PENGARUH KONSELING CARA MENYUSUI TERHADAP PRAKTIK MENYUSUI YANG BENAR DI RUMAH BERSALIN WILAYAH SURAKARTA

MENYUSUI YANG BENAR DI RUMAH BERSALIN WILAYAH SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Disusun oleh :

RAHMA PRANANINDITA

R. 1110018

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konseling……………………..…………………………........ 5

a. Definisi Konseling.…………….………….……………...

b. Tujuan Konseling…………….…….………….………….

c. Pendekatan Konseling………..………………………...... 7

d. Langkah-langkah konseling………………………………

e. Tahapan Konseling ………………………………………

12

f. Masa-masa sulit konseling………………………….…….

14

g. Keberhasilan Konseling…………………………………..

15

B. Praktik………………………….………………………......... 17

C. Menyusui………………..………………………………….… 18

a. Pembentukan dan Persiaopan ASI………………………..

19

b. Posisi dan Perlekatan Menyusui…………………………...

21

c. Langkah-langkah Menyusui yang Benar…………………..

25

d. Lama dan Frekuensi Menyusui…………………………….

27

e. Tanda Bayi Menyusu dengan Benar………………………..

23

D. Pengaruh Konseling Cara Menyusui Terhadap Praktik Menyusui Yang Benar…………………………………................................... 28

E. Kerangka Konsep……………………………………………....

30

F. Hipotesis Penelitian…………………………………………….. 31

C. Analisis Pengaruh Pemberian Konseling Terhadap Praktik Menyusui Yang Benar ……………………………………………………………

1. Pengujian Prasyarat Analisis………………………………………… 53

2. Analisis Data………………………………………………………… 53 BAB V PEMBAHASAN

A. Kendala Penelitian………………………………………………………. 55

B. Karakteristik Responden………………………………………………… 55

C. Pengaruh Konseling Terhadap Praktik Menyusui Yang Benar………… 58 BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………… 61

B. Saran……………………………………………………………..…….... 62 DAFTAR PUSTAKA

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Pengaruh Konseling Cara Menyusui Terhadap Praktik Menyusui Yang Benar di Rumah Bersalin Wilayah Surakarta”.

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Saint Terapan. Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dari bantuan beberapa pihak, baik berupa bimbingan, dorongan dan nasehat- nasehat. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu :

1. Prof Ravik Karsidi, Dr. M.S, Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Zainal Arifin Adnan, Dr.dr. SpPD-KR-FINASIM, Dekan Fakultas Kedokteran.

3. H. Tri Budi Wiryanto, dr, SpOG (K), Ketua Program Studi D IV Kebidanan UNS.

4. Erindra Budi C, S.Kep. Ns, M.Kes, Ketua Tim KTI.

5. Sri Mulyani, S.Kep.Ns., M.Kes, Sekretaris Program Studi D IV Kebidanan UNS.

6. Sri Anggarini, S.SiT, M.Kes Pembimbing Utama dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang selalu membimbing dan memberikan masukan saran serta ilmunya.

7. M. Nur Dewi S.ST, M.Kes, Pembimbing Pendamping dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang selalu membimbing dan memberikan masukan saran serta ilmunya.

8. Ropitasari, S,ST, M. Kes, Penguji Utama dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

9. Ari Probandari, dr. MPH. PHD, Sekretaris Penguji dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

Universitas Sebelas Maret yang telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh belum sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun semoga Allah SWT memberikan balasan yang melimpah kepada Bapak / Ibu, Saudara / Saudari. Amin.

Surakarta, Agustus 2011

Penulis

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menyusui merupakan bagian dari masa nifas yang terpenting, karena bayi memerlukan Air Susu Ibu (ASI) untuk pertumbuhan dan perkembangannya. ASI mengandung komposisi nutrisi yang ideal dari ibu, serta mudah dicerna oleh bayi. ASI eksklusif artinya bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain dan makanan padat mulai lahir sampai usia 6 bulan (Roesli, 2005). Cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia (UNICEF, 2008).

Jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008 sebesar 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% menjadi 27,9% sedangkan data yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 28,96% sedangkan data dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta tahun 2009 menunjukkan cakupan ASI eksklusif sebesar 12,5%. Angka ini dirasakan masih rendah bila dibandingkan dengan target pencapaian ASI eksklusif tahun 2010 sebesar 80% (Dinkes, 2009).

Dari data diatas menunjukan bahwa banyak ibu yang kurang mengetahui tentang pentingnya manfaat ASI. Cara menyusui merupakan salah Dari data diatas menunjukan bahwa banyak ibu yang kurang mengetahui tentang pentingnya manfaat ASI. Cara menyusui merupakan salah

Ketidaktahuan ibu nifas tentang cara menyusui yang benar bisa menyebabkan kurangnya produksi ASI. Untuk itu perlu diberikan konseling tentang cara menyusui yang benar kepada ibu nifas, sehingga dapat menambah pengetahuan pada ibu nifas. Konsep dasar konseling cara menyusui masa nifas merupakan suatu proses belajar yang sangat berarti, di dalam konseling cara menyusui itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada ibu nifas dalam cara menyusui yang benar (Saryono dan Pramitasari, 2008).

