ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELANGGARAN KO

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KODE ETIK PEMBUATAN
AKTA NOTARIS DI LUAR WILAYAH JABATAN NOTARIS

TRIA MONITA
8111416020
NOMOR URUT 34
ROMBEL 003

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup yang paling sempurna dikarenakan adanya
keistimewaan dibanding makhluk hidup lainnya yaitu akal pikiran. Semakin
berkembangnya zaman jumlah manusia kian berkembang. Perkembangan ini
ternyata memunculkan masalah yang disebabkan tingkah manusia itu sendiri.
Untuk itu para ilmuwan mencetuskan hukum yang diharapkan dapat
membantu manusia dalam menyelesaikan masalahnya.

Menurut isinya hukum dibagi menjadi dua yaitu hukum publik dan hukum
privat1. Hukum perdata merupakan salah satu hukum yang digolongkan
sebagai hukum privat2. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hukum
perdata ialah hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara yang
satu dengan warga negara yang lain.3
Hukum mengenai perikatan merupakan salah satu jenis hukum yang diatur
dalam hukum perdata. Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata.
Sumber adanya suatu perikatan ada dua macam yaitu perjanjian dan undangundang4.
Perikatan dari perjanjian merupakan perikatan yang paling sering dilakukan
oleh subjek hukum baik orang maupun badan hukum. Perjanjian yang
dilakukan oleh subjek sering menimbulkan adanya sengketa seperti
wanprestasi. Sengketa ini kadang tak dapat diselesaikan melalui jalur non
litigasi dan harus diselesaikan secara litigasi melalui pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan membutuhkan adanya alat
bukti untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Dalam Hukum Perdata alat
bukti yang dibuktikan terlebih dahulu dan mempunyai pembuktian paling kuat
adalah alat bukti surat. Dalam perjanjian akta otentik merupakan alat bukti
1 C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka, 1986.hlm. 75
2 Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2014.hlm. 2
3 Djaja S. Meliala. Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Bandung:Nuasa Aulia, 2012.hlm. 1

4 Achmad Busro. Hukum Perikatan Berdasar Buku III KUH Perdata. Semarang:Pohon Cemara,
2011.hlm. 6

surat yang posisinya paling tinggi. Akta otentik merupakan akta yang dibuat
dan ditandatangani di hadapan pejabat yang berwenang. Dalam hal ini pejabat
yang berwenang adalah Notaris.
Notaris dan produk aktanya dapat dimaknai sebagai upaya negara untuk
menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi anggota masyarakat.
Mengingat dalam wilayah hukum privat/perdata, negara menempatkan notaris
sebagai pejabat umum yang berwenang dalam hal pembuatan akta otentik,
untuk kepentingan pembuktian/alat bukti5.
Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh negara, bekerja juga untuk
kepentingan negara, namun demikian Notaris bukanlah pegawai sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, sebab ia tidak menerima gaji
dan hanya menerima honorarium atau fee dari klien. 6 Jumlah fee yang
dibayarkan kepada Notaris biasanya berbeda antara Notaris yang satu dengan
yang lainnya. Dalam penentuan fee, Notaris harus mematuhi peraturan dalam
Kode Etik bahwa Notaris dalam menetapkan honorarium atau fee tidak boleh
di bawah honorarium yang ditetapkan oleh perkumpulan.
Dalam menjalankan kewajibannya sebagai pejabat umum, Notaris harus

memiliki satu kantor di tempat kedudukannya. Penentuan tempat kedudukan
Notaris ditentukan oleh negara melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Kemenkum HAM). Setelah ditetapkannya wilayah kedudukan
Notaris berkewajiban untuk melaksanakan tugasnya di tempat kedudukannya.
Wilayah kedudukan Notaris hanya mecakup suatu kabupaten/kota. Sedangkan
wilayah jabatannya mencakup suatu provinsi.
Sesuai dengan Pasal 17 huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris “Notaris
dilarang menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya”. Hal ini juga
dipertegas dengan Pasal 3 ayat (8) Kode Etik Notaris mengenai Kewajiban
“Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan
tugas jabatan sehari-hari”.
5 Sulistiyono, Tesis: “Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Notaris Oleh Dewan
Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Di Kabupaten Tangerang”(Semarang, Universitas Diponegoro,
2009), xi-xii.
6 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum. Jakarta:Sinar Grafika, 1993.hlm 34

