Pengaruh penggantian konsentrat dengan tepung roti afkir terhadap performan kelinci lokal jantan

PENGARUH PENGGANTIAN KONSENTRAT DENGAN TEPUNG ROTI AFKIR TERHADAP PERFORMAN KELINCI LOKAL JANTAN

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh : Stephanus Hascaryo Pamungkas

H0502023

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGARUH PENGGANTIAN KONSENTRAT DENGAN TEPUNG ROTI AFKIR TERHADAP PERFORMAN KELINCI LOKAL JANTAN

yang dipersiapkan dan disusun oleh

STEPHANUS HASCARYO PAMUNGKAS

H0502023

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 29 Januari 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Ir. YBP. Subagyo, MS

Wara Pratitis SS, S.Pt, MP NIP. 19480314 197903

Ir. Eka Handayanta, MP

NIP. 19641208 118903 1001 NIP. 19730422 200003 2001 1001

Surakarta, 29 Januari 2010

Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1003

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Penggantian Konsentrat dengan

Tepung Roti Afkir terhadap Performan Kelinci Lokal Jantan”. Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Ir. YBP. Subagyo, MS dan Bapak Ir. Eka Handayanta, MP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Bapak Ir. YBP. Subagyo, MS sebagai dosen penguji I, bapak Ir. Eka Handayanta, MP, dan ibu Wara Pratitis SS., S.Pt., MP sebagai dosen penguji III.

5. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan dan semangatnya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak yang membacanya.

Surakarta, Januari 2010

Penulis

iii

DAFTAR TABEL

1. Kebutuhan nutrien kelinci masa pertumbuhan............................

18

2. Kandungan nutrien bahan pakan .................................................

3. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan (% dasar BK ) 18

4. Rerata konsumsi pakan kelinci lokal jantan selama penelitian (gram/ekor/hari) ..........................................................................

23

5. Rerata pertambahan bobot badan harian kelinci lokal jantan Selama Penelitian (gram/ekor/hari) ............................................ 24

26

6. Rerata konversi pakan kelinci lokal jantan selama penelitian ....

7. Rerata feed cost per gain kelinci lokal jantan selama penelitian (Rp/kg) ........................................................................................

28

DAFTAR GAMBAR

1. Saluran pencernaan kelinci .........................................................

2. Grafik rerata konsumsi pakan kelinci selama penelitian (g/ekor/hari) ................................................................................

24

3. Grafik rerata pertambahan bobot badan harian kelinci selama penelitian (g/ekor/hari) ...............................................................

26

27

4. Garfik rerata konversi pakan selama penelitian ..........................

5. Grafik rerata biaya pakan (feed cost per gain) selama penelitian (Rp/kg). .......................................................................................

28

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis variansi rerata konsumsi bahan kering kelinci lokal jantan (g/ekor/hari)) ....................................................................

35

2. Analisis variansi rerata Pertambahan bobot badan harian kelinci lokal jantan (g/ekor/hari) ............................................................

37

39

3. Analisis variansi rerata konversi pakan kelinci lokal jantan .....

41

4. Perhitungan Feed cost per gain ..................................................

43

5. Temperatur lingkungan kandang selama penelitian....................

45

6. Denah kandang kelinci selama penelitian ..................................

46

7. Hasil Analisis Laboratorium .......................................................

PENGARUH PENGGANTIAN KONSENTRAT DENGAN TEPUNG ROTI AFKIR TERHADAP PERFORMAN KELINCI LOKAL JANTAN RINGKASAN

Stephanus Hascaryo Pamungkas H0502023

Daging merupakan salah satu produk peternakan yang bermanfaat bagi manusia karena mempunyai kandungan asam amino yang lengkap bagi perkembangan dan pertumbuhan tubuh. Ternak kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang dapat menghasilkan daging berkualitas tinggi dengan kandungan protein hewani yang juga tinggi. Pakan merupakan faktor yang penting dalam pemeliharaan kelinci. Meskipun mempunyai nilai gizi yang tinggi, penggunaan konsentrat kurang ekonomis karena harganya relatif mahal. Roti afkir merupakan bahan pakan potensial, tersedia sepanjang waktu, murah karena sebagai limbah dan masih mengandung nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Roti afkir merupakan pilihan alternatif sebagai bahan pakan untuk ternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian konsentrat dengan tepung roti afkir dalam ransum terhadap performan kelinci lokal jantan. Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Nusa Indah Baru 3 no. 12 perumahan Wahyu Utomo Palur dan laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, penelitian berlangsung selama 8 minggu dari 29 April 2008 sampai

22 Juni 2008, dengan menggunakan 24 ekor kelinci lokal jantan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan empat perlakuan (P0, P1, P2, P3), dan enam ulangan dan tiap-tiap ulangan terdiri dari satu ekor kelinci. Ransum yang diberikan berupa hijauan (rumput lapangan) dan Konsentrat (BR1) dengan perbandingan 60 : 40 pemberian berdasarkan Bahan Kering (BK). Perlakuan yang diberikan adalah penggantian sebagian konsentrat BR1 dengan tepung roti afkir (TRA), masing-masing adalah sebagai berikut: P0 : Rumput Lapangan 60 % + Konsentrat 40% (100% BR1); P1 : Rumput Lapangan

60% + Konsentrat 40% (87,5% BR1 + 12,5% TRA); P2 : Rumput Lapangan 60% + Konsentrat 40% (75% BR1 + 25% TRA); P3 : Rumput Lapangan 60% + Konsentrat 40% (62,5% BR1 + 37,5% TRA). Parameter yang diambil meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan feed cost per gain .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan (P0, P1, P2, P3) rata-rata untuk konsumsi pakan 82,13; 81,20; 87,18; dan 81,39 gram BK/ekor/hari, pertambahan berat badan harian 9,05; 8,63; 13,25; dan 8,98 gram/ekor/hari, konversi pakan 7,98; 7,69; 7,08; dan 9,38, dan nilai feed cost per gain Rp. 20.652,37; Rp. 18.910,93; Rp. 14.805,55; dan Rp. 17.442,61. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggantian konsentrat dengan tepung roti afkir dalam ransum tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap performan kelinci lokal jantan. Sedangkan pada taraf 25% dari total konsentrat dalam ransum (10% dari total ransum) dapat menekan nilai feed cost per gain.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa penggantian konsentrat dengan tepung roti afkir sampai taraf 37,5 % (15 % dari total ransum) tidak memberikan pengaruh terhadap performan kelinci lokal jantan, namun pada taraf subtitusi 25% (10% dari total ransum), dapat menekan nilai feed cost per gain, sehingga sebagian konsentrat dalam ransom dapat digantikan oleh tepung roti afkir yang mempunyai harga yang lebih murah.

