ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG GLADAG LANGEN BOGAN SURAKARTA

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG GLADAG LANGEN BOGAN SURAKARTA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Pada Fakultas Ekonomi Unirvesitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh : Dany Esaningrat Artianto

NIM : F1106003

FAKULTAS EKONOMI UNIRVESITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENDAPATAN PEDAGANG MAKANAN DAN MINUMAN GLADAG LANGEN BOGAN SURAKARTA ABSTRAK

Dany Esaningrat Artianto F1106003

Penelitian dengan judul Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Makanan dan Minuman Gladag Langen Bogan Surakarta untuk mengetahui deskripsi dan menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel modal, lama usaha, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan lokasi terhadap jumlah pendapatan pedagang, serta untuk mengetahui manakah variabel bebas tersebut yang paling besar memberikan pengaruh terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman di Gladag Langen Bogan Surakarta.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuatitatif dengan survey terhadap responden melalui kuisioner dan wawancara.Penelitian dilakukan terhadap seluruh pedagang Gladag Langen Bogan Surakarta. Dalam menganalisis digunakan tehnik analisis regresi berganda dengan mengunakan model linier, dengan uji ststistik (uji

t, uji F, koefisien determinasi R 2 ), uji asumsi klasik.

Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan pedagang makanan dan minuman di Gladag Langen Bogan Surakarta rata-rata memperoleh pendapatan sebesar Rp.150.000 s/d 300.000 tiap harinya,dengan modal rata- rata sebesar Rp.1000.000 s/d Rp.3000.000, lama usaha rata-rata kurang dari 10 tahun berdagang, jumlah tenaga kerja rata-rata 3 orang, tingkat pendidikan formal rata- rata lulus SMA, dan lokasi pedagang sebagian menempati area tengah serta barat dan timur dari lokasi Gladag Langen Bogan Surakarta.

Hasil penelitian menunjukkan dengan uji terhadap koefisien regresi secara parsial (uji t) menunjukkan 3 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan yaitu modal, lama usaha, tenaga kerja, sedangkan variabel pendidikan dan lokasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Uji F menunjukkan bahwa secara bersama- sama kelima variabel yaitu modal, lama usaha, tenaga kerja, pendidikan, lokasi berpengaruh terhadap pendapatan, selanjutnya dengan melihat Standardized Coefficients Beta untuk membuktikan hipotesis kedua ternyata dari kelima variabel tersebut variabel yang berpengaruh paling dominan yakni tenaga kerja.

Karena tenaga kerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pendapatan pedagang maka diharapkan pedagang di Gladag Langen Bogan menambah jumlah tenaga kerja, tenaga kerja disini haruslah dicari tenaga kerja yang terampil, berkwalitas dan profesional agar dapat meningkatkan jumlah pendapatan.

Kata Kunci : Pedagang Makanan dan Minuman Gladag Langen Bogan Surakarta,

Modal, Lama Usaha, Tenaga Kerja, Pendidikan , Lokasi, Regresi Linier.

Skripsi dengan judul :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG MAKANAN DAN MINUMAN GLADAG LANGEN BOGAN SURAKARTA

Surakarta, 13Agustus 2010 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing

(Dwi Prasetyani, SE, M.Si) NIP. 19770217 2003122 003

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim Penguji Skripsi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 13 Agustus 2010

Tim Penguji Skripsi

1. -------------------------

Ketua

2. -------------------------

Pembimbing

3. -------------------------

Anggota

“ Tetaplah bermimpi dan teruslah berusaha

untuk mewujudkannya” (penulis)

“Sesungguhnya dibalik kesulitan pasti ada

kemudahan” (Q.S.Al-Insyirah)

“Keberhasilan hanya dapat diraih dengan

99% usaha dan 1% doa” (penulis)

Karya ini aku persembahkan kepada :

1. Bapak dan Ibuku

2. Semua Keluargaku

3. Inspirasiku

4. Sahabat

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Makanan dan Minuman Gladag Langen Bogan Surakarta ”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi. Namun berkat arahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis manghaturkan terima kasih kepada :

1. Dwi Prasetyani, SE, M.Si, selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. M.Com, Ak. Bambang Sutopo, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta beserta staff dan karyawan yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan dan pelayanan kepada penulis.

5. Seluruh pengelola, pedagang dan pegawai stand di Gladag Langen Bogan Surakarta yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang sangat berguna bagi penyusunan skripsi ini.

6. Kedua orang tua dan keluarga besar yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan kepada penulis.

7. Retno Putri yang telah senantiasa memberikan bantuan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2006 dan semua sahabat baikku, terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan- kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surakarta, 13Agustus 2010

HALAMAN JUDUL i ABSTRAK

ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

iii HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

v HALAMAN MOTTO

vi KATA PENGANTAR

vii DAFTAR ISI

ix DAFTAR TABEL

xiii DAFTAR GAMBAR

xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………..

B. Perumusan Masalah ………………………………………….

C. Tujuan Penelitian …………………………………………....

D. Manfaat penelitian …………………………………………. .

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori ………………………………………………

B. Sektor Informal ……………………………………………..

a. Pengertian Sektor Informal …………………………

b. Ciri-ciri Sektor Informal ……………………………

C. Pedagang Kaki Lima ……………………………………….. .

a. Pengertian Pedagang Kaki Lima …………………… .

b. Ciri-ciri Pedagang Kaki Lima ………………………

c. Karateristik, Kekuatan dan Kelemahan Pedagang Kaki Lima………………………………………….. ..

D. Pendapatan ……………………………………………………

a. Teori Pendapatan ……………………………………..

b. Faktor-faktor yang diduga Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima …………………………………..