Penelitian terdahulu mengkaji hal-hal yang menyangkut cara menyusui, adapun penelitian yang dilakukan oleh Dhames Vidya Angsuko (2010) tentang hubungan pengetahuan ibu tentang cara menyusui dengan perilaku menyusui bayi usia 0-6 bulan di Bidan Yuda Klaten, dengan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap

68 ibu nifas. Teknik sampling menggunakan Non Probability Sampling dengan tipe purposive sampling, hasil akhir ada hubungan antara pengetahuan 68 ibu nifas. Teknik sampling menggunakan Non Probability Sampling dengan tipe purposive sampling, hasil akhir ada hubungan antara pengetahuan

B. Rumusan Masalah

“Apakah ada pengaruh konseling cara menyusui terhadap praktik menyusui yang benar?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling cara menyusui dengan metode ceramah dan diskusi dengan media leaflet, terhadap praktik menyusui yang benar di rumah bersalin wilayah Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui praktik menyusui pada ibu nifas sebelum diberikan konseling cara menyusui yang benar di rumah bersalin wilayah Surakarta.

b. Mengetahui praktik menyusui pada ibu nifas setelah diberikan konseling cara menyusui yang benar di rumah bersalin wilayah Surakarta.

c. Menganalisis pengaruh konseling cara menyusui terhadap praktik menyusui yang benar di rumah bersalin wilayah Surakarta.

1. Teoretis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah informasi dan wawasan tentang pengaruh konseling cara menyusui dengan metode ceramah dan diskusi dengan media leaflet terhadap praktik menyusui yang benar.

2. Aplikatif

a. Bagi Tenaga Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bacaan untuk bidan dan memotivasi para pelayan tenaga kesehatan agar selalu memberikan informasi kesehatan terutama tentang pengaruh konseling cara menyusui terhadap praktik menyusui yang benar.

b. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang cara menyusui yang kurang sempurna.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Konseling

a. Definisi Konseling Menurut Notoatmodjo (2005), konseling pada hakikatnya merupakan metode penyuluhan yaitu kegiatan menyampaikan pesan atau kesehatan kepada masyarakat, kelompok dan individu dimana pengetahuan merupakan hasil tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari melalui mata dan telinga. Pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior ).

Konseling adalah suatu hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dengan seorang klien. Merupakan suatu proses yang dirancang dan direncanakan untuk membantu klien dalam menentukan pilihan dan memecahkan masalahnya (Gunarsa, 2007).

Konseling adalah suatu proses pembelajaran, pembinaan hubungan baik, pemberian bantuan dan bentuk kerja sama yang dilakukan secara profesional kepada klien untuk memecahkan masalah, mengatasi hambatan perkembangan dan memenuhi kebutuhan klien (Yulifah, 2009).

menuntut adanya komunikasi, interaksi yang mendalam dan usaha bersama antara konselor dengan klien untuk mencapai tujuan konseling yang dapat berupa pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan ataupun perubahan tingkah laku dan sikap seseorang (Tyastuti, 2008).

Kesimpulan konseling (counceling) adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan keterampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

b. Tujuan Konseling Tujuan konseling dimaksudkan sebagai pemberian layanan untuk membantu masalah klien, karena masalah klien yang benar-benar telah terjadi akan merugikan diri sendiri dan orang lain, sehingga harus segera dicegah dan jangan sampai timbul masalah baru. Masalah lainnya adalah klien tidak mampu dan mengerti tentang potensi yang ada pada dirinya, konseling berusaha membantu potensi yang dimilikinya sehingga dapat digunakan secara efektif.

Menurut Sugiharto (2008), tujuan utama konseling adalah membantu klien berani menghadapi tantangan dan kenyataan yang harus dihadapi. Klien dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan atau orang lain dan menjadi lebih percaya diri.

lima poin, yaitu sebagai berikut :

1) Memfasilitasi perubahan tingkah laku klien. Proses konseling menekankan adanya perubahan tingkah laku, dengan tujuan memberikan klien kesempatan agar dapat lebih produktif dan memuaskan dalam hidupnya.

2) Meningkatkan kemampuan klien untuk menciptakan dan memelihara hubungan. Proses konseling pada intinya adalah menjalin dan melanggengkan hubungan baik antara konselor dan klien sampai dengan proses konseling berakhir.

3) Mengembangkan keefektifan dan kemampuan klien untuk memecahkan masalah. Konseling diarahkan untuk memanfaatkan kemampuan atau potensi klien.

4) Meningkatkan kemampuan klien dalam membuat keputusan. Tugas konselor adalah membantu klien memperoleh informasi dan memperjelas masalah-masalah yang dihadapi klien.

5) Memfasilitasi perkembangan potensi klien. Konselor berupaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan klien dengan memberi kesempatan kepada klien untuk belajar menggunakan kemampuan dan minatnya secara optimal.

c. Pendekatan Konseling Konseling sangat bermanfaat untuk membantu klien dalam menghadapi permasalahan-permasalahan, mulai dari yang sepele hingga c. Pendekatan Konseling Konseling sangat bermanfaat untuk membantu klien dalam menghadapi permasalahan-permasalahan, mulai dari yang sepele hingga

Pendekatan-pendekatan di dalam konseling menurut beberapa ahli, diantaranya :

1) Pendekatan Psikoanalis Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati dan hubungan pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara-cara yang realistis.

2) Pendekatan Rasional Emotif Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irrasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis (Sugiharto, 2008).

Pendekatan Behavioral

Konselor menekankan pada teknik dan prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku klien dengan cara memodifikasinya sampai perilaku klien berubah (behavior modification).

