Degradasi Lingkungan Studi Kasus Perubah

ANALISIS IDENTIFIKASI DEGRADASI LINGKUNGAN

Studi Kasus: Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan ( Landuse Change )

Terhadap Siklus Hidrologi (Neraca Air) dan Laju Sedimentasi

Final Assignment Paper of Environmental Health and Degradation

Graduate School of Environment Science Magister Program of Environmental Management

Written by:

SYAMPADZI NURROH

NIM: 13/354980/PMU/7908

Lecture:

Dr. Slamet Suprayogi, M.S. GRADUATE OF SCHOOL GADJAH MADA UNIVERSITY YOGYAKARTA

2014

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengelolaan lingkungan terkait antara hubungan faktor abiotik, biotik dan sosial budaya pada lokasi tertentu, hal ini berkaitan dengan kawasan bentanglahan yang mencakup pada sistem ekologi dan ekosistem lokasi tersebut. Dalam pengelolaan lingkungan hidup bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup tertuang dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Dinamika dalam pengelolaan lingkungan mengalami perkembangan secara signifikan dari waktu ke waktu sehingga UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dilakukan pembaharuan menjadi UU RI Nomor 32 Tahun 2009. Hal ini diperlukan untuk lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem. Kepastian hukum menjadi portal dalam pengelolaan lingkungan untuk proses kegiatan pencegahan (preventif) dan sanksi administratif dalam pencemaran dan Perusakan lingkungan hidup (Hardjasoemantri 1999).

Salah satu fenomena degradasi lingkungan hidup dari aktivitas manusia adalah perubahan penggunaan lahan yang telah ditetapkan suatu kawasan oleh pemerintah yang disebabkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Perubahan penggunana lahan ( Landuse Change ) berdampak terhadap siklus hidrologi baik secara regional (mikro) maupun dalam skala nasional. Komponen hidrologi yang terdiri dari presipitasi, infiltrasi, perlokasi, surface flow , subsurface flow , dan storage water (cadangan airtanah). Komponen tersebut dapat direkapitulasi dengan estimasi pengukuran jumlah total air yang turun dalam suatu kawasan tertentu yang disebut dengan Water Balance .

Perubahan penggunaan lahan di daerah resapan air sangat berdampak terhadap Water Balance pada daerah tersebut. Daerah resapan air dibatasi oleh ekosistem aliran sungai, daerah tersebut berfungsi menangkap, menyimpan dan mengalirkan air melalui badan sungai menuju ke single outlet yaitu laut. Sehingga dengan menurunnya fungsi daerah resapan akibat dari landuse Change (kawasan hutan dikonversi menjadi pemukiman, pertanian, industri) menyebabkan pengaruh terhadap siklus hidrologi hal ini berkaitan dengan neraca air daerah tersebut, dengan menurunnya laju infiltrasi ke dalam tanah (kawasan hutan) maka akan meningkat surface flow (pemukiman, pertanian, industri) yang menyebabkan peningkatan laju aliran permukaan ( runoff ). Fenomena runoff menyebabkan aliran sungai meningkat berakibat terhadap daya tampung badan sungai tersebut, hal ini yang menyebabkan terjadinya fenomena banjir di daerah hilir. Berikut ini disajikan pada Gambar 1.1. mengenai aliran permukaan ( runoff ) akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah menjadi impermeable layer .

Gambar 1.1. Aliran permukaan (runoff) akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan

tanah menjadi impermeable layer (Sumber : Syampadzi 2014)

Fenomena runoff menyebabkan peningkatan laju sedimentasi yang disebabkan penurunan landcover (hutan) menjadi pemukiman, hal ini berkaitan dengan fenomena longsor dan erosi tanah. Berikut ini disajikan pada Gambar 1.1. mengenai aliran permukaan ( runoff ) yang menyebabkan peningkatan laju Fenomena runoff menyebabkan peningkatan laju sedimentasi yang disebabkan penurunan landcover (hutan) menjadi pemukiman, hal ini berkaitan dengan fenomena longsor dan erosi tanah. Berikut ini disajikan pada Gambar 1.1. mengenai aliran permukaan ( runoff ) yang menyebabkan peningkatan laju

Gambar 1.2. Aliran permukaan (runoff) menyebabkan peningkatan laju sedimentasi (Sumber : Syampadzi 2010)

Studi kasus “Pengaruh perubahan tutupan lahan ( landuse Change ) terhadap Siklus Hidrologi-Neraca air ( Water Balance ) dan Laju

Sedimentasi ” ini dalam analisis identifikasi degradasi lingkungan merupakan contoh kasus dimana permasalahan yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan ( landuse change ) yang berdampak terhadap peningkatan laju aliran permukaan ( runoff ) dan peningkatan laju sedimentasi.

1.2. Tujuan

Berdasarkan latar belakang seperti telah diuraikan , maka dirumuskan bahwa studi kasus “Analisis Identifikasi Degradasi Lingkungan: Studi Kasus

Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan ( Landuse Change ) Terhadap Siklus

Hidrologi Neraca Air ( Water Balance ) dan Laju Sedimentasi ” sebagai pendekatan untuk mempelajari proses degradasi lingkungan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuan kajian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis proses- proses permasalahan dalam degradasi lingkungan akibat dari perubahan penggunaan lahan terhadap neraca air ( water balance ) dalam siklus hidrologi.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Siklus Hidrologi

Proses utama siklus hidrologi yaitu evapotranpirasi dan presipitasi. Presipitasi yang jatuh ke lahan dapat dievaporasi kembali (secara langsung dari permukaan tanah atau secara tidak langsung melalui tanaman dengan proses evapotranspirasi), infiltrasi ke dalam tanah menjadi storage water (cadangan air tanah), atau menjadi aliran permukaan ( surface flow ). Aliran permukaan dapat terjadi pada sungai atau saluran air yang terbentuk alami. Air yang masuk ke dalam tanah (perkolasi) bisa juga mengalir dan biasanya kembali pada waktunya ke lautan. Berikut ini disajikan pada Gambar 2.1. mengenai siklus hidrologi.

Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi Sumber: (USDA 1997)

Siklus hidrologi merupakan proses alami yang terjadi berulang-ulang terjadi di atmosfer dan pedosfer. Berdasarkan data dari UNESCO ( United Nations

Educational, Scientific and Cultural Organization ) mengenai keseimbangan neraca air di dunia. Salah satu perbedaan secara signifikan antara lautan dan daratan yang saling keterkaitan dalam siklus hidrologi. Evaporasi terbesar terjadi di lautan ( oceans ) dan kembali sebagai presipitasi ke lautan sebesar 9% (44.800

3 km 3 dari 502.800 km ). Evaporasi yang terjadi di lautan dalam bentuk kelembaban udara ( air humidity ), baik di daratan ( continental evaporator ) kembali ke lautan

melalui ( surface flow ; subsurface; run-off )( exorheic areas ) dan juga badan air di daratan yang tidak mengalir ke lautan ( endorheic areas ). Berikut ini Tabel 2.1. dan Tabel 2.2. mengenai keseimbangan neraca air di dunia.

Tabel 2.1 Keseimbangan neraca air di dunia dan distribusi aliran permukaan menuju lautan ( outlet ). Komponen

Badan air Satuan

Laut

Air Permukaan

Total Water Balance

Endorheic Area Evapotranpiransi

Oceans

Exorheic Area

mm/hari

mm/hari

9000 577000 Debit Aliran

Km 3 458000

mm/hari

44800 Debit aliran (%) Samudera Atlantik

Samudera Pasifik

Samudera Artatika

Samudera India

Sumber: UNESCO 1999 Tabel 2.2 Distribusi keseimbangan neraca air di dunia (44.800 km 3 ) serta

kemampuan ( 3 rechargeable ) sumberdaya air dalam m /kapita/tahun. Benua

Rechargeable (m 3 /kapita/tahun) Asia

5.720 Amerika Utara

17.400 Amerika Selatan

38.200 Australia dan Ocenia

83.700 Sumber: UNESCO 1999

2.2. Klasifikasi Penggunaan Lahan

Landuse (penggunaan lahan) merupakan bentuk-bentuk rekayasa yang dilakukan oleh manusia dalam bentanglahan dalam pengelolaan lingkungan. Pada hakekatnya untuk mendapatkan kesejahteraan dalam mengelola sumberdaya alam yang dimiliki sesuai kemampuan daya tampung dan daya dukung lingkungan tersebut. Berikut ini Tabel 2.3. mengenai klasifikasi penggunaan lahan dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial.

Tabel 2.3. Klasifikasi penggunaan lahan

Possible Landcover No

Kelas

Vegetation (v) 1 Water 2 Water body 3 Pond 4 Lake 5 Resevoir 6 Fish pond 7 Fresh water 8 Brackish water 9 Coastal formations bays & estuaries 10 Stream (drainage network) 11 Irrigation and drainage canals 12 Vegetated area 13 Cultivated area 14 Permenently cultivated area 15 Sawah Irrigated 16 Tidal rice 17 Fields crops 18 Upland cropsrainfed 19 Estates 20 Tree crops 21 Forest garden 22 Non cultivated area 23 Forest (closed forest) 24 Climatic forest 25 Tropical rain forest 26 Dry deciduous forest 27 Bamboo 28 Inland swamp forest 29 Tidal forest 30 Riparian forest 31 Shrub 32 Grass 33 Forest plantation 34 Non vegetated, non cultivated area 35 Barren land (eroded area) 36 Settlement and built-up area 37 Town 38 Village

Water (w)

Soil (s)

Sumber: Malingreau, Bakosurtanal (1982)

Salah satu contoh peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), hal terkait mengenai Landuse (penggunaan lahan) yang menjadi konsentrasi pengembangan daerah berdasarkan potensi dan sumberdaya alam. Berikut ini Tabel 2.4. mengenai klasifikasi penggunaan lahan RTRW Kabupaten Bogor.

Tabel 2.4. Klasifikasi penggunaan lahan RTRW Kabupaten Bogor No

Penggunaan Lahan

Jenis Penggunaan Lahan

1 Lahan Pertanian Pertanian lahan basah, perkebunan, tegalan, ladang, Pertanian lahan kering,

2 Hutan

Kawasan hutan sebagai fungsinya hutan lindung, hutan produksi,

hutan konservasi dan cagar alam Hutan rakyat

3 Lahan kosong Semak belukar, padang rumput, lahan kritis 4 Tubuh air

Sungai, danau, situ, empang dan mata air 5 Lahan terbangun

PD1: kawasan pemukiman pedesaan (hunian rendah) PD1: kawasan pemukiman pedesaan (hunian jarang)

PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian rendah) PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian sedang)

PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian padat) Sumber: WWF (2006) dan Peraturan Daerah (RTRW) Kabupaten Bogor No.19 Tahun 2008

Pemanfaatan lahan berpengaruh terhadap degradasi lingkungan apabila tidak dikelola secara lestari baik secara ekologi, ekonomi dan sosial. Sehingga diperlukan mitigasi dan perencanaan yang tepat guna dalam pengembangannya. Salah satu fenomena degradasi lingkungan akibat landuse Change adalah peningkatan laju aliran permukaan ( runoff ) dan proses sedimentasi. Laju aliran permukaan meningkat akibat meningkatnya lahan terbangun sedangkan sedimentasi terjadi akibat peningkatan runoff diiringi oleh daerah budidaya pertanian yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan air.

Fenomena landuse change dalam skala besar dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir di daerah hilir, ekosistem daerah sungai bagian hilir. Peningkatan laju aliran permukaan mengakibatkan debit aliran sungai menjadi lebih besar hal ini yang menyebabkan banjir terjadi, badan sungai tidak mampu menampung debit aliran, hal ini terkait dengan daya tampung dan daya dukung ekosistem daerah aliran sungai.

2.3. Dampak Landuse Change

2.3.1 Catchment Area (daerah tangkapan air)

Bagian hulu dari ekosistem aliran sungai merupakan daerah tangkapan air. Daerah tangkapan air merupakan daerah yang memiliki karakteristik dalam pengelolaan air dari daerah hulu ke hilir, sehingga daerah ini berada pada seluruh wilayah yang meiliki aliran-aliran sungai yang mengalir baik dari hulu maupun hilir hingga mencapai satu single outlet (laut).

Suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama (Sunarti 2008) dan kemudian menyalurkannya ke laut (Asdak 2002). Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA atau catchment area ) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 1995). Daerah tangkapan air Menurut Lee (1998), daerah tangkapan air meliputi semua titik yang terletak di atas elevasi (ketinggian tempat) stasiun penakar dan di dalam batas topografi atau igir ( topographic divide ) yang memisahkan daerah-daerah tangkapan beragam cukup besar dengan komposisi dan struktur lapisan batuan di bawahnya. Bagian hulu dari suatu DAS merupakan daerah yang mengendalikan aliran sungai dan menjadi suatu kesatuan dengan bagian hilir yang menerima aliran tersebut (Soewarno 1991).

Catchment area yang mempunyai fungsi-fungsi tersebut akan mengalami degradasi ketika terjadi perubahan terhadap tutupan lahan, catchment area memiliki tutupan lahan vegetasi rapat dan baik. Tumbuh secara alami sesuai

bentanglahan dan intervensi manusia masih sedikit, akan tetapi ketika intervensi manusia (perubahan penggunaan lahan) maka akan menurunkan kualitas daerah tangkapan tersebut (peningkatan laju aliran permukaan). Berikut ini disajikan pada Gambar 2.2. mengenai estimasi dampak perubahan penggunaan lahan terhadap volume direct runoff .

Gambar 2.2. Rational runoff coefficients (koefisien aliran limpasan permukaan) berdasarkan tipe

penggunaan lahan (landuse) Sumber: Viessman, et al (1996), Malcom (1999) dalam NCDENR Manual (2009)

Berdasarkan pada data penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan penggunaan lahan akibat peningkatan pemukiman (aspal, beton, rumah, atap rumah) memiliki koefiesin (>0,85). Hal ini tekat persentase air hujan (rainfall) yang turun pada suatu kawasan tertentu dialirkan sebesar > 85% menjadi aliran limpasan permukaan ( runoff ). Sedangkan hutan ( wooded area ) hanya sebesar (0,15) yaitu mengalirkan air hujan menjadi aliran permukaan sebesar 15% dari total curah hujan yang turun pada kawasan tersebut.

Perubahan penggunaan lahan ( catchment area ) menjadi lahan terbangun menjadi fenomena degradasi lingkungan dari tahun ke tahun, akibat kebutuhan lahan sebagai pemukiman yang diiringi oleh peningkatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini yang menyebabkan proses degradasi lingkungan semakin menurun, fenomena banjir di daerah hilir menjadi fenomena tahunan pada musim hujan seperti di DKI Jakarta akibat catchment area DAS Ciliwung menurun kualitasnya.

Selain perubahan penggunaan lahan, faktor geomorfologi sungai mempengaruhi peningkatan laju degradasi lingkungan khusunya fenomena banjir dimana debit aliran yang masuk ke sungai melebihi daya tampung dan daya dukungnya. Sungai memiliki pola tertentu berbeda dengan satu sama lainnya tergantung dari proses geomorfologi pada bentanglahannya. Shibano et al (1996) menyatakan bahwa Tropical rainfall (curah hujan di daerah tropis) debit aliran Selain perubahan penggunaan lahan, faktor geomorfologi sungai mempengaruhi peningkatan laju degradasi lingkungan khusunya fenomena banjir dimana debit aliran yang masuk ke sungai melebihi daya tampung dan daya dukungnya. Sungai memiliki pola tertentu berbeda dengan satu sama lainnya tergantung dari proses geomorfologi pada bentanglahannya. Shibano et al (1996) menyatakan bahwa Tropical rainfall (curah hujan di daerah tropis) debit aliran

Berdasarkan Gambar 2.3. mengenai pola bentuk sungai yang mempengaruhi debit aliran sungai saat terjadi presipitasi, hal ini berkaitan dengan laju aliran permukaan air ( runoff ) yang masuk ke badan sungai, DAS Ciliwung memiliki pola sungai dendritik, hal ini menyebabkan peningkatan degradasi lingkungan terkait percepatan aliran sungai menuju hilir akibat pola aliran sungai. Berikut ini disajikan pada gambar dibawah ini mengenai bentuk morfologi sungai yang mempengaruhi peningkatan degradasi lingkungan, perbedaan pola aliran yang mempengaruhi percepatan aliran sungai menuju ekosistem daerah aliran sungai di daerah hilir.

Gambar 2.3. Klasifikasi Pola (pattern) aliran sungai di Ekosistem daerah aliran sungai. Sumber: Shukla 2011.

2.3.2 Lahan Pertanian

Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dapat menyebabkan peningkatan laju aliran permukaan dan laju sedimentasi. Hal ini disebabkan oleh proses erosi yang terjadi akibat proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi kaidah konservasi. Arianti et al (2012) menyatakan bahwa pada Sub-DAS Banyuturang dengan penggunaan lahan kebun menghasilkan laju sedimen sebesar 1.094 mg/liter dan laju erosi 1,308 ton/hari sedangkan pada Sub- DAS Malang dengan penggunaan lahan tegalan sebesar 402 mg/liter dan 0,718 ton/hari. Kosentrasi sedimen melayang (Cs) berdasarkan standar skala kualitas Keputusan Menteri KLH No. 2/1988 menyatakan bahwa > 500 mg/liter berskala sangat jelek. Berdasarkan data tersebut wilayah daerah resapan tersebut telah mengalami degradasi lingkungan.

Berdasarkan data penelitian bahwa erosi tanah ( Soil erosion ) yang disebabkan oleh angin dan air merupakan penyebab degradasi utama di dunia, mempengaruhi hampir 1,6 juta ha (Fu, 1989; Dregne, 1990, 1992; Bridges dan Oldeman, 1999) seperti grafik data pada gambar dibawah ini. Berikut ini disajikan pada Gambar 2.4. mengenai estimasi dampak perubahan penggunaan lahan terhadap laju sedimen dan erosi ( soil loss ). Hubungan antara kehilangan lapisan tanah dengan tutupan berbanding lurus, semakin tutupan lahan menurun semakin tinggi tingkat kehilangan lapisan tanah.

