BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Model Evaluasi Program - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sekolah Berbasis Mutudi SDN Kandri 01 Gunungpati, Kota Semarang (Dengan Model Evaluasi CIPP)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Model Evaluasi Program

  Dalam ilmu evaluasi program program ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program.Meskipun antara satu dengan yang lain berbeda,namun maksud dan tujuannya sama yaitu melakuka kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan obyek yang dievaluasi,juga tujuannya menyedialkan bahan bagi pengambil keputusan dalam tindak lanjut suatu program.

  Menurut Arikunto (2010:40) ada beberapa ahli evaluasi progran yang dikenal sebagai penemu model evaluasi program yaitu Stuffebeam,Metfessel,Michael Scriven,Stake dan Glaser.Kaufman dan Thomas membedakan beberapa model evaluasi menjadi delapan,tetapi tidak semua model dibahas secara detail,tetapi hanya beberapa model evaluasi yang banyak dikenal dan digunakan saja.Arikunto (2010:41) menjelaskan ada beberapa diantara model-model

  

Evaluation Model ini merupakan model yang muncul

paling awal.

  Salah satu model evaluasi pada program pendidikan adalah model evaluasi Context, Input,

  

Process, Productatau disingkatCIPP. Model evaluasi

  CIPP ini merupakan salah satu dari beberapa teknik evaluasi suatu program yang ada. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi.Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan (1967) di Ohio State University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: 1) Context

  

evaluation (evaluasi terhadap konteks), 2) Input

evaluation (evaluasi terhadap masukan), 3) Process

evaluation(evaluasi terhadap proses), 4) Product

evaluation (evaluasi terhadap hasil). Keempat kata yang

  disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.

2.2 Penentuan Model Evaluasi

2.2.1 Ketepatan Model Evaluasi bagi Program yang dievaluasi.

  Menurut Arikunto (2010:48) makna kata “ketepatan” terkandung dalam dua hal yang perlu ditautkan. Tepat bisa diartikan cocok jika tautan antara dua hal yang ditaut,erat berarti bahwa ada ada ketepatan tautan dua hal tersebut. Dari pendapat diatas dapat disimpukan bahwa ketepatan penentuan model evaluasi program mengandung makna ada harapan keeratan antara tautan evaluasi program dengan jenis program yang dievaluasi.

  Sesuai dengan bentuk kegiatannya ada tiga hal yaitu sebagai berikut : 1) Program Pemrosesan,yang dimaksud dengan “program pemrosesan” yaitu program yang memroses bahan yang masih mentah (input) menjadi bahan jadi sebagai hasil produk. 2) Program layanan adalah suatu kegiatan program. 3) Program umum, program ini berbeda dengan program pemrosesan dan program layana ada input (masukan) yang diproses menjadi produk.

2.2.1 Model Evaluasi yang tepat

  Dalam menentukan suatu model yang tepat harus diperhatikan jenis program yang akan dievaluasi apakah termasuk program pemrosesan,layanan atau umum.Ada juga tujuan dari program yang sedang kita laksanakan sehingga hasilnya sesuai yang diharapkan.

  Ada 8 (delapan) model evaluasi yang dikemukakan para ahli, tetapi dari kedelapan model tersebut peneliti memilih evaluasi program dengan model CIPP Evaluation Model untuk mengevaluasi manajemen sekolah berbasis mutu di SDN Kandri 01 Gunungpati, Kota Semarang, karena model CIPP ini dimulai dari konteks, input, proses dan produk.

  Dengan model CIPP (context, input, process dan product) semua komponen bisa diungkap dan di evaluasi sehingga segala hambatan dan kendala yang muncul setiap komponen bisa diketahui dan untuk segera dicarikan solusi secara tepat.

  Penjelasan masing-masing dimensi dapat dijabarkan lebih jelas lagi seperti di bawah ini.

  1. Contex evaluation

  Contex evaluation (evaluasi konteks)

  diartikan sebagai situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang dilakukan dalam suatu program yang bersangkutan.Penilaian dari dimensi konteks evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait, sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja terkait dan sebagainya.