4) Pendekatan Kognitif Pada pendekatan kognitif, konselor berusaha menekankan pada proses berpikir rasional, tentang apa yang dihadapi klien. Pendekatan ini memberikan keyakinan bahwa klien dalam berpikir akan mempengaruhi perasaan dan tindakannya. Orientasi kognitif akan akan 4) Pendekatan Kognitif Pada pendekatan kognitif, konselor berusaha menekankan pada proses berpikir rasional, tentang apa yang dihadapi klien. Pendekatan ini memberikan keyakinan bahwa klien dalam berpikir akan mempengaruhi perasaan dan tindakannya. Orientasi kognitif akan akan

5) Pendekatan Afektif Pendekatan afektif memusatkan perhatian pada perubahan perasaan klien selama proses konseling. Pendekatan ini meyakinkan klien bahwa perasaan dan lingkungan klien dapat berubah (Walgito, 2004).

d. Langkah-Langkah Konseling Langkah-langkah dalam konseling merupakan suatu cara bagaimana proses konseling itu berjalan, sehingga dapat memecahkan suatu masalah yang telah dihadapi klien. Langkah-langkah konseling menurut Tyastuti (2008) adalah :

1) Menyatakan kepedulian Dari kepedulian dan perhatian akan tumbuh rasa keinginan dan semangat pada diri klien untuk menyelesaikan masalah, klien juga akan menunjukkan kesungguhan dan kejujuran terhadap apa yang sedang dihadapinya.

2) Membentuk hubungan Pada langkah ini, ada harapan terjalin hubungan ketergantungan klien pada konselor yaitu bagaimana konselor menggunakan dirinya sebagai sosok pribadi yang dapat dicontoh. Dengan ketergantungan klien kepada konselor, klien akan lebih banyak memberikan 2) Membentuk hubungan Pada langkah ini, ada harapan terjalin hubungan ketergantungan klien pada konselor yaitu bagaimana konselor menggunakan dirinya sebagai sosok pribadi yang dapat dicontoh. Dengan ketergantungan klien kepada konselor, klien akan lebih banyak memberikan

3) Menentukan tujuan dan eksplorasi perasaan

a) Tujuan yang ditentukan dapat berupa hal-hal sebagai berikut :

b) Adanya perubahan pada diri klien baik secara fisik maupun psikis

(tindakan atau perasaan).

c) Terbentuknya perasaan diterima atau dipercaya.

d) Terciptanya pemahaman dan pengertian klien terhadap

masalahnya.

e) Mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah sekarang dan yang

akan datang.

4) Menangani masalah Konselor harus dapat membuat prioritas dalam menentukan masalah yang harus ditangani terlebih dahulu dan masalah yang harus ditinggalkan. Sebagai seorang konselor, harus dapat menangani dan mengarahkan klien pada masalah yang sebenarnya atau yang menjadi prioritas utama.

5) Menumbuhkan kesadaran Dalam menumbuhkan kesadaran klien, konselor berusaha mengarahkan klien untuk mencapai pemahaman (insight). Melalui kesadaran diri, klien benar-benar memahami apa yang dialami dan menyelesaikan masalahnya.

Meskipun klien telah mencapai insight , akan tetapi sering kali klien sulit untuk mengambil keputusan atau tindakan dalam menyelesaikan masalah. Pengambilan keputusan sangat diperlukan dalam penyelesaian suatu masalah, untuk itu peran konselor adalah mengajak klien merencanakan atau melaksanakan tindakan dari insight.

7) Melakukan penilaian hasil dan mengakhiri konseling Konselor harus menilai sejauh mana klien dapat mencapai tujuan konseling yang akan menentukan apakah konseling dapat diakhiri atau tidak. Akan tetapi, harus diingat bahwa konselor tidak sepenuhnya bertindak sebagai orang yang menentukan kapan konseling akan berakhir, konseling diakhiri atas persetujuan klien.

Menurut Sugiharto (2008), langkah-langkah konseling diantaranya :

1) Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.

2) Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien.

saat ini. Klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.

4) Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.

e. Tahapan Konseling Menurut Gunarsa (2007), tahapan konseling dibagi menjadi tiga yaitu:

Tahap awal

Konseling dilakukan untuk menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat melibatkan diri secara aktif dalam proses konseling. Langkah yang harus diperhatikan adalah membina hubungan baik antara konselor dengan klien, tumbuhnya rasa percaya (trust) diantara keduanya, saling menerima dan bekerja sama dalam proses penyelesaian masalah.

2) Tahap inti

Tahap ini bertujuan membantu klien memahami gambaran diri, hakikat masalah, penyebab, menemukan alternatif pemecahan masalah dan melaksanakan alternatif tersebut. Tahap ini terdiri atas enam langkah sebagai berikut :

Bagaimana konselor mengondisikan keadaan klien dalam proses konseling. Konselor berusaha mengadakan perubahan tingkah laku dan perasaan klien.

b) Identifikasi masalah dan penyebabnya

Konselor melakukan pendataan masalah dan mencari apa yang menjadi latar belakang dari suatu masalah.

c) Identifikasi penyebab masalah

Konselor membuat beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah, klien memilih sendiri dari beberapa alternatif yang disediakan oleh konselor.

d) Pengujian dan penetapan alternatif pemecahan

Setelah klien menentukan pilihan untuk menyelesaikan permasalahannya, klien diharapkan dapat melakukan dan mengerjakannya.

e) Evaluasi alternatif pemecahan

Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk meninjau kembali sejauh mana alternatif pemecahan masalah telah dilaksanakan serta hasil dari pemecahan masalah.

f) Implementasi alternatif pemecahan

Konselor menganjurkan klien untuk melakukan dan bertindak sesuai dengan salah satu dari pemecahan yang telah dipilihnya.