Menurut Lumban Tobing, Notaris berwenang sepanjang mengenai tempat
dimana akta dibuat, maksudnya disini setiap Notaris ditentukan wilayah
jabatannya seusia dengan tempat kedudukannya. Kewenangan Notaris hanya

membuat akta di wilayah jabatannya. Akta yang dibuat diluar wilayah
jabatannya kekuatan hukumnya sama dengan akta dibawah tangan7.
Jika Notaris melanggar larangan yang ada dalam UUJN maupun Kode Etik
Notaris dapat dijatuhi sanksi berupa pemberhentian sementara sesuai dengan
Pasal 9 ayat (1) point d “melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan
larangan serta kode etik Notaris”. Jadi, Notaris harus membuat akta Notaris di
dalam wilayah jabatannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
yang akan dibahasa, sebagai berikut:
1. Apa saja jenis instrumen hukum yang mengatur mengenai kode etik
Notaris?
2. Bagaimana proses penyelesaian pelanggaran kode etik “pembuatan akta
notaris di luar wilayah jabatan Notaris”?
3. Apa saja kelemahan dari kode etik Notaris mengenai pembuatan akta
notaris di luar wilayah jabatan Notaris?
4. Bagaimana pembaharuan kode etik Notaris mengenai pembuatan akata
notaris di luar wilayah jabatan Notaris?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai sebagai

berikut:
1. Untuk mengetahui instrumen hukum yang mengatur mengenai kode
etik Notaris.
2. Untuk mengetahui proses penyelesaian pelanggaran kode etik
“pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatan Notaris”.
3. Untuk mengetahui kelemahan dari kode etik Notaris mengenai
pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatan Notaris.
4. Untuk mengetahui pembaharuan kode etik Notaris
pembuatan akata notaris di luar wilayah jabatan Notaris

7 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris,Jakarta:Erlangga,1996.hlm. 49-50

mengenai

BAB II
PEMBAHASAN
A. Instrumen Hukum Kode Etik Profesi Notaris
Notaris merupakan pejabat publik yang memiliki kewenangan untuk
membuat akta otentik. Notaris sudah dikenal sejak Zaman Republik der
Verenigde Naderlan, masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17dengan

adanya Oost Indische Compagnie di Indonesia. Tanggal 27 Agustus 1620
diangkat Notaris pertama di Indonesia, yaitu Melchione Kerchem yang
berkedudukan di Jakata.8
Keberadaan Notaris di Indonesia kini kian “menjamur”. Kebanyakan
Notaris juga merangkap menjadi PPAT. Hal ini kadang menjadikan
masyarakat kebingungan dalam membedakan antara Notaris dan PPAT,
8 Rahmad Hendra, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Penghadapnya
Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru”Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 1, 2009, hal.5.

bahkan tak jarang yang menganggap Notaris dan PPAT merupakan profesi
yang sama. Untuk itu definisi Notaris menurut Pasal 1 ayat angka (1) UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, diuraikan sebagai
berikut:
“Notaris adalah pejabat umum yag berwenang untuk membuat akta autentik
dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”

Suatu profesi membutuhkan adanya organisasi khusus sebagai wadah
diskusi dan pengaturan profesi tersebut. Notaris sebagai profesi hukum juga
mempunyai organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Tidak hanya
sebagai wadah diskusi, INI juga membuat produk hukum yang mengatur
profesi hukum. Produk hukum yang di buat oleh INI salah satunya mengenai

Kode Etik Notaris.
Kode etik merupakan aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan
dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan
yang secara logika rasional umum common sense dinilai menyimpang dari
kode etik.9 Selain yang diatur dalam INI kode etik Notaris juga diatur dalam
berbagai instrumen hukum, sebagai berikut:
1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie 9stb 1860:3) sebagaimana
diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101.
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil
Notaris Sementara dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 1954 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia (TLNRI) Nomor 700.
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung,
dalam lembaran Negara republik Indonesia (LNRI) Tahun 1985 Nomor
73, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomoe 3316.
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, dalam
Lembaran Negara Indonesia (LNRI) Tahun 1986 Nomor 20.


