MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI SANTRI MELALUI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KIAI : STUDI KASUS PONDOK PESANTREN PUTRA MIFTAHUL MUBTADIIN DI KECAMATAN TANJUNGANOM KABUPATEN NGANJUK.
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI SANTRI
MELALUI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KIAI
( Studi Kasus Pondok Pesantren Putra Miftahul Mubtadiin di Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial ( S.Sos. )
Oleh :
AHMAD MUZAKKI B04212001
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016
(2)
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Penelitian Oleh :
Nama : Ahmad Muzakki
NIM : B04212001
Judul : MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI SANTRI MELALUI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KIAI ( Studi Kasus
Pondok Pesantren Putra Miftahul Mubtadiin di Kecamatan
Tanjunganom Kabupaten Nganjuk )
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.
Surabaya, 5 Agustus 2016 Dosen Pembimbing
AUN FALESTIEN FALETEHAN, S. Sos.I., M.Fil.I,MHRM NIP.198205142005011001
(3)
PENGESAHAN TIM PENGUJI
Skripsi oleh Ahmad Muzakki telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi
Surabaya, 05 agustus 2016 Mengesahkan,
Unversitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Dekan,
Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si NIP. 195801131982032001
Penguji I,
Aun Falestien Faletehan, S.Sos.I, M.Fil.I, MHRM NIP. 198205142005011001
Penguji II,
Drs. H. A. Isa Anshori, M.Si 195304211979031021
Penguji III,
Drs. H. Abd. Rahman Chudlori, M.M. 195111041980031001
Penguji IV,
H. Mufti Labib M.C.L. 196401021999031001
(4)
MOTTO
Tidak Pernah Ada
Cita-Cita
Yang Terlalu Tinggi
Yang Ada Hanyalah
Upaya
Yang Tak Setinggi Cita-Cita
(5)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan pada:
Kiai Pondok Pesantren Miftahul Mubtadiin Nganjuk Orangtua yang kubanggakan, KH. Moh. Yusuf, Ibu Alfiyah Sumber kekuatanku, mbak lia, umam, kafa, hakim dan husein.
Segenap keluarga besarku dan almamaterku...
Kata para mahasiswa di kampusku, meneliti atau membuat sebuah karya besar seperti skripsi ibarat “makan gajah”, sebegitu besarnya sehingga aku merasa tak akan bisa memakan semuanya, kendala-kendala seperti mental blok atapun sekedar teknis seperti malas dan sulitnya medan yang di lalui membuat semuanya seperti tak mungkin bisa terlaksana.
Tapi aku sangat senang karena aku tidak makan gajah itu sendirian, seiring langkah kaki berjalan, ada orang-orang yang mmbantu menghabiskan gajah sehingga bisa habis dan tak tersisa.
Ucapan terimakasih tiada terkira kepada orangtua dirumah, Kiai di pondok pesantren miftahul mubtadiin para guru, ustadz yang selalu mendoakan sehingga keajaiban-keajaiban sangat aku rasakan dalam proses penelitian.
Terimakasih kepada orangtua yang selalu percaya dengan membiarkan aku berkreasi sekuat aku sekarang, memberi fasilitas, dorongan dan doa yang tiada hentinya.
Terimakasih kepada saudara, kakak dan adik-adikku semua, mbak lia, umam, kafa, hakim, husain. Sebenarnya, kalianlah inspirasi aku yang
(6)
paling dalam, karena kalian, aku selalu bertekad menjadi kuat agar bisa menjadi panutan yang baik dan benar dijalan Allah Swt.
Terimakasih kepada segenap jajaran dosen khususnya dosen pembimbing bapak Aun FF, yang menunjukkan sikap “aku bisa” dengan memberi kesempatan tak terhitung jumlahnya, entah kenapa bapak tak pernah memarahi, menyalahkan, dan hanya mengarahkan, yang membuat diri ini malu karena sadar sering salah dan akhirnya sering introspeksi diri. Terimakasih kepada teman-teman MD1 2012, atas kebersamaan yang melebihi teman, aku merasa seperti berada dalam keluarga saat bersama kalian, musyawarah, tour, futsal, buka bersama dan hal-hal gila lainnya yang kita lakukan bersama takkan pernah kulupakan.
Terimakasih kepada segenap mahasiswa manajemen dakwah yang percaya dan menjadikan aku sebagai ketua umum manajemen dakwah 2015/2016, pengalaman luar biasa bersama kalian sangat membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini.
Terakhir, masih banyak pihak yang belum aku sebut namanya, terimakasih banyak.
(7)
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN
OTIENTAS SKRIPSI
Aku yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Ahmad Muzakki
NIM : B04212001
Prodi : Manajemen Dakwah
Judul : Membangun Kemandirian Ekonomi Santri Melalui
kKepemimpinan Transformasional Kiai ( Studi Kasus Pondok
Pesantren Putra Miftahul Mubtadiin di Kecamatan
TTanjunganom Kabupaten Nganjuk )
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi tersebut belum pernah diajukan kepada lembaga pendidikan tinggi manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.
Skripsi tersebut benar-benar hasil karya mandiri peneliti dan bukan merupakan jiplakan maupun plagiasi atas karya orang lain.
Peneliti bersedia menanggung semua konsekuensi hukum bila ternyata di kemudian hari diketahui atau terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa skripsi tersebut merupakan hasil plagiasi.
Surabaya, 05 agustus 2016 Yang membuat pernyataan,
Ahmad Muzakki NIM. B04212001
(8)
(9)
ABSTRACT
Ahmad Muzakki, 2016. Pupils Building Economic Independence Through Transformational Leadership Kiai (case study Miftahul mubtadiin boarding school districts tanjunganom Nganjuk)
Keywords: Transformational Leadership, Economic Independence.
The focus of the issues examined in this study is how the manifestation of the efforts of transformational leadership in building economic independence Kiai students?
In answer to these problems used a qualitative approach case study, which is a qualitative research model that is comprehensive, intense, detailed, in-depth and more focused as an attempt to examine the problems or phenomena that are contemporary. Data collection by interview, documentation and observation. Mechanical validity of the data using triangulation techniques.
The results obtained are Kiai Role in shaping the character of the students realized the economic independently on activities that are in the cottage. Of the activities are held and done, there are points that can be captured as a manifestation of the role of transformational leadership Kiai in building economic independence of students, namely: Kiai oriented blessing, Kiai pray for change, Kiai as a primary motivator of students, Kiai as a model (modeling) students and the last is to give real action activities through business units and training. In this activity, students are taught to have skills, have experience in working, have a sense of responsibility.
(10)
ABSTRAK
Ahmad Muzakki, 2016. Membangun Kemandirian Ekonomi Santri Melalui Kepemimpinan Transformasional Kiai (studi kasus pondok pesantren miftahul mubtadiin kecamatan tanjunganom nganjuk)
Kata kunci : Kepemimpinan Transformasional, Kemandirian Ekonomi.
Fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah Bagaimana manifestasi dari upaya kepemimpinan transformasional Kiai dalam membangun kemandirian ekonomi santri ?
Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan pendekatan kualitatif studi kasus, yaitu suatu model penelitian kualitatif yang bersifat komprehensif, intens, terperinci, dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi dan observasi. Teknik validitas data menggunakan teknik triangulasi.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah Peran Kiai dalam membentuk karakter mandiri ekonomi santri terwujud pada kegiatan-kegiatan yang ada di dalam pondok. Dari kegiatan-kegiatan yang diadakan dan dilakukan, terdapat poin
yang dapat ditangkap sebagai manifestasi peran kepemimpinan
transformasional Kiai dalam membangun kemandirian ekonomi santri yaitu: Kiai berorientasi pada keberkahan, Kiai berdoa untuk perubahan, Kiai sebagai motivator utama santri, Kiai sebagai model (modelling) santri, dan yang terakhir adalah kegiatan memberi aksi nyata melalui unit usaha dan pelatihan. Dalam kegiatan ini, santri diajarkan untuk memiliki ketrampilan, memiliki pengalaman dalam bekerja, memiliki rasa tanggung jawab.