  Stufflebeam dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan dari evaluasi konteks yang utama ialah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan, sehingga dapat diberikan arahan perbaikan yang dibutuhkan. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program.

  Evaluasi konteks adalah upaya untuk kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.

  2. Input evaluation

  Input evaluationpada dasarnya mempunyai

  tujuan untuk mengaitkan tujuan, konteks, input, dan proses dengan hasil program. Evaluasi ini juga untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam membantu pencapaian tujuan dan objektif program.

  a. Process evaluation

  Process evaluation ini ialah merupakan

  model CIPP yang diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan, apakah program terlaksana sesuai dengan rencana atau tidak.

  b. Product Evaluation Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa evaluasi produk ialah untuk melayani daur ulang suatu keputusan dalam program.Dari evaluasi produk diharapkan dapat membantu pimpinan proyek dalam mengambil suatu keputusan terkait program yang sedang terlaksana, apakah program tersebut dilanjutkan, berakhir, ataukah ada keputusan lainnya.

  Keputusan ini juga dapat membantu untuk membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.Evaluasi menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah.

2.2.2 Komponen Evaluasi

  a. Konteks (Context) Orientasi utama dari evaluasi konteks adalah mengidentifikasi latar belakang perlunya mengadakan perubahan atau munculnya program dari beberapa subyek yang terlibat dalam pengambilan keputusan. apakah tujuan dan prioritas program telah dirancang berdasarkan analisis kebutuhan.Analisi kebutuhan sering dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT (Strength,Weakness,Opportunity,dan Threats)evaluasi konteks dapat diperoleh dari berbagai sumber data.

  b. Input

  Evaluasi input untuk mengidentifikasi dan menilai sumberdaya bahan,alat,manusia,dan biaya (man,money,material,machine,method dan market)untuk melaksanakan program yang dipilih.Evaluasi input bertujuan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu memilih dan membuat program yang dapat membawa perubahan yang diperlukan berdasarkan sumberdaya yang dimiliki.

  c. Proses

  Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasiatau memprediksi hambatan- hambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau implementasi program.Evaluasi dilakukan dengan mencatat atau mendokumentasikan setiap kejadian dalam pelaksanaan kegiatan,memonitor kegiatan yang menghambat dan menimbulkan kesulitan yang tidak diharapkan.

  d. Produk Evaluasi produk mempunyai tujuan utama adalah untuk mengukur, menginterpretasikan dan memutuskan hasil yang telah dicapai oleh program yaitu apakah telah dapat memenuhi sesuai yang diharapkan atau belum.

2.1.3 Tujuan dan Fungsi Model CIPP

  Setiap model evaluasi memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda-beda. Tujuan evaluasi program model CIPP adalah untuk keperluan pertimbangan dalam pengambilan sebuah keputusan/kebijakan.

  Fungsi dari evaluasi model CIPP adalah sebagai berikut: a. Membantu penanggung jawab program tersebut

  (pembuat kebijakan) dalam mengambil keputusan apakah meneruskan, modifikasi, atau menghentikan program.

  b. Apabila tujuan yang ditetapkan program telah mencapai keberhasilannya, maka ukuran yang digunakan tergantung pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.3 Mutu Pendidikan

2.3.1 Konsep Mutu

  Kata “mutu” bersinonim dengan kualitas, bergantian untuk obyek yang sama. Secara umum ‘mutu’ dapat didefinisikan sebagai “karakteristik produk atau jasa yang ditentukan oleh customer dan diperoleh melalui pengukuran proses serta perbaikan yang berkelanjutan” (Soewarso, 1996: 7). Pendapat ini lebih menekankan kepada pelanggan yaitu, apabila suatu pelanggan mengatakan sesuatu itu bermutu baik, maka barang/jasa tersebut dapat dianggap bermutu.

