MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN 2 INTERAKS

MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN 2

INTERAKSI ANTARA KEBUDAYAAN (MASYARAKAT) DENGAN LINGKUNGAN (SUNGAI)
Studi Kasus : Kawasan Sekitar Bantaran Sungai Code Jalan MAS Suharto – Jembatan Kewek

Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Djoko Wijono, M.Arch.

Disusun Oleh :
Abubakar Albaar

14/372853/PTK/9894

PROGRAM STUDI S2 TEKNIK ARSITEKTUR KOSENTRASI DESAIN KAWASAN BINAAN
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sungai sejak awal perkembangan manusia menjadi unsur alam yang
sangat berperan di dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa.
Ketersediaan airnya, lembahnya yang subur, san lain – lain potensinya menarik
manusia untuk bermukim di sekitarnya.
Kehidupan sehari – hari mereka tidak akan lepas dari memanfaatkan
sungai dengan konsekuensi manusia akan melakukan rekayasa terhadap yang
perlu untuk lebih banyak dapat mengambil manfaat darinya. Manusia harus
melakukannya secara bersahabat, agar tidak timbul dampak yang merugikan.
Sebagai unsur – unsur alam, segala tindakan terhadapnya akan menimbulkan
dampak perubahan sifat dan keadaannya sebagai penyesuaian terhadap
perlakuan apa yang diterminya.
Kali Code merupakan satu dari tiga sungai besar, bersama dengan Sungai
Gadjah Wong di sebelah timur dan Sungai Winongo di sebelah barat, yang
mengalir melintasi wilayah Kota Yogyakarta tepat di tengah-tengah sehingga
membagi kota dalam dua wilayah, barat dan timur. Sebagai informasi, pada
bagian barat kota terdapat Keraton Jogjakarta sementara di sebelah timur

terdapat Keraton Pura Pakualam.
Pada Jaman Belanda kondisi sungai sangat diperhatikan, ini terlihat dari
penerapan konsep waterfront, dimana sungai menjadi orientasi dari bangunan
– bangunan yang ada di sekitarnya. Selain itu sungai pada waktu itu menjadi jalur
transportasi dan aktifitas ekonomi yang sangat strategis, Sehingga muncul
budaya sungai dijadikan sebagai halaman depan rumah warga. Hal ini
berdampak positif terhadap kondisi sungai. Karena sungai sebagai halaman
depan bangunan, maka berkembanglah budaya untuk menjaga kebersihan dan
kelestarian sungai.
Namun kondisi sungai yang bersih dan nyaman telah mengalami
perubahan yang sangat drastis pada zaman sekarang. Ini terlihat dari kondisi
sungai yang kotor dan menjadi tempat pembuangan limbah dan tidak terurus.
2

Hal ini terjadi karena sungai pada zaman sekarang sudah dianggap sebagai
“halaman belakang”. Penurunan kualitas sungai juga terjadi karena sungai
dianggap sudah tidak relevan menjadi jalur transportasi ekonomi yang strategis.
Kondisi ini membuat kebudayaan pada masa kolonial dimana sungai menjadi
orientasi setiap bangunan mulai ditinggalkan karena dianggap tidak memberikan
keuntungan yang signifikan.

Kondisi sungai saat ini yang sangat memprihatinkan memang bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yang paling mempengaruhi
adalah munculnya permukiman di bantaran sungai. Salah satunya adalah
kawasan permukiman bantaran sungai Code (antara Jalan Mas Suharto –
Jembatan Kewek). Salah satu faktor yang mendorong menjamurnya
permukiman di kawasan ini ialah Urbanisai, yaitu perpindahan penduduk secara
besar – besaran dari desa (atau kota – kota) di sekitar Jogjakarta sebagai akibat
dari daya tarik kota tujuan menyimpan potensi ekonomi yang luar biasa besar.
Sebagai contoh, Jogjakarta sebagai kota pelajar, kota wisata, dan kota budaya
tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi sebagian besar orang untuk
mengadu nasibnya di kota ini. Selain itu faktor tingginya nilai tanah, termasuk
nilai sewa, menjadikan kaum urban ini tidak mampu mempunyai atau
menempati tempat tinggal yang layak pada lingkungan yang layak pula.
Akibatnya banyak dari mereka kemudian menempati area pinggiran seperti
kolong jembatan dan bantaran sungai secara ilegal. Pertumbuhan permukiman
di sempadan sungai berlangsung cepat terutama setelah pemerintah
mengijinkan warga negaranya menempati lahan – lahan kosong milik negara
pada tahun 1954.
Permukiman di sekitar bantaran kali ini rata – rata dihuni oleh masyarakat
marjinal seperti pengangguran, pemulung, pedagang kaki lima dan lain – lain.

