dinamika perkembangan Dan studi islam

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan studi islam terkait erat dengan perkembangan pendidikan
islam yang membahas kurikulum dan kelembagaanya baik di dunia islam, dunia
barat, dunia timur maupun di indoneia sendiri. Dalam tradisi pendidikan islam,
institusi pendidikan tinggi lebih dikenal dengan nama al-jami’ah, yang secara
historis dan kelembagaan berkaitan dengan masjid jami’.
Azyumardi Azra juga mencatat bahwa lembaga-lembaga pendidikan
islam, baik madrasah (sekalipun menyelenggarakan pendidikan tinggi, advanced
education), maupun al-jami’ah, yang memang di maksudkan sebagai pendidikan
tinggi, tidak pernah menjadi universitas yang difungsikan semata-mata untuk
mengembangkan tradisi penelitian bebas berdasarkan nalar, sebagaimana terdapat
di eropa pada masa modern. Bahkan, universitas di eropa yang akar-akarnya dapat
di lacak dari al-jami’ah, seperti ditegaskan Stanton berdasarkan penelitian almakdisi (1981 dan 1990) hingga abad ke-18, juga tidak bebas sepenuhnya.
Universitas abad pertagahan, bahkan pada umumnya beraviliasi dan terkait pada
gereja.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah awal studi Islam ?
2. Bagaimana Perkembangan Studi Islam di Barat?
3. Bagaimana Perkembangan Studi Islam Timur?
4. Bagaimana Perkembangan Studi Islam di Indonesia?
C. Tujuan Masalah
1.

Untuk Mengetahui perkembangan Islam di Timur.

2.

Untuk Mengetahui perkembangan Islam di Barat.

3.

Untuk Mengetahui perkembangan Islam di Indonesia.

2

BAB II

PEMBAHASAN
1. Sejarah awal studi Islam
Studi islam sebagai sebuah praktek sesungguhnya sudah berlangsung
semenjak awal pertiumbuhan islam, yakni pada masa hidup Nabi Muhammad
Saw. Apa yang dilakukan oleh Nabi bersama para sahabatnya dri waktu ke waktu
merupakan bentuk studi Islam yang sesungguhnya. Mereka melakukan dan
mempraktekkan studi islam dalam makna yang sesungguhnya. Namun demikian,
apa yang tengah berlangsung pada masa Nabi tersebut belum bisa di sebut studi
islam sebagai sebuah disiplin keilmuan yang dilakukan secara sistematis dan
terstruktur. Studi islam sebagai sebagai sebuah praktek pada masa Nabi tersebut
berlangsung dalam berbagai bentuk. Para sahabat ketika itu melakukan berbagai
kegiatan dalam usahanya untuk memahami ajaran islam. Ada yang dalam bentuk
khutbah, dalam bentuk dialog, maupun dalam bentuk forum-forum diskusi.
Tempat yang digunakan bermacam-macam, tetapi yang paling sering digunakan
adalah di masjid (halaqah dan ribath). Tentu saja, pada masa ini, studi Islam
belum menemukan format yang baku, belum ada kurikulum yang sistematis, dan
juga belum diatur secara rapi dan struktur. Hal ini dapat dimaklumi mengingat
kondisi masa itu yang memang belum memungkinkan untuk melaksanakan studi
Islam sebagaimana kondisi yang telah mapan. Namun demikian, era ini ditandai
dengan kesuksesan para sahabat Nabi dalam memahami, mengembangkan dan

menyebarkan ajaran islam secara sangat monumental. Pada masa selanjutnya,
studi Islam berkembang

dengan lebih baik. Studi ialam berkembang searah

dengan perkembangan lembaga pendididkan Islam.1
Dengan demikian, studi islam menjadi bagian yang sangat erat dalam
perjalanan lembaga pendididkan Islam. Sebagaimana dicatat oleh Azra, ditinjau
1 Ngainun Na’im, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Gre Publising,
2011) hlm.(16-19)

3

dari sisi kelembagaan, studi islam mengalami perkembangan sorogan dan halaqoh
di rumah-rumah para ‘alim yang sifatnya individual ke system kuttab, kemudian
berkembang lagi ke masjid dan masjid-khan, dan kemudian berlanjut ke sistem
madrasah. Dari tingkatan di masjid ini sebagian murid kemudian melanjutkan
studi kejenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu ke madrasah. Madrasah dalam
pengertian ini tidak sebagaimana madrasah yang kita pahami dalam konteks
Indonesia, sebab pengertian madrasah di sini adalah pendididkan di tingkat tinggi.