  Sebenarnya mutu dapat diartikan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangan orang yang mengartikannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mutu adalah baik buruk suatu benda; kadar; taraf atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya (Depdiknas, 2001: 768). Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat (Depdiknas, 2002: 7). Dalam pengertian mutumengandung makna derajat (tingkat keunggulan suatu produk, hasil kerja/upaya) baikberupa barang maupun jasa, baik yang tangible atau intangible. Mutu yang tangibleartinya dapat diamati dan dilihat dalam bentuk kualitas suatu benda atau dalam bentukkegiatan dan perilaku. Misalnya televisi yang bermutu karena mempunyai daya tahan (tidak cepat rusak), warna cadangnyamudah didapat, perilaku yang menarik, dan sebagainya. Sedangkan mutu yang intangibleadalah suatu kualitas yang tidak dapat secara langsung dilihat atau diamati, tetapi dapatdirasakan dan dialami, misalnya suasana disiplin, keakraban, kebersihan dan sebagainy a(Suryosubroto, 2004:210).

  Pfeffer & Coote (1991: 12) berpendapat bahwa kualitas merupakan konsep yang rumit, karena kualitas memiliki implikasi berbeda jika berkaitan dengan kualitas pendidikan. Kualitas merupakan ide yang dinamis dan harus didefinisikan dengan tepat, agar dapat memberikan kejelasan pemahaman. Meskipun demikian tidak akan menyebabkan kerancuan berpikir, karena yang terpenting kualitas akan terlihat dalam praktek dan disimpulkan dalam diskusi.

  Mutu memiliki beberapa pengertian yang berbeda menurut para ahli. Edward Sallis (2006: 33) mutu adalah Sebuah filsosofis dan metodologis yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Sudarwan Danim (2007: 53) mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu poduk atau hasil kerja, baik berupa barang dan jasa. Sedangkan dalam dunia pendidikan barang dan jasa itu bermakna dapat dilihat dan tidak Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:677) menyatakan Mutu adalah (ukuran), baik buruk suatu benda;taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan) kualitas. Selanjutnya Lalu Sumayang (2003: 322) menyatakan quality (mutu) adalah tingkat dimana rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunannya, disamping itu quality adalah tingkat dimana sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan rancangan spesifikasinya.Mutu merupakan produk yang sempurna, bernilai dan meningkatkan kewibawaan. Mutu dalam konteks pendidikan sangat penting, karena berkaitan dengan lembaga yang terdiri dari komponen peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan proses penyelenggaraan pendidikan.

  Definisi lain untuk memahami mutu yaitu sebagaimana yang dikemukakan oleh Margono (2002: 5), bahwamutu adalah jasa pelayanan atau produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan. Konsep ini masih menekankan kepada pelanggan, yaitu dapat diartikan produk tersebut bermutu baik. Lebih lanjut menurut Field (1993), mutu adalah “sebagai ukuran dari produk atau kinerja pelayanan terhadap satu spesifikasipada satu titik tertentu”. Pendapat ini lebih menekankan pada “ukuran”. Ukuran di sini, tentunya bergantung sebagai hasil kinerja manusia, baik yang berupa benda maupun nonbenda, yaitu berupa jasa layanan, seperti halnya dalam bidang pendidikan, yang merupakan salah satu bentuk industri jasa atau pelayanan, yaitu pelayanan akademik.

  Sesuai dengan definisi di atas dapat dikatakan bahwa mutu adalah suatu karakter atau batasan tertinggi dari suatu produk atau jasa layanan yang dapat memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan. Oleh sebab itu, sudah selayaknya, jasa pelayanan pendidikan harus dapat menghasilkan mutu yang baik, karena dengan mutu yang baik, pendidikan akan mampu merebut pangsa kerja yang semakin sempit dan menantang untuk selalu direbut sekecil apapun peluang tersebut.

  Dalam kaitannya dengan konsep pendidikan yang bermutu, Sallis (2010:280) menganalogikan bahwa pendidikan adalah jasa yang berupa proses kebudayaan. Pengertian ini berimplikasi pada adanya masukan (input) dan keluaran (output). Masukan dapat berupa peserta didik, sarana prasarana serta fasilitas belajar lainnya termasuk lingkungan, sedangkan keluarannya adalah lulusan atau alumni, yang kemudian menjadi ukuran mutu, mengingat produk pendidikan merupakan jasa pelayanan, maka mutu jasa pelayanan pendidikan sangat tergantung sikap pemberi layanan di lapangan serta harapan pelayanan pendidikan tidak berwujud benda (intangible) secara langsung, namun secara kualitatif mutu jasa/pelayanan pendidikan dapat dilihat dari soft indicator seperti kepedulian dan perhatian pada keinginan/harapan dan kepuasan pelanggan jasa pendidikan.

  Menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan adalah: a. Keandalan (reliability)

  Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu. Ketanggapan (responsiveness) b. Yaitu keinginan para pegawai atau karyawan membantu konsumen dan memberikan pelayanan itu dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen, cepat memperhatikan dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan. Jaminan (assurance) c. Mencangkup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan

  d. Empati atau kepedulian (emphaty) Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap konsumen, melayani konsumen dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi konsumen, berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.

  e. Bukti langsung atau berujud (tangibles) Meliputi fasilitas fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan baik teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau peralatannya dan alat komunikasi.

  Menurut Husaini Usman (2009: 515) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, mengatakan bahwa mutu memiliki 13 karakteristik seperti berikut ini:

  1. Kinerja (performa): berkaitan dengan aspek fungsional sekolah. Misalnya: kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap. Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil belajar tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat waktu banyak. Akibat kinerja sekolah favorit.

  2. Waktu wajar (timeliness): selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya: memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. Waktu ulangan tepat. Batas waktu pemberian pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru naik pangkat wajar.

  3. Handal (reliability): usia pelayanan prima bertahan lama. Misalnya: pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan dari tahunke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dari tahun ke tahun. Sebagai sekolah favorit bertahan dari tahun ke tahun. Sekolah menjadi juara tertentu bertahan dari tahun ke tahun. Guru jarang sakit. Kerja keras guru bertahan dari tahun ke tahun.

  4. Daya tahan (durability): tahan banting.

  Misalnya: meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan, tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat

  5. Indah (aestetics). Misalnya: eksterior dan interior sekolah ditata menarik. Taman ditanami bunga dan terpelihara dengan baik. Guru-guru membuat media pendidikan yang menarik. Warga sekolah berpenampilan rapi.

  6. Hubungan manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilaimoral dan profesionalisme.Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik warga intern maupun ektern profesionalisme.

  7. Mudah penggunaannya (easy of use). Sarana dan prasarana dipakai.Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan. Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu. Penjelasan guru di kelas mudah dimengerti siswa. Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.

  8. Bentuk khusus (feature): keunggulan tertentu.Misalnya: sekolah ada yang unggul dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu. Unggul dengan bahasa Inggrisnya. Unggul dengan penguasaan teknologi informasinya (komputerisasi). Ada yang unggul dengan karya ilmiah kesenian atau olahraga.

  9. Standar tertentu (conformance to specification): memenuhi standar tertentu.Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan skor 650.

  10. Konsistensi (Consistency): keajegan, konstan, atau stabil.Misalnya: Mutu sekolah dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol nilai siswa-siswanya. Warga sekolah konsisten antara perkataan dengan perbuatan. berjanji ditepati, dan apabila dipercaya tidak mengkhianati.

  11. Seragam (uniformity): tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya: sekolah menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas. Sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.

  12. Mampu melayani (serviceability): mampu memberikan pelayanan prima. Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan saran- saran yang masukmampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.

  13. Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan. Misalnya: Sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya. Semua warga sekolah bekerja dengan teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat waktu.

  Mutu meliputi: 1) mutu produk, 2) mutu biaya, 3) mutu penyerahan, 4) mutu keselamatan, dan 5) mutu semangat/moril. Secara sederhana mutu memiliki karakteristik: 1) spesifikasi, 2) jumlah, 3) harga, dan 4) ketepatan waktu penyerahan.

