BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Metode - IMPLEMENTASI KEGIATAN TAHFIDZ QUR’AN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SDI AL MUNAWAR PONDOK PESANTREN PANGGUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

16

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Metode
Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat
diperlukan oleh guru. Dengan penggunaan yang bervariasi sesuai tujuan
yang ingin dicapai Mengusai metode merupakan keniscayaan, sebab
seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak
mengusai metode secara tepat.1
a) Faktor-faktor yang mempengaruhi metode terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi atau yang harus diperhatikan dalam penetapan
metode yang akan digunakan sebagai alat dan cara dalam penyajian
bahan pengajaran, yaitu:
1) Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus merupakan unsur utama yang
harus dikaji dalam rangka menetapkan metode . Cara-cara yang
hendak dipergunakan harus disesuaikan dengan tujuan.
2) Keadaan Murid-murid


1

Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar; Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami.
(Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 15

16

17

Murid-murid merupakan unsur yang harus diperhitungkan,
karena metode-metode yang hendak ditetapkan itu merupakan alat
untuk bahan menggerakkan agar dapat mencerna atau mempelajari
bahan yang disajikan.2
3) Materi atau Bahan Pengajaran
Pengusaaan bahan oleh guru hendaknya mengarah kepada sifat
spesialisasi atas ilmu atau kecakapan yang diajarkannya.3
4) Situasi
Merupakan suasana kelas, termasuk bersangkut-paut dengan

keadaan murid-murid.4
5) Fasilitas
Fasilitas adalah segala sesuatu yang mempermudah upaya atau
memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. 5
6) Guru
Guru adalah pelaksana dan pengembang program kegiatan belajar
mengajar.6
b) Kebaikan dan kelemahan
Metode Tidak ada metode yang “jelek” atau metode yang “baik”.
Dengan kata lain, tidak dapat mengatakan dengan penuh kepastian bahwa
2

Zakiah Darajat, Metodologi Pengajaran Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), hlm.

3

Ibid., hlm 139

4


Ibid., hlm. 140

5

Ibid., hlm. 141

6

Ibid., hlm 142

138

18

metode inilah yang paling “efektif” dan metode itulah yang “paling
buruk”, karena hal itu amat tergantung kepada banyak faktor.7
Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung
pada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi
pembelajaran


hanya

mungkin

dapat

diimplementasikan

melalui

penggunaan metode pembelajaran.8 Sedangkan metodologi pembelajaran
yaitu, cara-cara yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran
kepada murid.
Cara-cara penyampaian dimaksud berlangsung dalam interaksi
edukatif dan penggunaan berbagai cara itu merupakan upaya yang untuk
mempertinggi mutu pendidikan atau pengajaran yang bersangkutan.
Komunikasi metodologi hendak membahas hal-hal yang berkenan dengan
upaya guru untuk menempuh berbagai cara dalam melaksanakan interaksi
edukatif sehingga yang dikomunikasikan dalam hal ini bahan pengajaran
diterima dan dipahami oleh murid sesuai seperti yang seharusnya mereka

pahami, selaras dengan perkembangannya, dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran.9

2. Metode Tahfidz

7

Ibid., hlm. 143

8

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientitas Standar ProsesPendidikan.(Jakarta:
Kencana, 2007) hlm. 123
9

Ibid., hlm. 111

19

Ada beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan dalam

rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal al-Qur’an dan bisa
memberikan bantuan kepada para penghafal dalam mengurangi kepayahan
dalam menghafal al-Qur’an. Menurut Ahsin al-hafidz metode-metode yang
di gunakan dalam menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a) Metode Wahdah
Yang dimaksud metode ini adalah menghafal satu per satu terhadap
ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal setiap
ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau lebih sehingga proses ini
mampu membentuk pola dalam bayangannya.10 Dengan demikian
penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya
bukan saja dalam bayangan akan tetapi hingga membentuk gerak refleks
pada lisannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada
ayatayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga
mencapai satu muka.
b) Metode Kitabah
Kitabah artinya menulis. Pada metode ini penghafal menulis
terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang
telah disediakan untuknya. Kemudian ayat tersebut dibaca hingga
lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya.11 Metode ini cukup


Ahsin W. Al-Hafizh, Bimbingan Praktis menghafal Al-Qur’an, Bumi Aksara, Jakarta,
2005, hlm. 63
10

11

Ibid., hlm. 63

20

praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek
visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat
terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.
c) Metode Sima’i
Sima’i yaitu metode dengan mendengarkan sesuatu bacaan untuk
dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang
mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau
anak-anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal baca tulis
al-Qur’an.12 Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternative :
1) Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal

tunanetra, atau anak-anak. Dalam hal seperti ini instruktur dituntut
untuk lebih berperan aktif , sabar dan teliti dalam membacakan satu
persatu

ayat

untuk

dihafalnya,

sehingga

penghafal

mampu

menghafalnya secara sempurna.
2) Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke
dalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Kemudian kaset tersebut diputar dan didengarkan secara seksama

