PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU SINA
Oleh : Dedi Junaedi
I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan
(terutama Pendidikan Islam) dengan berbagai coraknya, berorientasi memberikan bekal
kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
semestinya pendidikan Islam selalu diperbaharui konsepnya dalam rangka merespon
perkembangan zaman yang selalu dinamis, agar peserta didik dalam pendidikan Islam
tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati, tetapi kebahagiaan hidup
di dunia juga bisa diraih.
Sejarah perkembangan islam tumbuh sejalan dengan perjalanan dakwah, dan
aspek pendidikan pun ikut mewarnai setiap lembaran-lembaran sejarahnya. Pendidikan
islam terus mengalami perubahan baik dari kurikulum maupun dari segi lembaga
pendidikan islam yang menjalankan proses pendidikannya dari masa ke masa. Ilmu tidak
akan bertambah maju dan berkembang tanpa adanya sebuah penelitian, penelaahan
maupun pembaharuan, terutama mencontoh dan mengaplikasikan kembali sejarah
kegemilangan islam di dunia pendidikan.
Pemikiran Pendidikan Islam sebetulnya dibangun di atas dasar pemikiran
yang beragam mulai dari pemikiran filosofis, etis, dan ideologis yang bersumber secara
normatif dari Al-Qur’an dan Sunnah maupun dipengaruhi oleh historis para pemikir
Yunani dan Filosof Muslim1.

Jika kita berkaca pada sejarah pendidikan islam khususnya pada masa terlahir
para tokoh pendidikan islam masa klasik, tidak menutup kemungkinan pemikiranpemikiran tentang pendidikan yang diajukan para tokoh klasik masih ada yang relevan
dan dapat diterapkan pada masa sekarang di tengah-tengah situasi di mana umat islam
sedang mencari model pendidikan yang unggul dan terpadu sebagai upaya menjawab
kebutuhan ummat. Sehingga perlulah kita kaji kembali sejarah pendidikan islam yang
selanjutnya dapat diterapkan pada pola pendidikan islam masa sekarang.
Menyikapi persoalan di atas, sejarah mencatat bahwa islam telah banyak
melahirkan sejumlah tokoh pendidikan di berbagai pelosok dunia islam. Misalnya: Ibnu
1 Zianuddin Alavi, Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan, terjemahan Abuddin
Nata dari Muslim Educational Thought in The Middle Age, (Monteral, Canada: 2000) bab II, III.

1

Sina. Maka dalam makalah ini akan kami paparkan pemikiran Pendidikan Islam menurut
Ibnu Sina.
II. PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Sina
Abu ‘Al-Husain ibnu ‘Abd Allah ibn Hasan ibnu ‘Ali ibn Sina atau biasa
dikenal dengan nama Ibnu Sina, atau juga dikenal dengan sebutan Abu Ali alHusayn Ibn Abdullah, dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat sebagai
seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang Iran). Ibnu Sina

dilahirkan di Afsyana dekat Bukhara pada tahun 980 M (370 H) dan meninggal
pada tahun 1037 M (428 H) dalam usia 58 tahun. Jasadnya dikebumikan di
Hamadan, Persia (Iran).2
Ibnu Sina dilahirkan dalam masa kekacauan politik, ketika kekhilafahan
Bani Abbasiyah mengalami kemunduran yang diawali oleh suatu periode
perpecahan (disintegrasi) dan lepasnya kendali khalifah, serta meluasnya
perselisihan masyarakat di ibu kota Baghdad. Kota Baghdad, sebagai pusat
pemerintahan Khilafah Bani Abbasiyyah, dikuasai oleh golongan Bani Buwaih pada
tahun 334 H dan kekuasaannya berlangsung terus sampai tahun 447 H, Bani Buwaih
adalah salah satu Dinasti Abbasiyah yang berlairan Syi’ah Ismailiah yang muncul
pada 324 H/ 935 M, yang memegang kekuasaan di Irak dan Iran Barat.3
Meskipun terjadi perpecahan dan kekacauan, sejarah mencatat bahwa pada
masa tersebut gagasan tentang mamlakah al-Islam (Kerajaan Islam) tetap berlaku,
kesatuan kekuasaan islam yang terbentang dari India sampai atlantik masih berada
dalam satu bendera agama, hukum, budaya, dan kewarganegaraan, serta Khalifah
Abbasiyah masih menjadi simbol kesatuan kekuasaan Islam namun otoritasnya
dipegang oleh penguasa-penguasa lokal.4
Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun, di kota
kelahirannya, Bukhara. Ilmu yang pertama kali ia pelajari adalah membaca dan
menghafal Al-Qur’an. Selanjutnya ia belajar ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fiqih,