Gambar 2.4. Pengaruh soil cover dalam pertanian terhadap erosi tanah dan sedimentasi. Sumber: Duiker 2011

Berdasarkan data penelitian di kawasan budidaya pertanian dengan jenis tanah ultisol di USA pada perlakuan menggunakan guludan dan tutupan tanaman. Berikut ini disajikan pada Tabel 2.5. di bawah ini. Tabel 2.5. Simulasi kehilangan tanah (ultisol) dengan intensitas hujan 120 menit

Sumber: Duiker 2011 Pimentel et al (1995) menyatakan bahwa sisa dari residu tanaman ( residue

cover ) dapat menurunkan laju sedimen sebesar 30% setelah dibandingkan tanpa penggunaan tersebut. Berikut ini disajikan pada Gambar 2.5. mengenai estimasi infiltrasi terhadap pengolahan tanah dengan menggunakan residu tanaman pada

guludan tanah, minimum guludan, dan tradisional guludan. Hal ini memberikan gambaran bahwa pengolahan tanah yang mengikuti kedah konservasi tanah lebih baik terhadap penurunan laju sedimentasi dan erosi.

Gambar 2.5. Pengaruh residu cover terhadap laju infiltrasi . Sumber: Duiker 2011

2.4. Laju Sedimentasi

Overbeek (1979) dalam Ilyas (2002) menyatakan bahwa secara umum ada tipe gerakan dari sedimentasi antara lain angkutan dasar ( bed load ), angkutan suspensi ( suspended load ) dan angkutan keras ( wash load ). Dalam pengertiannya muatan dasar adalah partikel yang terangkut dengan cara bergeser, bergelinding atau berlompat-lompat, serta selalu dekat atau hampir mengendap ke dasar sungai. Sedangkan angkutan dasar terdiri dari partikel kasar seperti kikil atau pasir yang bergerak teratur atau acak dan selalu menyentuh dasar sungai dan angkutan suspensi bergerak melayang tanpa menyentuh dasar sungai, atau setidak-tidaknya mempunyai lintasan yang panjang sebelum menyentuh dasar sungai. Ketiga tipe gerakan tersebut ditentukan oleh kondisi dari dasar gerakan aliran sungai. Berikut ini Gambar 2.6. mengenai proses sedimentasi yang membawa material di aliran sungai.

Gambar 2.6. Proses sedimentasi yang membawa material di sungai. Sumber: McCuen 1998.

Pada lahan pertanian Sukrisiyonubowo et al (2004) menyatakan bahwa pada saat pelumpuran terasi perubahan struktur tanah yang drastis dan signifikan, yaitu bongkahan tanah menjadi struktur lumpuh ( puddle structure ) akibat benturan langsung saat pencangkulan dan pelumpuran, struktur lumpur dan tekstur halus ( clay ) yang terdispersi ini lebih mudah terbawa air dari pada dalam bentuk agregat tanah. Sedimen yang terangkut di lahan sawah umumnya terjadi pada saat pelumpuran dan volumenya lebih banyak dibandingkan pada saat aktivitas lainnya dalam budidaya pertanian (sawah).

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Profil Degradasi Lingkungan

3.1.1. Perubahan Keseimbangan Neraca Air ( Water Balance )

Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan ( Land-use and land-cover change ), Turner et al (1995) menyatakan bahwa dampak perubahan tersebut merupakan hal yang mendasar dan penting dalam perubahan degradasi lingkungan secara spatial dan dalam skala temporal. Hal ini mengenai degradasi lingkungan terhadap perubahan keseimbangan siklus hidrologi berupa neraca air di suatu kawasan resapan air. Nurroh (2010) menyatakan bahwa neraca air merupakan fungsi curah hujan dari hasil penjumlahan evapotranspirasi, debit aliran dan perubahan kadar air tanah. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.1. mengenai neraca air hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cimanuk Hulu

Tabel 3.1. Neraca air di Sub-DAS Cimanuk Hulu Perubahan

Evapotranspirasi Bulan

Curah Hujan Debit Aliran

Tahun Kadar Air

Tanah (mm)

720,161 Sumber: Nurroh 2010

Hasil optimasi Tank Model jumlah curah hujan sebesar 1845 mm/tahun, debit aliran 622,21 mm/tahun (33,90), evapotranspirasi 504,8 mm/tahun (27,30%) dan kadar air tanah sebesar 720,161 mm (38,80%). Besarnya inflow berupa curah hujan (presipitasi) dan outflow berupa evapotranspirasi, total aliran, dan perubahan kadar air tanah ( storage ) tersebut dapat mempresentasikan keseimbangan air di Sub-DAS Cimanuk Hulu terjadi surplus air sebesar 720,161 mm/tahun yang tersimpan dalam air tanah. Debit aliran mempresentasikan laju direct runoff (aliran limpasan permukaan) di wilayah tersebut, hal ini berkaitan bahwa 33,90% input presipitasi menjadi debit aliran sungai ( runoff ) dengan Hasil optimasi Tank Model jumlah curah hujan sebesar 1845 mm/tahun, debit aliran 622,21 mm/tahun (33,90), evapotranspirasi 504,8 mm/tahun (27,30%) dan kadar air tanah sebesar 720,161 mm (38,80%). Besarnya inflow berupa curah hujan (presipitasi) dan outflow berupa evapotranspirasi, total aliran, dan perubahan kadar air tanah ( storage ) tersebut dapat mempresentasikan keseimbangan air di Sub-DAS Cimanuk Hulu terjadi surplus air sebesar 720,161 mm/tahun yang tersimpan dalam air tanah. Debit aliran mempresentasikan laju direct runoff (aliran limpasan permukaan) di wilayah tersebut, hal ini berkaitan bahwa 33,90% input presipitasi menjadi debit aliran sungai ( runoff ) dengan

Tabel 3.2. Penutupan lahan di Sub-Das Cimanuk Hulu No Tutupan lahan

Persentase Luas (%) 1 Hutan

Luas (ha)

59,20 2 Pemukiman

2,70 3 Sawah Tadah Hujan

17,90 4 Tegalan/ladang sayur

20,20 Total Luas

100,00 Sumber: BPDAS Cimanuk-Citanduy (2009 )

Sedangkan kasus di DAS Ciliwung hulu debit aliran ( runoff ) mencapai 72,31% defisit water storage dengan luas permukiman (4225,987 ha) sebesar 35,26%. Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan dan penggunaan lahan mempengaruhi neraca air, secara signifikan mempengaruhi siklus hidrologi di daerah tersebut. Berikut ini Tabel 3.3. mengenai neraca air di DAS di pulau Jawa, khususnya DAS Ciliwung Hulu dan pada Tabel 3.4. mengenai data tutupan lahan eksisting tahun 2010 (DAS Ciliwung Hulu).