9 Simorangkir,Etika, Jakarta:Cipta Manunggal, 2001.hlm. 12.

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 34, dan Tambahan
Negara Nomor 4379.
7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Pertama
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
9. Keputusan bersama Mahkamah Agng dan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor KMA/006/SKB/VII/1987.
B. Proses Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik “Pembuatan Akta Notaris di Luar
Wilayah Jabatan”
Ketidakprofesionalan Notaris sering mengabaikan peraturan undangundang Kode Etik profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar baik
sebagai individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam
organisasi profesi disamping sifat manusia yang konsumeristis dan nilai
imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan, atas dasar
faktor-faktor tersebut maka dapat diinventarisasi alasan-alasan mendasar
mengapa profesional cenderung mengabaikan dan bahkan melannggar kode
etik, antara lain:10
1. Pengaruh Sifat Kekeluargaan;

2. Pengaruh Jabatan;
3. Pengaruh Konsumerisme; dan.
4. Karena Lemah Iman.
Suatu pelanggaran kode etik tidak serta merta langsung dijatuhi sanksi.
Harus dilakukan proses pemeriksaan terhadap pelanggaran tersebut. Sesuai
dengan Kode Etik Notaris, proses penyelesaian suatu pelanggaran kode etik
sebagai berikut:
1. Pengawasan (Pasal 7)
a. Pada tingkat Kabupaten/Kota oleh Pengurus Daerah dan Dewan
Kehormatan Daerah.
b. Pada tingkat Provinsi oleh Pengurus Wilayah dan Dewan Kehormatan
Wilayah.
c. Pada tingkat Nasional oleh Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan
Pusat.
10 Muhammad Abdulkadir, Etika Profesi Hukum,Jakarta:CV Citra Aditya Bakti,2001.hlm. 83-84.

2.

Fakta Dugaan Pelanggaran (Pasal 8)
Dewan Kehormatan mencari fakta atas dugaan Pelanggaran Kode Etik

oleh anggota perkumpulan atas prakarsa sendiri atau atas pengaduan

3.

secara tertulis dari anggota perkumpulan.
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi (Pasal 9)
a. Dewan Kehormatan setelah menemukan fakta pelanggaran kode etik,
paling lambat 14 hari harus memanggil anggota yang diduga
melakukan pelanggaran. Jika tidak hadir dipanggil kembali 14 hari,
sampai pemanggilan yang tiga.
b. Jika sampai panggilan ketiga tidak hadir Dewan Kehormatan akan
tetap bersidang dan menentukan keputusan berupa penjatuhan sanksi.
c. Jika anggota tidak terbukti melakukan Pelanggaran, maka anggota
tersebut dipulihkan namanya dengan Surat Keputusan Dewan
Kehormatan yang memeriksa.
4. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Banding (10)
a. Diajukan maksimal 30 hari setelah penerimaan Surat Keputusan
penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan.
b. Diajukan secara tertulis kepada Dewan Kehormatan
Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dijatuhi sanksi apabila


terbukti melakukan pelanggaran tersebut. Sanksi terhadap pelanggaran diatur
dalam Pasal 6 Kode Etik Notaris dan Pasal 85 UUJN, yaitu:
a. Teguran
b. Peringatan
c. Pemberhentian sementara dari keanggotaan perkumpulan
d. Permberhentian dengan hormat dari keanggotaan perkumpulan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
Dari sanksi-sanksi yang telah disebutkan di atas, pelanggaran terhadap
pelanggaran kode etik pembuatan akta Notaris di luar wilayah jabatannya
yang merupakan larangan bagi Notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 17
ayat (1), sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan Pasal 9 ayat (1) pint (d),
yaitu:
“Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
d.melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta kode
etik Notaris.”