Kata kunci: kelinci lokal jantan, performan, tepung roti afkir

INFLUENCE OF SUBSTITUTION CONCENTRATE WITH WASTE BREAD MEAL TO THE MALE LOCAL RABBIT PERFORMANCE SUMMARY

Stephanus Hascaryo Pamungkas H0502023

Meat is one of the farm products that are beneficial to humans because it has amino acids that complete the development and growth of the body. Livestock rabbit is one type of livestock that can produce high quality meat with animal protein content is also high. The feed is an important factor in the maintenance of rabbits. Despite having a high nutritional value, use of concentrates less economical because the price is relatively expensive. Waste bread is a potential feed ingredient, available at all times, cheaper because of the waste and still contain nutrients that can be utilized by livestock. Waste bread is an alternative choice as a feed ingredient for livestock.

This research aims to determine the effect of concentrated use waste bread meal in the ration of performance of local male rabbits. The research was conducted at Jl. Nusa Indah Baru 3 no. Wahyu Utomo 12 Palur housing and laboratory test results of Food Technology and Agricultural Technology Faculty of Agriculture Gadjah Mada University, research lasted for 8 weeks from April

29 th 2008 until June 22 2008, by used 24 male local rabbits. The design used is Complete Random Design (CRD) oneway classification with four treatments (P0,

th

P1, P2, P3), and six replications and each replications consist of one male local rabbit. Rations are given in the form of green (grass field) and Concentrates (BR1) with a ratio of 60: 40 ratings under BK. The treatment given is the replacement part of BR1 concentrate with waste bread meal, respectively, are as follows: P0: native Grass 60% + concentrate 40% (100% BR1); P1: native grass 60% + 40% (87.5 % 12.5% BR1 + waste bread meal); P2: native grass 60% + concentrate 40% (BR1 + 75% 25% waste bread meal); P3: native grass 60% + concentrate

40% (62.5% BR1 + 37.5% waste bread meal). Parameters taken include the feed consumption, daily body weight gain, feed conversion and feed cost per gain.

The results showed that each treatment (P0, P1, P2, P3) for the average feed consumption 82.13; 81.20; 87.18, and 81.39 grams of BK / head / day, daily weight gain 9.05; 8.63; 13.25 and 8.98 grams / head / day, feed conversion 7.98; 7.69; 7.08 and 9.38, and the value of feed cost per gain of Rp. 20,652.37; Rp. 18,910.93; Rp. 14,805.55; and Rp. 17,442.61. The results of variance analysis showed that the substitution of concentrates with waste bread meal in the ration was not affected (P> 0.05) against the performance of male local rabbits. While the level of 25% of the total concentrate in the ration (10% of the total ration) can suppress the value of feed cost per gain.

The conclusion to be drawn from this research is that the use of concentrates with waste bread meal degree of 37.5% (15% of total ration) did not give effect to the performance of local male rabbits, but the level of use 25% (10% of total ration), can depress the value of feed cost per gain. So concentrates can be replaced by waste bread meal that have cheaper prices.

Keywords: male local rabbits, performance, waste bread meal

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sub sektor peternakan merupakan salah satu sub sektor penghasil bahan pangan sumber protein hewani. Kebutuhan akan protein hewani dapat tercukupi dengan mengkonsumsi produk peternakan seperti daging, telur, dan susu. Daging merupakan salah satu produk peternakan yang bermanfaat bagi manusia karena mempunyai kandungan asam amino yang lengkap bagi perkembangan dan pertumbuhan tubuh.

Ternak kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang dapat menghasilkan daging berkualitas tinggi dengan kandungan protein hewani yang juga tinggi. Rasanya enak, tidak diharamkan agama, dan kandungan

lemaknya rendah. Menurut Kartadisastra (1997 b ), dibandingkan dengan ternak sapi, domba/kambing, babi dan ayam, daging kelinci memiliki kandungan

protein yang lebih tinggi dan kandungan lemak yang rendah. Protein kelinci adalah 21% (sapi 20%; domba/kambing 18%; ayam 19,5%; dan babi 17%) dan kandungan lemak kelinci hanya 8% sedangkan lemak sapi 12%; domba/kambing 14%; ayam 12% dan babi 21%.Kandungan kolesterolnya juga rendah yaitu 1,39 mg/kg (Sarwono, 2003). Kelinci lokal dengan kisaran bobot badan antara 1,8 – 2,1 kg mampu menghasilkan karkas 42 – 50% (Sitorus et al., 1982).

Kelinci mudah dipelihara serta dalam pemeliharaannya hanya membutuhkan modal yang sedikit (Blakely dan Bade, 1998). Selain itu dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan skala besar untuk komersial. Pakan merupakan faktor yang penting dalam pemeliharaan kelinci. Menurut Sarwono (2003), pakan untuk kelinci dipilih yang disukai ternak, mudah didapat, dapat tersedia setiap saat secara kontinyu dan nilai ekonomisnya relatif murah. Kandungan nutrien pakan cukup sesuai untuk kebutuhan hidup kelinci dan tidak bersaing dengan kepentingan manusia. Menurut Basuki dan Ngadiyono (1982) bahwa bahan pakan yang dapat dimakan oleh kelinci antara Kelinci mudah dipelihara serta dalam pemeliharaannya hanya membutuhkan modal yang sedikit (Blakely dan Bade, 1998). Selain itu dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan skala besar untuk komersial. Pakan merupakan faktor yang penting dalam pemeliharaan kelinci. Menurut Sarwono (2003), pakan untuk kelinci dipilih yang disukai ternak, mudah didapat, dapat tersedia setiap saat secara kontinyu dan nilai ekonomisnya relatif murah. Kandungan nutrien pakan cukup sesuai untuk kebutuhan hidup kelinci dan tidak bersaing dengan kepentingan manusia. Menurut Basuki dan Ngadiyono (1982) bahwa bahan pakan yang dapat dimakan oleh kelinci antara

