Latihan Intepretasi Penutup Penggunaan L
I.
Judul
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto
Udara Pankromatik Hitam Putih
II.
Tujuan
Melatih ketrampilan dalam melakukan intepretasi foto udara secara stereoskopis
dengan foto udara pankromatik hitam putih, khususnya untuk pentup lahan dan
fisiografis
III.
Alat dan Bahan
1. Foto udara pankromatik hitam putih skala 1:50.000 (sebanyak 2 lembar dimana
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
IV.
merupakan foto udara tampalan satu dengan yang lain)
Alat pengamatan stereoskopis yaitu stereoskop
Lembar transparansi
Kertas kalkir ukuran A4
Kertas HVS ukuran A4
Spidol OHP ukuran F dengan beberapa variasi warnanya
Rapidograph/drawing pen
Alat tulis dan gambar (pulpen, penggaris, penghapus, pensil, pensil warna, dsb).
Dasar Teori
Intepretasi Citra
Ada dua cara intepretasi citra, khususnya foto udara:
1. Monoskopis
2. Stereoskopis
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
1
Gambar 1 : Stereoskop Cermin
Intepretasi Stereoskopis
Selain kedetilan resolusi spasialnya, foto udara juga meiliki keunggulan lain
yaitu kemapuan foto udara menampilkan obyeknya secara streoskopis, yang
dikarenakan oleh tampalan foto yang satu dengan yang lain. Hal ini dimungkinkan
karena foto udara diperoleh dengan pemotretan yang berurutan pada satu jalur terbang.
Pertampalan (wilayah pada foto dengan kenampakan yang sama, interseksi atau
overlap) antara 2 foto hasil pemotretan yang berurutan pada satu jalur terbang disebut
Endlap. Sedangkan pertampalan yang berurutan pada dua jalur terbang disebut
Sidelap. Endlap optimum biasanya sekitar 60% dari foto udara. Sedangkan sidelap
optimum adalah sebasar 15%. Jika kurang dari persentase tersebut, maka biasanya
wilayah yang dapat teramati secara 3 dimensi akan sangat terbatas. Namun jika lebih
dari persentase tadi misalnya endlap 90%, maka biayanya akan sangat besar.
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
2
Proses Stereokopis
Terjadi karena adanya perbedaan posisi pemotretan (sudut pandang) dan
proyeksinya bersifat sentral, maka pada setiap foto terdapat paralaks, pergeseran relief,
dan distorsi. Secara praktis, kenampakan medan yang kasar pada dua foto udara yang
saling bertampalan akan berbeda ukuran, arah, dan bentuknya. Khususnya apabila
kenampakan tersebut terdapat pada bagian tepi foto.
Pergeseran relief
Di dalam situsai di samping, titik A terletak pada suatu ketinggian titik nadir
pada foto itu. Titik a pada foto udara menggeser keluar terhadap titik d, dengan arah
radier dari titik pusat foto Pu. Situasi kedua, titik L terletak lebih rendah daripada
ketinggian titik nadir foto, bayangannya pada foto udara yaitu L menggeser ke dalam
terhadap titik g, dengan arah radier menuju titik pusat foto Pu.
Obyek yang terdapat pada lereng yang curam ‘menghadap’ kamera pada posisi 1
(foto 1) akan tampak berbeda pada foto 2 di sebelahnya. Apabila obyek ini tidak
menghadap kamera pada posisi 2, ditambah dengan adanya pergeseran relief,
perbedaan semacam ini berpengaruh terhadap pengambilan keputusan penafasir dalam
menarik garis (delineasi) batas-batas kenampakan obyek. Penggunaan kamera dengan
panjang fokus (focal length) yang kecil atau biasa disebut denga sudut lebar (wide
angel) akan memperburuk distorsi yang terjadi.