Jadi sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan terhadap
Notaris yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik berupa pembuatan
akta notaris di luar wilayah jabatannya adalah pemberhentian sementara.
C. Kelemahan Kode Etik Mengenai Pembuatan Akta Notaris Di Luar Wilayah
Jabatan
Dalam penyusunan suatu isntrumen hukum atau aturan tidak dapat
dipungkiri akan adanya suatu kelemahan. Kelemahan tersebut dapat
ditimbulkan

karena

kesalahan

saat

penyusunan

maupun

kurangnya

pengetahuan mengenai bidang yang disusun peraturannya. Hal tersebut juga
terjadi terhadap Kode Etik Notaris. Berdasarkan Kode Etik yang ada, dapat
dilihat bahwa Kode Etik yang mengatur mengenai pembuatan akta Notaris di
luar wilayah jabatan, sebagai berikut:
 Sanksi yang diberikan kurang tegas. Dalam suatu pelanggaran
pemberian sanksi yang tegas memang diperlukan agar memberikan
efek jera. Sanksi dalam pelanggaran kode etik dirasa kurang tegas,
karena hanya berupa teguran. Untuk sanksi pembuatan akta di luar
wilayah jabatan memang cukup untuk memberikan efek jera bagi
pelakunya.
 Sulitnya mendeteksi pelanggaran. Pembuatan akta yang masuk
ranah privat mempersulit Dewan Kehormatan dalam melakukan
penyelidikan

untuk

mengumpulkan

barang

bukti

yang

membuktikan seorang Notaris bersalah.
D. Pembaharuan Kode Etik Notaris Mengenai Pembuatan Akta Notaris di Luar
Wilayah Jabatan
Hukum merupakan ilmu yang dinamis, setiap saat mengalami perubahan
seiring dengan perkembangan zaman. Untuk itu hukum positif yang ada lama
kelamaan tidak lagi cocok diterapkan. Selain itu, suatu peraturan hukum perlu
diperbaharui karena adanya hal-hal yang belum diatur dalam peraturan
tersebut dan hal tersebut dirasa perlu dan penting dalam penegakkan hukum.
Idealnya suatu peraturan harus dilakukan penyesuaian setiap sepuluh tahun
sekali agar tetap relevan dengan keadaan yang ada dimasa sekarang. Kode

Etik Notaris juga perlu dilakukan perubahan. Mengenai kode etik larangan
pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatan, perlu dilakukan pembaharuan,
sebagai berikut:
 Penambahan sanksi administratif terhadap Notaris yang membuat
akta notaris di luar wilayah jabatan.
 Pendaftaran akta yang telah dibuat kepada negara melalui
Kemenkum HAM.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk
membuat akta otentik sebagai sebuah alat bukti yang memiliki pembuktian
paling kuat dalam hukum perdata. Profesi Notaris dalam pelaksanaannya
diatur dalam suatu instrumen khusus yaitu Kode Etik Notaris. Meskipun telah
diatur tetap terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris. Pelanggaran ini
perlu ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum bagi warga negara.
B. Saran
Instrumen hukum atau suatu aturan harus dilakukan suatu perubahan agara
tetap relevan dengan zaman yang ada. Hal ini dilakukan agar tidak ada
kesesatan yuridis di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Busro,Ahmad. 2011. Hukum Perikatan Berdasarkan Buku III
KUHPerdata.Semarang:Pohon Cemara.
Kansil, C.S.T.1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka
Meliala, Djaja.2012.Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Bandung: Nuasa Aulia
Lubis, Suhrawardi.1993.Etika Profesi Hukum.Jakarta:Sinar Grafika
Muhammad, Abdulkadir.2014.Hukum Perdata Indonesia.Bandung:PT Citra Aditya
Bakti
---------------------------.2001. Etika Profesi Hukum.Jakarta: CV Citra Aditya Bakti.
Simorangkir. 2001. Etika.Jakarta: Cipta Manunggal
Tobing, G.H.S. Lumban.1996.Peraturan Jabatan Notaris.Jakarta:Erlangga.
JURNAL
Rahmad Hendra, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang
Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru”Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3 No. 1, 2009, hal.5.
SKRIPSI/ TESIS/ DISERTASI
Sulistiyono, Tesis: “Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Notaris
Oleh Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Di Kabupaten
Tangerang”(Semarang, Universitas Diponegoro, 2009), xi-xii

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26