Pengaruh suhu dan sumber inokulum terhadap produksi biogas dari limbah makanan pada perombakan anaerob

PENGARUH SUHU DAN SUMBER INOKULUM TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH MAKANAN PADA PEROMBAKAN ANAEROB

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh : Agus Purnomo NIM. M0404019

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan lingkungan hidup akhir-akhir ini yang sangat menonjol adalah pemanasan bumi (global), krisis energi, dan sampah atau limbah. Permasalahan ini secara umum diakibatkan oleh aktifitas manusia.

Pemanasan global atau dikenal dengan Global Warming adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Hal ini disebabkan karena tingkat pencemaran lingkungan, eksploitasi alam tanpa batas, pembakaran bahan bakar minyak berlebih dan penanganan limbah yang belum optimal. Kondisi ini menimbulkan beberapa dampak antara lain ketidakseimbangan ekosistem alam, meningkatnya gas rumah kaca seperti CO 2

dan CH 4 , rusaknya lapisan ozon dan lai sebagainya. Satu diantaranya efek dari ketidakseimbangan alam tersebut adalah mencairnya gunung es di kutub akibat panasnya suhu bumi (Pudja, 2007).

Lingkungan merupakan segala sesuatu disekitar kita yang terdiri dari faktor biotik dan abiotik serta dipengaruhi budaya manusia Isu lingkungan terutama pencemaran udara, pemanasan global, paradigma teknologi bersih dan zero waste telah mendorong peningkatan perhatian pada sumber-sumber energi yang terbarukan yang ramah lingkungan. Demikian pula kebutuhan energi masyarakat yang semakin meningkat dan harga bahan bakar minyak (fosil/energi tak terbarukan) yang membumbung tinggi menjadi salah satu upaya pemenuhan Lingkungan merupakan segala sesuatu disekitar kita yang terdiri dari faktor biotik dan abiotik serta dipengaruhi budaya manusia Isu lingkungan terutama pencemaran udara, pemanasan global, paradigma teknologi bersih dan zero waste telah mendorong peningkatan perhatian pada sumber-sumber energi yang terbarukan yang ramah lingkungan. Demikian pula kebutuhan energi masyarakat yang semakin meningkat dan harga bahan bakar minyak (fosil/energi tak terbarukan) yang membumbung tinggi menjadi salah satu upaya pemenuhan

Sejauh ini telah banyak langkah untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup tersebut, antara lain mengurangi kecenderungan dan ketergantungan teradap BBF (Bahan Bakar Fosil) secara bertahap dan terencana. Pengembangan sumber-sumber energi alternatif yaitu sumber energi baru dan terbarukan. Limbah berpotensi sebagai salah satu energi alternatif untuk menghasilkan biogas dengan alat digester (Mahajoeno, 2008). Menurut Sugiharto (1987) menjelaskan bahwa teknologi pengolahan limbah baik cair maupun padat merupakan kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.

Biomassa limbah sangat bermanfaat untuk menunjang program diversifikasi energi melalui pengurangan penumpukan sampah atau limbah, sementara perombakan anaerob memberikan nilai tambah, yaitu kontribusi energi terbarukan (biogas) juga pupuk cair/organik (Mahajoeno, 2008). Kerakteristik kimia, fisika dan biologi biomassa limbah organik atau bahan makanan baik limbah rumah makan, industri kerajinan tahu dan tapioka perlu diketahui dan ditingkatkan nilai tambahnya, di lain pihak pemanfaatan limbah merupakan upaya kemelimpahan residu organik dan potensi penghasil gas rumah kaca (Siswanto, et al , 2005). Untuk mengetahui efektifitas dari pengolahan limbah pangan dalam Biomassa limbah sangat bermanfaat untuk menunjang program diversifikasi energi melalui pengurangan penumpukan sampah atau limbah, sementara perombakan anaerob memberikan nilai tambah, yaitu kontribusi energi terbarukan (biogas) juga pupuk cair/organik (Mahajoeno, 2008). Kerakteristik kimia, fisika dan biologi biomassa limbah organik atau bahan makanan baik limbah rumah makan, industri kerajinan tahu dan tapioka perlu diketahui dan ditingkatkan nilai tambahnya, di lain pihak pemanfaatan limbah merupakan upaya kemelimpahan residu organik dan potensi penghasil gas rumah kaca (Siswanto, et al , 2005). Untuk mengetahui efektifitas dari pengolahan limbah pangan dalam

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan: Bagaimanakah pengaruh perbedaan sumber inokulum (metanogen) dan suhu terhadap produksi biogas dari limbah makanan pada perombakan anaerob?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh sumber inokulum terhadap produksi biogas yang terbaik dari limbah makanan.

2. Mengetahui pengaruh perbedaan suhu fermentasi di dalam biodigester tipe batch pada produksi biogas.

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara suhu dan sumber inokulum terhadap produksi biogas dari limbah makanan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai sumber metanogen yang lebih efektif dalam perombakan limbah untuk produksi biogas. Sebagai salah satu upaya untuk peningkatan sumber-sumber energi terbarukan. Mendukung kebijakan pemerintah di sektor energi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan energi masyarakat yang ramah lingkungan serta dapat mengurangi efek pencemaran sehingga mengurangi efek pemanasan global.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Permasalahan lingkungan

Lingkungan merupakan segala sesuatu disekitar kita yang terdiri dari faktor biotik dan abiotik serta dipengaruhi budaya manusia. Permasalahan lingkungan hidup yang menonjol adalah pemanasan bumi (global), krisis energi, dan sampah atau limbah. Manusia berperan sangat besar dalam menjaga keseimbangan alam. Kesuksesan perkembangan peradaban manusia menimbulkan resiko keseimbangan iklim bumi. Berbagai kasus pencemaran lingkungan yang terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah dari berbagai kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal ini disebabkan karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut belum mendapatkan perhatian yang serius. Sebenarnya, keberadaan limbah dapat memberikan nilai negatif bagi suatu kegiatan industri. Limbah tersebut biasanya langsung dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu karena penanganan dan pengolahannya membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga kurang mendapatkan perhatian dari kalangan pelaku industri, terutama kalangan industri kecil dan menengah (Sugiharto, 1987). Pencemaran limbah yang menghasilkan gas metana merupakan salah satu penyebab pemanasan global sehingga dikhawatirkan akan mengancam keseimbangan alam. Menurut Nurmaeni (2001), pemanasan global dan rusaknya lapisan ozon pada stratosfer bumi disebabkan terakumulasinya gas-gas rumah kaca dalam jumlah yang berlebihan. Temperatur rata-rata global naik sebesar

0.74°C selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan daripada lautan. Jumlah karbondioksida yang lebih banyak di atmosfer. Karbondioksida adalah penyebab paling dominan terhadap adanya perubahan iklim saat ini.

Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO 2 ) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Selain gas CO 2 , yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO 2 ), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2 ) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH 4 ) dan khloro fluoro karbon (CFC). Mekanisme terjadinya efek rumah kaca adalah sebagai berikut; Bumi secara konstan menerima energi, kebanyakan dari sinar matahari tetapi sebagian juga diperoleh dari bumi itu sendiri, yakni melalui energi yang dibebaskan dari proses radioaktif. Sinar tampak dan sinar ultraviolet yang dipancarkan dari matahari. Radiasi sinar tersebut sebagian dipantulkan oleh atmosfer dan sebagian sampai di permukaan bumi. Di permukaan bumi sebagian radiasi sinar tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diserap oleh permukaan bumi dan menghangatkannya (Anonim, 2008; Netsains, 2007).

Potensi metana untuk meningkatkan temperatur lebih tinggi dibandingkan dengan karbondioksida. Satu studi penelitian reaktifitas metana telah dilakukan, disimpulkan bahwa potensi pemanasan globalnya lebih dari 20 kali karbondioksida dan konsentrasinya pada atmosfer meningkat satu hingga dua persen per tahun (Netsains, 2007). Sementara itu, ternak-ternak dalam jumlah besar akan mengemisikan metana, begitu pula pertanian dan pembuangan limbah, Potensi metana untuk meningkatkan temperatur lebih tinggi dibandingkan dengan karbondioksida. Satu studi penelitian reaktifitas metana telah dilakukan, disimpulkan bahwa potensi pemanasan globalnya lebih dari 20 kali karbondioksida dan konsentrasinya pada atmosfer meningkat satu hingga dua persen per tahun (Netsains, 2007). Sementara itu, ternak-ternak dalam jumlah besar akan mengemisikan metana, begitu pula pertanian dan pembuangan limbah,

2. Limbah makanan

Sampah seringkali didefinisikan sebagai bahan atau material hasil produksi atau sisa konsumsi yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh atau nilai guna hilang karena barang tidak sesuai dengan peruntukan. Limbah seringkali digunakan untuk pengganti istilah kata sampah yang seringkali dibedakan menjadi limbah padat maupun limbah cair. Sampah rumah tangga dapat bersifat padat maupun cair, yang penyimpanan maupun pengumpulannya sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah tidak merugikan lingkungan dan mengganggu kesehatan penghuninya. Banyak cara pemusnahan sampah dari tingkat sederhana hingga yang menggunakan peralatan teknologi mutakhir agar tidak menimbulkan kerugian yang berarti baik kepada pembuangnya (manusia) maupun lingkungannya. Limbah biomassa berasal dari argoindustri, perternakan atau pabrik pengolahan hasil pertanian maupun limbah kota/domestik, umumnya mengandung konsentrasi bahan organik sangat tinggi. Bahan organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein, lemak dan selulosa atau ligno selulosa yang dapat didegradasi secara biologi. Limbah cair tersebut mengandung nitrogen, phospat dan natrium. Besar atau kecilnya pencemaran limbah organik diukur oleh

Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD) untuk limbah cair, sedangkan untuk yang berbentuk sludge atau lumpur diukur dengan Total Volatile Solid (TVS) (Jenie dan Winiati, 1993).

Limbah rumah makan bisa berasal dari dapur, yakni bagian dari sayuran dan bahan makanan lain yang tidak termasak dan memang harus dibuang, misalnya tongkol jagung, tangkai-tangkai sayuran dan lainnya. Bisa juga sisa makanan yang tidak habis dimakan tamu warung tersebut (Nugroho et al; 2007).

Sebuah proses biokonversi dipilih untuk mengolah limbah organik dari makanan. Kuncinya adalah untuk mendapatkan pH seimbang dan suhu yang tepat sehingga enzim dan mikroorganisme yang digunakan dapat bekerja maksimal (Riyadi, 2007). Limbah tinggi kandungan energi dan tinggi nitrogen mencakup tepung ikan, bungkil dan beberapa limbah sayuran (Anonim, 2008).

3. Batasan Biokonversi

Proses daur hidup di alam oleh semua makhluk hidup berlangsung melalui berbagai tahapan panjang yang dapat dibedakan menjadi dua arah yaitu : pembentukan (biosintesa) dan pemecahan (biolisa). Proses biologis pembentukan dan pemecahan ini disebut biokonversi. Teknologi konversi secara umum dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : pembakaran langsung (melalui

tungku/tanur), gasifikasi (hasil berupa gas CO 2 dan H 2 ), pirolisa (pengarangan) dan fermentasi (biogas/alkohol) (Judoamidjojo et al., 1989). Proses biokonversi adalah perubahan bentuk suatu bahan polimer atau produk biomassa menjadi berbagai jenis produk nabati maupun hewani berlangsung secara simultan, meskipun terdapat fluktuasi keseimbangan proses tungku/tanur), gasifikasi (hasil berupa gas CO 2 dan H 2 ), pirolisa (pengarangan) dan fermentasi (biogas/alkohol) (Judoamidjojo et al., 1989). Proses biokonversi adalah perubahan bentuk suatu bahan polimer atau produk biomassa menjadi berbagai jenis produk nabati maupun hewani berlangsung secara simultan, meskipun terdapat fluktuasi keseimbangan proses

4. Energi Biogas dan Teknologi Perombakan anaerob

Energi merupakan daya usaha yang dapat menggerakan sesuatu barang atau benda. Sumber energi utama bumi adalah sinar matahari/surya. Sebagian energi surya sendiri diserap secara alamiah menjadi misalnya energi hidro, energi angin, energi ombak dan energi kimiawi yang tersimpan pada tanaman. Terkadang lebih praktis dan ekonomis bagi manusia untuk memanfaatkan energi- energi sekunder ini ketimbang memanfaatkan energi surya secara langsung (Triwahyuningsih et al., 2006). Bahan bakar fosil dan nuklir suatu saat nanti akan habis. Di samping itu, krisis energi juga terjadi terutama karena pasokan tidak seiring dengan pemenuhan kebutuhan energi (konsumsi) bahkan penyusutan/kelangkaan produksi atau harga/biaya perolehannya semakin rumit dan mahal. Hal ini disebabkan oleh karena kebutuhan meningkat sesuai tingkat kesejahteraan maupun bertambahnya jumlah penduduk (Ariati, 2001).

