SEJARAH PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN negara REPUBLI
SEJARAH PEMBENTUKAN
PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA
Sejarah Pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia - Dilihat dari hukum tata
negara, Proklamasi Kemerdekaan 1945 berarti bahwa bangsa Indonesia telah
memutuskan ikatan dengan tatanan hukum sebelumnya. Tatanan Hindia Belanda
ataupun tatanan hukum pendudukan Jepang. Dengan kata lain, bangsa Indonesia
mulai saat itu telah mendirikan tatanan hukum yang baru, yaitu tatanan hukum
Indonesia. Di dalamnya berisikan hukum Indonesia, yang ditentukan dan
dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia.
Sehari setelah proklamasi dikumandangkan, para pemimpin bekerja keras
membentuk lembaga pemerintahan sebagaimana layaknya suatu negara merdeka.
PPKI kemudian menyelenggarakan rapat pada 17 Agustus 1945. Atas inisiatif
Soekarno dan Hatta, mereka merencanakan menambah sembilan orang sebagai
anggota baru yang terdiri dari para pemuda, seperti Chairul Saleh dan Sukarni.
Namun, para pemuda memutuskan untuk meninggalkan tempat karena
menganggap PPKI adalah bentukan Jepang.
1. Pengesahan UUD 1945
Rapat pertama PPKI untuk mengesahkan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945
dilaksanakan di Pejambon Jakarta. Sebelumnya, Soekarno dan Hatta meminta
Ki Bagus Hadikusumo, K.H.Wachid Hasjim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan
Mr.Teuku Mohammad Hassan untuk mengkaji rancangan pembukaan UUD. Hal
ini sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta yang dianut oleh BPUPKI pada
22 Juni 1945, khususnya berkaitan dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”.
Hal ini perlu dikaji karena pemeluk agama lain merasa keberatan jika kalimat itu
dimasukkan dalam UUD. Akhirnya, setelah dilakukan pembicaraan yang dipimpin
oleh Hatta, dicapai kata sepakat bahwa kalimat tersebut dihilangkan untuk menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa. Rapat pleno dimulai pada pukul 11.30 di bawah
pimpinan Soekarno dan Hatta. Dalam membicarakan UUD ini, rapat berlangsung
lancar.
Rapat berhasil menyepakati bersama rancangan Pembukaan dan UUD Negara
Republik Indonesia. Rancangan yang dimaksud adalah Piagam Jakarta yang dibuat
oleh BPUPKI dengan sedikit perubahan disahkan menjadi UUD. Isi dari UUD
meliputi Pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari 37 Pasal, 4 Pasal Aturan
Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan disertai dengan penjelasan. Dengan
demikian, Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam hidup bernegara
dengan menentukan arahnya sendiri.
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Pada hari yang sama, dalam rapat untuk memilih presiden dan wakil
presiden, tampil Otto Iskandardinata yang mengusulkan agar pemilihan
dilakukan secara mufakat. Ia sendiri mengajukan Soekarno dan Hatta masingmasing sebagai presiden dan wakil presiden. Tentunya hal ini sesuai dengan UUD
yang
baru
disahkan.
Dalam musyawarah untuk mufakat, secara aklamasi peserta sidang menyetujui dan
menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden pertama
Republik Indonesia, diiringi dengan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”.
3. Pembagian Wilayah Indonesia
Rapat PPKI pada 19 Agustus 1945 memutuskan pembagian wilayah Indonesia
menjadi delapan provinsi di seluruh bekas jajahan Hindia Belanda. Kedelapan
provinsi tersebut adalah :
Jawa Timur, (R.M. Suryo)
Jawa Tengah, (R. Panji Surono)
Jawa Barat, (Sutardjo Kartohadikusumo)
Borneo / Kalimantan, (Ir. Pangeran Mohammad Noor)
Maluku, (Mr. J. Latuharhary)
Sulawesi, (R. G.S.S.J. Ratulangi)
Sunda Kecil / Nusa Tenggara, (Mr. I. Gusti Ketut Puja)
Sumatra, (Teuku Mohammad Hasaan)
4. Pembentukan Kementerian
Setelah rapat menetapkan wilayah, Panitia Kecil yang dipimpin oleh Mr. Ahmad
Soebardjo menyampaikan laporannya. Panitia Kecil mengajukan tiga belas
kementerian. Sidang kemudian membahas usulan tersebut dan menetapkan perihal
kementerian. Selanjutnya, rapat memutuskan adanya dua belas departemen dan
satu kementerian negara.