(11)
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN DAN OTIENTAS SKRIPSI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Konsep ... 9
F. Sistematika Pembahasan ... 13
BAB II. KEMANDIRIAN EKONOMI DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL... 16
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 16
(12)
1. Kepemimpinan Transformasional ... 19
2. Teori Kepemimpinan Transformasional ... 20
3. Teori Kemandrian Ekonomi ... 22
4. Perspektif Islam ... 25
BAB III. METODE PENELITIAN... 29
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 29
B. Lokasi Penelitian ... 30
C. Jenis dan Sumber Data ... 31
1. Jenis Data ... 31
2. Sumber Data ... 32
D. Tahap-tahap Penelitian ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 38
F. Teknik Validitas Data ... 41
G. Teknik Analisis Data ... 42
BAB IV. MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI SANTRI MELALUI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KIAI ... 44
A. Gambaran Umum Objek penelitian ... 44
1. Sejarah berdirinya Pondok ... 44
2. Perkembangan pesantren ... 47
3. Visi, Misi dan Tujuan ... 47
4. Pola Pembelajaran ... 49
(13)
6. Materi Pendidikan ... 51
7. Kondisi Pesantren saat penelitian berlangsung ... 54
8. Letak Geografis Pesantren ... 56
9. Struktur Organisasi Institusi ... 58
B. Penyajian Data ... 62
1. Biografi Kiai Pondok Putra ... 62
2. Unit-unit usaha dan Pengembangan Ketrampilan ... 63
3. Pentingnya Niat dalam Melakukan Sesuatu ... 75
4. Menempatkan permasalahan pada ahlinya... 77
5. Kiai ikut bekerja dengan santri ... 81
6. Santri Bisa Karena Terbiasa ... 82
C. Pembahasan Hasil Penelitian (analisis data) ... 84
1. Karakter kemandirian ekonomi di pondok putra ... 85
2. Manifestasi kepemimpinan transformasional Kiai terhadap perkembangan kemandirian ekonomi ... 93
BAB V. PENUTUP ... 103
A. Kesimpulan ... 103
B. Saran dan rekomendasi ... 104
C. Keterbatasan penelitian ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel.1 materi pendidikan pesantren ... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1 bass aviola theory ... 20Gambar 2 teori kemandirian ekonomi... 23
Gambar 3 denah lokasi pondok ... 57
Gambar 4 sawah pondok akan ditanami padi ... 66
Gambar 5: tanah kosong disekitar pondok ditanami pisang dan aneka tanaman rempah-rempah ... 66
Gambar 6: santri memugar bangunan yang akan di bangun lantai 2 ... 67
Gambar 7: molen, alat pengaduk semen ... 68
Gambar 8: sapi-sapi yang dimiliki pondok ... 69
Gambar 9: tempat makan ampas tahu sapi ... 70
Gambar 10: tahap 1 Kedelai putih sedang digiling ... 71
Gambar 11: tahap 2 penguapan air ... 71
(15)
Gambar 13: tempe yang sedang dalam proses pematangan ... 73
Gambar 14: Sampul Buku rincian keuangan santri anak-anak ... 79
Gambar 15: isi dari buku rincian keuangan santri anak-anak ... 80
Gambar 16: pengurus sedang membagikan uang harian santri ... 81
(16)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan sumber daya lainnya karena sumber daya manusia merupakan aset utama yang menjadi motor penggerak di muka bumi ini, salah satunya di bidang ekonomi. Sumber daya manusia pada dasarnya sangat dibutuhkan oleh perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuannya karena perusahaan tidak mungkin berjalan tanpa adanya peranan dari manusia.1 Oleh sebab itu, sumber daya manusia perlu memperoleh perhatian khusus.
Salah satu sumber daya manusia yang utama adalah pemimpin. Kemampuan seorang pemimpin dalam usahanya mengarahkan dan mengendalikan para anggotanya untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan sesuai dengan target dari perusahaan sehingga pemimpin dan anggotanya diharapkan bekerja sama untuk menjalin hubungan yang baik dalam mewujudkan keberhasilan sebuah perusahaan. Mengingat pentingnya sumber daya manusia dalam menentukan keberhasilan dan perkembangan dari suatu perusahaan, maka sudah selayaknya bagi setiap perusahaan memberikan segala perhatian kepada para anggota sejak dini dengan cara memilih pemimpin yang sesuai.
Pemimpin dalam melaksanakan tugasnya dalam mencapai tujuan perusahaan harus mampu untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan
1
(17)
2
mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.2 Jika dalam perusahaan terjadi ketidakseimbangan tujuan antara pemimpin dan anggota maka akan berdampak pada perkembangan dari perusahaan tersebut.
Kepemimpinan dengan pendekatan baru sangat dibutuhkan untuk mendobrak dominasi perkembangan suatu perusahaan, apalagi saat ini diikuti era pasar bebas yang menyebabkan persaingan antar perusahaan akan semakin bebas dan itu juga berdampak pada dunia usaha. Perubahan-perubahan akan terjadi dengan sangat cepat baik di dalam maupun di luar lingkungan perusahaan sehingga dibutuhkan kepemimpinan transformatif, yang mampu mengembangkan dan menggerakkan anggota yang inovatif, mampu memperdayakan staf dan organisasi ke dalam suatu perubahan cara berpikir dan memahami tentang tujuan organisasi serta membawa ke perubahan yang terjadi secara berkesinambungan atau terus-menerus sehingga memudahkan adaptasi terhadap segala perubahan yang akan terjadi.
Gaya seorang pemimpin menjadi model yang akan ditiru oleh bawahan. Gaya kepemimpinan yang baik dan benar jika dilaksanakan dengan konsisten pasti akan meningkatkan keberhasilan dari perusahaan yang dipimpin. Dengan penerapan gaya kepemimpinan yang sesuai diharapkan pemimpin mampu mengamati perkembangan dalam
2
(18)
3
perusahan yang dipimpin sehingga dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik pada perusahaan dalam segala aspek maupun dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Kepemimpinan yang kuat dibutuhkan untuk menjaga pelaksanaan pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan visi, misi, dan sasaran yang telah ditetapkan. Salah satu gaya kepemimpinan yang sesuai dalam menghadapi segala perubahan dan meningkatkan sikap pro-aktif anggota yang diterapkan pemimpin dalam memimpin bawahannya adalah kepemimpinan transformasional.
Istilah kepemimpinan transformasional muncul sebagai pendekatan penting untuk kepemimpinan, dimulai dengan karya klasik oleh sosiolog politis, James MacGregor Burns yang bertajuk Leadership.3 Menurut James MacGregor Burns dalam Mohammad Karim, kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses pemimpin dan para bawahannya berusaha untuk mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.4 Dalam arti, pemimpin transformasional mencoba untuk membangun kesadaran para bawahannya dengan menyerukan cita-cita yang besar dan moralitas yang tinggi seperti kejayaan, kebersamaan, dan kemanusiaan. Secara umum hal itu menggambarkan bagaimana pemimpin bisa memulai, mengembangkan, dan melaksanakan perubahan yang nyata dalam organisasi. Pemimpin transformasional memberdayakan para
3
Peter G.northouse,2013, Kepemimpinan, Teori, dan Praktek,PT Indeks, Jakarta: cet. 6, 176.
4
Mohammad Karim, 2010 Pemimpin Transformasional di Lembaga Pendidikan Islam, UINMALIKI PRESS, Malang: cet. 1, 20.
(19)
4
anggotanya dan memupuk mereka secara bergantian sehingga para anggota bisa mengubah dirinya sebagai pemimpin yang berkualitas.
Bass dan Aviola menyatakan: “seorang pemimpin dapat mentransformasi bawahannya melalui empat faktor, yaitu Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, dan Individualized Consideration.5 faktor-faktor tersebut menjelaskan bahwa
kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang
memberikan makna terhadap anggotanya. Makna mempunyai arti bahwa pemimpin tersebut bukan hanya mengembangkan perusahaan yang dipimpinnya, akan tetapi juga memberikan dampak terhadap anggotanya yaitu dengan selalu memberikan kesempatan dan peluang terhadap anggotanya agar mereka bisa menjadi lebih baik lagi dan bisa mengubah dirinya sendiri agar bisa semakin maju.
Pemimpin transformasional dalam mewujudkan visi dan misinya selalu mengingatkan terhadap anggotanya akan visi dan misi terhadap perusahaannya. Selain itu pemimpin juga mampu menggerakkan keberagaman anggotanya dalam pola pikir untuk dapat mengejar visi dan misi perusahaan, sehingga pemimpin tersebut sebagai pemersatu dalam keberagaman anggotanya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam surat al-Hujarat ayat 9
5
Mohammad Karim, 2010 Pemimpin Transformasional di Lembaga Pendidikan Islam, UINMALIKI PRESS, Malang: cet. 1,166.
(20)
5
artinya : “Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuatzalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”6
Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam tidak sendirian melainkan beliau berjihad dengan para sahabat-sahabatnya. Rasulullah saw. selalu diperintahkan oleh Allah Swt. untuk berjuang bersama-sama dengan orang - orang yang beriman. Walaupun Rasulullah saw. sendiri telah dijanjikan akan mendapatkan pertolongan-Nya dan mendapatkan kemenangan dalam perjuangan beliau, tetapi dalam praktiknya Allah Swt. selalu memerintahkan Rasulullah saw. agar berjuang bersama-sama dengan orang yang beriman.
Dalam kepemimpinan transformasional, pemimpin dan anggota juga berjuang bersama-sama dalam satu visi dan misi untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan, mereka saling memotivasi dan konsisten dalam mewujudkan visi-misi tersebut. Pemimpin tidak dapat memajukan perusahaan sendiri tanpa adanya bantuan dari bawahan, intinya kemajuan dan berkembangnya dalam suatu perusahaan atau lembaga terletak pada kekuatan internal dalam perusahaan atau lembaga tersebut, bukan pada kuat atau lemahnya saingan.
6
(21)
6
Kepemimpinan transformasional juga sering tercermin di wilayah pondok pesantren. Seorang kiai yang memimpin dalam pondok biasanya dianut oleh santri karena sang Kiai tersebut telah mengamalkan dan mempraktekkan ilmu yang diajarkan di pondok sehingga para santri memiliki antusias untuk belajar dan patuh terhadap ajaran Kiai meski seringkali ketika mengajarkan tidak didasari dengan sebuah dalil yang bersumber dari kitab. hal tersebut merupakan cerminan kepemimpinan transformasional dimana pemimpin adalah orang yang menjalankan visi dimulai dari dirinya sendiri.