Pada dasarnya pakan kelinci terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan diberikan sebanyak 60-80% dan sisanya 20-40% berupa konsentrat (Whendarto dan Madyana, 1983). Hijauan sebagai pakan utama dapat dipilih dari tanaman yang cepat tumbuh dan sayuran yang kaya vitamin dan mineral (Subroto,1980). Rumput lapangan merupakan salah satu hijauan yang biasa digunakan untuk pakan kelinci. Rumput lapangan mempunyai kandungan nutrien antara lain 8,2% protein kasar, 31,8% serat kasar, 0,3% lemak kasar (Sutardi, 1981). Penggunaan konsentrat mempunyai protein yang lebih efektif untuk pertambahan berat badan (Sitorus et al., 1982). Protein pakan sangat mempengaruhi pembentukan daging (Anggorodi, 1990), sedangkan lemak tubuh selain dipengaruhi oleh kandungan lemak juga dipengaruhi oleh karbohidrat dan protein pakan (Tillman et al., 1998).

Meskipun mempunyai nilai gizi yang tinggi, penggunaan konsentrat kurang ekonomis karena harganya relatif mahal. Oleh karena itu perlu dicari bahan pakan alternatif lain yang lebih murah, ketersediaan cukup, tidak bersaing dengan manusia, dan pemanfatannya sebagai bahan pakan belum dilakukan secara maksimal.

Roti afkir merupakan produk dari industri pembuatan roti yang sudah tidak laku dijual karena sudah mendekati batas akhir masa kadaluarsa (expire), dan merupakan roti yang tidak lolos uji kelayakan untuk dipasarkan. Roti afkir mengandung nutrien yang masih dapat dimanfaatkan oleh ternak dengan memperhatikan komponen bahan penyusunnya. Bahan penyusun roti afkir antara lain tepung terigu, margarin, bumbu, vanili, gula, telur dan iodium. Menurut Parakkasi (1999) roti sisa pabrik mengandung protein kasar (PK) 10%; serat kasar (SK) 1%; bahan kering (BK) 91%; lemak kasar (LK) 11% energi (DE) 4,82 Mkal/kg. Dengan demikian roti afkir merupakan bahan pakan potensial, tersedia sepanjang waktu, murah karena sebagai limbah dan masih mengandung nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Roti afkir merupakan pilihan alternatif sebagai bahan pakan untuk ternak.

Berdasarkan dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang penggantian konsentrat dengan tepung roti afkir terhadap performan kelinci lokal jantan.

B. Perumusan Masalah

Pakan merupakan faktor yang penting dalam pemeliharaan kelinci Pakan yang disediakan harus dapat mencukupi kebutuhan pokok hidup, pertumbuhan dan produksi. Kebutuhan pakan ternak kelinci dapat dipenuhi dari hijauan sebagai pakan utama dan konsentrat sebagai pakan tambahan. Dalam peternakan kelinci konsentrat berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi pakan terutama konsentrat komersil yang kualitas gizinya lebih baik, akan tetapi harganya relatif lebih mahal. Oleh karena itu perlu dicari bahan pakan konsentrat alternatif lain yang murah, tersedia cukup, tidak bersaing dengan manusia, dan pemanfaatannya sebagai bahan pakan belum maksimal.

Roti afkir merupakan produk dari industri pembuatan roti yang sudah tidak laku dijual karena sudah mendekati batas akhir masa kadaluarsa (expire), dan merupakan roti yang tidak lolos uji kelayakan untuk dipasarkan. Roti afkir mengandung nutrien yang masih dapat dimanfaatkan oleh ternak dengan memperhatikan komponen bahan penyusunnya. Roti afkir mempunyai bahan penyusun yaitu tepung terigu, gula, margarin, telur, vanili, garam iodium, dan bumbu. Dengan demikian roti afkir diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pakan pengganti yang potensial, tersedia sepanjang waktu, murah karena sebagai limbah dan mengandung nutrien yang dibutuhkan oleh ternak.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka diharapkan sebagian konsentrat dapat digantikan dengan tepung roti afkir dalam ransum kelinci lokal jantan tanpa berpengaruh pada performannya.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggantian konsentrat BR1 dengan tepung roti afkir terhadap performan kelinci lokal jantan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelinci

Kelinci termasuk jenis pseudo ruminant yaitu herbivora yang tidak mampu mencerna serat kasar dengan baik. Sistematika ternak kelinci sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Classis : Mamalia Sub Classis : Lagomorpa Familia : Leporidae Sub Familia : Lepus, Orictolagus Spesies : Lepus spp, Oritolagus spp (Sarwono, 2003).

Pertama kali kelinci masuk Jawa pada tahun 1835 dari India. Setelah itu terjadi pembauran dengan kelinci yang didatangkan dari Eropa (Sarwono, 1995). Jenis kelinci lokal berasal dari keturunan berbagai jenis kelinci yang didatangkan ke Indonesia, berat badannya mencapai 2-3 kg. Warnanya terdiri dari putih, hitam, coklat muda, belang atau campuran dari warna yang telah disebutkan (Subroto, 1980). Menurut Whendrato dan Madyana (1986) kelinci lokal mempunyai ciri-ciri keturunan kelinci Belanda (Dutch) dan atau kelinci New Zealand. Ciri-ciri tersebut muncul akibat kawin silang yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi, faktor pakan, faktor cuaca dan faktor pemeliharaan.