Menteri Luar Negeri
Menteri Dalam Negeri
Wakil Menteri Dalam Negeri
Menteri Keamanan
Menteri Kehakiman
Menteri Penerangan
Wakil Menteri Penerangan
Menteri Keuangan
Menteri Kemakmuran
Menteri Pekerjaan
Menteri Perhubungan
Menteri Sosial
Menteri Pengajaran
Menteri Kesehatan
: Mr. Achmad Soebardjo
: R.A.A. Wiranatakoesoema
: Mr. Harmani
: Rakyat Soeljadikoesoemo
: Prof. Dr. Soepomo
: Amir Sjarifuddin
: Ali Sastroamidjojo
: Dr. Samsi Sastrawidagda
: Ir. Soerachman Tjokroadisoerjo
: Umum Abikoesno Tjokrosoejoso
: Abikoesno Tjokrosoejoso
: Iwa Koesoemasoemantri
: Ki Hadjar Dewantara
: Dr. Boentaran Martoatmodjo
Menteri Negara :
- Mohammad Amir
- Wahid Hasjim
- Mr. Sartono
- A. A. Maramis
- Otto Iskandardinata
Pejabat setingkat menteri :
- Ketua Mahkamah Agung
- Jaksa Agung
- Sekretaris Negara
: Dr. Koesoema Atmadja
: Gatot Tarunamihardja
: Abdoel Gaffar Pringgodigdo
Juru bicara negara
: Soekarjo Wirjopranoto
5. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat
Pada 22 Agustus 1945, PPKI kembali menyelenggarakan rapat pembentukan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang akan menggantikan PPKI.
Soekarno dan Hatta mengangkat 135 orang anggota KNIP yang mencerminkan
keadaan masyarakat Indonesia. Seluruh anggota PPKI, kecuali Soekarno dan Hatta
menjadi anggota KNIP. Mereka kemudian dilantik pada 29 Agustus 1945.
Susunan pengurus KNIP adalah sebagai berikut.
-
Ketua KNIP
Wakil Ketua I
Wakil Ketua II
Wakil Ketua III
: Mr. Kasman Singodimejo
: Sutarjo Kartohadikusumo
: Mr.J.Latuharhary
: Adam Malik
Tugas dan wewenang KNIP adalah menjalankan fungsi pengawasan dan berhak
ikut serta dalam menetapkan GBHN.
6. Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan
Pada 23 Agustus Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi berdirinya
BKR sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan. Mayoritas
angota BKR terdiri dari mantan anggota PETA, KNIL, dan Heiho. Terpilih sebagai
pimpinan BKR pusat adalah Kaprawi.
Dalam perkembangannya, kebutuhan untuk membentuk tentara tidak dapat
diabaikan lagi. Apalagi setelah Sekutu membebaskan para serdadu Belanda bekas
tawanan Jepang dan melakukan tindakan-tindakan yang mengancam pertahanan
dan keamanan. Soekarno kemudian memanggil mantan Mayor KNIL Oerip
Soemohardjo dari Yogyakarta ke Jakarta. Oerip Soemohardjo diberi tugas untuk
membentuk tentara nasional.
Berdasarkan maklumat Presiden RI, pada 5 Oktober berdirilah Tentara Keamanan
Rakyat (TKR). Soepriyadi (tokoh perlawanan tentara PETA terhadap Jepang di
Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR. Atas dasar maklumat itu, Oerip
Soemohardjo segera membentuk Markas Besar TKR yang dipusatkan di
Yogyakarta.
Pada perkembangannya, Tentara Keamanan Rakyat berubah menjadi Tentara
Keselamatan Rakyat pada 7 Januari 1946. Nama itu berubah kembali menjadi
Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 24 Januari 1946. TRI berubah nama
menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 3 Juni 1947. Dengan demikian,
hingga pertengahan 1947 pemerintah telah berhasil menyusun, mengonsolidasi,
sekaligus menyatukan alat pertahanan dan keamanan.
PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA
Sejarah Pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia - Dilihat dari hukum tata
negara, Proklamasi Kemerdekaan 1945 berarti bahwa bangsa Indonesia telah
memutuskan ikatan dengan tatanan hukum sebelumnya. Tatanan Hindia Belanda
ataupun tatanan hukum pendudukan Jepang. Dengan kata lain, bangsa Indonesia
mulai saat itu telah mendirikan tatanan hukum yang baru, yaitu tatanan hukum
Indonesia. Di dalamnya berisikan hukum Indonesia, yang ditentukan dan
dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia.
Sehari setelah proklamasi dikumandangkan, para pemimpin bekerja keras
membentuk lembaga pemerintahan sebagaimana layaknya suatu negara merdeka.
PPKI kemudian menyelenggarakan rapat pada 17 Agustus 1945. Atas inisiatif
Soekarno dan Hatta, mereka merencanakan menambah sembilan orang sebagai
anggota baru yang terdiri dari para pemuda, seperti Chairul Saleh dan Sukarni.
Namun, para pemuda memutuskan untuk meninggalkan tempat karena
menganggap PPKI adalah bentukan Jepang.
1. Pengesahan UUD 1945
Rapat pertama PPKI untuk mengesahkan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945
dilaksanakan di Pejambon Jakarta. Sebelumnya, Soekarno dan Hatta meminta
Ki Bagus Hadikusumo, K.H.Wachid Hasjim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan
Mr.Teuku Mohammad Hassan untuk mengkaji rancangan pembukaan UUD. Hal
ini sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta yang dianut oleh BPUPKI pada
22 Juni 1945, khususnya berkaitan dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”.
Hal ini perlu dikaji karena pemeluk agama lain merasa keberatan jika kalimat itu
dimasukkan dalam UUD. Akhirnya, setelah dilakukan pembicaraan yang dipimpin
oleh Hatta, dicapai kata sepakat bahwa kalimat tersebut dihilangkan untuk menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa. Rapat pleno dimulai pada pukul 11.30 di bawah
pimpinan Soekarno dan Hatta. Dalam membicarakan UUD ini, rapat berlangsung
lancar.
Rapat berhasil menyepakati bersama rancangan Pembukaan dan UUD Negara
Republik Indonesia. Rancangan yang dimaksud adalah Piagam Jakarta yang dibuat
oleh BPUPKI dengan sedikit perubahan disahkan menjadi UUD. Isi dari UUD
meliputi Pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari 37 Pasal, 4 Pasal Aturan
Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan disertai dengan penjelasan. Dengan
demikian, Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam hidup bernegara
dengan menentukan arahnya sendiri.
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Pada hari yang sama, dalam rapat untuk memilih presiden dan wakil
presiden, tampil Otto Iskandardinata yang mengusulkan agar pemilihan
dilakukan secara mufakat. Ia sendiri mengajukan Soekarno dan Hatta masingmasing sebagai presiden dan wakil presiden. Tentunya hal ini sesuai dengan UUD
yang
baru
disahkan.
Dalam musyawarah untuk mufakat, secara aklamasi peserta sidang menyetujui dan
menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden pertama
Republik Indonesia, diiringi dengan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”.
3. Pembagian Wilayah Indonesia
Rapat PPKI pada 19 Agustus 1945 memutuskan pembagian wilayah Indonesia
menjadi delapan provinsi di seluruh bekas jajahan Hindia Belanda. Kedelapan
provinsi tersebut adalah :
Jawa Timur, (R.M. Suryo)
Jawa Tengah, (R. Panji Surono)
Jawa Barat, (Sutardjo Kartohadikusumo)
Borneo / Kalimantan, (Ir. Pangeran Mohammad Noor)
Maluku, (Mr. J. Latuharhary)
Sulawesi, (R. G.S.S.J. Ratulangi)
Sunda Kecil / Nusa Tenggara, (Mr. I. Gusti Ketut Puja)
Sumatra, (Teuku Mohammad Hasaan)
4. Pembentukan Kementerian
Setelah rapat menetapkan wilayah, Panitia Kecil yang dipimpin oleh Mr. Ahmad
Soebardjo menyampaikan laporannya. Panitia Kecil mengajukan tiga belas
kementerian. Sidang kemudian membahas usulan tersebut dan menetapkan perihal
kementerian. Selanjutnya, rapat memutuskan adanya dua belas departemen dan
satu kementerian negara.