E. Penelitian Terdahulu ………………………………………….

F. Kerangka Pemikiran ………………………………………….

G. Hipotesis ………………………………………………………

35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………

B. Jeni s dan Sumber Data……………………………………….

C. Metode Pengumpulan Data ………………………………… ..

D. Definisi Operasiona l variabel……………………………… ..

E. Tehnik Analisis Data …………………………………………

1. Uji Statistik……………………………………………….

a. Uji t………………………………………………..

b. Uji F……………………………………………….

c. Uji Koefisien Determinasi R 2 ……………………

2. Uji As umsi Klasik…………………………………………

a. Mult ikolienaritas…………………………………..

b. Heterokedastisitas………………………………….

c. Autokorelasi……………………………………….

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian …………………………… 49

1. Kondisi Geografi s dan Sumber Daya Alam………………… 49

2. Kondisi Sosial da n Sumber Daya Manusia………………… 51

3. Aspek S osial Ekonomi……………………………………… 54

4. Produk Domestik R egional Bruto (PDRB)…………………. 55

B. Gambaran Umum Gladag langen Bogan ……………………….. 56

C. Analisis Deskriptif Data ………………………………………… 59

D. Analisis Data dan Pembahasan ………………………………….. 69

1. Model Regresi……………………………………………….. 69

2. Hasi l regresi…………………………………………………. 70

a. Uji Statistik ………………………………………….. 70

1. Uji t ………………………………………….. 70

2. Uji F …………………………………………. 72

3. Uji Koefisien Determinasi R 2 ……………… 73

b. Uji Asumsi Klasik …………………………………… 74

E. Interprestasi Secara Ekonomi …………………………………… 77

1. Pengaruh Modal Terhadap Pendapatan Pedagang

di Gladag Langen Bogan Surakarta ……………………. 77

2. Pengaruh Lama Usaha Terhadap Pendapatan Pedagang di Gladag Langen Bogan Surakarta …………………….

3. Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Pedagang di Gladag Langen Bogan Surakarta …………………….. 78

4. Pengaruh Pendidikan Terhadap Pendapatan Pedagang di Gladag Langen Bogan Surakarta …………………….. 79

5. Pengaruh Lokasi Terhadap Pendapatan Pedagang di Gladag Langen Bogan Surakarta …………………….. 79

A. Kesimpulan ……………………………………………………… 83

B. Saran…………………………………………………………….. 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta ………………………………………………………. 4

4.1 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Menurut Jenis Kelamin

Tahun 2000-2008 ……………………………………………… ……. 52

4.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1980-2007 …………. 53

4.3 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio jenis Kelamin, dan

Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2008 … 53

4.4 Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Pendidikan di Kota Surakarta 2008 ………………………………… 55

4.5 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Sektor Atas Harga Konstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2004-2008 ( Jutaan Rupiah) …………. 56

4.6 Distribusi Frekuensi Pendapatan Pedagang Makanan dan Minuman di Gladag Langen Bogan …………………………………………… 60

4.7 Distribusi Frekuensi Modal Pedagang Makanan dan Minuman

di Gladag Langen Bogan …………………………………………… 61

4.8 Distribusi Frekuensi Lama Usaha Pedagang Makanan dan Minuman di Gladag Langen Bogan ……………………………………………. 62

4.9 Distribusi Frekuensi Banyaknya Tenaga Kerja Pedagang Makanan dan Minuman di Gladag Langen Bogan ……………………………. 63

4.10 Distribusi Frekuensi Pedagang Tingkat Pendidikan Makanan dan

Minuman di Gladag Langen Bogan ………………………………. 64 4.11Distribusi Frekuensi Lokasi Stand/Gerobak Pedagang Makanan

dan Minuman di Gladag Langen Bogan ……………………………. 65

4.12 Distribusi Frekuensi Usia dan Jenis Kelamin Pedagang Makanan

dan Minuman di Gladag Langen Bogan.......................................

4.13 Distribusi Frekuensi Daerah Asal Pedagang Makanan dan Minuman

di Gladag Langen Bogan …………………………………………

4.14 Distribusi Frekuensi Status Kegiatan Usaha Makanan dan Minuman

di Gladag Langen Bogan................................................................... 67

4.15 Distribusi Frekuensi Status Kegiatan Usaha Makanan dan Minuman

di Gladag Langen Bogan.................................................................... 67

4.16 Hasil Analisis Linier Berganda ……………………………………. 69

4.17 Hasil Analisis Uji F ………………………………………………… 74

4.18 Hasil analisis Multikolinearitas …………….……………………… 74

4.19 Hasil Analisis Heterokedastisitas ……..……………………………. 75

4.20 Hasil Analisis Autokorelasi ……..…………………………………. 76

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran………………………………………

33

Gambar 3.1 Kriteria p engujian Uji t……………………………………

42

Gambar 3.2 Kriteria Pengujian Uji F…………………………………… 44 Gambar 3.3 Kriteria Pengujian Autokorelasi…………………………… 47 Gambar 4.1 Hasil Analisis Autokorelasi………………………………… 76

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara yang sedang berkembang dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi taraf hidup rakyatnya yang bertujuan untuk mencapai kesejahteran masyarakat. Kendala yang seringkali dialami adalah masalah ketenagakerjaan, dalam hal ini adalah meningkatnya jumlah pengangguran, karena tidak semua penduduk dapat menawarkan tenaga kerja yang dimilikinya. Selain itu semakin bekurangnya sektor formal dalam menyerap tenaga kerja.sehingga mereka lebih memilih bekerja di sektor informal.

Pengangguran semakin banyak karena adanya kesulitan dalam mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja yang ada, atau yang disebut dengan pengangguran friksional, pengangguran friksional terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja. Pengangguran stuktural terjadi kerena perubahan dalam struktur atau dalam komposisi perekonomian, perubahan struktur yang demikian memerlukan perubahan dalam ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan ketrampilan baru tersebut. Hal tersebut banyak terjadi dikota besar contohnya di Kota Surakarta. Terjadi pengangguran musiman karena pergantian musim, diluar musim panen banyak orang yang tidak mengerjakan sawah, sehingga banyak yang tidak memiliki kegiatan

1985:1). Adanya badai krisis ekonomi pada tahun 1998 yang menambah semakin beratnya beban pemerintah dalam penyediaan lapangan pekerjaan di sektor formal, sektor informal merupakan alternatif yang digunakan untuk mengurangi angka pengangguran yang disebabkan semakin sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada, sektor informal yang selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah dipandang mampu menjadi mitra sektor formal dalam menyerap tenaga kerja, dengan demikian sektor informal perlu mendapat perhatian khusus karena peranannya cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pemerataan pembangunan.

