Hukum Humaniter Internasional Dalam Stud (1)

Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan
Internasional
Maharani Chandra Dewi
maharanichandradewi@students.unnes.ac.id
DATA BUKU
judul
Internasional
Penulis Buku
Penerbit
Tahun Penerbitan
Kota Penerbit
Bahasa Buku
Jumlah Halaman
ISBN Buku

: Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan
: Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman
: Pt.Rajagrafindo Persada
: 2014
: jakarta
:bahasa indonesia

:193
: 9789797692315

DISKUSI/ PEMBAHASAN REVIEW
Di dalam buku ini terdapat 8 bab, yang
pertama tentang manusia dan perang.
Didalam bab satu ini dijelaskan tentang
definisi dan perkembangan tentang perang,
naluri agresi manusia, dorongan sosial dan
politik, kecenderungan perang dan jumlah
korban, tatanan dunia yang bermartabat.
Bab yang kedua tentang pengertian,
perkembangan,
dan
sumber
hukum
humaniter international yang membahas
tentang
pengertian
hukum

humaniter
international dalam hubungan internasional
yang menjelaskan tentang istilah hukum
humaniter internasional dan perkembangan
dan sejarah hukum humaniter internasional,
sejarah pembentukan konvensi-konvensi
hukum humaniter internasional, evolusi
hukum humaniter internasional berkaitan
dengan perlindungan korban perang dan
pembatasan alat serta metode perang, sumber-sumber hukum humaniter
internasional yang berisikan perjanjian international dibidang hukum humaniter
internasional ada juga membahas hukum kebiasaan internasional, prinsipprinsip hukum umum, prinsip-prinsip hukum humaniter internasional yang
berisikan kemanusiaan, kepentingan (necessity), proporsional (proportionality),
pembedaan (distinction), prohibition of causing unnecessary suffering ( prinsip
hukum humaniter internasional tentang larangan menyebabkan penderitaan
yang tidak seharusnya), pemisahan antara ius ad bellum dengan ius in bello,
ketentuan minimal hukum humaniter internasional, tanggung jawab dalam
pelaksanaan dan penegakan hukum humaniter internasional. Bab ketiga
tentang jenis-jenis sangketa bersenjata dan implikasinya dalam hubungan
internasional dan pemberlakuan hukum humaniter internasional didalamnya


dijelaskan tentang sangketa bersenjata internasional dan non-internasional
menurut hukum humaniter internasional dan masyarakat umum, sangketa
bersenjata internasional menurut hukum humaniter internasional, perang
pembebasan nasional dan sangketa bersenjata internasional, sangketa
bersejata non internasional, relevasi pemberlakuan hukum humaniter
international dengan pembagian jenis sangketa bersenjata, situasi gangguan
dan ketegangan dalam negeri berbeda dengan sangketa bersenjata, relevansi
hukum humaniter internasional dengan situasi gangguan dan ketegangan
dalam negeri, perlunya membedakan situasi sangketa bersenjata noninternasional dengan situasi kekerasan dalam negeri, operasi pasukan PBB dan
relevansinya dengan hukum humaniter internasional, perang melawan
terorisme dan sangketa bersenjata dari sudut hukum humaniter internasional.
Bab empat tentang penggunaan kekerasan atau perang sebagai instrumen
politik luar negeri suatu negara guna mencapai kepentingan nasional yang
menjelaskan politik luar negeri, tujuan poitik luar negeri: mencapai
kepentingan nasional , berbagai tingkatan dan instrumen kepentingan nasional,
penggunaan kekerasan sebagai instrumen politik luar negeri, peranan senjata
nuklir dalam situasi sangketa bersenjata : detente, aturan aturan yang
mencegah penggunaan kekerasan: konferensi den haag tahun 1899 dan 1907.
Bab lima tentang diplomasi, aspek, dan aktor kemanusiaan dalam konflik