Kebanyakan dari kelompok umumnya berasal dari tingkat pendidikan rendah,
hal ini berdampak pada kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang
pelestarian lingkungan dan akibat yang dapat ditimbulkannya. sehingga budaya
membuang sampah dan limbah ke area sungai sudah menjadi hal biasa yang
dijalani warga sekitar. Kondisi ini akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas
lingkungan di area bantaran sungai di kawasan tersebut sehingga bisa
3

berdampak pada bencana alam seperti banjir dan kesehatan warga yang
menurun. Oleh karena itu perlu adanya upaya – upaya dalam pengarahan pola
pikir masyarakat sekitar, dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas
lingkungan dari segi penataan kawasan. Sehingga bisa tercipta budaya untuk
menjaga kualitas dan vitalitas kawasan permukiman bantaran sungai itu sendiri.

1.2

Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pada pemaparan Latar Belakang diatas, maka dapat dibuat
pertanyaan penelitian sebagai berikut
a. Bagaimana Kondisi Sungai pada permukiman bantaran sungai antara

Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
b. Bagaimana Kondisi Kebudayaan pada permukiman bantaran sungai antara
Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
c. Bagaimana Interaksi antara Manusia dengan Lingkungan (Sungaipada
kawasan di sekitar bantaran Sungai Code antara Jembatan Kewek – Jalan MAS
Suharto

1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian yang dipaparkan diatas, maka
dapat disimpulkan tujuan penelitian sebagai berikut :
a. Menjabarkan kondisi Sungai dan Bantaran sungai kawasan permukiman
antara Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto.
b. Menjabarkan kondisi Sungai dan Bantaran sungai kawasan permukiman
antara Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto.
c. Menganalisa Interaksi antara Manusia (Masyarakat) dengan Lingkungan
(Sungai) pada kawasan permukiman bantaran sungai antara Jembatan
Kewek – Jalan MAS Suharto.


4

BAB II
Tinjauan dan Landasan Teori
2.1

Tinjauan Teori
2.1.1. Definisi Sungai
Sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan menuju atau
bermuara ke laut, danau atau sungai yang lebih besar. Arus air di bagian
hulu sungai (umumnya terletak di daerah pegunungan) biasanya lebih
deras dibandingkan dengan arus sungai di bagian hilir. Aliran sungai
seringkali berliku-liku karena terjadinya proses pengikisan dan
pengendapan di sepanjang sungai. Sungai merupakan jalan air alami.
mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain.
Sungai juga salah satu bagian dari siklus hidrologi.
Sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan menuju atau
bermuara ke laut, danau atau sungai yang lebih besar. Arus air di bagian

hulu sungai (umumnya terletak di daerah pegunungan) biasanya lebih
deras dibandingkan dengan arus sungai di bagian hilir. Aliran sungai
seringkali berliku-liku karena terjadinya proses pengikisan dan
pengendapan di sepanjang sungai. Sungai merupakan jalan air alami.
mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain.
Sungai juga salah satu bagian dari siklus hidrologi.

2.1.2. Klasifikasi Jenis Sungai
a. Berdasarkan struktur batuan yang dilalui


Sungai Anteseden
Merupakan sungai yang dapat mengimbangi pengangkatan
lapisan batuan yang dilaluinya.



Sungai epigenesa
5


Merupakan sungai yang terus menerus mengikis batuan yang
dilaluinya sehingga mencapai batuan induk
b. Berdasarkan arah aliran


Sungai konsekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya sesuai kemiringan
batuan



Sungai subsekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya tegak lurus sungai
konsekuen



Sungai obeskuen
Merupakan anak sungai subsekuen yang arah alirannya
berlawanan kemiringan batuan




Sungai resekuen
Merupakan anak sungai subsekuen yang arah alirannya searah
kemiringan batuan



Sungai Insekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya teratur dan tidak terikat
lapisan batuan yang dilaluinya.

c. Berdasarkan keadaan arah aliran airnya


Sungai periodic (intermiten)
Merupakan sungai yang hanya berair pada musim penghujan
saja.




Sungai episodic (parenial)
Merupakan sungai yang selalu mengalir airnya.

d. Berdasarkan sumber airnya


Sungai hujan
Merupakan sungai yang airnya berasal dari hujan.



Sungai gletser
Merupakan sungai yang airnya berasal dari salju yang mencair
(gletser).