Setiap usaha di sektor informal dituntut memiliki daya adaptasi yang tinggi secara cepat dan usaha antisipasi perkembangan dalam lingkungan usaha agar sektor informal tersebut dapat bertahan dalam keadaan sulit sekalipun. Dibalik era perubahan yang terus menerus terjadi, tentunya peluang usaha yang ada harus dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam hal ini usaha di sektor informal tersebut dapat bertahan dalam keadaan yang sulit sekalipun. Dalam hal ini usaha di sektor informal diharapkan mampu mengidentifikasikan peluang yang muncul akibat adanya perubahan tersebut (Harsiwi:2003:2).

Dalam situasi seperti ini masyarakat sudah tidak bisa berharap banyak lagi untuk mendapatkan pekerjaan disektor formal, masyarakat kini cenderung berlomba untuk mencari peluang bisnis yang diharapkan bisa

yang tidak memerlukan ketrampilan khusus adalah berdagang, dalam hal ini adalah pedagang kaki lima. Kemudahan ini dapat berupa permodalan, perijinan dan ketrampilan yang diperlukan. Walaupun dengan syarat yang ringan dan mudah memasukinya, namun mereka yang bekerja disektor informal khususnya pedagang kaki lima harus mampu mandiri dan ulet dalam bekerja agar dapat meningkatkan pendapatan mereka. Peranan sektor informal khususnya pedagang kaki lima ini sangat membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan usaha baru.

Salah satu kegiatan usaha di sektor informal adalah berdagang, usaha berdagang merupakan bagian dari sektor informal yang mempunyai kedudukan dan peranan yang strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Ada berbagai macam jenis kegiatan berdagang di sektor informal, antara lain pedagang pasar, pedagang kaki lima, pedagang makanan (warung makan) dll.

Surakarta merupakan salah satu kota yang sedang berkembang menuju kota Metropolitan maka banyak sekali pembangunan infrastruktur dan fasilitas –fasilitas umum untuk masyarakat, baik itu mall, taman, dan ruang publik sebagai tempat bagi masyarakat untuk melakukan sosialisasi. Surakarta merupakan kota yang sedang banyak berbenah dalam upaya pengembangan dan kemajuan kota .

Di Surakarta sendiri sektor informal merupakan sektor yang digeluti oleh sebagian besar masyarakatnya, hal ini juga karena terbatasnya Di Surakarta sendiri sektor informal merupakan sektor yang digeluti oleh sebagian besar masyarakatnya, hal ini juga karena terbatasnya

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta 2008

Mata Pencaharian

Kecamatan

Laweyan Serengan

Pasar Kliwon

Jebres Banjarsari

Petani Sendiri

Buruh Tani

Buruh Industri

Buruh Bangunan

PNS/TNI/Polri

Sumber : BPS (Surakarta Dalam Angka 2008hal:36)

Data diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk Surakarta yang bekerja pada sektor informal lebih besar daripada penduduk yang bekerja pada sektor formal, mata pencaharian sektor informal menurut data diatas adalah petani sendiri, buruh tani, pengusaha, buruh bangunan, pedagang dan angkutan dengan jumlah 119.651 orang, lebih besar daripada penduduk yang bekerja di sektor formal yaitu buruh industri, PNS/TNI/Polri yang berjumlah 96.458 orang, melalui data diatas maka dapat disimpulkan masyarakat Surakarta banyak yang bermata pencaharian di sektor informal. Seperti salah satunya adalah berdagang makanan atau usaha makanan (warung makan). Banyak dari masyarakat Surakarta yang melakukan jenis usaha ini, kerena Data diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk Surakarta yang bekerja pada sektor informal lebih besar daripada penduduk yang bekerja pada sektor formal, mata pencaharian sektor informal menurut data diatas adalah petani sendiri, buruh tani, pengusaha, buruh bangunan, pedagang dan angkutan dengan jumlah 119.651 orang, lebih besar daripada penduduk yang bekerja di sektor formal yaitu buruh industri, PNS/TNI/Polri yang berjumlah 96.458 orang, melalui data diatas maka dapat disimpulkan masyarakat Surakarta banyak yang bermata pencaharian di sektor informal. Seperti salah satunya adalah berdagang makanan atau usaha makanan (warung makan). Banyak dari masyarakat Surakarta yang melakukan jenis usaha ini, kerena

Selain itu juga masyarakat Surakarta banyak yang menyukai untuk berwisata kuliner atau mencoba makanan –makanan baru atau makanan– makanan enak, sehingga pasarnya pun tersedia luas di Kota Surakarta. Belum ada penelitian yang sahih untuk mendukung hipotesis ini, tetapi sudah menjadi semacam informasi yang melekat pada top of mind masyarakat Surakarta. Hal ini ini dibuktikan dengan banyaknya tempat-tempat makan dan hampir semua warung/restoran yang ada di Kota Surakarta ini selalu ramai dikunjungi pembeli. (www.KOMPAS.com)

Ada banyak warung makan yang tersedia di Kota Surakarta, mulai dari warung-warung baru atau warung –warung makan yang sudah lama berdiri dan sudah dikenal banyak orang. Jenis makanannya pun berbeda dan beragam, semua ada dari makan daerah sampai makanan dari luar daerah.