bersenjata yang dijelaskan tentang pengertian diplomasi, fungsi diplomasi,
diplomasi lama dan baru, efektivitas diplomasi, diplomasi kemanusiaan, aspek
dan aktor kemanusiaanyang mencakup tentang masalah HAM dalam konflik,
akses terhadap sumber ekonomi, masalah-masalah sosial, aktor-aktor
kemanusiaan. Bab enam tentang aktivitas gerakan dalam sangketa bersenjata
internasional dan non-internasional yang dijelaskan status dari gerakan
termasuk IGOs atau NGOs, berbagai aktivitas gerakan: sebuah gerakan global
tentang federasi internasiona perkumpulan palang merah dan bulan sabit
merah, perhimpunan nasional palang merah dan bulan sabit merah, komite
internasional palang merah (international committee of the red cross), aktifitas
gerakan dalam konflik tentang gerakan preventif ICRC dalam sangkea
bersenjata dan keberadaan ICRC dalam situasi sangketa bersenjata. Bab tujuh
tentang penyelesaian damai sangketa internasional dan mekanisme
pelaksanaan penegakan hukum humaniter internasional pada tingkat nasional
dan internasional yang membahas tentang mekanisme penyelesaiian secara
damai sangketa internasional dan penegakan hukum terhadap pelanggaran
hukum humaniter internasional tentang penegakan hukum terhadap
pelanggaran hukum humaniter internasional melalui mekanisme nasional:
kasus indonesia dan penegakan hukum bagi pelanggaran hukum humaniter
internasional melalui mekanisme internasional : mahkamah pidana

internasional (international criminal court). Bab ke delapan tentang
pembahasan kasus mekanisme penyelesaian damai tindak kekerasan dan
kejahatan terhadap kemanusiaan pada tingkat nasional: penalaman afrika
selatan di dalamnya dijelaskan tentan pelanggaran-pelanggaran berat hukum
humaniter internasional yang berdampak penting bagi hubungan internasional:
genosida, kejahatanterhadap kemanusiaan ( crime against humanity), tindak
pidana perang atau kejahata-kejahatan perang, kejahatan agresi( crime against
peace), penegakan hukum terhadap tindak kekerasan dan kejahatan terhadap
kemanusiaan melalui mekanisme nasional: pengalaman afrika selatan.
buku ini menguraikan pengertian dan definisi perang serta asal muasal
dan akar perang. Perang telah berevolusi dari konfrontasi militer “ klasik”
dimasa lampau , antar negara atau lebih , hingga konflik dalam negeri

berintensitas rendah di masa kini, yang ditandai dengan aksi kekerasan
sporadis dan terorisme. Mengenai studi pemasalahan kemanusiaan selama
konflik, dan hal terpenting dari kajian tersebut adalah perkembangan hukum
humaniter Internasional (HHI). Bab awal buku ini mengantarkan kita pada
definisi serta asal muasal perang. Dalam sejarah kehidupan politik manusia,
peristiwa yang banyak dicatat adalah perang dan damai. Peristiwa peristiwa
besar yang menjadi tema-tema utama dalam literatur politik dan juga

hubungan internasional berkisar antara dua macam interaksi tersebut.
Ungkapan bahwa peace to be merely a respite between wars menunjukkan,
situasi perang dan damai terus silih berganti dalam interaksi manusia.
Secara definitif perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik
antar manusia. Dalam studi hubungan Internasional, perang secara tradisional
adalah penggunaan kekerasan yang terorganisir oleh unit unit politik dalam
sistem internasional. Dalam arti luas, perang menyangkut konsep konsep
seperti krisis, ancaman, penggunaan kekerasan, aksi gerilya, penaklukan,
pendudukan bahkan teror. Beberapa studi menyebutkan bahwa dalam diri
manusia ada suatu naluri untuk melukai atau menyerang. Para ilmuwan
kemudian mencoba untuk mencari penjelasan logis atas situasi ini, Couloumbis
dan Wolfe menyebutkan bahwa manusia memuaskan kebutuhan-kebutuhan
nya dalam hal identitas, keamanan dan melepaskan diri dari kebosanan
dengan cara melibatkan diri dalam perang .
hukum humaniter mempunyai suatu keunikan yaitu bahwa sekalipun
ketentuan-ketentuan yang mengaturnya dibuat melalui suatu perjanjian
multilateral atau melalui hukum kebiasaan internasional, namun substansinya
banyak mengatur hal-hal yang menyangkut individu, atau dengan kata lainnya
subjek hukumnya juga menyangkut individu. Hal ini cukup
unik, karena pada umumnya subjek hukum internasional publik adalah negara