UNFCCC 2007 di Nusa Dua, Bali, menegaskan bahwa di masa yang akan datang, penggunaan jenis bahan bakar fosil akan ditekan seminimal mungkin. Semakin sedikit penggunaan bahan bakar fosil, maka semakin ramah terhadap lingkungan. Salah satu strategi dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi yang lebih murah dan tersedia melimpah berupa bioenergi (biogas) sebagai energi terbarukan (Mahajoeno, 2008)

Tabel 1. Komposisi Biogas

Penjelasan

Persentase Metan

Rumus

CH 4 55-65% Karbondioksida

CO 2 36-45% Nirogen

N 2 0-3% Hidrogen

H 2 0-1% Oksigen

O 2 0-1% Hidrogen Sulfida

0-1%

Sumber : Energi Resources Development Series No. 19, Escap, Bangkok (Kadir, 1995) Penggunaan biogas sebagai energi alternatif tidak menghasilkan polusi, disamping berguna menyehatkan lingkungan karena mencegah penumpukan limbah sebagai sumber penyakit, bakteri, dan polusi udara. Keunggulan biogas adalah karena konstruksi digester sederhana, hemat ruang, awet, mudah perawatan dan penggunaannya, dan dihasilkan lumpur kompos maupun pupuk cair (Abdullah, 1991).

Gas metana (CH 4 ) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi (Tabel 1.3). Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakkan mesin dan sebagainya (Abdullah, 1991; GTZ, 1997; UN, 1980 dan Nurhasanah et al 2006). Sistem produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk dan

(d) produksi daya dan panas (Koopmans, 1998; UN, 1980; Yapp et al; 2005 dan Nurhasanah et al., 2006).

Energi biogas mengandung nilai kalori lebih dari bahan bakar lainnya, artinya akan lebih banyak panas yang dihasilkan untuk memasak dan lebih cepat proses masak tersebut. Dalam pemakaian biogas, bau akan limbah akan berkurang karena proses penguraian bahan organik yang berlangsung. Selain itu pencemaran karena asap seperti pada proses memasak dengan kayu sedikit saja terjadi.

Tabel 2. Nilai Kalori Biogas dan Bahan Bakar Lain

Bahan Bakar

Nilai Kalori (KJ/Kg)

Minyak Tanah

(Ginting, 2007). Bahan biogas dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran ternak (manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran ternak seperti sapi, kerbau, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil biogas dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al; 1978).

Teknologi perombakan anaerob merupakan salah satu bagian strategi pengelolaan limbah cair buangan industri yang cukup berdayaguna dan efektif (Bitton, 1999). Aplikasi Teknologi Digester Anaerob (TDA) yang lebih luas sekarang menjadi kebutuhan dalam usaha menuju pembangunan berkelanjutan Teknologi perombakan anaerob merupakan salah satu bagian strategi pengelolaan limbah cair buangan industri yang cukup berdayaguna dan efektif (Bitton, 1999). Aplikasi Teknologi Digester Anaerob (TDA) yang lebih luas sekarang menjadi kebutuhan dalam usaha menuju pembangunan berkelanjutan

Biogas diproduksi dibawah kondisi dekomposisi anaerobik melalui tiga tahap :

1. Hidrolisis : Mikrobia hidrolitik mendegradasi senyawa organik kompleks yang berupa polimer (lemak, protein, dan karbohidrat) menjadi monomernya yang berupa senyawa tak terlarut dengan berat molekul yang lebih ringan. Proses hidrolisis membutuhkan mediasi exo-enzim yang dieksresi oleh bakteri fermentatif . Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase. Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Said, 2006).

2. Pembentukan asam : bakteri pembentuk asam yang merombak senyawa- senyawa organik menjadi asam lemak volatile dan ammonia. Tahap ini dilakukan oleh berbagai kelompok bakteri, mayoritasnya adalah bakteri obligat anaerob dan sebagian yang lain bakteri anaerob fakultatif.

3. Pembentukan metana : bakteri pembentuk metana memanfaatkan asam-asam ini untuk membentuk metana (CH 4 ) (Veziroglu, 1991). Bakteri tersebut hanya mengkonsumsi asam format, asam asetat, methanol, hidrogen dan karbondioksida sebagai substrat.

Proses hidrolisis merupakan salah satu tahap proses yang sangat penting agar tidak terjadi kegagalan proses pada biodegradasi anaerob. Hidrolisis akan mempengaruhi kinetika proses keseluruhan karena tahap yang berlangsung paling Proses hidrolisis merupakan salah satu tahap proses yang sangat penting agar tidak terjadi kegagalan proses pada biodegradasi anaerob. Hidrolisis akan mempengaruhi kinetika proses keseluruhan karena tahap yang berlangsung paling

Proses perombakan anaerob bahan organik untuk pembentukan biogas dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, biotik dan abiotik. Faktor biotik berupa mikroorganisme dan jasad yang aktif di dalam proses ataupun mikroba dan jasad kehidupan diantara komunitas jasad. Faktor abiotik meliputi : substrat; kadar air bahan/substrat; rasio C/N dan P dalam bahan/substrat; suhu; kehadiran bahan toksik (unsur beracun); pH dan pengadukan (Wellinger, 1999).