Saat ini Surakarta sendiri sedang banyak melakukan usaha untuk dapat mengembangkan daerahnya yakni dengan melakukan banyak pembenahan, pembangunan, serta usaha –usaha untuk dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Kota Surakarta. Salah satu usaha pemerintah Kota Surakarta dalam menarik wisatawan untuk berkunjung di Kota Surakarta adalah dengan membangun pusat wisata kuliner di Kota Surakarta, yakni Gladag Langen Bogan Surakarta.

pengusaha di sektor informal, dan pengusaha- pengusaha makanan tersebut juga sering dihadapkan pada persoalan tentang bagaimana mencapai keberhasilan usaha melalui pemilihan kombinasi dari berbagai variabel keputusan. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan diantaranya modal, lama usaha, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, lokasi dsb. Dengan diketahuinya pengaruh faktor –faktor terhadap pendapatan usaha pedagang, diharapkan mereka dapat menggembangkan usahanya dengan mengambil kebijaksanaan yang tepat.

Dengan bertitik tolak pada masalah yang dihadapi masyarakat yang berkeinginan untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya disektor informal, karena kurangnya lapangan pekerjaan di sektor formal khususnya di Kota Surakarta dan uraian yang telah disimpulkan diatas, studi ini mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Padagang makanan dan minuman di Gladag Langen Bogan Surakarta, maka penelitian ini dibahas

suatu topik yaitu “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Makanan dan Minuman Gladag Langen Bogan Surakarta ”.

Untuk memberikan pedoman yang jelas dalam arah penekanan dari latar belakang yang diuraikan, maka beberapa masalah akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Apakah modal, lama usaha, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, lokasi dapat mempengaruhi pendapatan pedagang makanan dan minuman di Gladag Langen Bogan Surakarta ?

2. Dari variabel diatas manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap variabel pendapatan pedagang makanan dan minuman di Gladag Langen Bogan Surakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah variabel modal, lama usaha, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan lokasi mempunyai pengaruh terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman di Gladag Langen Bogan Surakarta.

2. Untuk mengetahui variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap pendapatan pedagang makanan dan minuman di Gladag Langen Bogan Surakarta.

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Memberikan informasi yang mendukung teori –teori tentang kesempatan

kerja di sektor informal khususnya pedagang kecil dan menengah.

2. Bagi Pemerintah Daerah. Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi yang berwenang untuk pengembangan dan pembinaaaan sektor informal khususnya pedagang makanan dan minuman di Langen Bogan Surakarta.

3. Bagi Masyarakat. Sebagai sumbangan pemikiran bagi peningkatan taraf hidup masyarakat golongan ekonomi lemah yang belum memiliki kesempatan kerja.

4. Bagi Pedagang Gladag Langen Bogan. Memberikan motivasi khususnya pedagang kaki lima untuk lebih meningkatkan usahanya, memperbaiki menejemen usahanya dalam rangka peningkatan pendapatan yang diperoleh serta perkembangan usaha.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sektor Informal

Di negara berkembang sektor informal telah menjadi pusat perhatian pemerintah, karena sektor ini dipandang sebagai salah satu alternatif yang cukup penting dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan. Di Indonesia sektor informal juga mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, hal ini dikarenakan menurunnya kemampuan sektor formal dalam menyerap angkatan kerja kota yang semakin lama semakin meningkat.

Pertambahan angkatan kerja di kota disebabkan karena tingkat urbanisasi yang tinggi dan tidak disertai dengan bertambahnya jumlah kesempatan kerja, akibatnya tidak sedikit para urbanit yang datang ke kota hanya akan menambah jumlah pengangguran yang ada. Para urbanit ini sebagian besar termasuk penduduk usia muda dan alternatif yang diambil adalah masuk dalam usaha sektor informal.

Keberadaan sektor informal yang umumnya tidak terorganisasi dan tertata secara khusus melalui peraturan resminya baru dikenal pada tahun 1970-an. Sesudah diadakannya serangkaian observasi di beberapa Negara- Negara Dunia Ketiga yang sejumlah besar tenaga kerja perkotaannya tidak memperoleh kesempatan atau pekerjaan disektor modern yang formal (Todaro, 2000:350) Keberadaan sektor informal yang umumnya tidak terorganisasi dan tertata secara khusus melalui peraturan resminya baru dikenal pada tahun 1970-an. Sesudah diadakannya serangkaian observasi di beberapa Negara- Negara Dunia Ketiga yang sejumlah besar tenaga kerja perkotaannya tidak memperoleh kesempatan atau pekerjaan disektor modern yang formal (Todaro, 2000:350)

Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya di sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Pada umumnya mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan sangat kekurangan modal kerja. Oleh sebab itu mereka yang berada di sektor informal tersebut tidak memiliki jaminan keselamatan kerja dan fasilitas- fasilitas kesejahteraan seperti yang dinikmati rekan-rekan yang berada di sektor formal, misalnya tunjangan keselamatan kerja dan dana pensiun (Todaro, 2000:352).

Sektor informal muncul dalam kegiatan perdagangan yang bersifat kompleks oleh kerena menyangkut jenis barang, tata ruang dan waktu. Berkebalikan dengan sektor formal pada umumnya menggunakan teknologi maju, bersifat padat modal, dan mendapat perlindungan pemerintah. Sektor informal lebih banyak ditangani oleh masyarakat golongan bawah. Sektor informal ini umumnya berupa usaha berskala kecil, dengan modal, ruang lingkup dan pengembangan yang terbatas (Harsiwi, 2002:1).

Pada umumnya mereka yang berada disektor informal adalah pendatang baru dari daerah pedesaan atau pinggiran yang gagal memperoleh pekerjaan disektor formal. Motivasi kerja mereka semata –mata sebatas pada

dan hari esok, dan bukan untuk memupuk keuntungan dan meraih kekayaan. Sektor informal memiliki banyak keterkaitan dengan sektor –sektor lainnya dalam perekonomian perkotaan. Yang pertama, sektor informal terkait dengan sektor pedesaan merupakan sumber kelebihan tenaga kerja miskin, yang kemudian mengisi sektor informal di daerah perkotaan guna menghindari kemiskinan dan pengangguran di desa, walaupun sebenarnya kondisi kerja dan kualitas hidup dikota belum tentu lebih baik. Selain itu sektor informal dalam penyediaan input-input produksi dan tenaga kerja murah, sedangkan sektor informal sangat tergantung pada sektor formal dalam kedudukannya sebagai dasar pokok dari sebagian besar pendapatan yang mereka terima.