Tabel 3.3. Neraca air di berbagai DAS hulu di pulau Jawa

Tabel 3.4. Penggunaan lahan tahun 2010 di Puncak, Kabupaten Bogor. Penggunaan lahan 2010 Persentase Perubahan menjadi

No Kategori lahan Terbangun Ha ha

2 Lahan Pertanian

Sumber: Rachmawati (2013)

3.1.2. Peningkatan laju aliran permukaan ( runoff )

Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan ( Land-use and land-cover change ), Turner et al (1995) menyatakan bahwa dampak perubahan tersebut merupakan hal yang mendasar dan penting dalam perubahan degradasi lingkungan secara spatial dan dalam skala temporal. Hal ini mengenai degradasi lingkungan terhadap peningkatan direct runoff (aliran limpasan permukaan). Berikut ini Gambar 3.1. mengenai proses terjadinya aliran limpasan permukaan dari data pengukuran yang dilakukan oleh Mockus (1964).

Gambar 3.1. Data analisis hidrograf proses direct runoff . sumber: Mockus 1964

Secara alami direct runoff akan terjadi di ekosistem daerah aliran sungai, berdasarkan pada gambar diatas bahwa perubahan awal ( rising limb ) menuju Peak sebesar 116 m 3 /s peningkatan volume aliran semakin meningkat dari base

flow menjadi rising limb dan kembali ke posisi awal yaitu base flow (aliran dasar). Kondisi hidrologi suatu daerah demikian secara umum dapat dijelaskan melalui siklus hidrologi antara lain debit aliran permukaan yang masuk ke badan sungai. Hal ini untuk mempresentasikan parameter kuantitas air, oleh karena itu, memberikan gambaran umum tentang kondisi hidrologi daerah tertentu dengan melihat hasil-hasil penelitian terdahulu, mulai dari yang bersifat eksploratif sampai penelitian detil.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung Hulu dengan input presipitasi 100% terdistribusi ke dalam inflitrasi (9,13%), Evapotranspirasi (12,09%), dan aliran limpasan (72,31%) dan Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung Hulu dengan input presipitasi 100% terdistribusi ke dalam inflitrasi (9,13%), Evapotranspirasi (12,09%), dan aliran limpasan (72,31%) dan

Tabel 3.5. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun 2010 Kabupaten Bogor, Puncak.

Persentase Perubahan No Kategori

Penggunaan Lahan

menjadi lahan Terbangun Ha Ha ha

2300,187 2 Lahan Pertanian

Sumber: Rachmawati (2013)

Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa aliran limpasan meningkat dengan input presipitasi 100% terdistribusi ke dalam inflitrasi (9,13%), Evapotranspirasi (12,09%), dan aliran limpasan (72,31%). Aliran limpasan meningkat sampai (72,31%) akibat dari perubahan penggunaan lahan pertanian dan hutan menjadi penggunaan lahan terbangun. Sehingga terasi secara signifikan Degradasi lingkungan terkait komponen biotik yaitu hidrologi. Berikut ini Gambar 3.2. mengenai prinsip konsep dampak perubahan tutupan lahan dan pengelolaan dalam perhitungan laju aliran permukaan.

Gambar 3.2. Konsep dampak perubahan tutupan lahan dan pengelolaan dalam perhitungan laju

aliran permukaan. Sumber: Mockus (1964)

Berikut ini Tabel 3.6. mengenai hasil penelitian tentang analisis tutupan lahan terhadap runoff ratio . Tabel 3.6. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 1984 dan tahun 1991

Penggunaan lahan 1991 No Kategori

Penggunaan Lahan 1984

Ha Persen 1 Permukiman

Ha Persen

26,5% 3 Tegalan/ladang

18,8% 4 Perkebunan Teh

100% Runoff Ratio

Sumber: Harto dan Kondoh (2010) Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai perubahan penggunaan

lahan menggunakan Citra Landsat 1984 dan 1991. Trendline terhadap penggunaan lahan terbangun semakin meningkat. Pada tahun 1984 seluas 1.481 ha dan pada tahun 1991 seluas 3.481 ha, persentase peningkatan sebesar 9,1% meningkatkan runoff ratio sebesar 41,2% yang pada awalnya 39,2%. Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan hutan yang di konversi menjadi permukiman meningkatkan laju aliran permukaan. Berikut ini Tabel 3.7. mengenai debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu dalam selang waktu 10 tahun terakhir.

Tabel 3.7. Rekapitulasi data debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu.

Besarnya debit (m 3 /det)

waktu Kejadian No Tahun

Q andalan

Q maks 1 1999

(Qmaks/Qmin)

Sumber: Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (2010)

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi hidrologi di daerah kajian telah mengalami degradasi lingkungan secara kuantitas air dengan peningkatan aliran permukaan ( runoff ), trendline terus meningkat pada tahun 2008-2009 sampai sekarang. Berikut ini Gambar 3.3. mengenai analisis hidrograf debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu.

Gambar 3.3. Kondisi 10 tahun terakhir Debit aliran DAS Ciliwung Hulu. Sumber: BP Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (2010)

3.1.3. Peningkatan laju sedimentasi

Secara alami sedimentasi terjadi akibat dari energi kinetik dari presipitasi yang turun dan terjadi tumbukan ke permukaan tanah. Proses tumbukan air hujan dan tanah mengakibatkan proses erosi tanah, sebagian tanah terbawa oleh air hujan melalui aliran limpasan permukaan. Pada saat meningkatnya aliran limpasan permukaan proses sedimentasi terjadinya membawa material yang diangkut oleh laju aliran permukaan tanah. Berikut ini Gambar 3.4. mengenai proses sedimentasi secara alami yang terjadi lahan hutan, padang rumput dan padang pasir.

Gambar 3.4. Rekapitulasi distribusi sedimentasi pada jenis tutupan lahan. Sumber: Duiker 2011

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa proses sedimentasi akan berkurang jika tutupan lahan berupa hutan walaupun dengan jumlah presipitasi yang lebih besar dibanding tutupan lahan lainnya, hal ini disebabkan proses terjadinya erosi tanah akibat energi kinetik dari presipitasi yang terjadi tumbukan antara air hujan dan tanah akan berkurang akibat kanopi yang dimiliki ekosistem hutan.