sambil mengikuti secara perlahan-lahan. Kemudian diulang lagi, dan
seterusnya

menurut

kebutuhan

benarbenar hafal di luar kepala.
d) Metode Gabungan
12

Ibid., hlm. 63

sehingga

ayat-ayat

tersebut

21


Metode ini merupakan metode gabungan antara metode wahdah
dan metode kitabah. Hanya saja kitabah di sini lebih memiliki fungsional
sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya.13 Maka dalam
hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang dihafalnya,
kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang disediakan
untuknya dengan hafalan pula. Jika ia telah mampu mereproduksi
kembali ayat-ayat yang dihafalnya dalam bentuk tulisan, maka ia bisa
melanjutkan kembali untuk menghafal ayat-ayat berikutnya, tetapi jika
penghafal belum mampu mereproduksi hafalannya ke dalam tulisan
secara baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar
mencapai nilai hafalan yang valid. Kelebihan metode ini adalah adanya
fungsi untuk memantapkan hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini
pun akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan
visual yang mantap.
e) Metode Jama’
Metode jama’ adalah cara menghafal yang dilakukan secara
kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal secara kolektif, atau bersamasama, dipimpin seorang instruktur. Instruktur membacakan satu ayat
atau beberapa ayat dan santri menirukan secara bersama-sama.14
Kemudian instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayatayat tersebut dan santri mengikutinya. Setelah ayat-ayat tersebut dapat


13

Ibid., hlm. 65

14

Ibid., hlm. 65

22

mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti
bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan
mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnyasehingga ayatayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam
bayangan. Setelah semua siswa hafal, barulah kemudian diteruskan
pada ayatayat berikutnya dengan cara yang sama. Cara ini termasuk
metode

yang

baik

untuk

dikembangkan,

karena

akan

dapat

menghilangkan kejenuhan, disamping akan membantu menghidupkan
daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.
3. Pembelajaran Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an bagi seorang muslim dinilai sebagai ibadah. Oleh
karenanya, mempelajari Al-Quran pun hukumnya ibadah. Bahkan, sebagian
ulama berpendapat bahwa mempelajari AlQuran adalah wajib. Sebab, AlQuran adalah pedoman paling pokok bagi setiap muslim. Dengan
mempelajari Al-Quran, terbuktilah bahwa umat islam bertanggung jawab
terhadap kitab sucinya. Rasulullah saw, telah menganjurkan kita untuk
mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain.

ُ‫عّلَمَه‬
َ َ‫ن و‬
َ ‫ه َتعَّلَ َم الْ ُقرْآ‬
ْ َ‫خَ ْي ُر ُك ْم م‬
Artinya:
Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang mempelajari AlQur‟an
kemudian meng`ajarkannya kepada yang lain.
Al-Qur’an merupakan sumber hukum dan aturan yang utama bagi
umat Islam. Al-Qur’an adalah rahmat yang tiada banding dalam

23

kehidupan. Di dalamnya, terkumpul wahyu ilahi yang menjadi petunjuk,
pedoman, dan pelajaran bagi siapa saja yang mengimaninya.
Oleh karena itu, bagi orang yang beriman, kecintaannya kepada AlQuran akan bertambah. Sebagai bukti cintanya, dia akan semakin
bersemangat membaanya setiap waktu, mempelajari isi kandungan dan
memahaminya. Selanjutnya, akan mengamalkan Al- Qur’an dalam
kehidupannya sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan Allah SWT,
maupun dengan lingkungan sekitarnya.
Tanda-tanda keimanan seseorang juga dapat dilihat dari seberapa
besar keintaannya kepada Al-Qur’an. Semakin tebal keimanan seseorang,
akan semakin dalam cintanya kepada Al-Qur’an. Dia tidak hanya
menganggap membaa Al-Qur’an sebagai ibadah, melainkan sudah menjadi
kebutuhan dan penawar atas kegelisahan jiwanya.

            
 
Artinya:
Kami turunkan dari Al-Qur‟an (sesuatu) yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim
(Al-Qur‟an itu) hanya akan menambah kerugian. (Q.S. al-Isra’17): 82)
Dalam sebuah riwayat pernah diungkapkan bahwa pada suatu hari,
seorang datang menghadap ibnu

Mas’ud

r.a dan menceritakan

permasalahannya. “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat
kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah, “keluhnya. Ibnu Mas’ud

24

menjawab,”Kalau penyakit itu yang menimpamu, bawalah hatimu
mengunjungi tiga tempat, yaitu tempat orang –orang membaca Al-Qur’an,
bacalah Al-Quran atau dengarlah baik-baik orang yang membacanya.15
Al-Qur`an adalah rahmat yang tiada banding dalam kehidupan. Di
dalamnya terkumpul wahyu Illahi yang merupakan petunjuk, pedoman,
dan pelajaran bagi siapa saja yang mengimaninya. Oleh karena itu, bagi
orang yang beriman, kecintaan kepada Al-Qur`an akan bertambah.
Sebagai bukti cintanya dia akan semakin bersemangat membacanya setiap
waktu, mempelajari isi kandungan dan memahaminya. Selanjutnya, akan
mengamalkan Al-Qur`an dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
hubungan dengan Allah SWT maupun dengan lingkungan sekitarnya.
Tanda-tanda keimanan juga dapat dilihat dari berapa besar kecintaannya
kepada Al-Qur`an. Semakin tebal keimanan seseorang, akan semakin
dalam cintanya kepada Al-Qur`an. Dia tidak hanya menganggap AlQur`an sebagai ibadah, melainkan sudah menjadi kebutuhan dan penawar
atas kegelisahan jiwanya. Allah SWT berfirman:

             

Artinya:
Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an sesuatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah

15

hlm. 67-69

Fahmi Amrullah, Ilmu Al-Quran untuk Pemula, (Jakarta Barat: CV Artha Rivera,2008),

25

menambah kepada
(Q.S. Al-Isro` :82).

orang-orang

yang

zalim

selain

kerugian.