Klasifikasi yang didasarkan pada kemungkinan-kemungkinan untuk memperoleh pendapatan yang bersifat informal (Manning dan Effendi, 1985:79-80).

1. Kemungkinan kemungkinan pendapatan yang sah.

Menurut Manning dan Effendi beberapa kemungkinan pendapatan yang sah adalah sebagai berikut ini :

1) Kegiatan-kegiatan usaha primer dan sekunder, pertanian, perkebunan, untuk pasar, kontraktor bangunan serta kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengannya, tukang yang berdiri sendiri.

2) Badan –badan usaha tersier (tertiary enterprises) dengan input modal yang relatif besar, perumahan, pengangkutan, spekulasi barang.

penjaja di jalanan, pengusaha makanan dan minuman, agen –agen komisi dan pengecer.

4) Jasa-jasa lainnya, tukang musik, tukang semir sepatu, tukang cukur, tukang potret, tukang reparasi kendaraan, serta kerja-kerja pemeliharaan lainnya, perantara dan makelar, jasa –jasa keagamaan, obat-obatan.

5) Pembayaran –pembayaran antar perorangan (private transfer payment),

peminjaman barang antar orang perorang, pengemis.

2. Kemungkinan – kemungkinan pendapatan informal yang tidak sah.

Menurut Manning dan Effendi beberapa kemungkinan pendapatan yang sah adalah sebagai berikut ini :

1) Jasa-jasa para penjual tenaga kerja-kerja parasit pada umumnya mereka yang menerima barang curian, kegiatan meriba dan kegiatan gadai menggadai (dengan tingkat bunga ilegal), menjual obat-obatan terlarang, pelacuran, kegiatan penyelundupan.

2) Pencurian, pencopetan, perampasan bersenjata, perjudian.

Istilah sektor formal menurut Manning dan Effendi (1985:139) digunakan dalam pekerjaan permanen yang menimbulkan gaji tetap, seperti pekerjaan dalam perusahaan industri, kantor pemerintah dan perusahaan besar lainnya. Sektor informal meliputi (1) Sejumlah pekerjaan yang saling berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur pekerjaan yang terjalin dan terorganisir. (2) Pekerjaan secara Istilah sektor formal menurut Manning dan Effendi (1985:139) digunakan dalam pekerjaan permanen yang menimbulkan gaji tetap, seperti pekerjaan dalam perusahaan industri, kantor pemerintah dan perusahaan besar lainnya. Sektor informal meliputi (1) Sejumlah pekerjaan yang saling berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur pekerjaan yang terjalin dan terorganisir. (2) Pekerjaan secara

Kutipan oleh Imam Subhkan dalam tulisannya pada wordpress.com dari hernando de Soto ekonom dari Peru, yang banyak dirujuk pemikirannya yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal untuk dapat terintregasi dalam pasar. Kapitalisme yang bertumpu pada ekonomi pasar semestinya mampu memperkaya orang-orang yang terlibat didalamnya sebagaimana yang terjadi di dunia barat. Namun di negara-negara berkembang kapitalisme belum mampu membawa berkah kekayaan pada masyarakat kepada masyarakat.

Menurut de Soto ekonom dari Peri,batu sandungan utama yang menahan di dunia barat untuk mendapatkan keuntungan dari kapitalisme adalah ketidakmampuan menghasilkan kapital. Kapital adalah kekuatan yang memunculkan produktifitas kerja dan menciptakan kemakmuran bagi bangsa. Ia adalah darah bagi kehidupan bagi sistem kapitalisme, dan pondasi bagi kemajuan. Ketidakmampuan mereka menghasilkan kapital bukan karena ketiadaan aset. Mereka punya aset bahkan melimpah yang diperlukan untuk kapitalisme. Namun semua aset yang dimiliki orang miskin tersebut mati, tidak dapat dirubah menjadi kapital. Aset- aset tersebut tidak dapat diperdagangkan masuk kepasar, tidak dapat digunakan untuk pinjaman dan tidak dapat dijadikan saham untuk investasi. Hal ini disebabkan aset-aset itu tidak dapat dipresentasikan secara formal sehingga mampu menghasilkan Menurut de Soto ekonom dari Peri,batu sandungan utama yang menahan di dunia barat untuk mendapatkan keuntungan dari kapitalisme adalah ketidakmampuan menghasilkan kapital. Kapital adalah kekuatan yang memunculkan produktifitas kerja dan menciptakan kemakmuran bagi bangsa. Ia adalah darah bagi kehidupan bagi sistem kapitalisme, dan pondasi bagi kemajuan. Ketidakmampuan mereka menghasilkan kapital bukan karena ketiadaan aset. Mereka punya aset bahkan melimpah yang diperlukan untuk kapitalisme. Namun semua aset yang dimiliki orang miskin tersebut mati, tidak dapat dirubah menjadi kapital. Aset- aset tersebut tidak dapat diperdagangkan masuk kepasar, tidak dapat digunakan untuk pinjaman dan tidak dapat dijadikan saham untuk investasi. Hal ini disebabkan aset-aset itu tidak dapat dipresentasikan secara formal sehingga mampu menghasilkan

Mereka memiliki bisnis tanpa status usaha, mempunyai alat produksi tanpa ada surat kepemilikan, punya lapak tanpa surat izin formal. Sebagian alat-alat yang mati ini menimbun di sekor informal.