Arsyad (1989) menyatakan bahwa Daerah aliran sungai khususnya di pulau Jawa mengalami erosi yang tinggi, dapat diperkirakan 1,9 juta ha lahan telah menjadi kritis, dimana laju erosi rata-rata sekitar 20-60 ton/ha/tahun atau Arsyad (1989) menyatakan bahwa Daerah aliran sungai khususnya di pulau Jawa mengalami erosi yang tinggi, dapat diperkirakan 1,9 juta ha lahan telah menjadi kritis, dimana laju erosi rata-rata sekitar 20-60 ton/ha/tahun atau

Pada lahan pertanian, Tarigan dan Sinukaban (2001) menyatakan bahwa total sedimen yang keluar selama aktivitas pengolahan tanah dua kali lebih banyak daripada sedimen yang kelar selama penyiapan penanaman dan enam kali lebih banyak daripada sedimen yang keluar selama aktivitas penanaman maupun penyiangan. Ariyanti et al (2012) menyatakan bawa kadar lumpur yang terdapat di saluran air irigasi, sangat dipengaruhi atau lebih tergantung pada aktivitas yang terjadi di kawasan atas ( upstream ).

Sedimentasi berdampak pada degradasi lingkungan terkait kualitas air di badan sungai atau air. hal ini mempengaruhi komponen biotik yaitu biota air, selain itu berdampak terhadap pendangkalan badan air seperti danau dan waduk. Sedimentasi membawa material seperti suspended load dan bed material load .

Ilyas (2002) menyatakan bahwa tingkat erosi memberikan dampak terhadap tingkat laju sedimentasi di sungai dan waduk. Laju sedimentasi yang tinggi memberikan dampak berkurangnya kapasitas waduk, sehingga umur pakai waduk secara ekonomis akan lebih pendek dari desain awalnya. Berdasarkan hasil data penelitian bahwa tingkat erosi yang terjadi di DAS Citarum hulu-Saguling dengan sistem model spasial sebesar 22 ton/ha/tahun. Dengan tingkat erosi

tersebut mengurangi kapasitas waduk sebesar 21% dimana 881 juta m 3 menjadi 688,1 juta m 3 air dalam waduk tersebut.

Sedimentasi mengakibat peningkatan kadar COD dan BOD serta kekeruhan air di badan sungai. Hal tersebut Sedimentasi berdampak pada degradasi lingkungan terkait kualitas air di badan sungai atau air. hal ini mempengaruhi komponen biotik yaitu biota air,

3.2. Identifikasi Landuse Change Lambin et al (2001) menyatakan bahwa pola perubahan penggunaan lahan

dan tutupan lahan ( Patterns of land use, land-cover change ) dan manajemen lahan ( land management ) merupakan hasil interaksi dari ekonomi, lingkungan, sosial ,politik dan teknolog ( economic, environmental, social, political and technological ) yang memaksa baik dalam skala lokal maupun global yang mengubah pola tutupan lahan yang secara signifikan dalam bentuk kebijakan pemerintah ( policies as of significant importance in driving land-use changes ). Dampak perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan terhadap siklus hidrologi salah satunya adalah banjir (peningkatan laju aliran permukaan). Hal ini berkaitan dengan floodplain limit akan meningkat mengikuti perubahan tutuapan lahan. Berikut ini Gambar 3.5. mengenai peningkatan floodplain limit akibat perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan.

Gambar 3.5. Ilustrasi proses perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun. Sumber: USDA (1997)

Kebijakan pemerintah menjadi kunci dalam perubahan pola tutupan lahan dan penggunaan lahan. Seperti kejadian banjir di wilayah DKI terus berulang walaupun banyak program yang sudah dilakukan dengan curahan dana dan usaha yang besar. Berikut ini Gambar 3.6. data hasil penelitin tentang perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung hulu di 2 kecamatan.

Gambar 3.6. Rekapitulasi data perubahan penggunaan lahan RTRW Puncak Kabupaten Bogor.

Sumber: Rachmawati (2013)

Berdasarkan data tersebut, Di Kecamatan Cisarua kawasan hutan berubah menjadi lahan terbangun seluas 57,85 ha, lahan pertanian berubah menjadi lahan tebangun seluas 447,03 ha. Sedangkan di Kecamatan Ciawi, kawasan Hutan berubah menjadi lahan pertanian seluas 557,96 ha dan lahan hutan menjadi lahan tebangun seluas 1,44 ha. Jika ditotalkan menjadi lahan terbangun seluas 506,05

ha. Perubahan tersebut sangat signifikan yang akhirnya berdampak pada aspek hidrologi daerah setempat dengan meningkatnya laju aliran permukaan. Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan tersebut dampak dari kebijakan pemerintah yang tidak tegas dan kurangnya penegakan hukum. Karena RTRW Kabupaten Bogor telah dibuat 10 tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

3.3. Analisis Degradasi Lingkungan

Permasalahan degradasi lingkungan mengenai siklus hidrologi terkait neraca air ( water balance ) dan laju sedimentasi yang saling terkait satu sama lain, Pengelolaan lingkungan terkait fakor abiotik, biotik dan kultural (manusia dan peradabannya), karam adanya hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling

kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan tersebut yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya (Verstappen 1983). Mengenai identifikasi dampak perubahan terhadap siklus hidrologi neraca air dengan peningkatan laju aliran permukaan serta laju sedimentasi akibat landuse Change . Berikut ini disajikan pada Tabel 3.8. mengenai berbagai penelitian yang menganalisis degradasi lingkungan terkait perubahan tutupan lahan ( landuse change ).

Tabel 3.8. Analisis dampak Landuse Change terhadap neraca air dan sedimentasi

No Penelitian

Referensi

Keterangan

1 The Effect of Landuse Changes

Prosiding on The Water baance in The

Proceedings: International

diselenggarkan di Ciliwung-Cisadane Catchment,

Symposium on Hydrology

Korea pada West Java Indonesia

Water Resources and

Environment Development and November 10-13, (Harto dan Kondoh 1998)

Management in Southeast

Asia and The Pacipic.

Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Base on observation data, there was increased in runoff ratio of Ciliwung River and Cisadane River about 5% and 4% respectively. It indicates that there are some natural or artificial changes of land use that

disturb the river’s flows and other water cycle components such as evapotranspiration. Satellite remote sensing data of 1984 and 199 1 are used to reveal the land use changes. As results, there recognized large amount of change from paddy to cropland allocation and

new settlement areas have been developed on paddy and cropland area respectively. Analisis: Berdasarkan hasil penelitian bahwa perubahan tutupan menjadi lahan pertanian dan permukiman rasio runoff meningkat sebesar 5%. Trendline terhadap penggunaan lahan terbangun semakin meningkat. Pada tahun 1984 seluas 1.481 ha dan pada tahun 1991 seluas 3.481 ha, persentase peningkatan sebesar 9,1% meningkatkan runoff ratio sebesar 41,2% yang pada awalnya 39,2%. Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan hutan yang di konversi menjadi permukiman meningkatkan laju aliran permukaan.

2 Dampak Pengelolaan Lahan

Penelitian dalam Pertanian terhadap Hasil

Jurnal Manusia dan

penggunaan lahan Sedimen Di DAS Galeh,

Lingkungan Vol.19 No.3 Hal:

pertanian Kabupaten Semarang (Arianti et al 2012)

238-246

Review:

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pengolahan lahan sawah memiliki debit aliran dan debit sedimen yang lebih tinggi dibanding pengelolaan lahan kebun dan lahan tegalan. Sedimen yang dihasilkan pada pengelolaan lahan sawah sebesar 14,593 ton/hari Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pengolahan lahan sawah memiliki debit aliran dan debit sedimen yang lebih tinggi dibanding pengelolaan lahan kebun dan lahan tegalan. Sedimen yang dihasilkan pada pengelolaan lahan sawah sebesar 14,593 ton/hari

Analisis

Besarnya sedimen yang dibawa oleh aliran air ke badan sungai akibat peningkatan Rational runoff coefficients (koefisien aliran limpasan permukaan) berdasarkan tipe penggunaan lahan (landuse). Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan menjadi faktor penting yang mempengaruhi laju sedimentasi. 3 Effects of landuse change on

Penelitian mengenai surface runoff and sediment yield Sediment Research 25 (2010): perubahan tutupan at different watershed scales on

International Journal of

lahan dengan the Loess Plateau

pp 283-293

perbedaan luas DAS (Xiaoming et al, 2010)

di China Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Erosion and sediment yield from large and small watersheds exhibit different laws. Variations in surface runoff and sediment yield because of landuse change in four watersheds of different scales

from 1 km 2 to 73 km 2 were analyzed. Due to reforestation and farmland terracing, surface runoff and sediment yield reduced by 20 –100% and 10–100% respectively. Reductions in surface runoff were differed significantly under different precipitation

regimes. For the large watershed (73 km 2 ) landuse change had similar effects on surface runoff regardless of changing of precipitation. For the small watershed (1 km 2 ) landuse change had fewer effects on surface runoff under high precipitation. The relative changes of sediment yield in The four watersheds under reforestation and farmland terracing decreased as precipitation increased from 350 mm to 650 mm, then increased as precipitation increased from 650 mm to 870 mm. Where initial forest coverage rate was below 45%.

Analisis: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan revegetasi dapat menurunkan 20% aliran permukaan (surface runoff) dan sedimentasi sebesar 10%. Perbedaan luas tangkapan air (DAS) mempengaruhi input presipitasi sehingga aliran permukaan dan sedimentasi akan berbeda. 4 Effects of landuse change on the Journal of Hydrology 334:

Lokasi penelitian di hydrologic regime of the Mae

Thailand. Chaem river basin, NW Thailand. (Thanapakawin et al 2006) Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran dilapangan One of the most important concerns regarding forest-to crop landuse change relates to water availability during the dry season. If we compare the simulated unregulated flows for future scenarios with respect to the referenced Vegetation 2000, cropland expansion elevated the dry-season flow by about 4%, and slightly elevated the annual and wet-season flow. The opposite trend was true when croplands were converted to forests as with higher runoff ratio is 0,22 from 0,19

pp 215 – 230

Analisis: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan perubahan tutupan lahan berupa hutan menjadi lahan pertanian meningkatkan rasio runoff sebesar 0,3%, hal ini berkaitan dengan peningkatan aliran permukaan (surface runoff) dengan debit aliran maksimum berada di

53,1 m 3 /detik yang sebelumnya hutan sebesar 50 m 3 /detik.

5 Impacts of land use change and

Lokasi penelitian di climate variability on hydrology in (2009) 35 –42

Journal of Hydrology 377

dataran tinggi China an agricultural catchment on the Loess Plateau of China. (Li et al 2009) Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Land use and climate are two main factors directly influencing catchment hydrology, and separation of their effects is of great importance for land use planning and water resources management. we assessed the impacts of land use change and climate variability on surface hydrology (runoff, soil water and evapotranspiration) in an agricultural catchment. Results indicated that The effect of environmental change on surface hydrology. During 1981 –2000, about 4.5% of the catchment area was changed mainly from shrubland and sparse woodland to medium and high grassland.. The integrated effects of the land use change decreased runoff, soil water contents and evapotranspiration. land use change decreased runoff by 9.6% respectively, and decreased soil water contents by 18.8%. Land use change increase evapotranspiration by 8.0%.

Analisis: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan berubahnya lahan hutan menjadi lahan grassland (padang rumput) seluas 4,5% dari luas total. Hal ini berdampak pada peningkatan laju aliran permukaan sebesar 9,6% dengan menurunkan cadangan air tanah sebar 18,8% dengan meningkatnya evapotranspirasi sebesar 8% akibat perubahan iklim mikro dari hutan ke padang rumput. 5 Modeling the impact of land use

Lokasi penelitian di changes on runoff and sediment

Soil Science-Hydrology-

Negara Bagian yield in the Le Sueur watershed,

Catena 107 (2013): pp 35 –45

Minnesota, USA Minnesota using GeoWEPP. (Maalim et al 2013) Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Sediment delivery from the Le Sueur River watershed is a major concern in the turbidity-impaired Minnesota River. this study implemented a process-based watershed hydrology and upland erosion model, Water Erosion Prediction Project (WEPP), to simulate hydrology and sediment dynamics in several land-use/land-cover scenarios. to estimate runoff fluxes, soil loss rates, and sediment delivery ratio (SDR) for three environmental scenarios: the runoff depth, soil loss rate and SDR (1979 –2008 ) were