Salah satu pondok pesantren di jawa timur yang menggunakan kepemimpinan transformasional adalah pondok pesantren miftahul mubtadiin. Profil pondok tersebut adalah Pondok pesantren Miftahul mubtadiin, didirikan oleh KH. M. Ghozali Manan pada tahun 1940, terletak di sebelah tenggara kota Nganjuk, tepatnya di dusun Krempyang, Kelurahan Tanjunganom, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk. dalam perkembangannya, setelah KH. Moh. ghozali wafat (tahun 1990), Pesantren Miftahul Mubtadiin diasuh oleh putra-putra beliau yaitu KH. Moh. Ridlwan Syaibani sebagai pengasuh pondok putra, KH. Moh. Hamam Ghozali sebagai pengasuh pondok Putri dan Agus Nur Salim Ghozali sebagai Dewan pembantu dari keduanya dalam mengelola pesantren.
Pada periode tersebut, perkembangan pondok pesantren dan unit pendidikan yang ada semakin pesat dan mengalami kemajuan yang cukup
(22)
7
signifikan dengan membuka pendidikan madrasah dengan metode Kurikulum Departemen Agama (Depag) mulai dari tingkat ibtidaiyah sampai jenjang Aliyah. pada perkembangan selanjutnya, unit pendidikan bertambah lagi dengan membuka dua pendidikan setelah Aliyah, yaitu Takhassus/ Forum Kajian Khusus Kitab Kuning (FK4) dan Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam (STAIDA).
Kepemimpinan transformasional pondok pesantren Miftahul mubtadiin tercermin ketika pondok ini mendirikan sebuah lembaga yang bernama “Lembaga Islam Al-Ghazali (L.I.G.A)”,lembaga tersebut adalah pusat yang menaungi semua institusi Pendidikan pondok meliputi madrasah, pondok pesantren Putra, Pondok Pesantren Putri dan kegiatan-kegiatan lainya yang semuanya di beri keleluasaan untuk mengembangkan diri tapi tetap bertanggung jawabnya kepada Lembaga Islam Al-ghozali. sedangkan mengenai kegiatan kewirausahaan, Kiai menyerahkan tanggung jawab tersebut pada santri-santri senior yang berpengalaman untuk pengembangan.
Berdasarkan persoalan di atas dapat dikatakan peranan kepemimpinan adalah faktor dalam kemajuan suatu perusahaan atau lembaga sekaligus memiliki pengaruh penting dalam kemajuan dan motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu, termasuk kemandirian.
Bertitik tolak pada latar belakang di atas peneliti ingin meneliti tentang peran gaya pemimpin yang diterapkan di Pondok Pesantren Miftahul Mubtadiin terhadap perkembangan kemandirian ekonomi santri
(23)
8
di pondok tersebut. Dengan demikian peneliti memberi judul pada penelitian ini dengan judul “Membangun Kemandirian Ekonomi Santri Melalui Kepemimpinan Transformasional Kiai (Studi Kasus Pondok Pesantren Putra Miftahul Mubtadiin di Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimanakah membangun kemandirian ekonomi santri melalui kepemimpinan transformasional kiai di pondok pesanten putra miftahul mubtadiin?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya kiai dalam membangun kemandirian ekonomi santri melalui kepemimpinan transformasional di Pondok Pesantren Putra Miftahul Mubtadiin Nganjuk.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi, penambahan wawasan, dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan Manajemen dakwah khususnya dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia terutama yang berhubungan dengan kepemimpinan yaitu kepemimpinan transformasional. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber rujukan
(24)
9
bagi siapa saja yang akan meneliti lebih lanjut mengenai gaya kepemimpinan transformasional.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada Pondok bahwa gaya kepemimpinan transformasional pada santri akan berpengaruh terhadap perkembangan dari santri tersebut, sehingga hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu sumber informasi tentang hal apa yang seharusnya dibenahi pada pondok. E. Definisi Konsep
Untuk menghindari kerancuan di dalam pemahaman maka penulis merasa perlu untuk memberikan definisi Konsep dari judul skripsi ini, agar terjadi kesamaan visi antara penulis dan pembaca ataupun penguji yaitu:
1. Kepemimpinan transformasional
Kepemimpinan transformasional merupakan gaya
kepemimpinan yang menciptakan hubungan antara pemimpin dan anggota untuk meningkatkan motivasi dan moralitas yang lebih tinggi.7 Maksudnya, kepemimpinan transformasional mengutamakan pemberian kesempatan dan atau mendorong semua unsur yang ada di organisasi untuk bekerja atas dasar visi dan misi yang sudah diciptakan, sehingga semua unsur yang ada di Pondok (Kiai, kepala pondok dan santri) bersedia dan tanpa paksaan berpartisipasi secara optimal dalam rangka mencapai tujuan pondok.
7
(25)
10
Kepemimpinan transformasional mempunyai empat perilaku khusus yaitu yang pertama adalah kepemimpinan komunikasi maksudnya adalah seorang pemimpin harus pandai berkomunikasi dengan anggotanya. Yang kedua yaitu kepemimpinan yang kredibel (kepercayaan) maksudnya adalah pemimpin harus menumbuhkan rasa kepercayaan terhadap orang-orang yang ada disekitarnya.8 Yang ketiga adalah kepemimpinan yang peduli, yaitu para pemimpin transformasional menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap orang. Peduli berarti menghargai keterampilan-keterampilan dan kemampuan khusus individu-individu lain.9 Yang keempat adalah menciptakan berbagai peluang, maksudnya adalah pemimpin transformasional dalam memberikan peluang dan kesempatan terhadap anggotanya tidak menganggap hal tersebut menjadi tindakan yang beresiko.10
2. Kemandirian Ekonomi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa arti dari kemandirian adalah suatu hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian berawal dari kata “mandiri” yan mendapat awalan ke- dan akhiran –an yang imbuhan tersebut menjadikannya kata benda. Kemandirian adalah bentuk sikap terhadap
8
Marshal sashkin dan Molly G.sashkin, Prinsip-prinsip Kepemimpinan, Rudolf Hutauruk (Jakarta: Erlangga, 2011), 43.
9
Marshal sashkin dan Molly G.sashkin, Prinsip-prinsip Kepemimpinan, Rudolf Hutauruk (Jakarta: Erlangga, 2011)., 45.
10
Marshal sashkin dan Molly G.sashkin, Prinsip-prinsip Kepemimpinan, Rudolf Hutauruk (Jakarta: Erlangga, 2011)., 47.
(26)
11
objek dimana individu memiliki indepensi yang tidak berpengaruh pada orang lain.11
Kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam bertindak untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya ataupun keinginannya tanpa bergantung pada bantuan orang lain, baik dalam aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Sedangkan kemandirian ekonomi berarti memiliki kemampuan ekonomi yang produktif. Individu dapat melakukan kegiatan ekonomi untuk mencari tambahan pemasukan bagi dirinya sendiri atau keluarga. Hal tersebut dimaksudkan agar individu dapat memiliki keterampilan hidup guna menolong dirinya sendiri dan dan tidak bergantung sepenuhnya pada orang lain.
3. Pengertian Kiai
Sebagaimana diketahui kiai adalah simbol yang lekat dalam agama islam di indonesia yang berasal dari bahasa jawa.12 Istilah kiai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda yaitu:
a. Kiai dipakai sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat. Kiai Garuda Kencana dipakai untuk sebutan “kereta emas” yang abadi di keraton Yogyakarta.
b. Kiai sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agamaislam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya.
11
KBBI, dep pendidikan Nasional 2005
12
(27)
12
c. Kiai dipakai untuk gelar kehormatan untuk orang tua pada umumnya.
Dari ketiga pemakaian istilah tersebut diatas yang banyak dipakai masyarakat adalah yang kedua. Pengertian kiai yang paling luas dalam indonesia modern adalah pendiri dan pimpinan dari sebuah pondok pesantren, yang sebagai muslim terpelajar telah mengabdikan hidupnya demi Allah serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran serta pandangan islam melalui kegiatan pendidikan.13
Kiai sebagai pemimpin masyarakat memiliki sifat-sifat atau pribadi yang menunjang keberhasilan tugasnya. Adapun sifat-sifat seorang kiai adalah sebagai berikut:
a. Ikhlas
Dalam menjalankan tugasnya, seorang kiai selalu mendasarkan perbuatannya kepada keikhlasan yang dilaksanakan dengan kerelaan tanpa rasa terbebani. Pegabdian seorang kiai untuk mengembangkan lembaga yang dikelolanya tanpa mementingkan kepentingan pribadi, merupakan sifat ikhlas timbal balik antara diri seorang santri dan kiai.14
Pengabdian kiai dalam mendidik santri dan masyarakat diwarnai oleh nilai keiikhlasan tanpa pamrih hanya karena Allah semata, sehingga kiai secara tidak langsung memiliki kharismatik
13
Zamakhssyari dhofier, tradisi pesantren hal 55
14
(28)
13
tersendiri yang membuat santri dan masyarakat segan dan akan dengan sukarela mengikuti ajakan kiai dengan keikhlasan.
b. Berniat Ibadah
Sifat utama yang dimiliki seorang kiai adalah segala sesuatu perbuatan diniati sebagai ibadah. Konsep “Lillahi ta’ala” dalam artian tidak menghiraukan kehidupan duniawi (zuhud dunnya)
dipegang teguh oleh seorang kiai dan ditanamkan dalam masyarakat.
Dengan demikian ketaatan seorang santri kepada kiainya misalnya, dipandang sebagai suatu manifestasi ketaatan mutlak bukan berarti meninggalkan aktifitas formal yang memberikan pengaruh material, akan tetapi mengorientasikan keseluruhan aktifitas keduniawian kedalam suatu tatanan Ilahiyah.