Tahapan terakhir yang harus dilakukan konselor adalah melakukan penilaian terhadap efektivitas proses konseling dan menentukan rencana tindak lanjut. Tahapan ini biasanya digunakan untuk mengakhiri proses pemberian bantuan yang dapat bersifat sementara atau tetap.

Pengakhiran sementara adalah proses pengakhiran konseling pada pertemuan pertama dan dapat dilanjut dengan pertemuan berikutnya, tentu saja dengan membuat kontrak terlebih dahulu dengan klien. Sedangkan, pengakhiran tetap dilakukan apabila klien dianggap sudah mampu, mandiri serta dapat mengaplikasikan keterampilan yang diperoleh melalui konseling dalam menghadapi masalah.

f. Masa-Masa Sulit dalam Konseling Situasi yang sulit merupakan tantangan bagi konselor untuk menghadapinya, keterampilan konseling terletak pada bagaimana mengatasi masa-masa sulit dalam konseling. Untuk menghadapi tantangan tersebut, konselor harus memiliki pengetahuan yang baik tentang apa yang harus dilakukan. Masa-masa sulit dalam konseling menurut Yulifah (2009), diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Klien diam, tidak mau bicara.

2) Klien menangis terus-menerus.

3) Konselor meyakini bahwa tidak ada penyelesaian bagi masalah klien.

5) Konselor tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan klien.

6) Klien menolak bantuan konselor.

7) Bias gender.

8) Konselor dan klien sudah saling mengenal sebelumnya.

9) Klien menanyakan hal-hal yang sangat pribadi kepada klien.

g. Keberhasilan Konseling Menurut Septalia (2010), keberhasilan konseling dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang meliputi :

1) Umur Umur mempunyai pengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Sehingga praktik pijat bayi yang dilakukan semakin membaik (Notoatmodjo, 2005). Semakin tinggi tingkat umur, semakin baik kemampuan praktik ibu dalam memijat bayinya, sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktik.

2) Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang didapatnya.

Menurut Kuncoroningrat yang dikutip oleh Nursalam Pariani (2001) bahwa pendidikan seseorang berpengaruh pada pengetahuannya, Menurut Kuncoroningrat yang dikutip oleh Nursalam Pariani (2001) bahwa pendidikan seseorang berpengaruh pada pengetahuannya,

3) Tingkat Sosial Ekonomi Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi baru. Pekerjaan berkaitan erat dengan status ekonomi, pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan, semakin tinggi pendapatan keluarga akan lebih mudah mendapatkan informasi tentang praktik menyusui misalkan mengikuti seminar atau membeli buku tentang praktik menyusui dibanding dengan status ekonomi rendah (Notoatmodjo, 2005). Pekerjaan merupakan kegiatan utama yang dilakukan untuk mencari nafkah.

Lingkungan pekerjaan dapat digunakan sebagai sarana dalam mendapatkan informasi yaitu dengan bertukar pikiran dengan teman- teman di lingkungan kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Kuncoroningrat yang dikutip oleh Nursalam dan Pariani (2001) yaitu lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya dan dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

5) Kepercayaan Masyarakat Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan penyampaian informasi.

6) Ketersediaan Waktu di Masyarakat Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam konseling.

B. Praktik (Practise)

Praktik mempunyai beberapa tingkatan yaitu:

a. Persepsi Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respon terpimpin Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d. Adopsi Suatu praktik yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik seseorang adalah

1) Predisposisi (presdiposing factors): Pendidikian, ekonomi, hubungan sosial.

2) Pendukung (enabling factors): Lingkungan fisik, fasilitas kesehatan.

3) Penguat (reinforcing factors): petugas kesehatan, tokoh masyarakat. Setelah seseorang mengalami stimulus atau obyek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui dan disikapinya (Notoatmodjo, 2003).

C. Menyusui

a. Pembentukan dan Persiapan ASI Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Pada kehamilan, payudara semakin padat karena retensi air, lemak serta berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan a. Pembentukan dan Persiapan ASI Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Pada kehamilan, payudara semakin padat karena retensi air, lemak serta berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan

1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepas tidak menumpuk.

2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan bayi.

3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi.

b. Posisi dan Perlekatan Menyusui Menurut Varney (2007), hal yang harus diperhatikan dalam posisi menyusui adalah sebagai berikut:

1) Posisi menggendong, bayi berbaring miring, menghadap ibu. Kepala, leher, dan punggung atas bayi diletakkan pada lengan bawah lateral payudara. Ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan.

2) Pada posisi menggendong-menyilang, bayi berbaring miring, menghadap ibu. Kepala, leher, dan punggung atas bayi diletakkan pada telapak kontralateral dan sepanjang lengan bawahnya. Ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan.

lengan dan samping dada ibu. Lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi, dan ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan.

4) Posisi berbaring miring, ibu dan bayi berbaring miring saling berhadapan. Posisi ini merupakan posisi paling nyaman bagi ibu yang menjalani penyembuhan dari pelahiran melalui pembedahan.

Gambar 2.1. Posisi Menyusui

Menurut Purwanti (2004) posisi yang nyaman saat menyusui sangat penting. Lecet pada puting susu dan payudara merupakan kondisi tidak normal saat menyusui. Penyebab lecet yang paling umum adalah perlekatan yang tidak benar pada payudara.

Gambar 2.2. Posisi Perlekatan saat Menyusui

c. Langkah-Langkah Menyusui Yang Benar Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusui menurut Perinasia (2004), adalah :

1) Sebelum menyusui, Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan disekitar putting, duduk dan berbaring dengan santai.Cara ini memiliki manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan puting susu.

2) Payudara dipegang dengan menggunakan ibu jari dibagian atas (corpus) dan jari yang lain menopang. Jangan menekan puting susu atau aerolanya saja.