   Program Pendidikan Berbasis Mutu

  Setiap sekolah memiliki program yang berbeda untuk menarik simpati masyarakat meskipun pada prinsipnya sama yaitu perbaikan mutu untuk memberikan kepuasan masyarakat. Untuk mencapai mutu yang baik sekolah/penyelenggara pendidikan harus memilki pelanggan internal dan eksternal. Mutu hendaknya berjalan berkesinambungan dengan melalui tahapan-tahapan seperti: budaya non mutu, menumbuhkan kesadaran mutu, pengendalian mutu, jaminan mutu, manajemen mutu terpadu. Adapun prinsip-prinsip mutu adalah berfokus pada pelanggan, keterlibatan total, pengukuran, komitmen, dan perbaikan berkelanjutan. Dan langkah-langkah penerapan prinsip-prinsip mutu adalah sebagaimana teori yang dikembangkan oleh Edwar Deming ada 14 perkara antara lain adalah menciptakan konsistensi tujuan, mengadopsi filosofi mutu total, mengurangi kebutuhan pengujian, menilai bisnis sekolah dengan cara baru, memperbaiki mutu dan produktivitas, belajar sepanjang hayat, kepemimpinan dalam pendidikan, mengeliminasi rasa takut, mengeliminasi hambatan keberhasilan dan sebagainya.

  Upaya yang dipersiapkan untuk menghadapi masyarakat global adalah melalui proses pendidikan nasional, dimana pendidikan nasional perlu memiliki visi yang strategis untuk (2002: 4) visi strategi sistem pendidikan nasional harus mencakup beberapa hal sebagai berikut :

  1) Mengidentifikasikan dan menyadari kekuatan-kekuatan global dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang agar supaya bangsa Indonesia siap untuk menghadapi dan memanfaatkan peluang- peluang yang terbuka. 2) Pembangunan nasional dalam konteks globalisasi, pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu aspeknya haruslah memberikan perhatian terhadap kerjasama regional dan kerjasama global. 3) Penyusunan mutu strategis pengembangan sumber daya manusia Indonesia dalam strategi pokok menghadapi tantangan dan peluang global.

  Di samping itu setiap institusi pendidikan hendaknya memperbaiki mutu pendidikan, karena mutu menjadi sesuatu hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dan mutu merupakan problem pendidikan yang harus mendapat perhatian serius. Perlu disadari juga bahwa sekarang ini masyarakat semakin cerdas menanggapi masalah fenomena pendidikan yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Sekolah yang bersifat inovatif terhadap perubahan dan outcome yang siap pakai (sekolah bermutu) itulah yang menjadi harapan masyarakat. Untuk itu para professional pendidikan harus membantu para siswa mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk bersaing dalam kehidupan global.

2.4 Manajemen Mutu Pendidikan

2.4.1 Fungsi Manajemen Mutu Pendidikan

  Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel (dalam Siswanto, 2005: 2) memberikan batasan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi.

  Manajemen sebagai proses, oleh para ahli diberikan pengertian yang berbeda-beda. Menurut Daft (2002:8) manajemen adalah pencapaian sasaran- sasaran organisasi dengan cara efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya organisasi.

  Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka manajemen mempunyai tiga unsur pokok yaitu: (1) adanya tujuan yang ingin dicapai, (2) tujuan dapat dicapai dengan menggunakan kegiatan orang lain, dan (3) kegiatan-kegiatan orang lain itu harus dibimbing dan diawasi. Dengan demikian mencapai tujuan tertentu dari kelompok atau organisasi yang bersangkutan. Sedangkan untuk mencapainya suatu perencanaan yang baik, pelaksanaan yang konsisten dan pengendalian yang kontinyu, dengan maksud agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan efisien dan efektif. Efisien dapat dikatan suatu kondisi atau keadaan, dimana penyeiesaian suatu pekerjaan dilaksanakan dengan benar dan dengan penuh kemampuan yang dimiliki. Sedangkan efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai menggunakan sarana ataupun peralatan yang tepat, disertai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.

  Manajemen sebagai seni berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat, sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi menerangkan fenomena-fenomena, kejadian¬kejadian, keadaan-keadaan sebagai penjelasannya.

  Wahjosumidjo (2001: 93) mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan usaha-anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen adalah seni, dan ilmu perencanaan dan pengorganisasian, penyusunan terhadap human and natural resources terutama

  

human resources untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan terlebih dahulu.

  Peningkatan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan Nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh. Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatalan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan diri dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didika agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demikratis serat bertanggung jawab.

  Konsep yang paling utama dalam memahami kinerja sebuah organisasi adalah dengan melihat organisasi tersebut sebagai suatu sistem dimana serangkaian elemen yang berada didalamnya saling berhubungan dan berfungsi sebagai sebuah unit dalam mencapai suatu tujuan (Lunenburg dan Ornstein, 2000: 14). Implementasi konsep sistem kedalam lembaga dapat menjadi landasan dalam mewujudkan institusi pendidikan sebagai organisasi belajar (learning organization).(Senge 1990: 3). setiap orang didalam organisasi secara terus menerus mengembangkan kemampuan mereka untuk mencapai hasil yang benar-benar mereka inginkan. Memperbaharui atau mengembangkan cara berfikir mereka, mengungkapkan aspirasi dan secara terus menems mencari cara untuk dapat belajar secara bersama-sama. Pada prinsipnya organisasi belajar adalah suatu komitmen strategis untuk menyerap dan berbagi i1mu pengetahuan didalam lingkup organisasi, dimana hal tersebut bermanfaat bagi individu,kelompok atau organisasi yang bersangkutan (Senge. 1990: 4).

  Wilson (1966: 9) mendefinisikan manajemen pendidikan sebagai koordinasi atas aspek-aspek yang penting guna terselenggaranya pembelajaran yang baik bagi seluruh pesert adidik dalam sebuah institusi pendidikan sekolah yang dituangkan kedalam rencana tersusun untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

  Fungsi Manajemen sebagai suatu karakteristik dari pendidikan muncul dari kebutuhan untuk memberikan arah pada perkembangan, baik secara kuantitatif atau kualitatif dalam operasional sekolah. Keruwetan yang meningkat karena luas dan banyaknya program telah mendorong usaha untuk merinci dan mempraktikkan prosedur administrasi yang sistematis.

  Keith and Giding (191: viii) dalam pendidian terhadap keberhasilan dan kegagalan belajar siswa adalah sebesar 32%. Dengan bertumpu pada landasan tersebut, pendidikan memulai usahanya dengan sungguh-sunguh untuk mengembangkan suatu teori dan ilmu administrasi pendidikan. Perkembangan ini melingkupi formulasi dan pemeriksaan proposisi teoritis, pendidikan praktik yang sistematis dan penerapan teori dari bidang ilmu sosiallain pada masalah administrasi pendidikan.

  Coladarci and Getzels, (1998) Seorang kepala sekolah yang memanajemensekolah tanpa pengetahuan manajemen pendidikan tidak akan bekerja secara efektif dan efisien, jauh dari mutu, dan keberhasilannya tidak meyakinkan. Pengetahuan dan atau teori tentang manajemen pendidikan sangat dibutuhkan dan harus dipahami oleh seorang kepala sekolah karena tanpa teori manajemen kepala sekolah akan melakukan pekerjaannya dengan tekanan dan pendapatnya saja. Hal tersebut tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan justru akan mengalami jalan buntu. Untuk itu teori manajemen pendidikan sangat membantu para kepala sekolah dalam menyelesaikan tugas dan tangungjawabnya.

  Rohiyat (2008: 15) Seorang kepala sekolah yang tidak mempelajari teori manajemen dalam mengelola sekolahnya tidak akan dapat mencapai tujuan secara efektif karena apa yang dilakukan perilaku yang sistematis dan berhubungan dengan konsep, asumsi dan generalisasi teori manajemen.

  Kepala Sekolah sebagai Top manajemen mempunyai tanggung jawab untuk selalu mengembangkan visi dan misi sekolah bersifat dinamis dan dapat memunculkan perubahan- perubahan dengan didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber daya Sarana Prasarana dan sumber daya informasi (Marwata: 2007).

2.4.2 Manajemen Mutu Terpadu (MMT)Pendidikan

  Menurut Edward Sallis (2006: 73) terdapat beberapa definisi mengenai Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut para ahli yaitu:

  1. Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut Edward Sallis adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.