Kehidupan serba ibadah ini diwujudkan dalam berbagai bentuk, antara lain: kesadaran untuk berkorban, bekerja keras untuk kemajuan agama, berlaku adil kepada masyarakat dan solidaritas yang tinggi.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika bahasan ini bertujuan untuk menjadikan tulisan ini tersusun secara sistematis, terarah, dan sesuai dengan bidang kajian yang diteliti. Penyusunan hasil laporan penelitian dalam bentuk Skripsi ini disusun dalam lima bab sebagaimana berikut.
(29)
14
Bab pertama Pendahuluan, yang berfungsi untuk memaparkan pola dasar dari keseluruhan isi Skripsi yang terdiri dari latar belakang yang memicu timbulnya masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi konsep, dan sistematika bahasan.
Bab kedua Kajian teoritik, yang mengkaji tentang konsep-konsep yang bersifat teoritik yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel yang diteliti, Sehingga dalam bab ini dijelaskan perihal manajemen program pesantren, dengan penjelasan yang terperinci dalam beberapa subbab, yaitu; 1) Penelitian terdahulu yang relevan 2) Kerangka teori tentang kemandirian ekonomi dan kepemimpinan transformasional; 3) Perspektif islam.
Bab ketiga berisi tentang Pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian. Dalam bab ini juga dijelaskan dimana lokasi penelitian, jenis dan sumber data yang dicari oleh peneliti, tahap-tahap penelitian yang akan dilalui, juga tercakup didalamnya akan dijelaskan metode yang digunakan peneliti dalam mencari data secara ilmiah, yakni teknik pengumpulan data, teknik validasi data dan teknik analisis data.
Bab keempat berisi pembahasan tentang hasil penelitian meliputi gambaran umum objek penelitian, penyajian data dan analisis data dari peneliti, dalam bab ini pula peneliti menjelaskan kesesuaian antara teori dengan lapangan, teori tersebut sesuai atau malah memunculkan teori bau.
(30)
15
Bab kelima Penutup, bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi pembaca yang mengambil intisari dari Skripsi, yang berisi kesimpulan, saran, keterbatasan penelitian dan rekomendasi.
(31)
BAB II
KEMANDIRIAN EKONOMI DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian oleh Ahmad Saifuddin dengan judul “Implementasi Kepemimpinan Transformasional dalam Meningkatkan Kinerja Guru dan Anggota di SMA Negeri I Gedangan Sidoarjo” tahun 20091 yang membahas tentang pengaruh yang diperankan pemimpin transformasional sehingga meningkatkan kinerja guru dan anggota.
Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu kepemimpinan transformasional, sedangkan perbedaannya terletak pada penelitian yang akan dilakukan mengenai peran kepemimpinan transformasional terhadap perkembangan kemandirian ekonomi dan skripsi ini membahas mengenai peningkatan kinerja akibat dari kepemimpinan transformasional.
Penelitian oleh Wilda Akmala dengan judul “Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja anggota BPRS Jabal Nur Surabaya” tahun 2014, mengenai penggabungan antara dua gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional yang diterapkan kepada kinerja anggota serta pengaruh dari gaya kepemimpinan tersebut.
1
Ahmad Saifuddin, 2009 “Implementasi Kepemimpinan Transformasional Dalam Meningkatkan Kinerja Guru dan Anggota Di Sma Negeri I Gedangan –Sidoarjo” Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya,hal. 25.
(32)
17
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada gaya kepemimpinan yang akan diteliti yaitu peneliti hanya membatasi satu gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan transformasional.
Penelitian oleh Ria Duwin Andayani dengan judul “Model Kepemimpinan Transformasional di Telkom Divre Jawa Timur” tahun 2011.2 Skripsi ini membahas mengenai deskripsi tentang gaya kepemimpinan transformasional di Telkom Divre Jawa Timur.
Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu mengenai kepemimpinan transformasional akan tetapi dalam penelitian tersebut meneliti tentang deskripsi atau paparan mengenai model dari kepemimpinan transformasional di perusahaan tersebut. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai
impact dari kepemimpinan transformasional terhadap perkembangan
kemandirian seseorang.
Selanjutnya penelitian oleh Hanif Ashar dengan judul “Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Komitmen Organisasi dengan
Organizational Citizenship Behaviour Guru MIN 22 Sugihwaras
Bojonegoro” tahun 2014.3
penelitian ini membahas mengenai keterkaitan antara kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi dengan Organizational Citizenship Behaviour.
2
Ria Duwin Andayani, 2011“Model Kepemimpinan Transformasional Di Telkom Divre jawa Timur”
Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya,hal. 10. 3
Hanif Ashar,2014 “Hubungan Kepemimpinan Transformasional Dan Komitmen Organisasi Dengan Organizational Citizenship Behaviour Guru Mim 22 Sugihwaras Bojonegoro” Skripsi- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 13.
(33)
18
Penelitian dari Hanif Ashar memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tentang kepemimpinan transformasional akan tetapi penelitian tersebut mempunyai perbedaan yang terletak pada objek.
Terakhir, penelitian oleh Ebah Suayibah dengan judul
“pemberdayaan ekonomi santri melalui penanaman jamur tiram” pada 2009. Persamaan penelitian ini terletak pada upaya peneliti untuk mengetahui bagaimana upaya pondok dalam membentuk santri menjadi mandiri atau berdaya secara ekonomi.
Perbedaan pada penelitian ini adalah pada penelitian Ebah berfokus pada upaya-upaya yang dilakukan, sedangkan pada penelitian ini, peneliti berfokus pada bagaimana peran kiai sebagai model yang ditiru santri untuk hidup secara mandiri.
Berdasarkan atas penelitian tersebut menurut hemat penyusun, skripsi yang akan ditulis ini belum pernah diteliti, karena dalam skripsi ini lebih menekankan kepada gaya kepemimpinan transformasional kiai dalam pengembangan kemandirian ekonomi di Pondok Pesantren dan dengan melihat titik perbedaan itulah, maka penelitian ini dilakukan dengan lebih mendalam ke sisi pengaruh dari pemimpin pondok / Kiai (kepemimpinan) sebagai model yang dititu dan akhirnya akan berpengaruh terhadap kemandirian ekonomi santri.
B. Kerangka Teori
Istilah kerangka teori identik dengan paradigma atau kerangka berpikir yang memiliki peran besar sebagai perspektif teori yang membatasi area
(34)
19
kajian penelitian.4 Adanya kerangka teoritik bisa bermanfaat untuk membuat penelitian menjadi fokus, terarah, dan tidak melebar ke mana-mana. Kerangka teoritik dibangun berdasarkan konsep atau teori dari bebagai pendapat para ahli yang kemudian diterjemahkan ke wilayah empirik sehingga bisa diimplementasikan di dalam penelitian.
1. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan Transformasional adalah sebuah gaya
kepemimpinan yang mengutamakan pemenuhan terhadap tingkatan tertinggi dari hirarki maslow yakni kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri. Kepemimpinan transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya.5
Menurut Bass mendefinisikan bahwa kepemimpinan
transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Sedangkan menurut O’Leary, kepemimpinan
4
Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, Panduan skripsi manajemen dakwah (Surabaya: Fakultas Dakwah, 2011), 17
5
Fransiskus Billy Sand, 2009"Pengaruh Kepemimpinan Transformasionalterhadap Kinerja Anggota", 7
(35)
20
transformasional adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo atau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru.
Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
2. Teori tentang Kepemimpinan Transformasional
Bernard M. Bass menjelaskan tentang teori dalam Kepemimpinan
Transformasional. dia mengatakan bahwa kepemimpinan
transformasional memiliki 4 aspek, yaitu: idealis, memotivasi, menstimulasi, memahami individu.6
Gambar 1: bass aviola theory
6
(36)
21
a. Idealized Influence (or charismatic influence)
Idealized influence mempunyai makna bahwa seorang
pemimpin transformasional harus kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk bereaksi mengikuti pimpinan. Dalam bentuk konkrit, kharisma ini ditunjukan melalui perilaku pemahaman terhadap visi dan misi organisasi, mempunyai pendirian yang kukuh, komitmen dan konsisten terhadap setiap keputusan yang telah diambil, dan menghargai bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional menjadi role model yang dikagumi, dihargai, dan diikuti oleh bawahannya.
b. Inspirational Motivation
Inspirational motivation berarti karakter seorang pemimpin yang mampu menerapkan standar yang tinngi akan tetapi sekaligus mampu mendorong bawahan untuk mencapai standar tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan optimisme dan antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional senantiasa memberikan inspirasi dan memotivasi bawahannya.
c. Intellectual Stimulation
Intellectual stimulation karakter seorang pemimpin
transformasional yang mampu mendorong bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan cermat dan rasional. Selain itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk menemukan cara
(37)
22
baru yang lbih efektif dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu mendorong (menstimulasi) bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif.
d. Individualized Consideration
Individualized consideration berarti karakter seorang pemimpin yang mampu memahami perbedaan individual para bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional mampu melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan memperhatikan keinginan berprestasi dan berkembang para bawahan.
3. Teori tentang Kemandirian Ekonomi
Kemandirian adalah kemampuan untuk bertindak berdasarkan pertimbangan sendiri dan bertanggung jawab atas tindakan tersebut. kemandirian juga diartikan sebagai kemampuan untuk membuat keputusan dan mengatur hidup sendiri tanpa ketergantungan berlebihan terhadap orang lain. Kemandirian tidak dapat selesai pada satu tahap kehidupan, melainkan akan terus berkembang di dalam diri individu.