Gambar 2.3. Cara Memegang Payudara

3) Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.

Gambar 2.4. Cara Meletakkan Bayi

4) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara menyentuh ujung pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut.

Gambar 2.5. Cara Merangsang Mulut Bayi

5) Setelah bayi membuka mulut, sesegera mungkin kepala bayi didekatkan ke arah payudara ibu dengan puting serta aerola dimasukkan ke mulut bayi.

6) Usahakan sebagian besar aerola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola.

Gambar 2.6 Perlekatan Benar

Gambar 2.7 Perlekatan Salah

7) Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau

disangga lagi.

8) Melepas isapan bayi dengan cara : Setelah menyusui pada payudara sampai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi yaitu dagu bayi ditekan ke bawah atau jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut.

Gambar 2.8. Cara Melepas Isapan Bayi

(yang dihisap terakhir).

10) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian

dioleskan pada puting susu dan aerola sekitarnya.

11) Menyendawakan bayi Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh-Jawa) setelah menyusui. Cara menyendawakan bayi :

a) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian

punggungnya ditepuk perlahan-lahan,

b) Bayi tidur tengkurap dipangkuan ibu, kemudian punggungnya

ditepuk perlahan-lahan.

Gambar 2.9. Posisi Menyendawakan Bayi

d. Lama dan Frekuensi Menyusui Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan setiap saat apabila bayi membutuhkannya. Ibu harus menyusui bayinya jika bayi menangis bukan karena sebab yang d. Lama dan Frekuensi Menyusui Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan setiap saat apabila bayi membutuhkannya. Ibu harus menyusui bayinya jika bayi menangis bukan karena sebab yang

Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi akan sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai dengan kebutuhan bayi akan mencegah timbulnya masalah dalam menyusui.

Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara sebaiknya setiap kali menyusui harus menggunakan kedua payudara secara bergantian. Anjurkan kepada ibu agar menyusui sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI menjadi baik. Selama masa menyusui sebaiknya ibu menggunakan penyangga dada yang tidak terlalu ketat (Budiasih, 2008).

Gambar 2.10. Penyangga Dada untuk Menyusui

Menyusui dengan teknik yang tidak benar akan mengakibatkan putting susu lecet, ASI tidak keluar secara optimal sehingga dapat mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau menyebabkan bayi menjadi enggan menyusu (Perinasia, 2004).

Menurut Suryoprajogo (2009) apabila bayi telah menyusu dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut : 1)

Mulut bayi seluruhnya tertangkup di puting dan payudara 2)

Dahi bayi menyentuh payudara

3)

Payudara tidak nyeri ketika disusui

4) Apabila ibu dapat melihat daerah aerola, maka ibu seharusnya 5)

Melihat aerola lebih banyak masuk ke dalam mulut bayi 6)

Pipi bayi tidak tertekan

7)

Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan

8)

Kepala agak menengadah

9) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus

10) Apabila sudah selesai menyusu maka bayi akan melepaskan putting dengan sendirinya (Proverawati dan Rahmawati, 2010).

Gambar 2.11. Teknik Menyusui yang Benar

D. Pengaruh Konseling Cara Menyusui Terhadap Praktik Menyusui Yang Benar

Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara dan cara-cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan (Rahayu, 2010).

Dalam memberikan penyuluhan atau konseling terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan, diantaranya adalah :

a) Pendidikan

b) Sosial ekonomi

c) Pekerjaan

d) Adat istiadat

e) Kepercayaan masyarakat

Siregar (2004), menyebutkan banyak hal yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya, hal ini biasanya disebabkan oleh :

a) Adanya perubahan struktur dan masyarakat.

b) Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil dari kemajuan teknologi.

c) Iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi.

d) Ibu yang bekerja.

e) Pengaruh dari tenaga pelayanan kesehatan. Diharapkan setelah diadakan konseling ibu nifas akan mengetahui tentang cara menyusui yang benar dan mempraktikkannya.

Gambar 2.12. Skema Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Faktor –faktor yang mempengaruhi praktik:

1. Tingkat pendidikan

2. Status ekonomi

3. Hubungan Sosial

4. Fasilitas kesehatan masyarakat

5. Fasilitas pelayanan kesehatan

6. Tokoh masyarakat (Notoatmodjo, 2003)

Konseling

Transfer Informasi

Penginderaan Informasi oleh

ibu nifas

Peningkatan

Informasi

Praktik Menyusui

Faktor – faktor yang mempengaruhi konseling :

1. Umur

2. Tingkat Pendidikan

3. Tingkat Sosial Ekonomi

4. Adat istiadat

5. Kepercayaan masyarakat

6. Ketersediaan waktu di masyarakat (Septalia,2010)

Ada pengaruh konseling tentang cara menyusui terhadap peningkatan praktik menyusui yang benar.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu (quasi experimental designs), karena peneliti tidak melakukan randomisasi kepada anggota-anggota kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Rancangan penelitian ini menggunakan test awal dan test akhir dengan kelompok kontrol (Non-Equivalent Control Group). Sebuah rancangan penelitian dengan melakukan test awal kemudian dilakukan perlakuan dalam jangka waktu tertentu kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya sebagai test akhir yang dilakukan pada kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) adapun skema rancangannya sebagai berikut (Notoatmodjo, 2002).

Pretest Perlakuan Postest Kel. Eksperimen

Kel. Kontrol

Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian

Keterangan: O1 : Tes awal

X : Perlakuan (Konseling cara menyusui) O2 : Tes akhir

O1 X

O2 O1 O2

Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah bersalin wilayah Surakarta pada bulan Mei-Juni tahun 2011.