1. current land-use/ land-cover with agricultural lands under fall mulch till management (scenario 1), is 86 mm, 2.6 T/ha and 0.84 2. current land-use/land-cover with agricultural lands under no till management (scenario 2), is 73.8 mm, 0.5 T/ha, and 0.9 3. pre-settlement land-use/land-cover (skenario 3). Is 70.9 mm, 0.2 T/ha, and 0.73

Analisis: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa selama data 30 tahun perubahan tutupan lahan pada skenario satu (lahan pertanian, hutan, permukiman dan padang rumput) peningkatan laju sedimentasi (2,6 ton/ha) dimana hutan 0,53 ton/ha ; padang rumput (0,09 ton/ha); permukiman (3,43 ton/ha). Akan tetapi runoff koefisien lebih besar dibanding hutan, lahan pertanian sebesar (0,099), hutan (0,117), permukiman (0,247) dan padang rumput (0,090). Hal ini dapat diperkirakan bahwa teknologi konservasi di bidang pertanian cukup baik untuk penerapan resapan air untuk mencegah aliran air permukaan.

Sumber: telaah pustaka

3.4. Analisis Upaya Penanggulangan Degradasi Lingkungan

Berbagai penelitian mengenai penanggulangan degradasi lingkugnan terkait keseimbangan neraca air (surface runoff) dan laju sedimentasi. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.9. mengenai hasil penelitian terdahulu.

Tabel 3.9. Analisis upaya penanggulangan degradasi lingkungan

No Penelitian

Referensi

Keterangan

1 Teknologi Konservasi untuk

Penerapan teknologi penanganan kawasan resapan

Jurnal Teknologi Lingkungan

(P3TL-BBPPT) 4 (1): hal 8-13

air dalam suatu daerah aliran sungai (Wibowo 2003)

Review: Pendekatan teknis maupun regulasi dapat dilakukan, beberapa pendekatan teknis alternatif teknologi konservasi untuk meningkatkan imbuhan/resapan air ke dalam tanah, antara lain:

1. Melakukan rehabilitasi lahan dan konservasi baik secara vegetatif seperti, reboisasi, hutan kemasyarakatan, strip cropping System, tumpang sari, secara mekanis seperti terasering, saluran/parit jebakan, bangunan bendung penahan

2. Melakukan imbuhan buatan dengan cara sistem imbas, injeksi, ditch dan forrow serta spreading recharge 3. Jembatan sistem peresapan air hujan seperti sumur resapan atau parit resapan..

Analisis: Permasalahan dalam perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan terhadap siklus hidrologi (neraca air dan laju sedimentasi). Berubahnya neraca air, dimana seharusnya input presipitasi menjadi air tanah berubah menjadi aliran air permukaan yang langsung di bawah oleh aliran sungai ke outlet (laut). Hal ini yang menyebabkan siklus hidrologi menjadi berubah, neraca air di suatu daerah akan berubah terkait cadangan air tanah. Sehingga upaya yang perlu dilakukan saat ini dilahan permukiman adalah membuat peresapan air hujan dengan membuat sumur resapan serta di lahan pertanian dengan melakukan sistem strip cropping sistem untuk pencegahan erosi dan laju sedimentasi.

2 Managing runoff, water quality Jurnal Ecological Engineering Penelitian dilakukan and erosion in peatland forestry

di Finlandia dengan by Peak runoff control

36 (2010): pp 900 –911

daerah studi peatland (Martilla et al 2010)

Forest (hutan gambut) Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil data penelitian menujukan Retention of stormwater can in theory reduce peak flows, sediment transport. This Study presents results of peak runoff control (PRC) as a water protection method to decrease sediment loads from drained peatland forestry in boreal conditions. Peak runoff rate and peak concentrations were reduced. The PRC method reduced suspended solids (SS) load (86%) by reducing flow velocities and improving settling conditions in the ditch network. Reductions in velocity resulted in smaller particle size distributions in transported SS. No effect on groundwater elevation was observed and drainage conditions for forestry were maintained. The results clearly show Thar the PRC method can be used efficiently in peatland forestry as a water protection method to improve water quality.

Analisis: Berikut ini skema pembuatan The Peak runoff Control (PCR)

Sumber: Martilla et al 2010.

Pengembangan teknologi ini berasal dari metode konvensional dalam mengontrol kualitas air berupa sedimentation ponds (kolam bak sedimen) yang sering digunakan oleh masyarakat umum. Dengan berbagai penelitian The Peak runoff Control dapat lebih efektif untuk mengurangi suspended solids (SS) sebesar 86%. dan tidak mempengaruhi kualitas air tanah disekitarnya (No effect on groundwater elevation was observed and drainage conditions for forestry were maintained). Dengan demikian hasil penelitian ini dapat diaplikasi sebagai upaya penangggulangan dampak erosi dan laju sedimentasi di badan sungai dengan peningkatan SS di badan air sungai. The results clearly show Thar the PRC method can be used efficiently in peatland forestry as a water protection method to improve water quality

Sumber: Telaah Pustaka

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil Analisis Identifikasi Degradasi Lingkungan, Studi Kasus: Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan ( Landuse Change ) Terhadap Siklus Hidrologi (Neraca Air) dan Laju Sedimentasi, maka dapat disimpulkan bahwa:

(1) Perubahan tutupan lahan berdampak pada siklus hidrologi (neraca air dengan defisitnya kandungan airtanah yang disebabkan peningkatan aliran air permukaan ( surface runoff );

(2) Perubahan tutupan lahan berdampak pada laju sedimentasi dengan berkurangnya tutupan lahan vegetasi menjadi lahan permukiman dan lahan pertanian tanpa memperhatikan kaedah konservasi air dan tanah;

(3) Berbagai metode dan teknologi dapat diupayakan untuk menanggulangi degradasi lingkungan akibat perubahan tutupan lahan (4) Peran aktif pemerintah dan penegakan hukum menjadi kunci ketiaksesuai peruntukan tata ruang, perubahan tutupan lahan merupakan produk kebijakan. Sehingga kebijakan menjadi permasalahan utama dari degradasi lingkungan.

4.2. Saran

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72