(38)
23
Benny Susetyo menjelaskan bahwa seseorang dikatakan mandiri secara ekonomi apabila memiliki 5 aspek:7
Gambar 2: teori kemandirian ekonomi
a. Bebas hutang konsumtif
Ada dua jenis hutang jika dilihat dari kegunaannya. Pertama, hutang produktif, yaitu hutang yang dibelanjakan untuk kebutuhan yang dapat menambah penghasilan seseorang. Misalnya, untuk memulai usaha, untuk membeli tanah, untuk sekolah dan semacamnya.
Kedua, hutang konsumtif, yaitu hutang yang dibelanjakan untuk kebutuhan yang tidak menambah penghasilan, misalnya membeli hp atau mobil untuk mengikuti gaya hidup.
7
Benny susetyo, 2006, partisipasi kaum awam dalam pembangunan menuju kemandirian ekonomi, hal 10
(39)
24
b. Memiliki Keyakinan dalam bisnis
Seseorang yang memiliki keyakinan berarti tidak mudah terpancing untuk berbelok dalam bisnisnya, baik ketika bisnisnya merosot atau sedang sepi. Dia akan terus mencari cara bagaimana menimbun jurang lalu membangun sebuah bukit. Dia akan selalu memantau bisnisnya sehingga tidak membeli barang yang dinilai kurang penting.
c. Memiliki investasi
Investasi adalah menanamkan suatu modal dengan harapan nantinya akan bertumbuh, modal bisa apapun termasuk uang, tenaga, pikiran dan lain sebagainya. Seseorang yang memiliki investasi dinilai memiliki pandangan yang jauh kedepan, yaitu melihat bagaimana hasil akhir dari proses suatu usaha dari bagaimana usaha tersebut telah berjalan. Bahkan kegagalan dari sebuah investasi akan tetap memberikan keuntungan, yaitu membuat pandangan seorang investor semakin tajam.
d. Mampu mengelola arus kas uang (cash flow)
Arus kas uang adalah aliran dana masuk dan aliran dana keluar seseorang. Aliran dana masuk biasanya disebut pendapatan dan aliran dana keluar disebut pengeluaran atau pembelanjaan. Sebuah arus kas (cashflow) dinilai baik apabila pengeluaran seseorang lebih kecil daripada pendapatannya sehingga sisanya bisa ditabung atau di investasikan. Arus kas dinilai buruk apabila pengeluaran seseorang
(40)
25
lebih besar dari pada pendapatannya sehingga untuk memenuhi pengeluaran tersebut, dia akan mencari pinjaman atau menjual asetnya.
e. Siap mental terhadap gangguan finansial
Kesiapan fisik seseorang dalam bisnis seperti memiliki modal, pengalaman, tabungan, atau asuransi adalah penting. Namun aspek mental terbukti lebih mendominasi dalam kesuksesan seseorang dalam kemandirian ekonomi. Jatuh dan bangun dalam usaha akan menjadi kepastian dalam kehidupan, mereka yang memiliki mental bangkit dari setiap jatuh akan membuat seseorang lebih cepat berhasil daripada orang yang belum memilikinya, karena seperti krisis atau ditinggal seseorang yang dicintai terbukti mampu menjatuhkan bisnis yang sudah kuat.
4. Perspektif Islam (sub-bab khusus)
Kemandirian ekonomi mendapat perhatian yang tak kalah penting dalam ajaran agama islam. seorang muslim wajib berusaha dengan mencari nafkah yang halal. Dengan nafkah tersebut, dia dapat menghidupi dirinya dan keluarganya, ia juga dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Seorang muslim tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Karena hidup dengan bergantung kepada orang lain merupakan kehinaan.
Allah dan RasulNya menganjurkan umat Islam untuk berusaha dan bekerja. Apapun jenis pekerjaan itu selama halal, maka pekerjaan tesebut
(41)
26
tidaklah tercela. Hal tersebut juga dicontohkan oleh Para nabi dan rasul terdahulu yang juga bekerja dan berusaha untuk menghidupi diri dan keluarganya.
Allah berfirman dalam surah al jumuah:
Artinya: maka apabila shalat telah selesai dikerjakan, bertebaranlah kamu sekalian dimuka bumi dan carilah rezeki karunia Allah. (al – jumuah: 10)
Ayat tersebut menjelaskan tentang pentingnya seorang muslim untuk bekerja. Hal tersebut menjadi lebih jelas karena perintah bekerja diberikan setelah sholat, hal tersebut memberi arti bahwa bekerja merupakan suatu kemuliaan, karena makan dari hasil jerih payah sendiri adalah terhormat dan nikmat, sedangkan makan dari hasil jerih payah orang lain merupakan kehidupan yang hina.
Selain bekerja, sosok pemimpin juga diperlukan dalam proses menuju kemandirian ekonomi seseorang. Pemimpin adalah motor penggerak untuk melakukan suatu perubahan dan sebagai nahkoda untuk membimbing dan mengarahkan agar tidak tersesat di dalam jalan yang tidak diridai oleh Allah Swt. Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan yang selalu memberikan tauladan kepada pengikutnya tidak hanya dengan ucapan tetapi juga dengan tindakan yang nyata.
Hal itu sesuai dalam surat al-Ahzab ayat 21:
(42)
27
artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.8
Islam mempunyai seorang pemimpin yang menjadi tauladan bagi pemimpin- pemimpin yang lain yaitu Nabi Muhammad saw. Beliau telah berhasil membawa agama Islam menjadi agama yang rahmatan lil’alamin,
Walaupun banyak rintangan yang dialami oleh beliau seperti dicaci maki, dilempari kotoran bahkan dimusuhi oleh keluarganya sendiri akan tetapi, beliau tetap berpegang teguh untuk menyiarkan agama Islam dan hasilnya Islam menjadi agama yang paling banyak dianut diseluruh dunia.
Pemimpin transformasional dalam mewujudkan visi dan misinya selalu menjadi orang terdepan dalam melakukan sesuatu dengan ibda’
binafsik (memulai dari diri sendiri). Sehingga pemimpin bias menjadi tauladan bagi para anggotanya untuk menginspirasi dan memotivasi. Hal ini sudah dicontohkan oleh nabi Muhammad saw. Sejak dalam dakwahnya selalu memberikan contoh terhadap kaumnya, agar bias menganut apa yang dicontohkan oleh beliau.
Selanjutnya kepemimpinan dalam Islam adalah pemimpin sebagai pemuka dan memberikan arah. Penjelasan ini sebagaimana di dalam firman Allah Swt. surat ali-Imran ayat: 104
8
(43)
28
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang berbuat makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung ”.9
Ayat tersebut menjelaskan bahwa menjadi pemimpin diharapkan dapat mengarahkan kepada anggotanya agar menjadi lebih baik sehingga pemimpin mampu memberikan contoh perbuatan baik misalnya datang tepat waktu ketika masuk kerja, ramah terhadap pelanggan atau selalu berjamaah ketika waktu sholat, dan jujur dalam melakukan pekerjaan.
Pemimpin diharapkan dapat memberikan arahan secara langsung kepada anggota. Pemimpin selalu berusaha hadir dalam setiap kesempatan untuk berkumpul bersama dengan anggota sehingga pemimpin dapat memberikan perhatian dan arahan secara individu terhadap anggotanya agar menjadi lebih baik lagi. Pemimpin transformasional percaya akan kemampuan para anggotanya sehingga tak jarang pemimpin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan hal baru yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian dari anggotanya.
9
(44)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. 1
Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Membangun Kemandirian Ekonomi Santri melalui Kepemimpinan Transformasional Kiai” , maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Secara bahasa kualitatif berarti meninjau berdasarkan mutu.2 Patton medeskripsikan metode penelitian kualitatif, sebagaimana dikutip oleh Rulam Ahmadi, bahwa:
“Metode penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena yang sedang terjadi secara alamiah (natural) dalam keadaan-keadaan yang sedang terjadi secara alamiah. Konsep ini lebih menekankan pentingnya sifat data yang diperoleh oleh penelitian kualitatif, yakni data alamiah. Data alamiah ini utamanya diperoleh dari hasil ungkapan langsung dari subjek peneliti”. 3
Dengan menggunakan metode kualitatif, maka data yang di dapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Dengan metode kualitatif, maka akan
1
Sugiono, 2015, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, hal. 3 2
Bambang Murhiyanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Victory Inti Cipta, hal. 275 3
(45)
30
dapat diperoleh data yang lebih tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi.4
Sedangkan metode kuantitatif, hanya bisa diteliti beberapa variabel saja, sehingga seluruh permasalahan yang telah dirumuskan tidak akan terjawab dengan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif tidak dapat ditemukan data yang bersifat proses kerja, perkembangan suatu kegiatan, deskripsi yang luas dan mendalam, perasaan, norma, keyakinan, sikap mental, etos kerja dan budaya yang dianut seseorang maupun sekelompok orang dalam lingkungan kerjanya. Dengan metode kuantitatif hanya dapat digali fakta-fakta yang bersifat empirik dan terukur. Fakta-fakta yang tidak tampak oleh indera akan sulit diungkapkan.5
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Studi kasus, karena sesuai dengan judul tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana proses yang dilakukan pemimpin, dalam hal ini seorang Kiai di pondok pesantren putra dalam membangun kemandirian ekonomi santrinya dan Studi kasus dipilih karena adanya faktor khusus yaitu terdapat unit usaha perekonomian yang berupa: peternakan sapi, pertanian, industri tahu, koperasi bengkel, koperasi buku dan kitab dalam proses pembelajaran yang mana tidak terdapat pada pondok lain.