Kesulitan yang sangat parah sering dijumpai pada penggunaan pasangan foto
yang meliputi lereng atas dan kerucut vulkan, yang dipotret dengan kamera sudut
lebar. Pada pasangan foto ini, kenampakan igir dan lembah pada foto kiri dan kanan
dapat benar-benar bertentangan sehingga delineasi secara stereoskopis sulit dilakukan.
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
3
Intepretasi visula kenampakan fisiografi secara stereoskopis
Kenampakan fisiografi yang tergambar pada foto udara tidak selalu dapat
menyajikan kenyataan di lapangan. Kekasaran relief yang tampak pada foto udara juga
dipengaruhi oleh VE (vertical exaggeration) yaitu tingkat perbesaran vertikal.
Base-Height Ratio
Rasio basis udara (B), tinggi terbang (H), atau seringdinyatakan dengan BaseHeight Ratio. Semakin besar BHR-nya semakin besar pula VE-nya, dan kenampakan
yang tidak terlalu kasar menjadi sangat kasar. Lembah yang tidak terlalu mendalam
menjadi sangat dalam. Hal ini sangat membantu dalam observasi relief mikro suatu
wilayah, namun dapat pula menyesatkan bila hasil dijadikan basis pemodelan untuk
kajian lingkungan, misalnya pendugaan besarnya erosi atau kehilangan tanah.
Unsur Interpretasi Kenampakan Fisiografis
Dalam intepretasi satuan-satuan fisiografi, unsur rona tidak terlalu penting
dikarenakan hal ini bersifat tidak konsisten untuk satu satuan fisiografi yang sama.
Tekstur perlu diperhatikan, meskipun kadang-kadang kurang dominan. Yang operlu
diperhatikan adalah unsur bayangan, karena hal ini mampu menonjolkan kesan relief
yang ada. Pola, situs, dan asosiasi merupakan unsur-unsur paling penting untuk
membedakan satu kenampakan fisiografi dengan kenampakan lainnya.
Teknik Interpretasi Kenampakan Fisografis
1.
2.
3.
Perubahan lereng secara umum
Perubahan pola aliran dan/atau kerapatan alur
Perubahan pola kesan lingkungan.
Disamping itu, adanya pola penutup/penggunaan lahan kadang-kadang juga
membantu dalam pembedaan satuan fisiografi, meskipun untuk beberapa wilayah yang
telah dieksploitasi secara eksesif, hal ini justru menyesatkan.
Klasifikasi Fisiografi
1. Dataran: kenampakan datar landai, kemiringan kurang atau sama dengan 3% .
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
4
2.
Berombak: Beda tinggi titik tertinggi dengan terendah kurang dari 50 meter,
3.
kemiringan 30%, pengulangan cukup besar.
Bergelombang: beda tinggi maksimal 100 meter, pengulangan cukup besar,
4.
kemiringan 8-15%.
Berbukit: kadang-kadang dirinci menjadi berbukit kecil, berbukit sedang, dan
5.
berbukit, kemiringan lebih dari 15%, beda tingffi kurang dari 300 meter.
Bergunung: kemiringan lebih dari 15%, beda tinggi lebih dari 300 meter.
Contoh Interpretasi Fisografis
Misalnya pola aliran sentrifugal dapat ditafsirkan sebagai bentukan volkan
gunungapi. Pola berbukit kecil membulat seperti kubah dengan frekuensi
pengulangan sangat tinggi dan pola aliran air yang tidak jelas (kadang-kadang ada
alur sungai, tiba-tiba hilang, terputus) merupakan kenampakan perbukitan karst.
V.
Langkah Kerja
1.
Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan dipgunakan daklam kegiatan
intepretasi kali ini, yaitu foto udara pankromatik hitam putih dengan skala
1:50.000, stereoskop, lembar transparansi, OHP maker (dengan variasi
2.
warnanya) dan alat tulis.
Memasang kedua foto yang bepasangan tersebut dengan baik untuk pengamatan
menggunakan stereoskop, dimana kedua foto berdampingan/sejajar dengan
dikasih jarak antara keduanya. Kedua foto tersebut dipaskan (dapaty digeser)
sampai obyek dalam foto terlihat dengan jelas dalam bentuk 3 dimensional.