Namun, penyebutan madrasah ini ternyata belum menjadi kesepakatan mutlak
para sejarawan, sebab ada juga yang menyebut lembaga pendididkan tinggi Islam
ini dengan al-Jami’ah. Nama ini diambil dari jami’ yaitu tempat berkumpulnya
orang banyak.
Aspek penting studi Islam yang tidak bisa diabaikan dalam masa
keemasan Islam adalah perpustakaan. Perpustakaan dengan segala jenisnya
dikenal dengan beberapa nama, yaitu dar (rumah), bayt (rumah), dan khizanah
(gudang), yang digabungkan dengan kata al-ilm (pengetahuan), al-hikmah
(kebijaksanaan), dan ak-kutub (buku). Perpustakaan memiliki fungsi ruang
diskusi.

Perpustakaan pada awalnya dibangun sebagai bagian dari lembaga

wakaf. Lembaga wakaf pertama adalah Madrasah Abu Hanifah dan Madrasah
Nizamiyah di Baghdad. Perpustakaan di madrasah ini dulunya bernama dar alkutub (Rumah Buku), namun selanjutnya disebut khizanah al-kutub (Gudang
Buku). Perpustakaan Nizamiyah yang disebut dar al-kuutub ini menggantikan
perpustakaan pribadi sejarawan sastrawan Ibn Hilal al-Shabi (W. 480 H/1088 M),
yang dibangun pada 452 H/1060 M, yang juga bernama dar al-kutub.
Perpustakaan al-shabi ini dibangun untuk menggantikan perpustakaan pribadi
shabur ibn Ardasyir yang dibangun pada 381 H/991 M. Pengajaran adab di

madrasah hukum Nizamiyah Baghdad dilaksanakan di perpustakaan.
Di sinilah ahli nahwu dan leksikograf, ‘Abdullah ibn Muslim alQayrawan (w. 488 H/ 1095 M) mengajar adab. Mungkin dialah orang yang
pertama mengajar di perpustakaan. Pada masa selanjutnya, studi islam mulai
berkembang tidak hanya di negara-negara Barat. Berkembangnya studi islam di

4

Barat ditandai oleh salah satunya penyalinan manuskrip-manuskrip ke dalam
bahasa Latin sejak abad ke-13 Masehi hingga bangkitnya zaman kebangunan
(Renaissance) Eropa pada abad ke-14. Kegiatan penyalinan manuskrip ini berawal
dari restu King Fredeich H dari Sicily (1198-1212), yang kemudian menjabat
sebagai Kaisar Holy di Roman Empire (1215-1250). Walaupun memperoleh
tantangan dari Paus di Vatikan, kegiatan ini tetap berlangsung. Dalam
perkembangannya

kemudian,

terbangun

berbagai


perguruan

tinggi

di

semenanjung Italia, Padau, Florence, Milano,Venezia, Oxford dan Cambridge
(Inggris), Sorbone(Perancis), dan Tubingen (Jerman).implikasi dari kagiatan
penyalinan naskah ini adalah terbukanya perkembanyan cabang-cabang ilmiah di
Barat. Kondisi ini semakin berkembang pesat karenan pengaruh aliran empirisme
yang dikembangkan oleh Francir Bacon (1561-1626). Namun demikian, bukan
berarti kegiatan penyalinan naskah ini berlangsung dengan u yang cukup lama.
Walaupun menimbulkan perdebatan secara luas, kegiatan-kegiatan penyalinan
naskah terus berlanjut tanpa bisa dihentikan.
2. Studi Islam Di Barat
Perkembangan studi Islam di dunia terutama di barat terjadi karena adanya
kontak dengan dunia muslim, salah satunya yakni lewat kontak perguruan tinggi.
Selain itu juga dengan adanya penyalinan karya-karya ilmiah dari manuskripmanuskrip Arab kedalam bahasa Latin. Berkat penyalinan karya-karya manuskripmanuskrip Arab itu, terbukalah jalan bagi perkembangan cabang-cabang ilmiah di
Barat.