atau organisasi internasional. Hukum humaniter banyak mengatur tentang
perlindungan bagi orang-orang yang terlibat atau tidak terlibat dalam suatu
peperangan.
Apabila dalam arti sempit perang dianggap sebagai kontak bersenjata
yang melibatkan dua negara atau lebih, maka ada beberapa kecenderungan
perang yang terjadi setelah perang dunia ke II: Pertama, keengganan negaranegara untuk mendeklarasikan perang secara terbuka terhadap pihak yang
dianggap musuh. Kedua, berkembangnya senjata-senjata penghancur massal
(mass destruction weapons, WMD). Senjata nuklir salah satunya dari jenis WMD
ini telah menjadi bagian dari strategi perang (baik ofensif maupun defensif).
Ketiga semakin banyaknya aktor aktor non negara yang muncul dan terlibat
dalam perang perang domestik maupun perang internasional. Keempat, situasi
perang menjadi sangat berbeda dengan berkembangnya teknologi komunikasi
dan transportasi. Sebagai contoh. Ketika situasi perang bisa disiarkan ke
seluruh dunia melalui satelit dan ditayangkan ke seluruh dunia, opini
masyarakat internasional menjadi bagian penting dalam strategi perang.
Dalam diri manusia, selain terdapat sisi agresif, juga terdapat sisi yang
lain berisi sifat rasional yang berhubungan dengan interaksi dan kerja sama,
perdamaian dan tertib tatanan. Apabila perang dianggap sebagai pemenuhan
sebagian kebutuhan untuk interaksi manusia, maka sebagian yang lain dari sisi
manusia itu adalah keperluan pelembagaan berbagai institusi sosial dan politik

untuk menghindari perang. Dalam abad-abad modern ketika menang atau
kalah dalam perang sangat dipengaruhi oleh ketepatan, kecepatan, daya
hancur dan daya mobilitas teknologi serta sarana pendukung militer, maka
perang modern sungguh membutuhkan biaya sangat mahal. Dalam

perhitungan rasional manusia, keuntungan untuk mencegah perang justru lebih
tinggi dibandingkan biaya untuk menyelenggarakan perang.
Daya hancur nuklir juga menjadi salah satu pertimbangan terbesar dalam
terprakarsanya HHI. Potensi destruktif dari senjata nuklir dianggap begitu
membahayakan
karena
tidak
bisa
memilih
target
siapa
yang
termasuk combatant atau yang bukan combatant. Albert Enstein, sebelum
meninggal menceritakan kepada sahabatnya, Linus Pauling, bahwa kesalahan
terbesar dalam hidupnya adalah menandatangani surat kepada presiden

Roosevelt yang mendesaknya untuk mengembangkan proyek Manhattan yang
menggiringnya pada terciptanya bom atom yang pertama( dijatuhkan di
Hiroshima dan Nagasaki).
Sebagai catatan penting, mengurangi penderitaan korban perang tidak
cukup dengan membagikan makanan dan obat-obatan, tetapi perlunya sebuah
upaya untuk mengingatkan kepada pihak pihak yang berperang. Hukum
Humaniter Internasional hadir sebagai salah satu bagian dari hukum
Internasional, yang menjadi alat dan cara yang dapat digunakan oleh setiap
negara, termasuk oleh negara damai atau negara netral, untuk ikut serta
mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat perang yang
terjadi di berbagai negara.Hal terpenting dalam HHI adalah prinsip-prinsip HHI
yang
fundamental,
yang
terdiri
dari:
prinsip
kemanusiaan, Necessity (kepentingan),
proporsional, Distinction (pembedaan), Prohibition of causing unnecessary
suffering (prinsip HHI tentang larangan menyebabkan penderitaan yang tidak

seharusnya), pemisahan antara ius ad bellum dengan ius in bello, ketentuan
minimal HHI, dan tanggung jawab dalam pelaksanaan dan penegakan HHI.
ICRC ( International Comitte Of The Red Cross) adalah instrument utama
dalam menjalankan fungsi HHI sebagai NGOS, meskipun statusnya NGOS, ICRC
memperoleh mandat internasional untuk melindungi dan membantu para
korban konflik bersenjata oleh negara-negara dalam empat konvensi jenewa
1949 dan protokol tambahan tahun 1977. Upaya perlindungan ICRC dalam
perang yang merupakan langkah formal organisasi kemanusiaan adalah
mengingatkan pihak akan tanggung jawab dan kewajiban terhadap penduduk
sipil, tahanan perang, serta prajurit yang terluka dan sakit dengan
mengutamakan penghormatan terhadap intergritas fisik dan martabat mereka.
Meski HHI memiliki batas, namun bahkan dalam situasi di bawah ambang batas
diberlakukannya HHI, hukum hukum lain diberlakukan untuk melindungi para
korban konflik bersenjata, seperti Hukum Hak Asasi Manusia, Hukum Pidana
Dalam Negeri dan Internasional. Bagaimanapun situasinya, pesan yang
dikedepankan oleh hukum tersebut tetap berlaku untuk semua situasi
bersenjata lain; perang memiliki batas. Buku ini membantu pembacanya untuk
mengakrabi hukum yang berlaku terutama pada situasi ‘bencana buatan
manusia”.
Pada dasarnya bentuk konflik senjata ada yang bersifat internasional, di