Mendelineasi obyek penutup/penggunaan lahan dengan rincian antara lain:
a. Untuk penggunaan/penutup lahan:
– Vegetasi
– Permukiman
– Lahan terbangun
– Lahan terbuka
b. Untuk kenampakan fisiografi
– Dataran
– Berombak
– Berbukit
– Bergelombang
– Bergunung
4.
Menyajikan peta tentatif hasil delineasi tersebut dalam 3 macam layout pada
3.
5.
kertas transparansi, kalkir, dan kertas HVS.
Melakukan pembahasan.
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
5
VI.
VII.
Hasil praktikum
1.
Peta tentatif penutup/penggunaan lahan skala 1:50.000 pada lembar transparansi
2.
Peta tentatif penutup/penggunaan lahan skala 1:50.000 pada kertas kalkir
3.
Peta tentatif penutup/penggunaan lahan skala 1:50.000 pada kertas HVS
4.
Peta tentatif satuan fisiografi pada kertas transparansi
5.
Peta tentatif satuan fisiografi pada kertas kalkir
6.
Peta tentatif satuan fisiografi pada kertas HVS
Pembahasan
Pada praktikum
kali
ini
akan
membahas
mengenai
interpretasi
penutup/penggunaan lahan secara stereoskopis dengan foto udara pankromatik hitam
putih. Pada tahap yang pertama yakni menentukan gambar secara 3D menggunakan
stereoskop. Gambar yang tampak 3D kemudian kita deliniasi batas-batas bentukan
yang ada pada foto udara tersebut.
Sebelum melakukan penginterpretasian foto udara melalui stereoskop, kami
menentukan arah foto udara yang bertampalan. Kebanyakan foto udara memiliki jeda
1 nomor pemotretan, misalnya pada nomor 7080 dan 7082. Pada nomor tersebut
terdapat jeda nomor 1 dan kenampakan objek 3 dimensinya kurang dari 30%. Oleh
karena itu, pencarian foto udara harus memiliki urutan yang berdampingan agar
kenampakan objek 3 dimensinya dapat mencapai sekitar 60%.
Ketika 2 foto udara diletakan sejajar dengan arah yang sama, maka akan
membentuk objek yang nyata berbentuk 3 dimensi. Bentuk-bentuk fisiologis yang
tampak jelas berupa dataran yang bergelombang, berombak, menggunung, ataupun
berbukit. Selain kenampakan fisiologis juga terdapat kenampakan penutup dan
penggunaan lahan.
Pada foto udara, kenampakan fisiologis yang mendominasi adalah dataran
berbukit. Dataran berbukit tampak jelas berupa bukut-bukit kecil. Sedangkan pada
kenampakan penutup dan penggunaan lahan adalah berupa vegetasi kerapatan tinggi.
Vegetasi kerapatan tinggi tampak jelas pengidentifikasiannya. Hal tersebut karena
vegetasi dengan tingkat kerapatan yang tinggi memiliki tekstur yang sangat kasar dan
memiliki bentuk bulatan/lonjong yang seragam dengan rona yang gelap.
VIII. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan pada praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Stereoskop merupakan alat yang mampu menampakan foto udara dalam bentuk
3 dimensi
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
6
2.
3.
Penampalan foto udara harus sejajar dan dalam posisi yang berkelanjutan
Bentuk-bentuk fisiologis yang tampak jelas berupa dataran yang
bergelombang, berombak, menggunung, ataupun berbukit
IX.
Daftar Pustaka
Rusydi, Alfi Nur. 2015. Petunjuk Praktikum Penginderaan Jauh. Malang :
Universitas Negeri Malang.
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Indarto. 2013. Teori dan Praktek Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Purwanto. 2012. Penginderaan Jauh Teori dan Aplikasi. Malang: UM.
X.