Sektor informal adalah sektor yang tidak memiliki suatu hukum dan tidak dilindungi hukum. Itulah yang menyebabkan potensi sektor informal menjadi aset mati, terhambat dan tidak berkembang karena tidak bisa berinteraksi dengan sektor diluarnya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menghidupkan atau mempresentasikan aset-aset sektor informal menjadi kapital adalah dengan mendorong formulasi aset-aset tersebut sehingga dapat terintegrasi kedalam pasar. Dengan kata lain, formulasi sektor informal menjadi jalan lain untuk menciptakan kekayaan bagi pelaku usaha sektor informal. Formalisasi yang dimaksud adalah pemberian status legal terhadap aset dan alat produksi yang dimiliki oleh pelaku usaha sektor informal.

1. Pengertian Sektor Informal

Konsep sektor informal digunakan pertama kali oleh Keith Hart, sewaktu ia meneliti di Ghana, Afrika. Kemudian Organisasi Buruh Internasional (ILO) menerangkan konsep ini dalam berbagai penelitiannya di Negara –Negara Dunia Ketiga, terutama untuk membantu memperjelas proses kemiskinan, yang dikaitkan dengan pengangguran, migrasi dan urbanisasi.

pekerja yang berusaha sendiri dengan buruh tidak tetap atau keluarga sang pekerja keluarga tak dibayar (sensus penduduk 1971 dalam Jefta Leibo).

Sedangkan menurut Aris Ananta (1985) mendefinisikan “Sektor informal adalah suatu kegiatan bisnis yang dilakukan sambilan, oleh seorang yang dibantu oleh sanak keluarga“.

Pengertian sektor informal secara konsensus disepakati bahwa sektor informal adalah unit- unit usaha kecil yang tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi oleh pemerintah. Proteksi ekonomi menurut Mulyadi Subri (2003 : 93) adalah tarif proteksi, kredit dengan bunga rendah penyuluhan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, terjaminnya arus teknologi impor, hak paten dan sebagainya.

2. Ciri –ciri Sektor Informal.

Menurut Aris Ananta (1985), ciri –ciri sektor informal adalah :

a. Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik.

b. Belum mempunyai surat ijin usaha yang resmi.

c. Modal dan perputaran usahanya sangat terbatas.

d. Teknologi yang digunakan sederhana.

e. Pendidikan formal dari para pengelolanya tidak menjadi pertimbangan dalam mengelola usahanya.

f. Usahanya bersifat mandiri, jika ada karyawan biasanya dari keluarga sendiri.

manning dan Tandjudin Noer Effendi (2001 : 142) adalah :

a. Padat karya

b. Tingkat produktifitas rendah

c. Teknologi yang digunakan masih rendah

d. Tingkat pendidikan formal yang rendah.

e. Mudah sekali keluar masuk usaha

f. Kurangnya dukungan serta pengakuan dari pemerintah. Dari beberapa ciri- ciri yang ada, dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar dari ciri –ciri sektor informal menyatakan bahwa ciri-ciri sektor informal yakni modal kecil, teknologi yang digunakan sederhana, kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik, serta karyawan sedikit dan merupakan kerabat atau anggota keluarga dari pengusaha.

3. Perkembangan Sektor Informal di Indonesia.

Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir bahkan dalam jangka waktu panjang, sektor informal di daerah perkotaan Indonesia menampakkan pertumbuhan pesat. Meningkatnya sektor ini, punya kaitan erat dengan menurunnya kemampuan sektor modern (industri) dalam menyerap membengkaknya angkatan kerja di kota, dan disisi lain pertumbuhan angkatan kerja di kota –kota sebagai akibat migran dari desa-kota lebih cepat dibandingkan dengan peluang kerja yang ada. Keadaan yang demikian Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir bahkan dalam jangka waktu panjang, sektor informal di daerah perkotaan Indonesia menampakkan pertumbuhan pesat. Meningkatnya sektor ini, punya kaitan erat dengan menurunnya kemampuan sektor modern (industri) dalam menyerap membengkaknya angkatan kerja di kota, dan disisi lain pertumbuhan angkatan kerja di kota –kota sebagai akibat migran dari desa-kota lebih cepat dibandingkan dengan peluang kerja yang ada. Keadaan yang demikian

ditanggapi sebagai “ganjalan“ oleh pihak penguasa (pemerintah kota) karena sektor ini beroperasi ditempat-tempat strategis dan dipandang merusak lingkungan serta keindahan kota. Bahkan sudah sangat biasa usaha ini dikaitkan dengan masalah seperti kemacetan lalu lintas, pemukiman liar, pelacuran, percaloan dan sejenisnya. Karena itu pihak penguasa kota sengaja membatasi ruang gerak sektor informal ini. Di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Jogjakarta, dan Semarang misalnya pemerintah kota telah menempuh cara-cara yang kurang manusiawi yaitu dengan mengusir, menghancurkan peralatan usaha yang digunakan, atau boleh dikatakan kebijaksanaan pemerintah kota selama ini hanya melihat dengan “sebelah mata“ yaitu dari segi menata lingkungan fisik kota dan tidak melihat secara jeli bahwa sumbangan yang telah diberikan oleh sektor ini. Karena kalau mau dilihat, sektor informal telah memberikan tambahan penghasilan yang berarti bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dikota. Sektor ini juga mempunyai kemampuan yang lumayan dalam memberikan kesempatan kerja bagi kaum pengangguran di kota-kota besar. Kenyataan diatas diperkuat oleh suatu survey yang dilakukan diberbagai kota di negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia dimana ditentukan kurang lebih 20-70 % kesempatan kerj a terdapat dalam kegiatan “kecil–kecilan“ dengan “label“ sektor informal (Sthuraman dalam Leibo 2004:11).

keberadaanya mulai diperhitungkan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, karena sektor informal terbukti mampu menyerap sebagian besar tenaga kerja yang mengalami PHK. Di perkotaan sektor informal menyediakan lapangan pekerjaan untuk kalangan miskin sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari dalam krisis ekonomi.

Tempat kerja sektor informal biasanya merupakan lingkungan yang kotor sehingga jaminan kesehatan tidak ada, walaupun telah ada usaha yang memberikan upah yang memadai kondisi kerja yang tidak layak akan mempengaruhi kualitas dan kondisi hidup, upah serta harapan hidup bagi sebagian masyarakat, selain itu, hal tersebut mengakibatkan rendahnya produktifitas, daya saing dan kinerja bisnis sektor informal berdampak pada ketidakpastian pendapatan yang diperoleh.