6




Sungai campuran
Merupakan sungai yang airnya berasal dari air hujan maupun
gletser.

e. Berdasarkan pola aliran


Sungai radial
Sungai yang mengalir ke segala arah menuju atau
meninggalkan pusat. Biasanya terdapat pada daerah
cekungan maupun dome.



Sungai dendritic
Sungai yang alirannya bercabang tidak teratur dengan arah
dan sudut yang beragam. Biasanya terdapat di daerah pantai
atau plato dengan batuan homogen.



Sungai trellis
Percabagan sungai utama dengan anak sungai hampir tegak
lurus. Biasanya terdapat pada pegunungan lipatan.



Sungai rectangular
Pola percabangan aliran sungai yang berbentuk siku-siku atau
hampir siku-siku. Biasanya terdapat pada daerah patahan.



Sungai parallel
Pola aliran dengan anak sungai yang sejajar atau hampir sejajar
dengan anak sungai lain yang bermuara pada sungai utama
atau langsung bermuara ke laut. Biasanya terdapat pada
daerah dekat pantai.

2.1.3 Defenisi Kebudayaan
Kebudayan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang
merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan budi
atau akal. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang
menghasilkan

kebudayan.

Malinowski

dalam

Soekanto

(2005)

mengemukakan bahwa Culural Determinism berarti segala sesuatu yang

7

terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat. Kemudian Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang super-organic, karena kebudyaan yang berturuntemurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus, walaupun orangorang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti
disebabkan kematian dan kelahiran.
Tylor dalam Soekanto (2005) mendefinisikan kebudayaan adalah
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
huku, adat-itiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto
(2005) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan

teknologi dan

kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture)
yang diperlukan oleh untuk manusia. Rasa meliputi jiwa manusia,
mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas.
Sedangkan cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir
orang-orang yang hidup bermasyarakat. Semua karya, rasa, dan cipta
dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar
sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau dengan seluruh
masyarakat.
2.1.4 Unsur – Unsur Kebudayaan
Kluckhon dalam Soekanto (2005) menyebutkan dalam karyanya
yang berjudul Universal Catagories of Culture menunjukan ada tujuh poin
dalam unsure-unsur kebudayaan yaitu :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan,
alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transport dan
sebagaimnya).
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem ditribusi dan sebagainya).
8

3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,
sistem hukum, sitem perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tulisan).
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi (sistem kepercayaan).

2.1.5. Sifat Hakikat Kebudayaan
Masyarakat mempunyai kebudayaan yang saling berbeda satu dengan
lainnnya, kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi
semua kebudayaan dimana pun juga. Soekanto (2005) menyebutkan sifat
dan hakikat kebudayaan antara lain :
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu
generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi
yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah
lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajibankewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakantindakan yang dilarang dan tindakan yang dizinkan.

2.1.6. Konsep Nilai Budaya
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan
sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip
umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang ata
kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan
bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai
tujuan kehidupan manusia itu sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sduah
dirmuskan oleh beberapa ahli seperti :


Koentjaraningrat
9

Nilai budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam
fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang
mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh
karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya
dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan –
tujuan pembuatan yang tersedia.


Clyde Kluckhohn dlam Pelly
nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang
mempengaruhi

perilaku

yang

berhubungan

dengan

alam,

kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan
tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin
bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama
manusia.


Sumaatmadja dalam Marpaung
pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam
kehidupan, berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat
yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai
tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.
Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat
dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas
vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai – nilai
atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri
Artinya nilai – nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan
perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak
patut.
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka
nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam
bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari – hari,
misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain – lain. Jadi,

10

secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseoran
dalam mencapai tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai
budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan
pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara
individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang
baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
2.1.7. Sistem Nilai
Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk
bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar dan
salah, yang kesemuanya dalam konsep yang lebih besar termasuk ke
dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian pendidikan yang
dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian pengetahuan,
keterampilan, dan nilai‑nilai.
Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka
pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya
sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat
dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sistem
perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat
yang bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit
atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok orang,
mengenai hal‑hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari
berbagai cara‑cara, alat‑alat, tujuan‑tujuan perbuatan yang tersedia.
Orientasi nilai budaya adalah ……. Konsepsi umum yang terorganisasi,
yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam,
kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan
tentang hal‑hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian
dengan hubungan antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep‑konsep abstrak
yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan
11

berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak
berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjadi pedoman dan
pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi
kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya
termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam
cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola
perilaku anggota‑anggota suatu masyarakat.
Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang mencakup
pilihan nilai yang dominan yang mungkin dipakai oleh anggota‑anggota
suatu masyarakat dalam memecahkan 6 masalah pokok kehidupan.
2.1.8 Sistem Perilaku Sosial
Sistem sosial pertama kali diperkenalkan oleh Talcott Parsons. Konsep
struktur sosial digunakan untuk menganalisis aktivitas sosial sehingga
sistem sosial menjadi model analisis terhadap organisasi sosial.
Konsep sistem sosial adalah alat bantu untuk menjelaskan tentang
kelompok - kelompok manusia. Model ini bertitik tolak dari pandangan
bahwa kelompok manusia merupakan suatu sistem. Parsons menyusun
strategi untuk menganalisis fungsional yang meliputi semua sistem sosial,
termasuk hubungan berdua, kelompok kecil, keluarga, organisasi sosial,
termasuk masyarakat secara keseluruhan. terdapat empat unsur dalam
sistem sosial, yaitu:
1. dua orang atau lebih,
2. terjadi interaksi di antara mereka
3. interaksi yang dilakukan selalu bertujuan, dan
4. memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang
dipedomaninya.
Lebih lanjut, suatu sistem sosial akan dapat berfungsi apabila empat
persyaratan di bawah ini terpenuhi. Keempat persyaratan itu meliputi :

12

1. Adaptasi, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial
untuk menghadapi lingkungannya.
2. Mencapai tujuan, merupakan persyaratan fungsional bahwa
tindakan itu diarahkan pada tujuan-tujuannya.
3. Integrasi, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan
interelasi antara para anggota dalam sistem sosial.
4. Pemeliharaan pola-pola tersembunyi, merupakan konsep latent
(tersembunyi) pada titik berhentinya suatu interaksi akibat
kejenuhan sehingga tunduk pada sistem sosial lainnya yang
mungkin terlibat.
2.1.9 Wujud Kebudayaan
Pengertian Wujud Kebudayaan adalah merujuk pada bahasa latin dari
kata colere yang artinya adalah mengerjakan, mengolah, dan memelihara
tanah atau ladang (Soerjanto Poespowardojo, 1993).
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga :
1. Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide ide, gagasan, nilai nilai, normanorma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.
Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepalakepala atau di alam
pemikiran warg masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, mak lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan, dan bukubuku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktifitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut
dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas - aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola – pola tertentu yang
13

berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari - hari, dan dapat diamati, dan didokumentasikan.
3. Artefak (Fisik)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat
berupa benda benda atau hal - hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud
kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara
wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud
kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur, dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.

2.1.10. Definisi Permukiman
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya.
Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya
adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya
pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau
kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya.
Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses
dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan
tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan
perilakunya

di

dalam

lingkungan,

sehingga

pemukiman

menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati
yaitu manusia (human).
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan

hunian

dan

tempat

kegiatan

yang

mendukung

perikehidupan dan penghidupan (Undang – undang Dasar Republik
Indonesia Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,
14

Bab I, Pasa 1 (5)}. Permukiman yang dimaksud dalam Undang – Undang
ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh
lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja
terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga
fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, permukiman berarti
daerah bermukim. Bintarto (1977) mengemukakan bahwa permukiman
dapat digambarkan sebagai suatu tempat atau daerah dimana mereka
membangun

rumah-rumah,

jalan-jalan,

dan

sebagainya

guna

kepentingan mereka. Nursid Sumaatmadja (1981) mengartikan
permukiman sebagai bagian permukaan bumi yang dihuni manusia
meliputi pula segala sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan
penduduk yang menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal yang
bersangkutan.
Permukiman yang menempati areal paling luas dalam
pemanfaatan tata ruang mengalami perkembangan yang selaras
dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola tertentu yang
menciptakan bentuk dan struktur tata ruang yang berbeda satu dengan
lainnya. Perkembangan permukiman pada bagianbagian kota tidaklah
sama, tergantung pada karakteristik kehidupan masyarakat, potensi
sumberdaya (kesempatan kerja) yang tersedia, kondisi fisik alami serta
fasilitas kota terutama berkaitan dengan transportasi dan komunikasi
(Bintarto, 1977).

2.1.11. Bantaran Sungai
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2011 tentang
sungai disebutkan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami
dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air didalamnya, mulai dari
hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri garis sempadan.
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2011 tentang
sungai disebutkan bahwa bantaran sungai adalah ruang antara tepi
15

palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak dikiri
dan/atau kanan palung sungai.
Menurut Hening anggani (2005) Pemeliharaan bantaran sungai
merupakan bagian dari daerah sungai yang bermanfaat untuk
menampung dan mengalirkan air sebagian dari aliran banjir. Dengan
demikian segala macam penghalang sperti tanamantanaman keras
perlu ditebang dan tidak boleh ditanam kembali di bantaran. Lubanglubang atau galian yang dekat dengan kaki tanggul perlu ditutup
kembali setinggi bantaran agar tak membahayakan stabilitas tanggul.
Galian saluran untuk keperluan drainase dibuat searah dengan arah
aliran sungai.
Daerah Aliran Sungai (menurut Undang-undang NO. 7 Tahun
2004 tentang SDA) DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sub DAS adalah
bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui
anak sungai ke sungai uatama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub
DAS-Sub DAS. Adapun pada sempadan sungai memiliki aturan untuk
perlindungan kawasan sungai dan sekitarnya Sungai yang terdapat di
kawasan sendiri dengan sempadan 5 – 10 meter berupa jalur hijau atau
jalan inspeksi.

2.1.12. Interaksi Penduduk dengan Lingkungan
Interaksi

antara

penduduk

dan

lingkungan

sedikitnya

harus

mempertimbangkan tiga variabel kompleks berikut :
1. Variabel Kependudukan (Jumlah, Pertumbuhan, distribusi, dan
komposisi penduduk)
2. Variabel Lingkungan (Tanah, Air, Udara)

16

3. Faktor – Faktor antara (teknologi, konteks institusi dan kebijakan,
faktor kultural).

2.1.13.

Spasial Geometri
Spasial Geometris (konfigurasi dan peletakan/karakter spatial)
Enclosure:
a. Bangunan ; jenis, dimensi, orientasi masa bangunan, sifat tekstur,
sifat konfigurasi, sifat bahan dan konstruksi bangunan.
b. Tanaman ; karakteristik tajuk (tinggi, ketebalan, kelebaran,
kepekatan, tinggi batang), peletakan, kerapatan, warna.
c. Elemen pelengkap ; tiang (listrik, telepon, tv, antena), tetenger,
rambu, iklan.

2.2. Landasan Teori
Dari pemaparan diatas dapat dijabarkan hubungan yang sangat berkaitan
erat antara Kebudayaan Masyarakat terhadap kualitas Sungai pada permukiman
padat di kota – kota besar seperti Yogyakarta. kawasan Permukiman Bantaran
Sungai Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto merupakan bagian dari Sungai
Code yang merupakan sungai yang sangat penting dari bagi keberlangsungan
ekologi kota. Kawasan ini juga merupakan sebuah permukiman yang sangat
2003

2015

padat yang berada di jantung Kota Jogjakarta. Kebudayaan jika dikaitkan dengan
kualitas lingkungan sangat berkaitan erat, terlebih lagi dewasa ini isu ekologi
menjadi permasalahan penting yang dihadapi oleh setiap kota – kota besar di
dunia.
Parameter – Parameter yang akan dijelaskan di dalam penelitian ini
adalah Parameter yang akan menjawab pertanyaan penelitian dimana terdapat
Parameter Tentang Sungai yang dijabarkan dari teori tentang sifat, aliran dan
muara air sungai. Selanjutnya akan dikemukakan penjabaran dari Parameter
tentang Kebudayaan dimana didalam kebudayaan terdapat 2 Parameter yang
akan dianalisis antara lain Paramater Unsur – Unsur Kebudayaan, dan Parameter
Wujud Kebudayaan. Variabel – Variabel yang terdapat di dalam unsur
17

kebudayaan yang telah dijabarkan di dalam tinjauan teori diatas. Sedangkan
untuk parameter Wujud kebudayaan berisi variabel – variabel tentang Wujud
Ideal, Aktifitas, dan Wujud Fisik.
Dari penjabaran paramater – parameter diatas, kemudian akan dilakukan
analisis tentang hubungan antara kebudayaan (masyarakat) dengan lingkungan
(sungai). Analisis ini akan dijabarkan melalui 2 parameter yaitu parameter
Interaksi Antar Penduduk dan Lingkungan dimana terdapat variabel
Kependudukan, Lingkungan, dan Faktor – Faktor Antara. Serta Parameter
tentang Geometri Spasial.

18

BAB III
METODE DAN PEMBAHASAN
3.1.

Kondisi Lokasi Amatan
Lokasi yang menjadi fokus amatan terletak di kawasan permukiman
bantaran sungai Kali Code diantara Jembatan Kewek dan Jalan MAS Suharto.
Kawasan ini secara umum mempunyai warga dari kelas menengah kebawah
(marjinal) seperti kawasan bantaran kali Code sekitarnya, dimana rata – rata
penduduk di dalam kawasan berpendidikan rendah. Hal ini berdampak pada
kesadaran masyarakat tentang keberlangsungan kawasan bantaran sungai.

Gambar 1. Letak Lokasi Amatan)
Sumber : google earth, analisis penulis

Gambar 2. Peta Citra Satelt Kawasan Lokasi Amatan
Sumber : google earth, analisis penulis

19

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak yang berwenang di dalam
kawasan itu (Ketua RT Setempat), memang seiring dengan tekanan urbanisai
yang terjadi, masyarakat yang tinggal di kawasan bantaran Kali Code juga
menjadi semakin majemuk. Artinya kawasan ini tidak lagi dihuni oleh kaum
urban marginal saja, seperti pengangguran, pemulung, pedagang kaki lima, dan
lain – lain, tetapi juga ada warga yang terlah bekerja dan berpendidikan tinggi.
Hal ini berdampak pada perubahan kawasan tersebut dari segi manajemen air
bersih. Namun dari segi penataan kawasan masih terlihat kurang
memperhatikan keberadaan sungai.

1, 8 meter

21% terbangun
Jarak 100m
Dari bibir sungai

Gambar 3. Kondisi Jalan Inspeksi Lokasi Amatan
Sumber : penulis
39% terbangun
Jarak 300m

Dariini
bibir
sungai
Dari gambar diatas terlihat memang kawasan
mempunyai
jalur akses

di dalam kawasan. namun secara teknis jalan setapak (inspeksi) ini melanggar
peraturan dimana

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993

terdapat aturan jarak minimal bangunan fisik yang ada di daerah sempadan
maupun badan sungai terkait garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai,
daerah penguasaan sungai dan bekas sungai. Batas area sungai dan daerah
manfaat sungai adalah sungai bertanggul di wilayah garis sempadan sungai yang
ditentukan berjarak 3 (tiga) meter dari tepi tanggul luar. Sedangkan permukiman
di dalam kawasan ini mempunyai jarak rata – rata dibawah 2 meter dari tepi
tanggul luar. Bahkan ada beberapa bangunan yang fisik (atap) bangunan tidak
mempunyai jarak dengan tepi tanggul luar.

20

Gambar 4. Kondisi Sempadan Sungai lokasi amatan
Sumber : penulis

Selain itu dari segi orientasi bangunan, terlihat hampir semua bangunan
tidak berorientasi ke sungai, hanya terdapat beberapa rumah yang memang
menjadikan sungai sebagai halaman depan bangunan. Hal ini terlihat dari
gambar dibawah ini dimana, dimana sungai hanya menjadi halaman belakang
dari bangunan di lapis pertama dari sungai. Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, umumnya fungsi ruangan di dalam rumah yang menghadap ke sungai
adalah Dapur, secara impilisit menadakan bahwa bangunan tersebut
membelakangi sungai.

Gambar 5. Fungsi Ruangan bangunan lokasi amatan
Sumber : penulis

21

Karena kondisi orientasi bangunan yang kebanyakan membelakangi
sungai, tentu saja berdampak pada semakin berkembangnya pola hidup
masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan
limbah, memang sudah ada upaya dari beberapa komunitas untuk melakukan
penyuluhan tentang kesadaran akan kebersihan lingkungan, namun kondisi
bangunan yang membelakangi sungai memang sangat berpotensi dalam
berkembangnya budaya masyarakat bantaran sungai yang buruk tersebut.

Gambar 6. Kondisi sampah bantaran sungai lokasi amatan
Sumber : penulis

Secara umum, kebudayaan masyarakat saat ini (Modern) yang
berkembang tidak lagi memprioritaskan posisi sungai sebagai sebuah elemen
yang vital dalam kehidupan sehari, ini terlihat dalam beberapa paparan data
kondisi saat ini di kawasan bantaran sungai Code antara Jembatan Kewek
dengan Jalan MAS Suharto. Hali ini terlihat dari faktor yang paling
mempengaruhi bagaimana kondisi fisik bangunan dari segi orientasi
penataan

bangunan

yang

membelakangi

sungai,

yang

dan

mendorong

berkembangnya budaya buruk dari masyarakat yang berdampak pada
penurunan kualitas sungai.
Berkembangnya budaya masyarakat ini dampak dari pola pikir
masyarakat yang lebih mengedepankan kepentingan ekonomi dibangdingkan
ekologi. Saat ini sungai dianggap sudah tidak memberikan potensi ekonomi lagi
seperti pada Jaman Dulu (Kolonial) dimana keberadaan sungai sangat
berpengaruh dari segi ekonomi karena sungai menjadi jalur ekonomi dan
aktifitas manusia yang sangat penting.
22

Gambar 7. Kondisi Bantara Sungai Zaman Kolonial
Sumber : penulis

Gambar 8. Kondisi kawasan bantaran sungai lokasi amatan saat ini
Sumber : penulis

3.2

Instrumen Penelitian
Insturmen Penelitian ini merupakan kesimpulan dari semua teori – teori yang
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, Instrumen ini terdiri dari
Parameter – Parameter yang akan menjawab pertanyaan penelitian antara
lain :
1. Bagaimana kondisi sungai pada permukiman bantaran sungai antara
Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
Variabel : Kondisi Sungai dan Sempadan Sungai
2. Bagaimana kondisi kebudayaan pada permukiman bantaran sungai antara
Jembatan Kewek – Jalan MAS Suharto
23

Variabel : Unsur – Unsur Kebudayaan dan Wujud Kebudayaan
3. Bagaimana Interaksi antara penduduk permukiman bantaran sungai
dengan sungai (lingkungan)
Variabel : Interaksi Penduduk dan Lingkungan, serta Spasial Geometri

3.2.1

VARIBEL

Kondisi Sungai dan Kebudayaan

PARAMETER

VARIABEL

PERTANYAAN

SUB -

INDIKATOR

VARIABEL
Tawar – Tidak

Kondisi Sungai
Sifat Air
Sungai adalah

Tawar

air tawar dari
sumber alamiah

Aliran Air

Debit

Deras – Tidak
Deras

yang mengalir
dari tempat
yang lebih tinggi
ke tempat yang
lebih rendah
dan menuju
Sungai

Laut, Danau,
Tempat
Muara

Sungai Lebih
Bermuara

atau bermuara

besar.

ke laut, danau
atau sungai
yang lebih
besar.
Antara
Ruang

Eksosistem sungai

Penyangga

dan daratan

Fungsi
Sempadan
Sungai

• Sungai tidak
Ruang

Jenis

bertanggul di
dalam

24

kawasan
perkotaan
• Sungai
bertanggul di
dalam
kawasan
perkotaan

(meter) dari tepi
kiri dan kanan
palung sungai
Jarak
sepanjang alur
sungai

Pakaian,
Peralatan dan
Unsur – Unsur
Kebudayaan

Jenis

Perlengkapan

Transport, dll

Hidup Manusia
Jumlah

Tujuh poin
dalam unsurunsur
kebudayaan
Kebudayaan
menurut

Perumahan,

Unit
Pemulung,

Mata

Tukang Becak,
Jenis
PKL, Mahsiswa dll

Pehencarian
dan Sistem
Ekonomi

Rupiah / Tahun
Jumlah

Kluckhon dalam
Soekanto (2005)

Organisasi,
Sistem

Perkumpulan dan
Jenis

Kemasyarakatan

Bahasa

lain lain

Jenis

Lisan / Tulisan

25

Seni Rupa, Seni
Jenis

suara, seni gerak
dll

Kesenian

Kelompok /
Jumlah
Individu
Sistem

SD, SMP, SMA,
Tingkatan

Pengetahuan

Perguruan Tinggi
Islam, Kristen,

Religi

Golongan

Katolik, Hindu,
Budha
Ide – Ide, Nilai –

Wujud
Jenis

Kebudayaan
Menurut J.J.

Nilai Norma,
Peraturan .

Gagasan

Hoenigman,
Jumlah

wujud
kebudayaan

Aktifitas,

dibedakan

Jenis

menjadi tiga
yaitu Gagasan

Orang atau Unit

Interaksi,
Pergaulan

Aktifitas
Antar Individu /

Aktifitas dan

Jumlah
Antar Kelompok

Artefak

Lukisan,
Jenis

Bangunan, Candi,
Artefak, Patung dl

Artefak
Jumlah

Unit

26

3.2.2.

Spasial Geometris

VARIABEL
PARAMETER

VARIABEL

PERTANYAAN
Spasial

SUB –

INDIKATOR

VARIABEL
Spasial Geometri

Bangunan

Geometri

Jenis
Dimensi
Orientasi
Masa
Bangunan
Sifat Tekstur
Sifat
Konfigurasi
Sifat bahan
Konstruksi
Bangunan

Tanaman

Karakteristik
Tajuk
Perletakan
Kerapatan
Warna

Elemen

Tiang (listrik,

Pelengkap

telepon,
antena)
Jalan
Signage
Iklan

27

3.3

Metoda Pengumpulan Data
3.3.1.

Kondisi Sungai
Untuk kondisi sungai, akan dilakukan pendataan dan pengidentifikasi
berdasarkan variabel – variabel yang telah dijabarkan diatas. Produk
yang dihasilkan dari identifikasi ini berupa Peta Aliran dan sempadan
sungai, serta data Tabel yang berisi penjabaran tentang kondisi sungai.
Dari data yang dihasilkan diatas berbasis pada peta citra satelit,
kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan pengamatan dan
pembuktian langsung di lapangan, untuk mendapatkan keakuratan
data.

3.3.2.

Kondisi Kebudayaan
Untuk kondisi kebudayaan, secara umum pendataan dan
pengidentifikasi berbasis kepada pengamatan dan pendataan
langsung di lapangan. Pendataan dan pengamatan ini berbasis pada
variabel – variabel yang telah dijabarkan diatas.

3.3.4.

Spasial Geometri
Untuk pengumpulan Data Spasial Geometri adalah dengan melakukan
pendataan unsur – unsur Spasial Geometri yang telah disebutkan di
dalam variabel – variabel diatas.
Produk dari pengumpulan data Spasial Geometri berupa Data Land
Use, Tipologi dan Karakter Bangunan, Peta Vegetasi, serta Data Peta
Infrastruktur kawasan.
Basis dari data tersebut adalah Peta Citra Satelit, yang kemudian
ditindaklanjuti dengan melakukan pengamatan dan pembuktian
langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang akurat.

3.3.5.

Data Sekunder
Data Sekunder yang dibutuhkan adalah data – data yang mendukung
data Primer yang akan dianalisis, data sekunder ini berupa Data
Administrasi Wilayah, Data kependudukan (Jumlah, Jenis Pekerjaan,
Agama dll).
Selain itu juga dibutuhkan data sekunder berupa Data DAS dan
Peratusan sempadan sungai yang akan mendukung data Primer yang
akan dinalaisis. Data – Data tersebut akan didapatkan dari instansi –
instansi terkait.

28

3.4

Metoda Analisis Data
Analisis utama yang dilakukan adalah mengcompare data antara hasil data
Kondisi Sungai, Kondisi Kebudayaan, dengan Data Spasial Geometri. Hasil dari
Compare antara data – diatas akan dianalisis di dalam Tabel Interaksi Penduduk
dan Lingkungan, untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang ” Bagaimana
Interaksi antara penduduk permukiman bantaran sungai dengan sungai
(lingkungan). Tabelnya adalah sebagai berikut :

3.4.1.

Interaksi Penduduk dengan Lingkungan

VARIABEL

PARAMETER

VARIABEL

PERTANYAAN

SUB –

INDIKATOR

VARIABEL
Interaksi

antara Kependudukan

penduduk

dan

lingkungan

3

Jiwa

Pertumbuhan

% Per

harus

Tahun

mempertimbangka
n

Jumlah

Distribusi

variabel

% Per
Tahun

kompleks yaitu :

Komposisi

Jiwa / Km 2

Udara

Tingkat

Kependudukan,
Lingkungan,
faktor



dan

Lingkungan

faktor

Kualitas

antara

Udara
Air

Kualitas Air
Sungai

Tanah

Kualitas
Tanah
Teknologi,
Kebijakan,
Kultural

29

DAFTAR PUSTAKA
Kusumayanti, Oki. 2008. Perilaku Penduduk yang Bermukim di Sekitar Code dalam
Pemanfaatan Sungai Code Kota Yogyakarta (Studi Kasus: Kampung Jogoyudan,
Kelurahan Gowongan), Skripsi, Fakultas Geografi, Univaersitas Gadjah
Mada.Atlas Sleman Regency, 2005.
Surtiani, Eni Endang. 2006. Factor – factor yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan
Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota (Studi Kasus: Kawasan Pancuran, Salatiga,
Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro.
Anonimous. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992
Tentang Perumahan dan Permukiman.
http://www.pu.go.id/Publik/IND/Produk/Kebijakan/Dep_PU/kpts/Kepmen_
2001_001.pdf

http://eprints.ums.ac.id/24777/2/BAB_I.pdf
http://core.ac.uk/download/pdf/11728552.pdf
http://www.scribd.com/doc/198487721/Pemukiman-Kali-Code#scribd

30