B. Lokasi Penelitian
Dalam sasaran penelitian ini, ada dua hal yang akan dijelaskan yaitu mengenai objek penelitian dan wilayah penelitian. Objek yang akan dituju
4
Sugiono, 2015, Memahami Penelitian Ku alitatif, Alfabeta, Bandung, hal. 181 5
(46)
31
dalam penelitian ini adalah masalah yang berkaitan dengan kepemimpinan transformasional dan karakter kemandirian ekonomi santri yang ada di pondok. Sedangkan lokasi yang dijadikan objek atau sasaran dalam penelitian ini adalah Pondok pesantren putra miftahul mubtadiin di kecamatan tanjunganom kabupaten nganjuk.
C. Jenis dan Sumber Data
Data untuk suatu penelitian dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sekunder. Peneliti diharapkan mampu memahami dan mengidentifikasi sumber data yang akan dapat memudahkan peneliti untuk memilih metode pengumpulan data yang tepat guna dan hasil guna dan memudahkan melakukan pengumpulan data.6 Untuk itu jenis dan sumber data dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Jenis Data a. Primer
Data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari subjek peneliti dengan menggunakan alat pengukur atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.7 Yang termasuk di dalam data primer yaitu subjek atau orang dan tempat. Adapun yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah Kiai, kepala pondok miftahul mubtadiin serta
6
Ulber Silalahi, 2010, Metode Penelitian Sosial, PT Refika Aditama, Bandung, hal. 289 7
(47)
32
jajaran pengurus yang datanya didapat dengan melalui wawancara secara langsung.
b. Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. 8
Data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka yaitu mencari data atau informasi, yang berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku, internet, dokumen dan karya tulis ilmiah.9 Data sekunder tersebut merupakan data pendukung atau sebagai data pelengkap dari data primer. Data yang termasuk ke dalam data sekunder yaitu, data yang diperoleh dari bahan-bahan literatur yang berkaitan dengan kepemimpinan pada pondok pesantren miftahul mubtadiin.
2. Sumber Data
Informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada asas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Teknik pemilihan informan dengan cara purposive. Purposive adalah menentukan subjek atau objek sesuai tujuan. Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik peneliti, peneliti memilih subjek/objek sebagai unit analisis.
8
Ulber Silalahi, 2010, Metode Penelitian Sosial, PT Refika Aditama, Bandung, hal, 291 9
Suharsimi Arikunto, 2000, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta Cet.XII, Jakarta, hal. 115
(48)
33
Berikut adalah daftar informan atau sumber data dalam penelitian ini
a. Kiai Pondok Pesantren Putra Pondok Pesantren mintahul Mubtadiin
b. Kepala Pondok Putra Miftahul Mubtadiin c. Pengurus pondok bagian perekonomian d. Pengurus pondok putra anak-anak
Daftar diatas adalah orang-orang yang dinilai peneliti mampu memberi penjelasan tentang kepemimpinan transformasional kiai dan karakter kemandirian ekonomi santri di pondok pesantren putra. Daftar tersebut bersifat tidak tetap tergantung pada situasi dan kondisi yang terjadi dilapangan nanti.
D. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini,peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian menurut Lexy J. Moleong, tahap-tahap-tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap Pralapangan
Ada berapa kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti, pada tahap pralapangan atara lain:
a. Menyusun rancangan penelitian
Penyusunan rancangan penelitian adalah berupa usulan penelitian yang diajukan kepada ketua prodi manajemen dakwah, yang berisi tentang latar belakang masalah, fenomena yang terjadi
(49)
34
di lapangan, problematika yang berisi tentang permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
Setelah rancangan itu disetujui oleh ketua prodi, selanjutnya peneliti membuat proposal penelitian. Setelah menyusun prosposal, selanjutnya peneliti memilih tempat yakni Pondok Pesantren Putra Miftahul Mubtadiin Nganjuk sebagai objek penelitian, kemudian mengurus perizinan, mengamati dan menilai lapangan, memilih informan sebagai salah satu smber data primer, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.
b. Memilih lapangan penelitian
Adapun lapangan penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah Pondok pesantren miftahul mubtadiin nganjuk. Sebelum melakukan penelitian peneliti terlebih dahulu melakukan penggalian data infomasi tentang objek penelitian yang akan diteliti. Kemudian ada ketertarikan yang timbul dalam diri peneliti untuk dijadikan objek penelitian, karena di rasa sesuai dengan disiplin ilmu peneliti selama ini.
c. Mengatur perizinan
Pada tahap ini, peneliti mengurus perizinan pada fakultas dakwah dan ilmu komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya, kemudian diserahkan kepada pimpinan Pondok Pesantren Putra Miftahul Mubtadiin Nganjuk, guna memperoleh izin untuk
(50)
35
menggali data tentang karakter kemandirian ekonomi yang ada di pondok pesantren dan kepemimpinan transformasional kiai. d. Menjajaki dan memilih lapangan
Tahap ini, belum sampai pada menyikapi bagaimana peneliti masuk kedalam lapangan, dalam arti peneliti belum memulai mengumpulkan data yang sebenarnya akan diteliti. Pada tahap ini, peneliti barulah memulai berorientasi lapangan, akan tetapi pada hal tertentu peneliti memulai keadaan lapangan itu sendiri, seperti menanyakan hal-hal yang ringan.
Peneliti terlebih dahulu melakukan penelitian lapangan terhadap objek yang dijadikan bahan penelitian. Dengan pertimbangan bahwa objek tersebut belum ada yang meneliti, dan memiliki hal yang menarik untuk dijadikan objek penelitian. Serta dengan pertimbangan bahwa objek tersebut juga relevan, jika dibedakan dari sudut disiplin keilmuan.
e. Memilih dan memanfaatkan informan
Usaha untuk memilih dan memanfaatkan informan adalah dengan cara melalui keterangan orang yang berwenang yaitu Kiai Pondok pesantren Putra, Pengurus Putra, meliputi Ketua Pengurus dan jajarannya dan para santri yang bersangkutan.
f. Menyiapkan perlengkapan penelitian
Untuk kelancaran jalannya penelitian, maka peneliti hendaknya tidak hanya menyiapkan perlengkapan fisik saja akan
(51)
36
tetapi dalam konteks upaya mengumpulkan data atau informan dan objek yang diteliti, peneliti menggunakan alat bantu berupa alat tulis menulis dan tape recorder dan audio visual.
g. Etika penelitian
Peneliti harus menjaga etika saat melaksanakan penelitian, karena hal ini menyangkut hubungan dengan orang lain. Hendaknya, dilaksanakan secara baik agar terjadi hubungan sosial yang baik serta mudah mendapatkan data yang diinginkan peneliti. Dengan dijaganya etika diharapkan terciptanya suatu kerjasama yang menyenangkan.
2. Tahap lapangan
Setelah tahap pra lapangan terlampaui maka tahap selanjutnya adalah tahap lapangan yang meliputi:
a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri
Untuk memasuki pekerjaan tahap lapangan, peneliti harus memahami latar belakang penelitian terlebih dahulu. Selain itu, peneliti juga harus mempersiapkan dirinya, baik secara fisik maupun mental serta tidak melupakan etika.
Peneliti menjelaskan pada informan bahwa, penelitian yang berjudul “Membangun kemandirian ekonomi santri melalui kepemimpinan transformasional kiai” ini menggali data tentang bagaimana peran kepemimpinan tersebut pada para kemandirian ekonomi santri di pondok.
(52)
37
b. Memasuki lapangan
Dalam lapangan penelitian, peneliti memposisikan diri dalam lingkungan objek penelitian dengan cara menggali keakraban, membaur dengan santri, dan turut serta dalam kegiatan santri seperti membantu proses di pabrik tahu, peternakan dan kerja bakti.
c. Berperan serta sambil mengumpulkan data
Peranan peneliti pada lokasi penelitian memang harus dibatasi dan terjadwal. Jadwal penelitian hendaknya, telah disusun secara tepat, hati-hati dan luwes. Karena untuk mengantisipasi keadaan lapangan yang susah untuk diramal. Namun, tidak menuntut kemungkinan apabila informan memiliki waktu luang, peneliti dapat melakukan pengumpulan data. Maka, peneliti dapat terlibat langsung dalam lokasi penelitian, serta mengumpulkan dan mencatat data yang diperlukan yang kemudian dianalisa secara intensif.
3. Tahap analisa
Dalam tahap ini, setelah peneliti berhasil mendapatkan data atau informasi dari informan, langkah yang diambil adalah melakukan transkip data hasil wawancara dan melakukan kode sesuai dengan tema yang diteliti.
Setelah itu peneliti menyajikannya secara utuh data yang diperoleh tanpa melakukan tambahan data atau informasi mengenai
(53)
38
hal-hal yang berkaitan dengan lokasi penelitian. Kemudian, peneliti melakukan analisis data dari data-data yang telah diperoleh peneliti.10 E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.11 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian apapun, termasuk penelitian kualitatif, dan digunakan untuk memperoleh informasi atau data sebagaimana tujuan penelitian.