Menteri Luar Negeri
Menteri Dalam Negeri
Wakil Menteri Dalam Negeri
Menteri Keamanan
Menteri Kehakiman
Menteri Penerangan
Wakil Menteri Penerangan
Menteri Keuangan
Menteri Kemakmuran
Menteri Pekerjaan
Menteri Perhubungan
Menteri Sosial
Menteri Pengajaran
Menteri Kesehatan
: Mr. Achmad Soebardjo
: R.A.A. Wiranatakoesoema
: Mr. Harmani
: Rakyat Soeljadikoesoemo
: Prof. Dr. Soepomo
: Amir Sjarifuddin
: Ali Sastroamidjojo
: Dr. Samsi Sastrawidagda
: Ir. Soerachman Tjokroadisoerjo
: Umum Abikoesno Tjokrosoejoso
: Abikoesno Tjokrosoejoso
: Iwa Koesoemasoemantri
: Ki Hadjar Dewantara
: Dr. Boentaran Martoatmodjo
Menteri Negara :
- Mohammad Amir
- Wahid Hasjim
- Mr. Sartono
- A. A. Maramis
- Otto Iskandardinata
Pejabat setingkat menteri :
- Ketua Mahkamah Agung
- Jaksa Agung
- Sekretaris Negara
: Dr. Koesoema Atmadja
: Gatot Tarunamihardja
: Abdoel Gaffar Pringgodigdo
Juru bicara negara
: Soekarjo Wirjopranoto
5. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat
Pada 22 Agustus 1945, PPKI kembali menyelenggarakan rapat pembentukan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang akan menggantikan PPKI.
Soekarno dan Hatta mengangkat 135 orang anggota KNIP yang mencerminkan
keadaan masyarakat Indonesia. Seluruh anggota PPKI, kecuali Soekarno dan Hatta
menjadi anggota KNIP. Mereka kemudian dilantik pada 29 Agustus 1945.
Susunan pengurus KNIP adalah sebagai berikut.
-
Ketua KNIP
Wakil Ketua I
Wakil Ketua II
Wakil Ketua III
: Mr. Kasman Singodimejo
: Sutarjo Kartohadikusumo
: Mr.J.Latuharhary
: Adam Malik
Tugas dan wewenang KNIP adalah menjalankan fungsi pengawasan dan berhak
ikut serta dalam menetapkan GBHN.
6. Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan
Pada 23 Agustus Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi berdirinya
BKR sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan. Mayoritas
angota BKR terdiri dari mantan anggota PETA, KNIL, dan Heiho. Terpilih sebagai
pimpinan BKR pusat adalah Kaprawi.
Dalam perkembangannya, kebutuhan untuk membentuk tentara tidak dapat
diabaikan lagi. Apalagi setelah Sekutu membebaskan para serdadu Belanda bekas
tawanan Jepang dan melakukan tindakan-tindakan yang mengancam pertahanan
dan keamanan. Soekarno kemudian memanggil mantan Mayor KNIL Oerip
Soemohardjo dari Yogyakarta ke Jakarta. Oerip Soemohardjo diberi tugas untuk
membentuk tentara nasional.
Berdasarkan maklumat Presiden RI, pada 5 Oktober berdirilah Tentara Keamanan
Rakyat (TKR). Soepriyadi (tokoh perlawanan tentara PETA terhadap Jepang di
Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR. Atas dasar maklumat itu, Oerip
Soemohardjo segera membentuk Markas Besar TKR yang dipusatkan di
Yogyakarta.
Pada perkembangannya, Tentara Keamanan Rakyat berubah menjadi Tentara
Keselamatan Rakyat pada 7 Januari 1946. Nama itu berubah kembali menjadi
Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 24 Januari 1946. TRI berubah nama
menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 3 Juni 1947. Dengan demikian,
hingga pertengahan 1947 pemerintah telah berhasil menyusun, mengonsolidasi,
sekaligus menyatukan alat pertahanan dan keamanan.