2 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2004 ), hlm. 91
3 Abudin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya, (PT Raja Grafindo Persada
2012), hlm. 223
4 Ibid.,

2

ushuluddin dan lain-lain. Berkat ketekunan, kecerdasan serta Karunia dari Allah
Ibnu Sina berhasil menghafalkan Al-Qur’an serta menguasai Ilmu-ilmu keislaman
pada usia yang belum genap sepuluh tahun. Kemuadian, ia melanjutkan
mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan umum seperti astronomi, matematika, fisika,
logika, kedokteran, dan ilmu metafisika.
Sejumlah guru yang pernah mendidik Ibnu Sina diantaranya, Mahmud AlMassah yang dikenal sebagai ahli matematika, Abu Muhammad Ismail Bin AlHusyaini yang dikenal sebagai Az-Zahid dan termasuk sebagi ahli fiqih.
Ketika usia Ibnu Sina belum mencapai 16 tahun, beliau sudah menguasai
ilmu kedokteran, Isan bin Yahya sebagai gurunya. Sehingga banyak orang yang
datang kepadanya untuk berguru. Kepandaiannya tidak hanya dalam teori saja,
melainkan dalam praktik pengobatan pun ia kuasai, sehingga banyak orang
berdatang untuk berobat kepada Ibnu Sina.
Suatu ketika saat Amir Nuh Bin Nasr sedang menderita sakit keras.
Mendengar tentang kehebatan yang dimiliki oleh Ibnu Sina, akhirnya dia diminta

datang ke Istana untuk mengobati Amir Nuh Bin Nasr sehingga kesehatannya pulih
kembali. Sejak itu, Ibnu Sina menjadi akrab dengan Amir Nuh Bin Nasr yang
mempunyai sebuah perpustakaan yang mempunyai koleksi buku yang sangan
lengkap di daerah itu. Sehingga membuat Ibnu Sina mendapat akses untuk
mengunjungi perpustakaan istana yang terlengkap yaitu Kutub Khana.
Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang fisikawan briliant, ia melakukan
eksperimen-eksperimen orisinal dalam fisika, seperti gerak, daya, cahaya, panas,
gravitasi khusus (specific gravity).5
Pada usia 22 tahun ayah Ibnu Sina meninggal dunia. Kemudian ia
meninggalakan Bukhara menuju Jurjan suatu kota dekat Laut Kaspia dan disanalah
ia mulai menulis ensiklopediannya tentang ilmu kedokteran, salah satu karyanya
yang terkenal adalah “Al-Qanun Fi al-Tibb” yang diterbitkan dalam bahasa Arab di
Roma pada tahun 1593 dalam bahasa inggris dikenal dengan judul The Canon of
Madicine.6 Tetapi ia tidak lama tinggal di sana karena kekacauan politik. Sesudah
5 Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya, (Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada, 2012) hlm. 93
6 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 149

3


itu ia berpindah-pindah dari satu negri ke negri lain dan akhirnya sampai di
Hamadan. Oleh penguasa negeri ini, Syamsuddaulah, Ibnu Sina diangkat menjadi
menterinya beberapa kali setelah ia berhasil mengobati penyakit yang dideritanya,
meskipun pada masa tersebut ia pernah pula dipenjarakan. Sesudah itu ia pergi ke
Isfaha dan dari penguasa negeri ini ia mendapat sambutan baik serta berkali-kali
diajak bepergian dan berperang.
Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina
memperoleh penghargaan yang tinggi hingga masa modern. Kehidupan Ibnu Sina
dihabiskan untuk urusan negara dan menulis. Pada usia 58 tahun (428 H / 1037 M)
Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan. Ibnu Sina adalah contoh dari
peradaban besar Iran di zamannya.
B. KARYA- KARYA IBNU SINA
Ibnu Sina telah banyak berkontribusi dalam perkembangan Ilmu
Pengetahuan, baik bagi dunia Islam maupun bagi dunia Barat. Beliau telah berhasil
meninggalkan banyak karya dan diperkirakan karya yang ditulis oleh Ibnu Sina
berjumlah antara 100 sampai 250 buah judul. Adapun karya-karya yang telah
dihasilkan Ibnu Sina, diantaranya:
1. Asy-Syifa
Buku ini adalah buku kesehatan yang tidak sedikit mengandung bahasan filsafat

