koalisi partai politik dalam menyambut p (1)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Partai politik merupakan sebuah organisasi politik yang terdiri dari beberapa
anggota dengan tujuan mencapai kekuasaan politik. Sedangkan dalam buku dasardasar ilmu politik, partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut
serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai
politik sudah akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan
sesuatu yang dengan sendirinya ada. kelahirannya mempunyai sejarah cukup
panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politik merupakan
organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan
dengan organisasi negara.1 Dan ia baru ada di negara modern seperti partai politik
di indonesia. Partai politik di indonesia saat ini mengalami kemerosotan. Terbukti
dari perolehan hasil suara kemarin. Bahwa hasil suara kemarin mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang sebelumnya. Maka dari itu
partai politik yang unggul dengan perolehan suara yang tidak sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan harus berkoalisi dengan partai lain.
Koalisi merupakan gabungan antara kelompok satu dengan kelompok lain,
antara partai satu dengan partai lain dengan kepentingan sendiri-sendiri.
Pengertian koalisi sendiri dari wikipedia adalah persekutuan, gabungan atau
aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki
kepentingan sendiri-sendiri. Dalam hubungan internasional, sebuah koalisi bisa

berarti sebuah gabungan beberapa negara yang dibentuk untuk tujuan tertentu.
Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok orang/warganegara yang bergabung
karena tujuan yang serupa. Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer,
sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari
koalisi beberapa partai. Dan setiap partai yang menang harus berkoalisi dengan
partai lain. Seperti halnya partai politik sekarang ini.2
Dari pengertian partai politik dan koalisi pastinya sudah tahu bahwa untuk
mencapai kekuasaan politik, suatu partai harus mencapai 25% hasil suara dalam
pemilihan calon legislatif. dan jika tidak memenuhi 25% maka suatu partai yang
unggul harus berkoalisi dengan partai lain. Seperti kita lihat dalam pemilu
legislatif di indonesia kemarin yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014
membuktikan bahwa dari data hasil survey kompas tidak ada yang mencapai
presentase tersebut. Dan hanya mendapatkan tiga partai yang masih bertahan
menjadi pilihan lebih dari 10 persen responden hingga akhir 2013. Selebihnya
mengakhiri tahun tersebut dengan dukungan di bawah 10 persen dalam serial
survei itu. Ketiga partai tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P), Partai Golkar, Dan Partai Gerindra. Awalnya pada tahun 2012 PDI-P
mendapat dukungan 13,3%, Partai Golkar memiliki dukungan yang lebih tinggi
daripada PDI-P dengan presentase 15,4%, sedangkan Partai Gerindra mengawali
. Budiardjo, Miriam. (2008) Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama.
2 . http://id.wikipedia.org/wiki/Koalisi.
1

capaian dukungan dalam survei ini dari awalan "menengah". Partai besutan
Prabowo Subianto ini hanya meraup dukungan 6,1%. Dan pada tahun 2013 PDI-P
mendapat tambahan dukungan lebih dari 10%, yaitu menjadi 23,6%. Berbeda
dengan Partai Golkar pada survey tahun 2013 tidaklah luar biasa, naik menjadi 16
persen. Namun, Golkar terus menambah dukungan, meski tetap tipis seperti pada
tahun 2014 sekarang ini. dan Partai Gerindra meraup suara sebanyak 13,6%. Dan
hasil suara terakhir pada tahun 2014 Partai PDI-P mengalami kemerosotan
dibandingkan dengan hasil survey yang kedua menjadi 21,8%. Berbeda dengan
Partai Golkar, Partai ini mengalami peningkatan dengan dukungan 16,5%. Dan
Partai Gerindra turun menjadi 11,5%. Dari hasil-hasil survey ini ketiga partai
tersebut harus berkoalisi dengan partai lain karena tidak mencapai presentase hasil
suara yang ditentukan. Nah dalam hal ini banyak partai-partai lain yang ingin
berkoalisi dengan ketiga-tiga partai tersebut. Seperti halnya partai islam. Partaipartai islam ikut berpartisipasi dalam koalisi partai politik untuk mendapatkan
kursi kekuasaan atau kedudukan.
Dalam bukunya Prof. Miriam Budiardjo “Dasar-Dasar Ilmu Politik”
menjelaskan bahwa Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau

kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain
dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung,
memengaruhi kebijakan pemerintah ( public policy ). Kegiatan ini mencakup
tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat
umum, mengadakan hubungan contacting atau lobbying dengan pejabat
pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan
sosial dengan direct actionnya, dan sebagainya. Dalam kehidupan politik yang
terjadi saat ini Partai Islam ikut berpartisipasi dalam berkoalisi dengan ketiga
partai yang unggul yaitu untuk mendapatkan kursi kekuasaan atau kedudukan
sebagai capres-cawapres ataupun yang lainnya. Seperti partisipasi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) dan PKS berkoalisi dengan Partai Gerindra dalam
mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. PKB berkoalisi dengan
partai PDIP dan Partai NASDEM.
Dalam hal ini yang menjadi pokok permasalahan adalah partisipasi Partai
Islam dalam berkoalisi dengan Partai Nasional. Awalnya partai islam tidak tahu
mau kemana arahnya. Karena hasil suara Partai Islam juga tidak mencapai
presentase. Dari itu muncul berbagai desakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Forum Ukhuwah Islmiyah (FUI) yang terjadi agar partai islam menggabungkan
diri untuk berkoalisi jelang pemilihan presiden juli mendatang. Dan sekarang
inilah marak-maraknya partai islam berkoalisi dengan ketiga partai unggul yaitu

Partai Nasional. Partai-partai islam berkoalisi dengan caranya masing-masing.
Dari permasalahan yang akan dibahas perlu namanya melakukan analisis terlebih
dahulu. Dan untuk analisis masalah partai politik islam dalam berkoalisi dengan
partai nasional akan menggunakan perspektif sosiologi politik dengan berbagai
teori yang digunakan.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang diatas maka di dapat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana partisipasi partai islam dalam berkoalisi dengan partai
nasional?

1.3 TUJUAN MASALAH
Dari rumusan masalah diatas maka di dapat tujuan masalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui partisipasi partai islam dalam berkoalisi dengan partai
nasional.
2. Untuk mengetahui interaksi partai politik dalam berkoalisi

BAB II
KAJIAN TEORI

Dalam masalah koalisi partai politik di indonesia dalam menyambut pemilu
presiden 2014 maka akan menggunakan berbagai teori untuk bahan analisis
masalah diantaranya sebagai berikut :
2.1. Teori tindakan sosial
Tindakan sosial terjadi ketika individu melekatkan makna subjektif pada
tindakan mereka. Hubungan sosial menurut Weber yaitu suatu tindakan dimana
beberapa aktor yang berbeda-beda, sejauh tindakan itu mengandung makna
dihubungkan serta diarahkan kepada tindakan orang lain. Masing-masing individu
berinteraksi dan saling menanggapi. Weber juga membicarakan bentuk-bentuk
empiris tindakan sosial dan antar-hubungan sosial tersebut. Weber membedakan
dua jenis dasar dari pemahaman yang bersifat tafsiran dari arti, dari tiap jenis
pemahaman ini bisa dibagi sesuai dengan masing-masing pertaliannya, dengan
menggunakan tindakan rasional ataupun emosional. Jenis pertama adalah
pemahaman langsung yaitu memahami suatu tindakan dengan pengamatan
langsung. Kedua, pemahaman bersifat penjelasan. Dalam tindakan ini tindakan
khusus aktor ditempatkan pada suatu urutan motivasi yang bisa dimengerti, dan
pemahamannya bisa dianggap sebagai suatu penjelasan dari kenyataan
berlangsungnya perilaku. Max Weber dalam (J Dwi Narwoko dan Bagong
Suyanto, 2006:18) mengklasifikasikan empat jenis tindakan sosial yang
mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat yaitu;