  2. Menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) Manajemen Mutu Terpadu ialah suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.

  3. Menurut West

  • – Burnham (1997) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ialah semua fungsi yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan.

  Proses perkembangan Manajemen Mutu Terpadu (TQM) pada suatu sekolah akan terlihat dengan mengetahui karakteristik yang muncul. Goetsch dan Davis (dalam Fariadi, Ruslan, 2010). mengungkapkan 10 (sepuluh) unsur utama (karakteristik) total quality management, sebagai berikut:

  1. Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

  2. Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.

  3. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.

  4. Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis.

  Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

  5. Kerjasama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.

  6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.

  7. Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.

  8. Kebebasan yang terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.

  9. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.

  10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.

  Dalam MMT (Manajemen Mutu Terpadu) keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dikatakan berhasil jika: 1) Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan perlakuan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah.

  Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah. 2) Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah. 3) Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan

  4) Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya (Panduan Manajemen Sekolah, 2000: 193).

  Lebih lanjut menurut Slameto (2009: 62) terdapat 4 karakteristik dalam pelaksanaan MBS di suatu sekolah, sebagai berikut:

  a. Mampu memberikan otonomi dan kemandirian kepada sekolah.

  b. Mampu mendorong terciptanya proses pengambilan keputusan partisipatif. c. Mampu melibatkan secara langsung/memberdayakan semua warga sekolah.

  d. Tetap menggunakan standar pelayanan yag ditetapkan oleh pemerintah pusat, propinsi, kota/kabupaten.

  Kesimpulan yang diperoleh dari uraian di atas adalah dari Produk (output) dan diakhiri dengan input (input) mengingat Produk(output) memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari Produk(output), dan input(input) memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari Produk (output).Karakteristik manajemen berbasis sekolah bisa diketahui dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses kegiatan belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan administrasinya.

   Kerangka Berpikir

  Untuk menyederhanakan deskripsi penelitian tentang evaluasi konteks, input, proses dan produk (CIPP) dari Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Mutu di SDN Kandri 01 Gunungpati, Kota Semarang ini bisa dilihat sebagaimana bagan kerangka berpikir berikut.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

  Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Mutu

  Mutu SDN Kandri 01 Gunungpati

Evaluasi Process

  

Manajemen

Sekolah Berbasis

Evaluasi

conteks Manajemen

  

Sekolah Berbasis

Evaluasi input

  

Manajemen Sekolah

Berbasis Mutu

Evaluasi Product

Manajemen

  

Sekolah Berbasis

Program dihentikan Program dilanjutkan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Kelas 5

0 0 86

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: The Development of ‘Snake and Ladder’ Learning Media to Enrich Indonesian Vocabulary in Thematic Instruction for Fourth Grade Students

0 0 18

i PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA SISWA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DI KELAS IV SD NEGERI MANGUNSARI 02 KECAMATAN SIDOMUKTI KOTA SALATIGA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20162017 Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian Universit

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bimbingan Dan Konseling Di SMA Theresiana 1 Semarang (Dengan Model Evaluasi CIPP)

0 0 13

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Evaluasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bimbingan Dan Konseling Di SMA Theresiana 1 Semarang (Dengan Model Evaluasi CIPP)

0 0 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bimbingan Dan Konseling Di SMA Theresiana 1 Semarang (Dengan Model Evaluasi CIPP)

0 1 33

EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA THERESIANA 1 SEMARANG (Dengan Model Evaluasi CIPP) TESIS

0 6 19

2. Mengapa Program Bimbingan dan Konseling dilakukan di sekolah ? Jawaban: 3. Apakah saja yang diperlukan dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling ? - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bimbingan Dan Ko

0 0 48

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar Siswa Melalui Mata Pelajaran IPA dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Karanggondang 03 Kecamatan Mlon

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah: Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sekolah Berbasis Mutudi SDN Kandri 01 Gunungpati, Kota Semarang (Dengan Model Evaluasi CI

0 0 9