Semua mikroorganisme memerlukan kondisi lingkungan tertentu untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga terdapat variasi persyaratan pertumbuhan untuk spesies yang berbeda antara lain waktu, Makanan, Kelembaban, Suhu, Oksigen (untuk yang aerob) (Sudaryati et al., 2007). Mikroorganisme memerlukan nutrient yang akan menyediakan energi, biasanya diperoleh dari substansi yang mengandung karbon, nitrogen untuk sintesis protein, vitamin dan yang berkaitan dengan faktor pertumbuhan, dan mineral (Sherrington, 1981).

Terdapat dua kelompok bakteri metanogen penting pada proses anaerob, yaitu metanogen hidrogenotrofik (menggunakan H/kemolitotrof) mengubah hidrogen dan CO 2 menjadi metana, dan metanogen asetotrofik (asetoklasik) metanogen pemisah asetat yang mengubah asetat menjadi metana dan CO 2 (Bitton, 1999). Suhu berpengaruh terhadap proses perombakan anaerob bahan organik dan

produksi gas. Pada kondisi karyofilik (5-20 0 C), proses perombakan berjalan rendah, kondisi mesofilik (25-40 0 C), perombakan berlangsung baik dan terjadi

percepatan proses perombakan dengan kenaikan suhu, serta kondisi termofilik

0 (45-65 0 C), untuk bakteri termofilik dengan perombakan optimal pada 55 C (NAS 1981, Bitton 1999).

Proses perombakan anaerob biasa berlangsung pada pH antara 6,6-7,6; bakteri metanogen tidak dapat toleran pada pH di luar 6,7-7,4 sedangkan bakteri non metanogen mampu hidup pada pH 5-8,5 (NAS, 1981). Praperlakuan kimia pada umumnya limbah cair memiliki derajat keasaman tinggi (< pH 5) dan

penambahan Ca(OH) 2 digunakan untuk meningkatkan pH limbah cair menjadi netral (Bitton, 1999). Sahirman (1994) mengungkapkan bahwa pengaturan pH awal dengan (CaCO 3 ) bersama pengadukan kontinu 100 rpm (tekanan 1 atm, suhu kamar) sangat berpengaruh terhadap total biogas yang dihasilkan selama 4 minggu fermentasi. Hal ini dikarenakan adanya intensitas kontak antara mikroorganisme dan substrat jauh lebih baik dan menghindari akumulasi padatan terbang ataupun padatan mengendap yang akan mengurangi volume keefektifan digester.

Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktifitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20 (Anonim, 2008). Konsentrasi substrat (rasio C:N) terkait kebutuhan nutrisi mikroba; homogenitas sistem dan kandungan air (padatan tersuspensi (SS), padatan total (TS), asam lemak volatile (VFA)) (Bitton, 1999).

Senyawa dan ion tertentu dalam substrat dapat bersifat racun, misalnya

senyawa dengan konsentrasi berlebihan ion Na + dan Ca > 8000 mg/l; K >

12000; Mg + dan NH

4 > 3000, sedangkan Cu, Cr, Ni dan Zn dalam konsentrasi rendah dapat menjadi racun bagi kehidupan bakteri anaerob (Bitton, 1999). Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik menjadi biogas, bisa digunakan lumpur aktif organik atau cairan isi rumen (Ginting, 2007). Keuntungan pemilihan proses secara anaerobik adalah proses anaerobik tidak membutuhkan energi untuk aerasi, lumpur atau sludge yang dihasilkan sedikit, polutan yang berupa bahan organik hampir semuanya dikonversi ke bentuk biogas (gas metana) yang mempunyai nilai kalor cukup tinggi. Kelemahan proses degradasi ini adalah kemampuan pertumbuhan bakteri metan sangat rendah, membutuhkan waktu dua sampai lima hari untuk penggandaanya, sehingga membutuhkan reaktor yang bervolume cukup besar (Mahajoeno, 2008).

++

5. Sumber Inokulum

Mikrobia merupakan salah satu faktor kunci yang ikut menentukan berhasil tidaknya suatu proses penanganan limbah cair organik secara biologi. Keberadaanya sangat diperlukan untuk berbagai tahapan dalam perombakan bahan organik. Hanifah (2003) menyatakan bahwa efektifitas biodegradasi limbah organik menjadi metana membutuhkan aktifitas metabolik yang terkoordinasi dari populasi mikrobia yang berbeda-beda. Populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi disebut sebagai starter (sumber metanogen). Dalam proses anaerobik, mikrobia yang digunakan berasal dari golongan bakteri. Bakteri yang bersifat fakultatif anaerob yaitu bakteri yang mampu berfungsi dalam kondisi aerobik maupun anaerobik. Bakteri- bakteri tersebut dominan dalam proses penanganan limbah cair baik secara aerobik ataupun anaerobik. Jenie (1993) menyatakan bahwa sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif yang terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik antara lain adalah Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus . Bakteri asidogenik (pembentuk asam)

seperti Clostridium, bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H 2 ) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei. Pancapalaga, (2007) menjelaskan bahwa l imbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik. Menurut Harahap et al., (1980) bahwa kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gasbio dan hasil yang diperoleh memuaskan. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus

yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Pancapalaga, 2007). Kadarwati (2003) menambahkan bahwa rasio C/N kotoran sapi adalah 18. Pemanfaatan limbah peternakan sebagai aktivator proses anaerobik memerlukan kondisi C/N 20-25. Ada kaitan yang sangat erat antara unsur Carbon (C) dan Nitrogen (N). Dalam proses fermentasi, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya digunakan untuk pembentukan sel bakteri. Perbandingan C dan N pada rasio yang rendah, aktivitas biologi akan terhambat, sedang rasio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi variable (Eliantika, 2009).

Limbah peternakan ayam berbau tidak enak, dan memiliki kandungan unsur N paling tinggi yaitu 65,8 kg/ton di banding limbah ternak yang lainnya. Sedangkan kotoran sapi potong memiliki nilai unsur N sebesar 26,2 kg/ton (Ridwan, 2006 ). Menurut Leestyawati (2005), kandungan unsur hara N pada kotoran babi adalah 4,24 %, kotoran sapi 2,65 % dan ayam 4,86 %. Kondisi ini baik untuk penambahan unsur hara mikro dan makro untuk pertumbuhan bakteri.