Observasi digunakan untuk mengumpulkan beberapa informasi atau data yang berhubungan dengan ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi adalah untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang yang alami.12
Jika partisipasi pasif menduduki peranan di dalam situasi sosial, itu hanya merupakan orang yang berdiri di dekatnya, penonton atau
10
Lexy.J.Moleong, 2009, Metode Penelitian Kualitatif, PT.Remaja Rosda Karya, Bandung, hal. 127-148
11
Sugiono, 2015, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, hal. 62 12
(54)
39
pemerhati, atau orang yang luntang lantung.13 Peneliti bisa melakukan pengamatan melalui berdiri dan melihat dari dekat apa yang sedang dilakukan kelompok masyarakat atau subjek peneliti lakukan.
Dalam teknik observasi ini peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Observasi dilakukan oleh peneliti terhadap kondisi pesantren sekaligus perkembangannya.
Data yang diambil oleh peneliti dalam observasi di pondok pesantren putra meliputi:
a. Ruang (tempat) dimana santri belajar kemandirian ekonomi, meliputi peternakan, pabrik tahu dan tempe, menjadi pengrajin dan tukang dan lain sebagainya.
b. Pelaku, meliputi Kiai, pengurus dan santri yang mengikuti latihan kemandirian ekonomi.
c. Waktu, meliputi berapa lama proses belajar menjadi mandiri secara ekonomi serta kapan ajaran tersebut diberikan.
d. Perasaan yang menunjukkan sikap santri terhadap kiai, begitupun sebaliknya serta bagaimana sikap mereka selama mendapat ajaran kemandirian ekonomi.
2. Wawancara
Wawancara adalah satu peristiwa umum dalam kehidupan sosial sebab ada banyak bentuk berbeda dari wawancara. Metode wawancara
13
(55)
40
merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu percakapan yang sistematis dan terorganisasi. Hasil percakapan tersebut dicatat atau direkam oleh pewawancara.14
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan tidak terstruktur kepada subjek penelitian dengan pedoman yang telah di buat.
Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.15
Data yang di inginkan peneliti dalam wawancara kepada para narasumber adalah:
a. Karakter kemandirian ekonomi di pondok pesantren putra.
b. Peran kepemimpinan transformasional kiai terhadap kemandirian ekonomi santri
c. Upaya yang dilakukan kiai dalam mewujudkan kemandirian ekonomi
14
Ulber Silalahi, 2010, Metode Penelitian Sosial, PT Refika Aditama, Bandung, hal. 312 15
(56)
41
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada.16 Dokumentasi merupakan metode penunjang dari metode observasi dan wawancara.
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku. Dokumen biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah
pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Jadi dengan dokumen kita dapat mengumpulkan data dengan melihat beberapa dokumentasi sebagai bahan informasi tambahan atau bukti otentik sebagai penunjang dalam pengumpulan data sebuah penelitian. F. Teknik Validitas Data
Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena itu validasi data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui validasi data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai. Maka dalam melakukan keabsahan data, peneliti perlu memeriksa data kembali sebelum di proses dalam bentuk laporan yang disajikan. Agar tidak terjadi kesalahan, maka peneliti melakukan uji kredibilitasi data.
16
(57)
42
Menurut sugiono, dalam uji kredibilitasi data terdapat beberapa macam yaitu:17 perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, menggunakan bahan referensi dan mengadakan member chek, namun menurut hemat peneliti, berdasarkan waktu penelitian dan objek yang diteliti, maka peneliti cukup menggunakan triangulasi.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitasi ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu, seperti bertanya pada pihak ketiga, dalam hal ini masyarakat, maupun menanyakan ke beberapa orang tentang suatu pertanyaan jika dirasa jawaban dari satu orang masih dinilai meragukan.
Dengan menggunakan langkah tersebut kiranya sudah cukup bagi peneliti untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya sehingga tingkat reabilitas dan validitas data dapat diketahui keabsahannya.
G. Teknik Analisis Data
Setelah memperoleh data-data yang dibutuhkan melalui tehnik pengumpulan data yang tidak peneliti terangkan, peneliti kemudian menganalisis data tersebut. Adapun tahapan yang digunakan untuk menganalisa data tersebut sebagai berikut:
a) Reduksi data
Reduksi Data maksudnya data yang sudah di dapat dari proses observasi, wawancara dan dokumentasi diseleksi guna mendapatkan data yang relevan yang sesuai dengan fokus masalah yang diteliti.
17
(58)
43
b) Penyajian data
Dalam menganalisa data adalah peneliti menyajikan data atau display data kedalam bentuk teks naratif yang disusun secara sistematis guna menemukan jawaban dan menjelaskan tentang kepemimpinan dalam mengembangkan kemandirian ekonomi santri. c) Verifikasi
Proses verifikasi atau menyimpulkan data, dalam proses penyimpulan data ini masih bersifat sementara masih dapat di uji kembali dengan data yang ada dilapangan yaitu dengan cara merefleksikan kembali data yang sudah didapat, peneliti bertukar pikiran dengan teman sejawat dan trianggulasi.18
18
(59)
BAB IV
MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI SANTRI MELALUI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KIAI
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren
Pesantren Miftahul Mubtadiin Krempyang Nganjuk didirikan oleh KH. M. Ghozali Manan pada tahun 1940. Kiai Ghozali dilahirkan di Dusun Bedrek Desa Bedrek Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Pada masa mudanya, dia menimba ilmu dari beberapa pesantren, yaitu: Pesantren Mangunsari Nganjuk, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Lirboyo Kediri, dan yang terakhir beliau belajar di Pesantren Jampes Kediri yang dibimbing oleh Syeikh Ihsan bin Moh. Dahlan. Pada tahun 1938 M., dia menikah dengan Siti Khodijah yang merupakan putri dari KH. Abdul Fattah, seorang pengelola musholla di Lingkungan Krempyang. Pada waktu itu, kebanyakan masyarakat setempat sudah banyak yang memeluk agama Islam. Hanya saja kegiatan-kegiatan yang menunjang syiar agama masih kurang begitu tampak. Kiai Ghozali bermaksud menghidupkan syiar agama melalui kegiatan belajar mengajar ilmu agama dengan memanfaatkan musholla yang dikelola oleh mertuanya, KH. Abdul Fattah.
Seiring berjalannya waktu, santri yang berdatangan untuk menimba ilmu semakin bertambah banyak, dan diantara mereka ada yang menginginkan tetap tinggal. Dalam kondisi seperti ini, maka
(60)
45
mulai didirikan gubuk angkring (kamar yang sangat sederhana) di sekitar musholla untuk menampung mereka yang ingin menginap dan tinggal, sehingga kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di musholla, berangsurangsur menjadi sebuah pesantren dengan sistem pembelajaran tradisional (ala pesantren kuno) dengan ditunjang sarana dan prasarana yang sangat sederhana.
Dalam perjalanan perintisan pesantren ini, bukan berarti berjalan secara mulus tanpa ada hambatan.1 Banyak gangguan dan rintangan yang dihadapi oleh Kiai Ghozali dari beberapa pihak yang tidak suka dengan keberadaan usaha perintisan pesantren ini. Meskipun demikian, dengan pertolongan Allah SWT disertai bekal fisik, mental, spiritual yang mantap, serta kesabaran dan keteguhan, Kiai Ghozali diberi kemampuan untuk bertahan dan mengembangkan pesantrennya. Selain itu, dalam usahanya menyelesaikan problem tersebut, Kiai Ghozali mengadakan musyawarah dengan beberapa beberapa tokoh ulama agar pesantren yang dirintisnya tetap bertahan. Musyawarah tersebut menghasilkan sebuah keputusan bahwa pendidikan agama Islam di pesantren yang dirintis ini harus tetap dipertahankan. Dengan dukungan tersebut, akhirnya satu penghambat atas perkembangan Pesantren Miftahul Mubtadiin di masa awal berdirinya dapat teratasi dan mulai saat itu beliau lebih meningkatkan mutu pendidikan di pesantren.
1
(61)
46
Pada tahapan berikutnya, musholla yang dulunya dikelola oleh KH. Abdul Fattah, kemudian diteruskan oleh Kiai Ghozali telah berkembang menjadi masjid yang sampai saat ini tetap lestari untuk kegiatan peribadatan para penduduk sekitar dan para santri. Pada tahun 1942 Kiai Ghozali mulai menerapkan sistem pendidikan klasikal dengan mendirikan sebuah Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah, dilanjutkan pada tahun 1952 beliau mendirikan lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah Salafiyah, hingga pada akhirnya didirikan pula Madrasah Aliyah Salafiyah.
Selang beberapa tahun, Pesantren Miftahul Mubtadiin ini terus mengalami perkembangan yang signifikan seiring dengan adanya dukungan dari berbagai pihak dan peran serta santri yang telah dibina, dididik dan dibimbing dengan kesabaran dan ketulusan yang sungguh-sungguh, sehingga eksistensi Pesantren Miftahul Mubtadiin sebagai sebuah lembaga semakin diminati dan dipercaya oleh masyarakat umum baik dari wilayah pulau Jawa maupun luar Jawa. Di sisi lain, di tengah kesibukan Kiai Ghozali dalam mengasuh pesantren, dia juga sangat peduli terhadap masyarakat luas, dengan menyempatkan diri mengajar di dalam pengajian - pengajian di luar pesantren, aktif dalam organisasi kemasyarakatan, bahkan kepemerintahan.2
2
(62)
47
2. Sejarah Perkembangan Pesantren
Setelah KH. Ghozali wafat pada tahun 1990M, Pondok Pesantren Miftahul Mubtadiin diasuh oleh putra-putra beliau yaitu KH. Moh. Ridlwan Syaibani sebagai pengasuh pondok putra, KH. Moh. Hamam Ghozali sebagai pengasuh pondok putri dan Agus Nur Salim Ghozali. Pada periode ini, perkembangan pondok pesantren dan unit pendidikan yang ada semakin pesat dan mengalami kemajuan yang cukup signifikan.