C. Populasi Penelitian

1. Populasi target Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran aktif yang parameternya akan diketahui melalui penelitian, tetapi tidak mungkin semua subjek dalam populasi target akan diamati (Taufiqurrahman, 2008). Populasi target dalam penelitian ini adalah ibu nifas di rumah bersalin wilayah Surakarta.

2. Populasi aktual Populasi aktual yaitu populasi yang lebih kecil sehingga memungkinkan diukur untuk mendapatkan informasi tentang populasi sasaran (Taufiqurrahman, 2008). Populasi aktual dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang melahirkan di rumah bersalin wilayah Surakarta pada bulan Mei - Juni 2011 yang berjumlah 38 orang, 20 dari RB Harapan Bunda dan 18 dari RB Sri Lumintu.

D. Sampel Penelitian dan Teknik Sampling

A. Sampel dan Teknik Sampling

1. Sampel

Sampel merupakan hasil pemilihan subjek dari populasi untuk memilih karakteristik populasi (Taufiqurrahman, 2008). Sampel dalam Sampel merupakan hasil pemilihan subjek dari populasi untuk memilih karakteristik populasi (Taufiqurrahman, 2008). Sampel dalam

2. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling . Simple Random Sampling adalah metode mencuplik sampel secara acak dimana masing-masing subjek atau unit populasi memiliki peluang sama dan independen untuk terpilih kedalam sampel (Murti, 2010). Dalam penelitian ini sampel dipilih secara acak yaitu 20 dari kelompok eksperimen dan 18 dari kelompok kontrol.

E. Estimasi Besar Sampel

Menurut Notoatmojo (2005), estimasi besar sampel untuk penelitian eksperimental kuasi dapat dihitung dari rumus berikut:

Dimana: N

: Besar populasi n :Besar sampel

:Tingkat kepercayaan yang diinginkan Kelompok eksperimen :

Kelompok kontrol :

F. Kriteria Restriksi

1. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini kriteria inklusi yang dipakai adalah:

a. Semua ibu yang nifas yang rawat inap dan rawat jalan di rumah bersalin wilayah Surakarta

b. Ibu yang menyusui bayinya.

c. Bisa membaca dan menulis.

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Notoatmodjo, 2005). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Ibu yang mempunyai kelainan fisik pada payudara misalnya puting susu datar, puting susu terpendam.

b. Ibu yang mengalami gangguan psikologis.

c. Tidak bersedia menjadi responden.

G. Pengalokasian Subjek

Pengalokasian subjek menjelaskan tentang cara pengelompokan subjek yang mendapat perlakuan dan kontrol (pembanding) (Taufiqurrahman, 2010). Pengelompokan besar sampel yang mendapat konseling (kelompok intervensi) dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 orang dan sebagai kelompok pembanding sebanyak 18 orang subjek yang dikelompokkan secara non random, dan diambil dari populasi yang sama dengan kelompok intervensi.

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

No Variabel

Definisi Operasional

Indikator

Pengukuran Alat Ukur Skala 1. Bebas : Pemberian konseling cara menyusui yang benar

Kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kepada ibu nifas tentang cara menyusui .

Konseling diberikan untuk memberikan informasi tentang cara menyusui yang benar dengan meliputi posisi dan perlekatan menyusui, langkah menyusui, lama dan frekuensi menyusui dan tanda bayi menyusui dengan benar.

- Nominal

2. Praktik menyusui yang benar

Suatu hasil praktik sebelum dan sesudah dilakukan konseling tentang cara menyusui yang benar

Skor jawaban masing - masing dengan sistem penskoran sebagai berikut:

a. Skor 1 jika dilakukan

b. Skor 0 jika tidak dilakukan

Checklist Interval

I. Intervensi dan Instrumentasi Cara Penelitian

1. Intervensi Pada penelitian ini kelompok eksperimen, intervensi dilakukan konseling cara menyusui yang benar dengan metode presentasi (ceramah) dan diskusi dengan media leaflet selama 25 menit. Metode ceramah yang digabung dengan diskusi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa dengan metode ceramah saja pengetahuan yang didapatkan kurang mendalam sehingga diperlukan diskusi untuk pendalaman materi. Media leaflet yang 1. Intervensi Pada penelitian ini kelompok eksperimen, intervensi dilakukan konseling cara menyusui yang benar dengan metode presentasi (ceramah) dan diskusi dengan media leaflet selama 25 menit. Metode ceramah yang digabung dengan diskusi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa dengan metode ceramah saja pengetahuan yang didapatkan kurang mendalam sehingga diperlukan diskusi untuk pendalaman materi. Media leaflet yang

Pada kelompok kontrol, intervensi dilakukan dengan cara melihat dan mengamati responden melakukan praktik menyusui yang benar dengan mencocokan checklist. Setelah responden melakukan kunjungan ulang postpartum

3 hari berikutnya, responden diminta melakukan praktik menyusui sekali lagi.

2. Instrumentasi

a. Konseling cara menyusui

1) Alat ukur Alat ukur yang digunakan untuk konseling berupa presensi.