Membaca Al-Qur`an bagi seorang muslim adalah ibadah. Oleh
karenanya mempelajari Al-Qur`an pun hukumnya ibadah.16 Seorang
ulama` berkata, “Menghafal Al-Qur`an hukumnya fardhu kifayah. Apabila
sebagian orang melakukannya, maka gugurlah dosa dari yang lain.” Disini,
harus ditunjukkan keutamaan mempelajari Al-Qur`an dan keharusan
mencari yang lebih intensif terhadap pembelajaran itu. Allah SWT
berfirman sebagai perintah terhadap rasul-Nya:

              
    
Artinya:
“Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan
janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur`an sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan Katakanlah: “Ya
Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (Q.S.
Thaahaa: 114).

Allah SWT tidak menyuruh nabi-Nya untuk mencari tambahan
sesuatu selain ilmu. Dan, tidak ada sesuatu yang lebih baik selain
mempelajari Al-Qur`an. Karena di dalamnya terkandung ilmu-ilmu agama
yang merupakan dasar bagi beberapa ilmu syari`at yang menghasilakn
pengetahuan tentang Tuhannya dan mengetahui perintah agama yang

16

Ibid., hlm. 69

26

diwajibkan terhadap semua umat Islam dalam aspek ibadah dan
muamalah.17
Untuk mendapatkan petunjuk Al-Qur`an umat muslim membaca
dan memahami isinya serta mengamalkannya. Pembacaan Al-Qur`an
menghasilkan pemahaman beragam menurut kemampuan masing-masing,
dan pemahaman tersebut melahirkan perilaku yang beragam pula sebagai
tafsir Al-Qur`an dalam praktis kehidupan, baik pada daratan teologis,
filosofis, psikologis, maupun kultural. Pengalaman bergaul dengan AlQur`an meliputi membaca Al-Qur`an, memahami dan menafsirkan AlQur`an, menghafal Al-Qur`an, berobat dengan Al-Qur`an, dan lain
sebagainya.18
Didalam penerapannya ruang lingkup pengajaran Al-Qur`an dan
hadits, ini lebih banyak berisi pengajaran keterampilan khusus yang
memerlukan banyak pelatihan dan pembiasaan.19 Pengajaran alQur`an dan
Hadits tidak dapat disamakan pengajaran membacamenulis disekolah
dasar, karena dalam pengajaran Al-Qur`an dan Hadits anak-anak belajar
huruf-huruf dan kandungan ayat, dan katakata yang tidak mereka pahami
artinya. Dalam mengajar Al-Qur`an, baik ayat-ayat bacaan, maupun ayat-

Ahmad Salim Badwilan, Cara Mudah Bisa Menghafal Al-Qur‟an.
(Yogyakarta:BENING, 2010), hlm. 13
17

18

Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin UIN Sunan Kalijaga, Metodologi Penelitian
Living Qur‟an dan Hadits. (Yogyakarta: SUKSES OFFEST, 2007), hlm. 12
19

Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. (Jakarta: Bumi
Aksara,2008), hlm. 91

27

ayat tafsir dan hafalan, kita bertujuan memberikan pengetahuan Al-Qur`an
kepada anak didik yang mengarah kepada:
a.

Kemantapan membaca sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan dan menghafal ayat-ayat atau surat-surat yang mudah bagi
mereka.

b.

Kemampuan memahami kitab Allah secara sempurna memuaskan
akal dan mampu menenangkan jiwanya.

c.

Kesanggupan menerapkan agama Islam dalam menyelesaikan
problema kehidupan sehari-hari.

d.

Kemampuan memperbaiki tingkah laku murid melalui metode
pengajaran yang tepat.

e.

Kemampuan memanifestasikan keindahan retorika dan uslub AlQur`an.

f.

Penumbuhan rasa cinta dan keagungan Al-Qur`an dalam jiwanya.

g.

Pembinaan pendidikan Islam berdasarkan sumber-sumber yang utama
dari Al-Qur`anul Al-Karim.20
Tujuan mengajar hadits, berarti sesuatu yang dituju atau yang akan

dicapai dengan kegiatan atau usaha mengajar hadits. Kegiatan mengajar
hadits mesti mempunyai tujuan, karena kegiatan yang tidak mempunyai
tujuan akan berjalan meraba-raba, berputar-putar, tak tentu arah. Tujuan
20

hlm. 33

Chabib Thoha, et. All., Metode Pengajaran Agama. (Semarang: Pustaka Belajar, 2004),

28

yang jelas dan berguna akan membuat orang giat, lebih terarah, dan
sungguh-sungguh. Oleh karena itu semua kegiatan termasuk mengajar
hadits harus berorientasi pada tujuan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan pengajaran hadits ini
adalah: agar peserta didik mengerti ajaran Islam yang berhubungan dengan
masalah yang dibicarakan. Jelasnya kita memberi pengetahuan hadits
kepada peserta didik yang mengarah kepada:
a. Kemampuan membaca tanpa salah, sesuai dengan ketentuan membaca
huruf Arab dan nash, dan kemampuan menghafalnya dengan mudah.
b. Kemampuan memahami isi bacaan dengan sempurna, memuaskan akal,
dan kemampuan menenangkan jiwa.
c. Kemampuan menerapkan ajaran Islam dalam menyelesaikan problema
kehidupan sehari-hari.
d. Kemampuan memperbaiki tingkah laku peserta didik melalui metode
pengajaran yang tepat.21
Banyak materi yang dijadikan pengajaran hadits. Namun, untuk
pengajaran di madrasah dan sekolah, kita memilih yang paling penting
sesuai dengan persoalan yang akan diketengahkan, mengingat tidaklah
mungkin hadits yang sebegitu banyak disajikan secara keseluruhan. Jadi,
memilih pokok masalah sebagai meteri pengajaran mesti dilakukan. Dan
agar pengajaran hadits berjalan tepat mencapai tujuan yang digariskan,
21

