancaran
operasional dan koordinasi diantara bidang
pekerjaan yang saling berkaitan. Persyaratan
utama system radio telekomunikasi tentu saja
harus memiliki kemampuan untuk melingkupi
seluruh area platform bahkan harus bisa
terhubung dengan area remote platform dengan
menggunkan radio.

Gambar.1
Propagasi
sinyal
radio
pada
umumnya
horizontal , maka radio pada saat digunakan
point to point tidak akan memiliki banyak
kendala. Kendala utama adalah pada saat
memerlukan komunikasi antar deck, deck

outdoor tidak begitu bermasalah, namun kendala
utama ada pada saat komunikasi diperlukan dari
dalam ruangan ke dalam ruangan, atau dari
dalam ruangan ke luar ruangan dimana
propagasi agak menghadapi banyak hambatan
dimana konstruksi yang terbuat dari besi bahkan
pintu sekalipun didesain dari besi sehingga
system radio konvensional akan memiliki banyak
kendala atau keterbatasan sinyal propagasi radio
seperti gambar 2 di bawah ini:

Latar Belakang
- System telekomunikasi radio konvensional
(point to point)

Gambar. 2

-

Radio Repeater Konvensional


Untuk mengatasi hal diatas maka digunakanlah
system radio repeater yang diilustrasikan seperti
gambar di bawah ini:
Gambar 4

Gambar.3
Dengan system radio repeater yang berkerja
pada gelombang radio UHF ini, maka dapat
dimungkinkan sinyal radio melingkupi seluruh
area platform dengan meletakkan antenna
pemancar repeater di lokasi yang paling atas di
platform dan antenna penerima repeater pada
tiap deck dalam ruangan untuk hasil jangkauan
yang jauh lebih baik dibanding menggunakan
system konvensional point to point.
Seperti dijelaskan oleh gambar ilustrasi di bawah
ini, dimana untuk memaksimalkan jangkauan
khususnya area di dalam ruangan, sinyal RX
(receiver) UHF repeater dibuat pada setiap lantai

dan
antenna
TX
(transmitter)
cukup
menggunakan 1 antenna

Rumusan Masalah
Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan
UHF repeater konvensional dapat menyelesaikan
masalah jangkauan dan kuliatas namun masih
meninggalkan masalah lagi dimana lalu lintas/
traffic komunikasi terlalu padat dikarenakan
jumlah channel radio UHF repeater yang tersedia
hanya berjumlah 1 channel yang digunakan
untuk melayani 15-30 user , sehingga
mengakibatkan konflik saat berkomunikasi disaat
tiap bagian pekerjaan saling memerlukan pada
saat waktu yang bersamaan, contohnya adalah
saat bagian production operator berkoordinasi

untuk membuka well sumur pada saat yang
sama team maintenance harus berkoordinasi
untuk melakukan function test fire and gas
system, atau pada saat proses start-up platform
dimana
masing-masing
bagian
perlu
berkoordinasi
dengan
internal
bagiannya
masing-masing pada waktu yang bersamaan,
sehingga masing-masing pengguna radio harus
saling menunggu sampai traffic komunikasi tidak
terlalu sibuk, ataupun jika tidak menyadarinya
yang menyebabkan pembicaran terpotong satu
sama lain maka diperlukan salah satu pihak
untuk meminta pihak lain untuk berhenti sejenak
untuk

memberikan
waktu
pihak
yang
mengingatkan selesai berbicara via radio.
Untuk tidak menunggu waktu terlalu lama
menunggu traffic tidak sibuk adalah hal yang
tidak nyaman sehingga hal ini dapat diatasi

dengan
cara
menggunakan
channel
konvensional namun kembali terkendala oleh
keterbatasan channel konvensional (point to
point) dimana jangkauannya sangat terbatas
dikarenakan banyak sekali hambatan (obstacle)
di platform yang 99% terbuat dari besi.
JikaHal ini jika dibiarkan tanpa solusi dapat
menyebabkan hazard communication , atau

potensi bahaya yang disebabkan oleh koordinasi
yang buruk sehingga diperlukan langkah-langkah
strategis untuk mengatasinya.
Adapun ada beberapa alternatif solusi untuk
mengatasi masalah diatas adalah dengan
menambah 1 lagi channel repeater konvensional,
namun setelah sepertinya bukan pilihan yang
baik dikarenakan diharuskan membangun
kembaran system serupa dengan yang ada dan
yang lebih sulit adalah masalah perizinan
frekuensi kepada pihak terkait yang memerlukan
waktu yang tidak sebentar. Mengingat alokasi
frekuensi adalah sebuah sumber daya yang
terbatas sehingga pihak pemerintah di wakili
oleh dirjen postel mengatur segala perizinan
mengenai frekuensi radio.
Penyelesaian Masalah
Radio Trunking
Sistem radio trunking secara umum merupakan
sistem radio yang berbasis repeater untuk satu

atau
lebih menara dengan menggunkanan
lebih dari satu frekuensi dimana pengguna
secara semi-privat dapat memiliki kanal
tersendiri untuk melakukan pembicaraan secara
grup.
Secara
teknis,
Radio
Trunking
menggunakan beberapa kanal frekuensi, dimana
pengguna
yang
melakukan
pembicaraan
menggunakan kanal kosong dari alokasi kanal
yang ada. Mekanisme penggunaan kanal ini
diatur oleh server pusat yang disebut dengan
Control Channel (Wikipedia, 2013).
Sistem radio trunking berbeda dengan sistem

radio

konvensional dimana pada radio konvensional
kanal
didedikasikan untuk setiap pengguna, sementara
pada konsep radio trunking resource kanal dapat
digunakan setiap pengguna asalkan kanal
tersebut kosong.

