Fenomena Sosial Masyarakat Perkotaan studi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang

yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama
dalam satu komunitas yang teratur.

1.2

Definisi Masyarakat
Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti


“kawan”. Kata "Masyarakat" berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya
“bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran
hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh
unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian
besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubunganhubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang
interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat
digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
1

Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan
komunitas manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat
itu merupakan jaringan perhubungan antara berbagai individu. Dari segi
pelaksanaan, masyarakat adalah sesuatu yang dibuat atau tidak dibuat oleh
kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains
sosial.
Istilah society datang daripada bahasa Latin societas yang berarti hubungan

baik dengan orang lain. Sedangkan istilah societas sendiri diambil dari socius
yang berarti teman, maka makna masyarakat itu adalah berkaitan erat dengan apa
yang dikatakan sosial. Ini bermakna tersirat dalam kata masyarakat bahwa ahliahlinya mempunyai kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat
selalu digunakan untuk menggambarkan rakyat sebuah negara.

1.3

Masyarakat Perkotaan
1.3.1 Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-

macam seperti pendapat beberapa ahli. Menurut Wirth, kota adalah suatu wilayah
yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen
kedudukan sosialnya. Sedangkan Max Weber berpendapat, bahwa kota
menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar
kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Dan seorang Dwight Sanderson
mendefinisikan kota sebagai tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau
lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyai ciri-ciri
mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau

lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.

2

1.3.2 Pengertian Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang
tidak tentu jumlah penuduknya. Tekanan pengertian "kota" terletak pada sifat serta
cirri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Antara warga
masyarakat pedesaan dan perkotaan, mereka mempunyai perbedaan dalam hal
perhatian, khususnya terhadap keperluan hidup.
Di desa, biasanya yang diutamakan adalah perhatian khusus terhadap
keperluan utama kehidupan seperi hubungan-hubungan yang memperhatikan
fungsi pakaian, rumah, dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan orang kota yang
sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup sehubungan dengan pandangan
masyarakat

sekitarnya.

Dalam cara menghidangkan


makanan

misalnya,

masyarakat kota tidak mau ribet dengan berbagai cara memasak, sehingga
kebanyakan mereka membeli makanan kaleng yang hanya butuh dihangatkan
beberapa menit saja atau bahkan membeli makanan cepat saji. Makanan serta cara
penghidangannya harus mampu menunjukkan kedudukan sosial penghidangnya.
Makanan

itu

harus

kelihatan

mewah,

begitu


juga

dengan

tempat

menghidangkannya yang harus terlihat mewah dan terhormat. Hal ini berbeda
dengan orang desa, dimana mereka memasak makanan sendiri tanpa memedulikan
apakah tamunya suka atau tidak. Bagi masyarakat desa, makanan menurut mereka
adalah suatu kebutuhan biologis. Sedangkan orang kota menganggap makan
sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial.
1.3.3

Ciri-ciri Masyarakat Kota

Menurut Talcott Parsons tipe masyarakat perkotaan di antaranya mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :

3


1. Netral Afektif
Masyarakat kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat rasionalitas
dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau
Association. Mereka tidak mau mencampuradukkan hal-hal yang bersifat
emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang
bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam
perasaannya.
2. Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya
sendiri, pada umumnya masyarakat di kota itu bukan orang yang mempunyai
hubungan kekeluargaan dengan kita. Oleh karena itu, setiap orang di kota terbiasa
hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk
individualistik.
3. Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu
pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk universalisme.
4. Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
5. Heterogenitas

Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat heterogen, artinya terdiri dari
lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.