mana konflik terjadi antara dua negara atau lebih, dan konflik senjata bersifat
non-internasional, di mana konflik terjadi di salah satu negara antara aktor
non-pemerintah dengan pemerintah. Dalam konflik senjata bersifat
internasional, seluruh perangkat Hukum Humaniter berlaku, namun dalam
konflik yang bersifat non-internasional yang berlaku hanya Konvensi Jenewa
1949, dan/atau Protokol Tambahan II 1977. Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949
menetapkan bahwa orang yang tidak terlibat secara aktif dalam konflik senjata
(termasuk anggota Angkatan Perang yang meletakkan senjata mereka atau
karena terluka, sakit, ditahan) harus diperlakukan dengan manusiawi tanpa

diskriminasi ras, agama atau kepercayaan, gender, keturunan atau harta, atau
kriteria lainnya. Dalam konflik yang bersifat non-internasional, orang yang tidak
terlibat aktif dalam konflik mempunyai hak dasar manusia yang tidak dapat
diambil dalam keadaan apa pun dan harus dilindungi, yaitu (1) terhadap
tindakan segala kekerasan atas jiwa dan raga, (2) dari tindakan yang terjadi
terkait dengan konflik senjata, seperti penangkapan, penahanan dan
pengasingan, harus diinformasikan dalam bahasa yang dimengerti dan
memperoleh perlindungan selama masa penahanan, (3) dari penjatuhan
hukuman tanpa didahului keputusan pengadilan dengan standar yang dapat
diakui oleh bangsa beradab lainnya, (4) tempat penahanan perempuan harus
dipisah kecuali keluarganya pun ditahan, dan (5) Orang yang terluka atau sakit
harus dikumpulkan dan dirawat di mana terdapat sebuah badan humaniter
netral, seperti Komite Internasional Palang Merah, dan dalam pengaturan
perawatan tersebut membutuhkan persetujuan khusus dengan pihak-pihak
konflik. Pelaksanaan ketentuan tersebut tidak mengubah kedudukan hukum
pihak-pihak dalam konflik.
Kejahatan perang dan pelanggaran berat hak asasi manusia (yaitu
kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida) merupakan sebagian dari
kejahatan internasional yang berada dalam lingkup hukum pidana
internasional. Masih ada banyak kejahatan internasional lainnya yang dapat
dikatakan sebagai bagian dari isi hukum pidana internasional. Sekalipun
bersifat internasional, dalam kenyataannya hukum pidana internasional tidak
dapat dilepaskan sama sekali dari hukum pidana nasional. Dalam hal ini
Bassiouni, seorang pakar ternama hukum pidana internasional, mengatakan
bahwa hukum pidana internasional adalah aspek-aspek hukum pidana dari
hukum internasional dan aspek-aspek hukum internasional dari hukum pidana
nasional “... criminal law aspects of international law and international aspects
of national criminal law...”. Beberapa kejahatan lainnya (selain genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang) yang dikategorikan
sebagai kejahatan internasional dan masuk dalam ruang lingkup hukum pidana
internasional antara lain: perbudakan, pembajakan laut dan udara, terorisme,
dan kejahatan narkoba. Untuk kejahatan-kejahatan internasional tersebut
umumnya berlaku yurisdiksi universal di mana setiap negara boleh melakukan
tindakan hukum atau mengadili pelaku dari kejahatan-kejahatan dimaksud
sekalipun misalnya kejahatan tersebut dilakukan oleh bukan warga negaranya
serta tidak menimbulkan kerugian langsung terhadap negaranya.
Prinsip hukum humaniter pada intinya menghormati manusia seutuhnya,
terutama di kala perang. Secara filosofis, demi kepentingan sesama manusia
dalam jangka panjang, diharapkan hubungan antarbangsa tetap harmonis.
Pendekatan filosofis dengan hukum humaniter mempunyai hubungan yang
kuat. Hukum Humaniter dan hak Asasi Manusia merupakan dua bidang yang
dekat hubungannya. Beberapa perbedaan dan persamaan antara keduanya
dapat diidentifikasi. Jadi, apabila hukum humaniter lebih dikembangkan lagi
maka stabilitas dunia internasional akan menjadi dunia yang damai.
Buku Hukum Humaniter international menjelaskan subyek yang menarik
namun kompleks, dengan cara yang dapat mudah dipahami, untuk orang
awam sekalipun yang bukan lulusan Sarjana Hukum, mengenai teori-teori
termasuk uraian, penjelasan dan analisa perkembangan hukum humaniter,
serta permasalahan praktis yang dihadapi oleh negara-negara. Situasi dan
kondisi yang relevan dan faktual untuk Indonesia telah dilihat dari aspek
Hukum Humaniter termasuk mengenai keadaan darurat, terorisme, situasi