Di Amerika, studi-studi islam pada umumnya memang menekankan pada
studi sejarah islam, bahasa islam selain bahasa Arab, sastra dan ilmu-ilmu social,
yang berada di pusat studi Timur Tengah atau Timur Dekat.
Di Chicago, kajian islam diselenggarakan di Chicago University. Secara
organisatoris, studi islam berada di bawah Pusat Studi Timur Tengah, Jurusan
Bahasa dan Kebudayaan Timur Dekat. Di lembaga ini, kajian islam lebih

5

mengutamakan kajian tentang pemekiran islam, bahasa Arab, naskah-naskah
klasik, dan bahasa-bahasa Islam non-Arab.
Di UCLA, studi islam dibagi menjadi 4 komponen:
1. Mengenai doktrin agama islam, termasuk sejarah pemikiran islam.
2. Bahasa Arab, termasuk teks-teks klasik mengenai sejarah, hokum, dan lain-lain.
3. Bahasa-bahasa non-Arab yang muslim, seperti Turki, Urdu, Persia, dan
sebagainya, sebagai bahasa yang dianggap telah ikut melahirkan kebudayaan
islam.
4. Ilmu-ilmu social, sejarah, bahasa Arab, dan sosiologi. Selain itu, ada kewajiban
menguasai secara pasif, satu atau dua bahasa eropa.2
Di Inggris, studi islam digabungkan dalam School of Oriental and African

Studies (Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika) yang memiliki berbagai jurusan
bahasa dan kebudayaan di Asia dan Afrika. Salah satu program studinya adalah
program MA tentang masyarakat dan budaya islam yang dapat dilanjutkan ke
jenjang doctor.
Di Kanada studi islam menekuni kajian budaya dan peradaban islam di
zaman Nabi Muhammad hingga masa kontemporer, memahami ajaran islam dan
masyarakat muslim di seluruh dunia, dan mempelajari berbagai bahasa muslim
seperti bahasa Persia, Urdu, dan Turki. Di Kanada, studi islam bertujuan :
1. Menekuni kajian budaya dan peradaban islam dari zaman Nabi Muhammad SAW
hingga masa konteporer.
2. Memahami ajaran islam dan masyarakat muslim diseluruh dunia.
3. Mempelajari beberapa bahasa muslim.3
Sedangkan di Belanda, yang dulunya menganggap tabu mempelajari
islam, ternyata masih menyisaan kajian islam di Indonesia, walaupun idak
2 Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pend. Islam
Kementrian RI, 2012) hlm. 13

3 http://apriliangabekti.blogspot.com/2013/04/dinamika-studi-islam-didunia.html

6


menekankan pada aspek sejarah islam itu sendiri. Di Negara ini, kajian islam di
lakukan di universitas laiden. Universitas ini merupakan perguruan tinggi yang
sangat intens memperjuangkan kajian islam menjadi bagian dari lemabaga kajian
universitas ini. Di universitas ini terdapat koleksi perpustakaan kajian islam yang
sangat memadai. Bahkan, terdapat manuskrip-manuskrip tentang islam yang
berasal dari beberapa Negara yang dari negeri asalnya, manuskrip ini tidak
terurus, bahkan sudah hilang.
Setelah Studi Islam Berkembangan begitu pesatnya di dunia barat, maka
mulai tampaklah kelihatan dampak-dampak yang ditimbulkannya mulai dari hal
yang positif maupun negatif.
1. Dampak Positif
Kehadiran Islam di Eropa Spanyol membawa perubahan dalam berbagai
segi kehidupan masyarakat, terutama dalam aspek peradaban dan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dari hal ini telah menimbulkan semangat orang barat
dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang dibawah oleh islam. Al hasil, maka
banyaklah orang barat yang menguasai ilmu pengetahuan dari islam, seperti ilmu
kimia, ilmu hitung, ilmu tambang (minerologi), meteorology (karya Al Khazini),
dan sebagainya. Sedangkan dibidang teknologi adalah orang barat bisa membuat
berbagai macam alat industri yang dihasilkan dari observasi atau penelitian.