Bakteri metana yang telah berhasil diidentifikasi terdiri dari empat genus (Jenie, et al., 1993) :

1. Bentuk batang dan tidak membentuk spora dinamakan Methanobacterium.

2. Bentuk batang dan membentuk spora adalah Methanobacillus.

3. Bentuk kokus yaitu Methanococcus atau kelompok koki yang membagi diri.

4. Bentuk sarcina pada sudut 90 0 dan tumbuh dalam kotak yang terdiri dari 8 sel yaitu Methanosarcina

Metana dan karbondioksida yang terbentuk melalui proses anaerobik dengan bantuan bakteri metan maka proses pembentukannya disebut metanogenenesis. Proses perombakan dapat dilihat sebagai berikut:

molekul-molekul lebih kecil

(asam lemak volatil, alkohol, asam laktat,

Lemak, Protein, dan Karbohidrat senyawa mineral)

Bakteri Fermentatif menghasilkan

exo-enzim (lipase, protease dan karbohidrase)

CH 3 CH 2 OH + CO 2  CH 3 COOH + 2H 2 ....................... (pers. 1)

Bakteri Asidogenik

Etanol Asam Asetat CH 3 CH 2 COOH + 2H 2 O  CH 3 COOH + CO 2 + 3H 2 ........ (pers. 2)

Bakteri Asidogenik

Asam Propionat Asam Asetat

CH 3 CH 2 CH 2 COOH + 2H 2 O  2CH 3 COOH + 2H 2 ............ (pers. 3)

Bakteri Asidogenik

Asam Butirat Asam Asetat

Asetotropik metanogenesis :

CH 3 COOH  CH 4 + CO 2 ........................................ (pers. 4) Bakteri Metanogen

Hidrogenotropik metanogenesis : 4H 2 + CO 2  CH 4 +H 2 O ........................................ (pers. 5)

Bakteri Metanogen (Said, 2006)

6. Reaktor Biogas

Teknologi perombakan (perombakan) anaerob merupakan salah satu bagian strategi pengelolaan air limbah atau buangan industri yang cukup berdayaguna dan efektif (Mahajoeno, 2008). Prometheus (2005) menyarankan agar reaktor biogas menggunakan slurry (campuran substrat dan air yang telah dihomogenasikan) dengan kandungan padatan maksimal sekitar 12.5%. Slurry bisa dimasukkan hingga 3/4 volume tangki utama. Volume sisa di bagian atas tangki utama diperlukan sebagai ruang pengumpulan gas. Di dalam reaktor bakteri-bakteri metan mengolah limbah bio atau biomassa dan menghasilkan biogas metan. Pada umumnya, produksi gas metana yang optimum akan terjadi pada HTR 20-30 hari (Garcelon et al, 2001). Hal ini berarti harus diperkirakan bahwa slurry akan berada selama 20-30 hari di dalam reaktor.

Sistem produksi biogas dibedakan menurut cara pengisian bahan bakunya, yaitu pengisian curah dan pengisian kontinyu. Dalam penelitian ini digunakan sistem pengisian curah. Sistem pengisian curah (SPC) adalah cara penggantian bahan yang dilakukan dengan mengeluarkan sisa bahan yang sudah dicerna dari tangki pencerna setelah produksi biogas berhenti, dan selanjutnya dilakukan pengisian bahan baku yang baru. Sistem ini terdiri dari dua komponen, yaitu Sistem produksi biogas dibedakan menurut cara pengisian bahan bakunya, yaitu pengisian curah dan pengisian kontinyu. Dalam penelitian ini digunakan sistem pengisian curah. Sistem pengisian curah (SPC) adalah cara penggantian bahan yang dilakukan dengan mengeluarkan sisa bahan yang sudah dicerna dari tangki pencerna setelah produksi biogas berhenti, dan selanjutnya dilakukan pengisian bahan baku yang baru. Sistem ini terdiri dari dua komponen, yaitu

B. Kerangka Pemikiran

Limbah makanan berpotensi menghasilkan gas metan yang merupakan salah satu sumber penyebab efek rumah kaca jika terbuang ke atmosfer. Potensi gas metan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil berupa biogas (Singgih dan Mera, 2008). Biogas dihasilkan dari proses penguraian bahan organik oleh bakteri pada proses metanogenesis dalam keadaan anaerob yang dilakukan di dalam digester, yaitu tempat untuk menampung dan menguraikan bahan organik dalam keadaan anaerob (APO, 2003).

Kunci dalam proses biokonversi mengolah limbah makanan adalah mendapatkan pH seimbang dan suhu yang tepat sehingga enzim serta mikroorganisme yang digunakan dapat bekerja maksimal (Riyadi, 2007). Adanya variasi metanogen maupun konsentrasi substrat pada perombakan anaerob diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal dalam produksi biogas, sehingga diperoleh keuntungan secara ekonomis dan secara ekologis (APO, 2003).

Secara skematis, kerangka pemikiran penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut:

Industri pangan

Limbah Warung Makan

Modifikasi Teknologi Digester Anaerob

Variasi Variasi

Suhu Inokulum sapi

Mengalami fermentasi produk: CH 4 + CO 2

Berpotensi sebagai sumber energi

Biogas dan pupuk cair

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

1. Variasi sumber inokulum metanogen pada berbagai substrat limbah makanan dapat memberikan pengaruh terhadap produksi biogas.

2. Adanya variasi suhu substrat limbah rumah makan pada perombakan anaerob dapat memberikan pengaruh terhadap produksi biogas.

3. Adanya interaksi antara suhu dan sumber inokulum memberikan pengaruh terhadap produksi biogas dari limbah makanan.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanan di Laboratorium Pusat (green house) F. MIPA dan sub Laboratorium Kimia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan, dimulai pada bulan Juni sampai September 2009.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini mencakup serangkaian alat konstruksi digester, peralatan gelas dan peralatan pengukur untuk analisis fisika kimia serta peralatan lain sebagai pendukungnya.

Alat konstruksi digester terdiri dari jerigen 5 liter, botol 600 ml, selang kecil dengan panjang + 20 cm, mikrotip, rak penyangga, thermocouple, ember besar dan drum besar. Blender, heater dan roll kabel sebagai alat pendukungnya.