B. Pedagang Kaki Lima

1. Pengertian Pedagang Kaki Lima.

Istilah “Pedagang Kaki Lima“ sudah sangat dikenal bagi masyarakat Indonesia, secara awam pedagang kaki lima adalah pedagang yang

menjajakan jualannya di pinggir-pinggir jalan dalam skala kecil.

Menurut Akhirudin dalam Kurniadi (2003:32) bahwa pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal relatif sedikit berusaha dibidang produksi dan berjualan barang-barang (jasa) untuk memenuhi kebutuhan Menurut Akhirudin dalam Kurniadi (2003:32) bahwa pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal relatif sedikit berusaha dibidang produksi dan berjualan barang-barang (jasa) untuk memenuhi kebutuhan

Pedagang kaki lima (street traiding atau street hawker) adalah salah satu usaha dalam perdagangan dan salah satu wujud sektor informal. Pedagang kaki lima adalah orang yang bermodal relatif rendah, berusaha dalam bidang produksi dan barang –barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan tertentu dalam masyarakat, usaha tersebut dilakukan pada tempat- tempat yang dianggap strategis dalam lingkungan (Harsiwi , 2002).

Menurut Aris ananta (1985) pengertian pedagang kaki lima adalah orang –orang golongan ekonomi lemah, yang berjualan barang–barang kebutuhan sehari- hari, makanan, atau jasa yang modalnya relatif sangat kecil, modal sendiri atau orang lain, baik berjualan ditempat terlarang maupun tidak.

Pandangan pemerintah kota tentang keberadaan pedagang kaki lima sangat mempengaruhinya dalam membuat kebijakan mengenai penanganan pedagang kaki lima. Pandangan tesebut baru dipengaruhi oleh dua hal yaitu pandangan negatif dan positif. Pandangan negatif yang beranggapan bahwa pedagang kaki lima adalah sektor yang mengganggu dan menimbulkan kesemrawutan tata kota, hal ini akan menyebabkan pemerintah kurang dalam memberi perhatian dan pembinaan dalam menangani pedagang kaki lima, sebaliknya pandangan positif yang beranggapan bahwa pedagang kaki lima sebagai lapangan usaha yang potensial dalam membantu penyediaan lapangan pekerjaan bagi para pengangguran yang semakin hari semakin meningkat, Pandangan pemerintah kota tentang keberadaan pedagang kaki lima sangat mempengaruhinya dalam membuat kebijakan mengenai penanganan pedagang kaki lima. Pandangan tesebut baru dipengaruhi oleh dua hal yaitu pandangan negatif dan positif. Pandangan negatif yang beranggapan bahwa pedagang kaki lima adalah sektor yang mengganggu dan menimbulkan kesemrawutan tata kota, hal ini akan menyebabkan pemerintah kurang dalam memberi perhatian dan pembinaan dalam menangani pedagang kaki lima, sebaliknya pandangan positif yang beranggapan bahwa pedagang kaki lima sebagai lapangan usaha yang potensial dalam membantu penyediaan lapangan pekerjaan bagi para pengangguran yang semakin hari semakin meningkat,

2. Ciri –Ciri Pedagang Kaki Lima

Menurut Anis Ananta (1985). Ciri –ciri Pedagang Kaki Lima adalah :

a. Kegiatan usahanya tidak terorganisasi dengan baik.

b. Tidak memiliki surat ijin usaha.

c. Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjau dari tempat usaha maupun jam kerja.

d. Bergerombol di trotoar atau tepi jalan protokol, dipusat-pusat keramaian.

e. Menjajakan barang dagangannya sambil teriak- teriak, kadang berlari sambil mendekati konsumennya. Pedagang kaki lima pada umumnya adalah self –employment, artinya mayoritas pedagang kaki lima hanya terdiri dari suatu tenaga kerja. Modal yang dimiliki tidak terlalu besar, dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan dan modal kerja. Dana tersebut jarang dipenuhi oleh lembaga keuangan resmi, biasanya berasal dari tabungan sendiri yang sangat sedikit. Ini berarti hanya sedikit dari mereka yang menyisihkan hasil usahanya, dikarenakan rendahnya keuntungan dan cara pengelolaan uang, sehingga kemungkinan untuk

Harsiwi:2002).

3. Karateristik, Kekuatan dan Kelemahan Pedagang Kaki Lima.

Ada beberapa macam karateristik Pedagang Kaki lima menurut Kartini Kartono yang dikutip oleh Imbang Sutrisno (2006)

1. Merupakan pedagang pada umumnya namun kadang- kadang memproduksi barang- barang atau menyelenggarakan jasa- jasa yang sekaligus dijual kepada konsumen.

2. Mereka umumnya menjajakan barang dagangannya dengan gelaran tikar dipinggir –pinggir jalan atau toko-toko yang dianggap strategis, menggunakan meja, kereta dorong, maupun kios kecil.

3. Umumnya menjajakan bahan –bahan makanan, minuman, barang- barang konsumsi tahan lama secara eceran.

4. Umumnya bermodal kecil , bahkan tidak jarang mereka hanya merupakan alat bagi pemilik modal, dengan mendapatkan sekadar komisi sebagai imbalan atas jerih payahnya.

5. Pada umumnya kelompok pedagang kecil merupakan kelompok marginal, bahkan ada pula termasuk sub marginal.

6. Umumnya kualitas barang yang diperdagangkan relatif rendah.

7. Volume omset para pedagang kecil relaif tidak seberapa besar karena juga dipengaruhi jumlah modal kecil pula.

8. Para pembeli umumnya mempunyai daya beli yang rendah.

memiliki tangga dalam hirarki pedagang yang sukses agak langka.

10. Pada umumnya usaha pedagang kecil merupakan family enterprises, yaitu ibu, anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.

11. Barang-barang yang diperdagangkan pedagang kecil biasanya tidak berstandar dan penggantian barang- barang yang diperdagangkan sering terjadi.

4. Kekuatan dan kelemahan pedagang kaki Lima menurut Kartini Kartono yang dikutip oleh Imbang Sutrisnno (2006) adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan pedagang kaki lima meliputi :

a. Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja pada umumnya sulit didapat pada negara- negara yang sedang berkembang.

b. Dalam prakteknya mereka biasa menawarkan barang dan jasa dengan harga bersaing mengingat mereka tidak dibebani pajak.

c. Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada pedagang kaki lima mengingat faktor kemudahan dan barang- barang yang ditawarkan relatif murah (terlepas dari pertimbangan kualitas).

2. Kelemahan pedagang kaki lima meliputi :

a. Mereka dimasukkan kedalam kelompok marginal dan sub marginal dengan modal kecil. Modal yang relatif kecil menyebabkan laba relatif kecil padahal pada umumnya banyak anggota keluarga bergantung pada a. Mereka dimasukkan kedalam kelompok marginal dan sub marginal dengan modal kecil. Modal yang relatif kecil menyebabkan laba relatif kecil padahal pada umumnya banyak anggota keluarga bergantung pada

b. Karena rendahnya pendidikan dan kurangnya ketrampilan, maka unsur efisiensi kurang mendapat perhatian, sehingga akan mempengaruhi kelancaran usaha.

c. Ada kalanya pedagang kaki lima lainnya yang sukses dengan jenis barang dagangan tertentu mengikuti jejak mereka menyebabkan suatu jenis usaha tertentu menjadi terlampau padat, sehingga sebagian dari mereka berguguran dan terpaksa harus gulung tikar ditengah jalan.

d. Seringkali terdapat unsur penipuan dan penawaran dengan harga yang tinggi sehingga menyebabkan citra masyarakat tentang pedagang kaki lima kurang positif. Disamping itu, tidak jarang diantara mereka terjadi persaingan yang menjurus tidak sehat yang sangat merugikan banyak pihak

C. Pendapatan

1. Teori Pendapatan

Pendapatan adalah merupakan hasil yang didapatkan dari usaha seseorang sebagai ganti jerih payah atas usaha yang dikerjakan, sedangkan pendapatan industri adalah pendapatan yang diperoleh karena telah mengorganisasikan seluruh faktor produksi yang dikelolanya, Pendapatan yaitu pendapatan yang diperoleh dari jumlah produk fisik yang dihasilkan

: Penerimaan Total atau Pendapatan

: Jumlah Produksi

: Harga Jual Produk

Pendapatan bersih merupakan pendapatan Bruto setelah dikurangi biaya-biaya dalam proses produksi. Biaya yang dimaksud disini adalah pengorbanan nilai yang memberikan sumbangan yang bermanfaat untuk produksi barang-barang. Biaya ini merupakan pengorbanan yang secara ekonomi tidak dapat dihindarkan dalam proses produksi barang.

Setiap pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan tujuan memperoleh laba atau menghindari kerugian dan untuk mengukur tingkat pendapatan dapt dicerminkan oleh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan banyak dan mempunyai nilai jual yang tinggi dan biaya produksi rendah, maka dengan sendirinya tingkat keuntungan yang diperoleh akan tinggi pula.

Tingkat pendapatan merupakan alat untuk mengukur tingkat tinggi rendahnya tingkat kemakmuran suatu masyarakat. Demikian pula tingkat kemakmuran suatu negara dapat dilihat dari pendapatan perkapita dari penduduk negara tersebut, disamping perlu dilihat pula distribusi dari pendapatan itu sendiri.

diperoleh pengusaha setelah dikurangi oleh ongkos tersembunyi (Sadono Sukirno, 1995: 38). Pendapatan merupakan hasil yang didapat dari kegiatan usaha seseorang sebagai imbalan atau kegiatan yang dilakukan. Pengusaha sebagai pimpinan usaha dapat mengambil keputusan-keputusan untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi.

B. Faktor- faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan Pedagang

Kaki Lima . Dalam kegiatan usaha pedagang kaki lima faktor-faktor yang bisa memberikan pengaruh keuntungan usahanya, faktor- faktor tersebut antara lain adalah :

a. Modal

Modal merupakan barang- barang hasil produksi tahan lama yang pada gilirannya digunakan sebagai input produktif untuk produksi lebih lanjut (Samuelson, 1996:317), Modal adalah proses produksi tidak langsung, investasi barang modal adalah proses produksi tidak langsung, investasi barang modal dari penundaan konsumsi sekarang untuk meningkatkan konsumsi dimasa depan.

Jadi modal juga terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan dalam menjalankan proses produksi, maka biaya itu temasuk kedalam modal. Modal adalah segala bentuk Jadi modal juga terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan dalam menjalankan proses produksi, maka biaya itu temasuk kedalam modal. Modal adalah segala bentuk

1. Modal usaha adalah kapital semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan langsung maupun tidak langsung, untuk menambah output. Modal usaha pedagang kaki lima ini sendiri dari modal tetap seperti bangunan, peralatan dan modal lancar seperti uang kas dan barang dagangan.

2. Modal kerja adalah kapital yang diperlukan untuk membelanjai operasi sehari – hari atau disebut biaya tetap suatu usaha. Contoh : uang muka, gaji pegawai. Dimana uang tersebut akan kembali lagi masuk ke perusahaan melalui hasil penjualan.

Modal dapat dibagi menjadi modal aktif dan modal pasif. Modal aktif adalah modal yang tertera disebelah debit dari neraca, yang menggambarkan sumber-sumber dari mana dana diperoleh. Berdasarkan fungsi kerjanya, modal aktif dapat dibedakan dalam modal kerja dengan modal tetap.

Perbedaan fungsional antara modal kerja dengan modal tetap ialah dalam aturan bahwa (Ismawan,1997:20) :