Sekitar abad ke-16 M telah ditemukan sebuah alat perajut kaos kaki. Kemudian
tahun 1733 M John Kay telah berhasil membuat alat tenun baru yang dapat
bekerja lebih cepat dan menghasilkan tenunan yang baik. Pada tahun 1765 M
Hargreaves berhasil membuat alat pintal yang dapat memintal berpuluh-puluh
gulung benang sekaligus. Kemudian sekitar tahun 1780 M terjadi revolusi industri
di Inggris, seperti ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1769 M
dan alat tenun oleh Cartwright tahun 1785 M yang menyebabkan Inggris menjadi
negara industri maju.4
4 Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam; Madrasah Aliyah Kelas Tiga,
(Jakarta: Karya Toha Putra Semarang, 2003). hlm. 149

7

2. Dampak Negatif
Diatas telah kami jelaskan, bagaimana dampak positif dari perkembangan
studi Islam di dunia barat. Perlu diketahui disamping adanya dampak positif, ada
juga dampak negatif yang ditimbulkannya. Adapun dampak negatif itu adalah
dapat kami uraikan sebagai berikut :
a. Setelah bangsa barat menjadi bangsa yang maju dan telah mengalami revolusi
dibidang industri, maka mereka mendapati masalah kekurangan bahan baku

dalam kegiatan industrinya. Kemudian untuk mencari jalan keluarnya mereka
berlomba-lomba mencari di dunia Timur, yang kebanyakan dikuasai oleh
pemerintahan muslim. Di samping itu, mereka juga memerlukan tempat
pemasaran baru bagi hasil industrinya ke negara-negara Timur. Sebagai
akibatnya, banyak negara-negara Barat datang kedunia Timur dan terjadilah
Ekspansi besar-besaran dalam bidang social, politik, ekonomi dan sebagainya.
Di waktu itulah terjadi suatu massa kolonial dan imperial, yaitu masa dimana
bangsa-bangsa Barat melakukan penjajahan terhadap dunia Timur, khususnya
dunia muslim. Suasana seperti itu menyebabkan dunia Timur mengalami
kemunduran dan Barat mencapai kemajuan pesat dari hasil kolonialisme dan
imperialisme atas dunia Timur.5
b. Dampak negatif yang kedua ini adalah bagaikan kacang lupa kulitnya. Mereka
sungguh tidak tahu diri. Ilmu yang berkembang di Dunia Barat itu adalah dari
islam, akan tetapi mereka mengingkarinya, mereka tidak mengakui. Malahan
mereka mengaku ilmu tersebut berasal dari peradaban lain, bukan dari
peradaban islam. Ada seorang sarjana bernama Max Dimont mengatakan
bahwa orang Barat itu menderita Narcisisme, yaitu mereka mengagumi diri
mereka sendiri, dan kurang memiliki kesediaan untuk mengakui utang
budinya kepada bangsa-bangsa lain. Mereka hanya mengatakan, bahwa yang
mereka dapatkan itu adalah warisan dari Yunani dan Romawi.
3.

Studi Islam di Timur

5 Ibid., hlm. 150

8

Perkembangan agama Islam tidak lepas dari perkembangan ilmu
pengetahuan dunia/ umum. Tepatnya pada akhir periode madinah sampai dengan
4 H, fase pertama pendidikan islam masih di masjid-masjid dan rumah-rumah,
dengan ciri hafalan. Namun sudah diperkenalkan logika matematika, ilmu alam,
kedokteran, kimia, musik, sejarah dan geografi. Selama abad ke-5 H, selama
periode Khalifah Abbasyiah, sekolah-sekolah didirikan di kota-kota dan mulai
menempati gedung-gedung besar, bukan lagi masjid, dan mulai yang bersifat
intelektual, ilmu alam dan ilmu sosial.
Al- Jami’ah yang paling awal dengan