Kelinci lokal yang banyak dikenal adalah kelinci Jawa (Lepus negricollis ) dan kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri Schlegel). Kelinci Jawa masih banyak terdapat di hutan-hutan di daerah Jawa Barat. Pakan utamanya adalah rumput-rumputan, ranting-ranting, akar-akar serta kulit tumbuhan yang masih muda. Bulu pada punggung berwarna coklat perunggu agak kehitaman. Pada tengkuk, bahu dan telinganya berwarna hitam. Pada ekornya berwarna coklat jingga, tetapi kemudian akan berubah kehitaman Kelinci lokal yang banyak dikenal adalah kelinci Jawa (Lepus negricollis ) dan kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri Schlegel). Kelinci Jawa masih banyak terdapat di hutan-hutan di daerah Jawa Barat. Pakan utamanya adalah rumput-rumputan, ranting-ranting, akar-akar serta kulit tumbuhan yang masih muda. Bulu pada punggung berwarna coklat perunggu agak kehitaman. Pada tengkuk, bahu dan telinganya berwarna hitam. Pada ekornya berwarna coklat jingga, tetapi kemudian akan berubah kehitaman

Kelinci sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama di daerah pegunungan, sebagai penghasil pupuk kandang, pemenuhan gizi atau daging bagi keluarga dan di kota-kota sebagai ternak hias atau kesayangan (Whendrato dan Madyana, 1986). Kelinci adalah hewan herbivora termasuk binatang malam, oleh karena itu aktivitas hidup seperti makan, minum, kawin dan lain sebagainya dilakukan pada malam hari, maka bila hari menjelang malam, pakan atau minum harus disediakan (Ciptadi et al., 1998). Berdasarkan bobotnya, ternak kelinci dewasa dibedakan atas tiga tipe, yaitu tipe kecil, sedang dan berat. Kelinci tipe kecil berbobot badan antara 0,9 – 2,0 kg, tipe sedang 2,0 – 4,0 kg dan tipe berat 5,0 – 8,0 kg. Ras kelinci memiliki ukuran, warna dan panjang bulu, pertumbuhan dan pemanfaatan berbeda-beda antara satu dan lainnya (Sarwono, 2003).

Ternak kelinci mempunyai 2 jenis macam feses, yaitu feses normal yang biasa ditemukan di bawah sangkarnya, dan feses berbentuk lebih kecil dan lunak serta menggumpal. Feses lunak adalah feses yang tidak mengalami pengabsorbsian di dalam usus, artinya berlalu dengan cepat dari caecum langsung ke anus, yang kemudian ternak kelinci akan mengkonsumsinya (coprophage) (Kartadisastra, 2001). Kelinci biasanya melakukan coprophagy fesesnya yang lunak (lembek) dan dimakan secara langsung dari anusnya. Feses tersebut berwarna hijau muda dan memiliki konsistensi lembek. Hal ini memungkinkan kelinci mampu memanfaatkan kerja bakteri di saluran pencernaan yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi energi yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulosa atau serat menjadi energi. Jadi sifat coprophagy menguntungkan bagi proses pencernaan, sedangkan feses yang dikeluarkan pada siang hari berwarna coklat dan mengeras ( Blakely dan Bade, 1998 ).

Menurut Kartadisastra (1997 b ) Produk yang dihasilkan dari pemeliharaan kelinci adalah daging, kulit, bulu dan kotoran. Kelinci

mempunyai kapasitas reproduksi dan tingkat pertumbuhan cepat serta mempunyai kapasitas reproduksi dan tingkat pertumbuhan cepat serta

rendah (Nugroho, 1982) dan Kartadisastra (1997 b ) menjelaskan bahwa struktur daging kelinci lebih halus dengan warna dan bentuk fisik yang

menyerupai daging ayam.

B. Sistem Pencernaan Kelinci

Pencernaan merupakan rangkaian proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan baik secara mekanik maupun kimia. Pencernaan pakan secara mekanik dilakukan dengan cara mastikasi dan kontraksi otot saluran pencernaan. Pencernaan pakan secara kimia dilakukan dengan bantuan zat- zat kimia, mikrobia dan enzim yang terdapat pada saluran pencernaan ternak. Pencernaan dimulai dengan memecah bahan pakan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana, sehingga dapat larut dan diabsorbsi melalui dinding saluran pencernaan dan masuk ke dalam peredaran darah untuk diedarkan ke seluruh bagian tubuh (Kamal, 1994). Lambung merupakan bagian paling penting dalam sistem pencernaan. Ransum masuk melalui kontraksi otot pada pylorus, kemudian dicerna dalam usus halus. Kelinci termasuk ternak pseudo ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar dengan baik. Kelinci memfermentasikan ransum di caecum (bagian pertama dari colon) yang kurang lebih merupakan 50 persen dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya. Walaupun mempunyai sekum yang besar, kelinci ternyata tidak mampu mencerna bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia (Sarwono, 2003).

Menurut Sandford (1996) yang disitasi Sanusi (2006), ransum yang tidak tercerna (serat kasar) masuk ke caecum dimana terdapat bakteri perombak yang akan mencernanya. Caecum merupakan organ yang sangat panjang Menurut Sandford (1996) yang disitasi Sanusi (2006), ransum yang tidak tercerna (serat kasar) masuk ke caecum dimana terdapat bakteri perombak yang akan mencernanya. Caecum merupakan organ yang sangat panjang

lambung

Gambar 1. Saluran pencernaan kelinci (Sarwono, 2003) Aktivitas mikrobia di dalam lambung ternak nonruminansia sangat

terbatas karena populasi bakteri relatif sedikit dan retensi pakan hanya sebentar dibandingkan ternak ruminansia. Hasil fermentasi dalam lambung (kuda, babi dan kelinci) terutama adalah asam laktat (Parakkasi, 1986).Menurut de Blas dan Wiseman (1998) kelinci adalah hewan yang unik, karena selain membutuhkan nutrien yang tinggi, kelinci juga membutuhkan terbatas karena populasi bakteri relatif sedikit dan retensi pakan hanya sebentar dibandingkan ternak ruminansia. Hasil fermentasi dalam lambung (kuda, babi dan kelinci) terutama adalah asam laktat (Parakkasi, 1986).Menurut de Blas dan Wiseman (1998) kelinci adalah hewan yang unik, karena selain membutuhkan nutrien yang tinggi, kelinci juga membutuhkan