Ibid., hlm. 65

29

maka materi pengajaran disesuaikan dengan GBPP.22 Maka dari itu ini
merupakan tugas guru untuk mencari alternatif, menerapkan metode apa
yang paling cocok dalam pembelajaran Al-Qur`an dan perlunya guru
merancang kegiatan belajar siswa sedemikian rupa sehingga cocok dengan
tingkat kemampuan siswa.23
4. Pengertian Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata dasar didik yang berarti memelihara
dan memberi ajaran atau pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Dengan penambahan awalan “pe” dan akhiran “an” berarti
menunjuk pada perbuatan (hal, cara) tentang mendidik.24
Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa yunani yaitu
paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah
ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan education
yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah
ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.25
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
tahun 2003 Pasal 1 Butir 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
22

Ibid., hlm. 66

23

Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa. (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2004), hlm. 223
24

Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementrian Agama RI, Jakarta, 2012, hlm. 96
25

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008, hlm. 13

30

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan

spiritual

keagamaan,

pengendalian

diri,

kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.26
Dalam Islam, pendidikan lebih banyak dikenal dengan istilah “attarbiyah, at-ta‟lim, at-ta‟dib dan ar-riyadloh. Setiap istilah mempunyai

makna yang berbada-beda. Adapun at-tarbiyah Muhammad Jamaluddin
Al-Qosim mendefinisikan dengan “Hiyatablighusy sya‟i ila kamalihi,

syaian fa syaian” yaitu proses penyampaian sesuatu sampai batas
kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap. Mushtafa alGholayani berpendapat bahwa attarbiyah adalah penanaman etika yang
mulia pada jiwa anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi
petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki potensi-potensi dan kopetensi
jiwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik cinta
akan kreasi dan berguna bagi tanah airnya.27

Fatah

Apabila pendidikan dididentikkan dengan istilah at-ta‟lim, Abdul
Jalal

memberi

pengertian

dengan

proses

pembentukan

pengetahuan, pemahaman, pengertian,tanggung jawab dan penanaman
amanah, sehingga terjadi ta‟kiyah (penyucian) atau pembersihan diri

manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk

26

Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis
Agama dan Budaya Bangsa), Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 41
27

10

Muzzaki & Kholilah, Ilmu Pendidikan Islam, Kopertais IV Press, Surabaya, 2014, hlm.

31

menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat
baginya dan yang tidak diketahuinya.28
Pendidikan secara istilah ada beberapa pendapat diantaranya:
1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak

mulia,

serta

keterampilan

yang

diperlukan

dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.
2) Sutari Imam Burnadib mengutip pedapat M.J. Langeveld bahwa
pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi
yang masih memerlukan.29
3) Fuad Ihsan mengatakan pendidikan adalah usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan
baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada
didalam masyarakat dan kebudaannya.30
4) Ahmad D. Marimba mengatakan pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan

28

Ibid., hlm. 10

29

Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Fakultas Ilmu
Pendidikan (FIP) IKIP, Yogyakarta, 1995, hlm. 25
30

Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 2

32

jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama.
5) Chalijah Hasan mengatakan adalah suatu usaha sadar yang teratur
dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi
tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat
dan tabi’at sesuai dengan cita-cita pendidikan.
6) Ahmad

Tafsir

mengatakan

pendidikan

adalah

usaha

mengembangkan seseorang agar terbentuk perkembangan yang
maksimal dan positif.
Dari beberapa pengertian pendidikan tersebut diatas menunjukkan
bahwa pengertian pendidikan itu mempunyai penekanan yang sama
yakni usaha sadar untuk mempersiapkan anak didik menuju
kedewasaan baik jasmani maupun rohani dan kepribadian luhur.
b. Pengertian Karakter
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari
bahasa Yunani, eharassein yang berarti “ to engrave”. Kata “ to
engrave” itu sendiri dapat diterjemahkan menjadi mengukir, melukis,
memahatkan, atau menggoreskan, arti ini sama dengan istilah
“karakter” dalam bahasa Inggris (character) yang juga berarti mengukir,
melukis, memahatkan, atau menggoreskan.31

Suyadi, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter”, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2013, hlm. 5
31

33

Secara terminologis rumusan dari Kementerian Pendidikan,
khususnya Direktorat Pendidikan Tinggi menjelaskan bahwa secara
umum, arti karakter adalah karakter mendemonstrasikan etika atau
system nilai personal yang ideal (baik dan penting) untuk eksistensi diri
dan berhubungan dengan orang lain.32
Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai khas yang
baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,
dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan
terwujud dalam perilaku.33
Secara Linguistik, ada beberapa pengertian tentang karakter, yaitu
sebagai berikut:
1. Karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti to mark atau
menandai dengan focus mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku.
2. Karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
3. Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behavior), motivasi (motivation), dan keterampilan.
4. Karakter adalah watak tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang
yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues)
Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, “Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis
Agama dan Budaya Bangsa)”, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 42
32

33

Ibid., hlm. 42

34

yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang,
berfikir, bersikap, dan bertindak.
5. Karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas setiap individu untuk hidup dan berkerja sama, baik dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu
yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
keputusan yang ia buat.34
Pembentukan karakter dengan nilai agama dan norma
bangsa sangat penting karena dalam islam, antara akhlak dan
karakter merupakan satu kesatuan yang kukuh seperti pohon dan
menjadi inspirasi keteladanan akhlak dan karakter adalah Nabi
Muhammad SAW. pilar-pilar pembentukan karakter dalam islam
bersumber pada hal-hal berikut. 35
1. Al-Qur’an. Firman Allah SWT. merupakan pilar penting dalam
islam. Buah “pohon” Islam berakarkan akidah yang benar
tertanam dihati dan teraplikasikan dalam kehidupan nyata dan
berdaunkan syariah yang membudaya dalam ritual ibadah dan
sosial bersifat muamallah.
2. Sunah

atau

hadist.

Seperti

sabda

Rasulullah

SAW.

“sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
34

Ibid., hlm. 44

35

Ibid., hlm. 45

35

manusia” HR. Ahmad. Dan hadist: “mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”. HR.
Tirmizi
3. Keteladanaan Nabi Muhammad SAW. Mahatma Gandi pernah
menyatakan: “saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah
yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi,
ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian
Muhammad, serta pengabdian luarbiasa kepada teman dan
pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya
pada tuhan dan tugasnya”.36
Berdasarkan beberapa pengertian karakter di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa karakter merupakan ciri khas seseorang
dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan
Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan.
Mengacu pada berbagai pengertian pendidikan dan karakter di atas,
dalam pengertian sederhana pendidikan karakter adalah hal positif
apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter
siswa yang diajarnya.
Di Indonesia pendidikan karakter telah dibahas secara
tuntas

oleh

Ki

Hadjar

Dewantara

dalam

sebuah

karya

monumentalnya, Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Karakter
yang
36

Ibid., hlm. 46

sekarang

didengung-dengungkan

oleh

kemendiknas

36

sebenarnya hanya istilah lain dari Pendidikan Budi Pekerti dalam
pemikiran Ki Hadjar Dewantara.37
Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai
pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good
character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan
mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang
beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam
hubungannya dengan Tuhannya. Dharma Kesuma dan kawankawan mendefinisikan pendidikan karakter dalam seting sekolah
sebagai pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan
pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada
suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah”. Difinisi ini
mengandung makna:
1) Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi
dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran.
2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak
secara utuh. Asumsinya anak merupakan organisme manusia
yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.
3) Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang
dirujuk sekolah (lembaga).38

Suyadi, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter”, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2013, hlm. 3
37

37

Pendidikan karakter tidak sekedar bersifat pembelajaran
melalui kurikulum, tetapi pembelajaran melalui keteladanan dari
seluruh pihak di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan karakter (akhlak) pada
anak-anak

ini

diterangkan

dalam

kitab

Ihya

Ulumuddin

sebagaimana berikut:
Pertama-tama Al-Ghazali menegaskan bahwa usaha untuk melatih
anak-anak agar mereka itu memperoleh pendidikan yang baik serta
akhlak yang mulia termasuk hal yang amat penting. Seorang anak
adalah amanat yang diberikan oleh Allah swt kepada orang tuanya.
Hatinya yang suci adalah bagaikan mutiara yang yang belum
dibentuk. Karena itu, dengan mudah saja ia menerima segala bentuk
rekayasa yang ditujukan kepadanya. Jika dibiasakan melakukan
kebaikan dan menerima pengajaran yang baik, ia akan tumbuh dewasa
dalam keadaan baik dan bahagia, dalam kehidupannya di dunia dan
akhirat. Dan kedua orang tuanya, gurunya serta pendidikannyapun
ikut pula menerima pahala yang disediakan baginya. Tetapi jika
dibiasakan kepadanya perbuatan yang buruk atau ditelantarkan seperti
halnya hewan yang berkeliaran tak menentu, niscaya ia akan sengsara

Dharma Kesuma, dkk, “Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah”,
(PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013), hlm. 5-6
38

38

dan binasa, dosanya akan dipikul juga oleh kedua orang tuanya,
walinya atau siapa saja yang bertanggung jawab atas pendidikannya.39
Oleh karena seorang anak siap menerima pengaruh apapun dari
orang lain, maka pendidikan akhlak harus dimulai sejak dini sekali.
Sejak awal anak harus dihindarkan dari lingkungan yang jelek dan
mesti diasuh dan disusui oleh wanita yang shalihah, kuat dalam
melaksanakan ajaran agama, dan tidak makan kecuali yang halal saja.
c. Dasar-dasar Pendidikan Karakter
Menurut ramayulis, dasar adalah landasan untuk beridirinya
sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arah pada tujuan yang akan
dicapai sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Setiap
Negara memiliki dasar pendidikan yang merupakan cerminan falsafah
hidup suatu bangsa. Berdasarkan dasar itulah, pendidikan suatu bangsa
disusun. Oleh karena itu, sistem pendidikan setiap bangsa berbeda karena
mempunyai falsafah hidup yang berbeda. 40
Jadi, pada intinya, pengertian dasar pendidikan sebuah Negara atau
bangsa adalah sesuai dengan falsafah hidup bangsa atau Negara yang
bersangkutan karena falsafah pendidikan suatu Negara merupakan
refleksi hidup bangsa tersebut.

39

Al-Ghazali, Ihya Al-Ghazali (Terj. Ismail Ya‟kub), (Cv. Faisan, Jakarta, 1986), Jilid
IV, hlm. 193.
Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, “Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis
Agama dan Budaya Bangsa)”, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 42
40

39

a. Dasar religius pendidikan karakter
Bagi umat islam, sumber atau dasar pendidikan karakter
menurut visi islam adalah sebagai berikut:
1. Kitab Suci Al-Qur’an
Dalam kitab Suci Al-Qur’an telah termaktub seluruh aspek
pedoman hidup bagi umat Islam, sehingga Kitab Suci Al-Qur‟an
merupakan falsafah hidup Muslim, baik di dunia maupun di
akhirat kelak. Hal tersebut sangat sesuai dengan firman Allah
SWT dalam surah Shod ayat 29 yang menjelaskan41:

         
Artinya: “Kitab (Al-Qur‟an) yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orangorang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (Q.S. Shod: 29).

             
 

Artinya: “Dan Kami tidak menurunkan Kitab (Al Quran) ini kepadamu
(Muhammad), melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka
apa yang mereka perselisihkan itu, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman”. 30 (Q.S. An-Nahl: 64).

41

Ibid., hlm. 81

40

2.

Sunnah (Hadits) Rasulullah SAW
Bagi umat islam, Nabi Muhammad SAW. merupakan rasul
Allah yang terakhir mengemba risalah islam. Segala yang berasal
dari beliau, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya
sebagai rasul merupakan sunnah bagi umat islam yang harus
dijadikan panutan. Hal ini karena sebagai rasul Allah, Nabi
Muhammad senantiasa dibimbing oleh wahyu Allah SWT.42

Hal tersebut dijelaskan dalam firman allah yang menyatakan:

             
   
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.

3. Teladan para sahabat para sahabat dan tabin
Merupakan generasi awal Islamyang pernah mendapat
pendidikan langsung dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu sikap,
perkataan, dan tindakan mereka senantiasa dalam pengawasan
Rasulullah SAW. Sebagai kader dakwah Islam mereka dapat

42

Ibid., hlm. 82

41

dijadikan contoh dalam hal perkataan, perbuatan, dan sikapnya
selama tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan As-Sunnah. 43
Salah satu sahabat Nabi yang memiliki akhlak luhur dan
patut dicontoh adalah Umar bin Khaththab. Nama lengkapnya
adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza AlQuraisi dari suku Adi, salah satu suku terpandang mulia. Umar
dilahirkan di mekah empat tahun sebelum kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi luhur, fasih dan adil
serta pemberani.44
4.

Ijtihad
Ijtihad merupakan totalitas penggunaan pikiran

dengan ilmu yang dimiliki untuk menetapkan hukum tertentu apabila
tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, ataupun suatu kasus
atau peristiwa tidak ditemukan pada masa Rasulullah SAW dan para
sahabat. Sebagai contoh ijtihad adalah pada masa tabiin. Masa ini
disebut masa pengondifikasian hadis (al-jam‟u wa at-tadwin).

Bagi yang beragama islam, dasar religiusnya adalah ajaran islam. Dalam
ajaran

islam,

pendidikan

karakter

merupakan

perintah

Allah

sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya.

43

Ibid., hlm 84.

44

Samsul Munir Amin, Sejarah Perkembangan Islam, (Amzah, Jakarta, 2009), hlm. 98

42

           
   
Artinya: “ dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.

Bagi bangsa Indonesia, empat pilar bangsa yang merupakan nilai
budaya bangsa harus dijadikan landasan atau dasar ideal pendidikan
karakter setelah nilai agama di atas, yakni:
a) Pancasila
b) Undang-Undang Dasar 1945
c) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
d) Bhineka Tunggal Ika.45
b. Dasar operasional pendidikan karakter
Dasar operasional merupakan dasar yang terbentuk sebagai
aktualisasi dari nilai dasar ideal. Menurut Hasan Langgulung dalam buku
Azas-azas Pendidikan Islam, dasar operasional dibagi dalam enam macam,
yaitu sebagai berikut:

Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, “Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis
Agama dan Budaya Bangsa)”, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 87
45

43

1) Dasar Historis, yaitu dasar yang memberikan persiapan kepada
pendidikan dengan hasil-hasil pengalaman masa lalu, berupa
undang-undang dan peraturan ataupun tradisi dan ketetapannya.
2) Dasar sosiologis, yaitu dasar berupa kerangka budaya tempat
pendidikan bertolak dan bergerak, seperti memindahkan budaya,
memilih, dan mengembangkannya.
3) Dasar ekonomi, yaitu dasar yang memberi perspektif tentang
potensi-potensi manusia, keuangan, materi, persiapan yang
mengatur sumber keuangan dan bertanggung jawab terhadap
anggaran pembelajaran.
4) Dasar politik dan administrasi, yaitu dasar memberi bingkai
ideologis (akidah) yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
5) Dasar psikologis, yaitu dasar yang memberikan informasi
tentang watak peserta didik, pendidik, metode terbaik dalam
praktik, pengukuran penilaian bimbingan, dan penyuluhan.
6) Dasar filosofis, yaitu dasar yang memberikan kemampuan
memiliki yang terbaik, memberi arah suatu system yang
mengontrol dan memberi arah pada semua dasar operasional
lainnya.46
c. Dasar konstitusional dalam operasional pendidikan karakter
46

Ibid., hlm. 87-88

44

1) Amanat Undang-Undang Dasar 1945
a)

Pasal

31

ayat

menyelenggarakan

3:

satu

“Pemerintah
sistem

mengusahakan

pendidikan

nasional,

dan
yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdasan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang”.
b) Pasal 31 ayat 5: “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia”.
2) Amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun
2003
Pendidikan

nasional

berfungsi

mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
(Pasal 3).47

47

Ibid., hlm. 88

45

d. Nilai-nilai Dalam Pendidikan Karakter
Menentukan nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter tidak
dapat dilepaskan dari situasi dan konteks historis masyarakat tempat
pendidikan karakter itu mau diterapkan. Sebab nilai-nilai tertentu
mungkin pada masa tertentu lebih relevan dan dalam situasi lain, nilainilai ini sangatlah dinamis, dalam arti, aplikasi praktisnya di dalam
masyarakat yang akan mengalami perubahan terus-menerus, sedangkan
jiwa dari nilainilai itu sendiri tetap sama.
Al-Zarnuji dalam kitab Ta‟lim al-Muta‟allim menyebutkan
beberapa karakter yang hendaknya dimiliki seseorang yang menuntut
ilmu, antara lain:
a. Memuliakan ilmu beserta ahlinya Sesungguhnya orang yang
mencari

ilmu

itu

tidak

akan

memperoleh

ilmu

dan

kemanfaatannya, kecuali dengan memuliakan ilmu beserta
ahlinya. Dikatakan: tidak akan sampai maksud seseorang,
kecuali ia mau menghormat. Sebaliknya, seseorang akan jatuh
dari kedudukannya akibat ia tidak mau menghormati dan
meremehkan.
Sedangkan yang dimaksud memuliakan ahli ilmu adalah
memuliakan guru beserta keluarganya. Diceritakan Syekh
Imam Burhanuddin, pengarang kitab al-Hidayah, pernah
bercerita: “Ada seorang alim diantara tokoh imam-imam yang
ada di negara Bukhara, sesekali beliau berdiri ketika berada di

46

tengah-tengah majelis pengajian. Karena sering berbuat
demikian, kemudian orang-orang bertanya kepada imam
tersebut. Jawabnya: sebab putra guruku sedang bermain
bersama teman-temannya. Oleh karena itu, kalau aku
melihatnya, maka aku berdiri untuk anak itu, lantaran
memuliakan guruku.48
b. Komitmen kuat (niat) tulus belajar
Bagi pelajar hendaknya meletakkan niat selama dalam belajar.
Karena niat itu sebagai pangkal dari segala amal. Sebagaimana
disabdakan rasulullah saw: “sahnya semua perbuatan itu
apabila disertai niat”.
Maka dari itu, sebaiknya setiap pelajar mempunyai niat yang
sungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan keridhaan Allah
SWT, agar mendapat pahal kelak di akhirat, menghilangkan
kebodohan yang ada pada dirinya dan kebodohan orang-orang
yang masih bodoh, serta niat menghidupkan dan melestarikan
agama Islam. Karena kelestarian agama itu sendiri dapat terjaga
apabila ada ilmu.
c. Rajin
Bagi orang yang mencari ilmu itu hendaknya rajin,
bersungguh-sungguh dan istiqomah. Ketiga syarat di atas telah
48

hlm. 16

brahim bin Ismail al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, (Al-Hidayah: Surabaya, 2010),

47

diterangkan oleh Allah SWT dalam al-Qur‟an: “orang-orang
yang sungguh-sungguh ingin mendapatkan keridhaan-Ku
dengan mencari ilmu, tentu aku tunjukkan jalan untuk
memperoleh ilmu yang dapat mendatangkan keridhaan-Ku.”
(Q.S. al-Ankabut: 69)
d. Sabar
Anjuran

untuk

sabar,

tabah

dan

tekun.

Al-Zarnuji

menganjurkan agar para pelajar memiliki kesabaran/ketabahan
dan tekun dalam mencari ilmu.
e. Berani
Anjuran untuk bersikap berani. Selain sabar dan tekun,
alZarnuji juga menganjurkan para pelajar untuk memiliki
keberanian.

Keberanian

berarti

juga

kesabaran

dalam

menghadapi kesulitan dan penderitaan.
f. Kesederhanaan tidur
Orang yang mencari ilmu hendaknya tidak banyak tidur di
waktu malam
g. Tawakal
Bagi setiap pelajar hendaknya selalu bertawakal selama dalam
mencari ilmu (dalam pendidikan). Selama dalam mencari ilmu

48

jangan sering menyusahkan mengenai rezeki. Dan hatinya
jangan sampai direpotkan memikirkan masalah rezeki.
h. Belas kasih
Orang yang berilmu, hendaknya mempunyai sifat belas kasihan
kalau sedang memberi nasehat. Jangan sampai mempunyai
maksud jahat dan iri hati. Karena sifat iri hati dan dengki
adalah sifat yang membahayakan dan tidak ada manfaatnya.
Orang yang berbuat kebaikan, akan dibalas atas kebaikannya
itu, dan orang yang berbuat keburukan, dia akan tercukupi atas
keburukannya.
i. Wira‟i
Sebagian ulama meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah
Saw tentang wira‟i. Sesungguhnya Rasulullah Saw telah
bersabda: “Barangsiapa yang tidak melakukan wira‟i selama
belajar, maka Allah SWT, memberi cobaan kepadanya salah
satu diantara tiga perkara: mati dalam usia masih muda, orang
tersebut ditempatkan di pedesaan atau mendapat cobaan
menjadi pegawai pemerintah.
Selama orang yang mencari ilmu itu lebih wira‟i, maka
ilmunya akan lebih bermanfaat, lebih mudah belajarnya dan
memperoleh faedah yang lebih banyak.