kekerasan dan ketegangan dalam negeri, perang pembebasan negara (selfdetermination).
HHI dalam studi HI karenanya harus menjadi satu titik penting bagi
semua yang berkarya dalam dan mempelajari berbagai situasi “ bencana
buatan manusia “. Ini akan meningkatkan kemampuan jurnalis dalam
melaporkan secara akurat dan objektif berbagai jenis konflik bersenjata, dan
juga membantu mereka mempromosikan keseimbanagan etika profesional dan
nilai kemanusiaan ketika menghadapi isu seperti kejahatan perang atau
kejahatan terhadap kemanusiaan. Buku ini seyogyanya menginspirasi profesi
hukum. Buku ini akan membuat para pengacara lebih mampu membedakan
yang baik, yang buruk, dan yang jelek ketika memutuskan nasib para penjahat
perang, mereka yang mempunyai tugas menuntut dan mengadili, untuk
berjuang melawan impunitas, atau ketika mereka membela para korban konflik
dalam mempromosikan sistem keadilan yang adil untuk semua. Para politisi
juga harus membacanya untuk memastikan bahwa mereka akan mengambil
keputusan yang benar, ketika merumuskan aturan-aturan perlibatan pasukan
yang dikirim dengan semua kekuatannya untuk memerangi musuh. Para
petugas dan komandan militer harus membacanya. Dengan demikian, mereka
akan lebih memahami aturan perang dan membatasi penderitaan korban
serangan mereka. Buku ini akan membekali pekerja kemanusiaan yang bekerja
dalam situasi kekerasan bersenjata dengan pengetahuan dasar tentang hukum
humaniter international, memungkinkan dia melaksanakan aksi bantuan dan
perindungan yang penting bagi korban kekerasan bersejata. Akhirnya
membantu semua orang kian mengakrabi hukum yang berlaku dalam situasi
konflik akan menolong mereka yang memilik niat baik untuk memobilisasi
sumber daya yang dibutuhkan dan kekuasaan diluar pelaku, dalam rangka
menyusun respon global terhadap bencana buatan manusia di dunia, dan
secara khusus di daerah-daerah tersebut.
Hukum humaniter international dalam studi hukum internasional
mengarah pada satu petunjuk yang unik yang kita semua harus ikuti: memberi
perlindungan dan bantuan pada korban konflik tanpa diskriminasi dalam
bentuk apapun. Bahkan dalam situasi yang paling buruk, dimana penghargaan
terhadap hukum masih kurang, hukum humaniter internasional dan
kebijaksanaan yang telah berusia ribuan taun berkolaborasi untuk
mengingatkan kita pada pengajaran humaniter yang paling penting, seperti
yang disampaikan oleh jakob kellenberger, presiden ICRC. “ salah satu
tantangan moral dan hukum terpenting yang sedang dihadapi masyarakat
internasional adalah berjuang secara efektif melawan kekerasan bersenjata
dalam bentuk apapun, dan pada waktu yang sama memelihara perlindungan
bagi martabat dan kehidupan manusia yang ditetapkan dalam hukum
humaniter internasional dan hak asasi manusia