Lampiran
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
7
Judul
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto
Udara Pankromatik Hitam Putih
II.
Tujuan
Melatih ketrampilan dalam melakukan intepretasi foto udara secara stereoskopis
dengan foto udara pankromatik hitam putih, khususnya untuk pentup lahan dan
fisiografis
III.
Alat dan Bahan
1. Foto udara pankromatik hitam putih skala 1:50.000 (sebanyak 2 lembar dimana
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
IV.
merupakan foto udara tampalan satu dengan yang lain)
Alat pengamatan stereoskopis yaitu stereoskop
Lembar transparansi
Kertas kalkir ukuran A4
Kertas HVS ukuran A4
Spidol OHP ukuran F dengan beberapa variasi warnanya
Rapidograph/drawing pen
Alat tulis dan gambar (pulpen, penggaris, penghapus, pensil, pensil warna, dsb).
Dasar Teori
Intepretasi Citra
Ada dua cara intepretasi citra, khususnya foto udara:
1. Monoskopis
2. Stereoskopis
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
1
Gambar 1 : Stereoskop Cermin
Intepretasi Stereoskopis
Selain kedetilan resolusi spasialnya, foto udara juga meiliki keunggulan lain
yaitu kemapuan foto udara menampilkan obyeknya secara streoskopis, yang
dikarenakan oleh tampalan foto yang satu dengan yang lain. Hal ini dimungkinkan
karena foto udara diperoleh dengan pemotretan yang berurutan pada satu jalur terbang.
Pertampalan (wilayah pada foto dengan kenampakan yang sama, interseksi atau
overlap) antara 2 foto hasil pemotretan yang berurutan pada satu jalur terbang disebut
Endlap. Sedangkan pertampalan yang berurutan pada dua jalur terbang disebut
Sidelap. Endlap optimum biasanya sekitar 60% dari foto udara. Sedangkan sidelap
optimum adalah sebasar 15%. Jika kurang dari persentase tersebut, maka biasanya
wilayah yang dapat teramati secara 3 dimensi akan sangat terbatas. Namun jika lebih
dari persentase tadi misalnya endlap 90%, maka biayanya akan sangat besar.
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
2
Proses Stereokopis
Terjadi karena adanya perbedaan posisi pemotretan (sudut pandang) dan
proyeksinya bersifat sentral, maka pada setiap foto terdapat paralaks, pergeseran relief,
dan distorsi. Secara praktis, kenampakan medan yang kasar pada dua foto udara yang
saling bertampalan akan berbeda ukuran, arah, dan bentuknya. Khususnya apabila
kenampakan tersebut terdapat pada bagian tepi foto.
Pergeseran relief
Di dalam situsai di samping, titik A terletak pada suatu ketinggian titik nadir
pada foto itu. Titik a pada foto udara menggeser keluar terhadap titik d, dengan arah
radier dari titik pusat foto Pu. Situasi kedua, titik L terletak lebih rendah daripada
ketinggian titik nadir foto, bayangannya pada foto udara yaitu L menggeser ke dalam
terhadap titik g, dengan arah radier menuju titik pusat foto Pu.
Obyek yang terdapat pada lereng yang curam ‘menghadap’ kamera pada posisi 1
(foto 1) akan tampak berbeda pada foto 2 di sebelahnya. Apabila obyek ini tidak
menghadap kamera pada posisi 2, ditambah dengan adanya pergeseran relief,
perbedaan semacam ini berpengaruh terhadap pengambilan keputusan penafasir dalam
menarik garis (delineasi) batas-batas kenampakan obyek. Penggunaan kamera dengan
panjang fokus (focal length) yang kecil atau biasa disebut denga sudut lebar (wide
angel) akan memperburuk distorsi yang terjadi.
Kesulitan yang sangat parah sering dijumpai pada penggunaan pasangan foto
yang meliputi lereng atas dan kerucut vulkan, yang dipotret dengan kamera sudut
lebar. Pada pasangan foto ini, kenampakan igir dan lembah pada foto kiri dan kanan
dapat benar-benar bertentangan sehingga delineasi secara stereoskopis sulit dilakukan.