Peralatan gelas untuk analisis fisika kimia meliputi : batang pengaduk, gelas piala, gelas ukur, cawan porselin, perangkat soxchlet, condensor, botol jam, botol serum, botol flakon, tabung reaksi, labu ukur, pipet biuret, pipet ukur, pipet tetes, tips pipet plastik, dan gelas Erlenmeyer 50-1000 ml.

Peralatan pengukur analisis fisika kimia meliputi : neraca listrik, oven, thermometer, pH-meter, tabung gas N dan metana, hot-plate, suhu dan pengukur tekanan gas.

Bahan penelitian meliputi : substrat yang terdiri dari limbah rumah makan sumber inokulum kotoran sapi, sumber inokulum kotoran ayam, sumber inokulum limbah makanan, air, urea dan larutan Ca(OH) 2 /NaOH sebagai pemberi suasana basa.

C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Olah Faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah variasi sumber inokulum meliputi sumber inokulum limbah makanan, sumber inokulum kotoran ayam, sumber inokulum kotoran sapi dan faktor kedua adalah suhu perlakuan yang berbeda dalam 2 kondisi, yaitu dengan

0 suhu ruang 30-35 0 C (T1) dan suhu tinggi/termofilik 50-55 C (T2), masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan.

Tabel 3. Rancangan Percobaan Perombakan Anaerob Limbah Makanan. No Perlakuan

Sumber Inokulum

Suhu Agitasi

1. LMT1

Inokulum limbah warung makan T1

2x

2. LMT2

Inokulum limbah warung makan T2

2x

3. KST1

Inokulum Kotoran sapi

Inokulum Kotoran sapi

Inokulum Kotoran Ayam

T1

2x

2x Keterangan: Sumber inokulum 20%, substrat limbah makanan disekitar kampus

6. KAT2

Inokulum Kotoran Ayam

T2

UNS 80%, pH 7, agitasi 2X perhari.

C. Cara Kerja

Penelitian ini menggunakan limbah pangan sebagai substrat atau media utama untuk produksi biogas ditambah sumber inokulum sebagai starter . Limbah pangan tersebut terdiri dari limbah makanan sisa buangan warung. Sumber inokulum terdiri dari sludge sapi, sludge ayam dan limbah makanan. Pada penelitian ini digunakan digester dengan volume 5 liter, yaitu 4 liter volume digester sebagai volume kerja, sedangkan sisanya (1 liter) sebagai ruang udara. Dari 4 liter volume kerja digester diisi oleh sumber inokulum dengan konsentrasi 20% (0,8 liter) dan volume sisanya digunakan untuk substrat.

Penelitian ini mencakup beberapa tahap/skala percobaan. Tahap percobaan tersebut adalah :

a. Tahap Persiapan Tahap ini mencakup percobaan pendahuluan, menyediakan kebutuhan alat dan bahan percobaan, serta skematik rancangan percobaan. Persiapan alat dan bahan serta analisis peubah diamati baik kimia maupun fisika, masing-masing akan diuraikan pada tahap pelaksanaan percobaan skala laboratorium.

Inokulum limbah makanan dibuat dengan cara mencampur biomassa (limbah) dan air dengan perbandingan 1:1. Sebelumnya, biomassa (limbah) dihomogenasikan terlebih dahulu dengan tambahan air menggunakan blender. Biomassa yang sudah homogen dimasukkan kedalam drum. Karena proses ini berlangsung secara anaerob maka drum harus tertutup rapat. Proses fermentasi berlangsung selama kurang lebih dua sampai tiga minggu, hingga terbentuk sludge (lumpur aktif). Perlu dilakukan agitasi selama proses fermentasi Inokulum limbah makanan dibuat dengan cara mencampur biomassa (limbah) dan air dengan perbandingan 1:1. Sebelumnya, biomassa (limbah) dihomogenasikan terlebih dahulu dengan tambahan air menggunakan blender. Biomassa yang sudah homogen dimasukkan kedalam drum. Karena proses ini berlangsung secara anaerob maka drum harus tertutup rapat. Proses fermentasi berlangsung selama kurang lebih dua sampai tiga minggu, hingga terbentuk sludge (lumpur aktif). Perlu dilakukan agitasi selama proses fermentasi

Substrat dan sumber inokulum akan di fermentasikan dalam bioreaktor modifikasi (jerigen volume 5 L, botol 600 ml dan selang kecil) yang dilakukan di dalam green house selama 6 minggu.

b. Tahap Penelitian

1. Pembuatan biogas Sistem yang digunakan untuk pembuatan biogas dalam penelitian ini adalah sistem curah, yaitu dengan cara penggantian bahan dilakukan dengan mengeluarkan sisa bahan yang sudah dicerna dari tangki pencerna setelah produksi biogas berhenti, dan selanjutnya dilakukan pengisian bahan baku yang baru. Sistem ini terdiri dari dua komponen, yaitu tangki pencerna dan tangki pengumpul gas. Untuk memperoleh biogas yang banyak, sistem ini perlu dibuat dalam jumlah yang banyak agar kecukupan dan kontinyuitas hasil biogas tercapai (Abdullah, 1991; GTZ, 1997; Teguh, 2005; UN, 1980 dalam Nurhasanah dkk; 2006).

Sebelum dilakukan proses biokonversi dalam digester anaerob, perlu dilakukan homogenisasi biomassa (limbah) dengan air agar substrat lebih mudah Sebelum dilakukan proses biokonversi dalam digester anaerob, perlu dilakukan homogenisasi biomassa (limbah) dengan air agar substrat lebih mudah

Langkah pertama yang dilakukan dalam mencampur substrat dengan sumber inokulum dalam digester adalah sumber inokulum dimasukkan terlebih dahulu ke dalam digester dengan konsentrasi tertentu (pada penelitian digunakan konsentrasi 20% dari 4 L volume kerja digester atau setara dengan 0,8 L). Langkah selanjutnya adalah substrat dimasukkan ke dalam digester sebanyak kurang lebih 3,2 L. Setelah semua bahan dimasukkan dalam digester, segera ditutup rapat agar proses fermentasi bekerja dalam kondisi anaerob. Selanjutnya diragkaikan degan tangki pengumpul gas dari botol 600 ml yang yang penuh diisi air. Setelah biogas terbentuk maka biogas akan dialirkan dari tangki pencerna (jerigen) ke dalam tangki pengumpul gas (botol 600 ml) melalui selang kecil sehingga air akan terdorong keluar dan biogas akan masuk ke dalam tangki tersebut (menggantikan air). Dengan demikian, dapat diketahui volume gas yang masuk ke dalam tangki pengumpul gas sama dengan volume air yang keluar dari botol pengumpul gas. Selama proses fermentasi berjalan, dilakukan agitasi sebanyak 2 kali setiap harinya.