dan merupakan karya terbaik di bidang filsafat, yang terdiri dari empat bagian
yaitu logik, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan). Buku tersebut
mempunyai beberapa naskah yang tersebar di berbagai perpustakaan di Barat dan
Timur.7
2. An-Najat
Buku ini merupakan ringkasan buku Asy-Syifa, dan pernah diterbitkan bersamasama dengan buku Al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di
Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
3. Al-Isyart wa Tanbihat
Buku ini adalah buku filsafat terakhir dan yang paling baik, dan pernah
diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke
7 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2010) hlm. 167

4

dalam bahasa Perancis. Kemudian, diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di
bawah asuhan Dr. Sulaiman.
4. Al-Hikmat Al-Masyriqiiyyah
Buku ini banyak dibicarakan orang karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan
naskah-naskahnya yang masih memuat bagian logika. Menurut Carlos Nallino,

buku ini berisi filsafat Timur sebagai imbangan dari filsafat Barat.
5. Al-Qanun Fii al-Thibb
Buku ini pernah di terjemahkan dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku
standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke tujuh belas
Masehi. Buku tersebut pernah diterbitkan di Roma tahun 1593 M, dan India
tahun 1323 H.
C. KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU SINA
Ibnu Sina sebetulnya lebih dikenal sebagai filosof ketimbang sebagai pakar
atau pemikir pendidikan. Namun, klasifikasi ilmu yang tidak terlalu rigid pada masa
tersebut membuat seorang pakar filosof seperti ibnu sina dapat dengan baik menguasai
berbagai jenis ilmu termasuk mengenai pendidikan.
Konsep Pendidikan Ibnu Sina dalam banyak hal merupakan sintesis antara
pemikiran Yunani dan islam, karena beliau lahir dalam tradisi berfilsafat yang sedang
merebak dikalangan ummat islam.8
Ibnu Sina menuangkan pemikiran tentang berbagai masalah yang berkaitan
dengan pendidikan dalam bukunya Tadribul Manzil, al-Qanun dan Al-Syifa. Buku
tersebut berisi pandangan Ibnu Sina mengenai anak didik, kesejahteraan anak dan
berbagai variasi pendidikan.9
1.


Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina, yaitu:10
a) Diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang
menuju perkembangan yang sempurna baik perkembangan fisik, intelektual
maupun adab/akhlaq yang tertumpu pada faktor dasar (fitrah manusia) dan
ajar (pendidikan).

8 Ibid., hlm. 237
9 Zianuddin Alavi, Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan, terjemahan Abuddin
Nata dari Muslim Educational Thought in The Middle Age, (Monteral, Canada: 2000) hlm. 84
10 Ibid., hlm. 239

5

b) Diarahkan pada upaya dalam rangka mempersiapkan seseorang agar dapat
hidup bersama-sama di masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian
yang dipilihnya disesuaikan dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan
potensi yang dimilikinya.
Ibnu Sina mempunyai pandangan dasar tentang manusia sebagaimana
pandangan filosof Yunani tentang “dualitas” manusia yaitu tubuh dan jiwa.

Sehingga tujuan Pendidikan menurut Ibnu Sina seyogianya mengarah pada 2 hal:
pertama, tujuan utama (ultimate goal) pendidikan adalah lahirnya manusia
sempurna (insan kamil), yaitu terbina seluruh potensi diri secara seimbang dan
menyeluruh. Kedua, tersedianya kurikulum yang menjadi fasilitator dalam
berkembangnya seluruh potensi manusia, meliputi dimensi fisik, intelektual dan
jiwa.11
Sedangkan tujuan pendidikan yang bersifat jasmani yang tidak boleh
ditinggalkan yaitu pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
seperti olah raga, tidur, makan, minum, dan menjaga kebersihan. Dengan
pendidikan jasmani diharapkan terbinanya pertumbuhan fisik seorang anak dan
mebantu perkembangan kecerdasannya. Melalui pendidikan budi pekerti anak
diharapkan membiasakan diri berlaku sopan santun dalam pergaulan hidup seharihari. Adapun pendidikan kesenian diharapkan seorang anak dapat mempertajam
perasaannya dan meningkatkan daya khayalnya.
2.

Kurikulum
Ibnu Sina juga menyinggung tentang beberapa ilmu yang perlu
dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak didik. Menurut Ibnu Sina kurikulum
harus didasarkan kepada tingkat perkembangan usia anak didik, yaitu fase 3-5
tahun, 6-14 tahun, dan di atas 14 tahun.12

Klasifikasi kurikulum berdasarkan jenjang usia menurut Ibnu Sina
adalah sebagai berikut:
a) Usia 3 sampai 5 tahun

11 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2000), hlm. 68-74
12 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2010) hlm. 240

6

Menurut Ibnu Sina, di jenjang usia ini perlu diberikan pendidikan adab atau
budi pekerti, olah raga, kebersihan, seni suara, dan kesenian.
b) Usia 6 sampai 14 tahun
Menurut Ibnu Sina, pada jenjang usia ini anak di berikan pengajaran membaca
dan menghafal Al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran sya'ir, dan pelajaran
olahraga.
c) Usia 14 tahun ke atas
Pelajaran yang harus diberikan pada anak usia 14 tahun ke atas menurut ibnu
sina amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai
dengan bakat dan minat anak. Sehingga belajar dengan suasana yang

menyenangkan.
Ibnu sina juga mengemukakan bahwa seluruh kurikulum pendidikan
harus senantiasa ditujukan pada tujuan moral atau pembinaan akhlaq. Berkenaan
dengan hal ini Ibnu Sina menekankan tentang pentingnya pengajaran Al-Qur’an,
hadits dan fiqih.13
3.

Mata Pelajaran dalam Kurikulum
Berbicara tentang mata pelajaran, Ibnu Sina membagi pelajaran kepada 2
(dua) kategori, yaitu pelajaran yang bersifat teoritis dan pelajaran yang bersifat
praktis atau pengetahuan terapan.
a) Mata Pelajaran Yang Bersifat Teoritis
Menurut Ibnu Sina, pelajaran yang bersifat teoritis dapat di bagi menjadi tiga
bagian ilmu, yaitu:
 Ilmu tabi’i yang dikatagorikan sebagai ilmu yang berada pada urutan yang
bawah.
 Ilmu matematika yang ditempatkan pada urutan pertengahan.
 Ilmu ketuhanan yang ditempatkan sebagai urutan yang paling tinggi.
b) Mata Pelajaran yang Bersifat Praktis
Menurut Ibnu Sina, pelajaran yang bersifat praktis itu terbagi kepada tiga
bagian:

13 Zianuddin Alavi, Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan, terjemahan Abuddin
Nata dari Muslim Educational Thought in The Middle Age, (Monteral, Canada: 2000) hlm. 86

7

 pertama terdiri dari ilmu yang bertujuan membentuk akhlak dan perbuatan
manusia

yang

mulia,

sehingga

dapat

mengantarkan

kepada

kebahagiaannya hidup di dunia dan akhirat.
 Kedua terdiri dari ilmu yang berupaya menjelaskan tentang tata cara
mengatur kehidupan rumah tangga serta pola hubungan yang baik antara
suami istri, orang tua dengan anak-anaknya, majikan dengan para
pembantunya.
 Ketiga ilmu yang mempelajari tentang politik, kepemimpinan, negara dan
masyarakat.
Penjelasan menurut Ibnu Sina tersebut, didasarkan pada kurikulum
tingkat perkembangan usia anak didik, seperti pelajaran adab/budi pekerti, olah
raga, kebersihan, seni suara dan kesenian, ini semua untuk anak usia 3 sampai 5
tahun.
Mengenai pelajaran olah raga dapat diketahui dari perkembangan usia,
dan bakat, sehingga dapat diketahui mana yang lebih banyak dilatih olah raga yang
memerlukan fisik yang kuat serta keahlian dan mana olah raga yang tergolong
ringan, cepat, lambat dan sebagainya. Namun yang dimasukkan ke dalam
kurikulum adalah olah raga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat, memanah,
berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta.
Selanjutnya kurikulum anak berusia 6 sampai 14 tahun adalah mencakup
pelajaran membaca, menghafal Al-Qur'an, pelajaran agama, syair, dan olah raga.
Kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas dibagi menjadi mata pelajaran yang bersifat
teoritis dan praktis. Adapun yang bersifat teoritis adalah ilmu fisika, ilmu
matematika, ilmu ketuhanan. Mata pelajaran yang bersifat praktis adalah ilmu
akhlak yang mengkaji tentang cara pengurusan tingkah laku seseorang, baik ilmu
pengurusan rumah tangga, ilmu politik, berdagang, dan ilmu keprofesian.
4.

Metode Pengajaran
Ibnu berpandangan tentang metode pengajaran, bahwa suatu pelajaran
tidak akan bisa disampaikan kepada anak didik hanya dengan menggunakan satu
cara, melainkan dengan menggunakan berbagai cara sesuai dengan perkembangan
psikologis setiap anak didik.

8

Metode yang ditawarkan Ibnu Sina adalah metode Talqin atau Talaqqi,
demonstrasi, pembiasaan, teladan, diskusi, magang, dan penugasan.14
a) Metode Talqin atau Talaqqi: Metode talqin (direct learning) adalah
pengajaran langsung, biasanya digunakan dalam pengajaran Al-Qur'an.
b) Metode Demonstrasi: Menurut Ibnu Sina, metode demonstrasi dapat
digunakan dalam pembelajaran yang bersifat praktik, seperti cara mengajar
menulis.
c) Metode pembiasaan dan keteladanan: Ibnu Sina berpendapat bahwa
pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling
efektif, khususnya dalam mengajarkan adab atau akhlak.
d) Metode diskusi: Metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian
pelajaran di mana siswa di hadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa
pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Ibnu Sina mempergunakan metode ini untuk mengajarkan pengetahuan yang
bersifat rasional dan teoritis.
e) Metode magang: Ibnu Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan
pengajaran yang dilakukannya. Para murid Ibnu Sina yang mempelajari ilmu
kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktek.
f) Metode penugasan: Metode penugasan ini pernah dilakukan oleh Ibnu Sina
dengan menyusun sejumlah modul atau naskah kemudian menyampaikannya
kepada para muridnya untuk dipelajarinya.
g) Metode targhib dan tarhib: Targhib atau ganjaran, hadiah, penghargaan
ataupun imbalan sebagai motivasi yang baik.
5.

Konsep Guru15
Adapun pemikiran serta pendapat Ibnu Sina mengenai guru yang baik
adalah guru yang beraqidah yang kuat (beriman), shaleh, cerdas, berani, tegas,
hebat, bersih, dan menghormati masusia. Cakap dalam mendidik anak,

14 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2010) hlm. 240
15 Zianuddin Alavi, Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan, terjemahan Abuddin
Nata dari Muslim Educational Thought in The Middle Age, (Monteral, Canada: 2000) hlm. 87

9

berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main di hadapan
muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, berhati bersih dan suci.
Seorang guru juga menurut Ibnu Sina harus bisa menjaga dan
membimbing anak dalam membiasakan kebaikan dan menjauhi kebiasaan yang
buruk dan prilaku yang jahat, dan membaurkan anak didik dalam kondisi
masyarakat yang baik. Kedua, setelah anak itu berkembang guru harus
membimbing anak tersebut kepada pekerjaan yang akan dijadikan keahliaannya.
Kemudian seorang guru menurut Ibnu Sina sebaiknya dari kaum pria
yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam
membimbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul
dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri.
Seorang guru pun menurut Ibnu Sina harus memberikan pengajaran
kepada anak dengan hati-hati, malatih dan membina emosi anak, serta mampu
menganalisa kecerdasan anak didik sehingga ia dapat memilih keahlian dan
pekerjaan.
III.

KESIMPULAN
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu ‘Al-Husain ibnu ‘Abd Allah ibn
Hasan ibnu ‘Ali ibn Sina. Ibnu Sina dilahirkan di Afsyana dekat Bukhara pada
tahun 980 M (370 H) dan meninggal pada tahun 1037 M (428 H) dalam usia 58
tahun. Jasadnya dikebumikan di Hamadan, Persia (Iran)
Beberapa karya-karya Ibnu Sina:
1. As-Syifa’
2. An-Najat
3. Al-Isyart wa Tanbihat
4. Al-Hikmat Al-Masyriqiiyyah
5. Al-Qanun atau Canon of Medicine,
Ibnu Sina juga menyinggung tentang beberapa ilmu yang perlu
dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak didik. Menurut Ibnu Sina kurikulum harus
didasarkan kepada tingkat perkembangan usia anak didik, yaitu fase 3-5 tahun, 6-14
tahun, dan di atas 14 tahun.
Metode yang ditawarkan Ibn Sina adalah:

10

1. Metode talqin/Talaqqi: Metode talqin digunakan dalam mengajarkan
membaca Al-Qur'an.
2. Metode demonstrasi: dapat digunakan dalam pembelajaran yang bersifat
praktik, seperti cara mengajar menulis.
3. Metode pembiasaan dan keteladanan : pembiasaan adalah termasuk salah satu
metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan
akhlak.
4. Metode diskusi: Dilakukan dengan cara penyajian pelajaran di mana siswa di
hadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat
problematis

untuk

dibahas

dan

dipecahkan

bersama.

Ibn

Sina

mempergunakan metode ini untuk mengajarkan pengetahuan yang bersifat
rasional dan teoretis.
5. Metode magang: Ibn Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan
pengajaran yang dilakukannya. Para murid Ibn Sina yang mempelajari ilmu
kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktek.
6. Metode penugasan: Metode penugasan ini dilakukan dengan menyusun
sejumlah modul atau naskah kemudian menyampaikannya kepada para
muridnya untuk dipelajarinya.
7. Metode targhib dan tarhib: Targhib atau ganjaran, hadiah, penghargaan
ataupun imbalan sebagai motivasi yang baik.
Konsep Guru menuru Ibnu Sina adalah sebagai berikut:
1.

Guru harus memiliki: Keimanan, keshalehan, kecerdasan, keberanian,
ketegasan, hebat, bersih, berhati bersih, sopan santun, dan sikap menghormati
orang lain.

2.

Guru harus bisa menjaga dan membimbing anak dalam membiasakan prilaku
baik dan menjauhi prilaku buruk

3.

Guru harus membimbing anak kepada pekerjaan yang akan dijadikan
keahliaannya sesuai dengan minat dan bakat anak setelah beranjak tumbuh
dewasa.

4.

Guru harus bisa mengarahkan pelajaran sesuai psikologis anak dan membina
emosi anak.
DAFTAR PUSTAKA
11

Abuddin Nata. 2010. Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
___________. 2012. Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Samsul Nizar. 2008. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta : Kencana.
Sirajuddin Zar. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zianuddin Alavi. 2000. Muslim Educational Thought in the Middle Age. Montereal Canada
(terj.) Abuddin Nata. 2003. Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan
Pertengahan. Bandung: Angkasa
http://www.biografipedia.com/2015/07/biografi-ibnu-sina-ilmuwan-islam.html.

Diunduh

pada jum’at, 30 September 2016 pukul 19.00 wib.

12

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN HAMKA TENTANG KONSEP ETIKA GURU DAN MURID

9 85 38

ANALISIS TENTANG STATUS HUKUM MACAM- MACAM HARTA PERKAWINAN DALAM KAITANNYA DENGAN PERCERAIAN MENURUT HUKUM ADAT JAWA

3 28 18

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59