Gambar 5
Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
sebuah switching otomatis. Konfigurasi radio
trunking dapat di ilustrasikan seperti gambar 6.
Berikut ini :

Sistem Trunking mengatasi problem diatas
seperti :
1. Privacy
Hanya anggota dari talkgroup yang sama
yang boleh bergabung di ch yang sama,

talkgroup lain tidak dapat menggunakan ch
tersebut.
2. Fleksibel
Talkgroup yang ingin menggunakan sistem
akan diberi ch secara otomatis.
3. Penambahan grup mudah
Talkgroup dapat ditambah dengan mudah.
4. Penggunaan channel lebih efisien.
Semua ch dapat dimanfaatkan oleh anggota,
sehingga pemakaian ch lebih efisien.

Gambar. 6.

Problem pada system repeater konvensional:
1. Tidak ada privacy
Pembicaraan dapat dengan mudah dimonitor
pada channel yang sama
2. Anggota talkgroup lain dapat mengganggu
komunikasi yang sedang berlangsung jika ia
memaksakan diri bergabung di ch yang

sama.
3. Tidak fleksibel
Beberapa talkgroup “dipaksa” untuk
mempergunakan channel yang sama dimana
pemakai harus memonitor kondisi ch terlebih
dahulu
4. Penggunaan channel yang tidak efisien
Dapat terjadi ada channel yang selalu sibuk
sementara ch lainnya jarang digunakan.

Analisis Performansi
Desain radio trunking sangat menjanjikan
dengan segala kelebihannya yang jauh dari
sekedar radio repeater konvensional, namun
tetap menyisakan kendala dimana channel yang
berfungsi kualitas suara-nya tidak memenuhi
harapan.
Jika melihat gambar.6 sebagai ilustrasi diatas,
maka kita lihat antenna menjulang tinggi diatas
tower,
Memiliki tower yang tinggi mengizinkan untuk
sinyal propagasi radio memancar dengan baik
dan juga pengalaman instalasi di lokasi
sebelumnya yaitu instalasi radio trunking di
lapangan pulau Pabelokan laut jawa (CNOOCChina National Oil Ofshore Company), dimana
setiap lokasi memiliki tower komunikasi yang
menjulang tinggi, baik di lokasi pulau maupun di
anjungan lepas pantai, sehingga instalasi radio
trunking tidak memiliki kendala yang berarti dan

jangkauan radio juga memiliki daya jangkau
yang luas.
Berbeda dengan lokasi instalasi di Gajah Baru
CPP, setelah 2 bulan proses migrasi dari radio
repeater konvensional ke system trunking ,
kualitas radio telekomunikasi dapat dikatakan
lebih buruk dari
dari system repeater
konvensional, dimana kualitas suara tidak bagus
cenderung noise, dan terjadi serentak pada 4
channel radio yang tersedia.

Setelah mengobservasi permasalahan, hal ini
terjadi karena terjadinya overmodulasi yang
menyebabkan kualitas komunikasi pada radio
trunking tidak sesuai harapan, hal ini disebabkan
karena jarak antenna yang terlalu dekat dengan
subscriber (pengguna) dikarenakan karakteristik
infrastuktur yang berbeda-beda pada tiap lokasi,
tidak tersedianya tower telekomunikasi yang
tinggi, antenna tidak diijinkan melebihi tinggi
dari helideck sehingga hanya di install di sekitar
rooftop (Helideck)- lihat gambar 4.
Akhirnya modifikasi desain radio trunking perlu
dilakukan dimana setting radio trunking didesain
mirip radio repeater konvensional, namun
memiliki 4 channel repeater, Sehingga fasilitas
kelebihan radio trunking tidak tercapai secara
keseluruhan terutama point nomor 1. Privacy
tidak tercapai, dimana semua orang bisa
mendengar pembicaraan asal stay tune di
channel yang sama, namun siapa peduli , ini
tempat kerja . Tujuan utama dari penggantian
radio repeater konvensional yang tadinya hanya
memiliki 1 channel kini bertambah menjadi 4
channel tercapai, dimana jika channel 1 sibuk
bisa pindah ke channel 2 yang memiliki kualitas
jangkauan sinyal dan kualitas suara yang sama
sepeti channel 1, demikian juga channel 3,4
memiliki kualitas yang sama.

Demikian tulisan journal
menambah
wawasan
telekomunikasi

ini semoga bisa
khasanah
radio

Daftar Acuan
- http://jurnal.uii.ac.id/index.php/Snati/
article/viewFile/6241/5614 Analisis
Performansi Teknologi Radio Trunking
Digital ,Studi Kasus PT Pelindo II Tanjung
Priok Jakarta Utara
-

http://download.portalgaruda.org/
article.php?
article=299011&val=7282&title=Proyeksi
%20Pertumbuhan%20Jumlah
%20Pelanggan%20Radio%20Trunking
%20Terrestrial%20Dengan%20Analisis
%20Runtut%20Waktu

-

http://download.portalgaruda.org/
article.php?
article=299006&val=7282&title=Analisis
%20Migrasi%20Radio%20Trunking
%20Analog%20ke%20Radio%20Trunking
%20Digital%20di%20Indonesia