Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Au

Reflective Paper

Pe a faata Tek ologi I for asi Dala Audit Fore sik
U tuk Efektifitas Pe elusura Bukti Digital
Oleh: Catur Setiawan *)

Abstrak
Pemeriksaan Forensik (Audit Forensik) memberikan kontribusi yang besar dalam strategi memerangi
korupsi di Indonesia. Kerugian keuangan negara dapat ditelusuri dengan penerapan audit yang efektif.
Dewasa ini pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung audit forensik merupakan hal yang
bersifat mandatory, artinya guna efektifitas dan efisiensi waktu proses audit maka diperlukan adanya
peran tek ologi i for asi ya g dapat e e ahka teka-teki per asalaha ya g ada. “eperti isal ya
menelusuri bukti audit berupa file data transaksi yang sudah terhapus ataupun sudah diubah. Untuk itu,
metode digital forensik menjadi prosedur alternatif dalam menelusuri bukti-bukti yang sulit untuk dicari.
Kata kunci: audit forensik, digital forensik, audit investigatif

Pendahuluan
Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih merupakan bagian dari cita-cita besar Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK). Sesuai Keputusan BPK Nomor 10/K/I-XIII.2/11/2016
tanggal 2 November 2016 pembentukan unit khusus investigasi di BPK dengan nama Auditorat Utama
Investigatif (AUI) patut diberikan apresiasi dan dukungan penuh karena salah satu cita-cita besar BPK

adalah menegakkan nilai-nilai dasar, yaitu Integritas, Independensi dan Profesionalisme, sehingga
pengembangan organisasi baru tersebut sejalan keinginan BPK untuk memproses sejumlah temuan
berindikasi korupsi dan merugikan keuangan negara dibawa ke tingkat peradilan pidana.
Audit investigasi dan audit forensik bukan suatu hal yang baru di BPK, setidaknya beberapa kasus besar
yang berkaitan dengan tidak pidana korupsi di Indonesia dituntaskan dengan metode audit forensik.
Seperti halnya, pengungkapan kasus Bank Century pada tahun 2011 yang bertujuan untuk menelusuri
aliran dana sebesar Rp6,7 Triliun. Audit forensik yang dilakukan BPK tersebut adalah kelanjutan dari
pemeriksaan investigatif sebelumnya dan merupakan permintaan dari DPR, sehingga pemeriksaan
forensik ini bukanlah satu-satunya cara untuk penyelesaian kasus Bank Century. BPK hanya akan
menggambarkan apa yang sebetulnya terjadi di Bank Century dan apa yang diminta DPR. Untuk
penyelesaiannya, BPK menyerahkannya kepada DPR (Warta BPK, 2011).
Definisi audit forensik merujuk pada pemeriksaan yang melibatkan gabungan beberapa keahlian yang
mencakup keahlian akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan-undangan dengan harapan
bahwa hasil pemeriksaan tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan
(litigasi) maupun kebutuhan hukum lainnya yaitu berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada
permasalahan hukum (Fenaro, 2017).
Menurut Hakim (2014), audit forensik menjelaskan mengenai letak kerugian keuangan negara tersebut
terjadi, apakah kerugian keuangan negara berkaitan dengan aset, kewajiban, penerimaan atau bahkan
pengeluaran. Dengan diketahui letak kerugian yang ditemukan, apabila kerugian tersebut berkaitan


* Pemeriksa Muda pada Auditorat Keuangan Negara V
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

dengan keuangan negara atau dapat diketahui bahwa kerugian tersebut memiliki akibat baik langsung
maupun tidak langsung terhadap kerugian negara maka telah merugikan keuangan negara.
Dalam pelaksanaan audit forensik oleh BPK sangat dimungkinkan menggunakan teknologi informasi guna
mengungkap permasalahan lebih mendalam khususnya terkait perolehan bukti berupa data bukti digital.
Sebagai contoh dalam audit forensik terkait kasus perbankan, karena hampir sebagian besar transaksi dan
data administrasi perbankan berupa data digital maka penelusuran data lebih efektif jika menggunakan
metode digital forensik, sehingga dapat dikatakan pemanfaatan teknologi informasi sangat berperan
dalam proses tersebut.

Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Mendukung Audit Forensik
Menurut Ahsan (2015) proses forensik digital yang direkomendasikan oleh para ahli harus dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki spesialisasi dengan pendekatan yang tidak bias untuk memastikan
kepercayaan terhadap diri mereka dan citra terhadap organisasi tempat investigasi yang akan dilakukan.
Selain itu menurut cohen (2010), mereka yang terlibat dalam pekerjaan yang berkaitan dengan bukti
forensik digital harus mengerti isu-isu pada tingkat dasar agar bermanfaat bagi proses hukum.
Dalam melaksanakan forensik digital diperlukan beberapa tahapan yang harus dilakukan. Evolusi model
digital forensik yang pernah dilakukan terdahulu sebagaimana diuraikan pada gambar dibawah:

Evolusi Model Investigasi Forensik Digital
2001
•Pengumpulan data
•Eksaminasi
•Analisis
•Pelaporan

2002
•Identifikasi
•Persiapan
•Pendekatan
•Penjagaan
•Pengumpulan data
•Eksaminasi
•Analisis
•Penyajian
•Pengembalian Bukti

2003
•Kesiapan

•Pengembangan
•Investigasi TKP
•Reviu

2011
•Persiapan
•Melindungi TKP
•Survey awal
•Dokumentasi adegan
•Melindungi perangkat
•Berkomunikasi
•Pengumpulan Bukti
•Eksaminasi
•Analisis
•Penyajian
•Reviu

Gambar 1. Model Digital Forensik

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa forensik digital pertama kali dikenalkan tahun 2001.

Penggagas metode tersebut adalah Ashcroft yang dikaitkan dengan Departemen Kehakiman Amerika
Serikat. Model ini berisi proses investigasi TKP yang terkait dengan data elektronik dan menjadi pedoman
bagi para responden pemula. Nantinya, model ini juga dimanfaatkan oleh penegak hukum dan lembaga
lain untuk mengamankan dan mengidentifikasi bukti-bukti digital (Ahsan, 2015).
Berdasarkan referensi yang ada, secara umum gambaran proses audit forensik dapat dijelaskan sebagai
berikut:



Identifikasi masalah
Komunikasi dengan Pemberi Tugas







Pemeriksaan pendahuluan
Hasil pemeriksaan pendahuluan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what,

where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal
4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini pemeriksa akan
menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
Pengembangan rencana pemeriksaan
Pemeriksaan lanjutan
Mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
Penyusunan Laporan
Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain
adalah: Kondisi, Kriteria dan Simpulan.

Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam audit forensik, tahapan yang paling banyak
membutuhkan peran metode forensik digital adalah pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan
lanjutan, karena dalam proses tersebut banyak melibatkan bukti-bukti digital yang harus dianalisis secara
mendalam.

Hasil Analisis dan Penelitian Yang Mendukung
Hasil penelitian Hakim (2014) menunjukkan bahwa peran akuntansi forensik dalam penyidikan adalah
untuk mendeteksi adanya kerugian keuangan negara serta menghitung jumlah kerugian keuangan negara.
Sedangkan pada tahap pembuktian di persidangan penggunaan akuntansi forensik adalah sebagai alat
bukti yang berupa laporan hasil audit investigatif dan laporan hasil penghitungan kerugian keuangan

negara sebagai alat bukti surat serta keterangan ahli akuntan forensik di pengadilan sebagai alat bukti
keterangan ahli.
Sementara itu, keberadaan alat bukti hasil analisis akuntansi forensik adalah untuk menerangkan
mengenai adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Dalam putusan hakim
pengadilan tindak pidana korupsi alat bukti tersebut digunakan sebagai pertimbangan hakim untuk
mempertimbangkan terpenuhinya unsur dapat merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi.
Hasil penelitian Robiyanto (2009) menunjukkan bahwa diperoleh metode baru untuk pendeteksian dan
pencegahan tindakan kecurangan dari hasil penelitian ini, yaitu teknologi untuk mendeteksi verifikasi
tanda tangan dengan menggunakan Signature Verification System (SVS). Hal ini menunjukkan bahwa data
digital berupa digital signature berperan dalam proses pendeteksian fraud maupun audit forensik.
Berdasarkan referensi diatas dapat dijelaskan bahwa bukti-bukti audit berupa data digital dapat
digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. Penggunaan bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah
dalam persidangan telah diatur dalam UU No. 11/2008 tentang ITE Pasal 5 dan Pasal 44. Tanda tangan
elektronik juga memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan
bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
Menurut Jodi (2015) Jenis-jenis alat bukti dalam KUHAP pasal 184 tidak mencantumkan alat bukti
elektronik sebagai salah satu alat bukti yang diakui. Namun seiring dengan perkembangan teknologi dan
kemajuan zaman, jenis alat bukti dalam KUHAP mengalami perluasan makna. Sehingga hasil cetak dari
informasi atau Dokumen Elektronik merupakan alat bukti surat yang diatur dalam KUHAP.