a. Rasionalitas instrumental
Yaitu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas
pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan
ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
b. Rasionalitas yang berorientasi nilai
Alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang
sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilainilai individu yang bersifat absolut.
c. Tindakan tradisional
Seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang
diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.
d. Tindakan afektif
Tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau
perencanaan sadar. Tindakan afektif bersifat spontan, tidak rasional dan
merupakan refleksi emosional dari individu.
2.2 Teori interaksi sosial
Interaksi sosial menurut J.Gillin dan P.Gillin merupakan hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar
kelompok-kelompok manusia dan antar orang dengan kelompok-kelompok
masyarakat. Interaksi terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu dan
pertemuan antara individu dengan kelompok dimana komunikas terjadi diantara

kedua belah pihak (Yulianti, 2003: 91). Interaksi sosial adalah kunci dari semua
kehidupan sosial oleh karena itu tanpa adanya interaksi sosial tidak akan mungkin

ada kehidupan bersama. Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal
balik antar individu dengan golongan didalam usaha mereka untuk memecahkan
persoalan yang diharapkan dan dalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya
(Ahmadi, 2004: 100). Bentuk-bentuk interaksi sosial adalah Asosiatif dan
Disasosiatif(Soerjono Soekanto, 2010:64).
a. Asosiatif
Asosiatif terdiri dari kerjasama (cooperation), akomodasi (accomodation).
Kerjasama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
bersama. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan
tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan
kepribadiannya.
b. Disasosiatif
Disasosiatif terdiri dari persaingan (competition), dan kontravensi
(contravention), dan pertentangan(conflict). Persaingan diartikan sebagai suatu
proses sosial dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing
mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa

tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian publikatau dengan mempertajam
prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
Kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain
atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu.Pertentangan
merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang sering disertai
dengan ancaman dan/atau kekerasan.
Ciri-ciri interaksi sosial adalah jumlah pelaku lebih dari 1, terjadi komunikasi
melalui kontak sosial, mempunyai maksud dan tujuan, dilaksanakan melalui suatu
pola sistem tertentu. Dan syarat-syaratnya sebagai berikut : adanya kontak sosial,
adanya komunikasi sosial, adanya tujuan yang jelas dan bermanfaat, adanya
kesesuaian dan berhasil guna, adanya kesesuaian kaidah sosial yang berlaku.3

BAB III
3 Soekanto,

Soerjono. (2012) Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada


PEMBAHASAN
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau
berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dalam hal tersebut setiap partai
berlomba-lomba untuk menang dalam pemilu yang dilaksanakan pada tanggal 9
april 2014 kemarin. Namun tidak ada satu partai politik pun yang menang waktu
pemilihan legislatif kemarin. Sehingga dari partai politik yang unggul dengan
hasil suara yang tidak mencapai presentase harus berkoalisi dengan partai lain.
berbagai partai politik berlomba-lomba ikut berpartisipasi untuk berkoalisi dengan
ketiga partai yang unggul yaitu PDIP, Golkar dan Gerindra.
Menurut Miriam Budiardjo mendefinisikan bahwa partisipasi partai politik
adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam
kehidupan politik yaitu dengan cara jalan memilih piminan negara secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan penmerintah. Kegiatan ini
mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menjadi
anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan
pejabat pemerintah atau anggota parlemen.
Dari hasil Pemilu kemarin yang hanya diikuti oleh 12 partai politik, karena
ke 15 partai politik kemarin tidak memenuhi electoral treshold. Dan kesepuluh
partai tersebut adalah partai Nasdem, PKB, PKS, PDIP, Golkar, Gerindra, Partai
Demokrat, PAN, PPP, PBB, PKPI serta Partai Hanura. Namun semua partai politik