2) Cara pengukuran Kelompok intervensi diberikan konseling sebelum pulang ke rumah, diwajibkan mengisi presensi pada akhir konseling.

b. Praktik menyusui yang benar

1) Alat ukur Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai praktik menyusui yang benar sebelum dan sesudah diberikan konseling adalah checklist yang berisi 16 item peryataan tentang persiapan menyusui, posisi menyusui, langkah- langkah menyusui yang benar, lama dan frekuensi menyusui dan tanda 1) Alat ukur Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai praktik menyusui yang benar sebelum dan sesudah diberikan konseling adalah checklist yang berisi 16 item peryataan tentang persiapan menyusui, posisi menyusui, langkah- langkah menyusui yang benar, lama dan frekuensi menyusui dan tanda

Tabel 3.2. Kisi-kisi checklist cara menyusui

Indikator

Item peryataan

Nomor item pernyataan

Jumlah Langkah-

langkah cara menyusui

Persiapan menyusui

Posisi menyusui

Langkah-langkah menyusui Lama dan frekuensi menyusui Tanda bayi menyusu dengan benar

2) Cara pengukuran Pengambilan data untuk praktik menyusui yang benar pada kelompok intervensi dan kontrol dilakukan kunjungan awal 3 hari postpartum.

3. Validitas dan Reliabilitas Menurut Notoatmodjo (2005) responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya yang memiliki kesamaan karakteristik dari tempat dimana penelitian itu dilaksanakan. Agar diperoleh distribusi nilai hasil yang mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Hasil uji coba ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur (cheklist) yang telah disusun tadi memiliki validitas dan reliabilitas.

Uji coba instrumen dilakukan kepada sampel kurang lebih 30 orang dari populasi yang dipakai (Sugiyono, 2009). Berdasarkan teori diatas maka uji Uji coba instrumen dilakukan kepada sampel kurang lebih 30 orang dari populasi yang dipakai (Sugiyono, 2009). Berdasarkan teori diatas maka uji

a. Uji Validitas Uji validitas untuk mengukur praktik menyusui yang benar dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi product moment yaitu mengkorelasikan antar skor item instrument dengan skor total (Arikunto, 2006).

Pengujian validitas dengan bantuan program SPSS 17 For Windows menghasilkan nilai korelasi (r hitung ). Suatu item pertanyaan dikatakan valid apabila memiliki nilai r hitung lebih besar dari r tabel . Adapun r tabel untuk pengujian dengan tingkat ketelitian α = 0,05 dan responden sebanyak 30 orang adalah sebesar 0,361.

Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan teknik korelasi product moment , didapatkan dari 16 item pernyataan checklist cara menyusui yang benar dan semuanya valid. Hasil uji validitas yang valid dapat dilihat pada lampiran 3.

b. Uji Reliabilitas Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen dengan rumus cronbach’s alpha. Instrumen dikatakan reliable apabila memiliki nilai cronbach’s alpha diatas 0,6 (Ghozali, 2001).

Uji reliabilitas diolah menggunakan program SPSS versi 17.00. Seluruh item pertanyaan yang dinyatakan valid, selanjutnya akan dilakukan pengujian untuk menguji tingkat kepercayaan (reliabel), Uji reliabilitas diolah menggunakan program SPSS versi 17.00. Seluruh item pertanyaan yang dinyatakan valid, selanjutnya akan dilakukan pengujian untuk menguji tingkat kepercayaan (reliabel),

J. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

a. Editing (pemeriksaan data) yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar pernyataan, kartu, atau buku register.

b. Coding (pemberian kode) yaitu semua variabel diberi kode terutama data klasifikasi untuk mempermudah pengolahan.

c. Tabulating (penyusunan data) yaitu pengorganisasian data agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, ditata untuk disajikan dan dianalisis (Budiarto, 2002).

2. Analisis data Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis (Fajar, 2009). Analisis data menggunakan uji analisis data statistik parametrik dengan tahapan sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu menganalisa tiap variabel dari hasil tiap penelitian untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Analisis ini bermanfaat untuk Analisis univariat yaitu menganalisa tiap variabel dari hasil tiap penelitian untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Analisis ini bermanfaat untuk

Keterangan :

P = Persentase hasil

x = Jumlah skor yang diperoleh

n = Jumlah seluruh skor

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini praktik menyusui yang benar merupakan variabel terikat dan konseling cara menyusui penyuluhan merupakan variabel bebas.

Menggunakan analisis untuk membandingkan nilai variabel terikat berdasarkan variabel bebas yaitu sebelum dan sesudah diberikan konseling pada kelompok eksperimen dan hasilnya nanti akan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Uji statistik yang digunakan disesuaikan dengan skala yang dipakai. Dalam hal ini variabel data berskala rasio sehingga digunakan independent t-test (Sugiyono, 2007).

Uji t merupakan salah satu metode parametrik yaitu metode statistika yang mensyaratkan normalitas data. Normalitas data dilihat Uji t merupakan salah satu metode parametrik yaitu metode statistika yang mensyaratkan normalitas data. Normalitas data dilihat

1) Apabila nilai probabilitas p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

data terdistribusi normal.

2) Apabila nilai probabilitas p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

data tidak terdistribusi normal.

Peneliti menetapkan Confidence Interval (CI) 95 % dan nilai α = 5 % (0,05), selanjutnya hasil t-hitung dibandingkan dengan t- tabel. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel maka H 0 ditolak dan

menerima H a , artinya terdapat perbedaan praktik menyusui yang signifikan di rumah bersalin wilayah Surakarta sebelum dan sesudah diberikan konseling tentang cara menyusui.

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan untuk mengamati pemberian konseling tentang cara menyusui terhadap praktik menyusui yang benar pada ibu nifas di rumah bersalin wilayah Surakarta. Penelitian dilakukan dengan cara mengetahui praktik awal (pre test) baru kemudian dilakukan pemberian konseling dilanjutkan dengan praktik akhir (post test) dengan menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding. Jumlah keseluruhan subjek penelitian ada 38 responden (20 responden kelompok eksperimen dan 18 responden kelompok kontrol).