4

Sementara itu, ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan
yang biasa kita jumpai , yaitu :
1. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan
karena memang kehidupan yang cenderung ke arah duniawi saja.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain (individualisme).
3. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan
mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih
banyak diperoleh warga kota.
5. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya
faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti
sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang
individu.
6. Perubahan-perubahan tampak nyata


di kota-kota, sebab kota-kota

biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Fenomena Sosial Masyarakat di Perkotaan
2.1.1 Jumlah anak jalanan, gelandangan dan pengemis (gepeng) yang makin

banyak.
Penyandang masalah sosial seperti gelandangan dan pengemis (gepeng) dan
pedagang asongan merupakan fenomena sosial yang tidak dapat dihindarkan
keberadaannya dari kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah
perkotaan. Selama ini, kebijakan yang sering diterapkan dalam menangani anak

jalanan adalah dengan mendirikan rumah singgah. Rumah singgah adalah konsep
pembinaan anak jalanan dengan cara melokalisir keberadaan mereka sehingga
tidak hidup secara liar dan meresahkan masyarakat sekitar. Namun keberadaan
rumah singgah sering tidak menyelesaikan persoalan. Banyak anak jalanan yang
bosan dengan program rumah singgah yang diterapkan oleh pemerintah daerah.
Mereka lebih merasa bebas dan nyaman dengan tetap hidup dengan cara mereka
sendiri.
Keterbatasan sumber daya aparatur pemerintah dan banyaknya masyarakat
yang masih bersimpati dengan cara memberikan sumbangan di persimpangan
jalan dan di tempat-tempat umum lainnya juga jadi kendala, serta adanya
kenyataannya bahwa penghasilan gelandangan, pengemis dan pedagang asongan
dengan meminta sedekah dan berjualan di jalanan lebih banyak daripada memiliki
usaha sendiri yang permanen. Gelandangan, pengemis dan pedagang asongan
mendapatkan uang tanpa ada usaha kerja keras namun melanggar norma yang
berlaku di masyarakat serta mengganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat.

6

Persoalan ini menjadi dilema bagi pemerintah karena di satu sisi pemerintah
melakukan pembinaan agar gepeng dan pedagang asongan tidak meminta-minta

dan berjualan di jalanan, namun di sisi lain masyarakat memberikan sedekah di
jalanan dan membeli sesuatu dari pedagang asongan tersebut, dan bahkan kegiatan
gelandangan dan pengemis dilaksanakan melalui eksploitasi oknum-oknum
tertentu untuk mencari keuntungan.

2.1.2 Perilaku Menyimpang Masyarakat Migran Pemukiman Kumuh
di Perkotaan
Pengaruh pertambahan penduduk di lingkungan perkotaan terhadap
kehidupan masyarakat, dapat bersifat positif bersifat negatif. Yang paling banyak
disoroti oleh para perencana kota adalah pengaruh negatif pertambahan penduduk,
antara lain terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum
area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah
perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku
menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Disamping
itu, Mc Gee (1971) memandang bahwa perpindahan penduduk ke kota sering
mengakibatkan urban berlebih yang pada akhirnya menimbulkan banyak masalah
yang berhubungan dengan pengangguran, ketidakpuasan di bidang sosial dan
ekonomi.
Peristiwa ini cenderung menimbulkan kesulitan tersendiri, terutama bagi
penduduk yang datang dari pedesaan. Hal ini terjadi antara lain karena adanya

perbedaan struktur sosial antara desa dan kota. Adanya perbedaan nilai budaya
dan nilai kemasyarakatan yang dialami penduduk pendatang, mengakibatkan
hilangnya norma yang dapat dijadikan standar dalam mencapai tujuan
perpindahannya ke kota. Keadaan ini biasanya ditandai dengan ditinggalkannya
kebiasaan yang lama dan mulai menginjak pada kebiasaan yang baru.