pretensi sebagai lembaga

pendidikan tinggi, tercatat Al-Azhar di Kairo, Zaituna di Tunis, dan Qawariyin di
Fez. Tetapi, al-jami’ah-al-jami’ah ini yang diakui sebagai universitas tertua di
muka bumi, hingga dilakukannya pembaharuan dalam beberapa dasawarsa silam,
lebih tepat disebut “madrasah tinggi” dari pada “universitas”.6
Sepanjang sejarah silam, baik madrasah maupun al-jami’ah diabdikan,
terutama untuk ilmu-ilmu agama dengan penekanan pada bidang fikih, tafsir, dan
hadits. Ijtihad, walaupun diberikan ruang gerak, tetapi tidak dimaksudkan berpikir
sebebas-bebasnya, kecuali sekedar memberikan penafsiran “baru” atau pemikiran
“independen” yang tetap berada dalam kerangka doktrin yang mapan dan
disepakati.
Berdirinya sistem madrasah adalah di abad 5 H/akhir abad 11 M, justru
menjadi titik balik kejayaan. Sebab madrasah di biayai dan di prakarsai negara.
Kemudian madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrindoktrin terutama oleh Kerajaan Fatimah di Kairo. Sebelumnya di sekolah ini
diajarkan ilmu kimia, kedokteran, filsafat, kemudian diganti hanya mempelajari
tafsir, kalam, fiqih dan bahasa. Matematika hilang dari kurikulum Al-Azhar tahun
1748 M. Memang pada masa kekhalifahan Abbasyiah Al-Ma’mun (198-218
H/813-833 M), sebelum hancurnya aliran Mu’tazilah, ilmu-ilmu umum yang
bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris telah dipelajari di madrasah.
Pengaruh Al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai awal pemisahan ilmu agama

6 Ibid., hal. 9

9

dengan ilmu umum. Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam di
zamannya, yaitu Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus dan Jerussalem.
Menurut catatan sejarah ada beberapa perguruan tinggi yang tertua yang
disebut-sebut sebagai kiblat bagi pengembangan studi Islam di dunia Muslim,
yang selanjutnya diikuti oleh para orientalis dalam studi islam di kalangan sarjana
Barat, yaitu (1) Nizhamiyah di Baghdad (2) Al-Azhar di Kairo Mesir (3) Cordova
(bagian barat) (4) Kairwan Amir Nizam Al-Muluk di Maroko (5) Teheran di Iran
(6) Damaskus di Syria (7) Aligarch di India (8) Naisyapur di Baghdad . Sejarah
singkat masing-masing pusat studi islam di gambarkan sebagai berikut:
a.

Nizhamiyah di Baghdad
Perguruan tinggi Nizhamiyah di Baghdad ini berdiri pada tahun 445

H/1063 M. Perguruan tinggi ini dibangun oleh khalifah al-Makmun (813-833
M). Perguruan tinggi ini terdiri 2 bagian inti yakni gedung perguruan tinggi
dan perpustakaan. Perpustakaan yang terdapat di perguruan tinggi ini
terpandang kaya raya di Baghdad, yakni Bait Al-Hikmah yang dibangun oleh
Khalifah Al-Makmun (813-833 M), salah seorang ulama besar yang pernah
mengajar di sana, dia adalah ahli pikir islam terbesar, Abu Hamid Al-Ghazali
(1058-1111 M), yang kemudian terkenal dengan sebutan Imam Ghazali.
Perguruan tinggi ini memiliki beberapa staff , yakni (1) seorang
mudarris (guru besar) yang bertanggung jawab terhadap pengajaran di
lembaga pendidikan. al-Juwaini, Abu al-Qasim, al-Kiya al-Harrasi, al-Gazali
dan Abu Sa’id menjadi mudarris di perguruan tinggi ini. (2) muqri’ (ahli AlQur’an) yang mengajar Al-Qur’an di masjid. Abu al-Qasim, al-Hudzali dan
Abu Nasyar al-Ramsyi menjadi muqri’. (3) muhaddits (ahli hadis) yang
mengajar hadis lembaga pendidikan. Abu Muhammad al-Samarqandi menjadi
muhaddits. (4) seorang pustakawan (Bait Al-Maktub) yang bertanggung
jawab terhadap perpustakaan, mengajar bahasa dan hal-hal yang terkait. Abu
Amir al-Jurjani menjadi pustakawan.
Perguruan tinggi tertua di Baghdad ini hanya sempat hidup hampir
dua abad. Yang akhirnya hancur akibat penyerbuan bangsa Mongol di bawah
pimpinan Hulaghu Khan pada tahun 1258 M.

10

b.

Al-Azhar di Kairo Mesir
Panglima besar Juhari Al-Siqili pada tahun 362 H/972 M membangun

Perguruan Tinggi Al-Azhar dengan kurikulum berdasarkan ajaran sekte
Syiah. Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Hakim Biamrillah (966-1020),
khalifah keenam dari Daulat Fathimiyah, ia pun membangun perpustakaan
terbesar di Al-Qahirah untuk mendampingi Perguruan Tinggi Al-Azhar, yang
diberi nama Bait Al-Hikmah (Balai ilmu pengetahuan), seperti nama
perpustakaan terbesar di Baghdad.
Pada tahun 567 H/1171 M Daulat Fathimiyah di tumbangkan oleh
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi yang mendirikan Daulat Ayyubiyah (11711269 M) dan menyatakan tunduk kembali kepada Daulat Abbasyiah di
Baghdad. Kurikulum pada perguruan tinggi Al-Azhar lantas mengalami
perombakan total, dari aliran Syi’ah kepada aliran Sunni. Ternyata perguruan
tinggi al-Azhar ini mampu hidup terus sampai sekarang, yakni sejak abad ke10 M sampai abad ke-20 M dan tampaknya akan tetap selama hidupnya.
Universitas al-Azhar dapat dibedakan menjadi dua periode : pertama,
periode sebelum tahun 1961 dan kedua, periode setelah 1961, dimana
fakultas-fakultasnya sama seperti yang ada di IAIN sekarang, dan periode
setelah tahun 1961, dimana fakultas-fakultas dan ilmu-ilmu yang dikaji telah
meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan umum dan agama. Kalau peride
pertama kita sebut periode Qadim (lama), dan kedua sebagai periode Jadid
(baru), maka yang dicontoh IAIN selama ini ialah Al-Azhar periode Qadim.
c. Perguruan Tinggi Cordova
Adapun sejarah singkat Cordova dapat digambarkan demikian, bahwa
di tangan Daulat Ummayah, semenanjung Liberia yang berabad-abad
sebelumnya terpandang daerah minus, berubah bagaikan disulap menjadi
daerah yang makmur dan kaya raya akan pembangunan bendunganbendungan irigasi di sana sini menuruti contoh lembah Nil dan lembah
Ephrate. Bahkan pada masa berikutnya, Cordova menjadi pusat ilmu dan
kebudayaan yang gilang gemilang sepanjang zaman tengah. The Historians’
History of the World menulis tentang peri keadaan pada masa pemerintahan

11

Amir Abdurrahman I (756-788 M) itu, sebagai berikut, demikian tulis buku
sejarah terbesar tersebut tentang perikeadaan Andalusia waktu itu, yang
merupakan pusat intelektual di eropa dan dikagumi kemakmurannya. Sejarah
mencatat, sebagai contoh, bahwa Aelhoud dari Bath (Inggris) belajar ke
Cordova pada tahun 1120 M, dan pelajaran yang dituntunnya adalah
geometri, algebra (aljabar), matematik. Gerard dari Cremona belajar di
Toledo seperti halnya Aelhoud ke Cordova. Begitu pula tokoh-tokoh lainnya.
d. Kairawan Nizam al-Muluk di Maroko
Perguruan tinggi Kairwan ini berada di kota Fez (Afrika Barat).
Perguruan tinggi ini bermula dibangun pada tahun 859 M oleh puteri seorang
saudagar hartawan di kota Fez, yang berasal dari Kairawan (Tunisia). Pada
tahun 305 H/918 M perguruan tinggi ini diserahkan kepada pemerintah dan
sejak saat itu menjadi perguruan tinggi resmi, yang perluasan dan
perkembangannya berada di bawah pengawasan dan pembiayaan negara.
Seperti halnya perguruan tinggi Al-Azhar, perguruan tinggi Kairawan
masih tetap hidup sampai sekarang. Di antara sekian banyak alumninya
adalah pejuang nasionalis muslim terkenal, diantaranya adalah Allal Al-Fasi,
dan Mahdi Ben Barka, yang berhasil mencapai kemerdekaan Maroko dari
penjajahan Perancis sehabis perang Dunia kedua, lalu pejabat PM Maroko di
bawah Sultan Muhammad V. Sedangkan ilmuan termasyhur yang pernah
menjadi maha gurunya antara lain Ibnu Thufail (1106-1185 M) dan Ibnu
Rusyd (1126-1198 M), pada masa Daulat Almuwahhidin dari Eropa, maka
nama Avenbacer (Abu bakar Ibnu Thufail) dan Averroes (Ibnu Rusyd) dan
Avempas (Ibnu Bajah) dan Alhazem (Imnu Hazmi) dan lainnya, amat populer
dan harum di Eropa.
Sebagai catatan, perguruan tinggi Al-Azhar (972 M) di Mesir, dan
perguruan tinggi Kairwan (859 M) di Maroko, adalah lebih tua dibandingkan
dengan perguruan tinggi Oxford (1163 M) dan perguruan tinggi Cambridge
(1209 M) di Inggris, dan perguruan tinggi Sorbonne (1253 M) di Perancis,
perguruan tinggi Tubingen (1477 M) di Jerman, dan perguruan tinggi
Edinburg (1582 M) di Skotlandia.

12

e. Teheran, Iran
Di Universitas Teheran, Iran ada ruangan khusus yang menyimpan
naskah-naskah kuno yang ditulis dalam bahasa Persia oleh para pemikir
klasik. Marshal Hudgson mengatakan dalam bukunya, The Venture of Islam,
bahwa dalam pemikiran Islam, ada Islam, ada Islamicate, dan ada Islamdom,
yaitu kebudayaan Islam setelah berinteraksi dengan berbagai budaya dari
negeri-negeri yang kemudian disebut negeri-negeri muslim. Di Universitas
Teheran ini, studi islam dilakukan dalam satu fakultas yang disebut Kulliyat
Ilahiyat (Fakultas Agama). Di Teheran juga ada universitas Islam Sadiq yang
mempelajari Islam dan ilmu umum sekaligus.
f. Damaskus, Syria
Di Universitas Damaskus Syria, yang memiliki banyak fakultas
umum, studi Islam ditampung dalam Kulliatu al-Syari’ah (Fakultas Syari’ah),
yang didalamnya ada program studi Ushuludin, Tasawuf, Tafsir, dll. Jadi,
pengertian syari’ah disitu lebih luas daripada pengertian syari’ah sebagai
hukum Islam, seperti yang ada di IAIN atau UIN.
g. Aligarch di India
Di Aligarch Universitas India, studi islam dibagi dua. Pertama, Islam
sebagai doktrin dikaji dalam Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua
jurusan: jurusan Madzhab Ahli Sunnah dan Syi’ah. Kedua, Islam sebagai
sejarah dikaji pada Fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studies yang
berdiri sejajar dengan jurusan Politik, Sejarah, dll. Di Jamiah Millia Islamia,
New Delhi, Islamic Studies Program berada pada Fakultas Humaniora,
bersama dengan Arabic Studies, Persian Studies, dan Politik Science. 7
h.

Nizhamiyah di Nisyafur
Perguruan tinggi Nizhamiyah Naisyafur menurut Ibnu Khalikan (681-

1282) di bangun Nizham al- Mulk untuk al-Juwaini, tokoh asy’ariah dan
sekaligus guru besar di perguruan tinggi ini selama 3 dekade hingga wafatnya
pada tahun 478/ 1085. Perguruan tinggi ini terdiri dari 3 bagian inti yakni,
gedung perguruan tinggi, masjid dan perpustakaan (bayt al-maktab).
7 Ibid., hlm. 38-39

13

Perguruan tinggi ini memiliki beberapa staff, yaitu seorang guru besar
(mudarris) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengajaran, seorang ahli
alqur’an (muqri’), ahli hadis (muhaddits), dan pengurus perpustakaan, yang
bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing.
1. Tercatat nama-nama seperti al-Juwaini, Abu al-Qasim, al-Kiya al-Harasi,
al-Ghazali dan Abu Sa’id sebagai mudarris. Abu al-Qasim, al-Hudzali dan
Abu Nasyar al-Ramsyi sebagai muqri’. Abu Muhammad al-Samarqandi
sebagai muhaddits, dan Abu Amir al-Jurjani sebagai pustakawan. AlGhazali pernah tercatat sebagai asisten al-Juwaini
4.

Studi Islam di Indonesia
Perkembangan studi islam di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan

lembaga pendidikan, mulai dari system pendidikan langgar, system pesantren,
system pendidikan di kerajaan-kerajaan islam, hingga muncul system kelas.
Pendidikan pesantren dan madrasah sangat menonjol dalam studi islam di
Indonesia.
Pesantren merupakan lembaga dan pusat studi yang pertama kali lahir
dalam konteks dan tujuan dakwah. Dalam perkembangannya kemudian, berdiri
madrasah di awal abad ke-20 yang disusul dengan berdirinya perguruan tinggi di
awal paruh kedua abad ke-20. Disamping pesantren, perguruan tinggi islam
menjadi sebuah lembaga yang paling diminati untuk studi islam secara
komprehensif. Perguruan tinggi islam Indonesia, seperti STAIN, IAIN, dan UIN,
dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan islam. . Lembaga pendidikan tinggi
islam tersebut, secara formal, baru direalisasikan oleh pemerintah pada tahun
1950 di Yogyakarta. Bersamaan dengan itu, pemerintah mengubah status
Universitas Gadjah Mada menjadi Universitas negeri sesuai dengan PP
No.37/1950 yang dibentuk bagi golongan nasionalis.
Berdasarkan perkembangan-perkembangan itulah dan pertimbanganpertimbangan lain yang bersifat akademis, pada tanggal 24 Agustus 1960,
presiden mengeluarkan PP No.11 yang menggabungkan PTAIN dan AIDA

14

menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Sejak itulah secara berturut-turut di
beberapa wilayah propinsi Indonesia berdiri IAIN sebagai sarana bagi masyarakat
Muslin untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Munculnya gagasan pendirian
perguruan tinggi islam seperti IAIN/STAIN tidak terlepas dari kesadaran kaum
muslim yang dilatarbelakangi berbagai faktor. Pertama, untuk mengakomodasi
kalangan yang tidak memiliki kesempatan melanjutkan ke Timur Tengah. Kedua,
keinginan untuk mewujudkan lembaga pendidikan islam sebagai kelanjutan
pesantren dan madrasah.
Studi Islam pada UIN, IAIN, STAIN ataupun yang swasta, mengalami
dinamika perkembangan yang cukup menarik dan berbagai inovasi. Disini,
diperlukan dosen ahli (expert) dalam bedah ilmu bantu, seperti Sosiologi Agama,
Filosofi Agama, Psikologi Agama, dan sebagainya. Beberapa IAIN/STAIN telah
mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu
(interdisipliner), tidak hanya ilmu-ilmu keagamaan, tetapi mencakup ilmu-ilmu
eksakta, social, humaniora, dan lain-lain. Di samping itu, beberapa IAIN/STAIN
telah membuka beberapa program seetudi umum, dan bahkam fakultas umum.
IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta, IAIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta,
IAIN Sunan Gunung Djati di Bandung, IAIN Alauddin di Makassar, dan STAIN
Malang di Jawa Timur, telah lebih maju mengembangkan berbagai disiplin ilmu
daripada IAIN/STAIN lainya di Indonesia. Studi Islam interdisipliner di beberapa
IAIN/STAIN tersebut mendorong lembaga-lembaga tersebut menjadi Universitas,
yang mempelajari bukan hanya ilmu agama, sebagaimana yang dikesani orang
selama ini, tetapi juga ilmu-ilmu umum (profan).

15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.

Studi islam sebagai sebuah praktek sesungguhnya sudah berlangsung
semenjak awal pertiumbuhan islam, yakni pada masa hidup Nabi
Muhammad Saw.

2. Hampir sama dengan yang terjadi di Barat , studi Islam di negerinegeri Timur Tengah juga bervariasi.
3. Studi Islam di Indonesia sebenarnya berlangsung cukup lama. Namun
demikian format, orientasi, dinamika dan perembangannya terus
berkembang,
B. Saran
Demikian pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga
pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca.
Dan kami pun berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan
dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terima kasih.

16

DAFTAR RUJUKAN
http://mas-azzam.blogspot.com/2014/03/makalah-metodologi-study-islam.html
https://www.academia.edu/4990108/Resume_Pengantar_Studi_Islam
http://niamspot.blogspot.com/2011/10/perkembangan-study-islam-di-timur.html
Bustamam-Ahmad, Kamaruzzaman, Islam Historis, Yogyakarta:Galang Press,
2002
Muchtar, Aflatun, Arah Baru Studi Islam Di Indonesia, Yogyakarta:Ar-Ruzz
Media, 2013
Na’im, Ngainun, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Gre Publising, 2011
Nanji, Azim, Peta Studi Islam,Yogyakarta:Fajar Pustaka Baru, 2003
Supiana, Metodologi Studi Islam, Jakarta:Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Kementrian

Agama RI, 2012