tersebut tidak mencapai presentase hasil suara yang telah ditentukan. Dari
berbagai hasil quict qount serta survey membuktikan bahwa Dan hanya ada tiga
partai politik yang unggul yaitu PDIP, Golkar, dan Gerindra. Maka dari itu ketiga
parpol tersebut harus berkoalisi dengan parpol lain seperti parpol islam. Namun
parpol islam tidak langsung berkoalisi dengan parpol nasional. Sehingga berbagai
desakan dari MUI dan FUI meminta partai islam agar menggabungkan diri untuk
berkoalisi dengan ketiga partai unggul. Seperti terlihat dalam percakapan ketua
umum MUI Din Syamsudin pada tanggal 21 april 2014 saat rapat tertutup
mengimbau seluruh parpol Islam agar bersatu untuk membentuk sebuah koalisi strategis
di Pilpres 2014 karena menurutnya hal ini sebagai tanggung jawab parpol Islam atas
kepercayaan publik. Dan saat ini terbukti bahwa parpol yang berbasis islam berkoalisi
dengan parpol nasional. Hal tersebut terlihat dari interaksi partai islam dengan partai

nasional saat ini. seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PKS berkoalisi
dengan Partai Gerindra dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai calon
presiden. PKB berkoalisi dengan partai PDIP dan Partai NASDEM. Berbagai
macam strategi atau tindakan yang digunakan oleh partai politik dalam berkoalisi.
Dari teori max weber tindakan sosial sudah jelas bahwa untuk mencapai
tujuannya seseorang didasarkan pada pertimbangan dan pilihan sadar yang
berhubungan dengan tujuan tindakan tersebut dan ketersediaan alat yang

digunakan. Dalam hal ini seluruh partai islam yang berkoalisi mempunyai cara
masing-masing. Ada partai yang tidak ingin berkoalisi dengan partai yang punya
masalah. Dan ada juga partai yang ingin berkoalisi jika partai tersebut
menguntungkan, padahal dalam Undang-Undang tentang Pilpres menegaskan,
syarat ambang batas parpol atau gabungan parpol untuk bisa mengusung pasangan
capres-cawapres (presidential threshold/Pres-T) adalah 25 persen perolehan suara