7

Penduduk kota yang semakin membengkak ini sudah barang tentu akan
menyebabkan timbulnya berbagai kerawanan sosial di perkotaan. Para migran dari
desa ketika pertama kali datang ke kota akan mengalami kesulitan-kesulitan, baik
dalam memperoleh prasarana hidup di kota, maupun bebab psikologis yang
dihadapi terhadap lingkungan perkotaan. Terjadinya benturan dari kebiasaan lama
ke kebiasaan baru yang pada akhirnya menimbulkan krisis identitas yang
merupakan manifestasi dari ketiadaan norma (anomie), yakni kesenjangan antara
ditinggalkannya norma tradisional yang mereka hayati sewaktu tinggal di desa
dengan diterimanya norma baru di kota. Keadaan ini akan memudahkan para
migran melakukan perbuatan yang melanggar norma (perilaku menyimpang)
ataupun terjerumus ke dalam tindakan-tindakan kejahatan (Nasikun, 1980).
Pada umumnya kaum migran semakin terjebak ke dalam keadaan kehidupan
perekonomian yang semakin memburuk. Ketidak berhasilan dalam perjuangan
usaha untuk memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan hidup ini semakin
mendorong terbentuknya sikap anomie sebagai akibat dari keputusasaan dan
kehilangan pegangan hidup bagi kaum migran. Anomie terjadi karena tujuan yang
sudah ditentukan semula dengan persiapan modal, keterampilan dan berbagai cara
yang dianggap dapat diandalkan, ternyata tidak dapat diwujudkan. Kecuali itu
karena motivasi untuk mencapai sukses terlalu tinggi yang tidak seimbang dengan
kemampuan persaingan dan kerja keras.
Kaum migran biasanya tidak sanggup dan bahkan gagal dalam usaha
mencapai kemajuan, kesejahteraan dan kepuasaan yang diharapkan di tengahtengah kehidupan perkotaan yang komplek penuh dengan persaingan dengan
modal kejujuran dan kebenaran. Akibatnya adalah menimbulkan dorongan baru
bagi kaum migran untuk mengubah, mencari dan mengadopsi cara-cara baru yang
dianggap dapat mencapai keberhasilan, kendatipun harus melanggar norma-norma
sosial atau tujuan-tujuan budaya dan cara-cara ilegal lainnya.
Ada beberapa jenis penyimpangan perilaku yang sering terjadi di lokasi
permukiman, diantaranya adalah membuang sampah disembarang tempat, corat8

coret tembok, tamu menginap tidak melapor, enggan membuat KTP, mabukmabukan dan skandal dengan sesama jenis, begadang sambil menyanyi keras
hingga larut malam dan menggoda para wanita pejalan kaki.

2.1.3 Fenomena Perilaku Meminta-Minta Dengan Tragedi Pembagian
Zakat.
Di zaman yang serba sulit ini banyak orang yang mengalami situasi yang
tidak mereka inginkan. Dimana faktor keterbatasan ekonomi menjadi alasan
utama untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak semestinya mereka
lakukan. Pencurian, penyalahgunaan narkoba menjadi mata pencaharian yang
paling instant yang mereka pilih. Mengapa? Karena mereka tidak membutuhkan
waktu lama untuk dan modal yang besar.
Di jalan-jalan kita sering melihat banyak orang yang terkena depresi,
mungkin itu disebabkan oleh tekanan ekonomi yang membelit mereka. Yang
paling membuat kita trenyuh adalah soal pembagian zakat yang akhir-akhir ini
membawa korban. Coba bayangkan mereka berebut uang sebesar Rp 10.000,
sembako, dan entah barang apa saja yang dibagikan saudagar-saudagar kaya di
luar sana dengan mempertaruhkan nyawa mereka. Setiap melihat berita di televisi
masalah pembagian zakat ini, tayangan berita itu pasti mencantumkan berapa
korban yang jatuh, terinjak, pingsan, bahkan meninggal dalam acara tersebut. Ini
mungkin dikarenakan oleh faktor kurangnya lapangan pekerjaan ataupun
kurangnya pendidikan mereka sehingga mereka tidak bisa mendapatkan
pekerjaan, dimana kebutuhan mereka banyak sehingga jiwa mereka tidak bisa
menerima itu semua dan mengakibatkan mereka depresi. Hal ini menjadi PR bagi
pemerintah, bagaimana menerapkan kebijakan publik untuk membuat rakyat
negeri ini menjadi lebih baik mentalnya.