1. Umur Karakteristik responden berdasarkan umur pada kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini:

21 - 35 tahun

> 35 tahun

F reku

Gambar 4.1 Grafik Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan

Umur Umur

2. Pendidikan Karakteristik responden kelompok eksperimen dan kontrol berdasarkan pendidikan pada dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini:

Gambar 4.2 Grafik Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan

Pendidikan

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden pada kelompok eksperimen berpendidikan SMA yaitu 55,0% dari keseluruhan anggota kelompok. Sedangkan sebagian besar responden pada kelompok kontrol juga berpendidikan SMA yaitu 38,9% dari keseluruhan anggota kelompok.

Karakteristik responden kelompok eksperimen dan kontrol berdasarkan pekerjaan pada dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini:

Gambar 4.3 Grafik Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan

Pekerjaan

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden pada kelompok eksperimen bekerja swasta yaitu 30,0% dari keseluruhan kelompok. Sedangkan sebagian besar responden pada kelompok kontrol adalah ibu rumah tangga yaitu 44,4% dari keseluruhan anggota kelompok.

Karakteristik responden kelompok eksperimen dan kontrol berdasarkan paritas pada dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut ini:

F reku

Gambar 4.4 Grafik Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan

Paritas

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden pada kelompok eksperimen pernah melahirkan 2 kali yaitu 35,0% dari keseluruhan anggota kelompok. Sedangkan sebagian besar responden pada kelompok kontrol baru pernah melahirkan 1 kali yaitu 44,4% dari keseluruhan anggota kelompok.

B. Praktik Menyusui Ibu Nifas

1. Praktik Menyusui Sebelum Dilakukan Konseling (pretest)

Pretest dilakukan sebelum diberikan konseling untuk mengetahui kemampuan awal responden dalam praktik menyusui. Berikut ini Pretest dilakukan sebelum diberikan konseling untuk mengetahui kemampuan awal responden dalam praktik menyusui. Berikut ini

a. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen

Distribusi data skor pretest pada kelompok eksperimen dapat ditunjukkan dengan histogram berikut ini:

Gambar 4.5 Distribusi Frekuensi Skor Pretest Praktik Menyusui

Pada Kelompok Eksperimen

Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa rata-rata skor pretest kelompok eksperimen adalah sebesar 11,05 dengan standar deviasi sebesar 1,538. Skor terendah adalah sebesar 6 sedangkan skor tertinggi adalah sebesar 13. Skor yang paling banyak dimiliki responden adalah sebesar 11.

Distribusi data skor pretest pada kelompok kontrol dapat ditunjukkan dengan histogram berikut ini:

Gambar 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Pretest Praktik Menyusui

Pada Kelompok Kontrol

Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa rata-rata skor pretest kelompok kontrol adalah sebesar 10,61 dengan standar deviasi sebesar 1,092. Skor terendah adalah sebesar 9 sedangkan skor tertinggi adalah sebesar 12. Skor yang paling banyak dimiliki responden adalah sebesar 10.

2. Praktik Menyusui Sesudah Dilakukan Konseling (posttest)

Untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling terhadap praktik menyusui maka dilakukan posttest setelah konseling. Berikut ini Untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling terhadap praktik menyusui maka dilakukan posttest setelah konseling. Berikut ini

a. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen

Distribusi data skor posttest pada kelompok eksperimen dapat ditunjukkan dengan histogram berikut ini:

Gambar 4.7 Distribusi Frekuensi Skor Posttest Praktik Menyusui

Pada Kelompok Eksperimen

Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa rata-rata skor postest kelompok eksperimen adalah sebesar 12,95 dengan standar deviasi sebesar 1,276. Skor terendah adalah sebesar 11 sedangkan skor tertinggi adalah sebesar 15. Skor yang paling banyak dimiliki responden adalah sebesar 12.

Distribusi data skor posttest pada kelompok kontrol dapat ditunjukkan dengan histogram berikut ini:

Gambar 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Posttest Praktik Menyusui

Pada Kelompok Kontrol

Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa rata-rata skor postest kelompok kontrol adalah sebesar 10,83 dengan standar deviasi sebesar 1,043. Skor terendah adalah sebesar 9 sedangkan skor tertinggi adalah sebesar 12. Skor yang paling banyak dimiliki responden adalah sebesar 10.

pada Ibu Nifas

1. Pengujian Prasyarat Analisis Analisa data dengan menggunakan uji T-Test memiliki prasyarat dalam statistik parametrik yaitu data terdistribusi normal. Oleh karena itu perlu dilakukan uji normalitas data baik pretest maupun posttest. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan metode one sample kolmogorov-smirnov test .

a. Kelompok eksperimen

Tabel 4.1 Uji Normalitas Skor Pretest dan Posttest Kelompok

Eksperimen

Skor Z P Pretest Posttest

Sumber: Data primer 2011

Uji normalitas skor pretest menghasilkan nilai uji statistik z sebesar 1,284 dengan signifikansi (p) sebesar 0,074. Uji normalitas skor posttest menghasilkan nilai uji statistik z sebesar 0,991 dengan signifikansi (p) sebesar 0,279. Kedua pengujian menghasilkan p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor pretest dan posttest kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Tabel 4.2 Uji Normalitas Skor Pretest dan Posttest pada Kelompok Kontrol

Skor Z P Pretest Posttest

0,900 1,221

0,393 0,101

Sumber: Data Primer 2011