parpol secara nasional pada pileg atau 20 persen perolehan kursi parpol di DPR.
Dengan syarat itu, diperkirakan hanya PDIP yang bisa memenuhi syarat Pres-T.
Partai lain harus menjalin koalisi untuk bisa memenuhi syarat itu. Dalam kondisi
seperti itu, parpol menengah, yakni parpol yang memperoleh suara antara 3,5
persen hingga 10 persen memiliki peranan penting dalam pembentukan koalisi.
Partai-partai menengah itu yang bisa menentukan poros-poros capres pada pilpres
mendatang. Tanpa keikutsertaan partai menengah dalam poros koalisi, mustahil
bagi partai besar untuk bisa mengusung capres. Maka dari itu perlu agar para
parpol tidak memikirkan kekuasaan yang didapat saja tapi dari koalisi parpol
tersebut seharusnya memikirkan indonesia kedepannya. Dan harus berpikir
rasional yang berorientasi pada nilai. Maka hal itu terlihat dengan kondisi capres
dari partai yang memperoleh suara besar dan sudah mendeklarasikan diri
menghadapi situasi yang dilematis, terutama dua capres yakni Prabowo Subianto
(Partai Gerindra) dan Aburizal Bakrie (Partai Golkar). Jika partai mereka tidak
mampu menggalang kekuatan koalisi untuk memenuhi syarat Pres-T, posisi dua
tokoh itu untuk bisa ikut pilpres terancam. Artinya, sekali lagi, partai menengah
berada pada posisi yang menguntungkan. Meski suara yang diperoleh pada pileg
lalu kecil, mereka merasa memiliki nilai yang tinggi dalam menentukan peta
capres mendatang. Di sisi lain, partai menengah tetap ingin berada di
pemerintahan, sehingga patut dicurigai kalau partai menengah meminta jatah
menteri dalam jumlah yang signifikan untuk ditukar dengan perolehan suara
mereka. Pembicaraan koalisi yang alot di antara partai besar dan menengah itu
menimbulkan kecurigaan di mata publik bahwa telah terjadi praktik bagi-bagi
kekuasaan. Partai menengah pun jual mahal, karena merasa dibutuhkan partai
besar untuk bisa memenuhi syarat Pres-T. PKB, misalnya, langsung menawarkan
posisi cawapres jika capres atau partai besar ingin mereka bergabung. lain-lain.
hal tersebut merupakan strategi yang digunakan oleh berbagai parpol baik parpol
nasional ataupun parpol yang berbasis islam.
Partai politik di masa sekarang sudah mulai meninggalkan politik aliran,
terbukti dengan munculnya banyak koalisi antar partai yang sepintas memiliki
ideologi yang berbeda. Menurut Clifford Geertz, pada tahun 1950-an partai politik
di Indonesia masih dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut ideologinya.
Seperti misalnya PKI yang banyak didukung oleh para kaum abangan, kemudian
PNI yang lebih banyak mendapat dukungan dari kaum aristokrat Jawa yang,
menurut Geertz, termasuk ke dalam kaum priyayi. Sementara para santri
memberikan dukungannya kepada Masyumi yang pada kala itu memang mewakili
kepentingannya. Partai politik di masa sekarang ini mulai susah untuk
diidentifikasikan ideologi atau jati dirinya. Kebanyakan partai seakan memiliki
ideologi ganda dan tidak hanya memusatkan diri pada dukungan satu kaum seperti
yang terjadi pada tahun 1950-an. Koalisi yang terbentuk antara partai politik di
masa sekarang ini lebih banyak berdasarkan kepada kepentingan yang dimiliki
dibandingkan berdasar pada ideologi. Jadi, tokoh atau stakeholder yang termasuk
dalam kasus kaburnya garis politik aliran dalam partai politik di Indonesia ini
antara lain adalah partai-partai politik itu sendiri, masyarakat yang memilih serta
para elite partai yang berkepentingan.