9

2.1.4 Iklan Konsumtif Pada Saat Lebaran
Semua kalangan masyarakat dimanapun merasa perlu menyambut dan
merayakan yang namanya Lebaran ini dengan caranya masing-masing. Maka
telah menjadikan Lebaran sebagai sebuah momentum meningkatnya konsumsi
masyarakat terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok (primer) dan terutama adalah
pada kebutuhan non primer (sekunder dan tersier). Anggapan dan penilaian bahwa
yang namanya Idul Fitri adalah serba baru telah menggiring masyarakat menjadi
bersifat konsumtif disaat Lebaran datang.
Tawaran diskon dan potongan harga serta yang dinamakan cuci gudang
benar-benar menyihir masyarakat untuk melakukan peningkatan konsumsi yang
luar biasa sewaktu menyambut yang namanya Lebaran ini. Baju-baju didiskon di
mall-mall. Sepatu dan sendal ditawarkan potongan harga. Pernak-pernik perhiasan
diberikan harga khusus. Bahkan yang namanya handphone keluaran baru juga
dibandrol dengan harga murah. Objek-objek wisata menawarkan perlakuan dan
harga tiket masuk khusus sewaktu hari Lebaran tiba.
Akan tetapi bagaimana dengan sembako (kebutuhan bahan pangan). Apakah
untuk komoditas ini juga ada perlakukan yang menggiurkan masyarakat?
Jawabnya adalah tidak. Bahkan harga cenderung naik berlipat-lipat. Kebutuhan
yang dicap sebagai kebutuhan primer diwaktu Lebaran menjelang justru dibandrol
dengan harga yang melangit. Demikian pula dengan jasa transportasi. Semua
butuh dan semua pasti mau beli dengan harga berapapun sebab ini kebutuhan
pokok manusia.
Lalu sebenarnya berapa perputaran uang yang ada di masyarakat serta
tingkat konsumsi sewaktu Lebaran tiba itu? Ada salah satu penelitian menarik
yang dilakukan di kawasan Solo Raya oleh sebuah media massa di tahun 2008
lalu bahwa ternyata perputaran uang menjelang Lebaran (H-5) mencapai 10
kalinya dari perputaran uang biasanya. Artinya ini ada 10 kali peningkatan
konsumsi masyarakat dari tingkat konsumsi masyarakat Solo Raya selain
10

Lebaran. Entah bagaimana metodologi riset ini, karena saya hanya kaumbiasa
maka saya hanya bisa melihat hasilnya yang cukup fantastis itu. Dan hanya bisa
membuat analogi, jika per orang di hari biasa hanya mengkonsumsi sate kambing
1 piring maka di hari Lebaran dia akan mengkonsumsi 10 piring. Begitukah?
2.1.5 Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja sangat dipengaruhi oleh keluarga walaupun faktor
lingkungan juga sangat berpengaruh. Faktor keluarga sangatlah penting karena
merupakan lingkungan pertama, lingkungan primer. Apabila lingkungan keluarga
tidak harmonis yaitu mengalami hal-hal seperti keluarga broken home yang
disebabkan perceraian, kebudayaan bisu, dan perang dingin serta kesalahan
pendidikan akan berpengaruh kepada anak yang dapat menimbulkan kenakalan
remaja. Bagaimanapun kenakalan remaja harus dilakukan pengendalian karena
apabila berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan pada kehidupannya pada
masa yang akan datang. Selain dari pihak keluarga pengendalian kenakalan
remaja juga harus dilakukan dari lingkungan remaja tersebut.

2.1.6 Menurunnya Nasionalisme Bangsa di Era Reformasi
Kebangkitan Nasional mempunyai arti yang sangat penting dan strategis.
Penting dan strategis karena secara internal kita sedang dalam perjalanan
reformasi, yang dinamikanya di samping telah membuka berbagai pintu harapan,
tetapi juga sekaligus pintu kerawanan. Sementara secara eksternal hantaman
gelombang globalisasi yang mendunia mudah menghanyutkan apa pun dan siapa
pun yang tidak kokoh berakar dalam jati dirinya.
Nilai-nilai intrinsik dan nilai-nilai fundamental bangsa yang selama ini
menjadi landasan bangunan kebangsaan dan kenegaraan kita seakan tiada
bermakna lagi karena terlalu silau dengan nilai-nilai baru yang belum tentu sesuai
dengan karakter dan kultur bangsa Indonesia.