2. Pengukuran parameter  Pengukuran pH dan suhu

Bahan disediakan : larutan Buffer pH : 4, Larutan Buffer pH : 7 dan pH meter. Elektroda pH meter dimasukkan ke dalam air suling, dilap dengan tisu lalu dimasukkan dalam larutan Buffer pH : 4, bilas dengan air, lap dengan tisu dan dimasukkan ke dalam Buffer pH : 7. pengukuran pada contoh, elektroda dimasukkan ke dalam 25 ml contoh dalam gelas piala lalu pH meter dibaca. Demikian pula untuk pengukuran suhu substrat menggunakan elektroda terpasang.

 Pengukuran COD Bahan disiapkan antara lain: K 2 Cr 2 O 7; Ag 2 SO 4; Fe (NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2 . 6H 2 O;

indikator Feroin; HgSO 4; laruta H 2 SO 4 pekat dan peralatan Refluks, Kondensor Liebiq; Erlenmeyer Asahi dan peralatan Titrasi. Limbah contoh sebanyak 5 ml yang telah diencerkan dengan air suling dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 10 ml. K2Cr2O7 0.025 N dan 10 ml H2SO4 pekat. Setelah campuran tersebut dingin, dititrasi dengan larutan Fe(NH4)2SO4 0.025 N, dengan indikator ferroin. Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna biru kehijauan menjadi merah anggur. Volume Fe(NH4)2SO4 0.025 N yang digunakan untuk titrasi dicatat sebagai a ml. Dengan prosedur yang sama, dilakukan titrasi terhadap blangko air suling. Volume Fe(NH4)2SO4 yang digunakan dicatat b ml.

(b - a) x 0.025 x 8000 x f

COD (ppm) =

f : Faktor pengenceran ml contoh (Greenberg et al; 1992).

 Pengukuran BOD Bahan pereaksi disiapkan:. M n SO 4 . 4H 2 O, (NaOH- NaI- NaN 3 ) sebagai alkali

Iod-azida; H 2 SO 4 pekat, larutan H 2 SO 4 4N, KI 10%, Amilum, larutan Tio-sulfat 0,025 N, Na 2 S 2 O 3 . 5H 2 O dengan peralatan: botol Winkler 250 ml dan perangkat titrasi. Contoh yang bersifat asam atau basa dinetralkan dengan penambahan NaOH atau HCl. Penambahan Na 2 SO 3 ke dalam contoh dilakukan jika diduga mengandung senyawa khlor aktif dengan perbandingan molar yang sama.

Botol-botol disimpan dalam inkubator pada suhu 30 o

C, selama satu jam (tiap contoh sampel menggunakan dua botol BOD). Salah satu botol diambil, kemudian dianalisa kadar oksigen terlarutnya. Botol yang lainnya disimpan selama tiga hari

dalam inkubator 30 o

C sebelum dianalisa kadar oksigen teriarutnya. Analisis oksigen terlarut dilakukan juga terhadap blangko

(X 0 –X 3 ) - (B 0 –B 3 )

BOD 3 (ppm)=

(1-f)

X 0 : Kadar oksigen terlarut dalam contoh pada hari-0

X 3 : Kadar oksigen terlarut dalam contoh pada hari-5

B 0 : Kadar oksigen terlarut dalam blangko pada hari-0

B 3 : Kadar oksigen terlarut dalam blangko pada hari-5; f : Faktor pengenceran

(Greenberg et al; 1992).  Padatan total (Total Solids) (Metode Evaporasi) Sebanyak 25-50 ml contoh yang telah diaduk dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang bersama cawan dan dianggap sebagai W2. Sebelum digunakan

cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0

C selama satu C selama satu

didinginkan di dalam desikator hingga suhu ruang ditimbang (W3). Contoh diuapkan dalam cawan dan diteruskan dengan pengeringan di dalam oven pada

suhu 105 0

C, selama satu jam. Setelah didinginkan di dalam desikator, cawan ditimbang (W4).

(Greenberg et al; 1992).  Padatan mudah uap (Volatile Solids). Setelah penetapan padatan total kemudian dibakar pada suhu 550 0 C

selama 1 jam menggunakan furnace, masukkan desikator dan timbang lagi (W5).

(W3-W5) X 10 6

Padatan Terikat (ppm ) =

Padatan mudah uap (VS): padatan total-padatan terikat

(Greenberg et al; 1992).

 Pengukuran pertumbuhan bakteri Pengukuran pertumbuhan bakteri sama dengan pengukuran kuantitaif populasi bakteri. Pada penelitian ini pertumbuhan bakteri dilihat dengan metode hitungan mikroskopik secara langsung, dimana sebelumnya perlu dilakukan  Pengukuran pertumbuhan bakteri Pengukuran pertumbuhan bakteri sama dengan pengukuran kuantitaif populasi bakteri. Pada penelitian ini pertumbuhan bakteri dilihat dengan metode hitungan mikroskopik secara langsung, dimana sebelumnya perlu dilakukan

o larutan kultur (sampel) diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml garam fisiologis pada tabung reaksi untuk memperoleh dilusi 1/10 bagian.

o diambil 1 ml dari larutan dilusi 1/10 dan dimasukkan ke dalam 9 ml garam fisiologis untuk memperoleh dilusi 1/100 bagian.

o diambil 1 ml dari larutan dilusi 1/100 dan dimasukkan ke dalam 9 ml garam fisiologis untuk memperoleh dilusi 1/1000 bagian, dan seterusnya sampai

pengenceran 10 -9 . Maksud dari 1/10, 1/100, 1/1000, 1dst adalah suatu rasio dilusi yang

apabila pada tiap dilusi ditumbuhkan ke dalam suatu media dan koloninya yang tumbuh dapat dihitung, maka jumlah sel mikroba dapat diketahui dengan cara :