Kelinci merupakan ternak pseudoruminant, dimana fermentasi pakan dilakukan di daalam (caecum) dan usus besarnya, yang kapasitasnya 50% dari seluruh saluran pencernaannya. Menurut Parker (1976) yang disitasi Sarwono (2003) bahwa asam-asam lemak terbang volatile fatty acid (VFA) hasil fermentasi mikrobia di dalam sekum diperkirakan menyumbang 30% kebutuhan energi untuk pemeliharaan tubuh. Kautson dkk. (1977) yang disitasi Sarwono (2003) menjelaskan bahwa populasi mikrobia yang terdapat di dalam caeum sangat aktif dalam memanfaatkan nitrogen dari urea darah yang masuk di dalam caecum. Menurut de Blase and Wiseman (1998) bahwa karakteristik sistem pencernaan kelinci yang penting adalah sekum dan kolon bila dibandingkan dengan ternak lain, karena adanya mikrobia yang penting untuk proses pencernaan dan penggunaan nutrien.

C. Pakan Kelinci

Menurut Tillman et al. (1998) bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Pakan, bila ditinjau dari segi nutrisi, merupakan unsur yang sangat menentukan pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ternak. Pemberian pakan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan nutrien ternak yang digunakan dalam proses metabolisme tubuh. Pakan komplit yang berbentuk pellet/butiran, biasanya tersusun dari 50 - 60% konsentrat dan 40 – 50% hijauan (Kartadisastra, 2001).

Pakan kelinci terdiri dari dua macam, yaitu pakan konsentrat dan pakan hijauan. Kandungan serat kasar dalam pakan konsentrat relatif rendah sehingga konsentrat mempunyai nilai kecernaan yang lebih tinggi dari hijauan. Bahan pakan konsentrat dapat terdiri dari biji-bijian (sereal). Pakan hijauan Pakan kelinci terdiri dari dua macam, yaitu pakan konsentrat dan pakan hijauan. Kandungan serat kasar dalam pakan konsentrat relatif rendah sehingga konsentrat mempunyai nilai kecernaan yang lebih tinggi dari hijauan. Bahan pakan konsentrat dapat terdiri dari biji-bijian (sereal). Pakan hijauan

Hijauan merupakan pakan pokok kelinci. Dalam peternakan semi intensif, umumnya hijauan diberikan sebesar 80% sedangkan 20% lainnya dalam bentuk kosentrat. Pemberian hijauan oleh peternak kelinci ada tiga golongan yakni : hijauan saja, diberi hijauan (60% - 80%) dan sisanya konsentrat (20% - 40%) serta konsentrat (lebih dari 60%) dan sisanya berupa hijauan. Hijauan yang biasa diberikan untuk kelinci antara lain daun kangkung, rumput lapangan, daun pisang, daun lamtoro, daun turi dan sebagainya (Whendrato dan Madyana, 1983). Hijauan mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi, sedangkan kandungan energi dan protein kasarnya rendah. Kandungan rumput lapangan adalah bahan kering (BK) 21,8%, protein kasar (PK) 6,7%, serat kasar (SK) 34,2% dan lemak kasar (LK) 1,8% (Siregar, 1994). Baik karbohidrat maupun lemak, keduanya dibutuhkan kelinci guna menghasilkan energi (tenaga). Kelebihan karbohidrat akan membantu pembentukan lemak di dalam tubuh sehingga kelinci menjadi gemuk. Pemberian konsentrat untuk sapi perah pada ternak kelinci yang dikombinasikan dengan rumput lapangan yang diberikan secara terpisah memberikan hasil yang bagus. Jumlah pemberian konsentrat pada setiap harinya adalah 50 gram setiap ekor untuk kelinci pertumbuhan dan penggemukan. Rumput lapangan diberikan secara ad libitum (Kartadisastra, 2001).

Konsentrat/pakan penguat produksi pabrik, kandungan proteinnya diperhitungkan dengan cermat. Demikian pula bila peternak akan menyusun ransum sendiri perlu memperhatikan kadar proteinnya di samping kadar zat lain yang dibutuhkan oleh kelinci. Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan, penggantian sel-sel yang rusak dan untuk berproduksi/berkembang biak (Whendrato dan Madyana, 1983). Peternakan kelinci secara intensif tidak hanya menggunakan hijauan sebagai pakan pokok, tetapi konsentrat dan biji-bijian diberikan sebagai pakan tambahan. Pakan hijauan dapat diberikan sekitar 60-80% dan sisanya konsentrat (Sarwono, 2003).

Menurut Whendrato dan Madyana (1983) menyatakan bahwa konsentrat berfungsi untuk meningkatkan gizi ransum agar sesuai dengan kebutuhan kelinci, mempermudah penyediaan ransum agar terutama pada daerah-daerah yang kekurangan atau kesulitan untuk mendapatkan hijauan. Banyaknya ransum yang diberikan pada kelinci tergantung jenis kelinci, bobot badan, dan umur kelinci. Pakan kelinci dewasa, rata-rata 120 - 180 gram per hari/ekor (Whendrato dan madyana, 1983).

D. Roti Afkir

Pada prinsipnya, roti dapat dibuat dari berbagai jenis tepung, seperti terigu, jagung, beras, garut, singkong, dan lain-lain. Namun dalam praktek, terigu merupakan bahan baku yang paling ideal untuk pembuatan roti. Komposisi roti tawar umumnya terdiri dari 57% tepung terigu, 36% air, 1,6% gula, 1,6% shortening (mentega atau margarin), 1% tepung susu, 1% garam dapur, 0,8% ragi roti (yeast), 0,8% malt dan 0,2% garam mineral (Astawan, 2004). Berdasarkan kadar proteinnya, terigu dibedakan atas terigu tipe kuat (hard wheat), tipe sedang (medium wheat) dan tip lemah (soft wheat ). Roti pada umumnya dibuat dari tepung terigu kuat, maksudnya tepung mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisistas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar, dan mengandung 12%- 13% protein (Astawan, 2004).