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
3
Intepretasi visula kenampakan fisiografi secara stereoskopis
Kenampakan fisiografi yang tergambar pada foto udara tidak selalu dapat
menyajikan kenyataan di lapangan. Kekasaran relief yang tampak pada foto udara juga
dipengaruhi oleh VE (vertical exaggeration) yaitu tingkat perbesaran vertikal.
Base-Height Ratio
Rasio basis udara (B), tinggi terbang (H), atau seringdinyatakan dengan BaseHeight Ratio. Semakin besar BHR-nya semakin besar pula VE-nya, dan kenampakan
yang tidak terlalu kasar menjadi sangat kasar. Lembah yang tidak terlalu mendalam
menjadi sangat dalam. Hal ini sangat membantu dalam observasi relief mikro suatu
wilayah, namun dapat pula menyesatkan bila hasil dijadikan basis pemodelan untuk
kajian lingkungan, misalnya pendugaan besarnya erosi atau kehilangan tanah.
Unsur Interpretasi Kenampakan Fisiografis
Dalam intepretasi satuan-satuan fisiografi, unsur rona tidak terlalu penting
dikarenakan hal ini bersifat tidak konsisten untuk satu satuan fisiografi yang sama.
Tekstur perlu diperhatikan, meskipun kadang-kadang kurang dominan. Yang operlu
diperhatikan adalah unsur bayangan, karena hal ini mampu menonjolkan kesan relief
yang ada. Pola, situs, dan asosiasi merupakan unsur-unsur paling penting untuk
membedakan satu kenampakan fisiografi dengan kenampakan lainnya.
Teknik Interpretasi Kenampakan Fisografis
1.
2.
3.
Perubahan lereng secara umum
Perubahan pola aliran dan/atau kerapatan alur
Perubahan pola kesan lingkungan.
Disamping itu, adanya pola penutup/penggunaan lahan kadang-kadang juga
membantu dalam pembedaan satuan fisiografi, meskipun untuk beberapa wilayah yang
telah dieksploitasi secara eksesif, hal ini justru menyesatkan.
Klasifikasi Fisiografi
1. Dataran: kenampakan datar landai, kemiringan kurang atau sama dengan 3% .
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
4
2.
Berombak: Beda tinggi titik tertinggi dengan terendah kurang dari 50 meter,
3.
kemiringan 30%, pengulangan cukup besar.
Bergelombang: beda tinggi maksimal 100 meter, pengulangan cukup besar,
4.
kemiringan 8-15%.
Berbukit: kadang-kadang dirinci menjadi berbukit kecil, berbukit sedang, dan
5.
berbukit, kemiringan lebih dari 15%, beda tingffi kurang dari 300 meter.
Bergunung: kemiringan lebih dari 15%, beda tinggi lebih dari 300 meter.
Contoh Interpretasi Fisografis
Misalnya pola aliran sentrifugal dapat ditafsirkan sebagai bentukan volkan
gunungapi. Pola berbukit kecil membulat seperti kubah dengan frekuensi
pengulangan sangat tinggi dan pola aliran air yang tidak jelas (kadang-kadang ada
alur sungai, tiba-tiba hilang, terputus) merupakan kenampakan perbukitan karst.
V.
Langkah Kerja
1.
Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan dipgunakan daklam kegiatan
intepretasi kali ini, yaitu foto udara pankromatik hitam putih dengan skala
1:50.000, stereoskop, lembar transparansi, OHP maker (dengan variasi
2.
warnanya) dan alat tulis.
Memasang kedua foto yang bepasangan tersebut dengan baik untuk pengamatan
menggunakan stereoskop, dimana kedua foto berdampingan/sejajar dengan
dikasih jarak antara keduanya. Kedua foto tersebut dipaskan (dapaty digeser)
sampai obyek dalam foto terlihat dengan jelas dalam bentuk 3 dimensional.