49

B.

Tinjauan Peneliti Terdahulu
Peneliti mengambil beberapa contoh penelitian terdahulu guna
menjadikan pertimbangan peneliti dan bahan perbandingan. Bahan
pertimbangan dan perbandingan yang dimaksudkan oleh peneliti adalah
sebagai landasan dasar bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini
benar-benar adanya atau bukan plagiat.
Beberapa kali peneliti mencari referensi tentang hal ini, dan masih
sedikit sekali yang membahas tentang penerapan metode tahfidz dan hanya
beberapa saja penelitian yang meneliti tentang materi ajar Al-Qur’an.
Apalagi penelitian tentang metode tahfidz diterapkan untuk materi ajar
AlQur’an. Peneliti mendapatkan beberapa penelitian yang menggunakan
metode tahfidz ini, diantaranya:
1. Skripsi, Layli Rahmawati. NIM 28111123243105 Tahun 2016 berjudul
“Implementasi Metode Tahfidz Dalam Pembelajaran Al-Qur’an Di SMP
IT Tahfidzil Qur’an Botoran Tulungagung” Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa: 1) Program tahfidz di SMP IT Tahfidzil Qur’an
menerapkan hafal 30 Juz dalam kurun waktu 3 tahun. Pada tahun pertama
atau kelas VII diharapkan hafal juz 1-10. Kelas VIII diharapkan hafal dari
juz 1-20 dan kelas IX hafal dari juz 1-30.49

Layli Rahmawati, Implementasi Metode Tahfidz Dalam Pembelajaran Al-Qur’an Di
SMP IT Tahfidzil Qur’an Botoran Tulungagung, (Tulungagung, 2016)
49

50

2. Skripsi, Siti Khalifah. NIM 3211073009 pada tahun 2011 yang berjudul
“Penerapan Metode Tahfidz dan Takrir dalam Menghafal AlQur’an di
pondok pesantren Tahfidz Al-Qur’an Putri Al-Yamani Sumberdadi
Sumbergempol Tulungagung”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
masih belum sesuai dengan perencanaan. Masih ada kendala yang
menghambat santri Tahfidz dalam melaksanakan takrir sesuai yang
ditentukan.50
3. Skripsi, Nadhifatul Fuad. NIM 3210073093 pada tahun 2011 yang
berjudul “Penerapan Metode Tahfidz dan Ilma’ sebagai Al-Ternative
meningkatkan pemahaman mata pelajaran al-qur’an hadits kelas VII di
MTsN karangrejo Tahun ajaran 2010/2011” dari hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa penerapan metode tahfidz dan ilma’ rata-rata nilai
presentase tertinggi dioeroleh oleh siswa kelas VIIG yaitu dengan nilai
84,4% dan 89%, kemudian dilanjut oleh siswi VIIA dengan nilai
presentase 81,5% dan 88,5%, sedangkan posisi terakhir diduduki oleh
siswa kelas VIIB dengan nilai presentase 80,9% dan 86,7%. Dengan
analisa tersebut jelaslah bahwa metode tahfidz dan ilma’ bisa
meningkatkan hasil pembelajaran dalam masa pelajaran alqur’an hadits

50

Siti Khalifah Skripsi, Penerapan Metode Tahfidz dan Takrir dalam Menghafal
AlQur‟an di Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur‟an Putri Al-Yamani Sumberdadi Sumbergempol
Tulungagung, (Tulungagung: 2011)

51

karena dengan menghafal dan menulis dapat meningkatkan ingatan atau
konsentrasi waktu hafalan.51

Nadhifatul Fuad Skripsi, Penerapan Metode Thafidz dan Ilma‟ Sebagai Alternative
Meningkatkan Pemahaman Mata Pelajaran Al-Qur‟an Hadits kelas VII Di MTsN Karangrejo
tahun ajaran 2010/2011, (Tulungagung: 2011)
51

52

Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian
Nama Peneliti dan Judul

Persamaan

Perbedaan

Penelitian
Layli Rahmawati:
Implementasi Metode Tahfidz
Dalam Pembelajaran AlQur’an Di SMP IT Tahfidzil
Qur’an Botoran Tulungagung

1. Sama-sama
menerapkan
metode tahfidz
2. Jenis penelitian
sama

Siti Khalifatul: Penerapan
Metode Tahfidz dan Takrir
dalam Menghafal Al-Qur’an
di pondok pesantren Tahfidz
AlQur’an Putri Al-Yamani
Sumberdadi Sumbergempol
Tulungagung

1. Sama-sama
menerapkan
metode tahfidz

Nadhifatul Fuad: Penerapan
metode tahfidz dan ilma’
sebagai alternative
meningkatkan pemahaman
mata pelajaran Al-Qur’an
Hadits kelas VII di MTsN
Karangrejo tahun ajaran
2010/2011

1. Sama-sama
menerapkan
metode tahfidz

2.

Jenis penelitian
sama

1. Subyek dan lokasi
penelitian berbeda
2. Materi penelitian
tidak sama
3. Tujuan yang hendak
dicapai berbeda
1. Subyek dan lokasi
penelitian berbeda
2. Materi penelitian tidak
sama
3. Tujuan yang hendak
dicapai berbeda

2. Jenis penelitian
sama

1. Subyek dan lokasi
penelitian berbeda
2. Materi penelitian
tidak sama
3. tujuan yang hendak
dicapai berbeda