Pengembangan Ide dan Gagasan
Suatu pengembangan ide konseptual terkait metode audit forensik yang dapat ditawarkan untuk
dilaksanakan oleh BPK yaitu dengan membentuk unit kerja yang khusus forensik digital sebagai dukungan
pemeriksaan investigatif yang dilaksanakan oleh Auditorat Utama Investigatif (AUI) BPK. Sehingga dalam
pelaksanaan pemeriksaan investigatif dapat diperkuat dengan analisis bukti digital oleh pemeriksa yang
berkompeten dibidang forensik digital.

Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran forensik digital dalam pemeriksaan invetigatif
adalah cukup penting guna mendukung efektifitas penelusuran bukti digital dan mendukung proses
analisis data digital secara mendalam.
Selain simpulan diatas terdapat saran yang dapat menjadi perbaikan kedepan, yaitu hendaknya hasil
analisis forensik yang dijadikan alat bukti dalam persidangan tindak pidana korupsi dan telah tercantum
dalam putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incracht), dapat dipublikasikan. Sehingga
masyarakat dapat mengetahui bagaimana seorang terdakwa tindak pidana korupsi melakukan modus
operandinya untuk melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, masyarakat juga dapat mengetahui dari
sisi mana negara dirugikan serta besarnya kerugian keuangan negara.

Referensi
-


-

-

Warta BPK, Laporan Khusus Audit Century Diperluas Diperdalam , edisi 5 Mei 2011 Hal 24-39, 2011
BPK, Rencana Strategis BPK-RI untuk Tahun 2016-2020 , 2015
F. Cohe , Fu da e tals of Digital Fore si Evide e i Ha d ook of I for atio a d
Communication Security. P. Stavroulakis and M. Stamp, San Jose, USA: Springer, 2010, hal. 789-808
K. Ahsan, A. U er, Digital Fore si I vestigatio Models: A Evolutio “tudy , Jour al of
Information Systems and Technology Management, Vol. 12, No. 2, May/Aug., 2015 Federal Urdu
University of Arts, Science and Technology, Karachi, Paquistão, 2015, hal. 233-244
Haki . U i ah, Eksiste si Aku ta si Fore sik Dala Penyidikan dan Pembuktian Tindak Pidana
Korupsi , Unnes Law Journal. Edisi 3 Vol 1, Universitas Negeri Semarang, 2014, hal. 55-61
Ro iya to. Fe ra, Persepsi Auditor Me ge ai Metode Pe deteksia da Pe egaha Ti daka
Ke ura ga pada I dustri Per a ka , Tesis, Program Studi Akuntansi, Universitas Negeri Semarang,
2009.
M. Jodi. S, Alat Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti di Persidangan Dalam Hukum Acara Pidana ,
Jurnal Hukum FH Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2015
Suhandreansyah, http://suhandreansyah.blogspot.co.id/2016/05/it-forensik-dan-peraturanhukumtentang.html tanggal akses 20 April 2017

Fenaro,
http://akuntansi.fenaro.narotama.ac.id/2013/04/audit-forensik-membedah-fraud-danlitigasi/ tanggal akses 20 April 2017

CS

Digitally signed by CS
DN: cn=CS gn=CS
c=Indonesia l=ID
ou=BPK
Reason: I am the
author of this
document
Location:
Date: 2017-04-26
15:49+07:00