Dalam kasus mengaburnya batas politik aliran dalam sistem partai politik di
Indonesia, masing-masing aktor dan kekuatan memiliki posisi dan
kepentingannya masing-masing. Para elite partai politik jelas berkontribusi besar
dalam terkikisnya politik aliran karena mereka lah yang menentukan akan dibawa
kemana partai tersebut. Jika mereka tidak memegang teguh ideologi yang dianut,
maka partai tersebut juga akan kehilangan jati diri, muncul ketidak-jelasan dalam
mendefinisikan ideologi partai. Para elite politik ini memilih untuk sedikit
melenceng dari ideologi awal partai karena mereka memiliki kepentingan.
Beberapa partai harus berkoalisi dengan partai yang memiliki ideologi yang
berbeda dengan mereka agar mendapatkan kekuasaan dalam memperebutkan
kursi di legislatif maupun eksekutif. Masyarakat sendiri berpotensi menjadi
penyebab terkikisnya politik aliran ini karena masyarakat mulai memilih
pemimpin berdasarkan figur dan bukannya partai. Keterikatan masyarakat atas
partai mulai memudar dan hal ini yang menjadi pemicu elit partai politik
‘terpaksa’ melakukan koalisi dengan partai lain meskipun tidak memiliki ideologi
yang sama dengan mereka. Interaksi antara aktor-aktor tersebut pun terjadi dan
biasanya akan menghasilkan interaksi yang saling menguntungkan. Elit partai
politik akan berinteraksi dengan elit dari partai lainnya untuk membangun suatu
kerja sama yang saling menguntungkan. Sementara masyarakat, dalam kaitannya
sebagai voters, akan berinteraksi dengan para elit ini dalam hal memilih partai
politik mana yang akan dipilihnya.
Dalam partisipasi partai politik tentu terlihat bahwa ada interaksi sosial yang
dilakukan oleh berbagai parpol dalam berkoalisi mulai dari setelah pemilihan
legislatif hingga saat ini. Interaksi tersebut terlihat ketika para parpol mengadakan
pertemuan dengan masing-masing parpol yang berkoalisi. Dan interaksi tersebut
tidak ada selesai-selesainya sampai saat ini. hal tersebut adalah untuk menjalin
kerjasama dan ada hubungan timbal balik dalam hal tersebut. Interaksi antar Partai
Politik atau yang sering disebut Koalisi Partai Politik, jika kita melihat lagi
kebelakang, lebih banyak di latar belakangi oleh bagi-bagi kekuasan dan menteri
di kabinet, yang pada ujungnya berdampak pada lahirnya para koruptor. Partai
Politik yang menjalankan koalisi, diharapkan bisa benar-benar berkomitemen
bersama untuk dapat mencapai keberlangsungan pembangunan nasional yang
berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Tentunya dalam koalisi parpol ini
masyarakat sangat berharap Partai Politik yang saling berinteraksi tersebut lebih
mengedepankan kepentingan bangsa dan negara dari pada sekedar bagi-bagi
kekuasaan serta posisi menteri di kabinet.
Sebagaimana diketahui ditengah hiruk pikutnya parpol yang saling
bertandang ke parpol lain untuk berkoalisi. Partai Demokrat terbilang sedikit telat
melakukan tindakan demikian. justru Partai Demokrat tetap sibuk melanjutkan
konvensi menjaring calon presiden dari sebelas peserta yang ikut. Pada pekan
ketiga setelah pemilu legislative 2014, SBY ternyata berkenan menjalin
komunikasi dengan Megawati Sukarnoputri ketua Umum Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan. Selaku parpol yang memiliki suara terbanyak. Hasrat rujuk
politik dengan PDI-P untuk memecahkan dinginnya hubungan SBY dan Megawati
yang berlangsung selama satu dekade ini. Jika itktiar rujuk politik dengan PDI-P
bisa direalisasikan. Ini menjadi langkah besar bagi Partai Demokrat ditengah

keterpurukannya. Selain itu SBY tengah berusaha menunjukan kepada publik
bahwa Partai Demokrat belum habis benar. SBY tengah menjalankan manuver
politiknya dengan merendahkan diri menjalin komunikasi dengan parpol lain,
walau pun dengan Megawati dan PDI-P yang notabene adalah lawan politiknya.
SBY dan PD sedang membangun koalisi alternetif, dengan parpol lain.

BAB IV
KESIMPULAN
Dalam koalisi partai politik sebagaimana koalisi merupakan kerjasama antar
orang-perorangan atau kelompok dengan kelompok. Maka dalam kerjasama atau
koalisi antar kedua partai ada sebuah interaksi sosial atau hubungan timbal balik
antar kelompok partai. partai yang satu dengan yang lain saling menguntungkan
karena sebelum berkoalisi mereka memikirkan sesuatu yang bernilai, dalam
teorinya max weber yaitu rasionalitas intrumental. Seperti Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) dan PKS yang sudah berkoalisi saat ini dengan Partai
Gerindra dalam mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. PKB
berkoalisi dengan partai PDIP dan Partai NASDEM. Lain dengan golkar yang
belum berkoalisi karena masih menunggu awal mei untuk berkoalisi.

DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. (2008) Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Soekanto, Soerjono. (2012) Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
http://id.wikipedia.org/wiki/Koalisi
http://nasional.kompas.com/read/2014/01/09/1324392/Survei.Kompas.Hanya.Tiga
.Partai.Raup.Suara.di.Atas.10.Persen
http://eprints.uny.ac.id/8869/3/BAB%202%20-%2008413244025.pdf