Nilai Jumlah Bakteri = Jumlah koloni x

Jumlah Pengenceran

Pada metode hitungan mikroskopik langsung, sampel diletakkan pada ruang hitung yang disebut hemasitometer dan jumlah sel dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop. Keuntungan metode ini adalah pelaksanannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan. Kelemahannya ialah tidak dapat membedakan sel-sel hidup dan mati, yang artinya hasil yang diperoleh adalah jumlah total sel yang ada di dalam populasi. Kelemahan lain adalah terkadang sel cenderung bergerombol sehingga sukar membedakan sel secara individu. Cara mengatasinya adalah dengan memisahkan gerombolan sel Pada metode hitungan mikroskopik langsung, sampel diletakkan pada ruang hitung yang disebut hemasitometer dan jumlah sel dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop. Keuntungan metode ini adalah pelaksanannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan. Kelemahannya ialah tidak dapat membedakan sel-sel hidup dan mati, yang artinya hasil yang diperoleh adalah jumlah total sel yang ada di dalam populasi. Kelemahan lain adalah terkadang sel cenderung bergerombol sehingga sukar membedakan sel secara individu. Cara mengatasinya adalah dengan memisahkan gerombolan sel

o sebelumnya permukaan hitung dan kaca penutup hemasitometer dibersihkan o kaca penutup hemasitometer diletakkan di atas permukaan hitung hemasitometer

o suspensi sel bakteri yang telah diencerkan sebanyak 10 -9 dikocok., Suspensi diambil 0,1-0,5 ml dengan menggunakan pipet Pasteur. Pengambilan suspensi

dengan pipet Pasteur dapat dilakukan dengan cara pipet tersebut dimasukkan ke dalam suspensi lalu pangkal pipet ditutup dengan jari telunjuk o Ujung pipet Pasteur diletakkan pada lekukan berbentuk V pada tepi kaca

penutup hemasitometer secara cermat dan ruang hemasitometer dibiarkan terpenuhi suspensi secara kapiler. Jari telunjuk digunakan untuk mengatur aliran suspensi agar mencegah aliran berlebihan pada bagian bawah kaca penutup o Hemasitometer diletakkan di bawah mikroskop. Diamati dengan objektif

kekuatan lemah dan jumlah sel (yang terdapat pada 80 buah kotak kecil yang terletak di dalam kotak bagian tengah berukuran 1 mm 2 ) dihitung.

(Suranto,dkk, 2001 & Salmah, 2004)  Pegukuran biogas

Komposisi gasbio (CO 2 , CH4) dalam reaktor ditetapkan dengan kromatografi gas (Fison GC-8000) yang dilengkapi dua kolom. Chromodsorb Teflon 108 (60-80 mesh) dan saringan molekuler (60-80 mesh) lapis baja Komposisi gasbio (CO 2 , CH4) dalam reaktor ditetapkan dengan kromatografi gas (Fison GC-8000) yang dilengkapi dua kolom. Chromodsorb Teflon 108 (60-80 mesh) dan saringan molekuler (60-80 mesh) lapis baja

detektor penghubung suhu masing-masing 40,110 dan 100 0

C. Pengujian aktivitas gas metan diukur dalam kromatografi gas Sigma (Perkin Elmer) dilengkapi detektor penghubung panas 100 mA. Gas dipisahkan dengan argon sebagai gas

pembawa dalam kolom saringan molekuler pada 100 0 C (Weijma et al, 2000).

E. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah data kuantitatif. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam GLM univariate. Uji lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf uji 5%.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Biogas adalah bahan bakar berguna yang dapat diperoleh dengan memproses limbah (sisa) yang basah, kotoran hewan dan manusia atau campurannya, yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen atau anaerobik, Biogas merupakan gas yang tidak berbau, tidak beracun dan tidak menimbulkan asap hitam serta mudah terbakar dan amat ideal sebagai sumber energi baru (Harahap et a., 1980).

1. Pegukuran Awal Substrat

Penelitian ini melibatkan limbah makanan dengan batasan limbah yang berasal dari warung makan sekitar kampus UNS Surakarta. Limbah makanan dapat berasal dari nasi, sayuran, buah-buahan, ikan, daging, telur, dan aneka sisa lainnya, Pemilihan limbah rumah makan karena bahan organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein, lemak dan selulosa atau ligno selulosa yang dapat didegradasi secara biologi (Nugroho et al; 2007). Selain itu ditambahkan juga inokulum yang berfungsi sebagai starter. Starter yang di gunakan adalah inokulum limbah makanan, kotoran sapi dan kotoran ayam yang telah aktif. Hal ini didukung oleh pernyataan oleh (Ginting, 2007) bahwa starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik menjadi biogas, bisa digunakan lumpur aktif organik atau cairan isi rumen.

Substrat terdiri dari tiga kelompok, yaitu : limbah rumah makan yang dicampur dengan inokulum limbah makanan 20% (kontrol); limbah rumah makan yang dicampur dengan inokulum kotoran sapi 20% (substrat A); dan limbah rumah makan yang dicampur dengan inokulum kotoran ayam 20% (substrat B). Masing-masing kelompok substrat dibagi lagi dalam dua kelompok suhu lingkungan yang berbeda, yaitu suhu ruang (T1) dan suhu tinggi (T2). Sebelum proses fermentasi anaerob dilaksanakan perlu diketahui karakter awal dari masing-masing kelompok substrat. Hal ini bertujuan untuk melihat nilai efisiensi perombakan substrat limbah organik terhadap beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi dari limbah seperti pH, suhu, BOD, COD, TS, VS, dan populasi bakteri, yang terjadi selama proses fermentasi. Selain itu, karakterisasi di awal juga dapat dijadikan acuan untuk mengetahui sifat limbah yang baik untuk produksi biogas, karena limbah belum mendapat perlakuan. Berikut adalah karakter substrat sebelum dilakukan proses fermentasi anaerob : Tabel 4. Hasil pengukuran awal substrat sebelum fermentasi dilaksanakan.

No Substrat

Parameter yang diamati

Suhu

VS Konsorsia ( o C)

(g/l)

(g/l)

(g/l)