Mendelineasi obyek penutup/penggunaan lahan dengan rincian antara lain:
a. Untuk penggunaan/penutup lahan:
– Vegetasi
– Permukiman
– Lahan terbangun
– Lahan terbuka
b. Untuk kenampakan fisiografi
– Dataran
– Berombak
– Berbukit
– Bergelombang
– Bergunung
4.
Menyajikan peta tentatif hasil delineasi tersebut dalam 3 macam layout pada
3.
5.
kertas transparansi, kalkir, dan kertas HVS.
Melakukan pembahasan.
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
5
VI.
VII.
Hasil praktikum
1.
Peta tentatif penutup/penggunaan lahan skala 1:50.000 pada lembar transparansi
2.
Peta tentatif penutup/penggunaan lahan skala 1:50.000 pada kertas kalkir
3.
Peta tentatif penutup/penggunaan lahan skala 1:50.000 pada kertas HVS
4.
Peta tentatif satuan fisiografi pada kertas transparansi
5.
Peta tentatif satuan fisiografi pada kertas kalkir
6.
Peta tentatif satuan fisiografi pada kertas HVS
Pembahasan
Pada praktikum
kali
ini
akan
membahas
mengenai
interpretasi
penutup/penggunaan lahan secara stereoskopis dengan foto udara pankromatik hitam
putih. Pada tahap yang pertama yakni menentukan gambar secara 3D menggunakan
stereoskop. Gambar yang tampak 3D kemudian kita deliniasi batas-batas bentukan
yang ada pada foto udara tersebut.
Sebelum melakukan penginterpretasian foto udara melalui stereoskop, kami
menentukan arah foto udara yang bertampalan. Kebanyakan foto udara memiliki jeda
1 nomor pemotretan, misalnya pada nomor 7080 dan 7082. Pada nomor tersebut
terdapat jeda nomor 1 dan kenampakan objek 3 dimensinya kurang dari 30%. Oleh
karena itu, pencarian foto udara harus memiliki urutan yang berdampingan agar
kenampakan objek 3 dimensinya dapat mencapai sekitar 60%.
Ketika 2 foto udara diletakan sejajar dengan arah yang sama, maka akan
membentuk objek yang nyata berbentuk 3 dimensi. Bentuk-bentuk fisiologis yang
tampak jelas berupa dataran yang bergelombang, berombak, menggunung, ataupun
berbukit. Selain kenampakan fisiologis juga terdapat kenampakan penutup dan
penggunaan lahan.
Pada foto udara, kenampakan fisiologis yang mendominasi adalah dataran
berbukit. Dataran berbukit tampak jelas berupa bukut-bukit kecil. Sedangkan pada
kenampakan penutup dan penggunaan lahan adalah berupa vegetasi kerapatan tinggi.
Vegetasi kerapatan tinggi tampak jelas pengidentifikasiannya. Hal tersebut karena
vegetasi dengan tingkat kerapatan yang tinggi memiliki tekstur yang sangat kasar dan
memiliki bentuk bulatan/lonjong yang seragam dengan rona yang gelap.
VIII. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan pada praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Stereoskop merupakan alat yang mampu menampakan foto udara dalam bentuk
3 dimensi
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
6
2.
3.
Penampalan foto udara harus sejajar dan dalam posisi yang berkelanjutan
Bentuk-bentuk fisiologis yang tampak jelas berupa dataran yang
bergelombang, berombak, menggunung, ataupun berbukit
IX.
Daftar Pustaka
Rusydi, Alfi Nur. 2015. Petunjuk Praktikum Penginderaan Jauh. Malang :
Universitas Negeri Malang.
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Indarto. 2013. Teori dan Praktek Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Purwanto. 2012. Penginderaan Jauh Teori dan Aplikasi. Malang: UM.
X.
Lampiran
Latihan Intepretasi Penutup/Penggunaan Lahan Secara Stereoskopis dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih
7