Roti afkir adalah roti yang diperoleh dari industri pembuatan roti dimana yang dimaksud roti afkir adalah roti yang tidak lolos uji kelayakan untuk dipasarkan, roti yang sudah tidak laku dijual dan mendekati batas akhir untuk dikonsumsi. Selama ini pemanfaatan roti afkir baru sebatas di bidang perikanan.

Bahan-bahan roti afkir mengandung nutrien yang dapat digunakan ternak dengan mamperhatikan komponen bahan penyusunnya. Bahan penyusun roti afkir yaitu tepung terigu, gula, margarin, telur, vanili, garam iodium, dan bumbu. Dengan demikian roti afkir merupakan bahan pakan Bahan-bahan roti afkir mengandung nutrien yang dapat digunakan ternak dengan mamperhatikan komponen bahan penyusunnya. Bahan penyusun roti afkir yaitu tepung terigu, gula, margarin, telur, vanili, garam iodium, dan bumbu. Dengan demikian roti afkir merupakan bahan pakan

Penggunaan roti afkir sebagai pakan broiler sampai level 40% sebagai pengganti jagung cenderung memperlihatkan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan yang lebih baik tanpa menimbulkan pengaruh negatif terhadap kematian (Pardjono (1983) yang disitasi oleh Subyanto (2003)). Lebih lanjut Subyanto melaporkan bahwa penggunaan roti afkir dalam pakan sampai level 40% tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan, konsumsi energi dan pertambahan bobot badan.

E. Konsumsi pakan

Ransum yang dikonsumsi oleh ternak harus dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi. Jika konsumsi energi berasal dari pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, menyebabkan penurunan berat badan (Mugiyono dan Karmada,1989). Konsumsi pakan merupakan faktor penting yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Dari pengetahuan tingkat konsumsi dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Tinggi rendahnnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak sendiri). Faktor eksternal meliputi temperatur lingkungan, palatabilitas pakan, konsentrasi nutrien pakan, bentuk pakan, sedangkan faktor internal meliputi selera, status fisiologi (umur, jenis kelamin dan kondisi tubuh),

bobot tubuh dan produksi (Kartadisastra, 1997 a ). Ternak yang mempunyai sifat dan kapasitas konsumsi pakan yang

tinggi, produksinya relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan ternak (yang sejenis) dengan kapasitas sifat dan konsumsi pakan rendah (Parakkasi, 1999). Banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh kelinci tergantung pula pada jenis kelinci, berat badan kelinci dan umur kelinci. Kelinci jenis sedang tinggi, produksinya relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan ternak (yang sejenis) dengan kapasitas sifat dan konsumsi pakan rendah (Parakkasi, 1999). Banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh kelinci tergantung pula pada jenis kelinci, berat badan kelinci dan umur kelinci. Kelinci jenis sedang

F. Pertambahan bobot badan

Pertumbuhan ternak biasanya dinyatakan dengan adanya perubahan bobot hidup, perubahan tinggi atau panjang badan. Pengukuran secara praktis adalah dengan melakukan penimbangan bobot badan. Makin tinggi kenaikan bobot badan per hari makin baik pertumbuhannya. Untuk dapat mencapai bobot badan optimal ditentukan oleh manajemen pada saat periode pertumbuhan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan manajemen. Dari faktor tersebut yang mempunyai pengaruh nyata adalah faktor pakan, karena bila pakan yang diberikan dapat menyediakan zat makanan yang sesuai dengan imbangan dan kebutuhannya, maka pertumbuhannya akan optimal. Kecepatan pertumbuhan ditentukan oleh jumlah pakan yang dimakan dan zat makanan yang dikonsumsi (Mugiyono dan Karmada, 1989). Nutrien berhubungan langsung dengan laju pertumbuhan serta komposisi tubuh ternak selama pertumbuhan. Energi yang tersedia dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pertumbuhan protein dan deposisi lemak. Pertumbuhan mencerminkan ketersediaan substrat untuk pemeliharaan dan batas-batas untuk pertumbuhan protein (Soeparno,1992)

Kecepatan pertumbuhan sangat ditentukan oleh jumlah nutrien yang dikonsumsi atau oleh mutu dan jumlah pakan yang dimakan (Mugiyono dan Karmada, 1989). Nugroho (1982), menyatakan bahwa kelinci mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif cepat, dalam waktu 56 hari mencapai berat badan 1,8 kg. Pertambahan bobot badan kelinci lokal yang ideal sebesar 4 – 21 gram per ekor per hari (Sangare, et al., 1992).

G. Konversi pakan

Menurut Kartadisastra (2001) konversi pakan adalah imbangan antara berat pakan yang diberikan dengan berat daging yang dihasilkan. Pada ternak kelinci jenis New Zealand White yang dipelihara untuk tujuan produksi daging imbangan yang dicapai adalah 3:1. Hal ini terhitung mulai dari saat ternak disapih hingga dipotong sampai umur 4 bulan. Konversi pakan yang terbaik diperoleh ketika berumur 2-3 bulan. Jadi, konversi pakan ini merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan untung rugi peternakan kelinci. de Blas dan Wiseman (1998), menyatakan bahwa konversi pakan merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan. Konversi pakan dapat dihitung dengan membagi antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dihasilkan. Sesuai dengan pendapat Anggorodi (1990), bahwa semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik efisiensi penggunaan pakannya.

Menurut Rasyaf (1994) konversi pakan merupakan pembagian antara konsumsi pada minggu itu dengan berat badan yang dicapai pada minggu itu. Konversi ransum digunakan sebagai pegangan berproduksi karena melibatkan bobot badan dan konsumsi pakan.

Konsumsi pakan merupakan salah satu indikator untuk menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik efisiensi penggunaan pakannya (Anggorodi,1990)

Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan kelinci yang diberi pakan secara ad libitum meliputi faktor dari kelinci yaitu berat potong dan sifat genetis. Dan faktor dari pakan, yang meliputi konsumsi energi, pakan tambahan dan sebagainya (de Blass dan Wiseman ,1998).

H. Feed Cost per Gain

Feed cost per gain adalah besarnya biaya pakan yang diperlukan ternak untuk menghasilkan 1 kg pertambahan bobot badan (gain) (Suparman, 2004). Feed cost per gain dinilai baik apabila angka yang diperoleh serendah mungkin, yang berarti dari segi ekonomi penggunaan pakan efisien. Untuk mendapatkan feed cost per gain rendah maka pemilihan bahan pakan untuk menyusun ransum harus semurah mungkin dan tersedia secara kontinyu atau dapat juga menggunakan limbah pertanian yang tidak kompetitif (Basuki, 2002 yang disitasi Fianti, 2004).

Feed cost per gain apabila dikaitkan dengan kurva pertumbuhan akan diperoleh angka feed cost per gain yang semakin tidak efisien. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya umur ternak, dan setelah ternak dewasa maka pertambahan berat badan menurun, padahal konsumsi pakan relatif tetap (Suparman, 2004).

Secara teknis angka konversi pakan sebenarnya sudah cukup untuk menilai sejauh mana kemampuan ternak dalam penggunaan pakan. Namun dari aspek ekonomi juga harus diperhatikan feed cost per gainnya (Cord dan Nesheim, 1973 yang disitasi Fianti, 2004).

HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa tepung roti afkir dapat digunakan untuk menggantikan sebagian konsentrat BR1 dalam ransum kelinci lokal jantan tanpa berpengaruh terhadap performannya.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang pengaruh penggamtian konsentrat dengan tepung roti afkir terhadap performan kelinci lokal jantan telah dilaksanakan di Jalan Nusa Indah Baru 3 No. 12 Wahyu Utomo RT 05 RW XIII Palur, Jaten, Kabupaten Karanganyar selama 2 bulan mulai 29 April 2008 sampai 22 Juni 2008.

Analisis bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Kelinci Kelinci yang digunakan adalah kelinci lokal jantan sebanyak 24 ekor umur 6 minggu (lepas sapih). Bobot badan rata-rata kelinci yang digunakan 700 ± 50g.

2. Pakan Pakan yang digunakan terdiri dari rumput lapangan, konsentrat BR1 produksi PT Japfa Comfeed Indonesia, dan tepung roti afkir (TRA). Kebutuhan nutrien kelinci, kandungan nutrien bahan pakan, susunan ransum dan kandungan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 1. Kebutuhan nutrien kelinci masa pertumbuhan Nutrien

DE (MJ/kg)

11 - 13

Serat kasar (%)

Lemak kasar (%)

Sumber : Whendarto dan Madyana (1983)

Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum Bahan pakan

LK Abu BETN

% BK

Rumput lapangan 1) 28,41 18,17 19,5 9,49 1,86 25,36 43,79 Konsentrat BR1 2) 89,50 13,44 2,59 22,47 6,04 5,62 63,28 Tepung roti afkir 3) 83,54 4,82 1,54 11,05 8,36 2,75 76,3

Sumber : Hasil Analisis Lab Uji THP, UGM (2008) 1. DE rumput lapang = {4340 – 68% (SK) } (4,2/1000)(NRC, 1981) 2. TDN = 77,07-0,75 (PK) + 0,07 (SK) (Tambunan et al.1997)

DE = TDN % . 44 (NRC,1981)

3. Parakkasi (1999)

Tabel 3. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan (% dasar BK)

Bahan Pakan Perlakuan

P2 P3 Rumput lapangan

P0

P1

60 60 60 60 Konsentrat BR1

40 35 30 25 Tepung roti afkir

Kandungan nutrien

Energi (DE)

15,42 14,99 Serat Kasar (SK)

12,63 12,58 Protein Kasar (PK)

13,54 12,97 Lemak Kasar (LK)

3,76 3,90 Harga (Rp/kg BK)

2567,64 2329,41 2091,18 1859,95 Sumber: Perhitungan berdasarkan tabel 2

3. Kandang dan peralatannya Penelitian ini menggunakan kandang sistem batrei dengan 24 sangkar berukuran (p x l x t) (0,5 x 0,4 x 0,5) m yang berisi 1 ekor kelinci tiap sangkarnya. Bahan yang digunakan untuk membuat kandang adalah bambu, dan kayu.

Peralatan kandang meliputi:

a. Tempat pakan dan tempat minum yang terbuat dari plastik sebanyak

24 buah dan ditempatkan pada tiap sangkar.

b. Termometer ruang untuk mengukur suhu dalam ruangan.

c. Timbangan yang digunakan yaitu timbangan digital dengan kapasitas

5 kg dengan kepekaan 1 gram untuk menimbang bobot kelinci, pakan dan sisa pakan.

d. Perlengkapan lain meliputi sapu untuk membersihkan kandang, ember untuk menyiapkan minum kelinci dan sabit untuk memotong rumput lapangan.

C. Persiapan Penelitian

1. Persiapan kandang Kandang dan semua peralatan sebelum digunakan dibersihkan dan disucihamakan dengan zat antiseptik kemudian dilakukan pengapuran pada dinding dan alas kandang dan setelah itu kandang disemprot dengan lisol dosis 10 ml/ 2,5 liter air. Tempat pakan dan minum dicuci hingga bersih kemudian direndam dalam antiseptik dengan dosis 15 ml/ 10 liter air, kemudian dikeringkan dan dimasukkan dalam kandang.

2. Pembuatan tepung roti afkir Roti afkir didapatkan dari industri pembuatan roti .Roti afkir disini adalah roti yang tidak lolos uji kelayakan untuk dipasarkan, roti yang sudah tidak laku dijual dan mendekati batas kadaluarsa. Kemudian roti tersebut diseleksi dari roti yang sudah berjamur sehingga roti yang akan diberikan adalah roti bebas jamur dan untuk selanjutnya dijemur. Roti yang sudah kering kemudian ditumbuk menjadi tepung kemudian dicampur dengan konsentrat.

3. Penentuan Petak Kandang Penentuan petak kandang dilakukan dengan cara mengelompokkan kelinci secara acak, kemudian dimasukkan satu persatu dalam tiap petak kandang dengan diundi.

D. Cara Penelitian

1. Macam penelitian Penelitian pengaruh penggantian konsentrat dengan tepung roti afkir terhadap performan pada kelinci lokal jantan merupakan penelitian eksperimental.

2. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan (P0, P1, P2, P3), setiap perlakuan diulang enam kali dan tiap ulangan berisi 1 ekor kelinci. Ransum yang diberikan berupa hijauan (rumput lapangan) dan Konsentrat (BR1) dengan perbandingan 60 :

40 berdasarkan BK. Perlakuan yang diberikan berupa penggantian sebagian konsentrat BR1 dengan tepung roti afkir (TRA), masing-masing ransum adalah sebagai berikut:

P0 : Konsentrat 40% (100% BR1) P1 : Konsentrat 40% (87,5% BR1 + 12,5% TRA) P2 : Konsentrat 40% (75% BR1 + 25% TRA) P3 : Konsentrat 40% (62,5% BR1 + 37,5% TRA)

3. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua tahap yaitu tahap adaptasi dan tahap koleksi data.

a. Tahap adaptasi berlangsung selama dua minggu. Tujuannya adalah agar kelinci beradaptasi terhadap pakan, kandang dan lingkungannya. Adaptasi pakan dilakukan dengan cara memberikan pakan perlakuan sedikit demi sedikit. Pakan diberikan berdasarkan bahan kering yakni 8% dari berat badan. Pemberian air minum secara ad libitum. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi hari pukul 08.00 wib dan pukul 15.00 wib. Konsentrat diberikan pada pagi hari. Hijauan berupa rumput lapang diberikan pada pagi hari dan siang hari.

b. Koleksi data dilakukan dengan menghitung dengan menimbang konsumsi pakan dan bobot badan. Konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan setiap harinya (kg/ekor/hari). Koleksi data bobot badan dilakukan selama delapan minggu dengan cara menimbang ternak kelinci tiap satu minggu sekali

4. Peubah Penelitian Peubah penelitian yang diamati meliputi :

a. Konsumsi Pakan (dalam BK) Konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang jumlah pakan yang diberikan, dikurangi dengan sisa pakan selama pemeliharaan dinyatakan dalam g/ekor/ hari

Konsumsi pakan = Pakan yang diberikan (%BK) – pakan yang tersisa (%BK)

b. Pertambahan bobot badan Pertambahan bobot badan merupakn selisih antara bobot badan awal dengan bobot badan akhir pemeliharaan dan dinyatakan dalam g/ ekor/ hari.

PBB = bobot akhir – bobot awal

Waktu penelitian

c. Konversi pakan Konversi ransum dihitung dengan cara membagi rata-rata konsumsi (bahan kering) dengan angka rata-rata pertambahan bobot badan.

Konversi pakan = Konsumsi pakan

PBB

d. Feed Cost per Gain Feed cost per gain adalah besarnya biaya pakan yang dikonsumsi ternak untuk menghasilkan 1 kg gain (pertambahan berat badan) dan dihitung dengan cara mengalikan nilai konversi pakan dangan harga pakan (Rp/kg).

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini yang meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan dianalisis variansi analisis berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah. Model matematika dari rancangan ini adalah:

Yijk =  + i + ij Keterangan: Yijk : Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j  : Rataan nilai dari seluruh perlakuan I : Pengaruh perlakuan ke-i

ij : Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke j (Yitnosumarto, 1993). sedangkan nilai feed cost per gain dilaporkan secara deskriptif.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsumsi Pakan (dalam BK)

Rerata konsumsi ransum dalam bahan kering pada kelinci lokal jantan selama penelitian adalah seperti disajikan pada tabel 4 : Tabel 4. Rerata konsumsi pakan kelinci lokal jantan selama penelitian (gram

/ekor/hari) Perlakuan

Rerata (Treatments)

Ulangan (Replications)

1 2 3 4 5 6 (Average) P0

X 94,42 81,39 Keterangan: x = mati (pada hari ke-38 karena sakit kembung) Rerata konsumsi pakan yang diperoleh selama penelitian untuk

masing-masing perlakuan terlihat P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 82,13; 81,20; 87,18; dan 81,39 gram/ekor/hari. Hasil analisis variansi konsumsi pakan (BK) menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini berarti penggunaan tepung roti afkir (TRA) sampai taraf 37,5% dari total konsentrat dalam ransum (15% dari total ransum), tidak mempengaruhi konsumsi pakan kelinci lokal jantan.

Pengaruh yang tidak nyata disebabkan karena penggantian konsentrat dengan tepung roti afkir tidak mempengaruhi palatabilitas pakan. TRA yang diberikan dalam bentuk, warna, dan tekstur yang hampir sama dengan konsentrat, sehingga pakan memiliki palatabilitas yang relatif sama dengan pakan kontrol, seperti yang dinyatakan oleh Parakkasi (1999) bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Palatabilitas tergantung pada bau, rasa dan kenampakan pakan. Palatabilitas pakan mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (Prawirodigdo et al., 1995). Palatabilitas pakan berhubungan dengan segi kepuasan terhadap suatu pakan dan banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh ternak (Sulistriyanti, 2000).

Rerata konsumsi pakan kelinci lokal jantan selama penelitian terlihat pada Gambar 1.

Subtitusi tepung roti afkir

Gambar 2. Grafik rerata konsumsi pakan kelinci selama penelitian dalam BK (g/ekor/hari)

Pengaruh yang tidak nyata juga disebabkan karena TRA yang digunakan dalam ransum sampai taraf 37,5% dari total konsentrat dalam ransum (15% dari total ransum), maka kandungan energi dan protein dalam ransum yang diberikan relatif sama, sehingga konsumsi pakan relatif sama Seperti dinyatakan oleh Anggorodi (1990) bahwa tingkat energi dan protein di dalam pakan menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi.

B. Pertambahan Bobot Badan Harian