11

Perbedaan-perbedaan yang muncul tidak saja sebatas perbedaan pandangan,
tetapi juga mengarah pada perbedaan ideologi dan bahkan juga benturan fisik.
Perubahan yang mewarnai era global menunjukkan bahwa bentuk ancaman
terhadap dunia mengalami transformasi dari perang berskala besar menjadi
konflik berintensitas rendah. Konflik berintensitas rendah berkembang dalam
bentuk terorisme, vandalisme, penjarahan, konflik kesukuan, konflik agama, dan
pertikaian sosial.
Dalam bentuknya yang baru, penjajahan tidak selalu berupa penguasaan
teritorial dengan kekerasan bersenjata, tetapi menciptakan ketergantungan dengan
memainkan potensi konflik yang ada melalui perang informasi dan perang
ekonomi.
Nasionalisme

Indonesia

dibangun

dengan

prinsip

mengutamakan

kebersamaan dan hak kolektif. Karena hanya dengan kebersamaan dan
kolektivitas, potensi konflik akibat keanekaragaman suku, agama, ras, dan adat
istiadat dapat dicegah dan dieliminasi. Tanpa itu, sulit rasanya terwujud Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke. Dalam keadaannya yang demikian, keanekaragaman merupakan sebuah
”potensi” berharga yang telah terbingkai oleh founding fathers kita dalam sesanti
”Bhinneka Tunggal Ika” yang ruh sesungguhnya tidak lain dari persatuan dan
kesatuan.
Persoalan mendasar yang harus menjadi pemahaman bersama bahwa setiap
masa membawa tantangannya sendiri. Penjajahan dalam bentuknya yang halus
hadir bersama gelombang pasang globalisasi, yaitu bergulirnya suatu proses
transformasi berbagai dimensi kehidupan sosial yang mengarah kepada satu pusat
budaya kosmopolitan dengan mendesakkan uniformitas secara universal.
Secara perlahan, tetapi pasti, proses universalisasi ini mengikis batas-batas
identitas individu dan negara secara hampir bersamaan melalui liberalisasi
ekonomi dan demokratisasi di tingkat global maupun nasional. Dampak nyata
12

yang kita rasakan adalah adanya kecenderungan menguatnya sikap konsumerisme
dan individualisme, serta mereduksi semangat kolektivitas yang memunculkan
gejala penolakan terhadap konsep persatuan dan kesatuan sebagai sebuah dogma.
Jika tantangan yang harus kita hadapi memang demikian, tidak ada jalan
lain untuk menghadapinya kecuali dengan revitalisasi dan reaktualisasi
kebangsaan dan nasionalisme kita.
Kekuatan nasionalisme harus kita perkokoh lagi dengan melepaskan sikap
individualistis,

egoistis,

hedonistis,

dan

konsumeristis

yang

mengoyak

kebersamaan, toleransi, semangat gotong royong, dan musyawarah mufakat yang
selama ini menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Tentu kita tidak ingin kehilangan
keindonesiaan kita

13

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Masalah sosial di perkotaan adalah pertambahan penduduk yang tidak

terkendali, tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat kota dengan lingkungan
di sekitar itu rendah sekali sehingga berdampak sangat besar. Di sini hukum rimba
pun berlaku dimana yang kuat yang berkuasa dan yang lemah pasti akan tertindas.
Tidak ada lagi yang namanya tepo seliro. Terjadilah kesenjangan sosial yang
menyebabkan ketidakseimbangan dalam kehidupan perkotaan. Dimana orang
hanya akan memperdulikan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang lain
lagi.

3.2

Saran-saran
Menurut saya, untuk fenomena sosial yang ada di masyarakat sekarang

terletak pada pemerintah kota sendiri. Bagaimana mau menangani kota tersebut.
Apakah kota tersebut mau di jadikan kota komersial atau kota budaya atau kota
industri. Sehingga karakteristik kota tersebut ada. Kota dianggap dapat memenuhi
kebutuhan semua orang karena berbeda dengan desa.

14

Dokumen yang terkait

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Penetapan awal bulan qamariyah perspektif masyarakat Desa Wakal: studi kasus Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengeha, Ambon

10 140 105

Citra IAIN dan Fakultas Dakwah pada komunitas publiknya: studi FGD terhadap sepuluh komunitas sekitar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3 53 125

Implementasi Program Dinamika Kelompok Terhada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur

10 166 162

Peranan Hubungan Masyarakat (Humas) Mpr Ri Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014

4 126 93

Strategi Public Relations Radio Cosmo 101.9 FM Bandung Joged Mania Dalam Mempertahankan Pendengar Melalui Pendekatan Sosial

1 78 1

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84