Pada perkembangan selanjutnya, dari unit-unit pendidikan yang sudah ada tersebut, seiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman, maka didirikanlah MI Darussalam, MTs Darussalam dan MA Darussalam yang semuanya itu menggunakan Kurikulum Departemen Agama (Depag). Walaupun demikian, guna tetap mempertahankan ciri khas pesantren salafiyah yang merupakan cikal bakal dari semua unit pendidikan yang ada, dan siswa-siswi tidak ketinggalan kemampuannya dalam penguasaan di bidang kitab kuning, maka mereka yang memilih sistem pendidikan ini diwajibkan untuk bermukim (mondok). Kemudian unit pendidikan juga bertambah lagi dengan lahirnya Forum Kajian Khusus Kitab Kuning (FK4) dan Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Darussalam (STAIDA).
3. Visi, Misi dan Tujuan
Visi, misi dan tujuan pendidikan pesantren bergantung pada proses improvisasi yang telah dipilih oleh seorang kiai pengasuh
(63)
48
pesantren, yang dalam tataran intuitif disesuaikan dengan perkembangan pesantren itu sendiri. Pada dasarnya, pesantren merupakan cermin pribadi dari seorang kiai, dan hampir seluruh pesantren yang ada merupakan hasil usaha pribadi (individual enterprise). Visi, misi dan tujuan Pesantren Miftahul Mubtadiin bisa diketahui dari catatan arsip dokumentasi di sekretariat Yayasan Islam Al Ghozali.3
a. Visi
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam yang menjadi pusat penanaman dan pemantapan keimanan, ketaqwaan, akhlaqul karimah, keilmuan, keislaman dan kebangsaan dalam kerangka aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah ala Nahdlatul Ulama.
b. Misi
1. Melaksanakan proses pendidikan, pembelajaran dan
pengkajian dalam bidang ilmu-ilmu keislaman yang
berasaskan Ahli Sunnah wal Jama‟ah yang bersumber dari
kitab kuning.
2. Melaksanakan pembinaan keahlian, ketrampilan dan
kemasyarakatan dengan dijiwai akhlaqul karimah. 3. Menumbuhkan iklim yang humanis dan islami.
4. Menciptakan suasana proses belajar mengajar yang islami dan sesuai dengan budaya pesantren salafiyah.
3
(64)
49
c. Tujuan
1. Melahirkan generasi muslim yang unggul dalam penguasaan ilmu-ilmu keislaman
2. Melahirkan muslim yang tangguh serta memiliki
ketrampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang islami di masyarakat.
3. Melahirkan generasi muslim yang memiliki integritas moral yang tinggi.
4. Melahirkan generasi muslim yang memiliki kemampuan yang mantap dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Melahirkan generasi muslim yang memiliki kepekaan dan kepedulian sosial dengan dijiwai akhlaqul karimah.
Melahirkan generasi muslim yang memiliki kemandirian sikap, wawasan keilmuan keislaman dan kebangsaan.
4. Pola Pembelajaran
Sesuai dengan rintisan awal dari muassis / pendiri, sistem pembelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren Mifthaul Mubtadiin tidak jauh beda dari pesantren-pesantren salaf lainnya, yaitu dengan bentuk pengajian wetonan/bandongan, sorongan, musyawarah/bahtsul masail, muhafadzah dan lainnya. Walaupun demikian, KH. M. Ghozali Manan juga sangat memperhatikan pelajaran-pelajaran umum yang dibutuhkan untuk bekal menjalani kehidupan bermasyarakat sehari-hari serta perkembangan teknologi
(1)
102
bukanlah tujuan utama di pondok ataupun berdakwah, akan tetapi dalam mewujudkan sebuah pemikiran maka diperlukan uang dan usaha sebagai aksi nyata. Kedua, Kiai menyadari untuk mewujudkan hal besar, kemampuan atau keahlian satu orang tidaklah cukup, diperlukan ahli-ahli di bidang yang berbeda untuk mewujudkannya. Alhasil upaya ini terwujud dengan adanya unit-unit kewirausahaan dan keterampilan seperti industri tahu, industri tempe, peternakan dan pelatihan komputer dimana itu semua bukanlah keahlian pribadi sang Kiai akan tetapi dari pemikiran santri itu sendiri yang dilihat oleh Kiai.
(2)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil dari temuan penelitian maka dapat diambil suatu kesimpulan yaitu Peran Kiai dalam membentuk karakter mandiri ekonomi santri terwujud pada kegiatan-kegiatan yang ada di dalam pondok.
Dari kegiatan-kegiatan yang diadakan dan dilakukan,
kepemimpinan transformasional Kiai pondok pesantren putra miftahul mubtadiin dalam membangun kemandirian ekonomi sesuai dengna teori bass aviola yaitu, idealized influence, inspirational motivation, intelektual stimulation dan individualized consideration yang diwujudkan dengan memberi aksi nyata melalui unit usaha dan pelatihan. Dalam kegiatan ini, santri diajarkan untuk memiliki ketrampilan, memiliki pengalaman dalam bekerja, memiliki rasa tanggung jawab.
Karakter kemandirian ekonomi yang terdapat di dalam Pondok pesantren miftahul mubtadiin Nganjuk selaras dengan teori benny susetyo yaitu, santri diajari untuk tidak memiliki hutang konsumtif, memiliki keyakinan dalam bisnis, memiliki investasi, mampu mengelola arus kas, dan memiliki kesiapan mental.
Sedangkan hambatan-hambatan yang dialami Kiai dalam membentuk karakter kemandirian ekonomi santri yaitu latar belakang santri dan kemampuan dasar yang dimiliki santri.
(3)
104
B. Saran dan Rekomendasi
Dengan selesainya penelitian skripsi ini, dapatlah kiranya penulis memberikan saran dan rekomendasi berikut ini:
1. Kemandirian santri yang ada di Pondok Pesantren Miftahul Mubtadiin hendaknya selalu dievaluasi oleh Kiai maupun pengurus sehingga kemandirian-kemandirian tersebut tetap dimiliki oleh santri.
2. Meningkatkan kedisiplinan untuk santri sehingga santri lebih mandiri dalam menjalankan tugas-tugasnya sehingga kemandirian ekonomi santri dapat ditingkatkan lagi.
3. Untuk Santri, ilmu yang telah di dapat hendaknya diamalkan dengan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari terlebih ketika sudah pualng dari pondok sehingga kemandirian akan benar-benar terwujud.
C. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan di pondok pesantren putra miftahul mubtadiin adalah subyektifitas yang ada pada peneliti. Penelitian ini sangat tergantung kepada interpretasi peneliti tentang makna yang tersirat dalam wawancara sehingga kecenderungan untuk bias masih tetap ada. Untuk mengurangi bias maka dilakukan proses triangulasi, yaitu triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta dari
(4)
105
triangulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data, yaitu metode wawancara mendalam dan observasi.
(5)
106
DAFTAR PUSTAKA
Rukmana Nana. 2002. Masjid dan Dakwah. Jakarta,Al-Mawardi Prima.
Bachrun Rifa’I dan Fakhruroji, 2005. Manajemen Masjid Mengoptimalkan Fungsi
Sosial Ekonomi Masjid., bandung,Benang Merah Press.
Ricky W Grifin.dan Ronald J Elbert.2013.manajemen bisnis syariah & dan
kewirausahaan, bandung ,CV Pustaka Setia.
Sutarno, 2012, Serba-Serbi Manajemen Bisnis, Yogyakarta Graha Ilmu.
Ariani D.Wahyu, 2009, Manajemen Operasi Jasa, Yogyakarta,Graha Ilmu.
Sugiono, 2015, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung,Alfabeta.
Ahmadi Rulam, 2014,Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta,Ar-Ruzz
Media.
Hanif Ashar, 2014 “Hubungan Kepemimpinan Transformasional Dan Komitmen Organisasi Dengan Organizational Citizenship Behaviour Guru Mim 22
Sugihwaras Bojonegoro” (Skripsi- UIN Sunan Ampel, Surabaya)
Syaifuddin, 2010, Metode Penelitian, Yogyakarta,Pustaka Pelajar.
Silalahi Ulber, 2010, Metode Penelitian Sosial, Bandung,PT Refika Aditama.
Arikunto Suharsimi, 2000, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(6)
107
J.Moleong Lexy, 2009, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung,PT.Remaja Rosda
Karya.
Iskandar, 2000, MetodePenelitian Kualitatif, Jakarta,Rineka Cipta, Cet.XII,.
Noor Juliansyah, 2015, Metodologi Penelitian, Jakarta,Kencana.
Riyanto Yatim, 2001, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya, SIC.
Ila,pengertian manajemen bisnis,
http://pengertianmanajemen.net/pengertian-manajemen-bisnis/ diakses pada jumat, 11 maret 2016 pukul 10:35
Halim, 2001, Jurnal Ilmu Dakwah: Pengembangan Masyarakat Islam
(Membangun Paradigma Baru Model Dakwah) Vol. 4, No. 1 Surabaya:
Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel.
Hasibuan, M. 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia: Jakarta: Bumi Aksara
Azizy, Qodri, 2004, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogjakarta : Pustaka
Pelajar.
Hall, Calvin S & Lindzey, Gardner Teori-Teori Sifat dan Behavioristik.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993
Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang
Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.
Rivai, V. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja