Implementasi jual beli murabahah dalam l

IMPLEMENTASI JUAL BELI MURABAHAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu: Imam Mustofa,S.HI., M.SI.

Disusun Oleh:
MAYA SATYA ANDAYANI (1502100189)

Kelas B

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
2016

IMPLEMENTASI JUAL BELI MURABAHAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH

A. PENDAHULUAN


Menghadapi dunia global pada sekarang ini, dimana kebutuhan hidup
manusia semakin bervariatif, dunia sudah dipenuhi dengan mahirnya teknologi.
dimulai dari keinginan untuk memiliki kebutuhan pokok sehari-hari sampai
dengan kebutuhan yang sifatnya tidak mendesak. Di indonesia perkembangan
lembaga keuangan syariah merupakan suatu perwujudan baru atas permintaan
masyarakat yang membutuhkan siatem ekonomi alternatif yang menyediakan jasa
perbankan yang sehat dan mememnuhi prinsip prinsip syariah. Untuk itu, Akad
murabahah hadir sebagai alternatif positif bagi masyarakat. Dalam bank syariah
atau pun lembaga keuangan syariah tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa bank
konvensional yang memiliki prinsip sistem bunga karena dianggap merupakan
pelanggaran terhadap syariah agama. Untuk itu dalam makalah ini dibahas secara
terperinci bagaimana konsep murabahah dan implementasinya dalam lembaga
keuangan syariah. Agar masyarakat atau pun pembaca akan sedikit memahami
tentang implementasi murabahan dalam lembaga keuangan syariah yang lebih
mengaju ada sistem perbankan syariah.
B. APLIKASI MURABAHAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Berdagang adalah seni. Modal yang sebenarnya adalah kejujuran dan
keadilan dalam transaksi. Afzalurrahman dalam "Muhammad as a Trader"
menulis bahwa kunci sukses berdagang Nabi terletak pada sikap jujur dan adil
dalam mengadakan hubungan dagang dengan para pelanggan.1 Murabahah

merupakan salah satu jenis jual beli. Kata jual beli dipakai beriringan dengan
kata riba, sebagaimana terdapat dalam

ayat Al Quran yang dijadikan dasar

hukum bagi akad jual beli yang populer ialah :
1

M . Lut hfi Hamidi sebagaimana dikut ip oleh Lely Shofa Imama, “ Konsep Dan Implement asi
M urabahah Pada Produk Pembiayaan Bank Syariah” , dalam jurnal iqt ishadia Ihkâm, Vol.1 No.2,
Desember 2014, (3-26), h. 3

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS Al Baqarah
275).
Dalam fiqh muamalah terdapat banyak macam akad jual beli. Jenis jenis
jual beli salah satunya yaitu Murabahah, yaitu jual beli barang dengan margin
keuntungan

yang


disepakati

dengan

memberi tahu

harga

pokok

dan

keuntungannya sebagai tambahan. Murabahah dalam konteks lembaga
keuangan syariah adalah akad jual beli antara lembaga keuangan dengan
nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang telah disepakati
bersama.lembaga keuangan akan akan mengadakan barang yang dibutuhkan
dan menjualnya kepada nasabah dengan harga setelah ditambah keuntungan
yang telah disepakati. Ibnu Qudamah mendefinisikan murabahah sebagai jual
beli dengan menghitung modal ditambah keuntungan tertentu yang diketahui.
Dapat disimpulkan, murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli amanah

berdasarkan pada penetapan harga, yaitu bentuk pertukaran obyek jual dengan
harga yang merupakan jumlah harga perolehan ditambah laba tertentu.2
Berkaitan dengan akad jual beli tersebut maka untuk memastikan keseriusan
nasabah untuk membeli barang yang ada didepan nya maka lembaga keuangan
meminta atau mensyaratkan kepada nasabah atau pembeli untuk membayar
uang muka . setelah uang muka dibayarkan, maka nasabah membayar sisanya
berangsur denganjangka waktu dan jumlah yang telah disepakati dan ditetapkan
bersama. Dalam hala ini jumlah anagsuran dan jangka waktu disesuaikan
dengan kemampuan asabah atau pembeli. Apabiala nasabah telat dalam
membayar angsuran, maka lembaga keuangan tidak diperkenankan mengambil
denda dari nasabah.
Jual beli Murabahah dalam praktik nya dilembaga keuangan syariah
biasanya disertai dengan akad wakalah. Wakalah adalah Pemberian untuk
melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu tertentu. Penerima
kuasa mendapat imbalan yang ditentukan dan disepakati bersama. Akad
wakalah adalah perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan
suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.

2


Ibid , h. 4

Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.3
Wakalah dimana setelah nasabah menjadi wakil dari lembaga keuangan untuk
mencari dan membeli barang yang sesuai denagn spesifikasi yang diajukan
nasabah.
Murabahah dalam praktik lembaga keuangan syariah, prinsipnya didasarkan
pada dua elemen pokok harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakan atas
laba yang diperoleh oleh lembaga. Ciri dasar akad murabahah dalam lembaga
keungan syariah adalah sebagai berikut:
1. Pembeli harus mengetahui tentang biaya biaya terkait dengan harga asli
barang . batas laba harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari harga total
ditambah dengan biaya biayanya.
2. Apa yang dijual adalah barang yang dibayar dengan uang.
3. Barang yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki oleh penjual, dan penjual
harus mampu menyerahkan barang tersebut kepada pembeli.
4. Pembayaran ditangguhkan, artinya dalam hal ini pembeli hanya membayar
uang muka yang besar dan nominalnya sudah ditentukan dan telah disepakati
bersama antara nasabah dengn lembaga keuangan.
Pembayaran Murabahah Salah satu bentuk jual beli yang populer adalah jual

beli tangguh, yaitu jual beli dengan barang diterima pada saat akad dan
pembayaran menyusul sesuai kesepakatan. Dalam jual beli tangguh, apabila
kesepakatan telah terjadi, penjual menyerahkan barang kepada pembeli untuk
kemudian pembeli membayar barang tersebut dalam jangka waktu yang telah
disepakati.4
Pada awalnya, jual beli secara murabahah biasa dilakukan secara kontan, di
mana serah terima barang dan harga dilakukan pada saat akad. Akan tetapi,
seiring berjalannya waktu, ada yang melakukan jual beli murabahah dengan
pembayaran tangguh. Dalam hal ini, biasanya pembeli menginginkan untuk
mendapatkan suatu barang akan tetapi tidak memiliki alat tukar yang cukup
untuk membeli barang tersebut sehingga dia meminta pihak lain untuk menjual
kepadanya secara tangguh. Jual beli semacam ini diperbolehkan walaupun
3
4

Hendi Suhendi, Fiqih M uamalah (Jakart a: PT Rajagrafindo,2011) hlm. 233
Imam M ust ofa, Fiqih M uamalah Kont emporer , (Jakart a: PT Rajagrafindo,2011) hlm .82.

penjual


sedikit

menaikkan

harga

dari

pasaran

dengan

pertimbangan

kemungkinan adanya perubahan nilai barang di kemudian hari (sebagai
antisipasi kerugian). Bentuk jual beli ini diperbolehkan dan bukan termasuk riba.
Adapun jual beli sejenis yang digolongkan riba adalah ketika seorang penjual
menawarkan barang dagangannya dengan harga sekian jika dibayar secara
tangguh dan harga sekian jika dibayar secara kontan.
Jual beli angsur merupakan salah satu bentuk jual beli yang merupakan

turunan dari jual beli tangguh dan popular pada masa sekarang. Yaitu pembeli
membeli barang dengan membayar uang muka dan sisanya dibayar secara
angsur selama beberapa masa yang disepakati. Bentuk jual beli ini dapat
menjadi halal dan dapat pula menjadi haram. Ketentuan halal dan haram hukum
jual beli semacam ini sangat tergantung dalam beberapa hal seperti kejujuran
dalam memberikan spesifikasi barang, pemberian syarat, serta penghitungan
harga.
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan jual beli
tangguh atau angsur, yaitu.
1. Disyaratkan kepastian jumlah angsuran dan jangka waktu pembayaran untuk
menghindari pertikaian dan rusaknya akad.
2. Apabila pembeli terlambat membayar angsuran pembayaran, penjual tidak
boleh menaikkan harga atau menambah nilai pembayaran dari yang telah
disepakati.
3. Penjual boleh mensyaratkan waktu tertentu sebagai tempo pembayaran dan
berhak mengambil keseluruhan harga apabila pembeli tidak menepatinya.
4. Penjual tidak boleh menahan barang selama angsuran belum dilunasi akan
tetapi harus menyerahkannya pada saat akad.
5. Apabila barang telah diterima oleh pembeli dalam keadaan baik dan rusak di
tangan pembeli, maka pembeli tidak berhak mengembalikannya kepada

penjual dan tetap berkewajiban membayar harga yang telah disepakati.5

5

Jeni Wardi & Gusmarila Eka Put ri, “ Pembiayaan M urabahah, M udharabah, sert a Kesesuaiannya
Dengan Psak no. 102, dan 105” , dalam jurnal Pekbis Jurnal, Vol.3, No.1, M aret 2011, h. 447-455.

Demikian konsep murabahah berdasarkan literatur fikih Islam klasik berikut
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan murabahah di mana prinsip
kehati-hatian dalam pengadaan barang, penentuan harga, serta akad sangat
diperlukan demi menghindari riba yang dilarang berdasarkan syari’ah Islam.
C. MURABAHAH SEBAGAI PRODUK PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
Murabahah pada awalnya tidak memiliki keterkaitan dengan pembiayaan
karena murabahah dalam wacana Islam klasik adalah bentuk jual beli di mana
penjual menawarkan suatu barang kepada pembeli dengan memberitahukan
harga perolehan dan keuntungan yang diinginkannya. Dalam komunitas bank
syariah, murabahah muncul sebagai alternatif pembiayaan non ribawi dalam
bentuk jual beli. Murabahah yang dipraktikkan oleh bank syariah termasuk
istimewa karena merupakan bentuk murabahah berdasarkan permintaan
pembeli. Yang dimaksud murabahah berdasarkan permintaan pembeli adalah

murabahah yang dilakukan atas pengajuan dari nasabah kepada bank untuk
mengadakan suatu barang dengan spesifikasi tertentu dan menjualnya kepada
nasabah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Biasanya, dalam
mengajukan permintaan kepada bank, nasabah berjanji membeli barang tersebut
secara murabahah dengan pembayaran angsur.
Pembiayaan seperti ini dibenarkan dan dipraktikkan oleh bank syari’ah di
Indonesia berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) yang membolehkan murabahah sebagai salah satu produk/ kegiatan
usaha bank syariah. Dalam membuat fatwa, DSN-MUI mengutip beberapa dalil
dari al-Qur’an, hadis, dan kaidah fikih antara lain.
1. Firman Allah swt. dalam surat An nisa ayat 29 tentang larangan riba dan AlMaidah ayat 1 tentang pemenuhan akad.
2. Hadits Rasulullah SAW dari Syuaib ar Rumi ra:
“Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual”.
3. Kaidah Fikih: Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

DSN-MUI memberikan batasan-batasan umum yang harus dipatuhi oleh
bank syariah terkait murabahah, yaitu.

1. Pelaksanaan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah.
3. Bank membeli barang secara sah dan bebas riba.
4. Bank menyampaikan segala hal terkait pembelian pertama.
5. Apabila bank mewakilkan pembelian barang kepada nasabah, maka akad jual
beli murabahah antara bank dengan nasabah harus dilakukan setelah barang
yang diperjualbelikan secara prinsip
6. telah menjadi milik bank.
Berdasarkan dalil dan batasan umum yang dikemukakan di atas dapat
dipahami bahwa murabahah dapat dilaksanakan oleh bank syariah sebagai
salah satu bentuk pembiayaan selama tidak melanggar ketentuan syariah. Dalam
mengimplementasikan konsep dan prinsip pembiayaan murabahah, maka bank
syariah mengacu kepada aturan yang tertuang dalam fatwa DSN MUI tentang
murabahah, di mana rukun yang harus terpenuhi antara lain:
1. Pelaku akad. Yaitu bank sebagai penjual barang dan nasabah sebagai
pembeli.
2. Obyek akad. Yaitu barang dagangan/aset dan harga sebagai alat tukar.
3. Shighah. Yaitu ijab dan kabul sebagai bentuk kesepakatan antara keduanya.
Adapun mekanisme pembiayaan murabahah bank syariah adalah sebagai
berikut.
1. Nasabah mengajukan permohonan pembelian barang kepada bank.
2. Bank mempelajari permohonan nasabah. Apabila diterima, maka bank
membeli barang atau aset sesuai spesifikasi pesanan nasabah secara sah
dari penjual pertama.
3. Bank menawarkan barang dengan spesifikasi yang diminta dan nasabah
harus membelinya sesuai perjanjian yang telah disepakati.
4. Bank dan nasabah melakukan transaksi jual beli murabahah meliputi
negosiasi harga, sistem dan jangka waktu pembayaran, ijab dan kabul,
serah terima barang.

5. Nasabah membayar kewajibannya kepada bank, baik secara angsur atau
sekaligus dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama. Runtutan
aktifitas pembiayaan murabahah bank syariah.

D. JENIS‐JENIS PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM PERBANKAN SYARIAH
Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam:
1. Murabahah tanpa pesanan artinya ada yang beli atau tidak pihak bank sudah
menyediakan barang.
2. Murabahah berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan melakukan
transaksi jual beli apa bila ada pesanan barang dari nasabah. Murabahah
berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam:
a. Sifatnya mengikuti artinya barang tersebut harus dibeli oleh nasabah.
b. Sifatnya tidak mengikat artinya walaupun nasabah sudah memesan
barang, namu nasabah tidak terikat untuk membeli barang tersebut.
Janji pemesan untuk membeli barang dalam murabahah dapat mengikat bisa
juga tidak. Beberapa ulama syariah modern berpendapat bahwa janji untuk
membeli barang tersebut itu bisa mengikat pemesan. Terlebih lagi jika nasabah
pergi begitu saja meninggalkan bank maka akan sangat merugika dari pihak
bank tersebut, Demi menghindari kemudharatan.6

E. TIPE TIPE PENERAPAN MURABAHAH DALAM PRAKTEK PERBANKAN
SYARIAH
Ada beberapa tipe penerapan murabahah dalam praktik perbankan syariah yang
kesemuanya dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu:

6

Adiw arman Karim, Bank Islam Analisi Fiqih dan Keuangan, (Jakart a: PT Rajagrafindo,2004), hlm

105

1. Tipe Pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap fiqih
muamalah. Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh
nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama
bank kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin
keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai
(cash), atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu
tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh.
2. Tipe Kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan kepemilikan
langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan
bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli
akhir

menerima

barang

setelah

sebelumnya

melakukan

perjanjian

murabahah dengan bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash),
atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada
umumnya nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih dekat
dengan murabahah yang asli, tapi rawan dari masalah legal. Dalam beberapa
kasus ditemukan adanya klaim nasabah bahwa mereka tidak berhutang
kepada bank, tapi kepada pihak ketiga yang mengirimkan barang.7

Meskipun nasabah telah menandatangani perjanjian murabahah dengan
bank, perjanjian ini kurang memiliki kekuatan hukum karena tidak ada tanda
bukti

bahwa

nasabah

menerima

uang

dari

bank

sebagai

bukti

pinjaman/hutang. Untuk mengindari kejadian seperti itu maka ketika bank
syariah dan nasabah telah menyetujui untuk melakukan transaksi murabahah
maka bank akan mentransfer pembayaran barang ke rekening nasabah
(numpang lewat) kemudian didebet dengan persetujuan nasabah untuk
ditranfer ke rekening supplier. Dengan cara seperti ini maka ada bukti bahwa
dana pernah ditranfer ke rekening nasabah. Namun demikian, dari perspektif
syariah model murabahah seperti ini tetap saja

berpeluang melanggar

ketentuan syariah jika pihak bank sebagai pembeli pertama tidak pernah
menerima barang (qabdh) atas namanya tetapi langsung atas nama nasabah.

7

M . Nur Riant o, Dasar Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabet a, 2012), h 56

Karena dalam prinsip syariah akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank .8
3. Tipe Ketiga ini yang paling banyak dipraktekkan oleh bank syariah. Bank
melakukan perjajian murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama
mewakilkan (akad wakalah) kepada nasabah untuk membeli sendiri barang
yang akan dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening nasabah dan nasabah
menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini menjadi dasar bagi
bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang kepada bank
karena tidak menerima uang sebagai sarana pinjaman. Tipe kedua ini bisa
menyalahi ketentuan syariah jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, sementara akad jual beli murabahah telah
dilakukan sebelum barang, secara prinsip, menjadi milik .9

Berbagai tipe praktek jual beli murabahah di atas dilatar belakangi
motivasi yang bermacam macam. Ada kalanya untuk lebih menyederhanakan
prosedur sehingga bank tidak perlu repot-repot membeli barang yang
dibutuhkan nasabah tetapi cukup dengan menunjuk atau menghubungi
supplier agar menyediakan barang dan langsung mengirimkan ke nasabah
sekaligus dengan atas nama nassabah (Tipe II). Atau dengan cara bank
langsung memberikan uang ke nasabah kemudian nasabah membeli sendiri
barang yang dibutuhkan dengan melaporkan nota pembelian kepada pihak
bank (tipe III). Kedua cara tersebut sering dilakukan perbankan syariah untuk
menghindari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dua kali yang dinilai akan
mengurangi nilai kompetitif produk bank syariah dibandingkan bank
konvensional yang dikecualikan dari PPN. Ini terjadi karena dalam jual beli
murabahah tipe I, di mana bank terlebih dahulu akan membelikan barang
yang dibutuhkan nasabah atas nama bank baru kemudian dijual ke nasabah
secara murabahah maka akan terjadi perpindahan kepemilikan dua kali, yaitu
dari supplair ke bank dan dari bank ke nasabah.

8

Darningsih, dalam Tugas Akhir “ Implement asi Akad M urabahah Pada Pembiayaan Jual Beli
Barang Produkt if, Prakt ek Pada Bmt M arhamah” , Semarang , 2012, h. 34.
9

Abdul Shomat , dalam jurnal yang berjudul “ Bay Al-M urabahah
Lingkungan Bank” , h. 7.

(Deffered Payment Sale) Di

F. BENTUK

BENTUK

PENGGUNAAN

AKAD

MURABAHAH

PADA

PEMBIAYAAN MURABAHAH
Mekanisme pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk pengadaan
barang, modal kerja, pembangunan rumah dan lain-lain. Berikut ini beberapa
contoh aplikasi mekanisme pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah:
1. Pengadaan Barang
Transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli murabahah,
seperti pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk investasi
untuk pabrik dan sejenisnya. Apabila seorang nasabah menginginkan untuk
memiliki sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian
mengajukan permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah
meneliti keadaan nasabah dan menganggap

bahwa ia layak untuk

mendapatkan pembiayaan untuk pengadaan kulkas, bank kemudiaan
membeli kulkas dan menyerahkannya kepada pemohon, yaitu nasabah.
Harga kulkas tersebut sebesar Rp. 4.000.000 dan pihak bank ingin
mendapatkan keuntungan sebesar RP. 800.000 Jika pembayaran angsuran
selama dua tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar
Rp. 200.000 per bulan. Selain memberikan keuntungan kepada bank syariah,
nasabah juga dibebani dengan biaya administrasi yang jumlahnya belum ada
ketentuannya. Dalam praktiknya biaya ini menjadi pendapatan fee base
income bank syariah. Biaya-biaya lain yang diharus ditanggung oleh nasabah
adalah biaya asuransi, biaya notaris atau biaya kepada pihak ketiga.
2. Modal Kerja (Modal Kerja Barang)
Penyediaan barang persediaan untuk modal kerja dapat dilakukan dengan
prinsip jual beli murabahah. Akan tetapi, transaksi ini hanya berlaku sekali
putus,

bukan

satu

akad

dengan

pembelian

barang

berulang-ulang

Sebenarnya, penyediaan modal kerja berupa uang tidak terlalu tepat
menggunakan prinsip jual beli murabahah. Transaksi pembiayaan modal kerja
dalam bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan prinsip mudharabah
(bagi hasil) atau musyarakah (penyertaan modal). Karena, jika pembiayaan
modal kerja dalam bentuk uang menggunakan mekanisme murabahah, maka

transaksi ini sama dengan consumer finance (pembiayaan konsumen) dalam
bank konvesional yang mengandung usur bunga. Transaksi dalam consumer
finance menggunakan pinjam meminjam uang dan dalam murabahah
menggunakan transaksi jual beli.
3. Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah)
Pengadaan material renovasi rumah dapat menggunakan mekanisme jual beli
murabahah. Barang-barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk
barang yang dibutuhkan untuk renovasi rumah, seperti bata merah, genteng,
cat, kayu dan lainlain. Transaksi dalam pembiayaan ini hanya berlaku sekali
putus, tidak satu akad dilakukan berulang-ulang. Adapun contoh perhitungan
pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:
Tuan A, pengusaha toko buku, mengajukan permohonan pembiayaan
murabahah (modal kerja) guna pembelian bahan baku kertas, seniali Rp. 100
juta. Setelah dievaluasi bank syariah, usahanya layak dan permohonannya
disetujui, maka bank syariah akan mengangkat Tuan A sebagai wakil bank
syariah untuk membeli dengan dana dan atas namanya kemudian menjual
barang tersebut kembali kepada Tuan A sejumlah Rp 120 juta, dengan jangka
waktu 3 bulan dan dibayar lunas pada saat jatuh tempo. Asumsi penetapan
harga jual Rp. 120 juta telah dilakukan: (1) Tawar menawar harga jual antara
Tuan A dengan bank syariah. (2) Harga jual yang disetujui, tidak akan
berubah selama jangka waktu pembiayaan (dalam hal ini 3 bulan) walaupun
dalam masa tersebut terjadi devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat
suku bunga bank konvensional di pasar.10

10

Syofian S, Harahap sebagaimana dikut ip Youdhi Prayogo, ” M urabahah Produk Unggulan Bank

Syariah Konsep, Prosedur, Penet apan M argin Dan Penerapan Pada Perbankan syariah” , dalam
jurnal Volume 4,Nomer 2, Desember 2012 (hlm 5-20) h. 18.

G. PENUTUP
Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli amanah berdasarkan
pada penetapan harga, yaitu bentuk pertukaran obyek jual dengan harga yang
merupakan jumlah harga perolehan ditambah laba tertentu. Murabahah dalam
praktik lembaga keuangan syariah, prinsipnya didasarkan pada dua elemen
pokok harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakan atas laba yang
diperoleh oleh lembaga. Pembiayaan Murabahah dibenarkan dan dipraktikkan
oleh bank syari’ah di Indonesia berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang membolehkan murabahah sebagai
salah satu produk/ kegiatan usaha bank syariah. Dalam membuat fatwa, DSNMUI mengutip beberapa dalil dari al-Qur’an, hadis, dan kaidah fikih. Jenis
pembiayaan mudarabah ada dua, yaitu: 1) mudarabah tanpa pesanan. 2)
mudarabah dengan pesanan. Tipe tipe penerapan murabahah dalam praktik
perbankan syariah ada tiga tipe. bentuk bentuk penggunaan akad murabahah
pada pembiayaan murabahah ada tiga yaitu: 1). pengadaan barang 2). Modal
Kerja (Modal Kerja Barang 3). Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi
Rumah).

H. DAFTAR PUSTAKA

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, Jakarta: PT Rajagrafindo, 2016.

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,Jakarta: PT Rajagrafindo, 2011.

Lely Shofa Imama, “Konsep Dan Implementasi Murabahah Pada Produk
Pembiayaan Bank Syariah”, dalam jurnal iqtishadia Ihkâm, Vol.1 No.2, Desember
2014 (3-26).

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisi Fiqih

dan Keuangan, Jakarta: PT

Rajagrafindo,2004.

M. Nur Rianto, Dasar Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung: Alfabeta, 2012.

Youdhi Prayogo, ”Murabahah Produk Unggulan Bank Syariah Konsep, Prosedur,
Penetapan Margin Dan Penerapan Pada Perbankan syariah”, dalam jurnal
Volume 4,Nomer 2, Desember 2012.
Darningsih,

dalam

Tugas

Akhir

“Implementasi

Akad

Murabahah

Pada

Pembiayaan Jual Beli Barang Produktif, Praktek Pada Bmt Marhamah”,
Semarang , 2012.
Abdul Shomat, dalam jurnal yang berjudul “Bay Al-Murabahah

(Deffered

Payment Sale) Di Lingkungan Bank”.
Jeni Wardi & Gusmarila Eka Putri, “Pembiayaan Murabahah, Mudharabah, serta
Kesesuaiannya Dengan Psak no. 102, dan 105”, dalam jurnal Pekbis Jurnal,
Vol.3, No.1, Maret 2011.